Pandangan Islam Soal Vaksin dan Penanganan Pandemi

Pandemi Covid-19 telah berjalan dua tahun dan telah berdampak pada banyak sektor. Untuk menangani suatu penyakit tertentu telah ada sejak zaman Rasulullah dengan ramuan obat.

Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat, mengatakan dalam bukunya Islam dan Teknologi tentang pentingnya pengobatan yang sesuai takaran dan dosisnya sudah tercantum dalam salah satu hadits.

Dari Sa’ad mengisahkan pada suatu hari dia menderita sakit kemudian Rasulullah menjenguknya. Dia meletakkan tangannya di tengah dadanya sampai-sampai jantungnya merasakan sejuknya tangan Rasulullah. Kemudian Rasulullah bersabda, “Kamu menderita penyakit jantung. Temuilah al-Harits bin Kaladah dari Bani Tsaqif karena sesungguhnya dia adalah seorang tabib dan hendaknya dia mengambil tujuh kurma ‘ajwah lalu ditumbuk dengan biji-bijinya dan kamu meminumnya,” (HR Abu Daud).

Seiring berjalannya waktu, ilmu medis semakin berkembang sampai adanya tiga revolusi besar dalam dunia kedokteran, yaitu vaksin, anestesi, dan anti-biotik.

Pada dasarnya vaksin bukan obat untuk melawan suatu penyakit melainkan vaksin berprinsip untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Intinya, bagaimana menciptakan obat yang paling alami dengan menguatkan kekebalan tubuh atau imunitas.

Pemberian vaksin dilakukan agar setiap orang menjadi imun atas penyebaran penyakit. Terlebih di kondisi pandemi Covid-19 ini, vaksin wajib dilakukan. Dengan metode vaksinasi yang telah dilakukan selama puluhan tahun telah menyelamatkan banyak nyawa manusia.

Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, Abdul Muiz Ali, menjelaskan dalam situs MUI, bangsa Barat percaya vaksin ditemukan sekitar abad ke-17. Pada saat itu, masyarakat Eropa dan belahan dunia lain dihadapkan wabah cacar nanah yang disebabkan virus Smallpox. Disebutkan, pada saat itu, sekitar 400 ribu orang di Eropa meninggal dunia setiap tahun karena Smallpox.

Merujuk pada History of Vaccini, orang Eropa yang pertama kali menemukan teori vaksin adalah Edward Janer, dokter asal Inggris yang lahir di Britania Raya tahun 1749. Dia dikenal dengan sebutan bapak imunologi. Edward Jener disebut sebagai orang yang memelopori konsep vaksin termasuk menciptakan vaksin cacar, yang katanya vaksin pertama di dunia. Pertama kali menemukan penemuan vaksin sekitar tahun 1796.

Namun, pada zaman keemasan Islam, ada tokoh Muslim yang bernama Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi. Orang Barat atau Eropa menyebutnya dengan panggilan Rhazes. Syaikh Abu Bakar ar-Razi hidup antara tahun 864 – 930 dan lahir di Rayy, Teheran Iran pada tahun 251 H./865.

Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Muhammad bin Zakariya ar-Razi dalam kitabnya Al-Judari wa Al-Hasbah, yang artinya ‘Penyakit Cacar dan Campak’, menulis secara rinci soal penyakit cacar smallpox dan campak measles. Satu jenis penyakit atau wabah menular, ganas dan mematikan.

Imam ar-Razi menyebutkan cacar smallpox muncul ketika darah terinfeksi dan mendidih, yang menyebabkan pelepasan uap. Pelepasan uap inilah yang menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung kecil berisi cairan darah yang matang. Penyakit ini bisa menimpa siapa saja, baik pada masa kanak-kanak maupun dewasa. Hal terbaik yang bisa dilakukan pada tahap awal penyakit ini adalah menjauhinya. Jika tidak, maka akan terjadi wabah.

Yang menarik kitab Al-Judari wa Al-Hasbah ini ditulis sekitar abad ke-9, hampir seribu tahun sebelum vaksin cacar dan campak ditemukan. Dan Al-Razi secara jelas mendeskripsikan bahwa penyakit ini menimbulkan wabah, menular lewat darah, dapat menyerang anak-anak maupun dewasa. Jadi, sejak dulu, para ilmuwan Islam sudah meneliti soal wabah dan cara penanganannya.

Abdul juga menjelaskan dalam ajaran Islam menjaga kesehatan (hifzu al-Nafs) atas diri sendiri dan orang lain termasuk salah satu dari lima prinsip pokok (al-Dhoruriyat al-Khomsi). Vaksinasi sebagai salah satu tindakan medis (min Babi ath-Thibbi al-Wiqoi) untuk mencegah terjangkitnya penyakit dan penularan Covid-19. Menjaga kesehatan, dalam praktiknya dapat dilakukan melalui upaya preventif (al-Wiqoyah), dimana salah satu ikhitiarnya dapat dilakukam dengan cara vaksinasi termasuk perbuatan yang dibenarkan dalam Islam.

Rasulullah juga mengajarkan umat Islam untuk selalu menjaga kekebalan tubuh. Rasulullah bersabda \”Barangsiapa mengkonsumsi tujuh butir kurma Ajwah pada pagi hari, maka pada hari itu ia tidak akan terkena racun maupun sihir,\” (Bukhari dan Muslim).

Selain penerapan vaksin, cara lain untuk mengatasi wabah adalah mematuhi prosedur kesehatan ketat, salah satunya karantina. Siapa sangka karantina adalah warisan dari Dokter Muslim Ibnu Sina. Pakar kesehatan menyarankan karantina adalah salah satu cara paling efektif untuk mengendalikan pandemi virus korona dan membatasi penyebarannya.

Dilansir Morocco World News, Kamis (8/5), Ibnu Sina berargumen tentang penerapan karantina untuk mengendalikan penyebaran penyakit dalam ensiklopedia medis lima jilidnya The Canon of Medicine yang aslinya diterbitkan pada tahun 1025.

Dia menjelaskan penyakit dapat menyebar melalui partikel yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Para sejarawan setuju kara Ibnu Sina adalah pelopor dari penerapan karantina yang sedang dilakukan saat ini.

Beberapa orang berpendapat sebutan karantina saat ini berasal dari istilah Arab al-Arba’iniya (keempat puluh) yang digunakan Ibnu Sina untuk menunjuk metode isolasinya. Sementara itu, yang lain percaya istilah tersebut berasal dari kata quarantena dalam bahasa Venesia awal.

The Canon of Medicine diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di Spanyol pada abad ke-12. Sejak itu, publikasi buku telah mendominasi bidang kedokteran barat. Universitas Bologna, universitas Eropa tertua, adalah yang pertama mengadopsi Kanon Ibnu Sina sebagai dasar pendidikan kedokterannya, pada abad ke-13.

IHRAM

7 Alasan Mengapa Penting Perbanyak Sujud

Sujud adalah momen terdekat hamba dengan Allah SWT

REPUBLIKA.CO.ID, – Sebagai seorang Muslim, hendaknya kita mengetahui keutamaan yang terkandung dalam sujud. Ada banyak keutamaan sujud yang perlu kita renungkan dan manfaatkan untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah SWT.

Pertama, sujud adalah momen yang paling dekat dengan Allah SWT, dan saat inilah waktu terkabulnya doa seorang hamba. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ، وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Waktu yang paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah doa.”

Kedua, Rasulullah SAW mengenal umatnya pada Hari Kiamat kelak melalui bekas sujud. Rasulullah SAW bersabda: 

مَا مِنْ أُمَّتِي مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَأَنَا أَعْرِفُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: وَكَيْفَ تَعْرِفُهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ فِي كَثْرَةِ الْخَلَائِقِ؟، قَالَ: ” أَرَأَيْتَ لَوْ دَخَلْتَ صُبْرَةً فِيهَا خَيْلٌ دُهْمٌ بُهْمٌ، وَفِيهَا فَرَسٌ أَغَرُّ مُحَجَّلٌ، أَمَا كُنْتَ تَعْرِفُهُ مِنْهَا؟ “، قَالَ: بَلَى، قَالَ: ” فَإِنَّ أُمَّتِي يَوْمَئِذٍ غُرٌّ مِنْ السُّجُودِ، مُحَجَّلُونَ مِنْ الْوُضُوءِ

“Tidak ada seorang pun dari umatku, kecuali aku mengenalnya nanti pada hari Kiamat.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana engkau mengenal mereka wahai Rasulullah, mereka berada di antara banyak makhluk?”

Beliau menjawab: “Bagaimana pendapatmu jika engkau masuk dalam shirath” di dalamnya terdapat kumpulan kuda berwarna hitam, dan dalam kumpulan itu terdapat seekor kuda yang memiliki ghurrah (wama putih cerah di dahinya) dan muhajjal (berkaki putih), bukankah kamu dapat mengenalinya?” Sahabat itu menjawab, “Ya”.

Lalu beliau bersabda, “Sungguh, umatku pada hari itu mempunyai wajah yang putih karena sujud, serta anggota wudhu yang putih karena wudhu.'” (HR Ahmad).

Ketiga, kita diperintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memperbanyak sujud. Dari Ubadah bin Shamit, dia mendengar Rasulullah SAW bersabda: 

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً، وَمَحَا عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً، وَرَفَعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةً، فَاسْتَكْثِرُوا مِنْ السُّجُودِ”

“Tidaklah seorang hamba melakukan sujud sekali kepada Allah, kecuali Allah akan menuliskan baginya satu kebaikan, menghapus satu keburukan, dan mengangkatnya satu derajat. Oleh sebab itu perbanyaklah melakukan sujud.” (HR Ibnu Majah) 

Keempat, orang yang memperbanyak sujud akan menemani Rasulullah SAW di surga. Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim: 

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَبِيعَةَ بْنَ كَعْبٍ الْأَسْلَمِيَّ، يَقُولُ: كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آتِيهِ بِوَضُوئِهِ وَبِحَاجَتِهِ، فَقَالَ: «سَلْنِي»، فَقُلْتُ: مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ، قَالَ: «أَوَ غَيْرَ ذَلِكَ؟» قُلْتُ: هُوَ ذَاكَ، قَالَ: «فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

Diceritakan seorang sahabat Nabi SAW bernama Rabi’ah bin Ka’b Al-Aslami yang bermalam di rumah Rasulullah SAW, lalu menghampiri beliau SAW dengan membawa air wudhu. Kemudian Nabi SAW berkata, “Mintalah sesuatu.”

Lalu Rabi’ah menjawab, “Aku ingin menemanimu di Surga.” Rasulullah bertanya lagi, “Ada permintaan selain itu?” Rabiah mengatakan lagi, “Itu yang aku minta.” Nabi Muhammad SAW kemudian bersabda, “Bantulah aku mewujudkan keinginanmu dengan memperbanyak sujud (sholat).”

Kelima, akan masuk surga yang khusus bagi hamba yang senantiasa memperbanyak ibadah sholat.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: ” مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، نُودِيَ مِنْ أَبْوَابِ الجَنَّةِ: يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا خَيْرٌ، فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّلاَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلاَةِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الجِهَادِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الجِهَادِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الرَّيَّانِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ 

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menginfakkan dua jenis (berpasangan) dari hartanya di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga. Lalu dikatakan kepadanya, “Wahai ‘Abdullah, inilah kebaikan yang kamu amalkan.”

Maka siapa dari kalangan ahlu (rajin beribadah) sholat, dia akan dipanggil dari pintu sholat dan barangsiapa dari kalangan ahlu jihad dia akan dipanggil dari pintu jihad. Siapa dari kalangan ahlu shiyam (puasa) maka dia akan dipanggil dari pintu Ar-Rayyan. Siapa dari kalangan ahlu sedekah maka dia akan dipanggil dari pintu sedekah….” (HR Bukhari)

Keenam, Rasulullah SAW sangat menaruh perhatian pada sujud. Anas bin Malik mendengar Rasulullah SAW bersabda: 

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « أَتِمُّوا الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ فَوَاللهِ، إِنِّي لَأَرَاكُمْ مِنْ بَعْدِ ظَهْرِي إِذَا مَا رَكَعْتُمْ، وَإِذَا مَا سَجَدْتُمْ» وَفِي حَدِيثِ سَعِيدٍ إِذَا رَكَعْتُمْ وَإِذَا سَجَدْتُمْ

“Sempurnakanlah ruku dan sujud, demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku benar-benar melihat kalian dari belakang punggungku, jika kalian ruku dan sujud.” (HR Bukhari dan Muslim)

Ketujuh, setan takut pada Muslim yang sujud  setelah membaca ayat sajadah. Rasulullah SAW bersabda: 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم-: ” إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ، اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي، يَقُولُ: يَا وَيْلِي، أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ، فَلَهُ الْجَنَّةُ، وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ، فَلِيَ النَّارُ “

“Jika anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka setan akan menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata-kata, “Celaka aku. Anak Adam disuruh sujud, dia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan untuk sujud, namun aku enggan, sehingga aku pantas mendapatkan neraka.” (HR Muslim)

Sumber: alukah

KHAZANAH REPUBLIKA

Hasad, Ketika Anda Gusar Orang Lain Mendapatkan Nikmat

Penyakit hati hasad bisa menghancurkan diri sendiri dan orang lain

Memiliki hati yang bersih merupakan kunci bagi seorang hamba meraih keselamatan di dunia dan akhirat.

Sebab akan datang satu masa di mana harta, anak tidak berguna. yakni tidak mampu memberikan pertolongan kepada seorang hamba. kecuali orang tersebut menghadap kepada Allah dengan qolbul salim. 

Dalam Alquran surat Asy Syuara 88-99, Allah SWT berfirman sebagai berikut: 

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ “(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”  

Menurut Habib Umar Ibrahim Assegaf yang dimaksud qalbun salim atau hati yang selamat pada pengujung ayat itu yakni salamatus sudur atau selamatnya badan  seorang hamba dari penyakit-penyakit hari yang pokok. Di antaranya adalah hasad. 

Menurut Habib Umar hasad yakni penyakit yang bila ada pada seorang hamba maka hamba tersebut tak menyukai kebaikan yang diperoleh orang lain. Sehingga dari sifat hasad menimbulkan penyakit lainnya termasuk salah satunya yakni gibah bahkan fitnah. 

Orang yang hasad, menurut Habib Umar akan dimulai dengan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain yang tidak disukainya karena memperoleh kebaikan atau kebahagiaan maupun penghargaan yang tidak diperoleh dirinya. 

Dia akan merasa hanya dirinya lebih pantas memperoleh segala bentuk kebaikan dibanding dengan saudaranya itu. Pada akhirnya, orang yang hasad akan melakukn ghibah hingga fitnah untuk menjatuhkan saudaranya. 

“Yang lebih jahat lagi dari yang ditimbulkan hasad kalau dia kemudian memprotes takdir Allah SWT yang memberikan kebaikan kepada orang lain. Ya Allah aku ini lebih hebat, kenapa dia yang dia yang diberikan lebih,” kata Habib Umar.

Akibat penyakit hati ini, menurut habib Umar segala pahala amal soleh bisa terhapus. Sebagaimana dalam keterangan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA: 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ

 “Hati-hatilah kalian dari hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar atau semak belukar (rumput kering),” ( HR Abu Dawud). 

Karenanya Habib Umar pun mengajak jamaah untuk berhati-hati terhadap hasad. Sebab menurutnya hasad ibarat virus yang mematikan dan dapat menyerang siapa saja termasuk orang berilmu. Sebab itu, untuk menangkal hasad seorang hamba harus pandai bersyukur dan senang ketika melihat adanya kebaikan yang dilakukan atau didapat oleh orang lain. 

“Kalau kita berniat berbuat baik lalu didahului orang lain, ya sudah alhamdulillah. dengan niatnya pun kita sudah memperoleh pahala,” katanya.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Bagaimanakah Cara Membalas Kebaikan Orang Lain?

Jangan menjadi orang yang kufur nikmat

Kita tahu bahwa di antara yang sangat banyak berbuat baik dan berjasa kepada kita adalah orang tua. Allah Ta’ala berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tua-mu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu” (QS. Luqman [31]: 14).

Akan tetapi, banyak kita jumpai seorang anak yang tidak mau membalas kebaikan dan jasa orang tuanya. Mereka inilah orang-orang yang telah kufur nikmat, tidak tahu diri sehingga tidak mau berterima kasih atas kebaikan orang tua yang telah dilakukan kepadanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لا يَشْكُرُ النَّاسَ

“Tidaklah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia” (HR. Abu Dawud no. 4811, Tirmidzi no. 1954, sahih).

Hadis ini mengandung dua penafsiran sebagai berikut.

Tafsir pertama, tidak mungkin ada seorang manusia yang bisa bersyukur kepada Allah Ta’ala jika dirinya tidak bisa berterima kasih atas kebaikan orang lain (sesama manusia). Padahal, kebaikan yang diberikan orang lain kepadanya tersebut sangat sedikit jika dibandingkan dengan limpahan kebaikan dan nikmat dari Allah Ta’ala kepadanya. Jika dia tidak bisa berterima kasih atas kebaikan yang diberikan manusia kepadanya -yang itu jumlahnya sedikit-, tentunya lebih-lebih lagi dia tidak akan bisa bersyukur (berterima kasih) atas banyaknya kebaikan yang telah Allah Ta’ala limpahkan kepadanya.

Tafsir kedua, hadis tersebut bermakna bahwa Allah Ta’ala tidak menerima (ibadah) syukur seorang hamba kepada-Nya, jika orang tersebut belum bersyukur dan berterima kasih atas kebaikan manusia yang lainnya. Terdapat orang yang (mungkin banyak) bersyukur kepada Allah Ta’ala, namun syukurnya ini tidak diterima oleh Allah Ta’ala sampai dia bersyukur atas kebaikan yang telah diberikan manusia kepadanya.

Bagaimana cara membalas kebaikan orang lain?

Bersyukur atau berterima kasih atas kebaikan orang lain dapat dilakukan dengan cara membalas kebaikan yang telah dia lakukan tersebut. Jika dia tidak bisa membalas, maka balaslah dengan mendoakan kebaikan kepada orang tersebut.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ، فَقَالَ لِفَاعِلهِ : جَزَاكَ اللهُ خَيْراً ، فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ

“Barang siapa yang mendapat kebaikan dari orang lain, hendaklah dia mengatakan jazakallah khaira. (Dengan begitu), dia telah maksimal dalam memuji orang tersebut” (HR. Tirmidzi no. 2035, sahih).

Jika ada orang lain yang berbuat baik kepada kita, baik dengan harta, tenaga, atau bentuk kebaikan yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk membalas kebaikan orang tersebut.

Membalas kebaikan orang lain dapat dilakukan dengan beberapa bentuk.
Pertama, membalas dengan memberikan kebaikan sejenis yang telah dia terima;
Kedua, membalas dengan memberikan kebaikan yang lebih banyak dari kebaikan yang telah dia terima; atau
Ketiga, membalas dengan mendoakan orang yang telah memberikan kepadanya.

Sebagai contoh, ada seseorang yang menghadiahkan sebuah baju kepada kita. Kita bisa membalas kebaikan orang tersebut dengan menghadiahkan baju yang jenis dan jumlahnya sama (kurang lebih harganya sama) (bentuk pertama); atau kita balas dengan memberikan baju dengan jumlah yang lebih banyak (bentuk kedua); atau dengan mendoakan kebaikan terhadap orang yang memberikan hadiah baju tersebut (bentuk ketiga).

Manakah yang paling tepat dalam membalas kebaikan seseorang, perlu melihat kondisi orang yang telah memberikan hadiah atau berbuat baik tersebut. Karena terdapat sebagian orang yang memang lebih tepat dibalas dengan mendoakannya atas perbuatan kebaikan yang dilakukannya. Karena jika dibalas dengan memberikan sesuatu yang sejenis atau lebih mahal, boleh jadi orang tersebut justru akan merasa diremehkan atau dilecehkan, atau sejenisnya.

Jika kita tidak bisa membalas kebaikan yang telah diberikan orang lain kepadanya dengan kebaikan yang sejenis atau kebaikan yang lebih banyak, maka doakanlah dirinya dengan berulang-ulang sampai yakin bahwa kita telah membalas dengan balasan yang setimpal. Di antara doa tersebut adalah ucapan “jazakallah khairan”. Dengan mengucapkan “jazakallah khairan” kepada orang yang berbuat baik kepada kita, maka kita telah berusaha maksimal dalam memuji orang tersebut. Karena jika Allah Ta’ala membalas kebaikannya atas ucapan (doa) kita tersebut, maka dia akan menjadi orang yang bahagia di dunia dan di akhirat.

***

Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc., PhD.

Sumber: https://muslim.or.id/67857-bagaimanakah-cara-membalas-kebaikan-orang-lain.html

Cacatnya Ibadah

Umat Islam yang beribadah kepada Allah karena sesuatu, bukan ikhlas karena-Nya adalah mereka yang belum menghayati perintah Allah yang tertuang dalam sifat-sifat-Nya. Jika umat Islam tidak ikhlas beribadah kepada Allah, maka amal ibadahnya menjadi cacat.

Hal tersebut dijelaskan Ibnu Atha’illah as-Sakandari dalam karyanya yang berjudul Al-Hikam. Ibnu Atha’illah berkata,

من عبده لشيء يرجوه منه أو ليدفع بطا عته ورود العقوبة عنه فما قام بحق أوصا فه

“Siapa yang beribadah karena mengharap sesuatu dari Allah atau untuk menghindari hukuman-Nya berarti belum menunaikan hak-hak sifat-Nya.”

Dalam syarahnya di kitab al-Hikam terbitan TuRos, Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa ibadahnya menjadi cacat seperti itu dikarenaka  ia mengharap pahala dari Allah atau menghindari hukuman yang akan dijatuhkan-Nya di hari Akhir. Di sini, ia hanya ingin mendapat keuntungan pribadinya, berupa pahala atau terbebas dari siksa.

Lain halnya jika ia beribadah kepada Allah untuk mengagungkan dan memuliakan-Nya, serta menunaikan sifat-sifat terpuji-Nya yang tak seorang pun menandinginya. Saat itu, berarti ia telah melaksanakan hak sifat-sifat-Nya.

Menurut Syekh Abdullah, Allah Swt telah mewahyukan kepada Nabi Daud As, “Orang yang paling Kucintai ialah yang menyembah-Ku tanpa keinginan apa-apa, tetapi hanya ingin menunaikan hak-hak rububiyah-Ku.”

Dalam hadits juga disebutkan, “Janganlah seseorang dari kalian menjadi seperti hamba yang buruk; jika takut barulah ia bekerja. Jangan pula menjadi seperti seorang pekerja yang buruk; jika tidak diberi upah, tidak mau bekerja.”

IHRAM

Ini 5 Hal yang Patut Direnungkan Agar Tak Bertindak Keras pada Istri

Fenomena kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak terlepas dengan pengaruh budaya patriarki yang masih melekat di tengah masyarakat. Suami tak segan bertindak keras pada istri di antaranya karena pemahaman agama yang sudah tidak relevan untuk saat ini. Anehnya, para remaja yang masih pacaran sudah berani bertindak keras kepada pasangannya padahal tidak memiliki ikatan sah baik secara Agama maupun Negara. Melihat fakta yang ada perlu untuk menamkan lebih dalam lagi nilai-nilai membangun rumah tangga khususnya bagi laki-laki yang ringan tangan dan para remaja untuk pegangan di kemudian hari. 

Dalam Surah An-Nisa ayat 34 Allah swt. Berfirman;

“… perempuan-perempuan yang kalian khawatirkan nusyuz hendaklah beri nasehat (jika tetap) tinggalkan mereka (pisah ranjang) dan pukullah mereka (kalau terpaksa melakukan). Tapi jika mereka menaatimu maka janganlah mencari-cari kesalahannya untuk menyusahkannya. Sungguh Allah Maha Tinggi dan Maha Besar.” [Q.S. An-Nisa, 34]

Fakhrudin Al-Razi saat menginterpretasi ayat di atas dalam kitabnya [Mafatihu Al-Ghaib:72/10] mengatakan bahwa tujuan dari penyebutan sifat Allah (Maha Tinggi dan Maha Besar) untuk mendidik kepada suami agar tidak memperlakukan istrinya sewena-wena. Lebih lanjut, Fakhrudin Al-Razi  mengatakan;

. وَذِكْرُ هَاتَيْنِ الصِّفَتَيْنِ فِي هَذَا الْمَوْضِعِ فِي غَايَةِ الْحُسْنِ

“Adapun penyebutan dua sifat Allah ini (Maha Tinggi dan Maha Besar) pada tempat ini (memiliki nilai) dalam puncak kebaikan.”

Nilai-nilai tersebut. Pertama, ketika istri-istri itu tidak mampu menolak kezaliman suami maka bagi suami janganlah terpedaya untuk merasa lebih tinggi derajatnya dan lebih kuat tangannya karena Allah swt. itu Maha Agung, pemaksa dan kuasa masih mengasihi para istri dan memenuhi hak-haknya.

Kedua, bagi para suami  janganlah mencari-cari kesalahan istri karena kekuatan tangan yang dimiliki ketika istri sedang berbaik hati (ta’at) karena sesungguhnya Allah swt. lebih tinggi dari pada para suami dan Allah lebih besar kekuasaannya namun Allah tetap mengangunggkan wanita dengan tidak memberatkan kecuali dengan benar.

Ketiga, Allah swt beserta sifat kebesaran dan ketinggiannya tidak pernah memberatkan kalian, para suami kecuali sekedar apa yang dimampui oleh kalian. Maka, seharusnya engkaupun demikian kepada istri-istri mu yang katanya kau cintai dan diikrarkan dalam perjanjian yang sakral (akad nikah) karena sesungguhnya mereka secara fisik tidak sekuat kalian.

Keempat, Allah swt dengan segala keluhuran dan kebesarannya tidak ernah menyiksa orang-orang yang melakukan maksiat sekeji apapun bila bertaubat bahkan Allah akan mengampuninya. Oleh karena itu, ketika istri-istrimu sedang berbaik hati (tidak nuzuz) setelah membangkang maka seharusnya engkau lebih menerima kepada sikap-sikap mereka. Janganlah kalian menghukum apa lagi menyiksanya.

Kelima, Allah swt. Dengan segala keluhurun dan kebesarannya tetap mencukupkan dengan yang nampak-nampak saja dan tidak mencari-cari kepada kesalahan yang tersembunyi maka seharusnya para suami lebih mencukupkan lagi dengan kondisi luarnya istrimu. Janganlah engkau mencari-cari kesalahan yang berada dalam hatinya yang tersimpan baik berupa cinta kasih apa lagi kemurkaannya kecuali engkau akan bersikap lemah lembut kepadanya.

Dalam panggung sejarah tidak ada yang seganas Sayyidina Umar bin Khattab bahkan beliau juga memiliki kedudukan paling tinggi dikalangan umat islam, orang nomor satu sebagai khalifah Al-Rasyidin ke dua setelah Abu Bakar. Akan tetapi, beliau tetap berlaku baik kepada istrinya. Dalam kitab ‘Uqudul Al-Lujain Fi Huququ Al-Zaujain, karangan Syeh Nawawi Al-Bantani, pada bab-bab awal memaparkan bagaimana interkasi Sayyidina Umar kepada istrinya, yang juga dikutip oleh Syeh Sulaiman Al-Bujairami dalam kitab Hasyiah AlBujairami [441/3].

Diceritakan bahwa seorang suami datang kepada Umar bin Khattab ingin mengadukan keburukan istrinya. Setelah sampai ke rumahnya Umar, ia berdiri di pintu sambil lalu menanti Umar yang sedang ditunggu. tiba-tiba lelaki itu mendengar suara istrinya Umar sedang mengomeli sang Khalifah sementara beliau hanya berdiam tidak melawan. Maka pulanglah lelaki tersebut sambi bergumam, “jika kondisi Amirul Mukminin, Umar bin Khattab saja begitu (diomeli) lantas kondisi ku bagaimana yang Cuma rakyat biasa?”. Umar keluar rumah dan melihat lelaki itu, dipanggillah ia menghadap Umar khawatir ada urusan penting soal Agama dan administrasi Negara. Lalu Umar bertanya, “ada kebutuhan apa wahai saudaraku?”

lelaki itu menceritakan gerangan apa yang ingin diadukan. Setelah mendengar cerita itu, Umar pun memberi nasehat kepada sang suami, “aku menerima segala erlakuan buruk istriku karena dia telah menyiapkan makananku, menyediakan sarapanku, mencucikan bajuku dan menyusui anakku padahal itu bukan kewajibannya. Hati kupun aman dari hal-hal haram karena-nya. karena hal tersebut maka aku harus menerima perlakuan buruknya”. Mendegar nasihat itu, lelaki itu berkata, “ya… Amirul Mukminin istriku sama dengan istrimu”. Maka terimalah wahai saudaraku, hal itu tidak akan berlangsung lama! Teladanilah!

BINCANG SYARAIAH

Kisah Mualaf Dewa Putu Adhi: Teguh Diterpa Berbagai Ujian

Dewa Putu Adhi menemukan ciri-ciri Nabi Muhammad SAW dalam kitab Weda Hindu..

Mantan gitaris asal Bali, Dewa Putu Adhi, menceritakan kisah perjuangannya setelah menjadi mualaf. Pria bertato ini memeluk Islam dari sebelumnya Hindu pada 2017.

Dewa berpindah keyakinan setelah dia mempelajari Islam dan menemukan ciri-ciri Nabi Muhammad SAW dalam kitab Weda Hindu. Dalam tayangan di saluran Youtube Refly Harun, Dewa menuturkan berbagai ujian yang diterimanya setelah memeluk agama barunya, Islam.

Dewa mengaku ia masuk Islam bukan karena menikah dengan istrinya yang berasal dari keluarga Muslim. Ia mengaku justru dirinya yang membawa istri pada Islam. Sebab meskipun keluarganya Muslim, tetapi ia tidak menjalankan agamanya.

Berbagai cobaan menguji keteguhan iman Dewa Putu Adhi. Di awal hijrah, ia masih menjalani karier bermusik di kafe-kafe sebagai musisi bayaran.

Saat itu, Dewa mengaku menerima banyak godaan yang mengajaknya untuk memeluk agama mereka dengan imbalan uang, bahkan ada yang menawarkan hingga setengah miliar rupiah. Namun, Dewa kemudian menjelaskan ia telah memeluk Islam dan balik mendakwahi orang tersebut.

Tidak berhenti di situ, Allah juga memberinya ujian lain. Dewa mengutip ayat Alquran yang menyatakan mereka yang mengaku beriman akan Allah uji.

Salah satu cobaan yang terberat adalah saat kelahiran anak keduanya pada 2017. Saat tengah malam, istrinya mengeluh sakit. Hingga waktu sholat Subuh, istrinya menangis karena merasakan sakit di perutnya dan mulai mengeluarkan cairan dari rahimnya. Dewa kemudian membawanya ke rumah sakit.

Sesampainya di UGD, Dewa terpaksa meninggalkan istrinya karena ia harus mencari uang untuk membayar biaya perawatan istrinya di rumah sakit tersebut.

“Karena hari itu uang yang saya pegang hanya Rp 26 ribu. Dahulu, saya beli apa pun, motor Harley, jajan gitar, kayaknya uang nggak habis-habis, jalan-jalan ke luar negeri dan sebagainya. Begitu Islam, Allah ambil semuanya,” ungkap Dewa.

“Kalau kata guru saya Ustadz Adi Hidayat (UAH), jadi kayak nguras bak air mandi, jadi benar-benar sampai airnya habis, kemudian sakit, harus disikat kerak-keraknya. Benar-benar habis, kosong, sakit, sakit badan, pikiran dan semuanya,” ujarnya.

Di tengah kebingungan seperti itu, Dewa terpikir meminta bantuan kepada teman-teman artisnya. Ia lantas mendatangi satu per satu teman artis, sekitar 11 orang, tetapi tidak ada satu pun yang memberinya pinjaman uang. Bahkan, ia mengaku ada salah satu rekan artis yang enggan menemuinya dan hanya diwakili asisten.

Sampai akhirnya, rumah sakit menghubungi dan memintanya kembali ke rumah sakit untuk mengisi sebuah surat pernyataan. Isinya menyatakan tidak menuntut jika terjadi sesuatu dengan kandungan istrinya karena ia tidak membayar uang muka untuk mengambil tindakan medis.

Saat itu, Dewa merasa bingung lantaran ia masih belum mendapatkan pinjaman uang sepeser pun. Dewa hanya melihat istrinya menahan sakit. Dalam benak Dewa saat itu, ia tidak ingin mencoreng nama baik mualaf dengan mengemis atau meminta bantuan kepada orang lain.

Karena itulah, ia juga kerap mengingatkan para mualaf agar tidak menjual kemualafannya untuk minta dikasihani atau dibantu. Dewa akhirnya menghubungi Ustadz Khalid Basalamah dan hanya mengatakan ia tengah dalam kesulitan. Dewa meminta Ustadz Khalid memberitahunya doa dan amalan apa supaya ia bisa keluar dari masalah tersebut.

“Saat itu, dia bilang, sejak kapan manusia diciptakan Allah untuk mencari jalan keluar, Allah menciptakan manusia untuk beribadah. Jadi kalau antum punya kesulitan, ibadah, minta sama Allah,” ujarnya.

Ucapan Ustadz Khalid itu menjadi tamparan baginya. Pasalnya, yang biasanya ia melakukan sholat dhuha, hari itu ia melewatkannya.

Bahkan, waktu sholat zhuhur nyaris dilewatkannya karena ia sibuk di rumah sakit. Dewa kemudian mencari mushala di rumah sakit tersebut dan kemudian memanjatkan doa kepada Tuhannya.

“Karena baru memeluk Islam, jadi tidak banyak doa yang saya ketahui. Saya cuma berdoa gini, ya Allah selamatkan istri dan anak saya,” katanya.

Dewa lantas kembali pada istrinya dan ketika itu pula perawat mengatakan janin di dalam kandungan istrinya harus dikeluarkan lantaran detak jantung bayi sudah tidak ada. Perasaan Dewa kala itu begitu berat.

Secara mengejutkan seorang teman mualaf China menemuinya ke rumah sakit dan langsung membayar lunas biaya rumah sakit. Ia merasa senang bercampur haru.

Hal itu membuatnya merenung dan berkata bahwa manusia kerap lupa pada Allah. Ketika punya kesulitan dan masalah, manusia baru mencari Allah. Sedangkan ketika tengah dibuai kesenangan, mereka enggan menemui Allah.

“Ternyata orang yang kayak saya, minta sama Allah, Allah kasih. Saya beribadah saja belum sempurna, tapi masih Engkau (Allah) bantu,” katanya.

Dewa merasa bersyukur karena bayi yang dinantinya itu lahir dengan sehat dan selamat dan tumbuh kembang dengan baik hingga saat ini. Belajar dari kisahnya ini, Dewa mengungkapkan ia kerap menyampaikan kepada jamaahnya agar jangan lupa kepada Allah dan harus lebih memperbanyak ibadah, terutama di masa pandemi seperti ini.

Saat ini, Dewa mengaku lebih banyak menghabiskan waktu berdakwah. Menurutnya, istrinya juga sudah mengikhlaskan suaminya melakukan safari dakwah hingga harus meninggalkan rumah berhari-hari.

Selain berdakwah, Dewa juga menggarap film dan memiliki penghasilan dari itu. Ia mengungkapkan berencana membuat film tentang Pangeran Diponegoro.

Selama masa pandemi ini, ia juga masih menjalankan aktivitas dakwahnya. Dewa mengungkap ia kerap diberi amplop dari dakwahnya.

Bahkan, ia mengaku pernah mendapat hingga Rp 60 juta dalam satu kali dakwah. Kala itu, ia mengaku terkejut hingga ia menghubungi panitia acara. Menurutnya, saat itu ia berdakwah di suatu majelis taklim yang isinya para pengusaha Muslim.

Namun, ia tidak ingin rasa ikhlasnya hilang, di sisi lain ia juga masih memiliki bisnis. Karena itu, Dewa mengaku ingin berdakwah karena ikhlas, bukan karena tarif.

Dewa juga berpikir, guru agama seperti ‘ustadz kampung’ bahkan lebih berhak mendapat bayaran tinggi. Sebab, menurutnya, orang-orang lebih bersedia membayar mahal untuk sekolah dan les pelajaran lain, sementara guru ngaji kerap dibayar murah. Apalagi, rata-rata guru ngaji tidak menarifkan bayaran, dan wali murid membayar seikhlasnya.

“Saya ingin orang lebih sadar dan bangga pada Islam. Orang tua kita yang sudah almarhum hanya selamat berkat doa anak-anak, dan bagaimana bisa selamat kalau anak-anaknya tidak paham agama, tidak bisa mengaji,” kata Dewa.

Dewa juga mengungkapkan satu-satunya kitab suci agama di dunia yang bisa dihafal hanya Alquran. Selain itu, ia menyeru agar umat Islam bersatu karena Islam konsepnya adalah jamaah.

Dewa menceritakan kisah perjuangan umat Islam dalam perang di masa Rasulullah, jumlah pasukan Islam kala itu tidak pernah berimbang dengan pasukan lawan. Namun, pasukan Muslim bisa memenangkan peperangan. Kecuali pada perang Uhud, di mana umat Islam yang awalnya menang, kemudian menjadi kalah setelah sebagian pasukan Muslim tidak mengikuti perintah pimpinan dan tergiur dengan ghanimah (harta rampasan perang).

KHAZANAH REPUBLIKA

Labu, Salah Satu Makanan Kegemaran Nabi

Labu kuning merupakan sayuran yang mengandung berbagai manfaat bagi kesehatan tubuh. Secangkir labu dapat memenuhi kebutuhan vitamin A lebih dari 100% dan vitamin C sebesar 20%.

Labu juga mengandung vitamin E, riboflavin, potasium, tembaga dan mangan 10 persen dan thiamin, B6, folat, asam pantotenat, niasin, besi, magnesium dan fosfor sebanyak lima persen.  Pohon labu disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai firman-Nya yang berarti:

وَاَنۡۢبَتۡنَا عَلَيۡهِ شَجَرَةً مِّنۡ يَّقۡطِيۡنٍ‌ۚ

“Dan Kami tumbuhkan untuknya sebatang pohon labu.” (Quran Surat Ash Shaaffaat, ayat 146).

Labu adalah salah satu buah favorit Nabi Muhammad ﷺ.  Jika ada labu di piring, maka Nabi ﷺ akan mengambilnya dibandingkan dengan makanan lain.

Ada banyak cerita otentik tentang labu. Di antaranya dari Anas bin Malik r.a bahwa seorang penjahit pernah mengundang Nabi ﷺ untuk makan di rumahnya dan menikmati masakannya sendiri. Anas berkata:

إِنَّ خَيَّاطًا دَعَا رَسُوْلَ اللهِ n لِطَعَامٍ صَنَعَهُ، قَالَ أَنَسٌ: فَذَهَبْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ n إِلَى ذَلِكَ الطَّعَامِ، فَقَرََّبَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ n خُبْزًا مِنْ شَعِيْرٍ وَمَرَقًا فِيْهِ دُبَّاءٌ وَقَدِيْدٌ. قَالَ أَنَسٌ: فَرَأَيْتُ رَسُـوْلَ اللهِ n يَتَتَبَّعُ الدُّبَّاءَ مِنْ حَوْلِ القَصْعَةِ، فَلَمْ أَزَلْ أُحِبُّ الدُّبَّاءَ مِنْ يَوْمِئِذٍ. قَالَ ثُمَامَةُ عَنْ أَنَسٍ: فَجَعَلْتُ أَجْمَعُ الدُّبَّاءَ بَيْنَ يَدَيْهِ

“Seorang tukang jahit mengundang Rasulullah ﷺ untuk menikmati hidangan makan yang disajikannya. Maka aku mendatangi undangan makan itu bersama Rasulullah. Dia pun menghidangkan di hadapan Rasulullah n roti gandum serta kuah berisi labu dan daging. Lalu aku melihat Rasulullah menjumputi labu dari pinggiran pinggan. Maka sejak hari itu aku selalu menyukai labu.” Tsumamah mengatakan dari Anas, “Maka kukumpulkan labu itu di hadapan beliau.” (HR: Al-Bukhari no. 5439).

Abu Thalut pernah meriwayatkan bahwa: “Saya pernah bertemu Anas bin Malik r.a sedang makan labu dan berkata:” Sesungguhnya kamu berasal dari pohon yang paling aku sukai, karena Rasulullah ﷺ sangat menyukaimu.”

Dalam Al-Ghailaniyyat disebutkan sebuah hadits dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a yang menceritakan: “Rasulullah ﷺ pernah berkata kepadaku: Wahai Aisyah, jika kamu memasak makanan, perbanyaklah jumlah labu, memang labu dapat menyembuhkan kesedihan.”

Kisah Nabi Isa a.s dan Labu atau Yaqthiin

Ketika Nabi Yunus a.s diselamatkan dan dikeluarkan oleh Allah SWT dari perut ikan Nun, beliau terdampar di daerah tandus dan kelaparan. Allah SWT telah menanam pohon untuknya yang disebut ‘Yaqthiin’. Para mufassirain menafsirkannya sebagai pohon labu (Tafsir Ibn Katshir).

Kisah ini disebutkan dalam al-Qurah Surah ash-Shaaffaat, ayat 142-146. Mengapa labu? Allah SWT menanam pohon labu untuk Nabi Yunus a.s karena nutrisinya dan menjadi tempat perlindungan dan obat.  As-Suddy mengatakan kondisinya seperti bayi yang baru lahir. Sedangkan Ibnu Mas’ud menganggap dirinya seperti ayam yang dicabuti bulunya (dalam Tafsir Ibnu Katsir).

Daun labu kuning yang banyak dan lebar sebagai pelindung Nabi Yunus a.s dari panasnya terik matahari di pantai terbuka tanpa pepohonan. Daun labu tidak disukai lalat dan menjadi pelindung dari lalat dan gangguannya. Buahnya bisa dimakan mentah tanpa harus dimasak.

Sifatnya yang merayap di tanah dengan mudah dikutip oleh Nabi Yunus a.s. Hal ini juga mudah dikunyah dan dicerna dan dapat memuaskan dahaga. Tidak perlu diminum setelah makan. Buah labu juga bisa menenangkan pikiran.

Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an yang artinya:

لَوۡلَاۤ اَنۡ تَدٰرَكَهٗ نِعۡمَةٌ مِّنۡ رَّبِّهٖ لَنُبِذَ بِالۡعَرَآءِ وَهُوَ مَذۡمُوۡمٌ‏

فَاجۡتَبٰهُ رَبُّهٗ فَجَعَلَهٗ مِنَ الصّٰلِحِيۡنَ

“Jika dia (Yunus) tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, niscaya dia akan dilemparkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela, kemudian Tuhannya memilih dia dan menjadikannya termasuk orang-orang yang bertakwa.” (Surat al-Qalam: 49-50).*

HIDAYATULLAH

ISIS Gagal Paham Soal Esensi Ajaran Islam

Peristiwa penyerangan dua menara kembar di Amerika Serikat oleh segerombolan teroris pada sembilan belas tahun lalu (11/9/2011) telah meyisakan duka mendalam bagi umat manusia. Dalam insiden itu 3000 orang tewas. Dan mau tidak mau wajah Islam ikut tercoreng di mata dunia.

Aksi teror ini terus bergulir, bak tak ada ujungnya. Dalam melancarkan aksinya, mereka memakai beragam motif tempur. Dari meledakan bom, memberedel korban dengan senjata api, memperalat warga dengan iming – iming harta dan bidadari, memarginalkan kaum hawa hingga mengeksploitasi anak di bawah umur.

Para ekstremis ini tidak segan – segan menyiksa siapa saja yang tidak sepaham dengan mereka. Segala hal dilakukan seperti menyusupkan ancaman dan teror terhadap warga. Sebuah pembuktian atas eksistensi kehebatan atau lebih tepatnya kedunguan mereka.

Anehnya, tindakan yang begitu keji, bengis dan brutal itu tidak jarang dilakukan oleh oknum – oknum yang mengaku muslim. Dan mereka dengan dada membusung menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Lalu sebenarnya apakah betul perbuatan mereka itu sesuai dengan ajaran Islam ? Untuk mengetahui hal tersebut, mari kita ambil sampel aksi aksi satu organisasi teroris terhits di masa sekarang yaitu Negara Islam Irak dan Suriah atau yang populer dengan sebutan ISIS.

1.Penyiksaan Terhadap Non-Muslim

Dalam buku Islam bukan ISIS, Dr.Suaib dkk kisah – kisah kebrutalan ISIS terhadap non-Muslim, misalnya terhadap tawanan laki – laki. Diceritakan para tawanan disiksa hingga merenggang nyawa. Mereka dibunuh dengan cara diseret menggunakan kendaraan, digorok, ditenggelamkan hingga dibakar hidup – hidup.

Sementara tawanan wanita non-Muslim dipersekusi dengan cara diperkosa. Para militan ISIS membual bahwa saat 10 orang militan ISIS menyetubuhinya, perempuan non-Muslim tadi otomatis akan menjadi muslimah.

Dengan landasan tidak berdasar itu, mereka melakukan pelecehan seksual terhadap tawanan – tawanan non-Muslim dan melakukan pembunuhan secara biadab. Sungguh, perbuatan yang sangat jauh dari tuntunan agama bahkan menyalahi ajaran agama Islam itu sendiri.

Sejatinya Islam adalah agama rahmatanlil’alamin, artinya tidak hanya mengandung kebaikan untuk umat Islam tapi untuk seluruh alam. Hal ini sesungguhnya telah dicontohkan oleh Rasullullah. Sebagaimana tertera dalam buku – buku sirah, beliau merupakan sosok yang menjunjung tinggi nilai persaudaraan dan persatuan.

Piagam Madinah layak jadi bukti konkret. Nabi memprakarsai perjanjian agar semua orang apapun latar belakang dan agamanya bisa hidup damai dalam sebuah struktur sosial. Beliau pun melarang umat Islam memaksa non-muslim untuk memeluk agama Islam apalagi mengganggu mereka.

Dalam peperangan, Islam menegaskan tidak boleh membunuh wanita dan anak – anak. Bahkan terhadap tawanan perang pun harus diperlakukan dengan baik dan adil. Dan Islam jelas – jelas melarang perlakuan buruk terhadap non-Muslim selagi mereka tidak memerangi umat Islam.

Sebagaimana tertuang dalam Surat Al Mumtahanah ayat 8 : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu”.

2.Memandang Rendah Wanita

“ISIS melakukan penyiksaan, perkosaan, hingga pembunuhan kepada perempuan tanpa memandang usia, tidak terkecuali kepada gadis – gadis di bawah umur yang mereka tawan. Para gadis yang berusia belasan atau belim genap 10 tahun itu mereka siksa terus menerus”. (Dr. Suaib Tahir dkk, Islam bukan ISIS hal.29)

“Perempuan – perempuan yang tidak menggunakan jilbab jika ditemukan di jalan – jalan maka akan diperkosa dan dipaksa memenuhi kebutuhan seksualnya kemudian menggilir perempuan itu kepada seluruh pimpinan – pimpinannya dan komandan – komandannya”. (BNPT, Waspada ISIS hal.17).

Penindasan yang mereka lakukan seperti perilaku di masa Jahiliah hanya berbeda model saja. Jika di masa Jahiliah anak – anak perempuan dibunuh karena takut membebani. Di masa sekarang ISIS membunuh mereka dengan bertopeng dalih agama.

Padahal jika membaca sejarah, Islamlah yang telah menghapus praktek – prektek amoral tersebut. Mengajarkan kita arti kebebasan. Artinya setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang tidak boleh dirampas oleh siapapun.

Oleh karenanya, jika memang para teroris ini benar – benar mengamalkan hukum Islam, seperti yang kerap mereka teriakan, seharusnya mereka menghapus segala macam kezaliman dan kejahatan, bukan malah sebaliknya.

Rasulullah pun sudah melarang umatnya agar tidak berbuat keji, tidak meneror, tidak memaksakan kehendak dan tidak merampas hak seorang wanita. Ingatlah Rasulullah pernah bersabda : “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.”.

3.Eksploitasi Anak

“Terdapat dua cara yang umum dilakukan ISIS terhadap anak – anak yang berhasil mereka tawan, yakni dibunuh secara langsung atau dibunuh secara perlahan dengan mempersiapkan mereka menjadi pelaku bom bunuh diri”. (Dr. Suaib Tahir dkk, Islam bukan ISIS hal.30).

Pembunuhan terhadap anak dan menjerumuskan mereka pada tindak kriminal sama sekali tidak dapat dibenarkan. Dalam ajaran Islam nyawa merupakan sesuatu hal yang teramat mahal sehingga menempati posisi puncak dalam disiplin ilmu maqashid.

Begitu pula nyawa seorang anak. Mereka memiliki hak hidup sama seperti orang dewasa. Sebagaimana Allah berfirman :“Janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka

Rasulullah sebagai tuntunan umat Islam pun amat menyayangi anak – anak. Sebagai contoh, tatkala beliau sujud dalam shalatnya, tiba – tiba Hasan bin Ali melompat ke pundak dan tengkuk beliau. Lalu Rasulullah mengangkat kepalanya dengan perlahan agar Hasan tidak terjatuh.

Terorisme Bukan Ajaran Islam

Dari sini bisa kita lihat bersama, bahwa klaim para teroris -ISIS dan sejenisnya – yang berkoar bahwa aksi brutal mereka berdasar ajaran agama Islam tidak lebih dari omong kosong belaka. Bagaimana pun juga agama Islam tidak pernah membenarkan kekerasan meski misalnya dengan tujuan yang baik.

Sejatinya, yang dikehendaki Islam adalah kebaikan, perdamaian, persaudaraan dan persatuan. Nilai – nilai yang sudah tentu akan membawa manfaat dan kebahagiaan bagi alam semesta.

Oleh karena itu, mereka yang mengecam, mengintimidasi, merugikan dan menghancurkan tatanan sosial masyarakat bisa dipastikan telah melenceng dari ajaran agama Islam itu sendiri.

BINCANG SYARIAH

Habib Syech: Islam Melarang Membunuh dan Tidak Mengkafirkan Sesama Muslim

Islam itu agama yang mulia. Agama penuh dengan cinta dan kasih. Dalam Islam, yang di bawa Nabi Muhammad, menjadi rahmat bagi semua alam. Bukan saja bagi manusia, tetapi juga alam semesta. Bukan saja bagi yang muslim, Islampun menjadi rahmat bagi manusia umat non muslim.

Itulah wajah Islam sejati.  Kata itu dituturkan oleh Habib Syech bin Abdul Qodir bin Abdurrahman Assegaf, begitu nama panjangnya.  Beliau adalah seorang tokoh masyarakat, ulama, public figure, pemimpin, dan pembina di pelbagai organisasi. Sejatinya, menurut Habib Syech—panggilan populernya—, Islam itu adalah agama persaudaraan. Wajah Islam itulah yang harus ditonjolkan di tengah masyarakat muslim Indonesia

Pada salah satu hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim tergambar bahwa seorang muslim dengan muslim lain seperti sebuah bangunan yang kokoh. Dalam sebuah bangunan tidak ada yang lebih dominan. Tidak ada yang lebih superior. Kaca tidak lebih baik dari jendela. Tiang pun tidak lebih berharga dari atap. Lantai tak lebih hina dari sebuah pintu. Semuanya saling membutuhkan satu dengan yang lain.  

“Kesempurnaan bangunan itu terjadi,  kalau sempurna semuanya. Jadi diperumpamakan ada yang jadi genteng; siang kepanasan, malam kedinginan ia tidak peduli asal yang di bawahnya ternaungi. Ada yang jadi lantai. Ada yang jadi tiang. Menopang gerak atap. Satu sama lain menjadi rangkaian yang luar biasa,” begitu nasihat bijak Habib Syech dalam video berjudul Bersatulah Bangsaku.

Nabi bersabda;

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

Artinya; Seorang mukmin dengan mukmin yang lain itu seperti bangunan yang menguatkan satu sama lain.” (HR. Bukhari/6026 dan Muslim/2585).

Pada sisi lain, Nabi juga mengabstraksikan seorang muslim dengan yang lain dengan kal jasadi wāhid (satu batang tubuh).  Hal ini mengindikasikan, satu anggota dengan yang lain ada keterikatan yang kuat. Misalnya ada satu yang sakit,  maka anggota tubuh lain ikut juga merasakan. Tangan kanan sakit; tidak otomatis dibuang dan dicampakkan, tetapi dirawat dan diobati. Sebab yang lain akan merasakan sakit juga.

Satu tubuh merasakan sakit maka yang lain ikut merasai. Begitulah gambaran seorang muslim dengan yang lain. Betapa indahnya gambaran persaudaraan dalam Islam yang digemborkan Rasulullah. Tidak ada yang lebih mulia antara satu dengan yang lain. Tidak ada yang lebih berharga antara satu dengan lain. Pasalnya, setiap orang memiliki peran dan fungsi masing-masing.

Allah berfirman dalam āli Imrān/3:191 ;

رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا

Artinya:  “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.

Alangkah hebatnya Nabi, mampu membuat perumpaan yang indah. Itulah Islam sejati. “Islam tidak membunuh sesama Muslim, Islam itu tidak mencaci sesama muslim, Islam itu tidak mengakafirkan sesama muslim. Islam tidak menghina sesama muslim, Islam itu agama yang dikatakan seperti yang dikatakan Nabi kal bunyāni wāhid,  kal jasadi wāhid,” demikian jelas Habib Syech.

Pun Indonesia. NKRI ini merupakan satu bangunan. Negeri itu berdiri dengan bangunan. Yang menopang satu dengan lainnya. Negeri ini dibangun dengan persatuan. Kewajiban bagi setiap anak bangsa untuk menjaga keutuhan Indonesia.

Untuk itu, bila ada yang mencoba menjelek-jelekkan  negeri ini kita tidak terima. Kalau ada pemimpin kita dijelekkan, kita tidak terima. Pun ketika ulama sebagai dijelekkan,  kita tak boleh membiarkan. “Mereka semua adalah saudara kita setanah air. Lantas Kenapa kita justru bangga orang yang dijelekkan karena tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan,” tanya Habib Syech.

BINCANG SYARIAH