Mengapa Negara-Negara Islam Tidak Maju?

“Jika Islam adalah agama yang benar, mengapa negara Islam tidak maju dan selalu berkonflik?”

Demikianlah, kiranya sebuah ujaran yang sering kita dengar dari pihak oposisi dari kalangan liberal, progresif, filsuf, dan cendikiawan yang kurang melek sejarah, dan hanya mengekor pada sembarang ide dari barat berucap.

Ide-ide progresif bermoto “kebebasan berpikir” pun laku di kalangan para mahasiswa, akademisi, para intelek, free thinker, aktivis, dan semisalnya. Sebab, bagi mereka, memegang teguh tradisi adalah kejumudan. Membaca tulisan agama adalah kemunduran dan mengikuti petuah tokoh agama adalah kuno. Sebagai akibatnya, sekarang kita harus mendengar “kebijaksanaan” para filsuf eksistensialis semacam Friedrich Nietzsche atau Albert Camus, serta membaca novel-novel tulisan Dostoevsky atau Leo Tolstoy agar semakin “berbudaya.”

Berangkat dari fenomena progresifisme itulah, ungkapan semacam, “Jika Islam benar, mengapa umat Islam lemah?”, “Jika Islam benar, mengapa negara Islam tidak maju dan penuh konflik?”, dan ungkapan, “Jika Islam benar, mengapa tidak ada ilmuwan muslim yang mendapat penghargaan nobel?” pun muncul.

Ketika kita renungkan pertanyaan-pertanyaan semacam ini dan berbagai turunannya, maka kita dapati adanya sesat pikir (logical fallacy) dan standar yang keliru dalam menilai. Berikut kami akan jelaskan dalam bentuk poin-poin:

Pertama: Keliru menggeneralisasi semua umat Islam

Orang-orang yang mengatakan hal demikian mengalami kekeliruan generalisasi. Karena, mereka mengambil contoh dari sekelompok umat Islam lalu mengeneralisir semua umatnya di dunia. Sebab, umat Islam di dunia hidup dalam kondisi yang bermacam-macam. Umat Islam di Suriah tidak sama dengan umat Islam di Saudi. Begitu pun umat Islam di Indonesia tidak sama dengan umat Islam di Qatar. Sehingga, umat Islam tidak dalam satu kondisi serupa. Oleh sebab itu, tidak semua umat Islam hidup dalam kemunduran dari aspek materil. Sebab, standar hidup beberapa kelompok umat Islam sangat beragam. Bahkan, ada yang lebih tinggi dibanding penduduk negara-negara maju.

Kedua: Konflik terbesar, pelakunya bukan umat Islam

Jika dikatakan bahwa negara-negara Islam penuh konflik, kita perlu menengok kembali sejarah. Konflik mana yang paling mematikan sepanjang sejarah dan siapakah sosok pelaku di baliknya? Jawabannya adalah Perang Dunia 2 yang menewaskan sekitar 50 juta orang dan pihak yang memulainya adalah kubu barat yang berideologi ateis dan sekuler. Biasanya, merekalah pihak yang mengolok-olok Islam sebagai agama ekstremis, radikal, dan penuh konflik.

Menurut logika mereka, kita juga bisa mengatakan semua orang ateis dan sekularis adalah ekstrimis, radikal, dan penuh konflik. Sebab, konflik-konflik paling mematikan dilakukan oleh orang yang berideologi tersebut. Ditambah lagi bukti langsung yang sedang terjadi, yaitu invasi Israel terhadap Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang telah memakan korban per tanggal 12 Maret 2024 sebanyak 31,045 warga sipil Palestina [1]. Sehingga, semakin terlihat siapa yang sebenarnya pantas disebut ekstremis, radikal, dan penuh konflik.

Penulis juga mendapatkan temuan menarik dalam buku berjudul War Peace Islam” [2] mengenai konflik dengan latar belakang ideologi atau agama mana yang paling menimbulkan korban jiwa dari tahun 0-2008 Masehi. Berikut tabel kesimpulannya:

Dapat dilihat bahwa konflik dengan latar belakang Kristen, Antiteis (Ateis dan Sekuler), dan Buddha berada di tiga besar dari tujuh ideologi atau agama. Sedangkan konflik dengan latar belakang Islam, menempati urutan 6 dari 7.

Seandainya kita gunakan kebiasaan mereka yang kerap melabeli umat Islam dengan radikal dan ekstremis, maka label ekstremis itu seharusnya lebih pantas ditujukan kepada pengikut agama-agam tersebut. Sebab, korban jiwa konflik dengan latar belakang agama tersebut jauh lebih banyak dibandingkan Islam.

Ketiga: Jangan lupakan kolonialisme

Kolonialisme yang dilakukan negara-negara Eropa dari abad 15 sampai pertengahan abad 20 menyisakan luka yang amat mendalam bagi umat Islam. Hampir semua umat Islam pada periode tersebut dijajah oleh Eropa. Mulai dari umat Islam di bagian paling barat, Maroko, hingga umat Islam paling timur, Indonesia.

Gaya penjajahan Eropa sangat berbeda dengan pembukaan (futuhāt) wilayah atau kota yang dilakukan kaum Muslimin. Sebab, penjajahan Eropa bersifat eksploitatif dan koersif. Tujuannya jelas, mengekstrak sumber daya alam dan manusia sebanyak mungkin. Sehingga, saat itu perekonomian umat Islam dibabat habis. Sampai setelah era kolonialisme berakhir, negara-negara Islam yang baru terbentuk (baca: dibentuk Eropa), terseok-seok dengan keadaan politik, ekonomi, dan sosial yang babak belur setelah dieksploitasi. Alamnya diekstrak, sedangkan manusianya diperbudak. Dampaknya, beberapa negara bekas jajahan belum pulih dari kolonialisme tersebut, baik belum pulih karena efek langsung kolonialisme maupun efek tidak langsung, seperti dukungan negara-negara barat pasca kolonialisme terhadap pemimpin-pemimpin sekuler di negara berpenduduk mayoritas muslim.

Keempat: Islam dilihat dari sumbernya bukan umatnya

Kita sebagai ahli sunnah waljamaah, beriman bahwasanya sifat maksum atau bebas dari kesalahan hanya dimiliki oleh para Nabi ‘alaihimush shalatu wassalam, dan kita beriman bahwa kaum muslimin memiliki pemahaman agama yang bertingkat-tingkat. Ada yang memahami sebagian besar syariat Islam, dan ada yang memiliki pemahaman serta praktik yang terbatas terhadap ajaran Islam.

Oleh karenanya, perbuatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok kaum muslimin bisa dibenarkan dan bisa disalahkan, tergantung kesesuaiannya dengan Al-Qur’an, Sunnah, dan ijmak ulama. Sehingga, seharusnya Islam tidak dinilai dari perbuatan orang Islam, tetapi dinilai dari dalil-dalilnya.

Maka, jika ingin melihat hakikat Islam, kita perlu kembali ke asalnya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ, yang mana beliau adalah teladan sempurna dan praktis terhadap ajaran Islam. Sebagaimana yang dikatakan istri beliau Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كان خُلقه القرآن

Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.[3]

Kelima: Sunnatullah di alam semesta

Majunya peradaban barat saat ini disebabkan karena mereka mengambil sebab-sebab kemajuan secara materil. Sebab-sebab tersebut Allah Ta’ala jadikan bagi semua makhluk-Nya, baik yang beriman maupun tidak. Kita sebagai umat Islam beriman bahwasanya Allah Ta’ala menciptakan suatu ketetapan, siapa yang mengambil ketetapan tersebut, maka akan menuai hasilnya, meskipun dia seorang kafir yang bermaksiat kepada Allah. Maka, Allah ‘Azza Wajalla memberikan setiap orang sesuai dengan usaha yang dilakukan.

Keenam: Standar sukses bukan maju secara materil

Merupakan kekeliruan besar jika kita menganggap sesuatu itu sebagai sukses dan maju berdasarkan sisi materil saja. Sebab, kemajuan seseorang atau suatu populasi di dunia dari sisi materil bukanlah tujuan Allah Ta’ala menciptakan manusia.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyāt: 56)

Sehingga, sukses secara materil tanpa didukung dengan tujuan terbesar diciptakannya manusia, yaitu beribadah kepada Allah dan menaati perintah-Nya, tidak bernilai apa pun. Bahkan, hal itu adalah faktor yang membuat manusia menjadi sombong dan inkar.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, ungkapan “Jika Islam benar, mengapa negara Islam tidak maju?” atau ungkapan semisalnya mengandung kesalahan berpikir dan kesalahan standar menilai sebagaimana dijelaskan di atas. Maka, kebenaran Islam tidak dapat diganggu gugat hanya karena kondisi ekonomi atau sosial dari pemeluknya. Melainkan, kita perlu melihat Islam dari dalil-dalilnya. Sehingga, kita sampai pada kesimpulan bahwa Islamlah satu-satunya jalan kebenaran dan jalan keselamatan. Sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan,

إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَـٰمُ ۗ

Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam.” (QS. Ali Imran: 19)

***

Penulis: Faadhil Fikrian Nugroho

Sumber: https://muslim.or.id/92570-mengapa-negara-negara-islam-tidak-maju.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Jangan Ceritakan Dosa Zina Kepada Siapapun Sampai Mati!!

Saya telah melakukan dosa zina sewaktu kecil, tapi saya tidak tahu itu dosa tpi saat bersamaan saya takut ketahuan, saya saat ini ingin menikah tapi saya tidak mau mengatakan dosa zina tersebut kepada calon suami saya karena ini bersangkutan nanti dengan keluarga besar, bagaimana saya harus bersikap secara islam?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Bukan syarat taubat dari zina harus menceritakan dan melaporkan dosa zina itu kepada orang lain, siapapun dia. Baik calon suaminya, orang tuanya, saudaranya, ustadnya, gurunya, bahkan termasuk pemimpin yang ada di negerinya.

Buraidah bin Hashib Radhiyallahu ‘anhu pernah bercerita,

Suatu ketika Maiz bin Malik datang menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا رَسُولَ اللهِ، طَهِّرْنِي

“Ya Rasulullah, sucikan aku…”

Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَيْحَكَ، ارْجِعْ فَاسْتَغْفِرِ اللهَ وَتُبْ إِلَيْهِ

“Jangan lancang…, pulang dan memohon ampun kepada Allah, taubat kepada-Nya.”

Pulanglah Maiz. Tidak berselang lama, dia datang lagi. Dia tetap melaporkan,

يَا رَسُولَ اللهِ، طَهِّرْنِي

“Ya Rasulullah, sucikan aku…

Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَيْحَكَ، ارْجِعْ فَاسْتَغْفِرِ اللهَ وَتُبْ إِلَيْهِ

“Jangan lancang…, pulang dan memohon ampun kepada Allah, taubat kepada-Nya.”

Pulanglah Maiz. Tidak berselang lama, dia datang lagi. Dia tetap melaporkan yang sama dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jawaban yang sama sampai 3 kali. Hingga di kedatangan yang keempat, baru Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima pengaduan Maiz. (HR. Muslim 1695 dan Nasai dalam al-Kubro 7125).

Hadis ini dengan tegas menunjukkan bahwa BUKAN syarat taubat harus mengaku. Karena inti dari taubat adalah memohon ampun kepada Allah karena menyesali perbuatannya. Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan sebisa mungkin dirahasiakan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ

“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508)

Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,

ويؤخذ من قضيته – أي : ماعز عندما أقرَّ بالزنى – أنه يستحب لمن وقع في مثل قضيته أن يتوب إلى الله تعالى ويستر نفسه ولا يذكر ذلك لأحدٍ . . .

Berdasarkan kasus ini – Sahabat Maiz yang mengaku berzina – menunjukkan bahwa dianjurkan bagi orang yang terjerumus ke dalam kasus zina untuk bertaubat kepada Allah – Ta’ala – dan menutupi kesalahan dirinya, dan tidak menceritakannya kepada siapapun.

Lalu beliau mengatakan,

وبهذا جزم الشافعي رضي الله عنه فقال : أُحبُّ لمن أصاب ذنباً فستره الله عليه أن يستره على نفسه ويتوب..

Dan ini juga yang ditegaskan as-Syafii Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

Saya menyukai bagi orang yang pernah melakukan perbuata dosa, lalu dosa itu dirahasiakan Allah, agar dia merahasiakan dosanya dan serius bertaubat kepada Allah… (Fathul Bari, 12/124).

Orang lain tidak memiliki kepentingan dengan maksiat kita yang sifatnya pribadi. Sehingga sekalipun dia tidak tahu, tidak akan memberikan pengaruh apapun bagi kehidupannya. Sebaliknya, ketika dia tahu, tidak akan semakin memperbaiki dirinya. Apalagi ketika maksiat itu dilakukan saat belum baligh, yang tidak ada nilai dosa sama sekali.

Karena itu, bertaubatlah dan jangan ceritakan dosa zina kepada siapapun sampai mati!!

Demikian. Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

Menjaga Harmoni antara Kesehatan Jasmani dan Rohani : Belajar dari Praktek Berpuasa

Perbincangan mengenai kesehatan jasmani dan rohani seringkali menimbulkan beragam pandangan. Namun, seharusnya kita tidak melihatnya sebagai dua pilihan yang berseberangan, melainkan sebagai dua aspek yang saling melengkapi dalam mencapai keseimbangan.

Kesehatan jasmani, yang berfokus pada kondisi fisik dan fisiologis seseorang, dikelola oleh dokter dan tenaga medis. Ini mencakup aspek-aspek seperti nutrisi, olahraga, perawatan medis, dan penanganan penyakit atau cedera. Kesehatan jasmani yang baik menjadi dasar bagi kehidupan yang produktif dan bermakna, memungkinkan seseorang menjalani aktivitas sehari-hari dengan nyaman dan tanpa gangguan yang signifikan.

Sementara itu, kesehatan rohani berfokus pada kesejahteraan psikologis, emosional, dan spiritual seseorang. Praktik-praktik seperti meditasi, doa, refleksi, dan pengembangan nilai-nilai spiritual menjadi bagian penting dari perawatan kesehatan rohani. Kesehatan rohani memainkan peran penting dalam membentuk persepsi diri, kualitas hubungan interpersonal, dan penanganan stres dan kesulitan kehidupan.

Kesehatan jasmani dan rohani saling terkait dan memengaruhi satu sama lain. Kesehatan jasmani yang buruk dapat mempengaruhi kesehatan rohani seseorang, begitu juga sebaliknya. Sebagai contoh, seseorang yang menderita penyakit kronis mungkin mengalami tekanan emosional dan stres yang dapat memengaruhi kesehatan rohani mereka. Di sisi lain, ketenangan pikiran dan kestabilan emosional yang diperoleh melalui praktik spiritual dapat membantu seseorang menghadapi tantangan kesehatan fisik dengan lebih baik.

Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut menyoroti pentingnya menjaga kesehatan hati, yang merupakan pusat dari kesehatan rohani. Kesehatan hati, yang mencakup ketenangan batin, kebersihan moral, dan keseimbangan spiritual, sangat memengaruhi kesejahteraan keseluruhan individu. Oleh karena itu, perawatan kesehatan jasmani dan rohani haruslah menyertakan perhatian terhadap kesehatan hati, agar kesejahteraan holistik dapat tercapai.

Dalam banyak tradisi agama, kesehatan jasmani dan rohani dianggap sama-sama penting. Dokter dan para ulama atau kiai sering bekerja bersama untuk menyediakan perawatan yang holistik bagi individu, mengakui bahwa kesehatan yang baik melibatkan aspek-aspek fisik, mental, dan spiritual. Oleh karena itu, daripada mempertimbangkan mana yang lebih penting, lebih baik melihatnya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kesejahteraan keseluruhan seseorang.

Kesehatan jasmani dan rohani adalah dua sisi dari koin yang sama, yang saling melengkapi dalam pencapaian kesejahteraan holistik. Dengan menjaga keseimbangan antara keduanya, seseorang dapat meraih kehidupan yang sehat dan berarti, menjalani hari-hari dengan nyaman dan bermakna. Sehingga, mari bersama-sama memberikan perhatian yang sama terhadap kesehatan jasmani dan rohani, demi mencapai kesejahteraan yang utuh dan berkelanjutan.

Manfaat Puasa untuk Kesehatan Jasmani dan Rohani

Puasa tidak hanya merupakan kewajiban agama bagi umat Islam, tetapi juga merupakan praktik yang memiliki manfaat besar bagi kesehatan jasmani dan rohani. Praktik puasa telah diakui oleh banyak orang sebagai cara yang efektif untuk mencapai keseimbangan yang optimal antara tubuh dan jiwa. Berikut ini adalah beberapa argumen yang mendukung pentingnya puasa sebagai jalan untuk menyeimbangkan kesehatan jasmani dan rohani:

Manfaat Kesehatan Jasmani

Detoksifikasi Tubuh: Puasa memberikan kesempatan bagi tubuh untuk membersihkan diri dari racun dan zat-zat berbahaya yang terakumulasi dalam tubuh. Selama puasa, tubuh fokus pada pemulihan dan regenerasi sel-sel yang rusak, yang membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Penurunan Berat Badan: Puasa intermiten telah terbukti efektif dalam membantu menurunkan berat badan dan meningkatkan metabolisme. Dengan mengatur pola makan selama puasa, seseorang dapat mengurangi asupan kalori dan meningkatkan pembakaran lemak.

Kesehatan Jantung: Puasa telah terbukti dapat meningkatkan kesehatan jantung dengan menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah. Hal ini dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke.

Manajemen Gula Darah: Puasa juga dapat membantu meningkatkan sensitivitas insulin dan mengatur kadar gula darah. Ini sangat bermanfaat bagi orang yang menderita diabetes atau memiliki risiko penyakit diabetes.

Manfaat Kesehatan Rohani

Peningkatan Kesadaran Spiritual: Puasa membantu individu untuk meningkatkan kesadaran spiritual dan hubungan dengan Tuhan. Dengan menahan diri dari makanan dan minuman, seseorang dapat lebih fokus pada ibadah dan introspeksi diri.

Pengendalian Diri dan Kesabaran: Puasa mengajarkan nilai-nilai seperti pengendalian diri, kesabaran, dan ketahanan. Dengan menahan diri dari keinginan dan godaan selama puasa, seseorang belajar untuk mengendalikan nafsu dan emosi.

Empati dan Kepedulian: Puasa juga membantu memperkuat rasa empati dan keprihatinan terhadap orang-orang yang kurang beruntung. Dengan merasakan sendiri sensasi lapar dan haus, seseorang dapat lebih memahami penderitaan orang lain dan menjadi lebih dermawan.

Puasa bukan hanya merupakan praktik ibadah, tetapi juga merupakan cara yang efektif untuk mencapai keseimbangan yang optimal antara tubuh dan jiwa. Rasulullah Muhammad SAW juga telah memberikan banyak ajaran tentang pentingnya puasa dalam Islam. Beliau bersabda, “Puasa itu perisai (pelindung). Jika salah seorang di antara kamu berpuasa, janganlah ia berkata kata kotor dan janganlah ia bertengkar, jika ada yang mengganggunya atau berbuat buruk padanya, hendaklah ia berkata, ‘Saya sedang berpuasa.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Puasa adalah benteng yang menjaga kesehatan jasmani, rohani dan emosi. Dengan melaksanakan puasa dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, seseorang dapat memperoleh manfaat kesehatan yang besar serta mendekatkan diri kepada Tuhan dengan meningkatkan ketakwaan dan kesadaran spiritual.

ISLAMKAFFAH

Takhrij dan Analisis Matan Hadis Terbelenggunya Setan pada Bulan Ramadan

Hadis yang merupakan sumber kedua bagi kehidupan beragama kaum Muslimin, menjadi hal yang banyak disoroti bagi Sarjana-Sarjana hadis tak terkecuali untuk meneliti keotentisitasannya. Sarjana Barat saja, tak terhitung berapa banyak Sarjana Barat abad ke-19 yang tertarik pada kajian ini. Nabia Abbott misalnya, dengan keahlian filologinya menghasilkan kesimpulan yang terkait al-Qur’an dan Hadis. Senada dengan Abbott, Fuad Sezgin juga serupa. Ia mengemukakan penemuannya hingga menjadikannya terbilang sebagai tokoh yang non-skeptis terhadap keotentikan hadis.

Pada abad ke-21 saat ini, hadis masih tidak luput dari perkara tersebut. Maraknya kasus-kasus yang semakin beragam, seperti politik, agama, sosial, budaya dan lain sebagainya, hadis masuk pada ranah-ranah tersebut tanpa diperhatikan keotentisitasannya dan dijadikan satu-satunya kambing hitam (dalil) untuk memuaskan opiniopini audience-nya.

Contoh hadis yang dijadikan dalil ialah hadis tentang terbelenggunya setan pada bulan Ramadan. Hadis ini dijadikan dalil terkait bulan Ramadan di mana, hal ini menunjukkan keunikan tersendiri pada bulan Ramadan. Dinilai unik, karena merujuk pada hadis tersebut didapat informasi bahwa pada saat tiba bulan Ramdhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup. Dan yang paling penting adalah informasi mengenai terbelunggunya setan pada bulan tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk meninjau ulang kualitas dan kuantitas hadis tersebut serta mengeksplorasi pemahaman hadis tersebut pada konteks saat ini.

Takhrij Hadis Tentang Terbelenggunya Setan Pada Bulan Ramadan

Dalam penelitian suatu hadis, ada beberapa langkah metodologis yang menjadi tolak ukur penelitian hadis itu sendiri, yaitu pertama-tama redaksi hadis yang telah ditentukan harus di-takhrij sebagai pintu utama penelitian. Setelah itu, hasil dari takhrij diinventarisasi untuk melakukan i’tibar sanad hadis. Barulah setelah itu melakukan kritik sanad dan matan. Terakhir analisis terhadap pemahaman hadis secara lebih luas terkait tekstual dan kontekstual hadis tersebut. Takhrij Hadis Hadis yang akan di-takhrij ialah hadis tentang terbelenggunya setan pada bulan Ramadan dengan redaksi sebagai berikut:

إذا كان رمضان فتحت أبواب الرحمة و غلقت أبواب جهنم و سلسلت الشياطين

Artinya: “Jika datang bulan Ramadan terbukalah pintu-pintu rahmat, tertutuplah pintu-pintu neraka dan setan-setan dibelenggu.”

Setelah dilakukan kegiatan takhrij hadis, hadis di atas bersumber dari: Al-Bukhari, kitab al-shaum, no. 1.766 dan kitab bad’ al-khalq, no. 3.035. Muslim, kitab al-shiyam, no. 1.793 dan 1.794. Nasai, kitab al-shiyam, no. 2.070, 2.071, 2.072, 2.073, 2.074, 2.075, 2.077 dan 2.078.  Ahmad, kitab baqi’ musnad al-muktsirin, no. 7.450, 7.451, 8.330, 8.559 dan 8.837. Malik, kitab al-shiyam, no. 604. Al-Darimi, kitab al-shaum, no. 1710.

Kandungan Matan Hadis

Setan dalam al-Qur’an dengan redaksi syaithan ditemukan di 56 ayat al-Qur’an, sedangkan dengan redaksi syayathin ditemukan sebanyak 12 ayat. Namun, secara eksplisit di dalam ayat al-Qur’an tidak ditemukan adanya informasi tambahan mengenai pembelengguan setan pada bulan Ramadan. Beberapa ayat menceritakan penggodaan setan terhadapmanusia, perbuatan-perbuatan yang mencerminkan perbuatan buruk setan dan lain sebagainya.

Begitu pula dalam hadis-hadis yang di luar tema hadis ini. Tidak terdapat hadis-hadis lain yang bertentangan dengan hadis tersebut. Juga tidak ditemukan adanya data-data sejarah yang menginformasikan hal ini. Dengan demikian, matan hadis yang diteliti berkualitas maqbul. Pemahaman Hadis Menurut Nurun Najwah dalam memahami hadis Nabi, ada tiga tahapan yang ditawarkan oleh Fazlur Rahman, yaitu pemahaman terhadap makna teks, pemahaman terhadap konteks historis dan berdasarkan petunjuk al-Qur’an untuk dapat menangkap ide moral yang dituju.

Pada kitab-kitab syarah diakumulasi bahwa matan hadis ini hanya dapat dipahami secara majazi. Al-Baji dalam al-Muntaqa menyebutkan, apa yang dimaksud dengan futtihat abwab al-rahmah ialah dalam bulan Ramadan pahala bagi orang-orang yang mengerjakan puasa dilipatgandakan dan perkerjaan apapun (kebaikan) dapat membawa seseorang kepada surga.

Adapun maksud dari gulliqat abwab jahannam ialah adanya percikan berkah dari bulan Ramadan itu sendiri. Berkah yang dimaksud ialah banyaknya ampunan Tuhan, pengampunan dosa dan banyak melakukan kebaikan-kebaikan. Sedangkan makna dari sulsilat al-syayathin ada dua pemaknaan, yaitu setan yang dibelenggu dalam arti yang sebenarnya dan setan yang seperti terbelenggu. Hal ini karena pada saat datangnya bulan Ramadan, usaha yang dilakukan oleh setan untuk menggoda orang-orang yang bertakwa tidak berpengaruh.

Al-Nawawi mengatakan hadis tersebut secara umum dapat dipahami dengan makna asli dan dapat dipahami dengan konteks yang berbeda, seperti dengan datangnya bulan Ramadan, adanya keharusan untuk menghormati bulan Ramadan. Selain itu, dengan kesakralan bulan Ramadan maka pada bulan tersebut mudahnya mendapat pahala dan ampunan. Di sisi lain, ada pemahaman lain bahwa terlihat sedikitnya gangguan dan godaan dari setan-setan, seolaholah setan-setan pengganggu tersebut dibelenggu.

Demikian pula dengan Ibn Hajar, yang lebih mengakumulasi pendapat-pendapat dari Ulama-ulama lain. Ibn Hajar menambahkan bahwa terbukanya pintu langit merupakan indikasi adanya diturunkannya rahmat dari langit, baik berupa taufiq (petunjuk) maupun terkabulnya doa-doa yang baik-baik. Sedangkan pada gulliqat abwab mengindikasikan keharusan seorang yang berpuasa pada bulan Ramadan untuk mengindari dari perbuatanperbuatan yang buruk.

Adapun alasan terbelenggunya setan, dikonfirmasi oleh al-Baji bahwa hal itu karena kebiasaan setan yang mencuri berita dari langit. Nampak sedikit rancu pada konklusi ini. Pada QS. Al-Jinn, kita dikonfirmasi oleh al-Qur’an bahwa ada informasi mengenai pencurian berita langit oleh jin. Sayyid Quthb dalam tafsirnya mengungkapkan bahwa dalam al-Qur’an sendiri memang telah dikonfirmasi mengenai kebiasaan setan (setan dari kalangan jin) sebagaimana disebutkan di atas, setan yang dimaksud adalah jin yang memiliki sifat negatif. Salah satu sifat buruknya ialah mencuri berita dari langit dan membisikkan berita tersebut kepada paranormal dan dukun-dukun.

Akan tetapi, informasi yang diberikan al-Qur’an ialah ketika para jin/setan mencoba mencuri berita-berita dari langit, mereka dihadang dengan penjagaan kuat dan panah-panah api. Hal ini tentu berbeda dengan konteks hadis yang jika dipahami secara hakiki dibelenggu pada bulan Ramadan karena mendengar berita dari langit. Konteks kalimat yang digunakan dalam al-Qur’an ialah shigah fi’il mudhari’, hal ini menunjukkan adanya kesinambungan kejadian tersebut hingga seterusnya. Padahal peristiwa ini telah terjadi pada masa Nabi.

Menurut hemat penulis, hadis di atas lebih cocok jika dipahami secara majazi. Kandungan hadis tentang terbelenggunya setan pada bulan Ramadan merupakan kalimat pendukung untuk kandungan yang lebih umum, yaitu adanya keutamaan bulan Ramadanyang dapat dianalogikan sebagai bulan yang mulia. Kemuliaan bulan Ramadan tersebut diumpamakan dengan dibukanya pintu surga dan ditutupnya pintu neraka serta dibelenggunya setan.

ISLAMKAFFAH

Hukum Infus dan Suntik Saat Puasa

Bagaimana hukum infus dan suntik saat puasa? Kita tahu infus dan suntikan dibagi menjadi tiga macam, yaitu pengobatan (at-tadawi), kekuatan daya tahan tubuh (at-taqwiyah), dan pengganti makanan (at-taghdiyah). Dua yang pertama ulama sepakat tidak membatalkan puasa. Sedangkan infus atau suntik jenis ketiga (yang menjadi ganti makanan), ulama berbeda pendapat.

Namun demikian, sebagian ulama mengatakan batal karena dapat mengenyangkan, dan sebagian yang lain tidak membatalkan karena tidak melalui jauf (rongga) yang terbuka.

Di dalam Fiqh al-Shiyam halaman 86 dikatakan:

وَيَسْأَلُ عَنْهُ الصَّائِمُوْنَ الحِقْنَ وَتُسَمَّى فِي بَعْضِ البِلادِ الإِبْرَ سَوَاءٌ كَانَتْ فِي الْعَضَلِ أَمْ تَحْتَ الْجِلْدِ أَمْ فِي الوَرِيدِ. وَمِنْ هَذَا الحِقْنِ مَا يُؤْخَذُ لِلتَّدَاوِي وَمِنْهَا مَا يُؤْخَذُ لِلتَّقْوِيَةِ وَمِنْهَا مَا يُؤْخَذُ لِلتَّغْذِيَةِ. الى أن قال … أَمَّا الَّذِي اخْتَلَفَ فِيْهِ عُلَمَاءُ العَصْرِ فَهُوَ فِي شَأْنِ الحِقْنِ أَوِ الإِبْرِ الَّتِي تُعْطَى مِنْ طَرِيقِ الْوَرِيدِ وَيُقْصَدُ بِمَا التَّغذِيةُ مِثْلُ الجُلُوكُوْز وَمَا شَابَهَهُ فَمِنَ العُلَمَاءِ مَنْ يَرَى هَذَا النَّوْعَ مُفْطِرًا لِأَنَّهُ يَحْمِلُ غِذَاءً يَصِلُ إِلَى دَاخِلِ الجِسْمِ وَيَنْتَفِعُ بِهِ…. وَمِنَ العُلَمَاءِ مَنْ يَرَى أَنَّ هَذَا النَّوْعَ لَا يُفْطِرُ …فقه الصيام (٨٦)

Artinya: “Orang-orang yang berpuasa bertanya tentang hukum bersuntik (ketika puasa). Di sebagian negara, jarum suntik dikenal dengan ibr, baik itu disuntikkan ke otot, dibawah pori-pori kulit, maupun ke urat. 

Fungsi dari jarum suntik ini (al-haqn) ada yang untuk pengobatan, penguatan, atau untuk konsumsi (infus) dan seterusnya. Hingga Dr. Yusuf Al-Qardhawi menyatakan, perkara yang masih diperselisihkan ulama di masa kini adalah jenis jarum suntik melalui urat yang bermanfaat dan bertujuan sebagai sumber konsumsi (makanan) misal glukosa dan semacamnya. 

Sebagian ulama menghukuminya dapat membatalkan puasa karena jarum suntik model seperti itu dapat membawa makanan ke dalam bagian dalam tubuh dan dapat memberi manfaat (menambah energi). Sebagian ulama yang lain menganggapnya tidak membatalkannya.”

Demikian juga di dalam kitab Mughni al-Muhtaj dikatakan:

وَخَرَجَ بِالْعَيْنِ الْأَثَرُ، كَالرِّيحِ بِالشَّمِّ، وَحَرَارَةِ الْمَاءِ وَبُرُودَتِهِ بِالذوْقِ، وَبِالْجوْفِ عَمَّا لَوْ دَاوَى جرْحَهُ الَّذِي عَلَى لَحْمِ السَّاقِ أَوْ الْفَخِذِ فَوَصَلَ الدَّوَاءُ إِلَى دَاخِلِ الْمُخْ أَوْ اللَّحْمِ أَوْ غَرَزَ فِيهِ حَدِيدَةً فَإِنَّهُ لَا يُفْطِرُ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ بجَوْفٍ. مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج – (ج ٦ / ص ٢٠٠).

Artinya: “Dikecualikan dari kata al-ain (benda), yaitu al-atsar (efek/dampak), seperti angin yang dirasa dengan proses penciuman dan panas atau dinginnya air melalui indra perasa. 

Dikecualikan pula dari kata al-jauf (perut), yaitu bagian luka tubuh yang diobati, seperti daging betis atau daging paha, lalu obat tersebut sampai pada bagian dalam sumsum atau bagian dalam daging. 

Demikian pula, ketika diisi dengan benda yang baru. Maka, (benda yang masuk pada) bagian tubuh yang dikecualikan ini tidak membatalkan puasa lantaran tidak termasuk kategori al-jauf (lambung/ perut).”

Demikian hukum infus dan suntik saat puasa. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH

Keutamaan Sedekah Subuh

Artikel berikut tentang “Kultum Ramadhan Singkat ; Keutamaan Sedekah Subuh“. Kita bersyukur pada Allah, kita telah memasuki separuh perjalanan dalam menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Namun perlu diingat jangan sampai kendor semangat dalam ibadah Ramadhan ini, agar kita memperoleh keberkahan dan pahala yang berlimpah dari Allah SWT.

Nah salah satu ibadah atau amal saleh yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya adalah bersedekah. Contohnya seperti bersedekah subuh, yakni amalan sedekah khusus di waktu subuh atau ketika matahari akan terbit. Lantas apa keutamaan dan manfaat melakukan amalan bersedekah subuh menurut Islam?

Dilansir dari buku Dongkrak Rezeki karya Dedik Kurniawan, dijelaskan bahwa bersedekah yang paling bagus adalah sedekah di waktu subuh. Pendapat buku tersebut selaras dengan sabda Rasulullah SAW: “Tidak ada satu subuh pun yang dialami hamba-hamba Allah SWT, kecuali turun kepada mereka dua malaikat. Salah satu diantara keduanya berdoa;

‘Ya Allah berilah ganti rugi bagi orang yang bersedekah,’ sedangkan yang satu lagi berdoa, ‘Ya Allah berilah kerusakan bagi orang yang menahan hartanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Begitulah keutamaan dari sedekah subuh yang disampaikan oleh sabda Nabi Muhammad SAW di atas, lantas bagaimana manfaat sedekah subuh?

Manfaat Sedekah Subuh

Dikutip dari laman Berbuat Baik terdapat 4 manfaat sedekah subuh, diantaranya:

1. Mendapat Ridha Allah SWT

Pada surah Al-Baqarah ayat 245, Allah menjanjikan pahala bagi hambanya yang suka sedekah dengan tulus dan ikhlas.

Surah Al-Baqarah Ayat 245:

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

2. Didoakan oleh Malaikat

Ketika waktu subuh tiba, malaikat akan turun ke bumi untuk mendoakan orang-orang yang melakukan sedekah subuh.

3. Perlindungan dari Bahaya

Sedekah subuh dapat menjadi pertolongan bagi orang yang melakukannya, sehingga mereka terhindar dari bahaya. Mengutip dari hadits Ahmad bin Hambal, sedekah bukan hanya memberi harta, melainkan juga tindakan-tindakan kebaikan sehari-hari.

4. Melancarkan Rezeki

Allah berjanji kepada hambanya yang murah hati akan diberikan rezeki yang berlimpah dan berlipat ganda. 

Selain itu, perlu diketahui ternyata manfaat sedekah subuh sangatlah dasyat bagi mereka yang melakukannya. Diantaranya yaitu, dikabulkan permintaannya oleh Allah SWT, didoakan langsung oleh dua malaikat, dapat pahala dan kebaikan yang berlipat ganda, rezeki semakin bertambah, dihapuskan dosa-dosanya, dihindarkan dari malapetaka.

Lebih lanjut, memperoleh kedudukan yang tinggi di hadapan Allah SWT, disembuhkan penyakit, didekatkan pada pintu surga, dijauhkan dari api neraka, mendapatkan naungan di Padang Mahsyar, mendapatkan pahala jariyah, terakhir hati kitapun menjadi lapang. 

Demikian semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Ciri Khas Orang Bodoh

Orang-orang tentu sepakat tidak ingin menjadi bodoh dan berperilaku bodoh. Namun, faktanya sebagian orang senantiasa dalam kebodohan. Tidak tahu kalau dia bodoh, bahkan enggan mengangkat (menghilangkan) kebodohannya. Sehingga, orang-orang seperti ini kerap kali memicu fitnah, bertambahnya kekacauan, dan menjadi ujian bagi ahli ilmu dari zaman ke zaman.

Oleh karenanya, kita perlu mengenal ciri-ciri mereka agar kita lebih waspada dan berhati-hati di dalam berinteraksi dengan mereka dan mampu menghindari dan meminimalisasi fitnah dari mereka.

Abu Dardaradhiyallahu anhu berkata,

علامة الجاهل ثلاثٌ: العجب، وكثرة المنطق فيما لا يعنيه، وأن ينهى عن شيء ويأتيه

Tanda orang bodoh itu ada 3 (tiga), yaitu bangga diri, banyak bicara dalam hal yang tidak bermanfaat, melarang orang lain dari suatu perbuatan, namun ia sendiri melakukannya.[1]

Umar Abdul Aziz rahimahullah berkata,

ما عدمت من الأحمق فلن تعدم خَلتين، سرعة الجواب وكثرة الالتفات

Aku selalu menjumpai orang yang bodoh tidak lepas dari dua tabiat: cepat menjawab dan banyak menoleh.” [2]

Abu Hatim Al-Hayyan Al-Hafidzh berkata,

علامة الحمق سرعة الجواب وترك التثبت والإفراط في الضحك، وكثرة الالتفات والوقيعة في الأخيار، والاختلاط بالأشرار

Tanda orang bodoh adalah cepat menjawab, tidak meneliti jawabannya terlebih dahulu atau mencari bukti yang tepat, banyak tertawa, banyak menoleh, mencela ulama, suka bergaul dengan orang-orang jelek.” [3]

Dari tiga nukilan di atas, maka kita bisa rangkum sebagai berikut:

Banyak bicara dalam hal yang tidak bermanfaat

Ini di antara ciri khas yang paling nampak dari orang bodoh. Dia suka dan banyak berbicara segala hal tanpa peduli manfaat atau tidaknya dan apakah menimbulkan kebaikan atau keburukan karenanya. Oleh karenanya, muncul peribahasa, “Tong kosong, nyaring bunyinya.”, yaitu orang yang bodoh biasanya banyak bualnya (bicaranya).

Cepat menjawab

Sebab kepandirannya dan kebodohannya, terhadap segala hal, dia ingin segera komentari dan tanggapi. Begitu pula yang sering terjadi di sosial media, segala berita dan kejadian dia segera komentari tanpa mengecek terlebih dulu kebenaran berita.

Bangga diri

Betapa sering dijumpai orang bodoh justru merasa dirinya pintar dan tahu segala hal. Sehingga, acapkali dia merasa bangga diri dan sombong terhadap orang lain, bahkan terhadap ahli ilmu yang sudah jelas-jelas pintar dan jauh berilmu darinya.

Banyak tertawa

Dengan banyak tertawa, maka kebodohan akan bertambah. Dan apabila orang pandai banyak tertawa, maka kepandaiannya akan berkurang. Disebutkan bahwa apabila seseorang itu tertawa, maka ia telah memuntahkan ilmunya.

Banyak menoleh

Banyak menoleh adalah sifat orang yang bingung atau takut. Sehingga sikap ini tidaklah baik, bahkan merupakan perkara yang tercela.

Suka bergaul dengan orang-orang jelek

Seseorang akan bersama dan duduk-duduk dengan orang-orang yang semisalnya, yang mencocokinya, dan sejalan dengannya. Sehingga, tidak heran jika orang bodoh suka bergaul dengan orang-orang yang jelek. Di samping dia tidak pandai memilih dan memilah teman, kebaikan atau keburukan, dan juga karena kebodohan acap kali mengantarkan mereka kepada kejelekan. Maka, jadilah kebodohan dan kejelekan ini seperti kakak adik yang beriringan bersama.

Semoga bermanfaat.

***

Penulis: Junaidi, S.H., M.H.

Sumber: https://muslim.or.id/92516-ciri-khas-orang-bodoh.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

20 Keutamaan Bulan Ramadhan yang Tidak Ada di Hari Biasa

Barangsiapa berpuasa penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu, ini fadhilah dan keutamaan bulan Ramadhan dibanding hari biasa

BULAN Ramadhan ada penghulunya bulan. Keutamaan dan kemuliaan bulan Ramadhan tidak ada di bulan lain. Berikut ini 20 keutamaan bulan Ramadhan berdasarkan hadist dan Al-Quran;

  1. Dibukanya Pintu Surga, Ditutupnya Neraka

Ramadhan adalah bulan yang penuh barakah karena Allah memberikan kesempatan selebar-lebarnya kepada umat Islam untuk melakukan segala bentuk kebaikan.

Suasana pada bulan Ramadhan dibuat sedemikian rupa sehingga setiap muslim bisa mengerjakan kebaikan dengan mudah.

Dalam sebuah hadits disebutkan:

إذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَصفدتِ الشَّيَاطِينُ

“Jika datang bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu surga, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan diikatlah para setan.” (HR Bukhari dan Muslim).

  1. Bulan Ramadhan Bulan Sedekah

Bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat tepat untuk bersedekah, karena pahalanya akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Rasulullah ﷺ sendiri telah memberikan contoh yang baik, karena beliau paling banyak sedekahnya pada bulan Ramadhan.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dijelaskan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فََرَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawaan beliau akan bertambah pada bulan Ramadhan ketika bertemu dengan Jibril. Beliau bertemu dengan Jibril setiap malam Ramadhan untuk mempelajari Al-Qur’an, dan  Rasulullah ﷺ lebih dermawan dari angin yang bertiup kencang.” (HR Bukhari).

  1. Bulan Ramadhan Bulan Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan pertama kali pada bulan Ramadhan maka sangat tepat sekali kalau bulan ini kita manfaatkan untuk banyak membaca Al-Qur’an. Allah berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Al-Baqarah, ayat 185).

Dalam hal ini, Rasulullah ﷺ sendiri telah memberikan contoh kepada umatnya.

Beliau mempelajari Al-Qur’an tiap malam bersama Jibril as, sebagaimana yang tersebut dalam hadits Ibnu Abbas di atas:

وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ

“Rasulullah ﷺ bertemu dengan Jibril setiap malam Ramadhan untuk mempelajari Al Qur’an.” (HR Bukhari).

  1. Bulan Ramadhan adalah Bulan Kemenangan

Pada bulan Ramadhan, umat Islam banyak meraih kemenangan atas orang-orang kafir dalam berbagai medan pertempuran.

Pada tahun 2 H kaum muslimin mampu mengalahkan pasukan kafir Quraisy dalam  Perang Badar.  Pada tahun 8 H, kaum muslimin mampu menaklukkan Kota Makkah.

Pada tahun 479 H pasukan Islam mampu mengalahkan Pasukan Salib dalam Perang “Az Zalaqah” di Andalus, dan pada 658 H pasukan Islam mampu mengalahkan Pasukan Tartar dalam  Perang Ainul Jalut di Palestina.

Hal itu dikarenakan umat Islam pada bulan Ramadhan sangat dekat dengan Allah SWT.   Mereka masih dalam suasana ibadah, mengekang jiwa untuk tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.

Tidak diragukan lagi bahwa umat yang dekat dengan Allah dan menjauhi maksiat akan selalu meraih kemenangan karena Allah SWT akan membantu mereka.

  1. Ramadhan Bulan Taubat dan Ampunan

Banyak umat Islam yang mendapatkan ampunan pada bulan Ramadhan karena bersungguh-sungguh dalam beribadah, sebagaimana sabda Rasulullah:

مَن صام رمضان إيمانا واحتسابا غُفِر له ما تقدم من ذنبه

“Siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR Bukhari Muslim).

الصلوات الخمس ، والجمعة إلى الجمعة ، ورمضان إلى رمضان ، مكفرات لما بينهن إذا اجتنبت الكبائر

“Shalat lima waktu, hari Jumat sampai hari Jumat berikutnya, bulan Ramadhan sampai bulan Ramadhan berikutnya  merupakan penghapus dosa antara waktu-waktu tersebut, selama tidak mengerjakan dosa-dosa besar.” (HR Muslim).

  1. Bulan Diselamatkan dari Neraka

Pada bulan Ramadhan banyak orang yang diselamatkan dari api neraka. Itu terjadi setiap malam, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

إن لله تبارك وتعالى عتقاء من النار وذلك كل يوم  ليلة

“Sesungguhnya Allah swt menyelamatkan oang-orang dari api neraka,dan itu terjadi pada tiap malam pada bulan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi).

  1. Bulan Kesabaran

Bulan Ramadhan disebut bulan kesabaran karena orang-orang yang berpuasa harus banyak menahan diri dari hal-hal yang dilarang seperti makan, minum, dan lainnya. Oleh karena itu, sebagian ulama mengartikan “sabar” dalam beberapa ayat Al-Qur’an dengan puasa, mengingat  pahala puasa setara dengan pahala sabar. Allah berfirman:

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar: 10).

Dalam suatu hadits Qudsi disebutkan:

والصيام لى وأنا أجزي به

“Dan puasa adalah untuk–Ku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya.” (HR Bukhari).

  1. Bulan Dikabulkannya Doa

Bulan Ramadhan adalah bulan orang berpuasa, sedangkan orang yang berpuasa doanya mustajab. Allah SWT sendiri telah menganjurkan orang–orang yang sedang bepuasa untuk banyak berdo’a kepada-Nya karena Dia sangat dekat dengan para hamba-Nya yang sedang berpuasa. Sebagaimana firman Allah:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS: Al Baqarah: 186).

Selain itu, Rasulullah ﷺ telah menjelaskan bahwa doa orang yang sedang berpuasa itu tidak tertolak, sebagaimana yang termaktub dalam salah satu haditsnya:

ثلاثة لا ترد دعوتهم : الصائم حتى يفطر ، والإمام العادل ، ودعوة المظلوم

“Tiga golongan yang tidak tertolak do’anya: Orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang terzalimi.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad).

  1. Dalam bulan Ramadhan ada Lailatul Qadar

Yakni, bulan yang ibadah di dalamnya lebih baik dari pada ibadah seribu bulan, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

إن هذا الشهر قد حضركم ، وفيه ليلة خير من ألف شهر، من حرمها فقد حرم الخير كله

“Sesungguhnya bulan ini (yaitu bulan Ramadhan) telah datang kepada kamu, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang tidak mendapatkannya, berarti dia tidak mendapatkan seluruh kebaikan.” (HR Ibnu Majah).

  1. Ramadhan Bulan Berkah

Ramadhan bulan yang penuh dengan barakah dan kebaikan. Siapa saja yang mau berbuat baik, Allah akan membantunya karena suasana dan kondisi sangat mendukung untuk itu.

Kita lihat umpamanya umat Islam berbondong-bondong ke masjid untuk melakukan shalat tarawih, ramai-ramai bangun sebelum Subuh untuk sahur, setelah itu beramai-ramai juga untuk melakukan shalat Subuh berjamaah di masjid.

Kita lihat banyak orang yang bersedekah, baik berupa uang ataupun makanan untuk orang yang berbuka. Itu semua, karena kondisi yang diatur oleh Allah pada bulan Ramadhan.

  1. Puasa Ramadhan Benteng dari Api Neraka

 Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda :

الصيام جنة وحصن حصين من النار

“Puasa adalah perisai dan benteng dari api neraka.”(Hadits Hasan Riwayat Ahmad)

Maksud hadits di atas bahwa orang yang berpuasa selalu menahan diri dari syahwat-syahwat yang mengelilinginya, sedang api neraka sendiri dipenuhi dengan syahwat-syahwat tersebut.

Dengan demikian, orang yang berpuasa secara tidak langsung telah membentengi dirinya dari amalan-amalan yang menyebabkan masuk neraka.

  1. Puasa Ramadhan Menekan Syahwat yang Bergelora

Siapa saja yang ingin menjauhi perbuatan haram, khususnya para pemuda yang belum mampu menikah, hendaknya berpuasa, karena dengan puasa gelora syahwat seseorang mampu ditekan. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج ، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ، ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah mampu untuk menikah, maka hendaknya ia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu menikah hendaknya dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa tersebut merupakan obat baginya.”(HR Bukhari dan Muslim).

  1. Berpuasa  Ramadhan Miliki Dua Kegembiraan

Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda :

للصائم فرحتان : فرحة عند فطره ، وفرحة عند لقاء ربه

“Orang yang berpuasa itu akan mendapatkan dua kegembiraan: kegembiraan ketika berbuka puasa, dan kegembiraan ketika bertemu dengan Robb-nya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits di atas menjelaskan bahwa orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan kegembiraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 

Kebahagiaan di dunia ini akan dirasakan saat berbuka puasa, karena Allah telah memberinya kekuatan sehingga bisa melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan dan mengijinkan baginya untuk makan dan minum serta hal-hal lain yang sebelumnya dilarang waktu dia berpuasa.

Dan kebahagian di akhirat, ketika dia bertemu dengan  Allah swt, karena dia akan mendapatkan pahala puasanya selama di dunia dengan lengkap tanpa dikuranginya sedikitpun.

  1. Doa Orang yang Puasa Ramadhan Tidak akan Ditolak

Hendaknya orang yang berpuasa Ramadhan memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya untuk banyak berdoa, karena mereka tidak tertolak. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :

ثلاثة لا ترد دعوتهم : الصائم حتى يفطر ، والإمام العادل ، ودعوة المظلوم

“Tiga golongan yang tidak tertolak doanya: orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil, dan do’anya orang yang terzalimi.” (Hadits Hasan Riwayat Ahmad).

Hadits di atas menjelaskan bahwa sepanjang orang tersebut berpuasa, sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, doanya tidak tertolak.

Tidak hanya itu saja, bahkan dalam hadits lain Rasulullah ﷺ menyebutkan bahwa ketika sedang berbuka puasa pun, doanya tidak tertolak. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :

ثلاثة لا ترد دعوتهم : الصائم حين  يفطر ، والإمام العادل ، ودعوة المظلوم

“Tiga golongan yang tidak tertolak do’anya: orang yang berpuasa ketika  berbuka, pemimpin yang adil, dan do’anya orang yang terdzalimi.” (HR At-Tirmidzi)

  1. Orang yang Berpuasa Ramadhan Masuk Surga dari pintu “Ar-Rayyan”

Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda :

إن في الجنة بابا يقال له الريَّان ، يدخل منه الصائمون يوم القيامة ، لا يدخل منه أحد غيرهم ، يقال : أين الصائمون ؟ فيقومون ، لا يدخل منه أحد غيرهم ، فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد

“Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat pintu yang bernama ” Ar Royyan.” Orang-orang yang berpuasa masuk surga dari pintu tersebut pada hari kiamat, dan tidak ada seorang pun yang bisa masuk dari pintu tersebut kecuali mereka. Dikatakan, ‘Mana orang-orang yang berpuasa?’ Segera mereka berdiri. Tidak ada yang bisa masuk darinya kecuali mereka. Jika mereka semuanya telah masuk, maka pintu tersebut ditutup kembali, dan setelah itu, tidak ada lagi yang bisa masuk dari pintu tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)

  1. Puasa Ramadhan Memberi Syafaat Pelakunya

Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda :

الصيام والقرآن يشفعان للعبد يوم القيامة ، يقول الصيام : أي رب منعته الطعام والشهوات بالنهار فشفعني فيه ، ويقول القرآن : منعته النوم بالليل فشفعني فيه ، قال فيُشَفَّعان

“Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaatnya kepada seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makanan dan syahwat pada siang hari, maka berilah ijin kepadaku untuk memberikan syafa’at kepadanya.’ Al-Qur’an berkata, ‘Aku telah menahannya dari tidur pada malam hari, maka berilah saya ijin untuk memberikan syafaat kepadanya.’ Keduanya dapat ijin untuk memberikan syafa’atnya.” (HR:  Ahmad).

Maksud dari hadits di atas bahwa Allah telah memberikan ijin kepada puasa untuk memberikan syafaat kepada orang yang berpuasa sehingga Allah memasukkannya ke dalam surga.

  1. Bau Mulut Orang Berpuasa lebih Mulia

Bau mulut orang berpuasa Ramadhan pada hari kiamat lebih wangi dari pada bau minyak wangi.  Rasulullah ﷺ bersabda:

لخلوف فم الصائم أطيب عند الله يوم القيامة من ريح المسك

“Bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari pada bau minyak wangi.” (HR Bukhari dan Muslim)

Maksud dari “khuluf” dalam hadits di atas adalah bau mulut yang berasal dari perut yang kosong.  Bau ini lebih dicintai oleh Allah dari pada bau minyak wangi, karena merupakan bekas ibadah.

  1. Puasa Ramadhan akan Menghapus Dosa-Dosa

Rasulullah ﷺ bersabda:

فتنة الرجل في أهله وماله وولده وجاره تكفرها الصلاة والصوم والصدقة

“Fitnah yang dialami seseorang dalam keluarga, harta, anak dan tetangganya akan terhapus dengan salat, puasa dan sedekah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Yang dimaksud  “Fitnah” dalam hadits di atas adalah hal-hal yang membuatnya berpaling dari ibadah karena kesibukannya mengurusi keluarga, harta , anak dan tetangga, yang kadang-kadang membuatnya berbuat dosa.

Dosa-dosa seperti itu bisa terhapus dengan salat, puasa dan sedekah. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah ﷺ :

من صام رمضان إيمانا واحتسابا غُفِر له ما تقدم من ذنبه

“Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR Bukhari Muslim)

  1. Puasa Ramadhan Ibadah Tiada Bandingannya

Rasulullah ﷺ bersabda:

عليك بالصوم فإنه لا مثل له

“Hendaknya engkau berpuasa, karena puasa itu merupakan ibadah yang tiada bandingannya.” (HR: Nasai dan Ibnu Hibban).

  1. Pahala Puasa Ramadhan tidak Terhitung

Setiap amal sholeh, Allah telah menentukan pahalanya masing-masing, kecuali puasa, Allah swt akan membalas orang yang berpuasa dengan pahala yang tidak terhitung, sebagaimana yang tersebut dalam firman-Nya:

إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas .” (QS Az Zumar : 10)

Maksud dari orang-orang yang bersabar dalam ayat di atas menurut mayoritas ulama adalah orang-orang yang berpuasa, karena puasa merupakan salah satu bentuk kesabaran yang luar biasa.  Hal ini dikuatkan dengan hadits Qudsi yang menyebutkan  :

كل عمل ابن آدم يضاعف ، الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف ، قال الله عز وجل : إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به، يدع شهوته وطعامه من أجلي

“Setiap amal anak Adam akan dilipatgandakan. Satu kebaikan bisa dilipatgandakan dari sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman, “Kecuali puasa, sesungguhnya dia adalah milik-Ku, dan Aku yang akan membalasnya sendiri, karena dia meninggalkan syahwat dan makannya  demi mencari ridha-Ku.” (HR Bukhari dan Muslim).*/Dr Ahmad Zain an-Najah, LC, MA, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)

HIDAYATULLAH

Bersedekah atas Nama Orang Tua

Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Abu Daud dari Abdullah bin Abbas RA, bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW:

“Ibuku meninggal dunia. Apakah akan bermanfaat baginya apabila aku bersedekah atas namanya?”

“Beliau menjawab” Ya.” Dia berkata. “Aku memiliki sebidang kebun aku mempersaksikanmu bahwa aku menyedekahkannya atas nama ibuku.”

Diriwayatkan oleh para penulis kitab hadits yang enam selain At-Tirmidzi dan Aisyah Ra:

Bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah SAW. “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara mendadak.” Aku kira kalau dia sempat bicara sebelumnya, untuk dia akan bersedekah. Bolehkah aku bersedekah atas namanya? 

Rasulullah SAW menjawab, “ya.” 

Diriwayatkan juga oleh Ibnu khuzaimah dalam shahihnya (4/124) diriwayatkan oleh Ath-Barani dalam kitab Al-Mujam Al Kautsar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

“Seseorang apabila ingin bersedekah, hendaknya bersedekah atas nama kedua orang tuanya. Apabila mereka berdua muslim sehingga kedua orang tuanya mendapatkan pahala dan dia pun mendapatkan pahala yang sama dengan pahala yang didapatkan oleh kedua orang tuanya tanpa mengurangi pahala mereka berdua sedikitpun.”

Diriwayatkan oleh Malik dan An Nasa’i dari Said bin Amr bin Syuhrabil bin Ubadah, dari bapaknya dari kakeknya: 

Saad bin Ubadah pergi berperang bersama Nabi SAW, sementara ibunya akan meninggal dunia di kota Madinah. Dikatakan kepadanya, “Buat lah wasiat.” Dia menjawab, “wasiat untuk apa? semua harta yang ada ini adalah milik Saad.”

Dia pun meninggal dunia sebelum saat pulang. Setibanya saat di rumah, hal itu diceritakan kepadanya. Dia bertanya kepada Rasulullah SAW. “Wahai Rasulullah apakah akan bermanfaat baginya apabila aku bersedekah atas namanya?” Beliau menjawab, “Ya.” 

Saad mengatakan, “Kebun demikian dan demikian dia sebutkan namanya aku Sedangkan atas namanya.” 

Dari Abu Hurairah Ra,  ada seorang yang bertanya kepada Nabi SAW “bapakku meninggal dunia dan meninggalkan warisan, tetapi dia tidak sempat membuat wasiat. Apakah dosanya bisa terampuni apabila aku bersedekah atas namanya? Beliau menjawab, “Ya” 

Riwayatkan oleh Abu Daud dan an-Nasa’i dari saat bin ubadah ra, bahwa ia berkata, “Wahai Rasulullah, Ibuku meninggal dunia. Sedekah apa yang terbaik?” Beliu menjawab,”Air” 

Dia lalu menggali sumur dan mengatakan, “ini untuk ibu Saad.” 

Dari Jabir bin Abdillah ra, bahwanya Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang menggali sumur maka tidak lah minum darinya makhluk hidup dari kalangan jin, manusia ataupun burung melainkan Allah akan memberinya pahala di hari kiamat. Barang siapa yang membangun masjid sebesar kandang kucing atau bahkan lebih kecil dari itu akan membangunkan rumah baginya di Surga. 

Diriwayatkan oleh Ibnu khuzaimah dalam shahihnya (2/269). Pentahqiqknya Musthafa al-A’azhami berkomentar. “Sanadnya sahih,” Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah.

KHAZANAH

Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 4)

Melanjutkan dari risalah Fadilatus Syekh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily hafidzahullah, yang berjudul Fadhlu An-Nushi Lil-Muslimin. Masih pada pembahasan akan buruknya para pemimpin kesesatan. Pada tulisan kali ini, kita akan melihat betapa berbedanya orang-orang yang memberi nasihat di atas kesesatan dan mengikuti hawa nafsu, dengan orang-orang yang memberi nasihat dengan kebenaran, ketulusan hati serta keridaan dari Allah. Amat sangat jauh berbeda ganjaran dari keduanya. Sungguh, pada hal ini terdapat pelajaran yang sangat berharga.

Sifat ulama Bani Israil bahwa mereka adalah tokoh penyeru kesesatan

Allah Ta’ala berfirman menjelaskan tentang tokoh-tokoh dan ahli ilmu Bani Israil,

وَٱتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ ٱلَّذِىٓ ءَاتَيۡنَـٰهُ ءَايَـٰتِنَا فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ فَكَانَ مِنَ ٱلۡغَاوِينَ وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَـٰهُ بِہَا وَلَـٰكِنَّهُ ۥۤ أَخۡلَدَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ هَوَٮٰهُ‌ۚ فَمَثَلُهُ ۥ كَمَثَلِ ٱلۡڪَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُڪۡهُ يَلۡهَث‌ۚ ذَّالِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَٔايَـٰتِنَا‌ۚ فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ

Dan bacakanlah kepada mereka berita tentang orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maka, perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya, diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka, ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al-‘Araf: 175-176)

Allah Ta’ala mensifati para pemimpin kesesatan bahwa mereka adalah para penyeru ke dalam neraka. Inilah isi dan konteks dari dakwah dan seruan mereka. Yaitu, seruan mereka adalah amalan penduduk neraka berupa syirik, bid’ah, dan kesesatan. Mereka pun akan dihinakan pada hari kiamat dan tidak akan ditolong.

Orang-orang yang hina lagi sengsara dan mereka meninggalkan ayat-ayat Allah. Allah Ta’ala mensifati mereka, semoga Allah jauhkan hal ini dari kita, dengan sifat-sifat berupa hukuman atas mereka. Ancaman yang berupa celaan yang dapat diambil pelajaran oleh orang-orang berakal.

Hikmah surah Al-A’raf ayat 175-176  dari Ibnul Qayyim rahimahullah

Simaklah perkataan berikut ini, yang diucapkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam menafsirkan ayat di atas.

Hikmah dari turunnya ayat-ayat Allah

Perhatikanlah pada ayat ini terdapat suatu hukum dan makna yang tersirat, berawal dari firman Allah Ta’ala,

ءَاتَيۡنَـٰهُ ءَايَـٰتِنَا

“Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab).” (QS. Al-‘Araf: 175)

Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Allah Ta’ala mengabarkan bahwasanya Allahlah yang menurunkan ayat-ayat-Nya. Maka, ini merupakan sebuah nikmat. Allahlah yang memberikan nikmat berupa ayat-ayat-Nya, sehingga dalam ayat ini Allah menyandarkan nikmat berupa turunnya ayat-ayat kepada Allah Ta’ala.”

Allah mengabarkan bahwa para tokoh Bani Israil melepaskan dan meninggalkan ayat-ayat Allah

Di antara hikmah pada ayat ini, Allah Ta’ala berfirman,

فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا

“Kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu.” (QS. Al-‘Araf: 175)

Maksudnya, mereka meninggalkan ayat-ayat tersebut sebagaimana ular yang melepaskan kulitnya. Mereka melepaskan diri sebagaimana lepasnya kulit dari daging hewan. Pada ayat ini, Allah Ta’ala tidak mengatakan, “Lalu, Kami lepaskan mereka dari ayat-ayat itu.” Karena mereka sendirilah yang sejatinya menjadi sebab lepasnya diri mereka dari ayat-ayat tersebut karena mengikuti hawa nafsu.

Mereka (para tokoh Bani Israil) mengikuti setan

Kemudian di antara hikmahnya juga, Allah Ta’ala berfirman,

فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ

“Lalu, dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda).” (QS. Al-‘Araf: 175)

Setan akan senantiasa menyertai dan menemaninya. Sebagaimana Allah berfirman tentang kaumnya Fir’aun,

فَأَتۡبَعُوهُم مُّشۡرِقِينَ

“Maka, Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusul mereka di waktu matahari terbit.” (QS. Asy-Syu’ara’: 60)

Pada ayat ini, Allah menuturkan tentang para ahli ilmu Bani Israil yang dahulu mereka betul-betul memelihara dan menjaga ayat-ayat Allah. Dari segala sisi, mereka menjaga ayat-ayat tersebut dari setan. Setan tidak dapat mengambil apapun dari mereka, kecuali secara tiba-tiba. Tatkala mereka melepaskan diri mereka dari ayat-ayat Allah, setan pun berhasil untuk mengambilnya sebagaimana seekor singa berhasil menerkam mangsanya. Maka, jadilah mereka orang-orang yang sesat, disebabkan mengerjakan sesuatu yang menyelisihi ilmu mereka. Mereka yang mengetahui kebenaran, namun justru mengerjakan hal yang menyelisihi kebenaran tersebut. Sebagaimana halnya para ahli ilmu yang buruk.

Allah Mahamampu untuk meninggikan derajat seseorang yang mengikuti kebenaran

Di antara hikmah pada ayat ini, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَـٰهُ بِہَا

“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu.” (QS. Al-‘Araf: 175)

Allah mengabarkan bahwasanya pengangkatan derajat tidak sebatas dengan ilmu saja. Jika yang dimaksud adalah ulama, maka harus mengikuti kebenaran serta mendahuluinya dan mengharap keridaan Allah Ta’ala. [1]

Nasihat merupakan tanggung jawab para ulama

Nasihat adalah tanggung jawab yang sangat agung yang Allah amanahkan kepada para ulama. Nasihat merupakan hak kewajiban para ulama. Lebih ditekankan lagi tatkala ada yang meminta nasihat. Nasihat dapat berbekas pada jiwa. Nasihat dapat mengangkat derajat dan martabat, untuk yang memberikan nasihat dengan tulus dan jujur. Tentu sebaliknya, sebuah kehinaan bagi yang tidak memiliki ketulusan dan kejujuran dalam memberikan nasihat.

Sungguh! Betapa banyak pelajaran yang diambil. Simak dan perhatikanlah dalil-dalil dari Al-Qur’an akan besarnya pengaruh nasihat yang tulus dan jujur, baik untuk yang menasihati juga untuk yang dinasihati. Simaklah dan perhatikan pula dalil-dalil berupa pengaruh yang sangat buruk dari orang-orang menyimpang dan para pengikutnya yang mengklaim sebuah nasihat.

Contoh dari Al-Qur’an akan besarnya pengaruh sebuah nasihat

Lihatlah contoh dari pengaruh nasihat yang tulus dari seseorang yang tidak memiliki kedudukan dan jabatan apapun. Bahkan, ia adalah seorang yang tidak dikenal datang dari pelosok kota untuk menasihati kaumnya.

Al-Baghawiy menuturkan, “Ia bernama Habib An-Najjar.” As-Suddiy berkata, “Ia adalah orang yang pendek.” Wahb berkata, “Ia adalah seorang yang bekerja sebagai penenun sutra. Ia memiliki sakit kusta. Rumahnya terletak di pojok gerbang kota.” [2]

Berdasarkan kisah di atas, Allah Ta’ala berfirman mengisahkan tentangnya di dalam Al-Qur’an,

وَجَآءَ مِنۡ أَقۡصَا ٱلۡمَدِينَةِ رَجُلٌ۬ يَسۡعَىٰ قَالَ يَـٰقَوۡمِ ٱتَّبِعُواْ ٱلۡمُرۡسَلِينَ ٱتَّبِعُواْ مَن لَّا يَسۡـَٔلُكُمۡ أَجۡرً۬ا وَهُم مُّهۡتَدُونَ

“Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib An-Najjar) dengan bergegas-gegas. Ia berkata, “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu. Dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Yasin: 20-21)

Sampai kepada ayat yang Allah menjelaskan hasil yang indah untuknya,

قِيلَ ٱدۡخُلِ ٱلۡجَنَّةَۖ قَالَ يَـٰلَيۡتَ قَوۡمِى يَعۡلَمُونَ بِمَا غَفَرَ لِى رَبِّى وَجَعَلَنِى مِنَ ٱلۡمُكۡرَمِينَ

“Dikatakan (kepadanya), ‘Masuklah ke dalam surga.’ Ia berkata, ‘Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Rabbku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.’” (QS. Yasin: 26-27)

Simaklah contoh dari seorang mukmin lain yang gemar memberikan nasihat. Ia berasal dari keluarga Fir’aun. Allah Ta’ala kabarkan dalam firman-Nya,

وَقَالَ رَجُلٌ۬ مُّؤۡمِنٌ۬ مِّنۡ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ يَكۡتُمُ إِيمَـٰنَهُ ۥۤ أَتَقۡتُلُونَ رَجُلاً أَن يَقُولَ رَبِّىَ ٱللَّهُ وَقَدۡ جَآءَكُم بِٱلۡبَيِّنَـٰتِ مِن رَّبِّكُمۡۖ وَإِن يَكُ ڪَـٰذِبً۬ا فَعَلَيۡهِ كَذِبُهُ ۥۖ وَإِن يَكُ صَادِقً۬ا يُصِبۡكُم بَعۡضُ ٱلَّذِى يَعِدُكُمۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَہۡدِى مَنۡ هُوَ مُسۡرِفٌ۬ كَذَّابٌ۬

“Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata, ‘Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan, ‘Rabbku ialah Allah.’ Padahal, dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Rabbmu. Dan jika ia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu. Dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.’ Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS. Ghafir: 28)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَقَالَ ٱلَّذِىٓ ءَامَنَ يَـٰقَوۡمِ ٱتَّبِعُونِ أَهۡدِڪُمۡ سَبِيلَ ٱلرَّشَادِ

“Orang yang beriman itu berkata, ‘Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.’” (QS. Ghafir: 38)

Sampai pada firman Allah Ta’ala yang mengabarkan bahwasanya Allah menolong dan menjaganya dari kaumnya Fir’aun,

فَوَقَٮٰهُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِ مَا مَڪَرُواْۖ وَحَاقَ بِـَٔالِ فِرۡعَوۡنَ سُوٓءُ ٱلۡعَذَابِ

“Maka, Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka. Dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk.” (QS. Ghafir: 45)

Demikianlah, di antara contoh dari Al-Qur’an akan besarnya pengaruh dari nasihat. Lihatlah akan balasan dan ganjaran yang diberikan oleh Allah Ta’ala bagi orang yang gemar memberikan nasihat. Begitu indah ganjaran yang Allah berikan kepada mereka.

Wallahul Muwaffiq

Kembali ke bagian 3: Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 3)

Lanjut ke bagian 5: [Bersambung]

***

Depok, 13 Sya’ban 1445/23 Februari 2024

Penulis: Zia Abdurrofi

Sumber: https://muslim.or.id/92195-keutamaan-menasihati-kaum-muslimin-bag-4.html
Copyright © 2024 muslim.or.id