Dahsyatnya Kekuatan Surah Al-Kahfi

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَا

“Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat bagi pembacanya”

Apa yang kalian pikirkan ketika mendengar hadist diatas? Ya, Al-Qur’an akan menjadi syafaat bagi pembacanya, serta menjadi cahaya penerang di alam kubur. Karena banyak sekali keutamaan dan keistimewaan dalam membaca Al-Qur’an.

Kebanyakan manusia  lebih mengenal membaca surah Yasin pada malam dan hari Jum’at. Akan tetapi,  terdapat surah yang banyak keutamaan dan keistimewaan bagi pembacanya, yaitu surah Al-Kahfi  terdiri dari 110 ayat yang diturunkan di kota Mekkah, Kecuali ayat 28 dan ayat 82 sampai dengan ayat 101 diturunkan di kota Madinah karena turun sesudah surat Al-Gasyiyah. Al Kahfi artinya “Gua” dan merupakan bagian penengah antara juz 15-16, karena ayat-ayatnya terdapat pada akhir juz 15 dan awal juz 16.

Surah Al-Kahfi mengkisahkan tujuh pemuda yang saleh dan taat kepada Allah bersama seekor anjing bernama qitmir yang mengasingkan diri dari seorang penguasa yang zolim dan kafir. Pemuda ini hidup pada zaman Raja Diqyanus, merupakan Raja Romawi yang hidup beberapa ratus tahun sebelum diutus Nabi Isa A.S. Mereka dipaksa untuk menyembah berhala. Namun, pemuda itu menolak dan melarikan diri dari kejaran pasukan kerajaan sehingga bersembunyi di dalam gua.

Dengan kehendak Allah mereka ditidurkan selama kurun waktu 309 tahun di dalam gua dan mereka dibangunkan kembali oleh Allah SWT ketika masyarakat dan raja sudah beriman dan taat kepada Allah SWT.

Setelah mengetahui perihal surah Al-Kahfi beserta kisah-kisah didalamnya, penting juga kita mengetahui keutamaan dan keistimewaan yang terdapat di dalam surah ini. Khususnya ketika dibaca pada malam dan hari Jum’at. Kemudian, apa saja keutamaan dan keistimewaan yang dapat kita peroleh?

Terhindar dari Fitnah Dajjal

Makhluk yang bernama Dajjal sudah tidak asing lagi di telinga umat Islam. Dajjal merupakan makhluk yang paling buruk dan sangat dihindari oleh umat Muslim. Karena fitnahnya yang begitu kejam dan dahsyat sehingga dapat menyesatkan umat manusia.

Agar umat Muslim terhindar dari fitnah Dajjal, Rosulullah SAW menganjurkan mendawamkan membaca dan menghafal sepuluh ayat pertama surah Al-Kahfi. Hal ini berdasarkan hadits Nabi. Dari Abu Darda’ R.A,  ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّال    ِ

“Siapa yang menghafal sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi, maka ia akan terlindungi dari Dajjal.” (HR. Muslim no. 809)

Dari hadits di atas, para ulama mengartikana bahwa dalam sepuluh ayat pertama surah Al-Kahfi terdapat hal-hal yang menakjubkan dan keajaiban Allah. Menurut Imam Nawawi Al-Bantani, “Ada ulama yang mengatakan bahwa sebab mendapatkan keutamaan seperti itu adalah karena di awal surat Al-Kahfi terdapat hal-hal menakjubkan dan tanda kuasa Allah. Tentu saja siapa yang merenungkannya dengan benar, maka ia tidak akan terpengaruh dengan fitnah Dajjal.”

Maka dari itu, umat Islam dianjurkan untuk membaca Surat Al Kahfi, paling tidak 10 ayat pertama surat Al-Kahfi agar selamat dari zaman yang penuh fitnah terutama fitnah Dajjal.

Akan disinari diantara Dua Jum’at

Siapa umat muslim yang tidak menginginkan disinari diantara dua Jum’at? Sebagain besar bahkan seluruh umat muslim menginginkan hal itu. Dengan membaca surah Al-Kahfi pada hari Jum’at, pembacanya akan dinaungi cahaya di hari Jum’at ke Jum’at berikutnya. Sebagaimana sabda Nabi.

عن أبي سَعيدٍ الخُدريِّ عنِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أنَّه قال مَن قَرَأَ سورةَ الكَهفِ يومَ الجُمُعةِ أضاءَ له من النورِ ما بَينَ الجُمُعتينِ (رواه الحاكم.

Dari Sa’id bin al-Khudry dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabada, “Barang siapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat maka ia akan diterangi oleh cahaya di antara dua Jumat.” (HR. Al-Hakim)

Cahaya yang menerangi bagi orang yang membaca surah Al-Kahfi pada hari Jum’at memilik dua makna:

  1. Cahaya Ma’nawi

Maksud dari cahaya ini adalah cahaya yang diberikan sehingga orang yang membaca Surah Al-Kahfi akan senantiasa dinaungi cahaya. Orang yang membacanya  akan terhalang dari perbuatan maksiat dan terhenti dari melakukan kejelekan dan kemungkaran, kemudian akan  diberikan petunjuk kepada kebenaran. Karena cahaya adalah sesuatu yang dapat menjadi penerang di dalam  kegelapan dan membuat penglihatan kita bisa melihat sesuatu, maka makna cahaya ini adalah petunjuk.

Dan menurut Imam as Syaukani berkata dalam kitab Tuhfatul ad Dzakirin “Yang dimaksud dengan diberikan cahaya di antara dua jumat adalah dia senantiasa diliputi dari pengaruh membacanya dan pahala selama dua minggu itu(dua jumat tersebut).”

  1. Cahaya Haqiqi

Maksud cahaya haqiqi yaitu cahaya kebenaran yang akan diberikan untuk menyinari orang yang membaca surah Al-Kahfi pada hari kiamat. Cahaya tersebut akan memancar dari kedua telapak kakinya hingga sampai ke langit. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Hadid ayat 12:

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ يَسْعٰى نُوْرُهُمْ بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ بُشْرٰىكُمُ الْيَوْمَ جَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ ذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُۚ

“Pada hari engkau akan melihat orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, betapa cahaya mereka bersinar di depan dan di samping kanan mereka, (dikatakan kepada mereka), “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Demikian itulah kemenangan yang agung.”

Mendapat Ampunan dari Allah SWT

Sebagai manusia memang tidak akan luput dari namanya salah dan dosa, karena syaitan meminta izin kepada Allah SWT untuk menggoda anak Adam sampai hari kiamat.

اَلْاِنْسَانُ مَحَلُّ الْخَطَاءِ وَالنِّسْيَانِ

“Manusia itu tempatnya salah dan lupa”

Akan tetapi, sebaik-baik manusia yang mau bertaubat dan mengakui kesalahannya, salah satunya dianjurkan untuk membaca surah Al-Kahfi. Sebagaimana hadist Nabi SAW:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ، سَطَعَ لَهُ نُورٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمِهِ إِلَى عَنَانِ السَّمَاءِ، يُضِيءُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وغُفر لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ ”

Dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat, maka timbullah cahaya baginya dari telapak kakinya hingga ke langit yang memberikan sinar baginya kelak di hari kiamat, dan diampunilah baginya semua dosa di antara dua Jum’at.”

Dari penjelasan di atas, membaca Surah al-Kahfi merupakan sunah rasul dan dapat menjadi amalan bagi umat Islam, baik dibaca setiap hari, malam Jum’at, ataupun hari Jum’at. Karena di dalamnya terdapat banyak manfaat yang bisa kita peroleh.  Semoga kita semua adalah golongan umat Islam yang berbondong-bondong untuk  menyambut kebaikan dari Allah, sebagai bekal kehidupan kita di akhirat kelak. Wallaahu a’lam bi al-shawab.

ISLAMKAFFAH

Bergesernya Makna Halal bi Halal

Di era modern ini, tradisi halal bi halal lebih sering dijadikan sebagai ajang networking, baik dalam ranah bisnis, politik, maupun sosial

SETIAP bulan Syawal kata Halal bi halal menjadi tren dan trending di Nusantara. Kata bahasa Arab yang bukan susunan atau ungkapan Arab ini sangat unik untuk dicermati, walau berasal dari bahasa Arab, tetapi susunannya adalah Nusantara.

Sebelum melihat pergeseran makna halal, mari kita urai arti kata halal. Halal (حلال), adalah masdar (kata verbal/kata benda grundial) dari Hal-Yahillu.

Kata yang terkait dengan kata halal yang sering kita dengar adalah tahallul, hilal (tandu untuk perempuan), tahlil, muhallil, hillu dan hallu (waktu tahallul), hullah (pakain), ibnu halal (anak sah), al-sihru al-halal (permainan sulap), dan halal dalam hukum syariah adalah sesuatu yang diperbolehkan.

Dan kata yang terkait dengan “halla” adalah bermakna memerdekakan diri (حل من), bebas, solusi (حَل), berdiri (حل ب), berhenti (حل), tetap (حل عليه), dicairkan (حُل الجامد), melepaskan, benar, dan masih puluhan kata yang berasal dari kata ini.

Kata halal ini tidak hanya digunakan untuk makanan (yang selama ini hanya ditemukan pada logo halal), tetapi juga pada hewan, pakaian, muamalah, dan sesuatu yang terkait dengan hukum syariat. Maka kata al-syar’i ada yang memaknai adalah dengan kata al-halal (seperti di atas).

Syeikh Ratib misalnya, “Mengapa harta halal disebut halal, karena ia sesuai dengan yang diharapkan jiwa, atau jiwa merasa senang dan tenang. Mengapa harta haram, disebut haram. Kerena ia menghalangi seseorang untuk bahagia.”

لماذا سمي المال الحلال حلالا، لأنه تحلو به النفس، والمال الحرام حراما لأنه يحرما السعادة.

Dan dalam Al-Islam;

سمي الحلال حلالا لانحلال عقدة الحظر عنه

Mengapa disebut Halal, karena mengurai dan melonggarkan (inhilal) tali/ikatan yang terlarang.

Dari beberapa kata yang terkait dengan kata halal di atas adalah, bahwa halal memberikan solusi, kemerdekaan/kebebasan, terurainya sesuatu yang terlarang, dan melepaskan sesuatu yang mengikat.

Rasulullah ﷺ bersabda, yang artinya: “Mencari sesuatu yang halal adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (HR: Al-Thabarani dari Ibnu Mas’ud).

Persoalan halal, bukan hal yang main-main dalam Islam, karena halal adalah bagian paling mendasar dalam agama. Sehingga kata halal disebut juga al-syari, yaitu syariat itu sendiri.

Mengapa harus halal?, agar mendapatkan ridha Allah, terjaga kehidupannya, mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan, dan memiliki akhlak yang baik.

Dalam hadits Nabi ﷺ disebutkan, yang artinya; ”Setiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram, maka api neraka lebih utama baginya (lebih layak membakarnya).” (HR: At-Thabrani).

. قال سهل بن عبد الله: “النجاة في ثلاثة: أكل الحلال، وأداء الفرائض، والاقتداء بالنبي -صلى الله عليه وسلم

Sahl bin Abdullah berkata, keberhasilan seseorang disebabkan tiga hal; mengkonsumsi yang halal, melaksanakan kewajiban dan mengikuti Nabi Muhammad ﷺ.

Pergeseran Makna Halal bi Halal

Tradisi halal bi halal (الحلال بالحلال) adalah salah satu tradisi yang sudah lama dilakukan di Indonesia. Tradisi ini biasanya dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri, di mana keluarga, teman, dan tetangga saling mengunjungi dan saling memaafkan satu sama lain.

Pada awalnya, tradisi halal bi halal lebih dikenal sebagai suatu upaya untuk mempererat tali silaturahmi dan memperbaiki hubungan antar sesama. Dan sejarah halal bi halal cukup banyak bisa dilirik di berbagai sumber.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, makna dan cara pelaksanaan tradisi halal bi halal telah mengalami pergeseran. Di era modern ini, tradisi halal bi halal lebih sering dijadikan sebagai ajang networking, baik dalam ranah bisnis, politik, maupun sosial.

Banyak acara halal bi halal diadakan oleh perusahaan atau organisasi sebagai ajang untuk mempererat hubungan dengan karyawan, pelanggan, atau mitra bisnis. Di tahun politik seperti tahun ini (2023-2024), adalah moment paling istimewa untuk mengadalan halal bi halal.

Mengapa? Dalam konteks tahun politik, tradisi halal bi halal juga bisa menjadi momen yang tepat untuk mempererat hubungan antara sesama warga negara, apalagi di saat suasana politik yang cenderung memanas dan memecah belah. Tetapi, di sisi lain, ia menjadi momen konsolidasi massa, kampanye, dan lain-lainnya.

Selain itu, pelaksanaan tradisi halal bi halal juga seringkali disertai dengan acara makan-makan atau pemberian souvenir, sehingga tradisi ini juga menjadi ajang untuk memperlihatkan kedermawanan atau kemakmuran seseorang atau sebuah organisasi.

Maka, tergantung pada panitia halal bi halal, mau dibawa kemana acara ini, tetapi ruh dari halal bi halal tidak boleh hilang, yaitu menghalalkan untuk  memberi maaf, dan orang yang dimintai juga menghalalkan untuk memberi maaf.

Meskipun demikian, tradisi halal bi halal tetap menjadi suatu tradisi yang penting bagi masyarakat Indonesia. Meskipun maknanya telah bergeser, namun tradisi ini masih dianggap sebagai suatu ajang untuk mempererat tali silaturahmi dan memperbaiki hubungan antar sesama.

Dan suasana fitri, jangan terkotori untuk berbagai kepentingan, agar pergeseran halal bi halal tidak terlalu jauh. Allahu alam bishawab.*/ Dr Halimi Zuhdy, Facebook Halimi Zuhdy

HIDAYATULLAH

Arab Saudi Rekomendasikan Vaksinasi Jelang Musim Haji

Vaksinasi jelang musim haji direkomendasikan Arab Saudi.

Kementerian Kesehatan Saudi mengeluarkan peringatan bagi mereka yang berencana melakukan haji tahun ini. Kementerian meminta para calon jamaah haji untuk melakukan vaksinasi yang diperlukan dan diwajibkan. 

Dilansir dari Alarabiya, Kamis (4/5/2023), Kementerian mengatakan dalam sebuah posting di akun Twitternya pada Selasa malam. bahwa janji untuk vaksinasi harus dipesan melalui aplikasi “Sehhaty” untuk memastikan musim haji yang aman dan sehat. 

Pada April, Kementerian Haji dan Umroh mengatakan menerima vaksinasi yang diperlukan sangat penting untuk mendapatkan izin haji. Ditambahkan pula, izin musim haji tahun ini akan dikeluarkan mulai 15 Syawal atau pada Jumat 5 Mei.

Beberapa vaksin wajib yang terdaftar adalah: Covid-19, influenza musiman, dan Meningitis Meningokokus. Semua harus diambil setidaknya 10 hari sebelum haji. 

Beberapa vaksin yang diperlukan bagi mereka yang datang dari luar Arab Saudi antara lain adalah Vaksinasi Demam Kuning dan Virus Polio. 

Haji merupakan ziarah tahunan ke kota suci Mekkah di Arab Saudi, diperkirakan akan dimulai pada 26 Juni. 

Akhir tahun lalu, Arab Saudi meluncurkan aplikasi Nusuk atau sebelumnya disebut Eatmarna, sebagai platform resmi baru Kerajaan untuk merencanakan haji dan umrah dan mengatur seluruh perjalanan mulai dari mengajukan permohonan eVisa hingga memesan akomodasi dan penerbangan. 

Sumber:

https://english.alarabiya.net/News/saudi-arabia/2023/05/03/Saudi-Arabia-recommends-vaccinations-ahead-of-Hajj-season-

Arab Saudi Keluarkan Izin Haji Domestik Mulai Jumat

Izin haji hanya diberikan kepada mereka yang telah menyelesaikan pembayaran.

Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi akan mulai mengeluarkan izin haji kepada para peziarah domestik, Jumat (5/5/2023).

Izin haji hanya diberikan kepada mereka yang telah menyelesaikan pembayaran biaya untuk paket yang telah mereka pesan pada perusahaan penyedia layanan ziarah.

Kementerian mengatakan pendaftaran izin haji akan dibuka selama 52 hari, dimulai pada Jumat (5/5/2023) besok sampai dengan 25 Juni 2023 atau 7 Dzulhijjah. Namun, pendaftaran tersebut bisa saja dimajukan apabila paket yang dialokasikan untuk jamaah haji domestik sudah penuh.

Bisa juga lowongan justru akan kosong apabila mereka yang mendaftar gagal menyelesaikan pembayaran pada tanggal jatuh tempo atau sebagai akibat dari pembatalan reservasi oleh warga negara dan penduduk.

Dilansir dari Saudi Gazette, Kamis (4/5/2023), Kementerian mengatakan jika ada kursi yang tersedia, kursi akan ditawarkan untuk reservasi melalui situs webnya atau melalui aplikasi Nusuk.

Kementerian telah menyatakan sebelumnya bahwa tanggal terakhir bagi para peziarah untuk mengambil vaksin yang diperlukan adalah 10 hari sebelum dimulainya haji. Vaksinasi adalah syarat untuk melakukan ritual haji.

Telah diklarifikasi bahwa menyelesaikan semua vaksin yang diperlukan adalah wajib untuk mengeluarkan izin haji.

IHRAM

Jangan Sepelekan Doa dalam Setiap Hajat dan Keinginan Kita

Di mata Allah Ta’ala, seorang hamba hakikatnya adalah butuh dan tidak mampu. Sekaya-kayanya seseorang, sekuat-kuatnya dia, semampu-mampunya dia, maka ia tetaplah miskin dan lemah serta tidak berdaya di mata Allah Ta’ala. Sejatinya seorang hamba akan senantiasa butuh terhadap pertolongan dan bantuan-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاء إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيد

“Wahai manusia sekalian! Kamulah yang memerlukan Allah. Dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 15)

Berangkat dari sini, seorang hamba, baik itu yang kaya maupun yang miskin, baik itu yang kuat maupun yang lemah; kesemuanya butuh dan dituntut untuk berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala dalam setiap permasalahan yang dihadapi.

Mengapa berdoa menjadi sangat penting dalam kehidupan kita?

Dalam hal ibadah (yang mana merupakan tujuan diciptakannya manusia), berdoa merupakan identitas utama yang tak bisa lepas dari diri seseorang. Ia merupakan amal ibadah yang mudah dan praktis untuk dikerjakan, serta bersifat fleksibel karena tidak terikat oleh waktu dan tempat. Kapan pun waktunya dan di mana pun tempatnya, seorang hamba dituntut untuk senantiasa berdoa kepada Allah Ta’ala.

Perlu kita ketahui juga, doa merupakan musuh utama dari segala macam cobaan dan ujian. Karenanya, ia akan melindungi kita dari mara bahaya. Doa akan menghilangkan dan menyembuhkan penyakit. Doa akan mencegah turunnya malapetaka, mengangkatnya, atau minimal meringankan malapetaka yang sedang terjadi.

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

إنِّي لا أحمل هَم الإجابة ولكن أحمل هَم الدُعاء فإذا أُلهِمت الدعاء فإن الإجابة معه .

“Aku tidak pernah mengkhawatirkan apakah doaku akan dikabulkan atau tidak, tetapi yang lebih aku khawatirkan adalah aku tidak diberi hidayah untuk terus berdoa. Oleh karenanya, jika kalian diilhami dan diberi hidayah untuk berdoa, sesungguhnya (ijabah) terkabulnya doa tersebut mengikutinya.” (Majmu’ Fatawa Syekhul Islam, 8: 193)

Doa merupakan senjata utama bagi seorang muslim saat menghadapi ujian dan memiliki keinginan. Doa juga menjadi sebab terbesar tergapainya impian dan cita-cita. Betapa banyak kesedihan dan cobaan menjadi mudah karena berdoa. Betapa banyak impian-impian yang nampaknya mustahil, terwujud karena doa. Allah Ta’ala menegaskan kepada kita akan betapa dekat diri-Nya dengan hamba-hamba yang berdoa dan butuh kepada-Nya,

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)

Teruslah berdoa kepada Allah Ta’ala. Mintalah apa pun kebutuhanmu kepada-Nya. Serahkan seluruh hasil dan perkaramu kepada-Nya. Bersungguh-sungguhlah dalam berdoa. Besarkan rasa harapmu kepada-Nya, karena sungguh ia tidak pernah menolak sebuah doa.

Ingat! Terkabulnya doa tidak melulu tentang terwujudnya impian dan tercapainya keinginan. Bukan pula terjadinya sesuatu sebagaimana yang kita harapkan. Bisa jadi Allah kabulkan doa kita dengan bentuk yang lain. Bisa jadi Allah kabulkan doa kita dengan menghindarkan sebuah mara bahaya yang seharusnya menimpa kita. Bisa jadi juga Allah Ta’ala jadikan doa-doa kita yang belum terwujud sebagai tabungan amal untuk diri kita di akhirat kelak.

Siapa saja yang berbaik sangka kepada Tuhannya, maka kebaikan-kebaikan akan mengalir kepadanya. Dan Allah Ta’ala pastilah sesuai dengan persangkaan hamba-Nya.

Berikut ini adalah beberapa kisah Nabi dengan doa-doa yang mereka panjatkan. Kisah-kisah yang insyaAllah memotivasi kita untuk senantiasa berdoa dan meminta kepada Allah dalam setiap keadaan. Bergantung kepada Allah Ta’ala sepenuhnya, meskipun diri kita percaya diri mampu melakukan apa yang kita inginkan.

Kisah para nabi dan doa-doa mereka

Di antara kisah paling fenomenal adalah apa yang dialami oleh Nabi Yunus ‘alaihis salam tatkala dilemparkan ke laut kemudian tertelan di dalam perut paus. Setelah ia melakukan perbuatan tercela karena meninggalkan kaumnya. Allah Ta’ala mengisahkan bagaimana tobat beliau dan gigihnya beliau dalam berdoa hingga Allah selamatkan dirinya. Allah Ta’ala berfirman,

وَذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ * فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ *

“Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya. Maka, dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.’ Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anbiya’: 87-88)

Di ayat yang lain Allah Ta’ala tegaskan, bahwa sebab selamatnya Nabi Yunus ‘alaihis salam adalah karena banyaknya doa dan tobat yang dilakukannya,

فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ. لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

Maka, sekiranya dia (Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah (berdoa), niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari kebangkitan.” (QS. Ash-Shaffat: 143-144)

Allah Ta’ala tekankan kepada kita bahwa saat seorang hamba penuh dengan dosa, lalu ia membutuhkan pertolongan Allah Ta’ala untuk menghadapi kesulitan yang dihadapinya, dan bertobat kepada Allah dengan sebenar-benarnya, maka Allah pasti akan mendengarnya dan menolongnya.

Dengan doa pula Allah tenggelamkan seluruh penduduk bumi dan Allah selamatkan Nabi Nuh ‘alaihis salam beserta orang-orang yang beriman. Allah Ta’ala mengisahkan,

قَالَ رَبِّ اِنَّ قَوْمِيْ كَذَّبُوْنِۖ * فَافْتَحْ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُمْ فَتْحًا وَّنَجِّنِيْ وَمَنْ مَّعِيَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ * فَاَنْجَيْنٰهُ وَمَنْ مَّعَهٗ فِى الْفُلْكِ الْمَشْحُوْنِ * ثُمَّ اَغْرَقْنَا بَعْدُ الْبَاقِيْنَ

“Dia (Nuh) berkata, ‘Ya Tuhanku, sungguh kaumku telah mendustakan aku, maka berilah keputusan antara aku dengan mereka, dan selamatkanlah aku dan mereka yang beriman bersamaku.’ Kemudian Kami menyelamatkan Nuh dan orang-orang yang bersamanya di dalam kapal yang penuh muatan. Kemudian setelah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal.” (QS. As-Syu’ara’: 117-120)

Karunia tidak terhitung yang Allah Ta’ala berikan untuk Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, kesemuanya itu Allah Ta’ala berikan berkat doa yang beliau panjatkan kepada-Nya,

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَهَبْ لِيْ مُلْكًا لَّا يَنْۢبَغِيْ لِاَحَدٍ مِّنْۢ بَعْدِيْۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ* فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيْحَ تَجْرِيْ بِاَمْرِهٖ رُخَاۤءً حَيْثُ اَصَابَۙ * وَالشَّيٰطِيْنَ كُلَّ بَنَّاۤءٍ وَّغَوَّاصٍۙ * وَّاٰخَرِيْنَ مُقَرَّنِيْنَ فِى الْاَصْفَادِ

“Dia (Sulaiman) berkata, ‘Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi.’ Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut perintahnya ke mana saja yang dikehendakinya. Dan (Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan, semuanya ahli bangunan dan penyelam, dan (setan) yang lain yang terikat dalam belenggu.” (QS. Shad: 35-38)

Kisah-kisah di atas semuanya bermuara pada satu kesimpulan yang sama. Mintalah apa pun hanya kepada Allah Ta’ala. Jangan berpangku tangan apalagi angkuh merasa mampu lalu tidak pernah meminta pertolongan dan berdoa kepada-Nya. Seorang nabi sekali pun mereka juga tidak pernah lepas dari berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala dalam setiap hajat dan keinginan mereka.

Pembaca yang semoga senantiasa dalam limpahan rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala.

Ketahuilah, sesungguhnya Allah Ta’ala akan senang apabila seorang hamba senantiasa berdoa dan meminta pertolongan kepada-Nya dalam setiap hal yang sedang dihadapi dan dibutuhkannya. Sebaliknya, Allah Ta’ala akan murka apabila seorang hamba merasa tidak butuh kepada-Nya, tidak pernah berdoa kepada-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Dia akan marah kepadanya.” (HR. Tirmidzi no. 3373, Ibnu Majah no. 3827 dan Ahmad no. 9719)

Mengapa? Karena di dalam doa yang kita panjatkan, terdapat pengakuan akan ketidakberdayaan diri kita di hadapan Allah Ta’ala. Di dalam lantunan doa yang kita baca, terselip keimanan akan agungnya keesaan Allah Ta’ala atas segala sesuatu. Keyakinan bahwa Allah Ta’ala merupakan satu-satunya Zat yang berhak disembah. Satu-satunya Zat yang menciptakan dan mengabulkan permohonan. Sedangkan di dalam keteledoran kita ketika tidak berdoa, maka itu menunjukkan keangkuhan diri kita, menunjukkan pula rasa sombong seorang hamba kepada Tuhannya.

Semoga Allah Ta’ala jadikan diri kita sebagai hamba-Nya yang senantiasa bergantung dan berserah diri kepada-Nya. Senantiasa berdoa dan memohon kepada Allah Ta’ala atas setiap hajat dan keinginan yang ingin dicapai serta memohon keselamatan dari mara bahaya yang akan menimpa kita.

Wallahu a’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84663-jangan-sepelekan-doa-dalam-setiap-hajat-dan-keinginan-kita.html

Makna Menjulurkan Telunjuk Saat Tasyahud

Ibadah merupakan aktifitas yang bersifat dogmatis, di mana cara dan waktunya sudah ditentukan oleh Syari’ (pembuat syariat; Allah swt dan Rasul_Nya). Sebab itu, tidak boleh dalam ibadah berubah atau menentukan waktu yang tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh syariat. Seperti shalat Dzuhur dikerjakan di waktu malam. Puasa Ramadlan dikerjakan di bulan Rabi’ul Awal. Ketentuan seperti ini yang kemudian oleh ulama’ dibuat sebuah kaidah:

اَلْأَصْلُ فِي الْعِبَادَةِ اَلتَّوْقِيْفُ عَلَى الدَّلِيْلِ

Artinya: “Hukum ashal dari ibadah adalah menunggu adanya dalil”

Kaidah ini hakikatnya memiliki jangkauan makna yang cukup luas. Bukan sekedar kewajiban adanya dalil dari syari’ pada suatu ibadah tertentu. Tetapi merubah ketetapan ibadah dengan cara dan waktu yang tidak sesuai dengan apa yang tetah ditetapkan juga menjadi ibadah yang sia-sia.

Begitu juga makna-makna yang tersimpan dari segala bentuk dan waktu ibadah merupakan rahasia ilahi yang tidak sah ditafsirkan secara personal tanpa menyandarkan kepada dalil. Mengapa di dalam shalat ada ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud dan segala rentetan aturan shalat itu penting di pertanyakan karena merupakan rahasia Allah swt yang tidak boleh bagi siapapun menganggap penafsiran dirinya paling benar dan milik orang lain salah. Kewajiban berpuasa selama satu bulan di bulan Ramadlan dengan tatacara dan waktu tertentu juga merupakan rahasia Allah swt yang tidak dibenarkan bagi siapapun meyakini; “Puasa diwajibkan karena agar kita merasakan juga laparnya orang-orang miskin ketika mereka tidak menemukan makanan”. Tetapi cukup bagi kita mentaati apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah swt dan Nabi_Nya.

Namun demikian, manusia adalah makhluk Allah swt yang sering tidak puas dengan apa yang dilihatnya. Sehingga tidak sedikit ulama’ mencoba menyingkap tabir rahasia di balik aturan-aturan ibadah yang telah ditetapkan. Dalam penafsiran ini, adakalanya murni bersifat tafsir tanpa ada sandaran dalil, seperti memaknai sujud sebagai ekspresi kerendahan diri, dan ada pula tafsir yang memang sudah dijelaskan oleh Syari’.

Shalat termasuk ibadah yang juga memiliki rahasia-rahasia terpendam. Seperti dijelaskan sebelumnya, ada sebagian rahasia di dalam shalat yang telah dijelaskan makna filosofisnya, ada juga yang tidak dijelaskan oleh Syari’. Di antara makan filosofis dari gerakan-gerakan shalat yang dijelaskan maknanya adalah menjulurkan satu jari telunjuk ketika tasyahhud, tepatnya ketika membaca “la ilaha illallah”. Lalu apa makna menjulurkan satu jari telunjuk ? Kenapa tidak seluruh telunjuk atau dua telunjuk ?.

Dalam hal ini, imam al Baihaqi sebagaimana dikutip as Shan’ani di dalam Subulus Salam, menjelaskan makna menjulurkan telunjuk pada saat tasyahhud yaitu isyarat terhadap mentauhidkan Allah swt secara ikhlash, bukan karena ada paksaan. Sehingga, isyarat satu jari tidak dua jari, dan diletakkan pada saat mengucapkan “la ilaha illallah” sebagai isyarat bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya ada satu, yaitu Allah swt. Dalam mentauhidkan di sini, menjadi satu antara ucapan (la ilaha illallah), perbuatan (isyarat dengan telunjuk) dan keyakinan di dalam hati.

Sekalipun ini penafsiran tanpa ada keterangan dari al Qur’an atau Hadits secara tegas dan sharih, namun ada makna isyari (makna tersurat) dari sebuah hadits yang berbunyi:

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ اْلإِشَارَةِ بِالْأُصْبُعَيْنِ. وَقَالَ أَحَدُ أَحَدٍ لِمَنْ رَآهُ يُشِيْرُ بِأُصْبُعَيْهِ

Artinya: ‘Nabi saw melarang berisyarat dengan dua jari. Dan ia berkata satunya satu bagi orang yang ia lihat berisyarat menggunakan dua jari”

Mengapa di dalam hadits tersebut Nabi saw melarang berisyarat menggunakan dua jari ? Ini artinya manakala hati menegaskan tentang Tuhan yang berhak disembah tidak memberi isyarat ada dua Tuhan, tetapi hanya ada satu Tuhan. Itulah makna filosofis yang dapat dipahami oleh para ulama’ yang diambil sari dari hadits tersebut.

Wallahu a’lam

ISLAM KAFFAH

Mengqadha’ Ramadhan sekaligus Berpuasa Syawal, Bolehkah?

Para ulama berbeda pendapat mengenai mengqadha Ramadhan sekaligus puasa Syawal 

SEBAGAIMANA diketahui bahwasannya bahwasannya melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal memiliki keutamaan yang agung.

عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ))مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ)) (أخرجه مسلم: 1164, 2/822)

Dari Abu Ayyub Al Anshari radhiyallahu `anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, ”Siapa yang melaksanakan puasa bulan Ramadhan, kemudian ia mengikutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka hal itu seperti puasa satu tahun.” (Riwayat Muslim)

Imam An Nawawi menyatakan bahwasannya hadits di atas merupakan dalil yang terang bagi Madzhab Syafi`i, Ahmad serta Dawud dan siapa saja yang sependapat bahwasannya puasa enam hari di bulan Syawal perkara yang sunnah. (Syarh Shahih Muslim, 8/56).

Nah, bagaimana jika seseorang hendak berpuasa enam hari di bulan Syawal, namun di sisi lain ia masih memiliki hutang puasa Ramadhan, dan bermaksud mengqadha`nya sekaligus berniat untuk melaksanakan puasa Syawal?

Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini, yakni menggabungkan niat antara puasa wajib dengan puasa sunnah.

Madzhab Hanafi

Abu Bakr Al Kasani berkata, ”Kalau berniat dengan puasanya untuk mengqadha` Ramadhan sekaligus puasa sunnah, maka puasa itu untuk qadha` menurut Abu Yusuf sedangkan Muhammad menyatakan bahwa itu untuk puasa sunnah. (Badai` As Shanai`, 2/85).

Madzhab Maliki

Imam Malik memakruhkan melakukan puasa Syawal, karena kekhawatiran bahwa amalan itu dianggap wajib seperti Ramadhan. Namun para ulama madzhab Maliki menegaskan bahwasannya jika tidak ada kekhawatiran mengenai hal itu maka melakukannya tidaklah makruh. (Syarh Mukhtashar Khalil li Al Harasyi, 2/243).

Sedangkan menggabungkan antara puasa wajib dengan puasa Sunnah, Syeikh Muhammad Al Harasy berkata, ”Kalau berpuasa hari Arafah sekaligus berniat untuk mengqadha` dan melaksanakan puasa Arafah secara bersama, maka pendapat yang dhahir, bahwa keduanya dibolehkan. Hal itu diqiyaskan pada siapa yang berniat untuk mendi janabat sekaligus mandi Jumat maka hal itu diperbolehkan sebagaimana qiyas terhadap siapa yang melaskanakan shalat fardhu dengan niat melaksanakan tahiyyat masjid.” (Syarh Mukhtashar Khalil li Al Harasyi, 2/241).

Madzhab Syafi`i

Khatib Asy-Syarbini menyatakan, ”Kalau melaksanakan puasa di bulan Syawal untuk mengqadha` atau karena nadzar atau selain itu apakah memperoleh kesunnahan (puasa Syawal) atau tidak? Aku tidak mengetahuinya disebutkan, namun yang dhahir memperolehnya. Namun ia tidak memperoleh pahala yang disebut, lebih khusus lagi bagi siapa yang terlewat puasa Ramadhan dan ia menggantinya di bulan Syawal.” (Mughni Al Muhtaj, 2/184).

Hal yang sama disampaikan oleh Imam Syamsuddin Ar-Ramli yang merujuk fatwa ayah beliau Syeikh Syihabuddin Ar-Ramli. (Nihayah Al Muhtaj, 3/208).

Walhasil para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Bertaqlid kepada para ulama yang membolehkan tidaklah mengapa. Wallahu a`lam bish shawab.*/Thoriq, lc, MA, pengasuh rubric fikih Majalah Hidayatullah

HIDAYATULLAH

3 Amalan Sunnah Bulan Syawal, Jangan Dilewatkan!

Alhamdulillah umat muslim seluruh dunia telah berhasil menyelesaikan serangkaian ibadah di bulan suci Ramadhan. Kemudian kita menyambut Hari Raya Idul Fitri yakni di Syawal tepatnya di Hari Sabtu (29/04) lalu. Perlu kita ketahui, untuk menyempurnakan ibadah Ramadhan kita bahkan disunahkan untuk memaksimalkan amalan kita di bulan Syawal ini. Nah berikut 3 amalan sunnah bulan Syawal. 

Sebagaimana yang disampaikan Abu Maryam Kautsar Amru dalam buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadhan, keutamaan untuk melakukan amalan yang baik di bulan Syawal yakni melanjutkan apa yang sudah dilakukan di bulan Ramadhan. 

Diperlukan juga amalan yang akan dilakukan agar dapat diterima oleh Allah SWT dan hanya kepada-Nya saja kita berniat beramal baik. Oleh karena itu, para sahabat saling mendoakan ketika bertemu satu sama lain, agar amalan-amalan mereka itu diterima dan setiap doa-doa dikabulkan Allah SWT.

فَعَن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا الْتَقَوْا يَوْمَ . تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ . قال الحافظ : إسناده حسن : الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari Id (Idul Fitri atau Idul Adha), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqabbalallahu minna wa minka (minkum) (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian)” (HR Ibnu Hajar).

Nah untuk memaksimalkan ibadah kita, setidaknya ada 3 ibadah sunnah untuk dijalankan seluruh umat Muslim:

Pertama, Puasa 

Sebagaimana yang diajarkan dalam Islam ibadah puasa sangat dianjurkan guna melatih kita untuk mengontrol hawa nafsu. Diantaranya ada dua puasa yang disunnahkan di bulan Syawal:

a). Yakni Puasa Syawal 6 Hari sebagaimana yang dikutip dalam Kitab Latha’if al-Ma’arif, Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan bahwa berpuasa di bulan Syawal setelah Ramadhan akan menyempurnakan ganjaran berpuasa setahun penuh.

Puasa enam hari di bulan Syawal memiliki keutamaan seperti puasa sepanjang tahun. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang berasal dari Abu Ayub Al Anshari, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْر

“Barang siapa berpuasa Ramadhan lalu melanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka itu setara dengan puasa sepanjang tahun.” (HR Muslim & Imam Ahmad)

Diriwayatkan oleh Tsauban bahwa dalam sebuah hadits, berbunyi, “Puasa Ramadhan pahalanya senilai dengan puasa sepuluh bulan dan puasa enam hari pahalanya senilai dengan puasa dua bulan. Jumlah semuanya satu tahun penuh.” (Diriwayatkan Sa’id bin Manshur dengan sanadnya dari Tsauban)

b). Kemudian Puasa Sunnah Ayyamul Bidh

Amalan sunnah di bulan Syawal yang lain adalah puasa Ayyamul Bidh. Puasa sunnah ini dikerjakan setiap tangal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriah) setiap bulannya. Mengutip dari riwayat Bukhari yang berasal dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash Radhiyallahu anhu disebutkan bahwa salah satu keutamaan dari puasa ayyamul bidh adalah seperti berpuasa sepanjang tahun. Keutamaan ini juga dijelaskan dalam riwayat Abu Daud.

صَوْمُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ

Artinya: “Puasa tiga hari di setiap bulannya adalah seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR Bukhari)

Puasa Ayyamul Bidh juga menjadi salah satu dari tiga hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini diketahui melalui riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW memberikan tiga wasiat kepada salah seorang sahabatnya, Abu Darda.

أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ

Artinya: “Rasulullah SAW berpesan kepadaku tiga hal yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati, yaitu berpuasa setiap tiga hari pada setiap bulannya, mengerjakan dua rakaat shalat Duha, serta shalat witir sebelum tidur.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua Menikah

Menurut penjelasan Imam Ibnu Katsir dalam laman Majelis Ulama Indonesia (MUI), dahulu Rasulullah SAW menikahi Aisyah untuk membantah keyakinan yang keliru sebagian masyarakat yaitu tidak suka menikah di antara dua Id (bulan Syawal termasuk di antara Idul Fitri dan Idul Adha). 

Ada kekhawatiran di kalangan muslim terkait dampak menikah di bulan Syawal yang berujung pada perceraian.

Keterangan menikah di bulan Syawal ini didasarkan pada riwayat yang disampaikan oleh istri Rasulullah SAW yaitu ‘Aisyah Radhiyallahu Anha yaitu,

تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي

Artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menikahiku pada bulan Syawal dan berkumpul denganku pada bulan Syawal, maka siapa di antara istri-istri beliau yang lebih beruntung dariku?” (HR. Muslim).

Sehingga Imam An Nawawi juga memberikan penjelasan mengenai hadits di atas bahwa “Di dalam hadis ini terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga pada bulan Syawal.”

Ketiga yakni Silaturahmi

Islam menyebutkan Syawal merupakan bulan yang baik untuk menyambung tali silaturahmi. Dalam salah satu riwayat, perintah silaturahmi termaktub dalam hadits yang berasal dari Abu Ayub Al-Anshari, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ، ذَرْهَ

Artinya: “Beribadahlah pada Allah SWT dengan sempurna jangan syirik, dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan jalinlah silaturahmi dengan orang tua dan saudara.” (HR Bukhari).

Demikian 3 amalan sunnah bulan Syawal. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Kisah Syekh Abu Madyan Al-Maghribi Islamkan Sepuluh Pendeta

Syekh Syu’aib bin Abdullah dalam karyanya Al-Raudh Al-Faiq Fi Al-Mawaizh Wa Al-Raqaiq Juz, 1, halaman 211 mengisahkan karomah Syekh Abu Madyan Al-Maghribi, yang berhasil mengislamkan sepuluh pendeta. 

Sepuluh pendeta menyamar sebagai orang Islam, mereka datang kepengajian Syekh Abu Madyan Al-Maghribi. Sebelum Syekh Abu Madyan Al-Maghribi memulai kajiannya, tiba-tiba datang jemaah yang berprofesi sebagai tukang jahit.

Syekh Abu Madyan Al-Maghribi menegurnya, “Kenapa kamu datang terlambat” Ia menjawab, “Aku sibuk menjahit sepuluh topi yang tuan pesan kemarin”.

Syekh Abu Madyan Al-Maghribi mengambil pesanan topinya itu, kemudian Syekh Abu Madyan Al-Maghribi berdiri dan dan meletakkan sepuluh topi tersebut di kepala para pendeta yang berjumlah sepuluh orang. 

Syekh Abu Madyan Al-Maghribi berkata, “Wahai orang miskin! Ketika tiupan angin pertolongan Allah berhembus di hati orang-orang yang mulia, maka hembusan angin pertolongan itu akan memadamkan segala cahaya.”

Syekh Abu Madyan Al-Maghribi diam dan menundukkan kepalanya, para jemaah diam tidak ada yang berbicara. Lalu Syekh Abu Madyan Al-Maghribi mengangkat kepalanya seraya berkata,

“Tidak ada tuhan selain Allah! Wahai orang miskin ketika Allah menampakkan cahaya pertolongannya terhadap hati yang telah mati, maka hati itu akan hidup dan menerangi segala kegelapan.”

Selanjutnya, Syekh Abu Madyan Al-Maghribi membaca ayat-ayat sajadah, setelah itu, beliau beserta jamaah melakukan sujud tilawah, sepuluh pendeta itu ikut serta melakukan sujud tilawah. 

Dalam sujud tilawah tersebut Syekh Abu Madyan Al-Maghribi berdoa, “Ya Tuhan, Engkau lebih mengetahui terhadap pengaturan ciptaan-Mu dan berbagai kesejahteraan hamba-hamba-Mu, dan bahwa para Rahib ini telah berdiri di samping umat Islam dalam pakaian mereka dan sujud kepada-Mu.

Dan aku sungguh telah mengubah penampilan luar mereka, dan tidak ada orang lain yang mampu melakukannya untuk mengubah batin mereka selain diri-Mu, dan Engkau telah mendudukkan mereka di meja kemurahan-Mu, jadi selamatkanlah mereka dari kemusyrikan dan tirani (kesewenang-wenangan), dan keluarkanlah mereka dari kegelapan kekufuran menuju cahaya iman”.

Setelah selesai melakukan sujud tilawah, tiba-tiba para pendeta mendekati Syekh Abu Madyan Al-Maghribi, dan mereka menyatakan bertaubat dan masuk Islam di hadapan Syekh Abu Madyan Maghribi. 

Para pendeta itu mengutarakan maksud kedatangannya yaitu, ingin menguji kedalaman ilmu Syekh Abu Madyan Al-Maghribi namun hal itu tidak sampai terjadi. Karena mereka telah masuk Islam sebelum menguji kedalaman ilmu Syekh Abu Madyan Al-Maghribi.

Demikian kisah Syekh Abu Madyan Al-Maghribi mengislamkan sepuluh Pendeta. Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Dokter Sarankan Ada Deteksi Demensia untuk Calon Jamaah Haji Lansia

Dokter ahli penyakit saraf (neurolog) Indonesia Andreas Harry menyarankan dilakukannya tes mini mental state examination (MMSE) bagi calon jamaah haji Indonesia yang pada musim haji 2023 ini diprioritaskan bagi lanjut usia (lansia). Tes MMSE dilakukan guna mendeteksi penyakit demensia (kepikunan).

“Jadi, bisa memakai tes mini mental state examination (MMSE) guna mengetahui apakah calon haji lansia yang bergejala demensia itu masih dalam taraf normal, ringan, sedang atau sudah masuk kategori berat,” kata ahli saraf lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, yang juga anggota International Advance Research Asosiasi Alzheimer Internasional (AAICAD) itu saat dihubungi Antara dari Bogor, Rabu (3/5/2023).

Komitmen pemerintah pada musim haji 2023 adalah “Ramah Lansia” yang pemberangkatannya dijadwalkan akan dimulai pada 24 Mei 2023. Hingga 1 April 2023 ada sebanyak 67.199 orang lansia dari total jamaah calon haji Indonesia sebanyak 221 ribu orang.

Perinciannya, calon haji lansia berusia di atas 95 tahun sebanyak 380 orang, usia 86-95 (6.594), usia 76-85 (12.559) dan usia 65-75 sebanyak 47.666 orang.

Menurut dosen pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara (Untar) Jakarta dan pengajar luar biasa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar 1996-2001 itu, dengan kondisi lansia yang berpotensi demensia seperti itu, bila tidak diantisipasi tentu dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, kehidupan sosial jamaah itu, dan juga bisa berdampak ke jamaah yang lain.

Karena itu, kata dia, pemeriksaan MMSE hasilnya akan sangat membantu memberikan penanganan bagi kasus-kasus demensia pada calon haji lansia. Dalam literatur Kesehatan, MMSE adalah pemeriksaan kognitif yang menjadi bagian rutin pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis dementia.

Pemeriksaan ini diindikasikan terutama pada pasien lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif, kemampuan berpikir, dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. MMSE adalah suatu metode skrining singkat untuk mendeteksi gangguan kognitif dengan cara memberikan sederet pertanyaan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

Gangguan kognitif berhubungan dengan pemahaman, memori, komunikasi, dan pemikiran seseorang. Tes ini sebenarnya sudah dikembangkan sejak 1975. Kala itu, MMSE telah banyak digunakan untuk mengukur penurunan mental seseorang dari waktu ke waktu dengan hasil penilaian yang bersifat kualitatif.

Skala penilaian MMSE bervariasi di setiap negara. Namun, secara garis besar interpretasinya kurang-lebih sama, yaitu 25-30 tergolong ke dalam kategori normal.

Adapun skor di bawah 24 berarti terdapat gangguan kognitif pada pasien. Skor ini kemudian dikelompokkan lagi ke dalam gangguan kognitif ringan, sedang, hingga berat. Pada umumnya, skor rendah menunjukkan pasien mengalami demensia.

sumber : Antara