Kemenag Sosialisasi Aplikasi Saudi Visa Bio Permudah Haji Buat Visa

Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Utara melakukan sosialisasi aplikasi ‘Saudi Visa Bio’ guna memudahkan jemaah haji untuk mengurus visa.

Kabid Bimas Islam Kemenag Sulut Rikson Hasanati, mengatakan aplikasi Saudi Visa Bio sudah menjadi kesepakatan antara Kemenag dengan pihak otoritas Arab Saudi untuk memudahkan jamaah haji dalam membuat visa, tanpa perlu mengunjungi kedutaan dan konsulat Arab Saudi atau penerbitan visa di Indonesia.

Secara teknis, katanya, aplikasi ini dapat merekam biometrik jemaah haji sebagai syarat penerbitan visa.

Saat jemaah belum melakukan perekaman, akan terkonfirmasi pada sistem MoFA (TheMinistry of Foreign Affairs/Kementerian Luar Negeri) saat dilakukan prosesFill Mofa Form (FMF).

Jika terkendala saat melakukan perekaman karena kondisi tertentu, maka harus menyertakan Surat Keterangan Dokter yang kemudian di-uploadpada Aplikasi Saudi Visa Bio.

“Bagi jemaah haji lanjut usia (lansia) di atas 80 tahun tidak diharuskan untuk melakukan rekam biometrik,” katanya di Manado, Rabu (22/3/2023).

Sedangkan pengguna di bawah usia tersebut wajib memiliki akun dengan satuemaildan satu nomor handphone pribadi dengan maksimal perekaman 1-5 data biometrik.

Aplikasi Saudi Visa Bio juga telah bisa diunduh melalui Google Playstore dan App Store.Handphone dengan spesifikasi terbaru akan semakin mempercepat proses perekaman.

Ia berharap adanya keseriusan dan kerja keras serta kecakapan dari para peserta sebagai penyelenggara haji di masing-masing daerah dalam rangka memudahkan jamaah haji, khususnya dalam proses pembuatan visa haji.

“Karena ini sesuatu yang baru bagi masyarakat, karena itu kami berharap kegiatan ini bisa diikuti dengan serius,” jelasnya.

Harapan Kanwil Kemenag di kesempatan yang singkat ini, bisa dimanfaatkan dengan baik sehingga bisa menjadi bekal untuk memberikan pemahaman kepada jamaah,” ujar Kabid Rikson.

sumber : Antara

Bertemu untuk Berpisah

Dalam kehidupan yang kita jalani, ada banyak sekali babak dan fase hidup yang kita alami. Di antaranya adalah pertemuan dan perpisahan. Ketika kita menjumpai pertemuan, kita juga akan mengakhiri dengan perpisahan. Entah berpisah karena urusan dunia (safar, pindah) atau karena sudah tutup usia (mati).

Ada empat keadaan terkait kondisi pertemuan dan perpisahan sebagaimana diterangkan dalam firman Allah Ta’ala maupun sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bagi seorang mukmin hendaknya memperhatikan keempat hal ini.

Keadaan pertama: Mereka yang bertemu di dunia, namun tidak berjumpa di akhirat

Mereka inilah golongan orang-orang kafir dan musyrik. Allah Ta’ala telah berfiman,

يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيهِ (11) وَصَاحِبَتِهِ وَأَخِيهِ (12) وَفَصِيلَتِهِ الَّتِي تُؤْوِيهِ (13) وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ يُنْجِيهِ

“Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan isterinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya.” (QS. Al-Ma’arij: 11-14)

Lantaran saking takutnya ia pada hari itu, Allah Ta’ala menyebutkan tentang orang-orang kafir bahwa ia berangan-angan untuk menebus dirinya dari azab yang pedih dengan anak-anaknya, atau dengan istrinya, atau dengan bapak dan ibunya dan kerabat-kerabatnya yang lain, asalkan ia bisa selamat dari azab Allah Ta’ala. Bahkan, ia rela semuanya masuk neraka asalkan dirinya bisa selamat. (lihat Tafsir Ath-Thabari, 23: 606)

Ayat ini sebagai gambaran ketika pertemuan itu didasarkan atas kekufuran dan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, mereka hanya bertemu di dunia dan berpisah di akhirat, bahkan rela untuk menggadaikan keluarga yang sangat ia cintai di dunia. Seorang anak menggadaikan ayah dan ibunya. Orang tua saling menggadaikan anaknya. Seorang suami menggadaikan istrinya dan seorang istri menggadaikan suaminya. Tiada petemuan yang kekal di antara mereka, kecuali di dunia.

Baca Juga: Tiga Pesan Agung Dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam

Keadaan kedua: Mereka yang tidak pernah bertemu di dunia, namun akan bersua di akhirat

Mereka adalah orang-orang yang beriman. Mereka akan bertemu dan bersua dengan para Nabi, para shidiqin, para syuhada`, dan orang-orang saleh, meskipun di dunia mereka tidak pernah bertemu.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa`: 69)

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata, “Yakni dengan berkumpul bersama mereka dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan kesenangan.” (lihat Tafsir As-Sa’di dalam https://tafsirweb.com/1601-surat-an-nisa-ayat-69.html)

Keadaan ketiga: Mereka bertemu di dunia dan akan bermusuhan di akhirat

Mereka adalah golongan yang menyandarkan pertemuan dan persahabatan di dunia untuk sekedar bersenang-senang, berfoya-foya, hanya saling mengajak perihal dunia, harta, tahta, dan selainnya. Mereka tidak mengingatkan untuk beribadah dan beramal saleh. Allah Ta’ala telah memberi kabar dan peringatan untuk mereka dalam firman-Nya,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang-orang yang berteman akrab dalam kemaksiatan kepada Allah di dunia, sebagian dari mereka akan berlepas diri dari sebagian yang lain di hari kiamat. Padahal mereka di dunia saling mencintai dan mengasihi. Akan tetapi, di akhirat justru saling berlawanan. Demikianlah jika menyandarkan pertemuan tanpa dasar ketakwaan. Sebaliknya, orang-orang yang bersahabat atas dasar takwa kepada Allah, maka persahabatan mereka tetap langgeng di dunia dan akhirat. (lihat Tafsir Muyassar, 1: 494)

Segala pertemuan yang tidak didasari saling menasihati dalam kebaikan, ketakwaan, dan amal saleh akan berakhir pada permusuhan. Seorang anak akan menuntut bapak ibunya karena tidak di ajari untuk mengenal Allah dan syariatnya. Seorang istri akan menggugat suaminya karena hanya sibuk kerja tanpa memberikan arahan agama. Seorang teman akan saling menjatuhkan sahabatnya karena tidak pernah mengajak kepada amal saleh.

Keadaan keempat: Mereka bertemu di dunia dan bertaut di akhirat

Mereka adalah orang-orang yang sewaktu hidup di dunia saling mengingatkan dan menasihati tentang kebaikan. Bersama-sama mengerjakan ketaatan dan amal saleh. Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan benar. Mereka saling mencintai dan mengasihi atas dasar keimanan dan ketakwaan. Ketika salah satu dari mereka jatuh dalam keburukan dan lalai dari Allah, mereka pun saling menasihati. Sehingga kelak Allah akan mempertemukan mereka di tempat yang lebih baik, yaitu di surga-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thur: 21)

Ayat ini adalah bentuk pemuliaan Allah Ta’ala terhadap orang-orang yang beriman. Bahkan, tatkala seseorang telah masuk surga, akan tetapi ternyata anak-anaknya atau orang tuanya berada beberapa derajat surga di bawahnya, maka di antara bentuk pemuliaan terhadap mereka adalah Allah akan setarakan derajat mereka. (lihat At-Tibyan fi Aqsam Al-Quran li Ibnu Al-Qayyim, hal. 276)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menerangkan mengenai tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat di mana tiada naungan selain dari-Nya. Di antara golongan tersebut adalah,

وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ

Dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga pertemuan kita dengan keluarga, kerabat, dan sahabat bukanlah pertemuan sesaat yang tiada lagi pertemuan setelahnya. Kita memohon agar di kumpulkan kembali di akhirat dengan selamat. Aamiin.

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83918-pertemuan-dan-perpisahan.html

Tunaikan Fidyah, Makanan Mentah atau Matang?

Para ulama berpendapat memberikan makanan mentah seperti zakat lebih utama, karena keluar dari khilaf adalah perkara mustahab

Hidayatullah.com | PARA ulama berbeda pendapat mengenai makna menunaikan fidyah  berupa makanan untuk orang miskin. Apakah ia berupa makanan mentah seperti zakat atau bisa berupa makanan matang?

Madzhab Hanafi

Madzhab Hanafi berpendapat bahwasannya fidyah  yang ditunaikan bisa berupa memberikan makanan bisa juga berupa memberi makan. Yang pertama adalah fungsi kepemilikan sedangkan yang ke dua adalah hak memakan.

Namun madzhab ini berpendapat bahwa kadar fidyah  sebesar setengah sha` makanan atau dua mudd. Ketika dirupakan menjadi makanan siap, maka dua kali makan  yang mengenyangkan dalam sehari. (Lihat, Kanz Ad Daqaiq dengan Al Bahr, 2/306, Hasyiyah Ath Thahthawi, hal. 689).

Dengan demikian, menurut Madhab Hanafi, fidyah  yang ditunaikan kerena tidak berpuasa bisa berupa makanan mentah bisa juga makanan yang matang.

Madzhab Maliki

Madzhab Maliki berpendapat bahwasannya yang dimaksud dari menunaikan fidyah  adalah memberikan makanan, bukan memberi makan. Dengan demikian tidak sah jika jika fidyah  berupa makan siang dan makan malam. (Lihat, Syarh Mukhtashar Khalil li Al Kharasyi, hal. 2/254).

Madzhab Syafi`i

Madzhab Syafi`i sama dengan Madzhab Maliki, bahwasannya kafarah puasa ditunaikan dengan memberikan makanan, dan tidak sah jika dengan mengundang mereka untuk makan siang dan makan malam. (Al Hawi Al Kabir, 10/522).

Madzhab Hanbali

Adapun dalam Madzhab Hanbali, pendapat madzhab bahwasannya yang dibolehkan dalam kafarah puasa adalah satu mudd makanan yang diberikan kepada orang miskin yang tujuannya adalah kepemilikan, bukan sekedar memberikan hak untuk makan.

Sehingga tidak sah jika dilakukan dengan mememberi makan siang dan malam untuk kaum miskin. Namun madzhab membolehkan memberikan makanan berupa roti.

Sedangkan Ibnu Taimiyah memiliki pendapat yang berbeda dengan pendapat madzhab, di mana menurut beliau kafarah bisa dilakukan dengan memberi makan siang maupun malam. (Al Inshaf fi Ma’rifah Ar Rajih min Al Khilaf, 9/233).

Sumber Perbedaan

Madzhab Hanafi dan siapa saja yang sependapat dengannya berpendapat mengenai bolehnya menunaikan fidyah  dengan makanan siap makan karena tujuan dari menunaikan fidyah  adalah untuk menghindarkan kaum miskin dari kelaparan. (Al Hawi Al Kabir, 10/522).

Madzhab Syafi`i dan lainnya berpendapat bahwasannya setiap yang dikeluarkan untuk orang-orang miskin haruslah pemberian bukan hak untuk memanfaatkan, qiyas terhadap kafarah berupa memberikan pakaian dan zakat. (Al Hawi Al Kabir, 10/522).

Walhasil tidak mengapa mengeluarkan fidyah  dengan makanan siap atau dengan mengundang kaum miskin untuk makan. Namun jika mengambil pendapat para ulama yang berpendapat bahwa dengan memberikan makanan mentah seperti zakat maka itu lebih utama, karena keluar dari khilaf adalah perkara mustahab. Wallahu A`lam bish shawab.*/Thoriq, LC, MA

HIDAYATULLAH

Ini Doa Iftitah Pendek yang Dibaca Rasulullah Ketika Shalat Tarawih

Ini doa iftitah Rasulullah ketika shalat Tarawih. Doa Iftitah ini bisa diamalkan ketika tengah melaksanakan shalat Tarawih. Terlebih jika, imamnya cepat dalam bacaan shalatnya. 

Ketika kita melaksanakan shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah, kita dianjurkan untuk membaca doa iftitah. Yang dimaksud doa iftitah adalah doa yang dibaca setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca surah Al-Fatihah. 

Berdasarkan beberapa riwayat hadis, terdapat banyak macam doa iftitah yang dibaca dan diajarkan Rasulullah Saw. Di antara doa iftitah yang dibaca Rasulullah Saw ketika beliau melaksanakan shalat qiyam ramadhan adalah doa iftitah berikut;

اللَّهُ أَكْبَرُ ذُو الْمَلَكُوتِ وَالْجَبَرُوتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ

Allohu akbar, dzul malakuuti wal jabaruuti wal kibriyaa-i wal ‘azhamati.

Allah Maha Besar, Dzat yang memiliki kerajaan dan keperkasaan, serta yang memiliki kesombongan dan keagungan.

Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Ahmad dari Hudzaifah, dia berkata;

أتَيتُ النَّبيَّ -صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ- في لَيْلةٍ مِن رَمَضانَ، فقام يُصلِّي، فلمَّا كَبَّرَ قال: اللهُ أكبَرُ، ذو المَلَكوتِ والجَبَروتِ، والكِبْرياءِ والعَظَمةِ، ثم قَرَأَ البَقَرةَ، ثم النِّساءَ، ثم آلَ عِمْرانَ، لا يَمُرُّ بآيةِ تَخْويفٍ إلَّا وَقَفَ عندَها. ثم رَكَعَ يقولُ: سُبْحانَ ربِّيَ العَظيمِ، مِثلَ ما كان قائِمًا، ثم رَفَعَ رأسَه، فقال: سَمِعَ اللهُ لمَن حَمِدَه، ربَّنا لك الحَمدُ، مِثلَ ما كان قائِمًا، ثم سَجَدَ يقولُ: سُبْحانَ ربِّيَ الأعلى، مِثلَ ما كان قائِمًا، ثم رَفَعَ رأسَه فقال: ربِّ اغفِرْ لي، مِثلَ ما كان قائِمًا، ثم سَجَدَ يقولُ: سُبْحانَ ربِّيَ الأعلى، مِثلَ ما كان قائِمًا، ثم رَفَعَ رأسَه فقامَ، فما صلَّى إلَّا رَكعَتَينِ حتى جاءَ بلالٌ فآذَنَه بالصَّلاةِ

Aku mendatangi Nabi Saw pada suatu malam di bulan Ramadhan. Maka, beliau pun berdiri untuk shalat. Ketika takbir, beliau membaca; Allohu akbar, dzul malakuuti wal jabaruuti wal kibriyaa-i wal ‘azhamati. 

Kemudian beliau membaca surah Al-Baqarah, lalu surah Al-Nisa, lalu Ali Imran. Beliau tidak melalui ayat ancaman melainkan berhenti sejenak. Kemudian beliau rukuk dan membaca Subhaana rabbiyal ‘azhiim’ (yang lamanya) seperti saat berdiri. 

Lalu beliau mengangkat kepalanya dan membaca; ‘Sami’allaahu liman hamidah, rabbanaa lakal hamd,’ seperti saat berdiri. Kemudian beliau sujud dan membaca; Subhaana rabbiyal a’laa,’ seperti saat berdiri. 

Lalu beliau mengangkat kepalanya dan membaca; Rabbighfirlii, sama seperti ketika berdiri (lamanya). Kemudian beliau sujud lagi dan beliau membaca; ‘Subhaana rabbiyal a’laa,’ seperti saat berdiri. Lalu beliau mengangkat kepalanya dan berdiri. Beliau tidak shalat selain hanya dua rakaat sampai datang Bilal yang mengumandangkan adzan untuk shalat.

Demikian penjelasan terkait doa iftitah pendek yang dibaca Rasulullah ketika Shalat Tarawih. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Apakah Doa Iftitah dalam Shalat Tarawih Cukup Dibaca Pada Takbiratul Ihram Pertama?

Dalam sebuah kesempatan, pernah ada seseorang yang bertanya kepada penulis mengenai tata cara membaca doa iftitah dalam shalat tarawih. Apakah doa iftitah dalam shalat tarawih cukup dibaca pada takbiratul ihram pertama atau dianjurkan dalam setiap takbiratul ihram?

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai masalah ini. Menurut ulama Hanabilah, doa iftitah dalam shalat tarawih dianjurkan untuk dibaca dalam setiap takbiratul ihram. Setiap selesai takbiratul ihram, maka dianjurkan membaca doa iftitah.

Hal ini karena setiap dua rakaat shalat tarawih yang diawali dengan takbiratul ihram merupakan shalat yang mandiri dan tidak berkaitan dengan rakaat-rakaat berikutnya. Karena itu, jika seseorang melaksanakan shalat tarawih, maka setiap kali selesai takbiratul ihram dia dianjurkan untuk membaca doa iftitah.

Ini tidak hanya berlaku pada shalat tarawih semata, namun juga berlaku pada setiap shalat sunnah yang lebih dari sekali salam, seperti shalat Dhuha dan lainnya. Setiap selesai takbiratul ihram dalam shalat Dhuha, maka dianjurkan untuk membaca doa iftitah.

Sementara menurut sebagian ulama yang lain, doa iftitah cukup dibaca setelah selesai takbiratul ihram pertama. Jika pada takbiratul ihram pertama shalat tarawih sudah membaca doa iftitah, maka tidak perlu lagi membaca doa iftitah setelah takbiratul ihram di rakaat-rakaat berikutnya. 

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut;

يرى الحنابلة: أن صلاة النافلة إذا كانت بأكثر من سلام واحد كما في التراويح، والضحى، وصلاة السنة الراتبة، إذا كانت أربعا وصلاها بسلامين، فإنه يستفتح في كل ركعتين على الأصل، لأن كل ركعتين صلاة مستقلة. وفي قول آخر عندهم: يكتفي باستفتاح واحد في أول صلاته

Ulama dari kalangan Hanabilah berpendapat bahwa shalat sunnah yang dikerjakan lebih dari satu salam, seperti shalat tarawih, dhuha, shalat sunnah rawatib 4 rakaat dengan 2 kali salam, maka bacaan doa iftitahnya dilakukan setiap kali takbiratul ihram untuk 2 rakaat. Ini karena masing-masing shalat 2 rakaat berdiri sendiri.

 Namun di antara mereka ada pendapat lain, bahwa cukup membaca doa iftitah sekali di awal shalat. (Baca: Bagaimana Hukum Mengqadha Shalat Tarawih?).

Dengan demikian, maka ketika seseorang melaksanakan tarawih, maka boleh membaca doa iftitah setiap selesai takbiratul ihram dan boleh juga hanya menyukupkan membaca setelah takbiratul ihram pertama. Ini disesuaikan situasi karena tidak ada yang lebih kuat di antara dua pendapat di atas. 

BINCANG SYARIAH

Ramadhan Menurut Profesor Quraish Shihab

Ramadhan menurut Profesor Quraish Shihab adalah bulan penuh berkah, karena di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam Lailatul Qadar. Dikutip dari kanal YouTube, dengan judul, “Pesan Rasul tentang Ramadhan“.

Penjelasan tersebut dengan mengutip salah satu khutbah Rasulullah kepada para sahabat ketika menjelang memasuki bulan Ramadhan, yaitu:

 خطبنا رسولُ اللهِ، فقال: إنه قد أظلكُم شهرٌ عظيمٌ شهرٌ مباركٌ فيه ليلةٌ خيرٌ من ألفِ شهرٍ

“Rasulullah telah berkhutbah kepada kita semua, maka nabi berkata: ‘Sungguh telah menaungi kalian semua, yaitu bulan yang agung, bulan yang diberkahi, di dalamnya terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan.”

Menurutnya, Ramadhan adalah anugerah dan nikmat agung yang Allah berikan secara khusus kepada umat Nabi Muhammad. Di dalamnya terdapat keutamaan dan hikmah khusus yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang ikhlas dan tulus dalam menjalankan ibadah puasa dan ibadah lainnya.

Oleh karenanya, menurut Prof. Quraish Shihab, terdapat banyak ibadah yang harus dilakukan pada bulan ini. Setidaknya ada empat ibadah yang tidak boleh disia-siakan oleh semua umat Islam,

“Ada empat hal yang menjadikan Allah ridha kepadamu, dan jangan sampai kalian tidak meraihnya,” jelasnya.

Amalan-amalan yang bisa membuat Allah ridha tersebut adalah, (1) memperbaharui iman dengan memperbanyak membaca syahadat; (2) memperbanyak membaca istighfar; (3) meraih surga Allah; dan (4) terhindar dari neraka-Nya.

Memperbanyak membaca syahadat dan istighfar adalah dengan cara menghilangkan keraguan kepada Allah. Ramadhan sudah seharusnya menjadi momen untuk menguatkan keyakinan, menguatkan akidah kepada-Nya.

Selain itu, menurut ulama ahli tafsir abad 20 itu, di balik pesan Rasul tersebut, garis besarnya adalah malam yang lebih baik daripada seribu bulan, yaitu malam Lailatul Qadar. Maka seorang muslim harus benar-benar siap menghadapi dan meraihnya.

Lantas, bagaimana cara meraih dan mendapatkan Lailatul Qadar?

Menurut Profesor Quraish Shihab, cara untuk meraih Lailatul Qadar bukan dengan cara mempersiapkan diri di tanggal 17, 27, atau tanggal lainnya, namun harus mempersiapkan diri sejak saat ini. 

“Siapkanlah dari sekarang. Siapkan jiwa. Siapkan aneka kegiatan. Siapkan upaya-upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an, bersedekah, memberi buka, dan lain-lain aneka kebajikan,” tandasnya.

Selain itu, Prof Quraish Shihab juga mengajak kepada semua umat Islam untuk sering-sering membaca salah satu doa ketika hendak berbuka puasa. Adapun lafal doanya, yaitu:

أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللّٰه، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰهِ. أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ العَظِيْمَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

Asyhadu an lailaha illallah wa asyhadu anna muhammadan rasulullah. Astaghfirullah al-‘zim wa atubu ilaihi.

“Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan saya juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Saya memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, dan saya berserah diri kepada-Nya.”

Selain itu, Prof. Quraish juga berpesan kepada semua umat Islam untuk sering-sering berdoa kepada Allah di bulan Ramadhan agar bisa mendapatkan surga dan dijauhkan dari neraka.

Demikian penjelasan  Ramadhan menurut Profesor Quraish Shihab . Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Unduh Gratis Buku Panduan Ibadah Ramadhan

Buku Panduan Ibadah Ramadhan ini merupakan salah satu series dari buku-buku tentang Ibadah di Bulan Ramadhan. Buku ini merupakan kompilasi dari beberap tulisan yang terkait tentang Puasa. Sebagaimana diketahui, bahwa puasa ramadhan ini merupakan ibadah yang khas.

Sebagaimana dijelaskan dalam ayat 183 dari surah al-Baqarah [2],

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيامُ كَما كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba ‘alallażīna ming qablikum la’allakum tattaqụn

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Selain berpegangan pada dalil ayat Al-Quran diatas, kewajiban puasa juga bersumber pada hadis Nabi yang menjelaskan tentang rukun Islam:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله ﷺ: بُنِيَ الإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Dari Abdullah bin Umar -semoga Allah meridhainya- ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Islam dibangun di atas 5 syahadat Tiada tuhan Selain Allah dan Muhammad Utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji, puasa ramadhan.” (HR Bukhari Muslim)

Karena ia bersifat individu, hanya pribadilah yang tau ia berpuasa atau tidak. Karena puasa ibadah yang bersifat personal ini, dalam hadis qudsi Allah mengatakan, al-Shaumu Li Wa Ana Ajzi bi (Puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang memberikan ganjarannya).

Hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim ini ternyata memiliki makna yang mendalam. Meski ibadah puasa sebagai ibadah individu, fardu ‘ain bagi setiap orang muslim, berakal, akan tetapi puasa juga punya nilai sosial seperti anjuran memberi makan bagi orang-orang yang berpuasa. Ditambah lagi ketentuan untuk saling memaafkan sebelum puasa.

Di sisi lain, buku saku ini juga membicarakan beberapa persoalan hukum yang kerap muncul di tengah masyarakat. seperti bagaimana hukum puasas bagi renta, suntik bahkan Tidak hanya itu, buku ini juga menyedikan tips-tips bagaimana mampu tetap bersemangat menjalankan kegiatan selama puasa.

Tips-tips puasa sehat tersebut semoga bisa kita lakukan agar kita dalam keadaan puasa tetap semakin produktif dalam bekerja dan beribadah. Akhiran, semoga kita diberikan rahmat serta berkah dalam menjalankan ibadah Puasa di bulan Ramadhan.

Bagi Anda yang berminat membacanya dalam versi cetak, silakan pesan ke narahubung berikut 085281400252 (Diah). Minimal pemesanan 20 eksemplar.

Bagi Anda yang berminat membaca buku Panduan Ramadhan tersebut dalam versi luring (offline), silakan Anda bisa mengunduhnya pada tautan berikut ini: Buku Panduan Ibadah Ramdhan. 

BINCANG SYARIAH

Tidak Bersemangat Menyambut Ramadan

Bismillah.

Ramadan tinggal hitungan hari. Meskipun demikian, tidak sedikit kita jumpai orang-orang yang notabene mengaku muslim, tetapi sayangnya masih belum tergerak untuk meramaikan masjid, belum tergerak untuk kembali membuka mushaf, atau hadir di majelis ilmu.

Fenomena ini kiranya sesuatu yang baru di tengah masyarakat muslim, terutama sejak musim pandemi yang telah menerpa berbagai belahan bumi selama kurang lebih 2 tahun. Hal ini bisa dilihat terutama pada waktu salat lima waktu di masjid-masjid. Semangat jemaah terutama anak muda untuk salat berjemaah sangat memprihatinkan.

Apa yang semestinya dipahami oleh kita ketika menyaksikan keadaan semacam ini? Saudaraku yang dirahmati Allah, suatu hal yang menjadi bagian akidah kaum muslimin sejak dulu ialah bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang. Ia bertambah dengan ketaatan dan menjadi berkurang atau melemah akibat kemaksiatan.

Selain itu, kita juga perlu memahami kebutuhan hati kita kepada ibadah dan zikir kepada Allah secara khusus. Oleh sebab itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan keadaan orang yang tidak pernah berzikir seperti orang yang sudah mati. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perumpamaan orang yang senantiasa mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya itu seperti perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang sudah mati.” (HR. Bukhari)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata (sebagaimana dinukil oleh muridnya, yaitu Ibnul Qayyim) bahwa zikir bagi hati laksana air bagi ikan. Maka, bagaimana kiranya keadaan seekor ikan apabila ia memisahkan diri dari air. Dari sinilah kita mengetahui bahwa keimanan kepada Allah akan semakin kuat dengan banyak mengingat Allah.

Baca Juga: Doa Sepanjang Ramadhan

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah, takutlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah imannya. Dan mereka itu hanya bertawakal kepada Rabbnya.” (QS. Al-Anfal: 2)

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya zikir.” (QS. Al-Ahzab: 41)

Allah juga menceritakan keadaan dan sifat orang munafik yang jauh dari zikir kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah mampu untuk membalas tipuan mereka itu. Apabila mereka bangkit untuk salat, mereka berdiri dalam keadaan malas, mereka riya’/ mencari pujian manusia dengan amalnya, dan mereka tidak mengingat Allah, kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’: 142)

Di antara bentuk mengingat Allah adalah dengan merasa gembira dengan datangnya musim-musim ketaatan dan waktu-waktu melimpahnya kebaikan. Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

أتاكم شهرُ رمضانَ ، شهرٌ مبارَكٌ ، فرض اللهُ عليكم صيامَه ، تفتحُ فيه أبوابُ الجنَّةِ ، و تُغلَق فيه أبوابُ الجحيم ، وتُغَلُّ فيه مَرَدَةُ الشياطينِ ، وفيه ليلةٌ هي خيرٌ من ألف شهرٍ ، من حُرِمَ خيرَها فقد حُرِمَ

Bulan Ramadan telah datang kepada kalian. Bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa di bulan ini. Pintu-pintu surga dibuka pada bulan ini. Pintu-pintu neraka dikunci. Dan setan-setan yang paling jahat dibelenggu. Pada bulan itu terdapat sebuah malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa terhalang dari kebaikannya, sungguh dia terhalang dari segala kebaikan.” (HR. Nasa’i, dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’)

Baca Juga: Hukum Tadarusan di Bulan Ramadhan

Dari sini kita bisa mengetahui bahwa sesungguhnya bulan Ramadan adalah bulan yang selayaknya menjadikan hati setiap mukmin bergembira dan berbunga-bunga. Gembira dengan terbukanya pintu-pintu kebaikan dan tertutupnya pintu-pintu keburukan. Di antara tanda kegembiraan itu adalah dengan memperbanyak amal terutama sedekah dan berbuat baik kepada sesama.

Sebagaimana hal itu ditunjukkan dalam hadis Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata,

كانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أجْوَدَ النَّاسِ، وكانَ أجوَدُ ما يَكونُ في رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وكانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ في كُلِّ لَيْلَةٍ مِن رَمَضَانَ، فيُدَارِسُهُ القُرْآنَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau menjadi orang yang sangat-sangat dermawan di bulan Ramadan pada saat Jibril bertemu dengannya. Dan malaikat Jibril menemui beliau pada setiap malam. Dan beliau pun bertadarus Al-Qur’an bersamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh sebab itu, sudah selayaknya hati umat Islam berbunga-bunga dengan datangnya bulan Ramadan ini. Di sisi lain, kita juga tidak boleh lupa bahwa tidak akan bisa merasakan indahnya ibadah di bulan Ramadan, kecuali orang-orang yang Allah berikan hidayah taufik. Maka, kita memohon kepada Allah semoga Allah berikan tambahan ilmu dan hidayah untuk kita semuanya. Wallahu waliyyu dzalika wal qadiru ‘alaihi.

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83876-tidak-bersemangat-menyambut-ramadan.html

Belum Qadha’ Puasa tapi Keburu Masuk Bulan Ramadhan

Bayar fidyah bagi orang yang qadha’ puasa karena memasuki bulan puasa baru adalah masalah khilaf, mayoritas ulama berdalil dengan hadits dan qiyas serta amalan sahabat

SESEORANG memiliki ‘hutang’ puasa Ramadhan namun ia tidak segera melunasinya, sampai akhirnya tibalah bulan Ramadhan selanjutnya, apakah ia cukup mengganti puasa yang ia tinggalkan atau ia juga harus menunaikan fidyah?

Madzhab Syafi`i

Dalam Madzhab Syafi`i, jika seseorang memiliki kewajiban untuk meng-qadha` puasa sedangkan ia tidak memiliki udzur, maka ia tidak boleh mengakhirkannya hingga tiba Ramadhan selanjutnya. Jika sampai ia mengakhirkannya hingga tiba Ramadhan selanjutnya, maka wajib baginya di samping ia meng-qadha’ ia harus membayar fidyah sebanyak satu mud makanan untuk orang miskin. (Al Muhadzdzab dengan Al Majmu`, 6/364).

Madzhab Maliki

Jika seseorang mengakhirkan qadha’ puasa Ramadhan sampai masuk ke Ramadhan setelahnya, makai ia berpuasa untuk Ramadhan yang ia masuki lantas meng-qadha’ puasa yang menjadi tanggungannya. (Al Isyraf `ala Nukat Masa`il Khilaf, 1/445).

Madzhab Hanbali

Ibnu Qudamah menyatakan, ”Barangsiapa yang memiliki tanggungan puasa Ramadhan, maka ia boleh mengakhirkannya, selama belum memasuki Ramadhan selanjutnya…Dan dilarang baginya mengakhirkan qadha’ hingga Ramadhan setelahnya tanpa udzur.” (dalam Al Mughni, 3/153).

Dalil-dalil Madzhab Hanafi

Tiap madzhab memiliki dalil yang dijadikan pegangan atas pendapat yang mereka anut. Madzhab Hanafi berdalil dengan Al-Qur`an dan qiyas. Dan pendapat mereka juga merupakan pendapat beberapa Sahabat Rasulullah ﷺ. (dalam Al Mabsuth, 3/77).

Para ulama Madzhab Hanafi berdalil dengan keumuman dari ayat  184 dari Surat Al Baqarah:

 فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ

“Artinya: Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.” (Al Baqarah: 184).

Perintah untuk mengganti puasa di hari-hari lainnya secara mutlak, tidak ada perintah bahwasannya menggantinya harus dilakaukan sebelum Ramadhan selanjutnya. (dalam Al Mabsuth, 3/77).

Para ulama Madzhab Hanafi juga menggunakan qiyas, yakni seperti qadha’ ibadah-ibadah lainnya, di mana waktu pelaksanaannya tidak dibatasi sampai waktu pelaksanaan ibadah selanjutnya. (Dalam Al Mabsuth, 3/77).

Sedangkan pendapat yang sama dengan pendapat Madzhab Hanafi dalam masalah ini datang dari beberapa sahabat, antara lain Ali dan Ibnu Mas`ud radhiyallahu `anhuma. (dalam Al Mabsuth, 3/77).

Dalil-dalil Jumhur Ulama

Sedangkan mayoritas ulama berdalil dengan hadits dan qiyas serta amalan sahabat. Di mana para sahabat seperti Abu Hurairah, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu `anhum menyatakan bahwa siapa saja yang mengakhirkan qadha’ hingga memasuki Ramadhan setelahnya, maka wajib baginya di samping menqadha juga membayar fidyah. (Lihat, Al Majmu` Syarh Al Muhadzdzab, 6/363).

Mayoritas ulama juga berdalil dengan hadits:

عن عَائِشَةُ رضي الله عنها قَالَتْ:” كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصِّيَامُ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ، فَمَا أَقْضِيه حَتَّى يَجِيءَ شَعْبَانُ”. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

“Dari Aisyah ia berkata,”Aku memiliki tanggungan puasa bulan Ramadhan. Aku tidak mengqadha`nya sampai datang waktu Sya`ban.” (Muttafaq Alaih)

Kalau sekiranya boleh mengakhirkan qadha’ puasa hingga datang bulan Ramadhan, niscaya Sayyidah Aisyah akan mengakhirkannya. Namun Sayyidah Aisyah tidak melakukannya. (dalam Al Mughni, 2/153).

Para ulama juga berhujjah dengan qiyas, di mana mereka mengqiyaskan masalah itu dengan shalat fardhu, di mana tidak boleh seseorang meninggalkan shalat sampai masuk waktu shalat selanjutnya. Hal itu karena kedua-duanya adalah ibadah yang dilaksakankan secara berulang-ulang. (Al Mughni, 2/1).

Takaran Fidyah

Pendapat mayoritas ulama menyatakan bahwa siapa saja yang tidak meng-qadha’puasa Ramadhan sampai tiba Ramadhan setelahnya maka di samping ia meng-qadha’ puasa ia juga membayar fidyah berupa satu mud makanan untuk orang miskin untuk tiap puasa yang ia tinggalkan.

Satu mud adalah ukuran takaran zaman dulu, di mana ia memenuhi dua telapak tangan orang dewasa tanpa digenggam. Yang menurut jumhur ulama kadaranya seberat 510 gram atau 0, 51 kilo gram makanan. (Lihat, Al Makayil wa Al Mawazin Asy Syar`iyah, hal. 36).

Walhasil tidak mengapa jika seseorang mengikuti pendapat Madzhab Hanafi pada masalah ini, namun memilih pendapat mayoritas ulama lebih utama, karena terhindar dari masalah khilafiyah. Karena keluar dari khilaf merupakan perkara mustahab.  Wallahu a`lam bish shawab.*/Thoriq, LC, MA

HIDAYATULLAH

Muslim di Greenland Puasa 20 Jam, Negara Mana yang Tersingkat?

Lamanya durasi puasa dari satu negara ke negara lain berbeda-beda.

Bagi umat Islam di seluruh dunia, datangnya bulan suci Ramadhan merupakan sebuah perayaan sekaligus sarana menunaikan salah satu rukun Islam, yaitu puasa Ramadhan. Lamanya durasi puasa dari satu negara ke negara lain berbeda-beda.

Umumnya jutaan umat Islam akan melangsungkan puasa antara 12 jam hingga 17 jam. Namun, ada juga yang harus berpuasa selama 20 jam seperti umat Muslim di Nuuk, Greenland yang memiliki waktu puasa terlama di dunia.  

Berikut ini lamanya durasi puasa Ramadhan 1444 H di berbagai negara, dilansir dari About Islam, Selasa (21/3/2023).

  • Muslim di Olso akan berpuasa hingga 16 jam 26 menit
  • Muslim di Norwegia akan berpuasa hingga 16 jam 26 menit
  • Muslim di London akan berpuasa hingga 14 jam 55 menit
  • Muslim di Istanbul akan berpuasa hingga 14 jam 3 menit
  • Muslim di Paris akan berpuasa hingga 14 jam 19 menit
  • Muslim di New York akan berpuasa hingga 14 jam 11 menit
  • Muslim di Lahore akan berpuasa hingga 14 jam 1 menit
  • Muslim di Macca akan berpuasa hingga 13 jam 44 menit
  • Muslim di Kuala Lumpur akan berpuasa hingga 13 jam 18 menit
  • Muslim di Dar es Salaam akan berpuasa hingga 13 jam 1 menit
  • Muslim di Melbourne akan berpuasa hingga 12 jam 55 menit

Kemudian kota-kota lain seperti Ottawa di Kanada, Lisbon (Portugal), Athena (Yunani), Beijing (China), Washington DC (AS), Pyongyang (Korea Utara), dan Ankara (Turki) juga memiliki durasi puasa selama 15 hingga 16 jam.

Setiap tahun, tahun Hijriyah tiba 11 hari lebih awal sehubungan dengan Kalender Masehi matahari. Pergeseran tahunan ini memaksa bulan suci Ramadhan ke -9 Hijriyah untuk berpindah musim dalam siklus 33 tahun.

Di bulan Ramadhan, Muslim dewasa, kecuali yang sakit dan yang bepergian diwajibkan berpuasa dengan tidak makan, minum, merokok, dan berhubungan seks sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

Muslim mendedikasikan waktu mereka selama bulan suci untuk menjadi lebih dekat dengan Allah dengan memperbanyak ibadah, pengendalian diri dan beramal saleh. Termasuk semakin banyak umat Islam yang memeriahkan Ramadhan dengan berlomba-lomba mengkhatamkan Alquran. Kemudian pada 10 hari terakhir Ramadhan, masjid-masjid akan diramaikan dengan banyaknya Muslim yang akan melakukan itikaf (berdiam diri di masjid).

RAMADHAN REPUBLIKA