Serial Fikih Muamalah (Bag. 17): Mengenal Khiyar Rukyah dan Pengaruhnya terhadap Akad Jual Beli

Khiyar rukyah merupakan syarat yang ditetapkan syariat Islam untuk melindungi konsumen dan pembeli dari kerugian dan penipuan. Lalu, seperti apa hakikat khiyar rukyah ini? Bagaimana para ahli fikih menyikapinya? Apa saja syaratnya? Dan apa pengaruhnya terhadap sebuah akad?

Pada kesempatan kali ini, insyaAllah akan kita bahas lebih mendalam hak khiyar rukyah dari sisi syariat Islam.

Hakikat khiyar rukyah

Khiyar rukyah (pengelihatan) adalah kondisi ketika salah satu pihak yang melangsungkan akad memiliki hak untuk membatalkan ataupun melanjutkan akad saat melihat langsung barang yang diakadkan dikarenakan sebelumnya ia belum melihat secara langsung barang tersebut.

Contohnya adalah ketika seorang penjual menjual sebuah mobil yang belum ada ketika terjadinya akad. Maka, bagi pihak pembeli ada hak khiyar ketika melihat langsung mobil tersebut baik mobil tersebut sudah diberikan deskripsi dan sifatnya terlebih dahulu ataupun belum ditentukan deskripsinya. Pada kedua keadaan ini terdapat hak khiyar rukyah (pengelihatan) bagi pihak pembeli.

Sikap ahli fikih terhadap khiyar rukyah (pengelihatan)

Para ahli fikih berbeda pendapat terkait ada atau tidaknya hak khiyar rukyah bagi seseorang yang belum melihat objek akad menjadi dua pendapat.

Pendapat pertama

Mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah dan pendapat lama Syafi’iyyah, serta Hanabilah dalam salah satu riwayat pendapat mereka berpendapat akan adanya hak khiyar rukyah (pengelihatan).

Hal ini berdasarkan beberapa dalil:

Pertama: Apa yang diriwayatkan Ibnu Abi Mulaikah dari sahabat Alqamah Bin Waqqas Al-Laisyi radhiyallahu anhu,

أنَّ عثمانَ ابتاع منْ طلحةَ بنِ عُبيدِ اللهِ أرضًا بالمدينةِ ، ناقَلَهُ بأرضٍ له بالكوفةِ ، فلما تبايعا ندِم عثمانُ ثم قال : بايعتُك ما لم أرَهُ ، فقال طلحةُ : إنما النظرُ لي ، إنما ابتعتُ مُغَيَّبًا ، وأما أنتَ فقد رأيتَ ما ابتعتَ ، فجعلا بينَهما حَكَمًا ، فحكَّما جبيرَ بنَ مُطْعِمٍ فقضى على عثمانَ أنَّ البيعَ جائزٌ ، وأنَّ النظرَ لطلحةَ أنه ابتاع مُغَيَّبًا

“Sahabat Utsman radhiyallahu ‘anhu membeli tanah dari sahabat Thalhah yang berlokasi di Madinah dengan cara menukarnya atau barter dengan tanahnya yang berada di Kufah. Maka, sahabat Utsman berkata, “Bagiku hak untuk melihat (barang jualan) karena aku membelinya darimu sedang aku belum melihatnya.” Maka, sahabat Thalhah menjawab, “Seharusnya akulah yang memiliki hak khiyar melihat karena aku membeli sesuatu yang tak terlihat sedang engkau telah melihat barang yang engkau beli.” Maka, keduanya meminta keadilan kepada sahabat Jubair bin Muth’im. Maka, Jubair bin Muth’im memutuskan untuk Utsman bahwa pembeliannya menjadi akad jaiz. Adapun untuk hak khiyar pengelihatan (rukyah), maka diputuskan untuk Thalhah karena dia membeli sesuatu yang belum terlihat.” (HR. Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra 5/268)

Hal ini diputuskan dengan keberadaan para sahabat lainnya tanpa ada satu pun dari mereka yang mengingkarinya, maka itu dianggap sebagai ijma’ (kesepakatan para sahabat).

Kedua: Dalam penetapan hak khiyar rukyah (pengelihatan) dan diperbolehkannya akad ini akan mewujudkan kemaslahatan untuk kedua belah pihak. Penjual bisa jadi butuh untuk menjual barangnya yang belum bisa dilihat tersebut dan mengambil pembayarannya. Sedangkan pembeli bisa jadi butuh untuk membeli barang tersebut, maka diperbolehkan bentuk jual beli ini dengan menetapkan adanya hak khiyar rukyah (pengelihatan).

Pendapat kedua

Mazhab Syafi’iyyah dalam qaul jadid (pendapat baru) mereka dan Hanabilah dalam salah satu riwayat pendapatnya mengambil pendapat akan tidak adanya khiyar rukyah, dengan alasan tidak bolehnya membuat akad pada sesuatu yang gaib (tidak nampak).

Mereka berdalil dengan,

Pertama: Apa yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkata,

لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

“Jangan engkau jual sesuatu yang engkau tidak punya.” (HR. Abu Dawud no. 3503)

Mereka mengartikan makna “tidak punya” dalam hadis ini dengan larangan menjual barang yang belum ada pada saat akad sedang berlangsung.

Kedua: Hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang melarang adanya gharar (ketidakpastian sifat) dalam sebuah akad jual beli dan transaksi,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar.” (HR. Muslim no. 1513, Abu Dawud no. 3376 dan Tirmidzi no. 1230)

Dan transaksi jual beli pada barang yang belum ada ketika akad serta tidak bisa dilihat oleh pembeli, mengandung sebuah ketidakjelasan sifat (gharar), karena barang tersebut tidak diketahui secara langsung bentuk maupun sifatnya.

Pendapat yang lebih kuat dan lebih mendekati kebenaran dalam masalah ini adalah pendapat pertama yang menetapkan adanya hak khiyar rukyah (pengelihatan) pada sebuah transaksi, karena adanya hadis yang menyebutkan akan hal tersebut dan hal ini juga memberikan kemaslahatan lebih pada kedua belah pihak.

Sedangkan hadis yang menyatakan larangan menjual sesuatu yang tidak kita miliki dan tidak kita punyai, maka maksudnya adalah apa yang tidak mampu diperoleh dan diberikan kepada pembeli sehingga menimbulkan ketidakjelasan sifat.

Adapun hadis yang melarang jual beli yang mengandung ketidakjelasan sifat (gharar), maka dijawab bahwa menjual barang dagangan yang belum ada di waktu akad masih mampu untuk diberikan kepada pembeli sehingga tidak mengandung gharar maupun ketidakjelasan yang akan menimbulkan percekcokan di antara kedua belah pihak.

Syarat berlakunya khiyar rukyah (pengelihatan)

Pertama: Pihak pembeli benar-benar belum melihat barang yang akan dibelinya ketika akad itu berlangsung. Sedangkan apabila barang yang akan dibelinya itu sudah bisa dilihat dan ada ketika akad sedang berlangsung sehingga ia benar-benar tahu persis akan barangnya, maka tidak ada hak khiyar rukyah lagi baginya.

Perlu diketahui, untuk mewujudkan kesempurnaan pengetahuan akan barang tersebut, maka harus diiringi dengan menyentuh, mencium ataupun merasakan barang tersebut, karena sekedar melihat saja tidak cukup untuk mengetahui dengan sempurna barang yang akan dibelinya tersebut.

Kedua: Hendaknya barang yang diakadkan dan belum dilihat oleh pihak pembeli ini merupakan sesuatu yang bisa ditentukan dan dideskripsikan, seperti: tanah, rumah, ataupun kendaraan. Adapun jika barangnya tersebut merupakan sesuatu yang tidak bisa/tidak perlu ditentukan dan dideskripsikan, seperti mata uang, maka tidak ada hak khiyar rukyah

Ketiga: Khiyar ini hanya berlaku bagi pihak konsumen atau pembeli saja (penyewa ataupun yang sehukum dengan mereka) dan tidak berlaku bagi pihak penjual dan pemberi sewa. Jikalau seseorang menjual rumah yang belum pernah ia lihat (karena ia mendapatkannya dari warisan sedang rumah tersebut berada di pelosok misalnya) kepada orang lain yang malah sudah melihatnya, maka tidak ada hak khiyar bagi si penjual.

Hal ini sebagaimana riwayat Ibnu Abi Mulaikah yang telah kita sebutkan di atas, di mana Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu menetapkan bahwa hak khiyar rukyah (pengelihatan) hanya berlaku untuk pembeli dan bukan untuk penjual.

Dan juga, seorang pemilik (penjual, penyewa) memiliki kekuasaan penuh terhadap barang yang akan diakadkannya tersebut, maka sudah sepantasnya dia mengetahui terlebih dahulu barang yang akan dijualnya, karena keinginan menjual pun berasal darinya sehingga ia perlu memastikan terlebih dahulu barang tersebut sebelum dijual. Seorang penjual sangat dimungkinkan untuk melihat dan memastikan barang yang akan dijualnya terlebih dahulu, baik melalui dirinya sendiri ataupun melalui orang yang mewakilinya. Jika ia teledor, maka dialah yang bertanggung jawab atas keteledorannya sendiri, sehingga ia tidak memiliki hak khiyar rukyah.

Pengaruh khiyar rukyah pada sebuah akad

Bagi pembeli yang memiliki hak khiyar rukyah ini, maka akad yang dilakukan sebelum ia melihat langsung barang yang ingin dibelinya merupakan akad jaiz dan bukan akad lazim. Pembeli memiliki keleluasaan saat melihat langsung barangnya, apakah ingin melanjutkan akad dan mengambil hak milik barangnya serta berkewajiban membayar harganya, ataukah ia ingin membatalkan akadnya, dan kesemuanya itu tanpa perlu menunggu persetujuan dari pihak yang lain (penjual).

Adapun membatalkan akad padahal belum sempat melihat barangnya, maka para ulama berbeda pendapat, apakah hal seperti itu diperbolehkan?

Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat mayoritas ulama, baik itu mazhab Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah, ataupun Syafi’iyyah dalam salah pendapat mereka. Mereka semua berpendapat bahwa membatalkan akad sebelum sempat melihat barangnya diperbolehkan. Karena sejatinya akad yang berlangsung ketika itu adalah akad jaiz yang membolehkan adanya faskh (pembatalan akad tanpa adanya sebab) bagi siapa yang memiliki hak khiyar rukyah ini.

Wallahu a’lam bisshawaab

***

Sumber:

Kitab Al-Madkhal Ilaa Fiqhi Al-Muaamalaat Al-Maaliyyah karya Prof. Dr. Muhammad Utsman Syubair dengan beberapa penyesuaian.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83630-khiyar-rukyah.html

Muslim Harus Bergembira Menyambut Ramadhan

Bergembira Menyambut Ramadhan, Salah Satu Wujud Keimanan

Salah satu tanda keimanan adalah seorang muslim bergembira menyambut Ramadhan. Ibarat akan menyambut tamu agung yang ia nanti-nantikan, maka ia persiapkan segalanya dan tentu hati menjadi sangat senang tamu Ramadhan akan datang. Tentu lebih senang lagi jika ia menjumpai Ramadhan.

Hendaknya seorang muslim khawatir akan dirinya jika tidak ada perasaan gembira akan datangnya Ramadhan. Ia merasa biasa-biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Bisa jadi ia terluput dari kebaikan yang banyak. Karena ini adalah karunia dari Allah dan seorang muslim harus bergembira.

Allah berfirman,

ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ

“Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS. Yunus [10]: 58).

Lihat bagaimana para ulama dan orang shalih sangat merindukan dan berbahagia jika Ramadhan akan datang. Ibnu Rajab Al-Hambali berkata,

ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒُ : ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻥَ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳُﺒَﻠِّﻐَﻬُﻢْ ﺷَﻬْﺮَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻧَﺎﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻘَﺒَّﻠَﻪُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ

“Sebagian salaf berkata, ‘Dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka dipertemukan lagi dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar Allah menerima (amal-amal shalih di Ramadhan yang lalu) mereka.” (Latha’if Al-Ma’arif hal. 232)

Kenapa Harus Bergembira Menyambut Ramadhan?

Kegembiraan tersebut adalah karena banyaknya kemuliaan, berkah, dan keutamaan pada bulan Ramadhan. Beribadah semakin nikmat dan lezatnya bermunajat kepada Allah

Kabar gembira mengenai datangnya Ramadhan sebagaimana dalam hadits berikut.

ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﺤِﻴﻢِ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/385). Dinilai shahih oleh Al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad (8991))

Ulama menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan kita harus bergembira dengan datangnya Ramadhan.

Syaikh Shalih Al-Fauzan menjelaskan,

ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺑﺸﺎﺭﺓ ﻟﻌﺒﺎﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﺑﻘﺪﻭﻡ ﺷﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﺧﺒﺮ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ ﺑﻘﺪﻭﻣﻪ ، ﻭﻟﻴﺲ ﻫﺬﺍ ﺇﺧﺒﺎﺭﺍً ﻣﺠﺮﺩﺍً ، ﺑﻞ ﻣﻌﻨﺎﻩ : ﺑﺸﺎﺭﺗﻬﻢ ﺑﻤﻮﺳﻢ ﻋﻈﻴﻢ

‏( ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ .. ﻟﻠﻔﻮﺯﺍﻥ ﺹ 13 ‏)

ﺃﺗﻰ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﻔﺘﺢ ﻓﻴﻪ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻨﺔ ، ﻭ

“Hadits ini adalah kabar gembira bagi hamba Allah yanh shalih dengan datangnya Ramadhan. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi kabar kepada para sahabatnya radhiallahu ‘anhum mengenai datangnya Ramadhan. Ini bukan sekedar kabar semata, tetapi maknanya adalah bergembira dengan datangnya momen yang agung.” (Ahaditsus Shiyam hal. 13)

Ibnu Rajab Al-Hambali menjelaskan,

ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﻔﺘﺢ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻨﺎﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺬﻧﺐ ﺑﻐﻠﻖ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﻨﻴﺮﺍﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻌﺎﻗﻞ ﺑﻮﻗﺖ ﻳﻐﻞ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻣﻦ ﺃﻳﻦ ﻳﺸﺒﻪ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺯﻣﺎﻥ

“Bagaimana tidak gembira? seorang mukmin diberi kabar gembira dengan terbukanya pintu-pintu surga. Tertutupnya pintu-pintu neraka. Bagaimana mungkin seorang yang berakal tidak bergembira jika diberi kabar tentang sebuah waktu yang di dalamnya para setan dibelenggu. Dari sisi manakah ada suatu waktu menyamai waktu ini (Ramadhan). (Latha’if Al-Ma’arif hlm. 148)

Catatan: Hadits Dhaif Terkait Kegembiraan Menyambut Ramadhan

Ada hadits yang menyebutkan tentang bergembira menyambut Ramadhan, akan tetapi haditsnya oleh sebagian ulama dinilai dhaif bahkan maudhu’ (palsu)

ﻣَﻦْ ﻓَﺮِﺡَ ﺑِﺪُﺧُﻮﻝِ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺟَﺴَﺪَﻩُ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟﻨِّﻴْﺮَﺍﻥِ

“Barangsiapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, maka Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka. (Nash riwayat ini disebutkan di kitab Durrat An-Nasihin)

Setelah dimulai dengan perasaan gembira menyambut Ramadhan, tahap selanjutnya adalah persiapan menyambut Ramadhan agar Ramadhan yang kita jalankan bisa maksimal.

Demikian semoga bermanfaat

@Yogyakarta Tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/29974-muslim-harus-bergembira-menyambut-ramadhan.html

Durhaka dan Maksiat karena Takdir dan Kehendak Allah

Di antara argumentasi seseorang ketika diajak kepada kebaikan dan amal saleh dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasalam adalah hal tersebut telah Allah Ta’ala takdirkan pada dirinya. Alasan di balik kemaksiatan yang mereka lakukan adalah kehendak Allah Ta’ala. Mereka berkata, “Seandainya mereka diberi hidayah, tentu mereka akan taat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasalam.”

Tujuan dari argumentasi tersebut adalah tidak lain sebagai bentuk pembelaan diri atas apa yang telah mereka perbuat. Agar keburukan tersebut tidak disandarkan kepada mereka. Anggapan tersebut tidak sesuai dengan apa yang Allah Ta’ala tetapkan. Dan Allah Ta’ala membantahnya di dalam Al-Qur’an, di antaranya.

Argumentasi tersebut merupakan argumentasi kaum kafir Quraisy ketika didakwahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ ۚ كَذَٰلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّىٰ ذَاقُوا بَأْسَنَا ۗ قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا ۖ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ

Orang-orang yang mempersekutukan Allah Ta’ala, akan mengatakan, ‘Jika Allah Ta’ala menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan sesuatu pun.’ Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami? Kamu tidak mengikuti, kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta.” (QS. Al-An’am: 148)

“Ayat ini adalah peringatan yang Allah Ta’ala sebutkan dan syubhat kaum musyrikin atas perbuatan syirik yang mereka kerjakan dan atas pengharamannya. Allah Ta’ala mengetahui atas apa yang mereka kerjakan, dan mereka mampu untuk mengubah (takdir) tersebut agar berjalan di atas keimanan dan meninggalkan kekafiran, namun mereka tidak mengubahnya.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Allah Ta’ala membantah prasangka kaum kafir tersebut dengan Allah Ta’ala berfirman, “Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami.”

“Hal tersebut adalah syubhat yang telah menyesatkan orang-orang terdahulu. Argumentasi tersebut adalah argumentasi yang keliru. Karena seandainya benar, maka mengapa Allah Ta’ala turunkan hukuman dan menghancurkan mereka dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memeranginya.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Allah Ta’ala mengutus para rasul ‘alaihi shalatu wassalaam untuk menyampaikan seluruh jalan kebaikan yang menyelamatkan dan jalan kesesatan yang membinasakan sebagai hujjah

رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ

“(Mereka diutus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah Ta’ala sesudah diutusnya rasul-rasul itu.“ (QS. An-Nisaa’: 165)

“Aku telah utus rasul-rasul-Ku kepada hamba-Ku sebagai berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada hujjah (alasan) orang yang kufur kepada-Ku dan orang yang beribadah kepada sesembahan selain-Ku, atau orang yang sesat dari jalan-Ku dengan perkataan, ‘Seandainya demikian, maka Allah Ta’ala akan menghukum kami.‘” (Tafsir At-Thabari)

Allah Ta’ala utus para rasul agar mereka mendapat hujjah sebelum Allah Ta’ala menghukum dan mengazab mereka,

وَلَوْ أَنَّآ أَهْلَكْنَٰهُم بِعَذَابٍ مِّن قَبْلِهِۦ لَقَالُوا۟ رَبَّنَا لَوْلَآ أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولًا فَنَتَّبِعَ ءَايَٰتِكَ مِن قَبْلِ أَن نَّذِلَّ وَنَخْزَىٰ

Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al-Qur’an itu (diturunkan), tentulah mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?’” (QS. Thaha: 134)

Ketika petunjuk dan hidayah telah disampaikan, maka manusia mampu memilihnya, jalan mana yang akan ia ikuti dan jalan mana yang harus ia tinggalkan. Dan kehinaan dan hukuman akan diberikan bagi yang memilih jalan kesesatan. Tidak ada paksaan dari Allah Ta’ala.

وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَٰهُمْ فَٱسْتَحَبُّوا۟ ٱلْعَمَىٰ عَلَى ٱلْهُدَىٰ فَأَخَذَتْهُمْ صَٰعِقَةُ ٱلْعَذَابِ ٱلْهُونِ بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk, tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk, maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Fusshilat: 17)

Alasan kehendak Allah Ta’ala atas kemaksiatan adalah tidak benar karena seandainya demikian, maka Allah Ta’ala tidak akan mengazab para kaum nabi dan rasul terdahulu yang mendurhakai Allah Ta’ala. Sebagaimana kaum Tsamud yang telah diberi petunjuk, namun mereka justru memilih kesesatan sehingga Allah Ta’ala mengazab mereka.

Jika argumentasi tersebut benar, maka ahli neraka akan menjadi orang pertama yang beragumentasi dengan hal tersebut

Ahli neraka ketika masuk ke dalam neraka tidak beralasan dengan takdir dan kehendak Allah Ta’ala pada dirinya. Justru mereka menyesali atas apa yang telah mereka lakukan di dunia yang mereka sadari betul. Mereka yakin azab yang nyata atas orang yang tidak taat kepada Allah Ta’ala.

وَلَوْ تَرَىٰٓ إِذِ ٱلْمُجْرِمُونَ نَاكِسُوا۟ رُءُوسِهِمْ عِندَ رَبِّهِمْ رَبَّنَآ أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَٱرْجِعْنَا نَعْمَلْ صَٰلِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ

Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), ‘Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.’” (QS. As-Sajadah: 12)

وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَٰلِحًا غَيْرَ ٱلَّذِى كُنَّا نَعْمَلُ ۚ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَآءَكُمُ ٱلنَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا۟ فَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِن نَّصِيرٍ

Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal saleh yang tidak seperti yang telah kami kerjakan.’ Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun.” (QS. Fathir: 37)

Demikian. Semoga bermanfaat.

***

Ditulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83472-maksiat-karena-takdir.html

Viral Anggota DPRD Tolak Bersalaman, Ini Hukum Menolak Berjabat Tangan

Bagaimana hukum menolak berjabat tangan? Peristiwa menolak salaman akhirnya viral di media sosia pada Senin (6/3/2023) lalu di Gedung DPRD Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Pasalnya, kejadian yang menuai kontroversi menurut warganet inl dilakukan oleh Aripin, ketua DPRD Luwu Timur terhadap seorang warga dengan menggunakan baju merah dan blazer kuning serta mengenakan topi keluar dari gedung DPRD Luwu Timur.

Pria itu kemudian berpapasan dengan Aripin yang baru saja turun dari mobilnya. Selanjutnya pria itu lantas mengulurkan tangannya dengan maksud hendak berjabat tangan dengan Aripin. Namun Ketua Golkar Luwu Timur itu terlihat langsung lewat begitu saja.

“Saya tidak ada maksud untuk menolak berjabat tangan, hanya miskomunikasi saja,” kata Aripin, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Kamis (9/3/2023).

“Kebetulan saya buru-buru untuk menghadiri agenda pemilihan Wakil Bupati Luwu Timur saat itu, belum lagi saya dalam kondisi tegang karena baru kali ini kita melaksanakan pemilihan wakil bupati di DPRD,” sambungnya.

“Waktu hari Senin tanggal 6 Maret 2023 kemarin bertepatan dengan agenda pemilihan wakil bupati Luwu Timur. Sesuai jadwal dan undangan yang beredar, paripurna dimulai pada pukul 09.00 WITA. Kebetulan saya yang akan memimpin sidang tersebut selaku ketua DPRD,” ujar Aripin kepada detikSulsel, Kamis (9/3). Kendati demikian, ia meminta maaf atas sikapnya tersebut dan tidak bermaksud untuk menyombongkan diri.

Hukum Menolaj Berjabat Tangan dalam Islam

Bagaimana hukum menolak berjabat tangan dalam Islam? Berjabat tangan dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah mushafahah. Hukum berjabat tangan bagi sesama jenis kelamin dan mahramnya sendiri adalah sunnah. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah berikut:

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

Artinya: “Tidaklah dua muslim itu bertemu lantas berjabat tangan melainkan akan diampuni dosa di antara keduanya sebelum berpisah”.

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ الْمُؤْمِنَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرِ

Artinya: “Sesungguhnya seorang mukmin apabila berjumpa dengan mukmin lainnya lalu ia mengucapkan salam kepadanya kemudian memegang tangannya dan berjabat tangan, maka berguguran (dihapuskan) dosa mereka sebagaimana daun pohon berguguran”.

Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi Saw. dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya sunnah. [Kitab Irsyadul Fuhul asy-Syaukani, 32, Kitab Fathul Bari, XIII/245-246].

Definisi sunnah yang masyhur adalah

ما يثاب فاعله ولا يعاقب تاركه

Artinya: “Sunnah adalah sesuatu yang pelakunya mendapat pahala, dan yang meninggalkan sesuatu tersebut pun tidak disiksa.”

Terlepas dari itu, berjabat tangan di negara berasas Pancasila ini menjadi budaya. Maka tidak sepantasnya budaya ini ditinggal begitu saja, tanpa ada alasan belaka. Apalagi menolak orang yang mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

Tindakan itu, selain meninggalkan budaya, juga dinilai tidak etis dalam bergaul dengan sesama manusia. Bahkan menolak berjabat tangan bagi pemimpin yang sejatinya adalah wakil rakyat dapat menuai kontroversi dan fitnah.

Untuk menghukumi Aripin sebagai ketua DPRD Luwu Timur yang menolak untuk disalami, maka bijaknya harus mempertimbangkan alasan psikologis pelaku, yakni Aripin. Menurut penulis, alasan dia keburu-buru itu selain dilatarbelakangi agenda, juga kondisi tegang dan psikologis sebagai pemimpin acara sidang tersebut.

Sehingga hukum menolak salaman bagi Aripin saat itu boleh-boleh saja, tidak dikategorikan orang yang meninggalkan sunnah.

BINCANG SYARIAH

Siap Sukses Jelang, Sedang, dan Pasca Ramadhan

Sukses menjelang Ramadhan adalah kita cinta kepada Alquran.

Siapa dari insan beriman yang tidak menginginkan kesuksesan, terutama kala menyambut, bertemu, dan berpisah dengan Ramadhan.

Hal itu karena Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Bulan yang satu ibadah akan Allah SWT lipat gandakan pahalanya. Bahkan, Allah SWT akan memberikan ampunan luar biasa bagi insan beriman. 

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut memberikan sebuah clue bahwa orang beriman akan meraih kesuksesan Ramadhan manakala sejak awal sadar akan perlunya menyiapkan iman dalam hati benar-benar hidup dan kokoh.

Tidak heran kalau para ulama terdahulu menyambut Ramadhan dengan melakukan berbagai amal ibadah secara fokus dan konsisten.

Tidak heran kalau para ulama terdahulu menyambut Ramadhan dengan melakukan berbagai amal ibadah secara fokus dan konsisten. Tujuannya jelas agar sebelum Ramadhan pun bisa meraih kesuksesan. Lebih-lebih saat Ramadhan. Langkah tersebut merupakan wujud ittiba’ (mengikuti) Rasulullah SAW.

“Saya sama sekali belum pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa dalam satu bulan sebanyak puasa yang beliau lakukan di bulan Sya’ban, di dalamnya beliau berpuasa sebulan penuh.” (HR Muslim).

Sudah barang tentu kapasitas ibadah kita tidak mungkin selevel para ulama terdahulu. Namun, setidaknya kita tidak abai atau menghadapi Ramadhan tanpa niat, tanpa persiapan, dan tanpa target kesuksesan.

Allah Ta’ala memberikan pedoman dalam hal ibadah atau taat kepada Allah Ta’ala, yaitu sesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas diri. “Bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS at-Taghabun: 16).

Artinya umat Islam dengan profesi dan kemampuan masing-masing bisa mengambil porsi yang paling disanggupi dalam menaati Allah Ta’ala. Dengan demikian, maka laju kehidupan umat Islam tetap baik, bahkan menjadi lebih berkah.

Kalau seorang pedagang, maka tetap berdagang. Tetapi perkuatlah niat berdagang untuk ibadah kepada Allah SWT. Perwujudannya bisa dengan memberikan sebagian keuntungan untuk buka puasa anak yatim atau fakir miskin.

Pun demikian yang bekerja sebagai direktur, tetap bekerja dan memimpin rapat-rapat penting. Namun jangan lupa sebagian harta dan kemampuan diri juga diserahkan kepada orang lain.

Ada satu ibadah yang semua umat Islam harus berjuang melakukannya, yaitu senantiasa membaca Alquran.

Namun, ada satu ibadah yang semua umat Islam harus berjuang melakukannya, yaitu senantiasa membaca Alquran. Baik pada level membaca secara umum sampai pada tingkatan membaca untuk memahami kemudian mengamalkan nilai-nilai Alquran.

Sebab, Ramadhan adalah bulan yang Allah SWT menurunkan Alquran. Dan, puasa adalah cara yang Allah SWT tetapkan untuk umat Islam mensyukuri nikmat mukjizat akhir zaman itu.

Hanya kala umat Islam berada dalam kondisi berpuasa, jiwa dan raga siap menerima kebenaran dan keagungan cahaya Alquran.

Dalam kata yang lain, sukses menjelang Ramadhan adalah kita cinta kepada Alquran. Sukses kala menjalani dan menyudahi Ramadhan adalah kita semangat mengamalkan nilai-nilai Alquran, sehingga kehidupan kita menjadi kehidupan yang Qur’ani.

Itulah insan yang bertakwa, target utama sukses Ramadhan yang Allah SWT tetapkan untuk semua insan beriman.

REPUBLIKA

Cek Persiapan Haji di Arafah, Menag Minta Syarikah Berikan Layanan Terbaik

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas tiba di Makkah pada 11 Maret 2023. Menag langsung mengunjungi Arafah untuk mengecek persiapan fasilitas jamaah haji 2023.

Pengecekan ini dilakukan bersama pihak syarikah (perusahaan) yang bertanggung jawab dalam penyiapan layanan dan fasilitas jamaah haji Indonesia di Arafah.

Menag menekankan agar syarikah mengoptimalkan layanan terbaik untuk jamaah haji Indonesia. Pihak syarikah menyambut permintaan ini. Mereka berjanji secara bertahap akan mempersiapkan fasilitas Arafah secara optimal agar dapat memberikan layanan terbaik.

“Pihak syarikah sudah menjelaskan bahwa ada alas tidur, bantal, dan selimut yang akan disiapkan untuk masing-masing jamaah,” kata Menag melalui pesan tertulis dari Makkah yang diterima Republika.co.id, (12/3/2023).

Menag mengatakan, untuk menambah kenyamanan, pendingin udara di setiap tenda akan diatur agar suhu tidak melebihi 25 derajat celcius. Selain itu, tenda untuk misi haji Indonesia juga akan ditambah.

Menag juga menyoroti ketersediaan toilet dan kamar mandi untuk jamaah. Menag minta agar fasilitas toilet ditambah, terlebih banyak jamaah haji perempuan.

“Jamaah haji perempuan lebih banyak dari pada jamaah lelaki, sementara waktu penggunaan kamar kecil perempuan lebih lama. Mohon agar hal ini jadi perhatian,” ujar Menag.

Kemenag menyampaikan bahwa pihak Syarikah menyatakan bahwa pihaknya saat ini tengah membangun tambahan toilet di Arafah untuk jamaah haji Indonesia.

Penyelenggaraan haji tahun ini merupakan tantangan besar bagi Kemenag. Ini disebabkan niat Kemenag agar dapat memberikan layanan terbaik kepada para tamu Allah. Tidak mengherankan, hal-hal kecil pun mendapat perhatian besar.

Selain toilet, menu katering pun menjadi sorotan menag. Jamaah haji akan menerima makanan yang bercitarasa Nusantara seperti rendang, opor ayam, atau tongseng. Diharapkan menu yang akrab di lidah jamaah akan menambah nafsu makan, sehingga kesehatan jamaah pun dapat terjaga.  

IHRAM

Hukum Umrah atau Haji Anak Kecil

Bismillah.

Ada perbedaan pendapat ahli fikih tentang keabsahan umrah atau haji anak kecil. Mayoritas mereka menyimpulkan sahnya umrah dan haji anak kecil. Pendapat ini adalah pendapat yang kami yakini kebenarannya. Hal ini karena berdasar pada sebuah hadis yang sahih dari sahabat ‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bertemu dengan rombongan jamaah haji di sebuah tempat yang disebut Ar-Rouha’, beliau bertanya kepada rombongan tersebut,

من القوم ؟

Siapakah kalian?

قالوا : المسلمون ، من أنت ؟

Mereka menjawab, “Kami adalah orang-orang muslim, lantas siapa Anda?”

قال : أنا رسول الله

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Saya adalah Rasulullah.”

Lalu, ada seorang wanita mengangkat putranya yang masih kecil, memperlihatkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu wanita itu bertanya,

 ألهذا حج ؟

Ya Rasulullah, apakah hajinya anak ini sah?”

قال : نعم ولك أجر .

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Iya, dan anda mendapatkan pahala. (membantu hajinya anak ini, pent.)”

(HR. Muslim)

Namun, apakah haji atau umrah anak kecil dapat menggugurkan kewajiban?

Artinya, hajinya sudah teranggap sebagai haji Islam atau haji yang telah menunaikan rukun Islam atau umrah yang telah menggugurkan kewajiban?

Jawabannya adalah tidak mengugurkan kewajiban haji atau umrahnya. Sehingga, saat ia telah dewasa dan ia mampu, maka wajib menunaikan haji atau umrah kembali untuk menunaikan rukun Islam haji dan menggugurkan kewajiban umrahnya. Karena seluruh ibadah wajib yang dilakukan oleh anak kecil, oleh syariat dianggap sebagai amalan sunah.

Sebagaimana keterangan dari Ibnul Mundzir rahimahullah,

وأجمعوا على أن المجنون إذا حج به ثم صح أو حج بالصبي ثم بلغ أن ذلك لا يجزيهما عن حجة الإسلام .

Seluruh ulama sepakat bahwa orang gila atau anak kecil yang naik haji, kemudian dia sehat dari gilanya atau balig, maka hajinya tersebut tidak menggugurkan haji Islamnya (haji wajibnya, pent.).” (Al-Ijma’ hal. 212)

Imam Tirmidzi rahimahullah juga menjelaskan,

وقد أجمع أهل العلم أن الصبي إذا حج قبل أن يدرك فعليه الحج إذا أدرك .

Para ulama sepakat bahwa anak kecil yang naik haji sebelum balig, maka dia wajib melakukannya kembali (bila mampu, pent.) setelah ia balig.” (Jami’ At-Tirmidzi 3/256).

Wallahu a’lam bisshawab.

***

Penulis: Ahmad Anshori

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83525-hukum-umrah-atau-haji-anak-kecil.html

4 Bekal untuk Menyambut Ramadhan

Allah ta’ala berfirman,

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ  إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. al-’Ashr : 1-3)

Bulan Ramadhan tidak lama lagi datang. Bulan yang penuh dengan kebaikan dan pahala. Bulan yang mengingatkan kita akan tujuan hidup di alam dunia yang penuh dengan cobaan. Bulan yang mengajak kita untuk kembali menata hati, mengasah nurani, menanam benih-benih ketakwaan dan syukur kepada Rabb seru sekalian alam. Bulan yang penuh dengan nuansa ibadah dan dzikir kepada Allah.

Ada empat buah bekal yang harus kita siapkan; ilmu, amal, dakwah, dan sabar, untuk menyambut bulan penuh kebaikan ini. Ilmu tentang tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beramal dengan tuntunan itu. Berdakwah mengajak manusia untuk kembali kepada ajaran-ajaran Islam. Dan bersabar dalam menjalani ajaran-ajaran Islam.

Ilmu tentang ayat-ayat dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menguraikan tuntunan ibadah puasa hingga hari raya. Ilmu tentang hukum-hukum islam yang berkaitan dengan puasa, tarawih, zakat, dan lain sebagainya. Ilmu ini akan bisa kita peroleh dengan menyimak keterangan para ulama, karya-karya mereka, arahan dan nasihat mereka untuk menyambut dan menjalani ibadah di bulan mulia.

Kemudian, setelah mengetahui dan memahaminya dengan baik kita butuh untuk berdoa kepada Allah agar bisa mengamalkan ilmu yang telah kita ketahui. Menunaikan amal ibadah sesuai tuntunan dan ikhlas karena Allah ta’ala. Beramal dengan penuh harapan akan pahala dari Allah dan keutamaan dari-Nya. Beramal dengan senantiasa menyadari bahwa kebaikan semuanya adalah di tangan Allah dan karunia dari-Nya, bukan semata-mata hasil jerih payah, kemampuan dan kekuatan kita.

Kemudian, apabila seorang telah berbekal diri dengan ilmu dan dalil, hendaklah dia mengajak manusia ke jalan Allah. Kembali kepada al-Kitab dan as-Sunnah. Mengajak mereka dengan landasan ilmu dan keikhlasan. Mengajak mereka untuk berislam dan mengikuti tuntunan dengan penuh hikmah dan kesabaran. Dengan dakwah inilah, umat islam akan semakin mulia dan berjaya. Dakwah untuk mengenalkan syari’at Allah kepada umat manusia, bukan dakwah untuk mencari massa dan target-target dunia.

Setelah itu, seorang yang menginginkan kesuksesan dari usahanya hendaklah dia bersabar di atas jalan islam. Bersabar dalam menjalankan ketaatan dan bersabar dalam menjauhi larangan-larangan. Bersabar pula dalam menghadapi keletihan, capek, panas, haus, lapar, dan godaan nafsu ketika menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Sabar ini laksana kepala bagi anggota badan. Tanpa sabar maka lenyaplah iman.

Inilah empat bekal seorang muslim dalam menghadapi bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

Penulis: Ari Wahyudi

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/21425-4-bekal-untuk-menyambut-ramadhan.html

3 Waktu Baca Ayat Kursi

AYAT kursi adalah ayat yang terdapat dalam Al-Quran. Ada beberapa waktu baca Ayat Kursi yang sangat dianjurkan. Kapan saja?

اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

“Allah, tidak ada ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa seizin-Nya. Dia mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Al Baqarah: 255)

Di dalamnya terdapat pemaparan tiga macam tauhid: tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid nama dan sifat Allah, yaitu sifat ilahiyah, wahdaniyah (keesaan), sifat hidup, sifat ilmu, sifat kerajaan, sifat kekuasaan, sifat kehendak. Itulah tujuh nama dan sifat dasar yang disebutkan dalam ayat kursi. (HR Muslim, 6: 85)

Alhamdulillah Amalan Agar Terlindung dari Serangan Ilmu Hitam atau Sihi doar, Hikmah Shalat, Macam Berdoa, Keutamaan Bersyukur, Orang Banten, Waktu Utama Membaca Ayat Kursi, istighfar, Waktu Baca Ayat Kursi
Foto: Freepik

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, “ayat kursi ini memiliki kedudukan yang sangat agung. Dalam hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa ia merupakan ayat teragung yang terdapat dalam Al-Quran” (Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim).

Berikut ini ada tiga waktu baca Ayat Kursi, yaitu:

Waktu Baca Ayat Kursi: Ketika pagi dan petang

Mengenai orang yang membaca ayat kursi di pagi dan petang hari, dari Ubay bin Ka’ab, Rasulullah ﷺ bersabda,

“Siapa yang membacanya ketika petang, maka ia akan dilindungi (oleh Allah dari berbagai gangguan) hingga pagi. Siapa yang membacanya ketika pagi, maka ia akan dilindungi hingga petang.” (HR. Al Hakim)

Waktu Baca Ayat Kursi: Sebelum tidur

Hal ini dapat dilihat dari pengaduan Abu Hurairah pada Rasulullah ﷺ tentang seseorang yang mengajarkan padanya ayat kursi.

Abu Hurairah menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengaku bahwa ia mengajarkan suatu kalimat yang Allah beri manfaat padaku jika membacanya. Sehingga aku pun melepaskan dirinya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa kalimat tersebut?” Abu Hurairah menjawab, “Ia mengatakan padaku, jika aku hendak pergi tidur di ranjang, hendaklah membaca ayat kursi hingga selesai yaitu bacaan ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum’. Lalu ia mengatakan padaku bahwa Allah akan senantiasa menjagaku dan setan pun tidak akan mendekatimu hingga pagi hari. Dan para sahabat lebih semangat dalam melakukan kebaikan.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Adapun dia kala itu berkata benar, namun asalnya dia pendusta. Engkau tahu siapa yang bercakap denganmu sampai tiga malam itu, wahai Abu Hurairah?” “Tidak”, jawab Abu Hurairah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dia adalah setan.” (HR. Bukhari no. 2311)

Shalat Dhuha, Amal Perbuatan, Adab Sebelum Shalat, Waktu Baca Ayat Kursi
Foto: Freepik

Waktu Baca Ayat Kursi: Setelah shalat lima waktu

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

“Siapa membaca ayat Kursi setiap selesai shalat, tidak ada yang menghalanginya masuk surga selain kematian.” (HR. An-Nasai).

Maksudnya, tidak ada yang menghalanginya masuk surga ketika mati. Intinya, ayat kursi punya keutamaan yang luar biasa sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut.

Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Wahai Abul Mundzir, ayat apa dari kitab Allah yang ada bersamamu yang paling agung?” Aku menjawab, “Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qayyum.” Lalu beliau memukul dadaku dan berkata, “Semoga engkau mudah memperoleh ilmu, wahai Abul Mundzir.” (HR. Muslim no. 810). []

ISLAMPOS

6 Cara Hilangkan Hasad

BAGAIMANA cara hilangkan hasad atau benci pada nikmat orang lain dari diri sendiri? Terlebih dahulu kita pahami, apa itu hasad?

Ada dua pengertian hasad. Ada pengertian versi jumhur sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Musthafa Al-‘Adawi,

الحَسَدُ هُوَ تَمَنَّى زَوَالَ النِّعْمَةِ عَنْ صَاحِبِهَا

“Hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain.” (At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 720)

Ada juga pengertian hasad sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah,

الْحَسَدَ هُوَ الْبُغْضُ وَالْكَرَاهَةُ لِمَا يَرَاهُ مِنْ حُسْنِ حَالِ الْمَحْسُودِ

“Hasad adalah membenci dan tidak suka terhadap keadaan baik yang ada pada orang yang dihasad.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:111).

Bahaya Bicara Agama tanpa Ilmu, penyebab iri, Cara Hilangkan Hasad
Foto: Freepik

Hasad adalah sifat jelek karena kebencian yang ada disebabkan oleh kurang berimannya kita kepada takdir Allah dan tidak setuju pada pembagian karunia Allah. Ada juga sebabnya karena cinta dunia, takut disaingi, takut diejek oleh orang lain, dan lemahnya iman.

Bagaimana Cara Mengatasi Agar Diri Kita Tidak Benci pada Nikmat Orang atau Hasad?

Cara Hilangkan Hasad yang Pertama: Ilmu dan iman, yaitu dengan mengetahui bahwa hasad itu akan berdampak jelek pada diri sendiri di dunia dan akhirat.

Di antara dampak jelek dari hasad adalah:

  1. Orang yang hasad berarti menentang takdir Allah.
  2. Orang yang hasad itu mirip dengan orang musyrik. Orang musyrik itu bersedih kala ada yang memperoleh kebaikan. Akan tetapi jika memperoleh bencana, malah bergembira.
  3. Orang yang hasad itu menjadi bala tentara setan.
  4. Orang yang hasad itu memecah bela kaum muslimin.
  5. Kebaikan orang yang hasad akan hilang.
  6. Orang yang hasad akan terus berada dalam keadaan sedih.
  7. Orang yang hasad itu sebenarnya menginginkan sendiri pada dirinya bencana.
  8. Orang yang hasad menyebabkan turunnya musibah karena setiap musibah itu disebabkan karena dosa.
  9. Orang yang hasad tidak disukai manusia.

Cara Hilangkan Hasad yang Kedua: Mengingat akibat hasad yang berdampak jelek di dunia maupun di akhirat.

Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah berkata, “Ketahuilah bahwa orang yang didengki (dihasadi) akan mendapatkan kebaikan dari orang yang hasad. Kebaikan dari orang yang hasad akan diambil dan akan diberi pada orang yang dihasadi. Apalagi sampai ada ghibah dan menjelekkan.” (Fiqh Al-Hasad, hlm. 47)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا, فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ, فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang berbuat zalim pada saudaranya, maka hendaknya dia meminta kehalalan padanya, karena kelak di akhirat tiada lagi dinar maupun dirham sebelum kebaikannya diambil untuk saudaranya (yang dia zalimi). Bila tidak memiliki kebaikan maka kejelekan saudaranya (yang dia zalimi) akan diberikan padanya.” (HR. Bukhari, no. 6534)

Cara Hilangkan Hasad yang Ketiga: Selalu bersyukur dengan yang sedikit.

Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4: 278. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 667)

https://youtube.com/watch?v=NshMWRbPiGw%3Fstart%3D17%26feature%3Doembed

Cara Hilangkan Hasad yang Keempat: Selalu memandang orang yang di bawahnya dalam masalah dunia.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِى الْمَالِ وَالْخَلْقِ ، فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ

“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang lain diberi kelebihan harta dan fisik [atau kenikmatan dunia lainnya], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari, no. 6490; Muslim, no. 2963)

Dalam hadits lain disebutkan,

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim, no. 2963)

Cara Hilangkan Hasad yang Kelima: Banyak mendoakan kebaikan pada orang yang mendapatkan nikmat karena jika mendoakannya, kita akan dapat yang semisalnya.

Bahaya Lisan, Cara Hindari Perasaan Insecure Berlebihan, Bahaya Bicara Agama tanpa Ilmu, Obat Penawar Marah, Obat Penawar Marah, Cara Hilangkan Hasad
Foto: Freepik

Dari Ummu Darda’ radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Doa seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada malaikat (yang bertugas mengaminkan doanya kepada saudarany). Ketika dia berdoa kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata: Aamiin, engkau akan mendapatkan yang semisal dengannya.” (HR. Muslim, no. 2733)

Cara Hilangkan Hasad yang Keenam: Melakukan yang bertolak belakang dengan niatan hasad

Di antara kiat untuk menghilangkan hasad sebagaimana disarankan oleh Syaikh Musthafa Al-‘Adawi adalah orang yang hasad melakukan hal yang bertolak belakang dengan niatan hasadnya. Hal ini tentu saja akan menghilangkan hasad dari dirinya. Lihat Fiqh Al-Hasad, hlm. 52.

Contoh yang dimaksud Syaikh Musthafa Al-‘Adawi adalah ketika kita tidak suka pada seseorang karena ia punya barang baru, berilah hadiah kepadanya agar hasad dari diri kita hilang. Yang paling minimal yang dilakukan adalah mendoakan yang punya barang baru tersebut kebaikan dan keberkahan. []

SUMBER: RUMAYSHO