Perbedaan Cara Duduk dan Sujud bagi Wanita

Para pembaca rahimakumullah, perlu diketahui bahwa pada asalnya, tata cara salat laki-laki dan wanita itu sama. Namun, ada perbedaan pada beberapa bagian saja. Salah satunya pada tata cara duduk dan sujud.

Ketika sujud, kita dianjurkan untuk melebarkan anggota-anggota badan. Sebagaimana dalam hadis dari Abdullah bin Buhainah radhiyallahu ’anhu, ia berkata,

أن النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان إذا صلَّى فرَّج بين يديهِ، حتى يبدوَ بياضُ إبْطَيه

“Ketika Nabi shallallahu ’alaihi wasallam salat, beliau melebarkan kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak beliau.” (HR. Bukhari no. 390 dan Muslim no. 495)

Demikian pula dalam dalam hadis dari Al-Barra bin Azib radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

إذا سجَدْتَ فضَعْ كفَّيْكَ وارفَعْ مِرْفَقَيْكَ

“Jika engkau sujud, maka letakkan kedua tanganmu di lantai dan angkat sikumu.” (HR. Muslim no. 494)

Namun, anjuran ini khusus bagi laki-laki!

Adapun bagi wanita, dianjurkan untuk tidak melebarkan tangan dan dianjurkan merapatkan tangannya ke badan. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat dari para sahabat Nabi berikut ini,

عن ابن عباس أنه سئل عن صلاة المرأة فقال: تجتمع وتحتفز

“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau ditanya tentang salatnya wanita. Beliau lalu menjawab, ‘Hendaknya mereka merapatkan dan mendekatkan anggota-anggota badannya.’” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 2/124/2791, sanadnya hasan)

عن نافع عن ابن عمر أنه سئل كيف كن النساء يصلين على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم. قال: كن يتربعن ثم أمرن أن يحتفزن

“Dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah ditanya bagaimana dahulu para sahabiyah salat di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Umar menjawab, ‘Mereka duduk merapatkan kakinya dan mereka diperintahkan untuk merapatkan anggota badannya ketika sujud.’” (HR. Abu Hanifah dalam Musnad-nya, sanadnya sahih)

Ini juga yang dipahami Ibrahim An-Nakha’i rahimahullah, beliau mengatakan,

إذا سجدت المرأة فلتضمّ فخذيها ولتضع بطنها عليهما

Jika wanita sujud, maka hendaknya ia merapatkan pahanya dan mendekatkan pahanya dengan badannya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 1/303/290)

Tujuan ini semua agar aurat wanita lebih terjaga dan agar tidak menjadi fitnah (godaan). Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan,

الأصل أن يثبت في حق المرأة من أحكام الصلاة ما ثبت للرجال ، لأن الخطاب يشملها غير أنها خالفته في ترك التجافي ، لأنها عورة ، فاستحب لها جَمْع نفسها ليكون أستر لها ، فإنه لا يؤمن أن يبدو منها شيء حال التجافي

Hukum asalnya, hukum salat yang berlaku bagi wanita itu sama dengan apa yang berlaku bagi laki-laki. Karena yang dituju oleh dalil itu juga mencakup wanita. Kecuali, perbedaan bagi wanita ialah mereka dianjurkan untuk tidak melebarkan anggota badan. Karena wanita adalah aurat. Maka dianjurkan untuk merapatkan anggota-anggota badannya, agar lebih tertutup auratnya. Karena ada resiko tersingkap bagian auratnya ketika ia melebarkan anggota-anggota badannya.” (Al-Mughni, 1: 632).

Wallahu a’lam, semoga Allah Ta’ala memberi taufik.

***

Penulis: Yulian Purnama

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/80062-perbedaan-cara-duduk-dan-sujud-bagi-wanita.html

Penyakit Bawaan dan Kelelahan Masih Dominasi Faktor Penyebab Kematian Jamaah Haji

Pusat Kesehatan Haji (Puskes haji) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengajak jamaah ikut berpartisipasi mengurangi angka kematian maupun sakit.

Hal ini disampaikan Ketua Tim Kerja Pengendalian Faktor Risiko Kesehatan dan Promosi Kesehatan Haji, Imron Cahyono, ST, MKes, dalam acara Sosialisasi Kesehatan Haji di Kabupaten Karawang beberapa waktu lalu. 

“Dalam pelaksanaan ibadah haji 2022, pemerintah Indonesia memberangkatkan 100.052 jamaah haji dengan usia kurang dari 65 tahun. Jumlah jamaah haji yang wafat sebanyak 89,” katanya dalam keterangan yang didapat Republika, Jumat (4/11/2022). 

Dia menjelaskan, beberapa penyebab kematian ini selain karena adanya penyakit bawaan, juga karena faktor kelelahan. 

Lebih lanjut, dia pun mengatakan ibadah haji merupakan ibadah fisik. Di dalamnya terdapat sejumlah aktivitas, seperti tawaf, sai, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah dan melontar jumrah di Mina. 

Dengan demikian, dia pun mengimbau jamaah harus mempersiapkan kesehatan sejak dini. “Calon jamaah haji agar mengindari kelelahan dengan tidak memaksakan diri melakukan ibadah sunnah dan menyesuaikan dengan kemampuan fisik,” lanjutnya. 

Kegiatan sosialisasai kesehatan haji ini merupakan kerjasama Pusat Kesahatan haji Kemenkes dan Komisi IX DPR RI. 

Hadir dalam acara tersebut Anggota DPRD Kabupaten Karawang Muhammad Dimyanti, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa barat, Dinas Kesehatan Kab Karawang, Kepala Puskesmas Cicinde, serta Kepala Desa Cicinde Utara beserta jajarannya. 

Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, Yayuk Sri Rahayu, dalam penyuluhannya mengatakan saat jamaah haji melakukan pendaftaran  haji atau untuk mendapatkan nomor porsi, akan dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk menentukan status risiko tinggi (risti) dan non-risti.  

Selanjutnya, dilakukan pembinaan kesehatan dengan harapan jamaah haji tetap dalam keadaan sehat, sebelum keberangkatan ke Arab Saudi. 

“Pemeriksaan kesehatan masa keberangkatan dilakukan satu tahun atau minimal tiga bulan sebelum keberangkatan, yang akan menentukan status istithaah kesehatan jamaah haji,” ujar dia. 

Berdasarkan data siskohatkes tahun 2022, jamaah haji yang berasal dari Kabupaten Karawang 2022 sebanyak 985 jamaah haji. Dari data tersebut, diketahui penyakit terbanyak adalah hipertensi. 

Yayuk menambahkan, calon jamaah haji yang memiliki penyakit kronis seperti hiptertensi dan diabetis melitus diimbau agar dapat mengendalikan penyakit tersebut dengan minum obat dan serta cek kesehatan secara teratur. / Zahrotul Oktaviani   

IHRAM

Inilah Jenis Jual Beli yang Terlarang dalam Islam

Di antara jual beli yang juga terlarang adalah jual beli dengan cara ‘inah, yaitu menjual sebuah barang kepada seseorang dengan harga kredit

ALLAH Ta’ala membolehkan jual beli bagi hamba-Nya selama tidak melalaikan dari perkara yang lebih penting dan bermanfaat. Seperti melalaikannya dari ibadah yang wajib atau membuat madharat terhadap kewajiban lainnya.

Jual beli ketika panggilan adzan

Jual beli tidak sah dilakukan dan terlarang bila telah masuk kewajiban untuk melakukan shalat Jum’at. Yaitu setelah terdengar panggilan adzan yang kedua. Berdasarkan Firman Allah Ta’ala:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نُودِىَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوْمِ ٱلْجُمُعَةِ فَٱسْعَوْا۟ إِلَىٰ ذِكْرِ ٱللَّهِ وَذَرُوا۟ ٱلْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS: Al Jumu’ah : 9).

Allah melarang jual beli agar tidak menjadikannya sebagai kesibukan yang menghalanginya untuk melakukan shalat Jum’at. Allah mengkhususkan melarang jual beli karena ini adalah perkara terpenting yang (sering) menyebabkan kesibukan seseorang. Larangan ini menunjukan makna pengharaman dan tidak sahnya jual beli.

Kemudian Allah mengatakan “dzalikum” (yang demikian itu), yakni yang Aku telah sebutkan kepadamu dari perkara meninggalkan jual beli dan menghadiri shalat Jum’at adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui akan maslahatnya. Maka, melakukan kesibukan dengan perkara selain jual beli sehingga mengabaikan shalat Jumat adalah juga perkara yang diharamkan.

Demikian juga shalat fardhu lainnya, tidak boleh disibukkan dengan aktivitas jual beli ataupun yang lainnya setelah ada panggilan untuk menghadirinya.

Allah Ta’ala berfirman:

فِى بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا ٱسْمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلْغُدُوِّ وَٱلْءَاصَالِ

رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَٰرَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلْقُلُوبُ وَٱلْأَبْصَٰرُ

لِيَجۡزِيَهُمُ اللّٰهُ اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَيَزِيۡدَهُمۡ مِّنۡ فَضۡلِهٖ‌ؕ وَاللّٰهُ يَرۡزُقُ مَنۡ يَّشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٍ

“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. [24] An-Nur:36-37-38).

Jual beli untuk kejahatan

Demikian juga Allah melarang kita menjual sesuatu yang dapat membantu terwujudnya kemaksiatan dan dipergunakan kepada yang diharamkan Allah. Karena itu, tidak boleh menjual sirup yang dijadikan untuk membuat khamer karena hal tersebut akan membantu terwujudnya permusuhan.

Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala:

وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

“Janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatuan dosa dan permusuhan.” (QS: Al Maidah : 2).

Demikian juga tidak boleh menjual persenjataan serta peralatan perang lainnya di waktu terjadi fitnah (peperangan) antar kaum muslimin supaya tidak menjadi penyebab adanya pembunuhan. Allah dan Rasul-Nya telah melarang dari yang demikian.

Ibnul Qoyim berkata : “Telah jelas dari dalil-dalil syara’ bahwa maksud dari akad jual beli akan menentukan sah atau rusaknya akad tersebut. Maka persenjataan yang dijual seseorang akan bernilai haram atau batil manakala diketahui maksud pembeliaan tersebut adalah untuk membunuh seorang Muslim. Karena hal tesebut berarti telah membantu terwujudnya dosa dan permusuhan. Apabila menjualnya kepada orang yang dikenal bahwa dia adalah Mujahid fi sabilillah maka ini adalah keta’atan dan qurbah. Demikian pula bagi yang menjualnya untuk memerangi kaum muslimin atau memutuskan jalan perjuangan kaum muslimin maka dia telah tolong menolong untuk kemaksiatan.”

Menjual budak Muslim kepada non-Muslim

Allah melarang menjual hamba sahaya muslim kepada seorang kafir jika dia tidak membebaskannya. Karena hal tersebut akan menjadikan budak tersebut hina dan rendah di hadapan orang kafir.

Allah ta’ala telah berfirman:

اللّٰهُ لِلۡكٰفِرِيۡنَ عَلَى الۡمُؤۡمِنِيۡنَ سَبِيۡلًا

“Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. [4] An-Nisa’:141).

Nabi ﷺ bersabda : “Islam itu tinggi dan tidak akan pernah ditinggikan atasnya.” (shahih dalam Al Irwa’ : 1268, Shahih Al Jami’ : 2778)

Jual beli di atas jual beli saudaranya

Diharamkan menjual barang di atas penjualan saudaranya, seperti seseorang berkata kepada orang yang hendak membeli barang seharga sepuluh, “Aku akan memberimu barang yang seperti itu dengan harga sembilan”. Atau perkataan “Aku akan memberimu lebih baik dari itu dengan harga yang lebih baik pula.”

Nabi ﷺ bersabda: “Tidaklah sebagian diatara kalian diperkenankan untuk menjual (barang) atas (penjualan) sebagian lainnya.” (Mutafaq alaihi).

Juga sabdanya: “Tidaklah seorang menjual di atas jualan saudaranya.” (Mutafaq ‘alaih).

Demikian juga diharamkan membeli barang di atas pembelian saudaranya. Seperti mengatakan terhadap orang yang menjual dengan harga sembilan : “Saya beli dengan harga sepuluh.”

Kini betapa banyak contoh-contoh muamalah yang diharamkan seperti ini terjadi di pasar-pasar kaum muslimin. Maka wajib bagi kita untuk menjauhinya dan melarang manusia dari pebuatan seperti tersebut serta mengingkari segenap pelakunya.

Samsaran

Termasuk jual beli yang terlarang dan diharamkan adalah jual belinya orang yang bertindak sebagai samsaran, (yaitu seorang penduduk kota menghadang orang yang datang dari tempat lain (luar kota), kemudian orang itu meminta kepadanya untuk menjadi perantara dalam jual belinya, begitupun sebaliknya, pent).

Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ: “Tidak boleh seorang yang hadir (tinggal di kota) menjualkan barang terhadap orang yang baadi (orang kampung lain yang datang ke kota).”

Ibnu Abbas Radhiallahu anhu berkata: “Tidak boleh menjadi Samsar baginya” (yaitu penunjuk jalan yang jadi perantara penjual dan pemberi).

Nabi ﷺ bersabda : “Biarkanlah manusia berusaha sebagian mereka terhadap sebagian yang lain untuk mendapatkan rizki Allah” (Shahih Tirmidzi, 977, Shahih Al Jami’ 8603).

Begitu pula tidak boleh bagi orang yang mukim untuk untuk membelikan barang bagi seorang pendatang. Seperti seorang penduduk kota (mukim) pergi menemui penduduk kampung (pendatang) dan berkata “Saya akan membelikan barang untukmu atau menjualkan.” Kecuali bila pendatang itu meminta kepada penduduk kota (yang mukim) untuk membelikan atau menjualkan barang miliknya, maka ini tidak dilarang.

Jual beli dengan ‘inah

Di antara jual beli yang juga terlarang adalah jual beli dengan cara ‘inah, yaitu menjual sebuah barang kepada seseorang dengan harga kredit, kemudian dia membelinya lagi dengan harga kontan akan tetapi lebih rendah dari harga kredit. Misalnya, seseorang menjual barang seharga Rp 20.000 dengan cara kredit.

Kemudian (setelah dijual) dia membelinya lagi dengan harga Rp 15.000 kontan. Adapun harga Rp 20.000 tetap dalam hitungan hutang si pembeli sampai batas waktu yang ditentukan.

Maka ini adalah perbuatan yang diharamkan karena termasuk bentuk tipu daya yang bisa mengantarkan kepada riba. Seolah-olah dia menjual dirham-dirham yang dikreditkan dengan dirham-dirham yang kontan bersamaan dengan adanya perbedaan (selisih). Sedangkan harga barang itu hanya sekedar tipu daya saja (hilah), padahal intinya adalah riba.

Nabi ﷺ bersabda: “Jika kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah’ dan telah sibuk dengan ekor-ekor sapi (sibuk dengan bercocok tanam), sehingga kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan timpakan kepada kalian kehinaan, dan (Dia) tidak akan mengangkat kehinaan dari kalian, sampai kalian kembail kepada agama kalian.” (Silsilah As Shahihah: 11, Shahih Abu Dawud : 2956).*/ Diambil dari Mulakhos Fiqhy Juz II Hal 11-13, Syaikh Shaleh bin Fauzan Abdullah Alu Fauzan.

HIDAYATULLAH

Husein Ja’far Al-Hadar: Habib Kok Begini

Wajahnya sering muncul di berbagai platform media sosial. Sebagai seorang pendakwah, ia memilih jalur digital untuk mendekatkan diri dan mengedukasi kaum muda tentang ajaran-ajaran Islam. Baginya, ini adalah cara paling efektif dari pada menunggu mereka mendatangi masjid atau musholla untuk belajar agama.

Husein Ja’far Al-Hadar atau yang sering dipanggil dengan Habib Ja’far adalah keturunan Nabi Muhammad SAW generasi ke-38. Hal ini diperkuat oleh legalitas dari Maktab Daimi, bagian dari Robithah Alawiyah yang secara khusus mencatat dan mengurusi mahzah-mahzab para keturunan nabi khususnya di Indonesia. Baginya, ada sudut pandang menarik tentang takdirnya sebagai pembawa ‘darah’ nabi di dalam tubuhnya.

“Mungkin kita tidak melihat itu sebagai beban tapi melihat itu sebagai tanggung jawab yang muncul sebagai konsekuensi dari kelebihan yang Tuhan berikan kepada kita sebagai keturunan Nabi Muhammad. Kita percaya bahwa setiap kelebihan itu ada tanggung jawabnya, maka kita yang diberi kelebihan menjadi anak cucu Nabi Muhammad itu dibekali tanggung jawab,” ungkap Habib Ja’far kepada tim Sosok detikcom, Minggu (6/11).

Mengemban tanggung jawab, bukanlah hal yang mudah. Namun, keikhlasannya untuk menjalani peran sebagai pendakwah membuat hal itu tidak menjadi beban. Berkat didikan ayahnya, ia memahami bagaimana norma-norma berjalan beriringan tanpa saling tumpeng tindih dan bergesekan.

Sejak kecil, ia sudah akrab dengan ilmu-ilmu universal yang diperoleh dari buku-buku orang tuanya. Jiwa nasionalismenya pun tumbuh dalam setiap masanya berziarah ke makam pahlawan bersama ayahnya.

“Ayah yang memang berpandangan berprinsip dan terbuka yang memperkenalkan saya pada pahlawan pahlawan di kampung saya dan setiap tahun di hari pahlawan saya berziarah ke makam pahlawan. Dari sanalah saya belajar tentang nasionalisme yang mengajarkan saya untuk berkenalan dengan pendeta-pendeta di kampung saya, mengucapkan selamat natal setiap hari natal bahwa orang yang berbeda agama bukan berarti lawan kita, bukan berarti musuh kita. Ayah saya yang membuka mindset bahwa seorang muslim itu harus penuh cinta,” ungkap Habib Ja’far.

Sosok ayah, baginya, merupakan satu dari tiga hal yang paling berperan dalam membentuk karakternya saat ini. Habib Ja’far paham benar bagaimana menjadi seorang pendakwah yang impulsif dan progresif di masa kini.


“Kamu tidak wajib baik di mata orang lain…” Halaman Selanjutnya.

Habib Ja’far menuturkan, ada dua risiko besar yang mungkin akan dialaminya. Pertama, kedekatannya dengan setiap pihak mendorong orang untuk berpikir bahwa dirinya kurang berpendirian kokoh. Artinya, pada titik tertentu, ia akan dijauhi oleh suatu kelompok karena dinilai dekat oleh kelompok lain. Kedua, toleransi yang berlebihan akan suatu hal menurutnya dianggap kurang Islam oleh beberapa pihak.

Ia menuturkan bahwa targetnya adalah mendorong umat muslim memperoleh nilai-nilai keislaman dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami. Oleh sebab itu, menurutnya, kreativitas dalam berdakwah perlu ia kedepankan. Sehingga, ia perlu dekat dan memahami ilmu serta budaya baru yang tengah berkembang di masyarakat.

“Saya berhadapan dengan segmen yang berbeda karena itu saya harus memiliki kreativitas dalam berdakwah dengan memilih pendapat pendapat yang memudahkan orang lain agar orang lain bisa masuk ke dalam nilai nilai Islam secara berangsur-angsur, secara enjoy. Tapi untuk diri saya sendiri saya menerapkan hukum yang keras karena begitulah ajaran spiritual dalam islam atau tasawuf, sufi-sufi. Keras ke dalam, lembut ke luar,”

Soal suara-suara nyinyir yang sering ia dengar, Habib Ja’far tidak terlalu menghiraukannya. Sebab, ia selalu berpegang teguh dengan ucapan ayahnya tentang bagaimana menghadapi situasi semacam ini.

“Intinya ‘habib kok begini’ tapi kan ayah saya pernah bilang ‘kamu itu tidak wajib baik di mata orang lain tapi wajib baik di mata Allah’. Jadi saya nggak pernah peduli dengan pandangan orang lain jika memang pandangan itu tidak valid dan tidak berbasis kepada fakta,” katanya.

DETIKHIKMAH

Susah Lepas dari Maksiat? Perbanyak Baca Doa Ini

Maksiat dimaknai sebagai lawan dari taat. Seorang yang bermaksiat berarti ia sedang keluar dari ketaatan kepada Allah SWT. Perbuatan maksiat dapat berupa meninggalkan apa yang diperintahkan oleh Allah maupun berupa menerobos segala apa yang dilarang oleh-Nya.

Maksiat dimaknai sebagai lawan dari taat. Seorang yang bermaksiat berarti ia sedang keluar dari ketaatan kepada Allah SWT. Perbuatan maksiat dapat berupa meninggalkan apa yang diperintahkan oleh Allah maupun berupa menerobos segala apa yang dilarang oleh-Nya.

Dalam Al-Qur`an, banyak ditemui ayat-ayat yang berisi tentang ancaman kepada orang-orang yang bermaksiat. Misalnya, dalam Q.s. An-Nisa [4] ayat 14. Allah Berfirman:

وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهٗ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَاۖ وَلَهٗ عَذَابٌ مُّهِيْن

Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar batas-batas ketentuan-Nya, niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam api neraka. (Dia) kekal di dalamnya. Baginya azab yang menghinakan. (Terjemah Kemenag, 2019)

Ayat sebelumnya berisi penjelasan tentang kabar gembira bagi mereka yang menaati batas-batas ketentuan Allah, yakni berupa kekal di surga. Berbanding terbalik dengan mereka yang menerobos batas-batas tersebut, yakni berupa kekal di neraka sebagaimana bunyi ayat di atas.

Setiap muslim tentu berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan ketaatan kepada Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya. Namun, terkadang hal tersebut menjadi tidak mudah bagi sebagian orang, entah karena faktor dari dalam dirinya sendiri ataupun faktor dari luar, khususnya lingkungan di sekitarnya.

Pesatnya perkembangan teknologi pun dapat berperan dalam usaha tersebut. Di satu sisi, teknologi dapat memudahkan seseorang dalam meningkatkan kualitas ketaatannya. Sebagai contoh, aplikasi pengingat waktu shalat, Al-Qur`an digital, dan sejenisnya, merupakan dampak positif dari teknologi.

Namun, di sisi lain, teknologi juga dapat membawa dampak negatif, yang jika seseorang tidak bijak menggunakannya, maka ia dapat terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan. Sehingga, dalam konteks ini, teknologi dapat menjadi penghalang seseorang untuk menjalankan ketaatannya.

Selain berusaha, tentu kita harus mengiringinya dengan berdoa, dalam rangka memohon pertolongan kepada Allah agar senantiasa dihindarkan dari perbuatan-perbuatan maksiat. Dalam kitab al-Risalah al-Qusyairiyah (h. 392) terdapat sebuah doa yang diamalkan oleh Ibrahim bin Adham (w. 161 H) dalam rangka memohon perlindungan dari perbuatan maksiat.

الَّلهُمَّ انْقُلْ نِيْ مِنْ ذُلِّ مَعْصِيَتِكَ إَلَى اْلعِزِّ طَاعَتِكَ

Ya Allah, singkirkan diriku dari kehinaan maksiat kepada kemuliaan taat.

Tentu bukan hal sulit untuk mengamalkan doa yang singkat tersebut. Semoga dengan terus berusaha dan berdoa, kita senantiasa dijauhkan dari segala bentuk kemaksiatan. Wallahu A’lam.

ISLAMI

Baca Zikir ini Setelah Shalat Maghrib, Allah akan Mengutus Malaikat yang Menjagamu dari Setan hingga Pagi

Imam Nawawi dalam al-Azkar menjelaskan, selain dianjurkan membaca zikir yang Rasul contohkan setiap shalat lima waktu, terdapat zikir yang khusus dibaca setiap selesai shalat maghrib.

Disunnahkan menambah zikir yang dijelaskan oleh Ibnu Sunni dari Ummu Salamah ra, dia berkata; Rasulullah Saw ketika selepas shalat maghrib beliau masuk ke dalam rumah, melakukan shalat dua rakaat dan membaca

يَا مُقَلِّبَ القُلُوبِ والأَبْصَارِ ثَبِّتْ قَلْبَنَا عَلَى دِينِكَ

Yaa muqalibal quluubi wal abshaar, tsabbit quluubanaa ‘alaa diniik

Artinya; “Wahai Zat yang membolak balikkan hati dan penglihatan, tetapkanlah hati kami atas agamamu.”

Kemudian dilanjutkan dengan dengan zikir yang diriwayatkan Tirmizi dari Amarah bin Syabib ra, dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Siapa saja yang membaca

لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهَ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيرٌ

laa ilaaha illaahu wahdahu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu yuhyii wa yumiitu wahuwa ‘alaa kullii syai’in qadiir.

Artinya; “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Yang Maha Esa, Yang tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya segala pujian, dia Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan, dan Dia atas segala sesuatu Maha Kuasa.”

Dibaca sepuluh kali setelah maghrib maka Allah akan mengutus malaikat penjaga yang menjaga dari setan hingga pagi hari, Allah akan menganugerahkan sepuluh pahala yang menghantarkannya masuk surga, Allah akan menghapus sepuluh sepuluh dosa yang mencelakakan, dan bacaan tersebut senilai memerdekakan sepuluh budak mukmin.

Imam Tirmizi mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar Amarah mendengar langsung dari Nabi Saw.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai dalam Sunan-nya dalam kitab Amalu Yaumin Walailah dari dua jalur perari, pertama sebagaimana di atas, dan yang kedua dari riwayat sahabat Anshar, Abu Qasim bin Asyakir mengatakan, “Riwayat yang kedua ini yang benar.”

BINCANG SYARIAH

Amalan yang Paling Dicintai Allah

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan,

Abul Walid Hisyam bin Abdul Malik menuturkan kepada kami. Dia berkata, Syu’bah menuturkan kepada kami. Dia berkata, Al-Walid bin Al-‘Aizar mengabarkan kepadaku. Dia berkata, aku mendengar Abu ‘Amr Asy-Syaibani. Dia berkata, pemilik rumah ini (beliau mengisyaratkan kepada rumah Abdullah bin Mas’ud) menuturkan kepada kami.

Dia (Ibnu Mas’ud) berkata, aku pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Amal apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Salat tepat pada waktunya.” Dia (Ibnu Mas’ud) berkata, “Lalu apa?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.” Dia (Ibnu Mas’ud) berkata, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Jihad fi sabilillah.”

Dia (Ibnu Mas’ud) berkata, “Beliau menuturkan hal itu semuanya kepadaku. Seandainya aku menambah pertanyaan, niscaya beliau pun akan menjawabnya.” (lihat Shahih Al-Bukhari bersama Fath Al-Bari, 2: 12 tahqiq Syaibatul Hamd)

Keterangan ringkas

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan (sembari menukil pendapat ulama yang lain) bahwa yang dimaksud dengan jihad dalam hadis ini adalah jihad yang bukan fardu ‘ain. Sebab jihad yang semacam itu dipersyaratkan adanya izin dari kedua orang tua, sehingga berbakti kepada keduanya harus lebih dikedepankan di atasnya, yaitu jihad yang fardu kifayah. (lihat Fath Al-Bari, 2: 13 tahqiq Syaibatul Hamd)

Ibnu Bazizah rahimahullah berkata, “Berdasarkan pengkajian lebih dalam, kiranya bisa disimpulkan bahwa sebenarnya jihad lebih didahulukan (keutamaannya) daripada seluruh amal badan. Karena di dalam jihad seorang rela mengorbankan nyawanya. Meskipun demikian, sesungguhnya bersabar dalam menunaikan salat tepat pada waktunya secara kontinyu dan menjaga kesetiaan dalam berbakti kepada kedua orang tua merupakan suatu perkara yang wajib dan sifatnya terus-menerus (tidak temporer, pent). Tidak ada yang bisa bersabar menghadapi pengawasan perintah Allah dalam hal itu, kecuali orang-orang yang shiddiq, wallahu a’lam.” (lihat Fath Al-Bari, 2: 1 tahqiq Syaibatul Hamd)

Syekh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili hafizhahullah menambahkan keterangan dari kesimpulan beliau terhadap kajian Imam Ibnu Rajab rahimahullah seputar amal yang paling utama. Beliau berkata, “Sesungguhnya amal yang paling utama adalah apa-apa yang diwajibkan Allah kepada segenap hamba-Nya. Sementara iman kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan amal yang paling utama secara mutlak.” (lihat Tajrid Al-Ittiba’, hal. 20)

Kemudian beliau mengatakan, “Adapun jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadis Ibnu Mas’ud bahwa amalan yang paling utama adalah salat tepat pada waktunya. Hal itu disebabkan salat adalah amal anggota badan yang paling utama. Sementara dalam kesempatan lainnya, terkadang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut iman kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai amal yang paling utama. Hal itu karena (iman) merupakan amal hati yang paling utama.” (lihat Tajrid Al-Ittiba’, hal. 20)

Kemudian, Syekh Ibrahim pun menukil kesimpulan yang diambil oleh Imam Ibnu Rajab. Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Dengan penetapan hasil pengkajian ini teranglah bahwasanya hadis-hadis itu menunjukkan bahwa amal yang paling utama ialah dua kalimat syahadat bersama dengan konsekuensi-konsekuensinya, yaitu rukun-rukun Islam setelahnya, atau salat bersama dengan ikutan-ikutannya/penyempurna atasnya (juga) yang merupakan perkara yang sifatnya fardu ‘ain dan termasuk penunaian atas hak-hak Allah ‘Azza Wajalla. Kemudian yang paling utama setelah itu adalah perkara yang sifatnya wajib ‘ain dari hak-hak sesama hamba, semisal berbakti kepada kedua orang tua. Kemudian setelah itu adalah amal-amal sunah yang semakin mendekatkan diri kepada Allah, dan yang paling utama di antara itu (amal-amal sunah) adalah jihad.” (lihat Tajrid Al-Ittiba’, hal. 21)

Syekh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili hafizhahullah juga menambahkan kesimpulan bahwa amal-amal yang paling utama setelah amal-amal wajib ada tiga, yaitu menuntut ilmu (yang sifatnya sunah), jihad, dan zikir. Secara berurutan (berdasarkan penelitian para ulama) disimpulkan bahwa amal sunah yang paling utama adalah ilmu, setelah itu jihad, kemudian zikir. (silahkan baca lebih lengkap dalam Tajrid Al-Ittiba’, hal. 25-31)

Kontinyu alam beramal

Imam Bukhari rahimahullah menuturkan:

Muhammad bin Salam menuturkan kepada kami. Dia berkata, ‘Abdah mengabarkan kepada kami dari Hisyam, dari ayahnya, dari ‘Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau berkata,

Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila memerintahkan mereka (orang-orang), maka beliau perintahkan mereka sebatas amal-amal yang mampu mereka kerjakan.

Lantas orang-orang itu berkata, “Sesungguhnya keadaan kami tidak seperti keadaan anda, wahai Rasulullah. Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang.”

Mendengar hal itu, beliau pun marah hingga tampak kemarahan itu pada rona wajahnya. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling bertakwa dan paling berilmu tentang Allah di antara kalian adalah aku.” (lihat Sahih Al-Bukhari bersama Fath Al-Bari tahqiq Syaibatul Hamdi, 1: 89)

Keterangan ringkas

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Mereka (para ulama) mengatakan, bahwa makna hadis ini adalah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam apabila memerintahkan suatu amalan kepada mereka, maka yang beliau perintahkan adalah apa-apa yang mudah untuk mereka kerjakan, bukan amal-amal yang memberatkan. Hal itu karena beliau khawatir mereka tidak bisa terus-menerus/ kontinyu dalam melakukannya. Beliau sendiri mengerjakan amal serupa dengan apa yang beliau perintahkan kepada mereka, yang padanya terkandung keringanan.” (lihat Fath Al-Bari tahqiq Syaibatul Hamdi, 1: 90)

Di antara faedah dan pelajaran berharga yang bisa dipetik dari hadis di atas antara lain:

Amal-amal saleh akan bisa mengangkat kedudukan pelakunya menuju tingkatan yang mulia serta membawa dirinya semakin berpeluang dalam menghapuskan dosa-dosa.

Apabila seorang hamba bisa meraih puncak/akhir dari suatu bentuk ibadah dan bisa merasakan buah-buahnya, maka hal itu lebih mendorong dirinya untuk terus-menerus dalam mengerjakannya, sehingga hal itu lebih mempertahankan nikmat yang ada dan akan semakin mendorongnya untuk mencari tambahan nikmat dengan cara mensyukuri apa yang telah dilakukannya.

Semestinya kita selalu berhenti pada apa-apa yang telah ditetapkan oleh syariat, baik dalam perkara ‘azimah/hukum asal yang lebih utama maupun rukhshah/mengambil keringanan. Dengan disertai keyakinan bahwasanya mengambil hal-hal yang lebih lunak lagi selaras dengan syariat itu lebih utama daripada mengambil sesuatu yang lebih berat dan menyelisihi syariat.

Hal yang lebih utama untuk dicari dalam hal ibadah adalah sederhana/simpel dan mulazamah/terus-menerus dan konsisten dalam beramal. Bukan sikap berlebih-lebihan yang pada akhirnya menyeret kepada sikap meninggalkan.

Hadis di atas juga menunjukkan besarnya semangat para sahabat dalam mengerjakan ibadah dan besarnya keinginan mereka meraih tambahan kebaikan

Disyariatkannya marah ketika terjadi suatu hal yang menyelisihi perintah/ajaran syariat. Dan hendaknya melakukan pengingkaran terhadap kesalahan itu kepada orang yang cukup cerdas dan bisa menangkap pemahaman dengan baik di saat orang itu tidak berpikir jauh ke depan atau tidak merenungkan lebih dalam agar dia lebih tergerak untuk menyadari kekeliruannya.

Bolehnya menceritakan kepada seseorang mengenai keutamaan yang dimiliki orang tersebut ketika hal itu memang dibutuhkan, selama tidak menimbulkan sikap berbangga-bangga atau menonjolkan kehebatan diri sendiri.

Hadis di atas juga menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mencapai puncak kesempurnaan insan karena kesempurnaan sifat hikmah yang ada pada ilmu dan amal yang beliau miliki. Kesempurnaan ilmu beliau ditunjukkan dalam sabda beliau “Aku adalah orang yang paling berilmu di antara kalian.” Sedangkan kesempurnaan amalnya ditunjukkan dari sabda beliau “Dan aku juga orang yang paling bertakwa kepada Allah di antara kalian.” (lihat Fath Al-Bari tahqiq Syaibatul Hamdi, 1: 90-91)

Imam Ibnu Baththal rahimahullah menjelaskan, “Di dalam kesungguh-sungguhan beliau (Nabi) dalam beramal dan sikap marah beliau terhadap ucapan mereka terkandung dalil yang menunjukkan bahwa seorang yang beramal tidak boleh bersandar/menggantungkan diri kepada amalnya dan hendaknya dia berada diantara perasaan harap dan takut.” (lihat Syarh Shahih Al-Bukhari li Ibni Baththal, 1: 73)

Al-Muhallab rahimahullah berkata, “Di dalam hadis ini terkandung fikih/ilmu, bahwasanya seorang yang saleh wajib untuk memiliki ketakwaan dan rasa takut yang besar sebagaimana halnya yang seharusnya ada pada seorang yang melakukan dosa dan bertobat.

Seorang yang saleh tidak boleh merasa aman dengan bersandar kepada kesalehan dirinya. Demikian juga seorang pelaku dosa juga tidak boleh menjadi berputus asa karena dosa yang dilakukannya. Bahkan, semestinya setiap orang itu berada di antara takut dan harap.” (lihat Syarh Shahih Al-Bukhari li Ibni Baththal, 1: 73)

Semoga kumpulan faidah ini bermanfaat bagi kita semuanya. Aamiin.

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/80054-amalan-yang-paling-dicintai-allah.html

Kiat-kiat agar Semangat Ibadah

1. Pupuk Rasa Cinta kepada Allah

Rasa cinta kepada Allah adalah salah satu poros dari ibadah. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam syair Nuniyah-nya mengatakan:

وعبادة الرحمن غاية الحب مع ذل عابده هما قطبان

“Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang paling puncak dibarengi dengan perendahan diri dari seorang hamba kepada-Nya. Keduanya (cinta dan perendahan diri) adalah dua pangkal dari ibadah.”

Maka orang yang hatinya dipenuhi cinta kepada Allah, ia akan merasakan manisnya ibadah. Dalam hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاثٌ مَن كُنَّ فيه وجَدَ طَعْمَ الإيمانِ: مَن كانَ يُحِبُّ المَرْءَ لا يُحِبُّهُ إلَّا لِلَّهِ، ومَن كانَ اللَّهُ ورَسولُهُ أحَبَّ إلَيْهِ ممَّا سِواهُما، ومَن كانَ أنْ يُلْقَى في النَّارِ أحَبَّ إلَيْهِ مِن أنْ يَرْجِعَ في الكُفْرِ بَعْدَ أنْ أنْقَذَهُ اللَّهُ منه

“Tiga jenis orang yang jika termasuk di dalamnya maka seseorang akan merasakan lezatnya iman: orang yang mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya paling ia cintai daripada selain keduanya, dan orang yang dilemparkan ke dalam api lebih ia sukai daripada ia kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan ia dari kekufuran.” (HR. Bukhari no. 6041, Muslim no.43)

Di antara cara untuk memupuk rasa cinta kepada Allah adalah dengan banyak mengingat-ingat nikmat yang Allah karuniakan kepada kita yang tidak terhitung lagi banyaknya. Sehingga kita bersemangat untuk beribadah kepada-Nya sebagai bentuk rasa syukur atas semua nikmat tersebut. Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, ia berkata:

أنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانَ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ حتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ، فَقالَتْ عَائِشَةُ: لِمَ تَصْنَعُ هذا يا رَسولَ اللَّهِ، وقدْ غَفَرَ اللَّهُ لكَ ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِكَ وما تَأَخَّرَ؟ قالَ: أفلا أُحِبُّ أنْ أكُونَ عَبْدًا شَكُورًا 

“Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah shalat malam sampai pecah-pecah kakinya. Aisyah pun mengatakan: mengapa engkau melakukan demikian wahai Rasulullah? Padahal dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni? Nabi menjawab: Bukankah seharusnya aku senang jika aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari no.4837)

2. Melatih Kekhusyukan

Hendaknya berusaha melatih kekhusyukan dalam tiap ibadah. Karena kekhusyukan akan menimbulkan rasa cinta dan semangat untuk melakukan ibadah selanjutnya. Allah ta’ala berfirman tentang ibadah shalat:

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. al-Baqarah: 45)

As-Sa’di dalam Tafsirnya mengatakan: “Shalat itu menjadi mudah dan ringan bagi mereka (orang yang khusyuk). Karena kekhusyukan, rasa takut kepada Allah, dan harapan yang besar terhadap pahala dari Allah, akan menghasilkan rasa ringan dalam shalat dan akan melapangkan dadanya.” (Tafsir as-Sa’di)

3. Pelajari Tuntunan Nabi dalam Ibadah 

Cinta kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam akan menumbuhkan manisnya iman. Sebagaimana hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاثٌ مَن كُنَّ فيه وجَدَ طَعْمَ الإيمانِ: مَن كانَ يُحِبُّ المَرْءَ لا يُحِبُّهُ إلَّا لِلَّهِ، ومَن كانَ اللَّهُ ورَسولُهُ أحَبَّ إلَيْهِ ممَّا سِواهُما …

“Tiga jenis orang yang jika termasuk di dalamnya maka seseorang akan merasakan lezatnya iman: orang yang mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya paling ia cintai daripada selain keduanya … ” (HR. Bukhari no. 6041, Muslim no.43)

Dan bentuk cinta kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah mempelajari tuntunan-tuntunannya dalam akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Sampai setiap gerak-gerik kita, berjalan di bawah cahaya petunjuk dan di atas hujjah yang jelas, bukan hawa nafsu, perasaan, dan sangkaan semata. Sehingga, muncullah semangat untuk mengerjakannya karena tahu pasti itu adalah tuntunan beliau.

Sebaliknya orang yang menjalankan ibadah tanpa tuntunan, hanya mengikuti prasangka atau ikut-ikutan saja, akan berada dalam keraguan, kehampaan, dan kegoncangan. Sehingga sulit untuk bersemangat mengerjakannya.

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

لكلِّ عملٍ شِرَّةٌ ولكلِّ شِرَّةٍ فَترةٌ فمَن كانَت فترتُهُ إلى سنَّتي فقد اهتَدى ومَن كانَت فترتُهُ إلى غيرِ ذلكَ فقَد هلَكَ

“Setiap amalan ada masa semangatnya, dan setiap masa semangat ada masa futurnya. Barang siapa yang futurnya di atas sunnahku, maka ia telah mendapatkan petunjuk. Barang siapa yang futurnya bukan di atas sunnahku, maka ia akan binasa.” (HR. Ahmad no. 6764, dishahihkan al-Albani dalam takhrij Kitabus Sunnah hal.51)

Hadits ini menunjukkan orang yang memahami sunnah Nabi akan selamat dari futur yang berkepanjangan, sehingga ia akan kembali semangat lagi melakukan ketaatan.

4. Memaksa Diri Lama-lama Jadi Kebiasaan 

Kebaikan itu terkadang perlu dipaksakan di awal, agar kemudian menjadi kebiasaan baik selanjutnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّم االحِلْمُ بِالتَّحَلُّمِ

“Sifat al-hilm (tenang; bisa mengendalikan diri) didapatkan dengan at-tahallum (melatih diri agar hilm)” (HR. al-Bukhari secara mu’allaq dalam Shahih-nya [sebelum hadits no.68], Abu Nu’aim dalam al-Hilyah [5/198], dihasankan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no.342)

Hadits ini menunjukkan bahwa sifat hilm (tenang) terkadang perlu dilatih dan dipaksakan agar sifat tersebut menjadi bagian dari tabiat dan sifat yang menempel kuat pada diri kita. 

Demikian juga ibadah, perlu dipaksakan di awal agar kemudian menjadi tabiat dan kebiasaan, bahkan lama-kelamaan menjadi kebutuhan.

5. Cari Teman yang Rajin Ibadah

Allah ta’ala memerintahkan kita untuk senantiasa bersama dengan teman-teman yang baik dan bersabar dalam berteman dengan mereka:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. al-Kahfi: 28)

Karena ketika kita bersabar bergaul dengan teman-teman yang baik, sedikit demi sedikit kita akan terbiasa melakukan kebaikan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

الرَّجُلُ علَى دينِ خليلِهِ فلينظُر أحدُكُم من يخالِلُ

“Seseorang itu sesuai dengan keadaan agama khalil (teman dekat) nya. Maka hendaknya ia memperhatikan siapa teman dekatnya.” (HR. Abu Daud no. 4833, dihasankan al-Albani dalam Shahih al-Jami no.3545)

Maka carilah teman-teman yang semangat ibadah, dan bersabar bergaul dengan mereka. Niscaya lama-kelamaan kita akan menjadi orang yang semangat ibadah.

6. Banyak Ingat Mati dan Ingat Akhirat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

أكثِروا ذكرَ هادمِ اللَّذَّاتِ الموتِ

“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu maut.” (HR. at-Tirmidzi no. 2307, al-Albani dalam Shahih at-Targhib [3333] mengatakan: “hasan shahih“)

Orang yang senantiasa ingat kematian akan berusaha memperbanyak bekal untuk kehidupan setelah mati dan akan bersemangat melakukan ketaatan. Oleh karena itu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها

“Ingatlah kematian dalam shalatmu! Karena seseorang yang senantiasa mengingat mati dalam shalatnya, maka pasti ia akan memperbagus shalatnya. Dan shalatlah seperti shalat orang yang menyangka bahwa ia tidak akan bisa melaksanakan shalat yang selanjutnya.” (HR. ad-Dailami no.1755. Dihasankan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no.1421)

7. Mulai dari yang Sedikit tapi Konsisten 

Agar semangat beribadah bisa tumbuh, mulailah dari ibadah-ibadah yang sedikit namun lakukanlah secara konsisten. Dari Aisyah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

أحَبُّ الأعْمالِ إلى اللهِ تَعالَى أدْوَمُها

“Amalan yang paling Allah cintai adalah yang paling konsisten walaupun sedikit.” (HR. Bukhari no. 6465, Muslim no.783)

Misalnya, coba rutinkan membaca al-Qur’an sebanyak 1 lembar dalam sehari. Jika sudah bisa rutin demikian, tingkatkan lagi menjadi 2 lembar sehari. Dan seterusnya.

8. Berdoa Meminta Taufik kepada Allah

Jangan lupa untuk meminta taufik dan pertolongan dari Allah agar diberikan semangat beribadah. Karena hidayah untuk beribadah itu di tangan Allah dan atas pertolongan Allah semata kita bisa beribadah. 

Oleh karena itu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengajarkan doa berikut ini kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، أَخَذَ بِيَدِهِ ، وَقَالَ :(( يَا مُعَاذُ ، وَاللهِ إنِّي لَأُحِبُّكَ )) فَقَالَ : (( أُوصِيْكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ في دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُوْلُ : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menarik tangannya Mu’adz sambil bersabda: Wahai Mu’adz, demi Allah aku mencintaimu. Aku nasehati engkau wahai Mu’adz, jangan sampai engkau tinggalkan di setiap selesai shalat untuk membaca doa: /Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika/ (Ya Allah, tolonglah aku agar bisa berdzikir kepada-Mu, dan bersyukur kepada-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan baik).” (HR. Abu Daud no.1522, dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no.7969)

Wallahu a’lam, semoga bermanfaat.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

Referensi: https://konsultasisyariah.com/40461-kiat-kiat-agar-semangat-ibadah.html

Ini Rahasia Bacaan Lailahaillallah yang Jarang Diketahui

Kalimat Lailahaillallah merupakan kalimat yang paling utama. Selain menjadi tanda akan keimanan, orang yang sering membacanya akan mendapatkan keutamaan. Karena didalamnya terdapat rahasia yang banyak. Berikut Rahasia Bacaan Lailahaillallah yang jarang diketahui.

Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitab Abwab Al-Faraj hal 100 menyebutkan rahasia bacaan Lailahaillallah yang jarang diketahui orang. Diantara rahasia itu adalah;

Pertama, orang yang sering membaca Lailahaillallah akan diselamatkan dari api neraka. Berdasarkan hadis Nabi

وسمع النبي صلى الله عليه وسلم مؤذنا يقول : أشهد أن لا إله إلا الله, فقال: خرج من النار.

“Nabi mendengar seorang muadzin berkata, saya bersaksi tidak ada tuhan kecuali Allah. Lalu nabi bersabda, dia akan terbebas dari neraka” HR. Muslim

Kedua, orang yang sering membaca Lailahaillallah akan mendapat pengampunan dari Allah. Berdasarkan hadis riwayat Syadad bin Uas dan Ubadah bin Shamit Nabi bersabda

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لأصحابه يوما: ارفعوا أيديكم وقولوا لا إله إلا الله فرفعنا أيدينا ساعة, ثم وضع الرسول صلى الله عليه وسلم يده ثم قال: الحمد لله اللهم بعثتني بهذه الكلمة, وأمرتني بها ووعدتني بها الجنة, وإنك لا تخلف الميعاد, ثم قال أبشروا فإن الله قد غفر لكم.

“Pada suatu hari Nabi SAW bersabda kepada sahabatnya, angkatlah tangan kalian dan katakan Lailahaillallah, kemudian kita mengangkat tangan. Lalu Rasulullah SAW meletakkan tangannya lantas bersada;

Segala puji bagi Allah, ya Allah, engkau telah mengutus kami dengan kalimat ini, memerintahkan kami dengan kalimat ini dan menjanjikan surga kepada kami dengan kalimat ini. Sesungguhnya engkau tidak akan lupa dengan janji. Kemudian nabi bersabda, senanglah kalian, sesungguhnya Allah telah mengampuni kalian”

Ketiga, membaca Lailahaillallah merupakan perbuatan yang paling baik. Nabi bersabda

قال أبو در: قلت يا رسول الله, أوصني, قال إدا علمت سيئة فاعمل حسنة فإنها بعشر أمثالها. قلت يا رسول الله , لا إله إلا الله من الحسنات؟ قال هي أفضل الحسنات

“Abu Darr berkata, Ya Rasulallah, berilah wasiat untukku. Nabi bersabda, ketika kamu mengetahui keburukan maka lakukanlah kebaikan, karena dalam setiap kebaikan akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku berkata, ya Rasulallah, Lailahaillallah termasuk kebaikan? Nabi bersabda, itu merupakan paling baiknya perbuatan” HR. Ahmad.

Keempat, orang yang sering membaca Lailahaillallah dosa serta kekeliruan akan terhapuskan. Berdasarkan hadis riwayat Ummi Hani’ Rasulullah bersabda

عن البي صلى الله عليه وسلم قال لا إله إلا الله لا يسبقها عمل ولا تترك ذنبا

“Nabi SAW bersabda, Lailahaillallah Tidak didahului dengan bekerja dan tidak ada  dosa untuknya”

Kelima, orang yang sering membaca Lailahaillallah maka iman didalam hatinya akan diperbaharui. Berdasarkan hadis Nabi

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لأصحابه : جددوا إيمانكم, قالوا كيف نجدد إيماننا؟. قال : قولوا لا إله إلا الله, وهي لا يعدلها شيء في الوزن. فلو وزنت بالسموات والأرض رجعت بهن

“Nabi Muhammad SAW bersabda kepada sahabatnya, perbaharuilah iman kalian. Mereka berkata, bagaimana cara untuk memperbaharui iman kita? Nabi bersabda, katakanlah Lailahaillallah, karena tidak ada sesuatu saat ditimbang setara dengan Lailahaillallah. Seandainya kalian menimbang dengan langit dan bumi maka engkau akan menemukan Lailahaillallah”

Keenam, orang yang membaca Lailahaillallah timbangan di hari mizal lebih berat dari pada langit dan bumi. Sebagaimana hadis Nabi

عن عبد الله بن عمرو أن النبي صلى الله عليه وسلم , أن نوحا قال لابنه عند موته : امرك بلا إله إلا الله. فإن السموات السبع والأرضين السبع لو كن في خلقة مبهمة قصمتهن لا إله إلا الله

“Dari Abdullah bin Amr, sesungguhnya nabi berkata, nabi Nuh saat mau meninggal berkata, aku memerintahkan kamu untuk membaca Lailahaillallah. Karena tujuh langit dan tujuh bumi seandainya tercipta dalam keadaan yang tak beraturan niscaya Lailahaillallah akan memperbaikinya“

Ketujuh, terbukanya hijab. Orang yang sering membaca Lailahaillallah maka hijabnya akan terbuka sehingga dia bisa sampai kepada Allah. Berdasarkan hadis

عن عبد الله بن عمرو أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا إله إلا الله ليس لها دون الله حجاب حتى تصل إليه

“Dari Abdullah bin Amr, Nabi SAW bersabda, membaca Lailahaillallah tidak akan ada hijab antara dirinya dengan Allah, sehingga dia bisa sampai kepadanya” HR. at-Tirmidzi  

Kedelapan, ucapan yang paling utama dikatakan para Nabi. Berdasarkan yang diriwayatkan Jabir

أفضل الذكر لا إله إلا الله

“Paling utamanya dzikir adalah Lailahaillallah”

Kesembilan, membaca Lailahaillallah merupakan pekerjaan yang paling utama. Berdasarkan hadis Abu Hurairah

عن ابي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم : من قال لا إله إلا الله لا شريك له له المالك وله الحمد وهو على كل شيء قدير في يوم مائة مرة كانت له عدل عشر رقاب, وكتبت له مائة حسنة, ومحيت عنه مائة سيئة وكامت له حرزا من الشيطان يومه ذلك حتى يمسي, ولم يأت أحد أفضل مما جاء به إلا أحد عمل أكثر من ذلك

“Dari Abu Hurairah sesungguhnya Nabi SAW bersabda, orang yang merkata Lailahaillallah tidak ada serikat kepadanya, dialah sang maha kuasa. Dan pujian untuknya. Dia terhadap setiap sesuatu dia maha kuasa, membaca seratus kali, maka akan dicatat sepuluh kebaikan memerdekakak budak, dan akan dicatat seratus kebaikan.

Dan seratus dosa akan terhapuskan. Dan Lailahaillallah akan melindunginya dari syetan sampai syetan itu pergi. Dan tidak ada seorangpun yang melakukan pekerjaan yang lebih baik dari membaca Lailahaillallah”

Kesepuluh, orang yang sering membaca Lailahaillallah akan selamat dari keburukan dan siksa kuburan. Berdasarkan hadis

 من قال لا إله إلا الله المالك الحق المبين كل يوم مائة مرة كانت له أمانا من عذاب القبر وأنسا من وحسة القبر, واستجلبت له الغني واستغفرت له باب الجنة

“ barang siapa yang mengucapkan Lailahaillallah, dzat paling benar, dzat jelas, seratus kali setiap harai, maka akan aman dari siksa kubur dan akan terbebas dari keburukan kuburan dan kekayaan akan mengejar kepadanya dan pintu surge pun memintakan ampun untuknya ”

Kesebelas, sebagai tanda orang mukmin saat dibangkitkan dari kubur. Berdasarkan hadis

أن سعار هذه الأمة على الصراط لا إله إلا الله

“Sesungguhnya tanda ummat ini pada hari shirat adalah Lailahaillallah” 

Demikian penjelasan terkait rahasia bacaan lailahaillallah yang jarang diketahui.

Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Sekalipun Sulit, Empat Amalan ini Penting Dilakukan

Islam menganjurkan pemeluknya untuk memperbanyak melakukan amal baik dalam kondisi apapun. Beramal tidak mesti dalam kondisi lapang dan senang, tetapi juga dalam kondisi susah dan sempit sekalipun. Bahkan, orang yang beramal dalam kondisi susah pahalanya lebih besar dibanding beramal dalam kondisi lapang.

Islam menganjurkan pemeluknya untuk memperbanyak melakukan amal baik dalam kondisi apapun. Beramal tidak mesti dalam kondisi lapang dan senang, tetapi juga dalam kondisi susah dan sempit sekalipun. Bahkan, orang yang beramal dalam kondisi susah pahalanya lebih besar dibanding beramal dalam kondisi lapang.

Karenanya, dalam kondisi sesulit apapun, kita diminta untuk tetap beramal dan berbuat baik kepada siapapun. Syekh Nawawi al-Nawawi dalam Nashaihul ‘Ibad mengingatkan ada empat amalan yang sulit dilakukan:

إن أصعب الأعمال أربع خصال العفو عند الغضب والجود في العسرة والعفة في الخلوة وقول الحق لمن يخافه أو يرجوه

“Amal yang paling sulit ada empat, yaitu: memaafkan pada saat marah, dermawan saat ekonomi sulit, menjaga diri dari hal yang tidak terpuji saat sendirian, berkata yang sebenarnya kepada orang yang disegani atau orang yang diharapkan kebaikannya.”

Memafkan orang pada saat marah memang susah. Apalagi kalau orang itu sudah menyinggung dan menyakiti perasaat kita. Tapi dalam kondisi marah sekalipun, Islam menganjurkan untuk tetap menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain.

Begitu juga dengan sedekah pada saat kondisi sulit. Umumnya, orang yang berada dalam kondisi kesulitan berharap ada orang lain yang membantunya. Tapi kalau kita bisa dermawan dalam kondisi sulit, pahalanya di mata Allah sangatlah besar.

Selanjutnya, berbuat baik di hadapan banyak orang sangatlah mudah. Semua orang pengen terlihat baik di hadapan semua orang. Namun yang paling susah adalah tetap berbuat baik atau menjaga diri agar tidak melakukan maksiat dalam kesendirian.

Terakhir, amalan paling susah berikutnya adalah berkata yang sebenarnya kepada orang disegani atau kita ada maunya dengan orang itu. Berkata benar dan saling menasehati bagian dari ajaran Islam. Kita harus berkata benar kepada siapapun, termasuk kepada orang yang kita takuti dan segani sekalipun. Tentu menyampaikan kata benar ini perlu dibarengi dengan cara yang baik dan bijak.

ISLAMI