Kemuliaan Al Qur`an Al-Karim (4)

Profil Pakar Tafsir Al Qur`an, Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu

Kesaksian ilmiah sesama pakar Tafsir Al-Qur`an Al-Karim tentu lebih didahulukan daripada ulama dalam bidang lainnya, karena sesama Ahli Tafsir tentunya lebih tahu kehebatan sesama mereka. Adalah ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, sosok pakar Tafsir yang lebih dahulu dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu pun mengakui kehebatan ilmu Al-Qur`an Al-Karim ‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu. ‘Ali radhiyallahu ‘anhu berkomentar tentang keilmuan sosok ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu,

كَأَنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى الْغَيْبِ مِنْ وراء سِتْرٍ رَقِيقٍ

Seolah-olah ia melihat sesuatu yang gaib dari belakang tabir yang tipis.”

Ahli Tafsir lainnya, ‘Abdullah Ibnu Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu pun mempersaksikan kepakaran ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berucap,

نِعْمَ تَرْجُمَانُ الْقُرْآنِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ

Sebaik-baik penafsir Al-Qur`an adalah Abdullah bin Abbas.”

Padahal ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu ketika itu masih berusia muda. Beliau masih sempat hidup selama 36 tahun setelah wafatnya Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.

Apabila pujian Ibnu Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu terhadap sosok pemuda yang bernama ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu setinggi itu maka bagaimana lagi dengan ketinggian ilmu ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu pada saat tiga puluh tahun lebih, sesudah wafatnya Ibnu Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu?

Ibnu Athiyyah rahimahullah menyebutkan sederetan nama-nama para pakar Tafsir Al-Qur`an Al-Karim,

فَأَمَّا صَدْرُ الْمُفَسِّرِينَ وَالْمُؤَيَّدُ فِيهِمْ فَعَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَيَتْلُوهُ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَهُوَ تَجَرَّدَ لِلْأَمْرِ وَكَمَّلَهُ وَتَتَبَّعَهُ الْعُلَمَاءُ عَلَيْهِ كَمُجَاهِدٍ وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ وَغَيْرِهِمَا

“Adapun para ulama tafsir pendahulu dan mereka diteguhkan (oleh Allah Ta’ala), yaitu Ali bin Abi Thalib, selanjutnya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma -beliau mengkhususkan diri dalam menekuni ilmu tafsir dan menyempurnakannya- dan diikuti hal tersebut oleh para ulama sesudah beliau, seperti Mujahid, Sa‘id bin Jubair, dan selain keduanya.

Sebenarnya masih ada ulama-ulama besar dari Salafush Shalih, seperti Sa‘id bin Al-Musayyab, Asy-Sya‘bi, dan selain keduanya yang mereka ini sangat mengagungkan ilmu tafsir Al-Qur`an Al-Karim, namun mereka tidak berani tampil, padahal mereka mampu, hal itu karena kehati-hatian dan wara’ mereka.

Kandungan Tafsir Al Qur`an  Sangat Luas Tanpa Batas

Kemudian datang sesudah mereka tingkatan generasi para ulama Ahli Tafsir setingkat demi setingkat, semuanya menginfakkan rezeki ilmu Tafsir yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada mereka, namun ketahuilah wahai para pembaca, tafsir yang mereka sampaikan tetap saja belum bisa meliputi semua penjelasan kandungan Al-Qur`an Al-Karim dari berbagai sisi dengan sempurna, masih banyak sekali mutiara-mutiara kandungan Al-Qur`an Al-Karim yang tidak bisa diliputi oleh ilmu seluruh makhluk, karena Al-Qur`an Al-Karim adalah sifat Allah Ta’ala, sedangkan sifat Allah tidak ada penghujung akhirnya!

Oleh karena inilah, Sahl bin Abdullah berkata,

لَوْ أُعْطِيَ الْعَبْدُ بِكُلِّ حَرْفٍ مِنَ الْقُرْآنِ أَلْفَ فَهْمٍ لَمْ يَبْلُغْ نِهَايَةَ مَا أَوْدَعَهُ اللَّهُ فِي آيَةٍ مِنْ كِتَابِهِ لِأَنَّهُ كَلَامُ اللَّهِ وَكَلَامُهُ صِفَتُهُ وَكَمَا أَنَّهُ لَيْسَ لِلَّهِ نِهَايَةٌ فَكَذَلِكَ لَا نِهَايَةَ لِفَهْمِ كَلَامِهِ وإنما يفهم كل بمقدار مَا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَيْهِ وَكَلَامُ اللَّهِ غَيْرُ مَخْلُوقٍ وَلَا تَبْلُغُ إِلَى نِهَايَةِ فَهْمِهِ فُهُومٌ مُحْدَثَةٌ مَخْلُوقَةٌ

“Seandainya seorang hamba dianugerahi seribu pemahaman pada setiap huruf Al-Qur`an, maka tidak akan bisa membatasi kandungan yang Allah simpan dalam suatu ayat di Kitab-Nya, karena Al-Qur`an itu adalah Kalamullah, sedangkan Kalamullah adalah sifat-Nya, sebagaimana Allah itu tidak berakhir, maka demikian pula (sifat-Nya, sehingga) tidak ada batas akhir untuk pemahaman terhadap Al-Qur`an. Yang ada hanyalah masing-masing (ulama) memahami (Al-Qur`an) sekadar ilmu yang Allah bukakan untuknya. Kalamullah itu bukan makhluk, maka pemahaman (manusia) -yang merupakan makhluk yang dulunya tidak ada- tentunya tidak akan sampai meliputi (seluruh) kandungan Al-Qur`an (dengan sempurna).”

Ringkasan Muqaddimah Kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an)

[Bersambung]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30559-kemuliaan-al-quran-al-karim-4.html

Kemuliaan Al Qur`an Al Karim (3)

Apakah Maksud Ah-Shirath Al-Mustaqim dalam Surat Al-Faatihah?

‘Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu menafsirkan firman Allah Ta’ala,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus” (Q.S. Al-Faatihah) dengan berkata, “Maksud jalan yang lurus dalam ayat di atas adalah Al-Qur`an. Beliaupun menjelaskan lebih lanjut makna tunjukilah kami jalan yang lurus.

أَرْشِدْنَا إِلَى عِلْمِهِ

Tunjukilah kami ilmu tentang Al-Qur`an.

Seorang tabi‘in yang kata-katanya banyak dicatat dengan tinta emas dalam sejarah, Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan,

عِلْمُ الْقُرْآنِ ذِكْرٌ لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا الذَّكُورُ مِنَ الرِّجَالِ

Ilmu Al-Qur`an adalah sebuah peringatan/nasihat, tidak ada yang mampu mengetahui (mengambil pelajaran)nya kecuali orang-orang yang hebat.”

Al-Qur`an Al-Karim adalah Rujukan untuk Setiap Masalah

Allah Ta‘ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Q.S. An-Nisaa`: 59).

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka keputusannya dikembalikan kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nya-lah aku kembali” (QS. Asy-Syuuraa: 10).

Maksud dikembalikan kepada Allah pada ayat di atas, adalah

dikembalikan kepada Kitabullah

Al-Qur`an Al-Karim adalah Sumber Seluruh Ilmu yang Ada Di Dunia Ini

Az-Zarkasy rahimahullah dalam menyampaikan pendahuluan kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an ini juga membawakan kalimat yang mendalam,

وَكُلُّ عِلْمٍ مِنَ الْعُلُومِ مُنْتَزَعٌ مِنَ الْقُرْآنِ وَإِلَّا فَلَيْسَ لَهُ بُرْهَانٌ

Setiap ilmu dari berbagai macam ilmu (yang ada di dunia ini sesungguhnya) diambil dari Al-Qur`an, jika ilmu itu tidak diambil dari Al-Qur`an, maka ilmu tersebut tidaklah memiliki burhan.

Pakar tafsir di kalangan sahabat, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menyatakan,

مَنْ أَرَادَ الْعِلْمَ فَلْيُثَوِّرِ الْقُرْآنَ فَإِنَّ فِيهِ عِلْمَ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ فِي الْمَدْخَلِ وَقَالَ: أَرَادَ بِهِ أُصُولَ الْعِلْمِ

“Barangsiapa yang menginginkan ilmu (yang bermanfaat), maka hendaklah ia mendalami Al-Qur`an, karena di dalamnya terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang sekarang dan akan datang” (Diriwayatkan Al-Baihaqi di Al-Madkhal, dan beliau mengatakan yang dimaksud Ibnu Mas’ud adalah pokok-pokok ilmu [yang bermanfaat]).

Siapakah Satu-Satunya Sahabat yang Bergelar Lautan Ilmu Umat Ini?

Para ulama di kalangan sahabat radhiyallahu ‘anhum dahulu dikenal dengan keahliannya di dalam disiplin ilmu masing-masing. Di antara mereka ada yang dikenal ahli dalam bidang kehakiman dan peradilan, seperti ‘Ali radhiyallahu ‘anhu. Ada pula seperti Zaid radhiyallahu ‘anhu yang dikenal dengan keahliannya dalam bidang ilmu Waris. Mu‘adz radhiyallahu ‘anhu terhitung sebagai ulama yang ahli dalam masalah halal-haram. Ada pula yang dikenal sebagai Ahli Qira`ah, seperti Ubay radhiyallahu ‘anhu.

Kendati demikian, tidak ada satu pun yang digelari dengan Bahrul Ummah (Lautan ilmu Umat ini) kecuali Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu. Tahukah sebabnya? Karena keahlian ‘Abdullah bin Abbas yang mendalam dalam disiplin ilmu Tafsir Al-Qur`an Al-Karim.

(Ringkasan Muqaddimah Kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an)

[Bersambung]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30202-kemuliaan-al-quran-al-karim-3.html

Kemuliaan Al Qur`an Al Karim (2)

Siapakah Ulama yang Paling Mulia?

Al-Harali rahimahullah berkata,

وَأَكْمَلُ الْعُلَمَاءِ مَنْ وَهَبَهُ اللَّهُ تَعَالَى فَهْمًا فِي كَلَامِهِ وَوَعْيًا عَنْ كِتَابِهِ وَتَبْصِرَةً فِي الْفُرْقَانِ وَإِحَاطَةً بِمَا شَاءَ مِنْ عُلُومِ الْقُرْآنِ

“Ulama yang paling sempurna adalah orang yang diberikan anugerah oleh Allah Ta’ala berupa pemahaman terhadap firman-Nya, hafal Kitab-Nya, mengajarkannya, dan mengetahui ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.”

Al Qur`an Al Karim adalah Kalamullah, Lebih Mulia dari Seluruh Ucapan Selainnya

Imam Syafi’i rahimahullah menyatakan,

جَمِيعُ مَا تَقُولُهُ الْأُمَّةُ شَرْحٌ لِلسُّنَّةِ وَجَمِيعُ السُّنَّةِ شَرْحٌ لِلْقُرْآنِ وَجَمِيعُ الْقُرْآنِ شَرْحُ أَسْمَاءِ اللَّهِ الْحُسْنَى وَصِفَاتِهِ الْعُلْيَا

Seluruh yang dikatakan (ulama) umat ini (tentang Hadist), hakikatnya merupakan penjelas As-Sunnah, sedangkan seluruh As-Sunnah merupakan penjelas Al-Qur`an, sedangkan seluruh isi Al-Qur`an adalah penjelas nama Allah yang terindah dan sifat-Nya yang paling sempurna.

Ada pula keterangan dari selain beliau yang menambahkan kalimat berikut.

وَجَمِيعُ الْأَسْمَاءِ الْحُسْنَى شَرْحٌ لِاسْمِهِ الْأَعْظَمِ وَكَمَا أَنَّهُ أَفْضَلُ مِنْ كُلِّ كَلَامٍ سِوَاهُ فَعُلُومُهُ أَفْضَلُ مِنْ كُلِّ عِلْمٍ عَدَاهُ

Seluruh nama Allah yang terindah adalah penjelas nama-Nya yang teragung, dan sebagaimana firman-Nya lebih mulia dari seluruh ucapan selainnya, maka ilmu yang terkandung di dalam Al-Qur`an lebih mulia pula dari semua ilmu selainnya.

Barangsiapa yang Dianugerahi Kefahaman yang Dalam tentang Al-Qur`an, Ia Benar-Benar Telah Dianugerahi Karunia yang Banyak!

Allah Ta’ala berfirman,

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَىٰ ۚ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar, sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal (baik) saja yang dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. Ara‘du: 19).

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا  ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

Allah menganugerahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur`an) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakal (baik)lah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (Q.S. Al-Baqarah: 269).

Mujahid rahimahullah menafsirkan Al-Hikmah dalam ayat di atas dengan,

الفهم والإصابة في القرآن

“Pemahaman (yang bagus) dan kebenaran dalam memahami Al-Qur`an.”

Muqatil rahimahullah pun menyampaikan hal yang semakna,

يَعْنِي عِلْمَ الْقُرْآنِ

“(Al-Hikmah) maksudnya adalah ilmu Al-Qur`an.”

Apakah Penghalang Seseorang dari Memahami Al-Qur`an?

Sufyan bin ‘Uyainah menjelaskan firman Allah Ta’ala,

سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ

Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari ayat-ayat-Ku” (Q.S. Al-A’raaf: 146). Beliau berkata,

أَحْرِمُهُمْ فَهْمَ الْقُرْآنِ

“Aku akan halangi mereka dari memahami Al-Qur`an (sebagai hukuman bagi mereka.”

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah menyatakan di antara sebab seseorang tidak memahami Al-Qur`an adalah sibuknya hati memikirkan dunia, berikut ini pernyataan beliau.

لَا يَجْتَمِعُ فَهْمُ الْقُرْآنِ وَالِاشْتِغَالُ بِالْحُطَامِ فِي قَلْبِ مُؤْمِنٍ أَبَدًا

“Tidak akan berkumpul di hati seorang mukmin selamanya antara memahami Al-Qur`an (dengan baik) dan sibuk memikirkan perhiasan dunia.”

(Ringkasan Muqaddimah Kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an)

[Bersambung]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30170-kemuliaan-al-quran-al-karim-2.html

I’tikaf di Masjid Bukan Syarat Mendapatkan Lailatul Qadar

Tentu semua muslim telah tahu keutamaan malam lailatul qadar yang luar biasa. Hanya satu malam tetapi sama nilainya dengan beribadah 1000 bulan. Seribu bulan ini jika dikonversi ke tahun sekitar 83 tahun. Umur manusia saja belum tentu sampai 83 tahun, maka sungguh sangat beruntung mereka yang mendapatkan malam lailatul qadar dan diisi penuh dengan ibadah.

Allah berfirman mengenai keutamaan malam lailatul qadar.

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala usrusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar” [Al-Qadar : 1-5]

Malam tersebut sangat diberkahi, Allah berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” [Ad-Dukhan : 3-6]

Sebagian kaum muslimin mungkin bertanya-tanya, apakah ia bisa mendapatkan malam lailatul qadar sedangkan ia tidak i’tikaf di masjid. Tidak semua manusia bisa i’tikaf di masjid pada malam hari. Bisa jadi ia mendapatkan udzur semisal harus bekerja menjaga rumah sakit yang 24 jam atau petugas keamanan yang berjaga 24 jam. Bisa juga orang tersebut memang sedang butuh dengan safar di jalan atau wanita yang sedang haid atau para istri yang sibuk mengurus anak dan bayi di rumah.

Jawabannya adalah mereka bisa mendapatkan malam lailtul qadar, karena i’tikaf di masjid bukanlah syarat untuk mendapatkan malam lailatul qadar dengan keutamaannya. Lailatul qadar terkait dengan waktu, bukan dengan tempat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak mendapati malam tersebut, maka ia akan diharamkan mendapatkan kebaikan.” (HR. An-Nasai no. 2106, shahih)

Mereka yang tidak i’tikaf seperti musafir, wanita nifas dan haid serta orang yang udzur, bisa mendapatkan malam lailatul qadar jika mereka mengisi dengan beribadah kepada Allah dengan ikhlas pada malam tersebut.

Juwaibir berkata kepada Ad-Dhahaak,

أرأيت النفساء و الحائض و المسافر و النائم لهم في ليلة القدر نصيب ؟ قال : نعم كل من تقبل الله عمله سيعطيه نصيبه من ليلة القدر

“Bagaimana pendapatmu mengenai wanita yang nifas dan haid, musafir dan orang yang tidur, apakah mereka bisa mendapatkan malam lailatul qadar?”

Ad-Dhahaak menjawab: “Iya, semua orang yang Allah terima amal mereka akan mendapatkan bagian lailatul qadar.” (Al-Lathaif Al-Ma’arif hal. 341)

Semoag kita termasuk orang yang bisa mendapatkan keberuntungan dengan malam lailatul qadar dan mengisinya dengan ibadah yang diterima oleh Allah dan diampuni dosa-dosa kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)

 

Demikian semoga bermanfaat

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30518-itikaf-di-masjid-bukan-syarat-mendapatkan-lailatul-qadar.html

Kemuliaan Al Qur’an Al Karim (1)

Ramadhan dan Al Qur’an

Segala bentuk pujian yang sempurna kita persembahkan hanya untuk Allah Ta’ala saja, Dia Ta’ala telah menganugerahkan kepada bulan Ramadhan yang sangat mulia ini untuk kita syukuri. Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling mulia sekaligus bulan Al-Qur`an, hati kaum muslimin demikian terikat dengan Kitabullah ini, baik dengan membacanya, memahaminya, mengamalkannya, maupun mendakwahkannya.

Sangat pantaslah pada bulan yang paling mulia ini diturunkan Kitabullah yang paling mulia pula. Al-Qur`an Al-Karim merupakan Kitabullah paling mulia ditinjau dari segala sisi. Hal ini sebagaimana penuturan Ibnu Katsir rahimahullah berikut ini.

أنزلَ أشرف الكتب بأشرف اللغات، على أشرف الرسل، بسفارة أشرف الملائكة، وكان ذلك في أشرف بقاع الأرض، وابتدئ إنزاله في أشرف شهور السنة وهو رمضان، فكمل من كل الوجوه

Diturunkan Kitab yang paling mulia (Al-Qur`an) dengan bahasa yang paling mulia, diajarkan kepada Rasul yang paling mulia, disampaikan oleh malaikat yang paling mulia, diturunkan di tempat yang paling mulia di muka bumi, diturunkan pula di bulan yang paling mulia sepanjang tahun, yaitu bulan Ramadhan. Dengan demikian sempurnalah Kitab suci Al-Qur`an dari berbagai sisi” (Tafsir Ibnu Katsir).

Syaikh Badrud Din Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasy Asy-Syafi’i rahimahullah dalam memberi muqaddimah kitabnya yang terkenal Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an menjelaskan kemuliaan dan keutamaan Al-Qur`an Al-Karim, berikut ini ringkasannya.

Segala puji yang sempurna hanya untuk Allah yang telah menyinari hati manusia dengan Kitab-Nya dan menurunkannya dengan lafal yang mudah dipahami dan dengan metode yang sempurna, sehingga manusia tak mampu menandinginya, sastranya pun membuat takluk para ahli sastra, hikmah yang terkandung di dalamnya tak ada satupun ahli hikmah yang sanggup menyainginya, serta kefasihannya membuat decak kagum singa podium dimanapun juga mereka berada.

Asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarika lahu wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluhuAmma ba’du,

Setelah penulis Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an ini memuji keistimewaan Al-Qur`an Al-Karim, kembali beliau memuji Allah Ta’ala yang telah mengarahkan hati orang-orang yang beriman untuk mencintai Al-Qur`an Al-Karim dengan memperindah maknanya dan mengistimewakan metodenya. Tak mampu seorang makhluk pun meliputi seluruh mutiara makna-maknanya dengan sempurna.

Hidup Bahagia dengan Al Qur’an

Orang yang berbahagia (As-Sa’iid) adalah orang yang perhatiannya tertuju kepada Al-Qur`an Al-Karim, pikiran dan tekad kuatnya tertuju kepada memahaminya dan mengamalkannya. Orang yang diberi taufik oleh Allah Ta’ala (Al-Muwaffaq) adalah orang yang dengan taufik-Nya bisa mentadabburi Al-Qur`an Al-Karim dan dipilih oleh-Nya untuk bisa mengingat-Nya dan memperingatkan manusia dengan Kitab-Nya tersebut.

Mengapa Al Qur’an Al Karim disebut Ruh?

Al-Qur`an Al-Karim menyebabkan hidupnya hati manusia, oleh karena itu Allah Ta’ala menyebut Kitab-Nya dengan ruh, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

رَفِيعُ الدَّرَجَاتِ ذُو الْعَرْشِ يُلْقِي الرُّوحَ مِنْ أَمْرِهِ عَلَىٰ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ لِيُنْذِرَ يَوْمَ التَّلَاقِ

(Dialah) Yang Maha Tinggi, Yang mempunyai ‘Arsy, Yang menurunkan ruh (Al-Qur`an ) dengan perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya supaya ia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat)” (Q.S. Al-Mu`min: 15).

Al-Qur`an Al-Karim disebut ruh, karena mempelajari dan mengamalkannya itu menghantarkan kepada kehidupan hati manusia di dunia, dengan ketakwaan, dan menghantarkan kepada kehidupan abadi di akhirat dengan kebahagiaan selamat dari siksa dan masuk kedalam Surga, sebagaimana ruh pada jasad yang menyebabkan kehidupan jasad.

[Bersambung]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30120-kemuliaan-al-quran-al-karim-1.html

Tahapan Mengambil Pelajaran dari Al-Qur’an

Bulan Ramadhan Bulannya Al-Qur’an

Kebiasaan Nabi, para sahabat dan orang-orang shalih terdahulu adalah memperbanyak berinteraksi dengan Al-Qur’an di bulan Ramadan. Oleh karena itu marilah kita jadikan bulan Ramadan ini untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya.

Bentuk Tilawah (Membaca) Al-Qur’an

Allah Ta’ala berfirman :

الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. (QS. Fathir: 29).

Macam-Macam Tilawah (membaca) Al-Qur’an

(1) Tilawah lafdzi

Tilawah lafdzi, yaitu dengan membacanya. Membaca Al-Qur’an sendiri memiliki banyak keutamaan. Satu hurufnya diganjar dengan satu kebaikan dan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan.

Rasulullah shallallahualaihiwasallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan semisalnya. Aku tidak mengatakan الم  satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi, sahih)

Rasulullah shallallahualaihiwasallam juga bersabda:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

Bacalah Al-Qur’an karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).

(2) Tilawah secara hukum

Tilawah secara hukum, yaitu dengan membenarkan kabar yang tercantum di dalamnya, menerapkam hukum-hukumnya serta melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Allah berfirman :

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ

Al-Qur’an ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan keberkahan agar mereka menadaburkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir.” (QS. Shad : 29).

Para shalafus shalih (orang-orang shalih terdahulu) menjalani berbagai tahapan dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Mereka memepelajari, membenarkan, dan menerapkan hukumnya secara nyata. Semua itu lahir dari akidah yang kokoh dan keyakinan yang benar terhadap Al-Qur’an.

Abu ‘Abdirrahman As-Sulami rahimahullah berkata: “Kami diberitahu oleh orang-orang yang membacakan Al-Qur’an kepada kami, seperti ‘Utsaman bin Affan, ‘Abdullah bin Mas’ud, dan yag lainnya bahwa jika mereka mempelajari Al-Qur’an dari Nabi shallallahualaihiwasallam sebanyak sepuluh ayat, mereka tidak melewatinya hingga mereka mempelajarinya beserta kandungannya secara ilmu dan pengamalan. Mereka mengatakan: “Maka kami mempelajari Al-Qur’an dalam ilmu dan amal secara keseluruhan.“ (Lihat Majalis Syahri Ramadhan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah)

Tiga Tahapan Mengambil Pelajaran dari Al-Qur’an

Allah Ta’ala berfirman :

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ

Al-Qur’an ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan keberkahan agar mereka menadabburkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir.” (QS. Shad: 29).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah memberikan penjelasan tentang ayat ini:

“Disebutkan ‘tadzakkur’ (mengambil pelajaran) setelah ‘tadabbur’ (memahami maknanya), karena tidak mungkin seseorang bisa mengambil pelajaran dari sesuatu kecuali jika dia telah mengetahui makna yang terkandung di dalamnya. Maka dengan menadaburkan terlebih dahuhu pada awalnya, baru kemudian setelahnya akan mendapat pelajaran.”

Tahapan seseorang dalam mengambil pelajaran dari Al-Qur’an ada tiga :

(1) Tahap pertama yaitu dengan membaca Al-Qur’an,

(2) Kemudian tahap kedua menadabburkannya untuk memahami maknanya,

(3) Kemudian tahap ketiga mendapat pelajaran darinya.”

(Lihat Tafsir Surat Shad oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin )

Pengaruh Al-Qur’an bagi Hati dan Badan

Syaikh Ibnu Al-‘Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan, “dengan mengambil pelajaran dari Al-Qur’an akan memberikan pengaruh bagi hati dan badan. Pengaruh bagi hati akan menimbulkan keikhlasan hamba kepada Allah, taubat dan kembali kepada-Nya, bertawakal hanya kepada-Nya dan amal-amal hati lainnya. Adapun pengaruh bagi anggota badan adalah mampu melaksanakan ketaatan kepada Allah dengan seluruh anggota badannya seperti bersuci, salat, zakat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya.” (Lihat Tafsir Surat Shad oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin )

Semoga kita dimudahkan untuk senantiasa membaca, mempelajari, dan mengamalkan Al-Qur’an. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30165-tahapan-mengambil-pelajaran-dari-al-quran.html

Muslim Harus Bergembira Menyambut Ramadhan

Bergembira Menyambut Ramadhan, Salah Satu Wujud Keimanan

Salah satu tanda keimanan adalah seorang muslim bergembira dengan akan datangnya bulan Ramadhan. Ibarat akan menyambut tamu agung yang ia nanti-nantikan, maka ia persiapkan segalanya dan tentu hati menjadi sangat senang tamu Ramadhan akan datang. Tentu lebih senang lagi jika ia menjumpai Ramadhan.

Hendaknya seorang muslim khawatir akan dirinya jika tidak ada perasaan gembira akan datangnya Ramadhan. Ia merasa biasa-biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Bisa jadi ia terluput dari kebaikan yang banyak. Karena ini adalah karunia dari Allah dan seorang muslim harus bergembira.

Allah berfirman,

ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ

“Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS. Yunus [10]: 58).

Lihat bagaimana para ulama dan orang shalih sangat merindukan dan berbahagia jika Ramadhan akan datang. Ibnu Rajab Al-Hambali berkata,

ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒُ : ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻥَ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳُﺒَﻠِّﻐَﻬُﻢْ ﺷَﻬْﺮَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻧَﺎﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻘَﺒَّﻠَﻪُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ

“Sebagian salaf berkata, ‘Dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka dipertemukan lagi dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar Allah menerima (amal-amal shalih di Ramadhan yang lalu) mereka.“[1]

Kenapa Harus Bergembira Menyambut Ramadhan?

Kegembiraan tersebut adalah karena banyaknya kemuliaan, keutamaan, dan berkah pada bulan Ramadhan. Beribadah semakin nikmat dan lezatnya bermunajat kepada Allah

Kabar gembira mengenai datangnya Ramadhan sebagaimana dalam hadits berikut.

ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﺤِﻴﻢِ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”[2]

Ulama menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan kita harus bergembira dengan datangnya Ramadhan.

Syaikh Shalih Al-Fauzan menjelaskan,

ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺑﺸﺎﺭﺓ ﻟﻌﺒﺎﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﺑﻘﺪﻭﻡ ﺷﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﺧﺒﺮ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ ﺑﻘﺪﻭﻣﻪ ، ﻭﻟﻴﺲ ﻫﺬﺍ ﺇﺧﺒﺎﺭﺍً ﻣﺠﺮﺩﺍً ، ﺑﻞ ﻣﻌﻨﺎﻩ : ﺑﺸﺎﺭﺗﻬﻢ ﺑﻤﻮﺳﻢ ﻋﻈﻴﻢ

‏( ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ .. ﻟﻠﻔﻮﺯﺍﻥ ﺹ 13 ‏)

ﺃﺗﻰ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﻔﺘﺢ ﻓﻴﻪ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻨﺔ ، ﻭ

“Hadits ini adalah kabar gembira bagi hamba Allah yanh shalih dengan datangnya Ramadhan. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi kabar kepada para sahabatnya radhiallahu ‘anhum mengenai datangnya Ramadhan. Ini bukan sekedar kabar semata, tetapi maknanya adalah bergembira dengan datangnya momen yang agung.“[3]

Ibnu Rajab Al-Hambali menjelaskan,

ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﻔﺘﺢ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻨﺎﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺬﻧﺐ ﺑﻐﻠﻖ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﻨﻴﺮﺍﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻌﺎﻗﻞ ﺑﻮﻗﺖ ﻳﻐﻞ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻣﻦ ﺃﻳﻦ ﻳﺸﺒﻪ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺯﻣﺎﻥ

“Bagaimana tidak gembira? seorang mukmin diberi kabar gembira dengan terbukanya pintu-pintu surga. Tertutupnya pintu-pintu neraka. Bagaimana mungkin seorang yang berakal tidak bergembira jika diberi kabar tentang sebuah waktu yang di dalamnya para setan dibelenggu. Dari sisi manakah ada suatu waktu menyamai waktu ini (Ramadhan).[4]

Catatan: Hadits Dhaif Terkait Kegembiraan Menyambut Ramadhan

Ada hadits yang menyebutkan tentang bergembira menyambut Ramadhan, akan tetapi haditsnya oleh sebagian ulama dinilai dhaif bahkan maudhu’ (palsu)

ﻣَﻦْ ﻓَﺮِﺡَ ﺑِﺪُﺧُﻮﻝِ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺟَﺴَﺪَﻩُ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟﻨِّﻴْﺮَﺍﻥِ

“Barangsiapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, maka Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka. (Nash riwayat ini disebutkan di kitab Durrat An-Nasihin)

Demikian semoga bermanfaat

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/29974-muslim-harus-bergembira-menyambut-ramadhan.html

Berkumpulnya Waktu Mustajab di Jumat Ramadhan

ALHAMDULILLAH, hari ini adalah hari Jumat. Dan Jumat ini adalah Jumat pertama di bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan sendiri adalah bulan yang penuh berkah. Bulan yang Allah jadikan istimewa di antara bulan lainnya untuk orang beriman. Sedang hari Jumat adalah hari istimewa dalam sepekan. Penghulu hari dan hari terbaik kaum muslimin dalam satu pekan.

Salah satu keutamaan bulan Ramadhan bagi orang beriman adalah Allah jadikan seluruh waktunya, yakni 24 jam, dalam satu bulan penuh, adalah waktu mustajab dalam berdoa. Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, Tiga orang yang doanya tidak tertolak; orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang terdzalimi (HR. Ahmad).

Hari Jumat juga merupakan hari yang memiliki waktu mustajab. Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, Pada hari Jumat itu, terdapat satu waktu, tidaklah seorang hamba yang muslim yang berdiri untuk melaksanakan shalat tepat pada waktu itu dan memohon (kebaikan) apa saja kepada Allah, kecuali Allah pasti akan memberikannya, dan beliau memberikan isyarat dengan tangannya (menunjukkan bahwa) waktu tersebut singkat. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada pendapat yang mengatakan bahwa waktu tersebut adalah waktu antara dua khutbah saat rangkaian ibadah shalat Jumat, dan ada pula yang mengatakan waktu mustajab tersebut adalah bada ashar.

Kemudian apabila pada hari Jumat di bulan Ramadhan terjadi hujan. Dari Sahl bin Sad, ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, Dua doa yang tidak pernah ditolak; doa pada waktu adzan dan doa pada waktu hujan (Mustadrak Hakim). Berkata Imam an Nawawi, Bahwa penyebab doa pada waktu hujan tidak ditolak atau jarang ditolak dikarenakan pada saat itu sedang turun rahmat khususnya curahan hujan pertama di awal musim

Apalagi hujan tersebut turun pada saat khatib sedang berkhutbah, atau hujan turun saat ashar hingga waktu tertentu.

Allahu Alam

 

INILAH MOZAIK

Inilah Ibadah yang Baik Dilakukan di Bulan Ramadan

DARI Abu Hurairah RA, ia berkata, ‘Rasulullah SAW memberi kabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda: “Telah datang kepadamu bulan Ramadan, bulan yang diberkahi. Allah SWT mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan dibelenggu; juga terdapat dalam bulan ini malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang tidak memperoleh kebaikannya, maka ia tidak memperoleh apa-apa.” (HR Ahmad dan Nasai).

Berikut ini adalah amalan-amalan yang dianjurkan pada bulan Ramadan:

a. Puasa

Allah SWT memerintahkan berpuasa di bulan Ramadan sebagai salah satu rukun Islam. Firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 183).

Rasulullah SAW bersabda: “Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tidak Ilah yang berhak disembah selain Allah SWT dan Muhammad SAW adalah rasul Allah SWT, mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa Ramadan, dan pergi ke Baitul Haram.” (Muttafaqun alaih).

Puasa di bulan Ramadan merupakan penghapus dosa-dosa yang terdahulu apabila dilaksanakan dengan ikhlas berdasarkan iman dan hanya mengharapkan pahala dari Allah SWT, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena iman dan mengharap pahala dari Allah SWT, niscaya diampuni dosa-dosanya telah lalu.” (Muttafaqun alaih).

b. Membaca Alquran

Membaca Alquran sangat dianjurkan bagi setiap Muslim di setiap waktu dan kesempatan. Rasulullah SAW bersabda: “Bacalah Alquran, sesungguhnya ia datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi ahlinya (yaitu, orang yang membaca, mempelajari dan mengamalkannya). (HR Muslim).

Dan membaca Alquran lebih dianjurkan lagi pada bulan Ramadan, karena pada bulan itulah diturunkannya Alquran.

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). (QS al-Baqarah [2]: 185).

Rasulullah SAW selalu memperbanyak membaca Alquran di hari-hari Ramadan, seperti diceritakan dalam hadis Aisyah RA, ia berkata: “Saya tidak pernah mengetahui Rasulullah SAW membaca Alquran semuanya, salat sepanjang malam, dan puasa sebulan penuh, selain di bulan Ramadan.” (HR Ahmad).

Dalam hadis Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan al-Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah SAW melakukan tadarus Alquran bersama Jibril AS di setiap bulan Ramadan.

c. Mendirikan salat Tarawih berjemaah

“Sesungguhnya Rasulullah SAW keluar pada waktu tengah malam, lalu beliau salat di masjid, dan salatlah beberapa orang bersama beliau. Di pagi hari, orang-orang memperbincangkannya. Ketika Nabi SWT mengerjakan salat (di malam kedua), banyaklah orang yang salat di belakang beliau. Di pagi hari berikutnya, orang-orang kembali memperbincangkannya. Di malam yang ketiga, jumlah jemaah yang di dalam masjid bertambah banyak, lalu Rasulullah SAW keluar dan melaksanakan salatnya. Pada malam keempat, masjid tidak mampu lagi menampung jemaah, sehingga Rasulullah SAW hanya keluar untuk melaksanakan salat Subuh.

Tatkala selesai salat Subuh, beliau menghadap kepada jemaah kaum Muslimin, kemudian membaca syahadat dan bersabda, “Sesungguhnya kedudukan kalian tidaklah sama bagiku, aku merasa khawatir ibadah ini diwajibkan kepada kalian, lalu kalian tidak sanggup melaksanakannya.” Rasulullah SAW wafat dan kondisinya tetap seperti ini. (HR al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah RA).

Kemudian, pada zaman Khalifah Umar bin Khattab RA, salat Tarawih kembali dilakukan secara berjemaah di Masjid. Dan hal itu disepakati oleh semua sahabat Rasulullah SAW pada masa itu. Wallahu A’lam.

d. Menghidupkan malam-malam Lailatul Qadar

Lailatul qadar adalah malam kemuliaan yang lebih baik daripada seribu bulan. Menurut pendapat paling kuat, malam kemuliaan itu terjadi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, terlebih lagi pada malam-malam ganjil, yaitu malam 21, 23, 25, 27, dan 29. “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS al-Qadar [97]: 3).

Malam itu adalah pelebur dosa-dosa di masa lalu, Rasulullah SAW bersabda: “Dan barangsiapa yang beribadah pada malam Lailatul qadar semata-mata karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah SWT, niscaya diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Bukhari).

Yang dimaksud dengan menghidupkan lailatul qadar adalah dengan memperbanyak salat malam, membaca Alquran, zikir, berdoa, membaca selawat, tasbih, istighfar, itikaf, dan lainnya. Aisyah RA berkata, Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan lailatul qadar, maka apa yang aku ucapkan? Beliau menjawab, Bacalah: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Yang suka mengampuni, ampunilah aku.”

e. Memperbanyak sedekah

Rasulullah SAW adalah orang yang paling pemurah, dan Rasul SAW lebih pemurah lagi di bulan Ramadan. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Abbas RA, ia berkata: “Rasulullah SAW adalah manusia yang paling pemurah, dan beliau lebih pemurah lagi di bulan saat Jibril AS menemui beliau, ” (HR Bukhari).

f. Melaksanakan ibadah umrah

Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan di bulan Ramadan adalah melaksanakan ibadah umrah. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa nilai pahalanya sama dengan melaksanakan ibadah haji. “Umrah di bulan Ramadan sama dengan ibadah haji.”

Demikianlah beberapa ibadah penting yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di bulan Ramadan dan telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Semoga kita termasuk di antara orang-orang yang mendapat taufik dari Allah SWT untuk mengamalkannya, dan mendapatkan kebaikan serta keberkahan bulan Ramadan.

g. Memperbanyak Iktikaf

Iktikaf dalam bahasa adalah berdiam diri atau menahan diri pada suatu tempat, tanpa memisahkan diri. Sedang dalam istilah syari, itikaf berarti berdiam di Masjid untuk beribadah kepada Allah SWT dengan cara tertentu, sebagaimana telah diatur oleh syariat.

Itikaf merupakan salah satu perbuatan yang dikerjakan Rasulullah SAW, seperti yang diceritakan oleh Aisyah RA: “Sesungguhnya Nabi SAW selalu itikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan sampai meninggal dunia, kemudian istri-istri beliau beritikaf sesudah beliau.” (Muttafaqun alaih).[]

 

INILAH RAMADHAN 

Mengapa Diberi Nama Bulan Ramadan

SEJAK dahulu, sebelum datangnya Islam, bangsa arab telah menggunakan tahun qomariyah. Hanya saja tidak semua masyarakat jahiliyah di seluruh penjuru jazirah arab sepakat dalam menentukan kalender tertentu.

Sehingga penanggalan mereka berbeda-beda. Meskipun demikian, mereka mengenal kalender qamariyah, dan mereka gunakan konsep ini untuk membuat penanggalan bagi suku mereka masing-masing.

Kalender qamariyah yang mereka kenal sejak zaman dahulu sama dengan kalender qamariyah yang berlaku saat ini. Dalam satu tahun ada dua belas bulan, dan awal bulan ditentukan berdasarkan terbitnya hilal (bulan sabit pertama). Mereka menetapkan bulan Muharram sebagai awal tahun. Mereka juga menetapkan empat bulan haram (bulan suci). Mereka menghormati bulan-bulan haram ini. Mereka jadikan empat bulan haram sebaga masa dilarangnya berperang antar-suku dan golongan.

Kemudian, sebagian informasi menyebutkan, ada lima bulan Rabiul awal akhir, Jumadil awal akhir, dan Ramadan yang namanya ditetapkan berdasarkan keadaan musim yang terjadi di bulan tersebut.

Rabiul awal dan akhir diambil dari kata rabi [arab: ] yang artinya semi. Karena ketika penamaan bulan Rabi bertepatan dengan musim semi.

Jumadil Ula dan Akhirah, diambil dari kata: jamad [arab: ], yang artinya beku. Karena pada saat penamaan bulan ini bertepatan dengan musim dingin, dimana air membeku.

Sedangkan Ramadan diambil dari kata Ramdha [arab: ], yang artinya sangat panas. Karena penamaan bulan ini bertepatan dengan musim panas.

Asal Penamaan Ramadan

An-Nawawi dalam kitabnya Tahdzib al-Asma wa al-Lughat, menyebutkan beberapa pendapat ahli bahasa, terkait asal penamaan ramadan,

Pertama, diambil dari kata ar-Ramd [arab: ] yang artinya panasnya batu karena terkena terik matahari. Sehingga bulan ini dinamakan ramadan, karena kewajiban puasa di bulan ini bertepatan dengan musim panas yang sangat terik. Pendapat ini disampaikan oleh al-Ashmai ulama ahli bahasa dan syair arab (w. 216 H), dari Abu Amr.

Kedua, diambil dari kata ar-Ramidh [arab: ], yang artinya awan atau hujan yang turun di akhir musim panas, memasuki musim gugur. Hujan ini disebut ar-Ramidh karena melunturkan pengaruh panasnya matahari. Sehingga bulan ini disebut Ramadan, karena membersihkan badan dari berbagai dosa. Ini merupakan pendapat al-Kholil bin Ahmad al-Farahidi ulama tabiin ahli bahasa, peletak ilmu arudh (w. 170 H).

Ketiga, nama ini diambil dari pernyataan orang arab, [] yang artinya mengasah tombak dengan dua batu sehingga menjadi tajam. Bulan ini dinamakan ramadan, karena masyarakat arab di masa silam mengasah senjata mereka di bulan ini, sebagai persiapan perang di bulan syawal, sebelum masuknya bulan haram. Pendapat ini diriwayatkan dari al-Azhari ulama ahli bahasa, penulis Tahdzib al-Lughah (w. 370 H).

Kemudian an-Nawawi menyebutkan keterangan al-Wahidi,

“Al-Wahidi mengatakan, berdasarkan keterangan al-Azhari, berarti ramadan adalah nama yang sudah ada sejak zaman Jahiliyah. Sementara berdasarkan dua pertama, berarti nama ramadan adalah nama islami. (Tahdzib al-Asma wa al-Lughat, 3/126).

Demikian, Allahu alam. [Ustaz Ammi Nur Baits/konsultasisyariah]

 

INILAH RAMADHAN