Muhasabah: Tetap Teguh di Jalan Allah

Siapa berusaha mentaati Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya, maka hatinya akan kian tenang dan teguh. Dengan teguh di dalam jalan Allah Azza wa Jalla, apa pun yang terjadi – khususnya menghadapi dunia— tidaklah merisaukan

MANUSIA sesungguhnya bukanlah pemilik kehidupan. Tidak ada manusia yang senantiasa berhasil meraih segala keinginannya.

Hari ini bersenang-senang merayakan kesuksesan, esok lusa bisa jadi menangis tersedu meratapi kegagalan. Saat ini bertemu, tidak lama kemudian berpisah.

Detik ini ada orang merasa bangga dengan apa yang dimilikinya, tapi detik berikutnya sedih karena kehilangannya.

Maka, episode apapun yang sedang kita jalani pada detik ini, tenangkanlah hati kita.

Kisah cerita  tidak selalu sama. Episode kehidupan terus berubah.

Kisah kehidupan berganti dari satu situasi kepada situasi yang lain, berbolak-balik. Kehidupan seseorang kadang di atas, kadang di bawah, kadang maju, kadang mundur. Namun, satu hal yang seharusnya tidak pernah berubah pada kita; yaitu hati yang senantiasa tenang dan tetap teguh dalam jalan Allah Azza wa Jalla…

Ketenangan sangat kita perlukan dalam menghadapi berbagai situasi dalam hidup ini. Terutama jika kita dalam situasi sulit dan ditimpa musibah.

Jika hati dalam kondisi tenang, maka buahnya lisan dan anggota badan pun akan tenang. Tindakan akan tetap pada koridor yang dibenarkan dan jauh dari sikap membahayakan.

Jika hati tenang, maka kata-kata akan tetap dalam hikmah dan tidak keluar dari kesantunan, sesulit dan separah apa pun situasi yang sedang kita hadapi.

Ketenangan itu pada hakikatnya milik orang yang beriman. Ketenangan adalah karunia Allah Azza wa Jalla yang hanya diberikan kepada orang-orang pilihan yang beriman. Allah Azza wa Jalla berfirman,

ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Taubah: 26).

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat waktunya.” (QS. Al Fath: 18).

Rasulullah ﷺ bersabada,

« مَا اجتمعَ قَوم في بيت من بُيُوتِ الله تباركَ وتعالى يَتْلُونَ كتابَ الله عزَّ وجلَّ ، ويَتَدَارَسُونَهُ بينهم ، إِلا نزلت عليهم السكينةُ ، وَغَشِيَتْهم الرحمةُ ، وحَفَّتْهم الملائكة ، وذكرهم الله فيمن عنده »

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah Allah tabaraka wa ta’ala, mereka membaca Kitabullah Azza wa Jalla, mempelajarinya sesama mereka, melainkan akan turun kepada mereka sakinah, rahmat akan meliputi mereka, para malaikat akan mengelilingi mereka dan Allah senantiasa menyebut-nyebut mereka di hadapan malaikat yang berada di sisi-Nya.” (HR: Muslim no. 2699).

Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya pernah mengulang-ulang kalimat doa berikut dalam Perang Ahzab,

فَأَنْزِلَنَّ سَكِيْنَةً عَلَيْنَا   وَثَبِّتِ الأَقْدَامِ إِنْ لَاقِينَا

“Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, serta teguhkanlah kaki-kaki kami saat kami bertemu musuh.”

Maka Allah Azza wa Jalla memberikan mereka kemenangan dan meneguhkan mereka.

Agar kita tetap tenang juga dianjurkan untuk senantiasa membaca Al Qur’an. Rasulullah ﷺ bersabda,

« تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ بِالْقُرْآنِ »

“Ia adalah ketenangan yang turun karena Al Qur’an.”  (HR. Bukhari: 4839, Muslim: 795).

Memperbanyak dzikrullah juga dapat mejadikan kita tenang. Allah Azza wa Jalla berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenang.” (QS. Al Ra’du: 28).

Demikian halnya bersikap wara’ (hati-hati) dari perkara syubhat (meragukan) dapat menjadikan kita tetap tenang. Rasulullah ﷺ bersabda,

الْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَالإِثْمُ مَا لَمْ تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلَمْ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَإِنْ أَفْتَاكَ الْمُفْتُونَ

“Kebaikan itu adalah yang jiwa merasa tenang dan hati merasa tentram kepadanya. Sementara dosa adalah yang jiwa merasa tidak tenang dan hati merasa tidak tentram kepadanya, walaupun orang-orang mememberimu fatwa mejadikan untukmu keringanan.” (HR. Ahmad no. 17894).

Ketenangan juga dapat kita peroleh dengan jujur dalam berkata dan berbuat. Rasulullah ﷺ bersabda,

فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

“Sesungguhnya jujur itu ketenangan dan dusta itu keragu-raguan.” (HR Tirmidzi no: 2518).

Begitu juga semua ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dan sikap senantiasa bersegera kepada amal shalih adalah di antara faktor yang akan mendatangkan ketenangan kepada hati seorang Mukmin. Jika kita selalu mendengar dan berusaha untuk mentaati Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya, maka hati kita akan kian tenang dan teguh.

Jika kita dapat mempertahankan ketenangan hati sehingga senantiasa teguh berada dalam jalan Allah Azza wa Jalla, apa pun yang terjadi kepada kita, maka bergembiralah, karena kelak saat kita meninggalkan dunia yang fana ini, akan ada yang berseru kepada kita dengan seruan ini,

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ﴿٢٧﴾ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً﴿٢٨﴾فَادْخُلِي فِي عِبَادِي

“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya. Kemudian masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30).

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa menjaga ketenangan hati dan teguh berada dalam jalan Allah Azza wa Jalla  apa pun yang terjadi untuk meraih ridha-Nya…

Aamiin Ya Rabb. Wallahua’lam bishawab.*/ Bagya Agung Prabowo, dosen hukum di UII

HIDAYATULLAH

Latihan Manasik Haji Jangan Hanya Ceramah

Latihan manasik biasakan jamaah praktik rangkaian ibadah haji

Kementerian Agama (Kemenag) melakukan manasik haji dan lebih fokus pada praktek bukan hanya sekadar ceramah, di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

“Saya minta ke depan, manasik haji tidak lagi diisi dengan ceramah-ceramah karena jamaah sudah paham dengan materi,” kata Kepala Kemenag Sulut H Sarbin Sehe, di Manado, Ahad (14/5/2023).

Jika hanya ceramah, maka tidak akan memberi manfaat yang besar kepada jemaah, mereka butuh praktek seperti memakai pakaian ihram, latihan berwukuf, melontar jumrah dan lainnya.

Sarbin mengatakan pihaknya meminta agar kebiasaan-kebiasaan pembinaan manasik haji dengan metode ceramah harus dikurangi dan lebih diperbanyak dengan praktek manasik di masjid atau lapangan.

Sehingga, katanya, calon jemaah haji bisa langsung menjawab keraguan dan kekurangpahaman jamaah mengenai tata cara ibadah haji.

“Sekali lagi saya ingatkan kepada para Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, para Kepala Seksi PHU dan semua fasilitator di Bidang PHU agar serius memperhatikan hal ini sehingga ketika tiba di tanah suci, jemaah sudah punya bekal yang cukup yang membantu mereka untuk lebih khusuk dan memaknai ibadah haji mereka,” pungkas Kakanwil.

Hadir mendampingi Kakanwil dalam kegiatan ini Kepala Kemenag Kota Bitung H. Yahya Pasiak, JFT Bidang PHU Wahyudin Ukoli dan Ismoedjiono serta Kasie PHU Kemenag Kota Bitung Irfan Djabli.

sumber : Antara

Doa Ketika Masuk Pemakaman

Ketika kita ziarah kubur, terdapat doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika memasuki area (kompleks) pemakaman. Diriwayatkan dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada mereka apa yang hendaknya mereka kerjakan apabila mereka pergi ziarah kubur,

السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ، مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا، إِنْ شَاءَ اللهُ لَلَاحِقُونَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

AS-SALAAMU ‘ALA AHLID DIYAAR MINAL MUKMINIIN WAL MUSLIMIIN WA INNAA INSYAA`ALLAHU BIKUM LALAAHIQUUN. ASALULLAHA LANAA WALAKUMUL ‘AAFIYAH”

“Semoga keselamatan tercurah bagi penghuni (kubur) dari kalangan orang-orang mukmin dan muslim dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua. Saya memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian al-‘afiyah (keselamatan).” (HR. Muslim no. 975)

Terdapat hadis yang lain dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lewat di depan kuburan Madinah, lalu beliau menghadapkan mukanya dan mengucapkan,

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ يَا أَهْلَ القُبُورِ، يَغْفِرُ اللَّهُ لَنَا وَلَكُمْ، أَنْتُمْ سَلَفُنَا، وَنَحْنُ بِالأَثَرِ

ASSALAAMU ‘ALAIKUM YA AHLAL QUBUR, YAGHFIRULLAHU LANA WA WALAKUM, ANTUM SALAFUNA WA NAHNU BIL ATSARI.”

“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur. Semoga Allah mengampuni kami dan kalian. Kalian telah mendahului kami dan kami akan menyusul kalian.” (HR. Tirmidzi no. 1053)

Akan tetapi, hadis riwayat Tirmidzi di atas adalah dha’if, dinilai dha’if oleh Syekh Al-Albani. Di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Qabus bin Abi Dzobyan. (Lihat penjelasan dha’if-nya hadis ini di kitab Minhatul ‘Allam, 4: 381)

Sehingga berkaitan dengan doa masuk ke pemakaman, cukuplah bagi kita mengamalkan hadis riwayat Muslim di atas.

Penjelasan teks doa

Yang dimaksud dengan “ahlud diyar” adalah penghuni kubur. Kata “الدِّيَار” merupakan bentuk jamak dari kata “الدّار”,yang artinya “tempat menetap”.

Kata “dari kalangan orang-orang mukmin dan muslim”, merupakan penggabungan (athaf) yang menunjukkan adanya perbedaan makna. Maksudnya, ketika istilah “Islam” (muslim) dan “iman” (mukmin) disebutkan bersamaan, maka yang dimaksud dengan Islam adalah amal lahiriyah, baik berupa ucapan lisan maupun amal anggota badan. Sedangkan iman dimaknai sebagai amal batin, baik berupa ucapan (keyakinan) hati maupun amalan hati (seperti rasa cinta dan rasa takut kepada Allah Ta’ala).

Akan tetapi, ketika hanya disebut Islam saja, istilah tersebut mencakup agama secara keseluruhan, sehingga termasuk di dalamnya adalah iman. Sebaliknya, ketika hanya disebut iman saja, maka Islam sudah tercakup di dalamnya. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah Ta’ala,

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

Orang-orang Arab Badui itu berkata, :Kami telah beriman.’ Katakanlah, ‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah, ‘Kami telah tunduk.’ Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.’” (QS. Al-Hujurat: 14)

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَأَخْرَجْنَا مَن كَانَ فِيهَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِّنَ الْمُسْلِمِينَ

Lalu, Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang yang berserah diri.” (QS. Adz-Dzariyat: 35-36)

Setiap mukmin adalah muslim, namun tidak semua muslim itu mukmin. Demikianlah yang disebutkan oleh para ulama peneliti (muhaqqiq), sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah (Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam, penjelasan hadis kedua). Dan karena di pemakaman itu terkumpul orang-orang muslim dan mukmin, maka disebutkanlah keduanya sekaligus dalam lafaz doa tersebut di atas.

Pada kalimat “dan kami insyaAllah akan menyusul kalian semua”, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Mengapa terdapat kata “insyaa Allah”, sedangkan kematian itu pasti datang? Bagaimana mungkin sesuatu yang sudah pasti datangnya (yaitu, kematian) dikaitkan dengan kehendak (masyiah) Allah Ta’ala?

Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah waktu datangnya kematian. Sehingga maknanya menjadi, “Ketika Allah menghendaki.” Dengan kata lain, “Kami akan menyusul kalian pada waktu yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala.”

Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah mati di atas keimanan. Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menziarahi pemakaman lalu berdoa,

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ

Semoga keselamatan tetap dilimpahkan kepadamu, wahai kaum mukminin … ” (HR. Muslim no, 249)

Adapula yang menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah dalam rangka melaksanakan firman Allah Ta’ala,

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَداً إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ

Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut), ‘InsyaAllah.”” (QS. Al-Kahfi: 23, 24)

Sebagian ulama yang lain menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah “menyusul kalian semua di tempat (pemakaman) yang ini”. Sehingga kata insyaa Allah tersebut dimaksudkan untuk bertemu (menyusul) di tempat pemakaman tertentu. Karena kita tidak tahu di mana kita akan dimakamkan ketika meninggal dunia. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Qurthubi rahimahullah. (Lihat Ma’alimus Sunan, 4: 351; At-Tamhid, 20: 243; Al-Mufhim, 1: 500-501; dan Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, 3: 140)

Faedah-faedah dari hadis di atas

Terdapat beberapa faedah dari hadis di atas, di antaranya:

Faedah pertama, hadis tersebut merupakan dalil dianjurkannya ziarah kubur dan mendoakan keselamatan untuk penghuni kubur. Dan juga doa memohon al-‘afiyah (keselamatan) bagi orang yang masih hidup dari penyakit badan dan penyakit hati (yang lebih parah dari penyakit badan) dan bagi penghuni kubur dari azab kubur dan azab neraka. Inilah di antara hikmah ziarah kubur yang berkaitan dengan penghuni kubur.

Adapun hikmah ziarah kubur yang lain adalah yang berkaitan dengan orang yang masih hidup, yaitu bagi peziarah kubur, yaitu pada kalimat dan kami insyaAllah akan menyusul kalian semua.” Dalam kalimat ini terdapat hikmah yang agung, yaitu ketika seseorang meyakini bahwa dia akan berjumpa dengan kematian dan dia tidak tahu kapan dia akan mati, wajib baginya untuk mempersiapkan bekal dan menyiapkan diri agar dia tidak berjumpa dengan kematian dalam kondisi lalai dan banyak maksiat.

Ziarah kubur ini tidak memiliki waktu khusus (tertentu). Bahkan ziarah kubur dianjurkan di setiap waktu, baik malam atau siang hari. Oleh karena itu, terdapat dalam Shahih Muslim dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berziarah ke kubur Baqi’ pada malam hari. Adapun mengkhususkan (mengistimewakan) waktu ziarah kubur di hari Jumat atau ketika hari raya, maka hal itu tidak memiliki dalil dari syariat.

Faedah kedua, terdapat di dalam Shahih Muslim, dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika menceritakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berziarah ke pemakaman Baqi’. Di dalamnya terdapat keterangan,

حَتَّى جَاءَ الْبَقِيعَ فَقَامَ، فَأَطَالَ الْقِيَامَ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

“Ketika beliau sampai di Baqi’, beliau memperlama berdiri, kemudian mengangkat tangannya tiga kali … “ (HR. Muslim no. 974)

Di dalam hadis tersebut terdapat dalil dianjurkannya mengangkat kedua tangan ketika mendoakan penghuni kubur. Juga terdapat dalil bawa doa sambil berdiri itu lebih baik dibandingkan sambil duduk ketika di pemakaman. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 7: 48 dan Fataawa Ibnu Baaz, 13: 337-338)

Faedah ketiga, para ulama berdalil dengan hadis ini bahwa orang yang meninggal dunia itu mendapatkan manfaat dari doa orang yang masih hidup. Karena jika doa orang yang masih hidup itu tidak ada manfaatnya, lalu buat apa didoakan?

Demikian pula sebagian ulama berdalil dengan hadis ini bahwa roh orang yang meninggal dunia itu dikembalikan lagi ke jasadnya ketika sedang didoakan (keselamatan). Dan juga bahwa mayit itu mendengar ucapan orang yang masih hidup secara umum, bukan mendengar secara terus-menerus. Akan tetapi, di waktu dan kondisi tertentu, mereka bisa mendengar. Hal ini adalah pendapat Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim rahimahumallah. (Lihat Al-Fataawa, 24: 331, 364)

Faedah keempat, Ash-Shan’ani rahimahullah berdalil dengan hadis riwayat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma di atas bahwa orang yang lewat di pemakaman itu tetap dianjurkan untuk mengucapkan doa (salam) meskipun dia tidak bermaksud untuk ziarah kubur. (Lihat Subulus Salaam, 2: 228)

Akan tetapi, pendapat ini perlu ditelaah kembali, apalagi mengingat hadisnya dha’if. Dan bisa jadi yang dimaksudkan oleh Ash-Shan’ani dan para ulama yang lainnya rahimahumullah adalah bahwa pemakaman pada zaman dahulu itu tidak memiliki batas (pagar) yang tegas dan jelas. Sehingga orang yang lewat di jalan bisa saja melihat (melewati) makam meskipun tidak bermaksud ziarah kubur secara khusus. Adapun di zaman sekarang, kompleks pemakaman itu memiliki batas (pagar) yang jelas. Zahir dari hadis di atas bahwa doa tersebut tidaklah diucapkan, kecuali ketika masuk ke area pemakaman.

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Yang lebih afdal adalah tetap mengucapkan doa (salam) meskipun hanya sekedar lewat. Akan tetapi, bermaksud (berniat) untuk ziarah kubur itulah yang lebih afdal dan lebih sempurna.” (Al-Fataawa, 13: 333)

Faedah kelima, di dalam hadis tersebut terdapat dalil bahwa dianjurkan mendoakan diri sendiri terlebih dahulu sebelum mendoakan orang lain, yaitu diambil dari kalimat, “Saya memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian al-‘afiyah (keselamatan).”

Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

@Rumah Kasongan, 2 Syawal 1444/ 23 April 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 380-384).

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84577-doa-ketika-masuk-pemakaman.html

Petugas Haji Lansia Siap Jalankan Tugas

Jamaah haji lansia akan menjadi atensi kementerian agama.

Petugas haji layanan lanjut usia bersiap untuk menjalankan tugasnya pada penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Salah satunya adalah Ikhsan Syafari seorang petugas haji layanan lansia asal Kabupaten Semarang Jawa Tengah.

Sebagai petugas haji layanan lanjut usia (lansia) yang akan bertugas pada penyelenggaraan ibadah haji 2023, Ikhsan Syafari, telah menyiapkan berbagai hal agar dapat memberikan pelayanan dan pendampingan yang optimal bagi seluruh jamaah lansia yang menunaikan ibadah haji tahun ini. Selain menjaga kesehatan fisik, Ikhsan terus berupaya menambah pengetahuannya tentang pelayanan bagi lansia. 

“Kita sudah mendapatkan pembekalan di Jakarta selama sepuluh hari. Tentunya petugas harus sigap dalam melayani segala kebutuhan lansia, baik itu di embarkasi, pemondokan dan dalam melakukan ibadah-ibadah,” kata Ikhsan kepada Republika.co.id beberapa hari lalu.

Ikhsan mengatakan bahwa dirinya pernah memiliki pengalaman dalam melayani jamaah haji lansia saat bekerja sebagai petugas pendamping jamaah haji khusus pada sebuah biro travel haji dan umroh. Pengalaman tersebut menjadi modal berharga baginya untuk memberikan pelayanan yang optimal pada jamaah haji lansia yang melaksanakan haji tahun ini. Selain itu dalam keseharian pun ia mengaku sangat sering berinteraksi dengan para lansia di lingkungan tempat tinggalnya. 

“Saya care dengan para lansia, karena pergaulan sehari-hari saya juga banyak bergaul dengan orang-orang tua, dengan para kiai sepuh, dan tokoh-tokoh sepuh masyarakat, jadi memang lebih punya care ke sana,” kata Ikhsan yang menjadi petugas haji layanan lansia rekomendasi salah satu Pondok Pesantren di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. 

Ikhsan mengatakan ia akan bertugas sebagai petugas haji layanan lansia di sektor 3 Madinah. Ia mengatakan ada sebanyak 60 petugas haji layanan lansia yang tersebar di 6 sektor di Madinah. Setiap sektor terdapat 10 petugas haji layanan lansia. Namun demikian, menurutnya, petugas haji layanan lansia akan dibantu oleh para mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di Arab Saudi dan sekitarnya dalam memberikan pelayanan bagi lansia. 

Yang utama bagi para petugas haji layanan lansia yakni totalitas dalam melayani jamaah lansia, memiliki empati dan mau mendengar yang dikeluhkan para lansia, serta menyayangi para jamaah lansia seperti menyayangi orang tua sendiri. 

Ikhsan mengatakan dengan total petugas lansia secara keseluruhan sekitar 300 orang, sedangkan jumlah lansia yang menunaikan ibadah haji tahun ini adalah sebanyak 67 ribu,  maka yang perlu dilakukan petugas haji layanan lansia adalah mengakomodir semua komponen untuk peduli terhadap lansia dengan cara membuat lingkungan ramah lansia. 

“Jadi kalau hanya mengandalkan tim kami, katakan di Madinah itu berarti ada 60 petugas haji layananan lansia, kalau hanya mengandalkan petugas haji lansia saja itu tidak mampu. Maka yang perlu dilakukan adalah kita membuat lingkungan di mana semua komponen yang ada itu peduli terhadap lansia. Baik itu akomodasi, transportasi, konsumsi dan lainnya,” katanya.

Ia mencontohkan pada sektor konsumsi petugas haji layanan lansia akan berkoordinasi dengan penyedia makanan dalam hal memberikan makanan yang sesuai dibutuhkan masing-masing para lansia.

Dalam hal akomodasi, para lansia akan mendapatkan layanan prioritas seperti tempat tidur yang lebih dekat dengan keluarga atau ketua kloter sehingga dapat lebih mudah dalam menerima layanan, selain itu diprioritaskan dalam layanan baik keberangkatan, ketika berada di Tanah Suci dan kepulangan.

Petugas haji layanan lansia juga terus berkoordinasi dengan petugas kesehatan untuk mengetahui kesehatan jamaah lansia serta memberikan obat-obatan medis yang diperlukan jamaah lansia. 

IHRAM

Ilmu Bekal Hidup Bahagia

Bismillah. Wa bihi nasta’iinu.

Saudaraku yang dirahmati Allah, salah satu perkara penting yang sering dilupakan oleh manusia adalah menempuh jalan kebahagiaan bersama ilmu agama. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sesungguhnya belajar agama menjadi kebutuhan setiap manusia. Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Manusia membutuhkan ilmu jauh lebih banyak daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman itu dibutuhkan sekali atau dua kali dalam sehari. Adapun ilmu dibutuhkan sebanyak hembusan nafas.” Perkataan ini dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Miftah Daris Sa’adah dalam pembahasan keutamaan ilmu dan ahlinya.

Allah Ta’ala berfirman,

 وَٱلۡعَصۡرِ إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِی خُسۡرٍ إِلَّا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡا۟ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡا۟ بِٱلصَّبۡرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-’Ashr : 1-3)

Orang yang merugi adalah yang tidak menggunakan umurnya dalam kebaikan dan pahala. Hidupnya hanya seperti binatang ternak. Mereka sangat mengerti dalam hal-hal yang tampak/zahir dari kehidupan dunia. Sementara dalam urusan akhirat, mereka selalu lalai dan abai. Oleh sebab itu, yang mereka cari adalah kesuksesan duniawi semata dan tidak pernah memikirkan bekal apa yang hendak mereka bawa ketika berjumpa dengan Allah. Subhanallah!

Allah Ta’ala berfirman,

فَمَن كَانَ یَرۡجُوا۟ لِقَاۤءَ رَبِّهِۦ فَلۡیَعۡمَلۡ عَمَلࣰا صَـٰلِحࣰا وَلَا یُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦۤ أَحَدَۢا

“Maka, barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal saleh dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apa pun.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Bagi orang-orang beriman, amal saleh dan ketakwaan merupakan perhiasan terindah dan bekal paling utama untuk menyambut kematian. Oleh sebab itu, mereka berdoa kepada Allah untuk diberikan kebaikan di dunia dengan ilmu dan ibadah, serta kebaikan di akhirat berupa surga. Mereka berusaha keras untuk menjaga iman dan tauhid yang ada di dalam dirinya agar tidak rusak oleh syirik dan berbagai bentuk kezaliman ataupun kekafiran.

Allah Ta’ala berfirman,

ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَلَمۡ یَلۡبِسُوۤا۟ إِیمَـٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang diberi keamanan. Dan mereka itulah orang-orang yang selalu diberi petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82)

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّهُۥ مَن یُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَیۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ وَمَا لِلظَّـٰلِمِینَ مِنۡ أَنصَارࣲ

“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka. Dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong.” (QS. Al-Ma’idah: 72)

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدۡ أُوحِیَ إِلَیۡكَ وَإِلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكَ لَىِٕنۡ أَشۡرَكۡتَ لَیَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَـٰسِرِینَ

“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu. Jika kamu berbuat syirik, pasti lenyap semua amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

Apabila seorang muslim menyadari bahwa dengan ilmu akan semakin terang jalannya menuju Allah dan surga, niscaya dia akan berusaha menempuh jalan ilmu itu apa pun resiko yang harus dihadapinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا إلى الجنة

“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu (agama), niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Banyak orang lupa bahwa kunci kebahagiaan itu bukan pada tumpukan harta atau eloknya rupa, tetapi sesungguhnya iman dan ilmu merupakan kunci kebahagiaan hakiki dan gerbang menuju kenikmatan surga. Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman (yang artinya), “Aku telah mempersiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh suatu kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terbersit dalam hati manusia.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى

Semua umatku pasti masuk surga kecuali orang yang enggan.”

Para sahabat bertanya,

ومن أبى يا رسول الله؟

Siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah?

Beliau menjawab,

من أطاعني يدخل الجنة ومن عصاني فقد أبى

Barangsiapa taat kepadaku, dia masuk surga. Dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka dia itulah orang yang enggan.” (HR. Bukhari)

Al-Hasan rahimahullah menafsirkan makna doa yang terdapat dalam firman Allah ‘Azza Wajalla,

رَبَّنَاۤ ءَاتِنَا فِی ٱلدُّنۡیَا حَسَنَةࣰ وَفِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ حَسَنَةࣰ

“Wahai Rabb kami berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.”

Beliau mengatakan, “Kebaikan di dunia adalah ilmu dan ibadah. Adapun kebaikan di akhirat adalah surga.” (lihat Akhlaq Al-‘Ulama, hal. 40)

Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata, “Barangsiapa melakukan suatu amal tanpa landasan ilmu, maka apa-apa yang dia rusak itu justru lebih banyak daripada apa-apa yang dia perbaiki.” (lihat Jami’ Bayan Al-‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 131)

Abu Ja’far Al-Baqir Muhammad bin ‘Ali bin Al-Husain rahimahullah berkata, “Seorang alim (ahli ilmu) yang memberikan manfaat dengan ilmunya itu lebih utama daripada tujuh puluh ribu orang ahli ibadah.” (lihat Jami’ Bayan Al-‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 131)

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ilmu lebih diutamakan daripada perkara yang lain karena dengannya (manusia) bisa bertakwa.” (lihat Manaqib Al-Imam Al-A’zham Abi ‘Abdillah Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri, hal. 30)

Segera obati hatimu

Syekh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah pernah ditanya,

اذا كان الانسان عنده قسوة في قلبه.. فأي الأمور التي تلين من قسوة القلب؟

Apabila seorang insan mendapati hatinya menjadi keras, maka perkara apakah yang bisa melembutkan hati yang keras itu?

Beliau menjawab,

لا أحسن ولا ألزم من القرآن الكريم هو الذي يلين القلوب قال الله جل وعلا: (الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ)، فالذي يلين القلوب هو القرآن الذي لو أنزله الله (عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعاً مُتَصَدِّعاً مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ)، وكذلك مجالسة الصالحين والاستماع للقرآن والاستماع للوعظ والتذكير هذا مما يلين القلوب

Tidak ada sesuatu yang lebih bagus dan lebih manjur daripada Al-Qur’an Al-Karim. Itulah yang akan bisa melembutkan hati. Allah Jalla Wa‘ala berfirman (yang artinya), ‘Orang-orang yang beriman dan hatinya merasa tentram dengan zikir kepada Allah. Ketahuilah, bahwa dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang.’

Oleh sebab itu, perkara yang bisa melembutkan hati adalah Al-Qur’an. Yang seandainya ia diturunkan oleh Allah ‘kepada sebuah gunung, niscaya kamu akan melihat ia menjadi tunduk dan hancur karena rasa takut kepada Allah.’ Demikian pula, hendaknya banyak berkumpul dengan orang-orang yang saleh, rajin mendengarkan Al-Qur’an, suka mendengarkan nasihat dan peringatan, maka itu merupakan sebab-sebab yang akan bisa melembutkan hati.” (Sumber : http://www.alfawzan.af.org.sa/node/14944)

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semuanya. Amin.

***

@Markaz YPIA, Pogungrejo

11 Syawwal 1444

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84727-ilmu-bekal-hidup-bahagia.html

Penyesalan di Hari Akhir

Betapa banyak orang yang saat ini sedang menyesali masa lalunya. Menyesali waktu yang telah terbuang dengan sia-sia. Tidak belajar giat semasa kecil, menyesali kebodohannya saat ini. Tidak bekerja keras semasa muda, menyesali kemiskinannya saat ini. Berhura-hura di masa dewasa, menyesali sisa-sisa hari tuanya saat ini. Tidak berbakti kepada orang tua selagi masih hidup, menyesali kini mereka sudah tiada. Tidak mendidik anak dengan sebaik mungkin, menyesali kini anaknya membangkang dan tak tahu agama. Betapa banyak manusia menyesali hari-hari yang sudah terlewati.

Penyesalan di akhirat lebih besar

Seberapa pun besar penyesalan seseorang selama di dunia, tidak lebih besar dari penyesalan ketika di akhirat nanti. Di antara nama dari hari kiamat adalah yaumul hasrah, yang berarti hari penyesalan yang sangat mendalam. Jadi, penyesalan pada hari itu jauh lebih besar dari penyesalan selama di dunia. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

“Dan berilah mereka peringatan tentang Yaumul Hasrah, (yaitu) ketika segala perkara telah diputuskan. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.” (QS. Maryam: 39)

Ibnu ‘Asyur menjelaskan Al-Hasrah adalah penyesalan yang sangat besar yang mengantarkan kepada kesedihan yang sangat dalam. (At-Tahrir wa At-Tanwir, 16: 108, Asy-Syamilah)

Allah Ta’ala berfirman,

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰى يَدَيْهِ يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِى اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُوْلِ سَبِيْلًا

“(Ingatlah) hari (ketika) orang zalim menggigit kedua tangannya seraya berkata, ‘Seandainya (dahulu) aku mengambil jalan bersama rasul.’” (QS. Al-Furqan: 27)

Orang-orang yang berbuat zalim dengan kesyirikan, kekufuran, dan pendustaannya terhadap Rasul akan sangat menyesal, meratapi, dan sangat bersedih dengan apa yang telah dilakukannya selama di dunia. (Taisir Al-Karimi Ar-Rahman, hal. 581) Apabila orang yang di dunia saat ini sedang menyesal, maka dia akan menggigit jemarinya. Adapun pada ayat di atas, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa yang digigit bukan hanya jemarinya melainkan tangannya. Ini menunjukkan betapa menyesalnya mereka di hari tersebut.

Semua orang akan menyesal

Di hari kiamat nanti, semua orang akan menyesal. Orang yang baik maupun jahat, suka bermaksiat maupun taat, muslim maupun kafir, semua akan menyesal. Allah Ta’ala berfirman,

كَلَّآ اِذَا دُكَّتِ الْاَرْضُ دَكًّا دَكًّاۙ   وَّجَآءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّاۚ وَجِايْۤءَ يَوْمَىِٕذٍۢ بِجَهَنَّمَۙ يَوْمَىِٕذٍ يَّتَذَكَّرُ الْاِنْسَانُ وَاَنّٰى لَهُ الذِّكْرٰىۗ يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِيْ قَدَّمْتُ لِحَيَاتِيْۚ

“Sekali-kali tidak! Apabila bumi diguncangkan berturut-turut (berbenturan), dan Tuhanmu datang, dan malaikat berbaris-baris, dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam. Pada hari itu sadarlah manusia, tetapi tidak berguna lagi baginya kesadaran itu. Dia berkata, ‘Alangkah baiknya sekiranya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini.’” (QS. Al Fajr: 21-24)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa kelak bumi dan gunung akan dibenturkan dan diratakan, kemudian manusia akan dibangkitkan dari kuburnya. Kemudian pada saat itu neraka jahanam akan didatangkan dengan 70.000 tali kekang dan 70.000 malaikat yang menarik di setiap talinya kekangnya sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Kemudian manusia akan dibuat ingat oleh Allah Ta’ala dengan amalannya selama di dunia dahulu. Saat itulah semua manusia akan menyesal. Para pendosa akan menyesali maksiat yang telah mereka lakukan. Dan orang yang taat akan menyesal karena kurangnya ketaatan selama di dunia. (Tafsir Ibnu Katsir, 8: 389)

Jika seorang muslim yang berbuat maksiat maupun berbuat ketaatan saja menyesal, tentu orang-orang kafir akan lebih menyesal lagi. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنذَرْنَاكُمْ عَذَاباً قَرِيباً يَوْمَ يَنظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنتُ تُرَاباً

Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (wahai orang kafir) tentang siksa yang dekat. Pada hari manusia melihat segala hal yang telah diperbuat oleh kedua tangannya. Dan orang kafir berkata, ‘Alangkah baiknya andaikan dahulu aku hanyalah tanah.’” (QS. An-Naba: 40)

Orang kafir pada hari itu berharap seandainya dirinya sewaktu di dunia berupa tanah, bukan makhluk dan tidak dikeluarkan ke alam wujud. Demikian itu terjadi saat dia menyaksikan azab Allah Ta’ala di hadapannya dan dia melihat semua perbuatan kerusakan dan dosa yang telah dicatat oleh para malaikat yang mulia lagi bertakwa. Menurut pendapat lain, sesungguhnya orang kafir itu berandai-andai menjadi tanah karena menyaksikan peradilan Allah Ta’ala saat menghukumi antar hewan terhadap kejadian-kejadian yang telah dilakukan dengan sesama ketika di dunia. Allah Ta’ala memutuskan perkara di antara mereka dengan hukum-Nya yang Mahaadil dan tidak aniaya, sehingga kambing yang tidak bertanduk disuruh membalas terhadap kambing yang bertanduk yang dahulu sewaktu di dunia pernah menanduknya. Apabila peradilan telah dilakukan terhadap mereka, Allah Ta’ala berfirman kepada mereka, ‘Jadilah kamu tanah!’ Maka, semuanya kembali menjadi tanah. Dan saat itulah orang kafir berkata, ‘Alangkah baiknya andaikan dahulu aku hanyalah tanah’, yaitu menjadi hewan yang akhirnya dikembalikan menjadi tanah. (Tafsir Ibnu Katsir, 8: 314)

Penyesalan terbesar

Di hari kiamat nanti, orang-orang kafir akan sangat menyesali kenapa dahulu selama di dunia tidak mengikuti seruan yang datang padanya. Allah Ta’ala berfirman,

وَاَنْذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيْهِمُ الْعَذَابُۙ فَيَقُوْلُ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا رَبَّنَآ اَخِّرْنَآ اِلٰٓى اَجَلٍ قَرِيْبٍۙ نُّجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَۗ اَوَلَمْ تَكُوْنُوْٓا اَقْسَمْتُمْ مِّنْ قَبْلُ مَا لَكُمْ مِّنْ زَوَالٍۙ

“Berikanlah (Nabi Muhammad) peringatan kepada manusia tentang hari (ketika) azab datang kepada mereka. Maka, (ketika itu) orang-orang yang zalim berkata, “Ya Tuhan kami, tangguhkanlah (azab) kami (dan kembalikanlah kami ke dunia) walaupun sebentar, niscaya kami akan mematuhi seruan-Mu dan akan mengikuti rasul-rasul.” (Kepada mereka dikatakan,) “Bukankah dahulu (di dunia) kamu telah bersumpah bahwa sekali-kali kamu tidak akan beralih (dari kehidupan dunia ke akhirat)?” (QS. Ibrahim: 44)

Ath-Thabari rahimahullah mengatakan bahwa orang zalim yang kafir terhadap Rabbnya berarti merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri. Mereka memohon agar azabnya ditangguhkan dan memohon supaya Allah Ta’ala memberikan kesempatan agar mereka dikembalikan ke dunia untuk memenuhi seruan-Nya. Seruan yang benar sehingga mereka bisa beriman kepada Allah Ta’ala dan tidak menyekutukan dengan sesuatu apa pun. Inilah penyesalan terbesar mereka. Kenapa mereka selama di dunia melakukan kesyirikan, yakni tidak menyembah hanya kepada Allah Ta’ala semata. Mereka juga berjanji akan membenarkan para rasul dan mengikuti apa yang diajarkannya. (Tafsir Ath-Thabari, 17: 35)

Penyesalan di kala itu tinggallah penyesalan. Allah Ta’ala tidak akan mengembalikannya ke dunia lagi. Dahulu Allah Ta’ala telah memberikan waktu yang lama, kesempatan yang sangat banyak, peringatan berulang kali, tetapi mereka tidak mau mengikuti. Kelak saat waktu sudah habis, saat azab di hari kiamat jelas di depan mata, barulah dia sadar, menyesal, dan bertekad untuk beriman, bertauhid yang benar, dan menaati Rasul. Sudah terlambat, kesadaran, penyesalan, dan tekad sekuat apapun itu sudak tak berguna lagi. Waktu telah habis.

Saat ini, Allah Ta’ala belum menutup pintu itu. Masih ada waktu untuk kita. Apakah hati kita terketuk kemudian mau bertekad memperbaiki semua yang telah lalu sebelum penyesalan itu terjadi??

Semoga Allah Ta’ala memberikan kita hidayah dan taufik Nya.

***

Penulis: Apt. Pridiyanto

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84722-penyesalan-di-hari-akhir.html

Hindari Hoaks, Bangun Budaya Tabayun

Memasuki tahun politik, masyarakat dihadapkan pada maraknya informasi dengan berbagai narasi, seperti hoaks (berita bohong), ujaran kebencian (hate speech), propaganda, opini untuk menciptakan public distrust terhadap pemerintah, mengadu domba dan memecah belah persatuan. Untuk hal diatas, masyarakat diimbau untuk membangun budaya tabayyun dan saring sebelum sharing.

Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, Konsultan Komunikasi dan Pakar Sosial Media mengungkapkan hoaks, misinformasi, disinformasi akan muncul di tahun politik ini. Menurutnya, informasi tersebut kerap sengaja diproduksi untuk membangun character assassination atau pembunuhan karakter terhadap seseorang maupun kelompok.

“Hal ini terjadi karena orang atau kelompok tersebut tidak percaya diri dengan kemampuannya untuk bersaing secara sehat,” ujar Kang Arul, sapaan Rulli Nasrullah, di Jakarta, Jumat (12/5/2023).

Kang Arul mengatakan konten tersebut dengan sengaja ‘dimakan’ dan disebarluarkan oleh buzzer dan influencer dengan memiliki semangat yang sama untuk menjatuhkan. Sebagai penerima pesan (receiver), hal ini menjadi catatan tersendiri untuk membangun ketahanan agar tidak mudah terkena maupun menyebarkan hoaks.

Menurut Kang Arul, persoalan hoaks itu menyasar ke emosi seseorang. Misalnya, konten terkait agama, suku, ras, agama, budaya, dan lainnya. Penulis buku Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia) ini berpendapat ada tiga alasan kenapa hoaks itu bisa berkembang.

“Pertama, banyak pengguna media sosial itu berpikir memakai logika waktu cepat. Jadi logika waktu cepat itu adalah informasi yang dipublikasikan itu main di telan saja, tanpa melakukan konfirmasi, tanpa melakukan check and re-check terhadap media-media mainstream,” ucap Kang Arul.

Kedua, lanjutnya friendvertaising, iklan atau informasi yang disampaikan oleh teman. Kang Arul mengatakan terkadang, relasi ini membuat masyarakat percaya terhadap seseorang, sehingga mudah untuk menerima dan menyebarkan informasi yang belum tentu benar.

“Apalagi sahabat, ternyata nge-share ke kita, masa hal-hal yang hoaks, gitu? Jadi, nggak mungkinlah teman-teman itu ngirimin hoaks segala macam,” kata Kang Arul.

Ketiga adalah kondisi psikologis yang tidak sadar. Hal ini terjadi karena lingkungan, dan circle pertemanan, dan konten yang dibaca adalah konten yang serupa. Sehingga secara naluri, orang itu tidak punya pilihan lain selain mempercayai hal-hal-hal tersebut. Apalagi ketika yang bersangkutan memiliki afiliasi yang berbeda, sehingga semakin membuat untuk membenci atau tidak senang.

“Karena temennya ngomong seperti itu, terus dia buka akun yang lain juga, (lingkungannya) juga nge-share juga seperti itu. Kemudian setiap hari dia juga mengakses informasi yang sama,” ucap Kang Arul.

Oleh karena itu, Kang Arul menambakan, ketika berhadapan dengan sebuah berita, masyarakat harus punya waktu cukup untuk mencerna berita tersebut. Artinya ketika berita atau informasi diterima, tidak bisa serta merta langsung menerima. Kita harus memastikan dulu bahwa ini sumbernya dari mana. Apakah dari media yang ‘ecek-ecek’, atau dari media mainstream. Kemudian, masyarakat harus membaca penuh isi konten, jangan hanya membaca judulnya saja.

“Netizen itu sudah semestinya membaca itu secara penuh. Karena persoalannya ada banyak yang terjadi itu hanya termakan oleh clickbait, dari judul, dari paragraf pertama, dan dia males baca sampai akhir. Itu yang membuat persepsi itu menjadi yang sangat luar biasa, menjadi penyebaran efek domino.”

Membangun Budaya Tabayun

Dengan beragam informasi yang diperoleh di tahun politik ini, sejatinya masyarakat dapat melakukan tabayun sebelum men-share atau bertindak lebih jauh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tabayun memiliki arti pemahaman atau penjelasan. Mengutip buku Akidah Ahklak yang terbitkan oleh Kementerian Agama RI, dijelaskan tabayun atau tabayun memiliki arti mencari kejelasan hingga terang benderang.

Menurut Kang Arul, membangun budaya tabayun dapat dimulai dari diri sendiri. Setiap individu bisa memfilterisasi siapa teman kita di media sosial. Dengan begitu, setiap orang bisa menciptakan pertemanan yang dapat meminimalisir ujaran kebencian maupun hoaks di sekitarnya.

“Ketika teman-teman saya sudah ngomongin politik, sudah bahasanya kasar, saya langsung mematikan notifikasi status-status dia di media sosial. Ada beberapa yang saya langsung unfriend, kenapa? Karena dimulai dari situ, kita memilih siapa teman kita,” ucap Doktor lulusan Universitas Gajah Mada ini. “Matikan saja notifikasinya, jangan muncul di wall kita, itu jauh lebih aman. Karena itu tadi kriteria yang ketiga, bermain tidak sadar, ketika kita dalam kondisi emosinya tidak bagus,” tambah Arul.

Selain itu, Kang Arul juga menegaskan pentingnya kesadaran diri untuk meningkatkan literasi dan verifikasi melalui berbagai informasi dan platform yang tersedia seperti kanal cek fakta dan lainnya. Dengan begitu seseorang akan memiliki kehatihatian dalam menerima atau meneruskan informasi.

Dalam perspektif agama, Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga mengungkapkan pentingnya bertabayun dalam agama, yang tercantum dalam Alquran, Surat Al Hujurat ayat 6.

“Ketika datang informasi kepada dirimu, maka harus bertabayun, mengecek gitu lah, ini cek nih siapa yang menginformasikan, siapa ini asalnya dari mana, isinya apa, jadi jangan buru-buru ditelan,” tutup Kang Arul.

ISLAM KAFFAH

Berhenti Menjadi Toxic Parents; Inilah Anjuran Islam Membahagiakan Anak

Setiap anak yang terlahir adalah amanah Tuhan yang dititipkan kepada orang tuanya. Karenanya, setiap anak yang terlahir itu berhak lahir dalam keluarga yang lembut, penuh cinta dan kasih sayang. Akan tetapi, perintah agama agar mengayomi dan menyayangi anak sering dilanggar oleh orang tua.

Tidak sedikit orang tua yang terlalu protektif, sering menyalahkan dan memaksakan ego mereka kepada anak sehingga menjadi kasar dan destruktif. Bukan kebahagiaan dan kesenangan yang dirasakan oleh anak, melainkan penderitaan dan tekanan. Situasi demikian menyebabkan disfungsi keluarga, atau dikenal sebagai Toxic Parents.

Tanda-tanda yang masuk dalam kategori Toxic Parents adalah egois, over protektif dan suka mengontrol, menuntut berlebihan, suka memarahi dan kurang menghargai dan bercanda yang berlebihan. Perilaku orang tua seperti ini dapat berakibat buruk untuk perkembangan hingga psikis anak. Anak pun akan mengalami kerusakan emosional dan mental ketika dewasa.

Perintah Islam untuk Membahagiakan Anak

Islam adalah agama yang ceria dan bahagia. Agama yang menyebut senyum sebagai sedekah yang berpahala dan menyenangkan orang lain menjadi medium seseorang akan dicintai oleh Allah.

Abu Dzar al Ghifari meriwayatkan sebuah hadits, “Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah”. (HR. Tirmidzi).

Dari Abdullah bin Abbas, Nabi bersabda: “Perbuatan yang paling dicintai Allah setelah kewajiban-kewajiban agama adalah membahagiakan orang lain”. (HR. Thabrani).

Senyum dan membahagiakan orang lain menjadi perantara seseorang mendapat pahala dan akan dicintai oleh Allah. Apalagi, kepada anak yang memang menjadi kewajiban orang tua untuk membahagiakan mereka. Tentu memiliki nilai lebih.

Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani dalam Qami’ut Thughyan ala Mandzumah Syu’abil Iman, ia menulis kisah riwayat Sayyidina Ali. Alkisah, pada saat Rasulullah duduk bersama para sahabat, seseorang laki-laki datang kemudian bersimpuh di depan Nabi. Ia datang karena telah melakukan dosa besar dan berharap ada tebusan untuknya.

Sayangnya, ketika ditanya tentang dosa yang telah diperbuat, laki-laki tersebut malu menceritakannya kepada Nabi sehingga beliau berbicara dengan nada tinggi, “Kamu malu mengatakannya padaku, tetapi kepada Allah yang Maha Melihat kamu tidak malu”. Beliau kemudian menyuruh laki-laki itu pergi. Laki-laki itu pergi dengan berurai air mata serta kesedihan.

Jibril kemudian datang menegur Rasulullah. Jibril menyayangkan tindakan Nabi yang bersikap kasar kepada laki-laki tersebut. Padahal, kata Jibril, sebesar apapun dosa laki-laki tadi, ia masih memiliki kaffarat (penebus dosa) yang bisa menghapus dosanya.

Nabi bertanya kepada malaikat Jibril tentang kaffarat tersebut. Jibril menjelaskan, laki-laki tadi memiliki anak kecil. Setiap kali ia pulang anaknya itu menyambutnya dengan gembira. Setiap kali pulang laki-laki itu selalu membawa makanan atau mainan yang membuat anaknya gembira.

Begitulah, Islam sangat menganjurkan kepada para orang tua untuk selalu membahagiakan anak-anaknya. Karenanya, toxic Parents merupakan perilaku yang terlarang dalam Islam. Membahagiakan tidak berarti menuruti semua keinginan anak. Namun, selama keinginan anak tidak bertentangan dengan syariat Islam alangkah baiknya untuk dipenuhi supaya mereka bergembira dan berbahagia.

Rasulullah bersabda: “Pemberian tambahan seseorang kepada keluarganya lebih utama dari pada pemberian tambahan kepada orang lain seperti keutamaan seseorang shalat berjamaah dibanding dengan shalat sendirian”. (HR. Ibnu Abi Syaibah).

Ada banyak cara membahagiakan anak. Membawakan mereka oleh-oleh setiap pulang ke rumah, membawa mereka rekreasi, mengajak bermain dan sebagainya. Jangan sampai anak mengalami trauma dan tekanan mental. Orang tua tidak boleh bersikap otoriter dan egois, memaksa anak supaya mengikuti semua keinginannya. Turuti cara berpikir dan kemauan anak selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.

ISLAM KAFFAH

Jangan Berharap Kematian karena Kepayahan Hidup

Jauhkan diri meminta kematian saat kita dalam kepayahan atau sakit berkepanjangan.  Tapi bagi orang beriman, kapanpun dipanggil, kita harus bersiap diri

SAAT kita menghadapi kepayahan hidup, sakit yang tak kunjung sembuh, kondisi ekonomi yang semakin sulit, problematika rumah tangga yang semakin kompleks, adakalanya kita berharap kematian untuk mengakhiri segala penderitaan yang dihadapi.

Adakalanya kesabaran menjadi habis, merasa tak berguna, putus asa dan hilang harapan. Kata-kata yang terucap, “lebih baik mati saja”, hidupku tak akan lama lagi, dan kata-kata perpisahan lainnya.  Ketika kita berharap kematian, Allah Swt belum juga mengakhiri ajal hambanya.

Setiap yang bernyawa sudah pasti akan menemui kematian. Namun, kematian seperti apa yang akan kita hadapi nanti.

Jika Allah Swt menghendaki kita pulang, akan ada saatnya kita kembali ke pangkuan-Nya. Tapi jika Allah Swt belum menakdirkan ajal hambanya, itu tanda kita masih diberi kesempatan untuk bertaubat dan berbenah diri.

Allah Swt tahu kita lelah, sakit yang kita rasakan, hidup dengan segala kepayahannya, dan penderitaan yang tak   kunjung usai. Tapi Tuhan lebih tahu, kapan waktu yang tepat, kapan kita harus pulang dan istirahat di alam yang berbeda.

Rasulullah ﷺ melarang seseorang berangan-angan agar lekas mati. Dalam riwayat dari sahabat Abu Hurairah ra disebutkan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,  

لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ، وَلَا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ، إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ، وَإِنَّهُ لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلَّا خَيْرًا

 “Janganlah seseorang mengharapkan kematian dan janganlah meminta mati sebelum datang waktunya. Karena orang mati itu amalnya akan terputus, sedangkan umur seorang mukmin tidaklah bertambah melainkan akan menambah kebaikan.” (HR: Muslim)

Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah ﷺ bersabda

وَلاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ المَوْتَ: إِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَزْدَادَ خَيْرًا، وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعْتِبَ

“Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian. Jika dia orang baik, semoga saja bisa menambah amal kebaikannya. Dan jika dia orang yang buruk (akhlaknya), semoga bisa menjadikannya bertaubat.” (HR: Bukhari)

Juga ingatlah sabda Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan dari Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi:

لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمُ المَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ مُتَمَنِّيًا لِلْمَوْتِ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الوَفَاةُ خَيْرًا لِي

 “Janganlah salah seorang di antara kalian berangan-angan untuk mati karena musibah yang menimpanya. Kalau memang harus berangan-angan, hendaknya dia mengatakan, “Ya Allah, hidupkanlah aku jika kehidupan itu baik untukku. Dan matikanlah aku jika kematian itu baik bagiku.”

وعَنْ أَنَسٍ رضي اللَّهُ عنه قال : قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : لا يتَمنينَّ أَحدُكُمُ الْمَوْتَ لِضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لا بُدَّ فاعلاً فليقُل : اللَّهُمَّ أَحْيني ما كَانَت الْحياةُ خَيراً لِي وتوفَّني إِذَا كَانَتِ الْوفاَةُ خَيْراً لِي

Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

“Janganlah salah seorang di antara kalian berangan-angan untuk mati karena musibah yang menimpanya. Kalau memang harus berangan-angan, hendaknya dia mengatakan, “Ya Allah, hidupkanlah aku jika kehidupan itu baik untukku. Dan matikanlah aku jika kematian itu baik bagiku.” (HR: Bukhari dan Muslim).

Maka bersabarlah apa yang menimpa kita. Dan berdoalah;

HIDAYATULLAH

Kemenkes Imbau Jamaah Haji Waspadai Penularan MERS-CoV

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta jamaah haji untuk mewaspadai penularan Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV). Jamaah pun diimbau untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) selama menjalani ibadah haji.

“Walaupun MERS-CoV belum menjadi kegawatdaruratan kesehatan, namun jamaah haji Indonesia harus tetap mewaspadai penularannya,” ujar Sekretaris Jenderal Kemenkes, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Jumat (12/5/2023).

MERS-CoV bermula di Timur Tengah, yang merupakan turunan dari virus corona (Covid-19). Penyakit ini dapat menyebabkan penyakit sistem pernapasan dan menimbulkan kematian.

Sampai saat ini disampaikan masih belum ada vaksin spesifik untuk mencegah infeksinya. Adapun cara penularan MERS-CoV melalui kontak langsung dengan penderita, melalui percikan dahak (droplet) saat pasien bersin.

Mengingat sampai saat ini belum ada vaksin spesifik untuk mencegah infeksi MERS-CoV ini, Sekjen Kunta mengatakan PHBS masih efektif untuk mencegah penularannya.

Jamaah haji diharapkan rajin mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau dengan disinfektan. Selain itu, penting juga untuk memakai masker saat beraktifitas terutama di kerumunan, serta menutup hidung dan mulut bila bersin dan batuk.

Selanjutnya, ia menyebut jika jamaah haji memiliki masalah kesehatan diharapkan dapat segera melakukan konsultasi dengan petugas kesehatan.

“Kami berharap jamaah haji terus menerapkan protokol kesehatan, menjaga kondisi tubuh dengan istirahat yang cukup dan mengonsumsi makanan yang bergizi. Jika tubuh sehat maka ibadah haji pun lancar,” kata Sekjen Kunta.

Sejalan dengan kewaspadaan MERS-CoV, jamaah haji juga disebut perlu mewaspadai Covid-19. Meski penyakit ini sudah tidak lagi berstatus darurat kesehatan global, tetapi kasus barunya masih bermunculan hingga saat ini.

Oleh karena itu, jamaah haji diimbau untuk melengkapi vaksinasi Covid-19. Vaksinasi dosis lengkap sangat penting dalam memutus rantai penyebaran infeksi tersebut. 

IHRAM