Kompak Menuju Masa Depan Lebih Cerah

SAYA kemarin menghadiri acara wisuda Sekolah Tinggi Agama Islam Hasanuddin Pare Kediri. Sekolah Tinggi ini sudah lumayan lama berdiri, karena itu tak heran mendapatkan dukungan kuat dari para pejabat dan tokoh masyarakat sekitar.

Sekolah Tinggi ini berada di wilayah haus ilmu. Ada banyak lembaga pendidikan di sini. Yang terbanyak adalah Perguruan Tinggi Keislaman dan Perguruan Tinggi Ilmu Kesehatan. Lembaga lainnya adalah yang berhubungan dengan bahasa; 160-an lembaga bahasa Inggrs, 30-an lembaga bahasa Arab, dan 10-an lembaga bahasa lain. Luar biasa, bukan?

Dalam acara ini saya sampaikan perlunya kekompakan memajukan lembaga pendidikan. Tak ada barang berat jika diangkat dengan lima jari, tak ada barang ringan jika diangkat hanya oleh satu jari. Saya kagum dengan dukungan wali mahasiswa dan dukungan para tokoh. Selebihnya, tinggal pengurus yayasan dan citivitas akademikanya yang perlu lebih kompak menata diri.

Impian masa depan harus selalu dikobarkan. John L. Esposito berkata: “Saya hidup dengan impian, dan saya bergerak maju dimotivasi impian itu. Eleanor Rosevelt berkata: “The future belongs to those who believe in the beauty of their dream.” (Masa depan adalah milik mereka yang percaya akan keindahan impian mereka)

Jangan lupakan kekuatan doa untuk kejayaan masa depan. Doa orang tua adalah modal utama kebahagiaan dan kesuksesan putera-puterinya. Para orang tua mengangguk sebagai tanda setuju, para wisudawa menunduk tanda bakti pada orang tuanya. Indahnya hidup jika semuanya kompak. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Unta yang Berbicara di Depan Rasulullah

SUATU hari seorang Yahudi menemui Rasulullah SAW dan mengadukan bahwa seorang Muslim telah mencuri untanya. Orang Yahudi itu mendatangkan empat saksi palsu dari kaum munafik. Karena kesaksian empat orang itu, Rasulullah SAW memutuskan bahwa unta itu milik orang Yahudi dan tangan si Muslim harus dipotong.

Tentu saja, si Muslim yang tidak merasa mencuri unta itu kaget dan berduka. la mengangkat kepalanya dan menadahkan tangannya, lalu berkata, “Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa aku tidak mencuri unta itu

Kemudian ia berkata kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, sungguh keputusanmu itu benar. Namun, aku mohon, sebelum tanganku dipotong, mintalah keterangan dari unta ini!”

Maka, Rasulullah SAW bertanya kepada si unta, “Hai unta, milik siapakah engkau?”

Unta itu menjawab dengan jelas, “Wahai Rasulullah, aku adalah milik orang Muslim ini dan sesungguhnya para saksi itu semuanya palsu.”

Akhirnya, Rasulullah Saw. berkata, “Hai Muslim, katakan kepadaku, apa yang kaulakukan hingga Allah menjadikan unta ini berbicara?”

“Wahai Rasulullah, di malam hari aku tidak tidur sebelum membaca shalawat kepadamu sepuluh kali.”

Rasulullah SAW berkata, “Kau telah selamat dari hukum potong tanganmu di dunia dan selamat juga dari siksa di akhirat berkat shalawat yang kaubaca untukku.” []

Sumber: 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah Saw/ Fuad Abdurahman/Naura Book/ Jakarta, 2015

ISLAMPOS



Kisah Miliarder Arab Saudi yang Memilih Hidup Miskin Agar Lebih Tentram

TIDAK sedikit yang bekerja banting tulang untuk kesenangan pribadi atau hanya untuk menebalkan kantong saja, hingga apapun yang diinginkan dapat terbeli.

Akan tetapi berbeda dengan sosok miliarder yang satu ini, ia lebih memilih untuk hidup miskin. Mengapa?

Sosok itu bernama Sulaiman Al-Rajhi, ia menyumbangkan seluruh harta yang dimilikinya. Miliarder Arab Saudi ini memilih untuk jatuh miskin dengan memberi semua hasil jerih payahnya, termasuk uang tunai, saham dan properti kepada yang lebih membutuhkan.

Sulaiman Al-Rajhi merupakan pendiri bank Islam terbesar di dunia bernama Bank Al-Rajhi dan perusahaan terbesar di Arab Saudi. majalah Forbes pernah menobatkan Sulaiman Al-Rajhi sebagai orang ke-120 terkaya di dunia. Kekayaannya sampai dengan tahun 2011, tercatat berjumlah US$ 7,7 miliar.

Ia hanya sempat mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar. Akan tetapi dengan tangan dinginnya, Sulaiman Al-Rajhi mampu mengelola saham utama di Bank Al-Rajhi. Melalui bank itu, Sulaiman Al-Rajhi berupaya melawan segala bentuk kemiskinan terhadap rakyat kecil.

Saham tersebut kemudian dibagikan kepada anak-anaknya, yakni Saleh, Sulaiman, Abdullah dan Mohammed untuk dibagikan lagi ke keturunan selanjutnya. Sulaiman Al-Rajhi tidak sukses dalam hitungan malam. Hampir 30 tahun lamanya dia berikhtiar.

Selain sukses di dunia perbankan, Sulaiman Al-Rajhi juga memiliki kebun kurma terluas di daerah Qasim dekat Riyadh, Arab Saudi. Kebun seluas 5.466 hektar yang ditumbuhi sekitar 200 ribu pohon kurma ini bahkan masuk Guinnes World Book Record.

Akan tetapi, pria berusia 96 tahun ini memilih mewakafkan ladang nan luas ini kepada Yayasan Al Khairiyyah.

Menariknya setiap bulan Ramadan, buah-buah kurma dari ladang ini dibawa ke Masjidil Haram Makkah dan Masjidil Al Nabawi Madinah untuk menu buka puasa.

Kebun ini bukanlah satu-satunya kebun yang dimiliki oleh Al-Rajhi. Ada tiga perkebunan kurma lainnya yang juga ia wakafkan untuk bulan Ramadan.

Setiap hari Sulaiman Al-Rajhi harus bekerja keras dan tidak pernah lupa memulai serta menutup harinya dengan beribadah. Dia juga senantiasa berkegiatan sesuai jadwal sehari-hari yang sudah disusunnya sebagai pedoman aktivitas.

Dia juga pernah dianugerahi penghargaan King Faisal International Prize oleh Kerjaan atas segala kerja kerasnya. Akan tetapi, jutawan ini jatuh miskin sebanyak dua kali dalam hidupnya. Akan tetapi, kondisi melarat yang pernah dialaminya itu justru kian mengubah pandangan Sulaiman Al-Rajhi.

Ia pun memantapkan diri untuk melepas semua harta untuk hidup bahagia, tenang dan damai. Baginya, seluruh kekayaan materi yang dia miliki semata-mata titipan Tuhan yang kapan saja bisa ditarik kembali.

Oleh karena itu, tanpa beban atau berat hati Sulaiman Al-Rajhi melepas semua kekayaan yang dimiliki kepada anak-anaknya yang berjumlah 32 orang. Tanpa sepeser pun uang yang tersisa pada dirinya hanyalah pakaian sehari-hari.

Meski demikian, Sulaiman Al-Rajhi dapat menikmati hidupnya dengan tentram. Bahkan dia yakin dengan cara seperti inilah dirinya dapat mengikat tali persaudaraan dengan keluarga.  [] Sumber: Detik

ISLAMPOS



Waspada Oknum “Ustaz/Khatib” Tak Berilmu di Youtube

Hendaknya kita berhati-hati dengan “oknum ustaz atau khatib yang tidak berilmu” di Youtube. Sebagian kaum muslimin mengira mereka adalah ustaz yang berilmu, padahal tidak demikian halnya. Mereka bukan ustaz yang memahami agama yang baik, seperti memahami akidah, tauhid, ilmu-ilmu ushul, Bahasa Arab dan sebagainya, atau tidak jelas dari mana mereka menuntut ilmu dan guru-gurunya. Oknum ini mudah menjadi terkenal di zaman ini dengan cara:

  1. Sering muncul di Youtube
  2. Membahas perkara-perkara yang menghebohkan dan menimbulkan kontroversi
  3. Berpenampilan dengan penampilan seolah-olah orang berilmu, misalnya gamis dan jubah

Karena terlanjur dianggap berilmu oleh masyarakat, akhirnya oknum ini sering berfatwa tanpa ilmu. Inilah yang dimaksud dengan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa kelak nanti akan BANYAK “khatib/ustaz” akan tetapi tidak berilmu (maaf, sebagian menyebutnya tukang khutbah) dan kaum muslimin menyangka dia adalah orang yang berilmu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila tidak tersisa lagi seorang ulama, maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka memberi fatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan.” [HR. Bukhari]

Ibnu mas’ud berkata,

وَسَيَأْتِي مِنْ بَعْدِكُمْ زَمَانٌ : قَلِيلٌ فُقَهَاؤُهُ ، كَثِيرٌ خُطَبَاؤُهُ ، كَثِيرٌ سُؤَّالُهُ ، قَلِيلٌ مُعْطُوهُ ، الْهَوَى فِيهِ قَائِدٌ لِلْعَمَلِ ، اعْلَمُوا أَنَّ حُسْنَ الْهَدْيِ ، فِي آخِرِ الزَّمَانِ ، خَيْرٌ مِنْ بَعْضِ الْعَمَلِ ”

“Sesungguhnya kalian berada pada zaman di mana banyak ahli ilmu dan sedikit pengkhutbah, sedikit yang bertanya, banyak yang mampu memberi fatwa, amalan adalah pemimpin hawa nafsu. Akan datang setelah kalian suatu zaman di mana sedikit ahli ilmu dan banyak pengkhutbah, banyak yang bertanya, sedikit yang mampu memberi fatwa, hawa nafsu adalah pemimpin ‘amalan. Ketahuilah, bahwa petunjuk yang terbaik pada masa akhir zaman itu lebih baik daripada sebagian amalan.” [Al-Adabul Mufrad no. 785]

Orang yang hendak kita jadikan ustaz/ulama yang akan diambil ilmunya harus jelas riwayat belajarnya yaitu riwayat belajar tauhid, aqidah, ilmu-ilmu ushul, bahasa Arab dan lain-lainnya.

Muhammad bin Sirin berkata,

ﺇﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺩﻳﻦ ﻓﺎﻧﻈﺮﻭﺍ ﻋﻤﻦ ﺗﺄﺧﺬﻭﻥ ﺩﻳﻨﻜﻢ

”Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapakah kalian mengambil agama kalian”. [Muqaddimah Shahih Muslim]

Seorang ulama atau ustaz juga yang membimbing manusia belajar agama juga akan membimbing dari hal-hal yang dasar seperti tauhid, akidah, akhlak dan adab. Bukan selalu membahas hal-hal yang membuat kehebohan dan hal-hal kontroversi di masyarakat. Perhatikan Firman Allah berikut,

Allah berfirman,

ﻛُﻮﻧُﻮﺍ ﺭَﺑَّﺎﻧِﻴِّﻴﻦَ ﺑِﻤَﺎ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗُﻌَﻠِّﻤُﻮﻥَ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﻭَﺑِﻤَﺎ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﺪْﺭُﺳُﻮﻥ

“… Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbaniy, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” (Al-Imran : 79)

Syaikh As-Sa’diy menjelaskan makna Rabbaniy,

علماء حكماء حلماء معلمين للناس ومربيهم، بصغار العلم قبل كباره، عاملين بذلك

“Ulama, hakim, orang yang sabar/lembut yang mengajarkan dan membimbing manusia dengan ilmu-ilmu dasar dahulu sebelum ilmu-ilmu lanjutan (advanced)” [Lihat Tafsir As-Sa’diy]

Bagi kita yang awam hendaknya perhatikan, tidak semua orang yang berbicara agama (terlebih lewat Youtube adalah orang yang benar-benar berilmu. Perhatikan perkataan Ali bin Abi Thalib berikut kepada Kumail bin Ziyad:

النَّاسُ ثَلَاثَةٌ:
[1] فَعَالِمٌ رَبَّانِيٌّ،
[2] وَمُتَعَلِّمٌ عَلَى سَبِيلِ نَجَاةٍ،
[3] وَهَمَجٌ رَعَاعٌ أَتْبَاعُ كُلِّ نَاعِقٍ،

يَمِيلُونَ مَعَ كُلِّ رِيحٍ، لَمْ يَسْتَضِيئُوا بِنُورِ الْعِلْمِ، وَلَمْ يَلْجَئُوا إِلَى رُكْنٍ وَثِيقٍ.

Manusia ada tiga golongan;

[1] ‘Alim rabbani, (ulama rabbani)
[2] Muta’allim (orang yang belajar) di atas jalan keselamatan,
[3] Orang awam yang bodoh yang mengikuti setiap orang yang bersuara.

Mereka akan condong bersama setiap hembusan angin, tidak diterangi dengan cahaya ilmu, dan tidak bersandar kepada tiang yang kokoh.” [Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi 1878]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51348-waspada-oknum-tak-berilmu-di-youtube.html

Nafkahkanlah Sebagian Harta yang Kamu Cintai

BERKEBUN, bertani serta berdagang adalah sumber penghasilan yang utama pada masa Rasulullah. Lahan pertanian merupakan harta yang sangat berharga dan penting pada masa itu. Karena dari berkebun, bertani, serta berdaganglah mereka bisa mencukupi keluarganya.

Abu Thalhah radhiyallahu’anhu ‘anhu adalah salah seorang sahabat Anshar yang paling banyak memiliki pohon kurma di Madinah. Kebun yang paling ia sukai adalah kebun Bayruha’ yang menghadap (dekat) masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering masuk ke dalamnya dan berteduh di sana serta minum air bersih yang berada di dalamnya.

“Sekali-kali kamu tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran Ayat 92)

Mengetahui turunnya ayat itu, Abu Thalhah menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat (yang artinya) kepadamu: ‘Sekali-kali kamu tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.’ Dan bahwasanya kekayaanku yang paling kucintai adalah kebun Bayruha’, dan kebun itu aku sedekahkan karena Allah dan aku mengharap kebaikan darinya sekaligus sebagai simpanan di sisi Allah. Oleh karena itu pergunakanlah ya Rasulullah, sesuai dengan petunjuk Allah yang diberikan kepadamu.”


Rasulullah menjawab, “Inilah harta yang diberkahi. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan tadi, dan aku berpendapat, hendaklah engkau membagikannya kepada kerabat.”

Thalhah berkata, “Aku akan kerjakan, ya Rasulullah.” Kemudian Abu Thalhah membagikan kebun itu kepada kerabat dan sepupu-sepupunya. Ia juga memberikan kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah memberikan bagiannya tersebut kepada Hasan bin Tsabit. []

Sumber: Walid al-A’zhami. 2016. Nabi Muhammad di Hati Sahabat. Jakarta: Qalam

ISLAMPOS

Risalah Islam Itu Sederhana Namun Pesannya Begitu Kuat

Akifah Baxter, mantan penganut Kristen yang tinggal di Amerika. Suatu hari ia jalan-jalan ke toko buku. Ia mencari sebuah buku yang dapat membimbingnya. Lalu ia menemukan sebuah buku tentang Islam, yang kemudian mengubah seluruh pandangan spiritualnya. Baxter bukanlah seorang ateis. Ia yakin akan keberadaan Tuhan, tapi ia mencari jalan yang tepat untuk mencapai kebenaran itu. Ia berkisah tentang pencarian kebenaran yang menyebabkannya memeluk Islam.

Aku selalu menyadari akan keberadaan Tuhan. Aku selalu merasa bahwa Dia ada di sana. Kadang-kadang perasaan itu jauh, dan sering kali aku mengabaikannya. Tapi aku tidak pernah bisa menyangkal pengetahuan ini. Karena itu, sepanjang hidupku, aku terus mencari kebenaran tentang rencana-Nya.

Kuhadiri banyak kajian di gereja. Aku mendengarkan, berdoa, berdiskusi dengan orang-orang dari semua agama yang berbeda. Tapi tampaknya selalu ada sesuatu yang kurasa tidak benar. Membingungkan. Seperti ada sesuatu yang hilang.

Dulu, aku sering mendengar orang berkata padaku, “Ya, aku percaya pada Tuhan, tapi aku tak memiliki agama. Dan menurutku, mereka semua keliru.”

Inilah yang benar-benar kurasakan. Namun, aku tak ingin membiarkan rasa penasaran ini pergi kemudian hanya menerima suatu keyakinan (agama) begitu saja. Aku tahu jika Tuhan benar-benar ada, Dia tidak akan meninggalkan kita tanpa arah, atau bahkan tersesat. Harus ada langkah nyata mencari agama yang benar. Dan aku harus menemukannya.

Berbagai gereja Kristen tempatku berkonsentrasi mencari kebenaran, -karena aku hanya berada di lingkungan itu-, memang tampaknya ada kebenaran dalam beberapa ajaran mereka. Namun, ada begitu banyak pandangan yang berbeda. Sehingga banyak ajaran yang bertentangan pada hal-hal dasar seperti bagaimana berdoa, berdoa kepada siapa, siapa yang akan “diselamatkan” dan siapa yang tidak, dan apa yang harus seseorang lakukan untuk “diselamatkan”. Tampaknya begitu berbelit-belit. Aku merasa hampir menyerah.

Aku baru saja mengunjungi gereja yang mengakui eksistensi Tuhan dan tujuan dari keberadaan manusia. Namun ajarannya meninggalkan rasa frustrasi yang begitu menggeliat. Aku benar-benar frustrasi karena apa yang mereka ajarkan bukanlah suatu kebenaran.

Suatu hari, aku jalan-jalan ke sebuah toko buku. Aku melihat-lihat genre buku agama. Saat aku berdiri di sana, kurayapi pandanganku di susunan buku. Kulihat sebagian besarnya adalah buku-buku Kristen. Tiba-tiba terlintas di benakku, apakah toko ini punya buku-buku tentang Islam.

Kusadari hampir tidak ada buku tentang Islam di sini. Tapi ketika kuambil salah satu buku Islam -yang hanya karena penasaran-, ternyata malah membuatku bersemangat dengan apa yang kubaca. Hal pertama yang membuatku terpana adalah pernyataan ‘Tidak ada Tuhan yang benar kecuali hanya Allah,’ Dia tidak punya rekanan atau sekutu, dan semua doa dan ibadah hanya diarahkan pada-Nya saja. Pernyataan ini tampak begitu sederhana, tapi pesannya begitu kuat, sehingga aku langsung menangkap pesannya.

Dari situ aku mulai membaca segala sesuatu tentang Islam. Semua yang kubaca benar-benar memuaskan dan dapat kumengerti (logis). Seolah-olah semua potongan-potongan teka-teki ini terjawab dengan sempurna, dan gambaran yang jelas itu begitu nyata.

Aku begitu bersemangat, jantungku berdebar setiap saat, setiap kali aku membaca segala sesuatu tentang Islam. Kemudian, ketika aku membaca Alquran, aku merasa seperti benar-benar mendapat anugerah yang besar untuk dapat membaca kitab ini. (Setelah membacanya) Aku benar-benar yakin bahwa kitab ini datang langsung dari Allah melalui Rasul-Nya ﷺ.

Inilah dia kebenaran. Aku merasa, sepertinya selama ini aku telah menjadi seorang muslim, hanya saja aku tidak menyadarinya. Sekarang kumulai hidupku sebagai seorang muslim. Aku merasakan kedamaian dan keamanan setelah mengetahui apa yang kupelajari adalah kebenaran hakiki yang akan membawaku lebih dekat kepada Allah. Semoga Allah menjaga dan membimbingku.

Pelajaran:

Pertama: Ada sebagian kaum muslimin yang kecewa dengan peradaban umat Islam yang teringgal dibanding dunia barat. Tapi, di sisi lain mereka juga terjebak dalam ketertinggalan. Saat orang-orang barat mulai meyakini alam semesta ini ada yang mengatur, dan meninggalkan agnostic (mengakui Tuhan tapi tidak beragama), orang-orang yang kecewa ini malah baru memulai meyakini apa yang mulai diragukan orang barat. Ibaratnya saat orang sudah taubat jadi preman, dia baru mulai mau jadi preman. Orang sudah tidak nyaman dengan agnostic, dia malah mau jadi agnostic.

Kedua: Kebenaran itu sesuatu yang dicari dan diusahakan. Kita melihat realita banyak versi tentang Islam, maka jangan berdiam diri dalam kebingungan dan kekecewaan mengapa umat Islam berbeda-beda. Tapi terus kaji Islam hingga bertemua ajaran Islam yang hakiki. Allah ﷻ berfirman,

“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS:Al-‘Ankabuut | Ayat: 69).

Ketiga: Bacalah Alquran dan terjemahnya. Dan akan lebih baik lagi jika disertai tafsirnya atau bertanya kepada orang yang berilmu.

Keempat: Sangat disayangkan, sebagian orang yang terlahir sebagai muslim malah tidak mempelajari agamanya. Ia sangka menjadi seorang muslim adalah mengalir begitu saja. Boleh (halal) dan tidak boleh (haram) ditentukan oleh perasaan dan pengalaman. Bukan berdasarkan pengkajian terhadap Islam.

Diterjemahkan dari:
– http://www.arabnews.com/islam-perspective/news/900221

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/5455-risalah-islam-itu-sederhana-namun-pesannya-begitu-kuat.html

Perbanyak Istighfar, Jalan Keluar dari Kesedihan

Sahabatku, marilah kita memperbanyak istighfar.

Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam yang tanpa dosa saja, dalam sehari bisa beristighfar sebanyak seratus kali, apalagi kita yang penuh dosa, seharusnya bisa lebih banyak lagi.

Istighfar itu salah satu jalan keluar dari masalah, melapangkan saat kita dalam kesempitan, dan pembuka pintu rejeki

“Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya Alloh memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” (HR. Ahmad). [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar |

INILAH MOZAK

Sejarah Lahirnya Kalender Hijriyah

Dalam artikel sebelumnya –Kalender Hijriyah Adalah Identitas Kaum Muslimin-, dijelaskan bahwa bulan-bulan yang kita kenal sekarang juga sudah dikenal oleh masayarakat Arab. Hanya saja mereka belum mengenal penahunan. Di masa itu, penamaan tahun bukan dengan angka. Tapi menggunakan peristiwa yang paling menonjol di tahun tersebut. Seperti tahun gajah. Karena diserangnya Ka’bah oleh pasukan gajah.

Hanya saja mereka belum mengenal penahunan. Di masa itu, penamaan tahun bukan dengan angka. Tapi menggunakan peristiwa yang paling menonjol di tahun tersebut. Seperti tahun gajah. Karena diserangnya Ka’bah oleh pasukan gajah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan di dalam Alquran bahwa hilal, matahari, dan bulan adalah waktu untuk manusia. Seperti dalam firman-Nya,

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.” [Quran Al-Baqarah: 197]

Demikian juga firman-Nya,

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [Quran Yunus: 5].

Kemudian muncullah kebutuhan kaum muslimin akan adanya penamaan yang baku pada tahun. Penamaan yang urut sehingga memudahkan aktivitas dan muamalah yang mereka lakukan. Kebutuhan ini terasa begitu mendesak di zaman pemerintahan Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Kemudian ia memerintahkan untuk menyusun tahun hijriyah.

Sebelum Penyusunan

Perhitungan tahun yang hakiki adalah dimulai sejak Allah menciptakan langit, bumi, matahari, dan bulan. Tatkala Adam ‘alaihissalam turun dari surga. Kemudian lahirlah anak-anaknya, maka keturunannya menghitung waktu dari turunnya Adam tersebut. Perhitungan tersebut terus berlangsung hingga diutusnya Nuh ‘alaihissalam. Kemudian perhitungan tahun mulai dari diutusnya Nuh hingga banjir yang membuat bumi tenggelam. Kemudian perhitungan tahun mulai dari topan hingga pembakaran Ibrahim ‘alaihissalam.

Saat anak keturunan Islamil sudah banyak, mereka bermigrasi ke berbagai wilayah. Mereka menyebar. Kemudian anak keturunan Ishaq membuat penanggalan dari peristiwa pembakaran Nabi Ibrahim hingga diutusnya Yusuf. Dari diutusnya Yusuf sampai diutusnya Musa. Dari zaman diutusnya Nabi Musa hingga masa Nabi Sulaiman. Dari masa Sulaiman hingga Nabi Isa. Dari masa Nabi Isa hingga diutusnya Rasulullah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (Ibnul Jauzi: al-Muntazham fi Tarikh al-Mulk wa-l Umam, Daru-l Kutubi-l Ilmiyah, 4/226-227).

Dulu, orang-orang Arab sebelum Islam, mereka menamai tahun dengan kejadian. Misalnya: Tahun Pembangunan Ka’bah, Tahun al-Fijar (terjadi Perang Fijar), Tahun Gajah, Tahun Sail al-Arim (Banjir Arim), dll. Kemudian setelah diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan munculnya syiar Islam di Mekah kemudian hijrah ke Madinah, kaum muslimin memiliki penamaan tersendiri. Penamaan tersebut memiliki nama-nama yang khusus juga. Seperti: Tahun al-Khandaq, dimana terjadi Perang Khandaq. Tahun Kesedihan, karena terdapat peristiwa yang begitu membuat Rasulullah sedih. Yaitu wafatnya Khadijah dan Abu Thalib. Tahun al-Wada’, tahun terjadinya haji al-wada’, Tahun ar-Ramadah (abu), karena kemarau yang panjang di tahun tersebut hingga tanah menjadi abu karena terbakar matahari. Ini terjadi di masa pemerintah Umar radhiallahu ‘anhu (Muhammad Shalih al-Munajid: Tafrigh Lihalaqat Barnamij al-Rashid, 12/54).

Yang Membuat Penanggalan Hijriyah

Tahun-tahun senantiasa disebut dengan peristiwanya hingga terjadi sesuatu di zaman pemerintahan Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Negeri-negeri banyak yang bergabung dengan Madinah. Muncullah kebutuhan untuk mengurutkan tahun. Disebutkan dalam satu riwayat bahwa ada seseorang yang mengadukan kepada Umar bin al-Khattab perihal utang-piutang. Ada seseorang yang berutang yang jatuh tempo di bulan Sya’ban. Karena ia belum membayar saat jatuh tempo tersebut, pihak pemberi utang melaporkannya kepada Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Kemudian Umar meresponnya dengan menanyakan bulan Sya’ban tahun kapan. Dari situlah akhirnya dirumuskan permasalahan penetapan tahun.

Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu mengumpulkan para sahabat dan berdiskusi dengan mereka. Kata Umar, “Tentukan sesuatu untuk masyarkat yang mereka bisa mengetahui waktu.” Ada yang mengatakan, “Tulislah dengan menggunakan penanggalan Romawi.” Pernyataan ini dikomentari, “Mereka itu membuat penanggalan sejak zaman Dzul Qarnain. Itu terlalu jauh masanya.”

Kemudian ada yang mengatakan, “Tulislah dengan penanggalan Persia.” Lalu ditanggapi, “Orang-orang Persia kalau berganti raja, maka warisan (kebijakan penguasa) sebelumnya ditinggalkan.” Kemudian para sahabat bersepakat untuk menghitung, “Berapa lamakah Rasulullah tinggal di Madinah?” Lamanya adalah 10 tahun. Lalu ditulislah penanggalan dengan menghitung sejak Rasulullah berhijrah.

Permasalahan berikutnya adalah tentang awal bulan dalam satu tahun tersebut. Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, “Ada seseorang yang datang kepada Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu, orang itu berkata, ‘Tetapkanlah penanggalan’. Umar berkata, ‘Penggalan apa?’ Orang itu menjawab, ‘Sesuatu seperti yang dilakukan oleh orang-orang non Arab. Mereka menulis di bulan sekian pada tahun sekian’. Umar berkata, ‘Itu bagus. Tetapkanlah penanggalan’. Mereka berkata, ‘Dari bulan apa kita memulai?’ Ada yang mengatakan, ‘Bulan Ramadhan’. Ada lagi yang mengatakan, ‘Dari bulan Muharram. Karena ini adalah waktu dimana orang-orang pulang dari haji. Itulah bulan Muharram’. Mereka pun menyepakatinya.” (ath-Thabari: Tarikh ar-Rusul wa-l Mulk. Cet. Ke-3 1387 H, 2/388-389).

Pada 20 Jumadil Akhiroh 17 tahun dari hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimulailah penggungnaan penanggalan Islam, penanggalan hijriyah (Ibnul Jauzi: al-Muntazhom fi-t Tarikh al-Mulk wa-l Umam 4/227). Peristiwa ini bertepatan dengan 15 Juli 622 M. Dan tahun ini disebut dengan tahun izin (Arab: سنة الإذن). Maksudnya diizinakannya Rasulullah dan para sahabatnya untuk hijrah dari Mekah ke Madinah (al-Mausu’ah al-Arabiyah al-Amaliyah, Hal: 2).

Digunakanlah penanggalan hijriyah dengan menjadikan bulan Muharram sebagai bulan pertama dalam setahun. Penanggalan ini sudah dikenal oleh bangsa Arab. Karena mereka orang-orang Arab menentukan waktu dengan bulan. Hari pertama dimulai dengan masuknya waktu malam. Berbeda dengan kaum lainnya yang menentukan waktu dengan matahari (Ibnul Jauzi: al-Muntazhom fi-t Tarikh al-Mulk wa-l Umam 4/228).

Tahun hijriyah ini terdiri dari 12 bulan qamariyah. Jadi satu tahun hijriyah itu sama dengan 354 hari. Dan satu bulan terdiri dari 29 atau 30 hari.

Mengapa Muharam?

Tentang awal bulan untuk tahun hijriyah, para sahabat mengajukan beberapa usulan kepada Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Ada yang mengusul bulan Sya’ban sebagai awal tahun. Ada yang mengajukan Ramadhan. Kemudian mengerucut ke pendapat Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, yaitu bulan Muharram. Dengan alasan karena di bulan ini jamaah haji pulang dan Muharram adalah bulan Allah. Ini alasan dari sisi syariat. Adapun dari sisi sosial-budaya, Muharam merupakan bulan yang dipilih oleh bangsa Arab untuk memulai tahun-tahun mereka sebelum Islam datang. Sehingga mereka telah terbiasa dengan keadaan ini. Setelah Islam datang, Rasulullah mengukuhkannya dengan menyebut bulan ini syahrullah (bulan Allah).

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya Allah membuka tahun dengan bulan haram. Dan tidak ada bulan setelah bulan Ramadhan yang lebih mulia di sisi Allah melebih bulan Muharram. Bulan ini dinamai dengan bulan Allah karena saking besar kemuliaannya (al-Mausu’ah al-Arabiyah al-Amaliyah, Hal: 2).

Peristiwa-Peristiwa Penting di Bulan Muharram

Bulan Muharram adalah bulan suci dalam Islam. Di bulan ini pula banyak terdapat peristiwa-peristiwa penting dalam syariat maupun dalam sejarah.

Pertama: Penting Secara Syariat

Dianjurkannya Puasa 10 Muharram

Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata,

قَدِمَ النبيُّ صلى الله عليه وسلم المدينةَ فرأى اليهود تصوم يوم عاشوراء، فقال: “مَا هَذَا؟” قالوا: هذا يومٌ صَالِح، هذا يوم نجَّى الله بني إسرائيل من عدوِّهم فصامه موسى، قال:”فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ”. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ»

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah. Lalu beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura (10 Muharram). Beliau bertanya, ‘Mengapa demikian?’ Mereka menjawab, ‘Ini adalah hari baik. Hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka. Lalu Musa pun berpuasa di hari tersebut’. Nabi berkata, ‘Aku lebih berhak terhadap Musa dibanding kalian’. Rasulullah berpuasa dan memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa di hari itu.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab ash-Shaum 1900 dan Muslim dalam Kitab ash-Shiyam 1130)

Kedua: Peristiwa Penting dalam Catatan Sejarah

Beberapa peristiwa penting dalam catatan sejarah yang terjadi di bulan Muharram adalah datangnya orang-orang Habasyah dengan pasukan gajah mereka di Kota Mekah. Mereka dipimpin oleh Abrahah al-Asyram dengan misi merobohkan Ka’bah. Di bulan ini juga kiblat kaum muslimin berpindah. Semula di Baitul Maqdis kemudian menuju Ka’bah. Perubahan ini terjadi sekitar 16 atau 17 bulan setelah Rasulullah hijrah ke Madinah.

Pada bulan Muharram ini pula, kaum muslimin di masa kekhalifahan Umar berhasil menguasai kota penting di Irak, Bashrah. Hal ini terjadi pada tahun 14 H. Kemudian pada tahun 20 H, kaum muslimin berhasil menaklukkan Mesir dengan panglima mereka Amr bin al-Ash radhiallahu ‘anhu. Kemudian bulan ini juga mencatat duka dengan syahidnya cucu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Husein bin Ali radhiallahu ‘anhuma, di Karbala (al-Mausu’ah al-Arabiyah al-Amaliyah, Hal: 3).

Peristiwa-peristiwa lainnya juga yang disebut-sebut terjadi pada bulan ini adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Nabi Nuh ‘alaihissalam dari banjir besar. Diangkatnya Nabi Idris ‘alaihissalam ke langit keempat. Padamnya api Namrud di masa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi Ya’qub ‘alaihissalam yang lama berduka dipertemukan lagi dengan putranya, Nabi Yusuf ‘alaihisslam. Diterimanya taubat Nabi Dawud ‘alaihissalam. Kemudian ia dijadikan pemimpin di bumi. Dikembalikannya kekuasaan Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Nabi Musa ‘alaihissalam dan kaumnya diselamatkan dari Firaun. Dan di bulan ini pula Nabi Isa ‘alaihissalam diangkat ke langit (al-Mausu’ah al-Arabiyah al-Amaliyah, Hal: 3).

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6393-sejarah-lahirnya-kalender-hijriyah.html

Buku Referensi Belajar Islam dari Dasar

Di antara kiat mendalami agama adalah belajar ilmu secara bertahap. Dalam postingan kali ini, Rumaysho.Com akan menyebutkan beberapa buku rujukan dari kitab Arab dalam belajar Islam dari dasar. Kitab Arab tersebut sudah banyak terjemahannya dari berbagai penerbit terpercaya di negeri kita.

Mempelajari ilmu secara bertahap tetap dengan belajar langsung dari guru. Namun kita butuh belajar dengan memakai rujukan kitab secara berjenjang. Sehingga ketika belajar dari guru pun demikian, carilah guru yang mengajarkan ilmu dari dasar, setelah itu beranjak pada kitab yang lebih advance (lanjut). Kami berikan contoh kitab-kitab apa yang baiknya kita pelajari. Urutan nomor yang kami sebutkan adalah tingkatan dari dasar hingga lanjutan.

Kitab Masalah Tauhid:

  1. Tsalatsah Al-Ushul (Tiga Landasan Utama): Syaikh Muhammad At-Tamimi.
  2. Qawa’id Al-Arba’ (Empat Kaedah Memahami Tauhid dan Syirik): Syaikh Muhammad At-Tamimi.
  3. Kitab At-Tauhid: Syaikh Muhammad At-Tamimi.
  4. Kasyfu Asy-Syubuhaat (Menyanggah Syubhat Seputar Syirik): Syaikh Muhammad At-Tamimi.

Kitab Akidah:

  1. Ushul As-Sittah: Syaikh Muhammad At-Tamimi.
  2. Lum’atul I’tiqad: Ibnu Qudamah.
  3. Ushul As-Sunnah: Imam Ahmad bin Hambal.
  4. Al-Irsyad ila Shahih Al-I’tiqad: Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan.
  5. Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
  6. Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah: Ath-Thahawi, Syarh: Ibnu Abil ‘Izz.

Untuk rujukan syarh atau penjelasan dari kitab-kitab akidah dan tauhid di atas bisa memakai berbagai kitab penjelasan dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, guru kami Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan, Syaikh Shalih Alu Syaikh dan Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan.

Kitab Tafsir:

  1. Tafsir Al-Jalalain: Jalaluddin As-Suyuthi dan Jalaluddin Al-Mahalli, dengan catatan (ta’liq): Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri terutama koreksian terhadap Akidah Asma’ wa Sifat.
  2. Al-Mukhtashar fi At-Tafsir, terbitan Muassasah ‘Abdullah bin Zaid Al-Ghanim Al-Khairiyyah.
  3. Tafsir Juz ‘Amma dan Tafsir Beberapa Surat dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
  4. Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman): Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
  5. Aysar At-Tafasir: Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi.
  6. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim: Ibnu Katsir.
  7. Tafsir Ath-Thabari: Ibnu Jarir Ath-Thabari.

Kitab Fikih merujuk pada Fikih Madzhab Syafi’i:

  1. Safinah An-Najah: Salim bin ‘Abdullah Ibnu Sumair Al-Hadrami Asy-Syafi’i.
  2. Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib: Al-Qadhi Abi Syuja’ dengan berbagai kitab penjelasan: Fathul Qarib, At-Tadzhib, Al-Iqna’, Kifayatul Akhyar.
  3. Al-Fiqhu Al-Manhaji: Musthafa Al-Bugha, dkk.
  4. Minhaj Ath-Thalibin: Imam Nawawi.
  5. Al-Majmu’ Syarh Al-Muhaddzab li Asy-Syairazi: Imam Nawawi.

Kitab Fikih dari Ulama Belakangan:

  1. Minhaj As-Salikin: Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
  2. Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah wa Al-Kitab Al-‘Aziz: Syaikh ‘Abdul ‘Azhim Badawi.
  3. Fiqh As-Sunnah: Sayyid Sabiq.
  4. Shahih Fiqh As-Sunnah: Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim.
  5. Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Muyassarah: Syaikh Husain bin ‘Audah Al-‘Awaysyah.
  6. Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait.

Kitab Hadits:

  1. Hadits Al-Arba’in An-Nawawiyyah: Imam Nawawi.
  2. Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam: Ibnu Rajab Al-Hambali.
  3. Bulugh Al-Maram: Ibnu Hajar Al-Asqalani, Syarh: Subulus Salam, Ash-Shan’ani; Minhatul ‘Allam, Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan.
  4. ‘Umdah Al-Ahkam: Syaikh Abdul Ghani Al-Maqdisi, Syarh terbaik dari Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
  5. Al-Muntaqa Al-Akhbar: Majduddin Abul Barakat ‘Abdussalam Ibnu Taimiyyah Al-Harrani (Jadd Ibnu Taimiyah), Syarh: Nail Al-Authar, Imam Asy-Syaukani.
  6. Kutub As-Sab’ah: Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Jami’ At-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Daud, Sunan An-Nasai, Musnad Al-Imam Ahmad.

Kitab Sirah Nabawiyah:

  1. Ar-Rahiq Al-Makhtum: Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri.
  2. Zaad Al-Ma’ad: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.
  3. Asy-Syamail Al-Muhammadiyyah: Imam At-Tirmidzi.

Kitab Tazkiyatun Nufus dan Adab:

Riyadh Ash-Shalihin, Imam Nawawi.

Syarh (penjelasan) terbaik dari Kitab Riyadh Ash-Shalihin:

  1. Nuzhatul Muttaqin: Musthafa Al-Bugha dkk.
  2. Bahjatun Nazhirin: Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali.
  3. Syarh Riyadh Ash-Shalihin: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
  4. Kunuz Riyadh Ash-Shalihin (terlengkap 22 jilid).

Kitab Akhlak:

Adab Al-Mufrad, Imam Bukhari.

Syarh terbaik dari Adab Al-Mufrad:

  1. Syarh Shahih Al-Adab Al-Mufrad: Syaikh Husain bin ‘Audah Al-‘Awaysyah.
  2. Rassyul Barad Syarh Al-Adab Al-Mufrad: Syaikh Muhammad Luqman As-Salafi.

Kitab Amalan:

  1. Lathaif Al-Ma’arif: Ibnu Rajab Al-Hambali.
  2. Al-Adzkar: Imam Nawawi.

Kitab Dosa Besar:

Al-Kabair, Imam Adz-Dzahabi.

Kitab Sejarah Para Ulama:

Siyar A’lam An-Nubala, Imam Adz-Dzahabi.

Kitab Bahasa Arab (Nahwu dan Sharaf):

  1. Al-Muyassar fi ‘Ilmi An-Nahwi: Aceng Zakariya.
  2. Al-Muqaddimah Al-Ajurromiyyah: Muhammad bin Muhammad bin Aajurroma Ash-Shinhaji.
  3. Mukhtarat Qawai’id Al-Lughah Al-‘Arabiyyah: Ustadz Aunur Rofiq Ghufran.
  4. Mulakhash Qawa’id Al-Lughah Al-‘Arabiyyah: Fuad Ni’mah.

Ada pula berbagai kitab dalam bidang tafsir, keadah tafsir, ilmu mutshalah hadits, ilmu ushul fikih, ilmu qawa’idul fikih yang merupakan ilmu alat yang bisa membantu dalam menguasai ilmu pokok.

Semoga bermanfaat. Silakan cari buku tersebut dan belajarlah langsung dari seorang guru, itu cara terbaik.

Muhammad Abduh Tuasikal

Tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/12411-buku-referensi-belajar-islam-dari-dasar.html

Anda tertarik membaca buku-buku ( Sunnah Digital) mengenai Islam?Download dan instal Aplikasi Androidnya di sini!

Tahap-Tahap dalam Mempelajari Ilmu Tauhid (Bag.1)

Sebagian orang, ketika hendak memulai belajar tauhid, dia pun bingung, dari mana dia belajar dan bagaimanakah tahapan-tahapannya. Lalu dia pun asal-asalan dalam belajar, menghabiskan waktu untuk belajar ke sana ke mari, dan setelah bertahun-tahun lamanya, ilmu itu tidak menancap ke dalam hati. 

Berbeda dengan orang yang mengetahui bagaimanakah belajar tauhid dari dasarnya. Dia mempelajari tauhid setahap demi setahap, dari kitab yang paling mudah untuk membangun pondasi keilmuannya. Setelah itu, dia pun mempelajari kitab berikutnya dan begitulah seterusnya.

Dalam tulisan serial ini, akan kami sebutkan bagaimanakah tahapan kitab-kitab yang perlu dipelajari dalam mendalami ilmu tauhid. Tahap-tahap dalam mempelajari tauhid ini penulis susun dari penjelasan para ulama, di antaranya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Kitaabul ‘Ilmi atau penjelasan yang terdapat dalam kitab Kaifa Tatahammasu li Thalabil ‘Ilmi Syar’i karya Syaikh Muhammad bin Shalih bin Ishaq Ash-Shai’iry

Kemudian penulis memodifikasi urut-urutan kitab tersebut berdasarkan pengalaman penulis selama ini ketika mempelajari kitab-kitab tersebut. Dan bisa jadi urut-urutan yang penulis sampaikan di sini dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi serta ustadz yang mengajar.

Tahap-Tahap dalam Mempelajari Tauhid Asma’ wa Shifat 

Dalam mempelajari tauhid asma’ wa shifat, maka di antara kitab yang dapat kita pelajari dimulai dari yang paling dasar dan mudah adalah sebagai berikut.

Pertama, kitab Lum’atul I’tiqod Al-Haadi ila Sabili Ar-Rosyad karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah. 

Kitab ini bisa digunakan sebagai panduan awal untuk pemula dalam mempelajari tauhid asma’ wa shifat. Syarah (penjelasan) kitab ini antara lain Syarh Lum’atul I’tiqod karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin*, Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, atau karya Syaikh Shalih bin Abdul Aziz bin Ibrahim Alu Syaikh. Ada pula kitab Al Is’aad fii Syarhi Lum’atil I’tiqod karya Syaikh Abi Musa Abdul Rozaq bin Musa Al-Jazairi.

Di dalam kitab ini terdapat kaidah-kaidah dasar aqidah ahlus sunnah dalam memahami dalil-dalil tentang nama dan sifat Allah Ta’ala beserta contoh-contoh penerapannya. Selain itu juga terdapat pembahasan tentang masalah aqidah secara umum seperti sikap terhadap para sahabat, surga dan neraka, golongan yang menyimpang, dan lain-lain.

Ke dua, kitab Al-Qowa’idul Mutsla fii Shifaatillaahi wa Asmaa- ihi Al-Husna karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin*. 

Syarahnya ditulis oleh Syaikh ‘Utsaimin sendiri atau kita juga dapat memakai kitab Al-Mujalla karya Kamilah Al-Kiwari. Juga terdapat penjelasan Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri yang berjudul Fathul ‘Aliyyil A’la.

Sesuai dengan nama kitabnya, di dalam kitab  ini penulis membawakan beberapa kaidah penting dalam memahami nama dan sifat Allah Ta’ala. Penulis juga menyampaikan tentang kelompok-kelompok yang menyimpang dalam masalah ini dan bantahannya secara gamblang. Dengan menyelesaikan kitab ini, kita diharapkan memiliki manhaj (metode) yang benar dalam memahami dalil-dalil yang berkaitan dengan nama dan sifat Allah Ta’ala sehingga lebih mudah dalam memahami kitab lainnya seperti Al-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah.

Ke tiga, kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Syarahnya antara lain Syarh Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Syaikh Dr. Muhammad Khalil Haras, atau karya Syaikh Shalih bin Abdul Aziz bin Ibrahim Alu Syaikh. Namun, dengan mempelajari syarah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, insyaa Allah sudah lebih dari cukup.

Dengan mempelajari ketiga kitab ini saja, sebetulnya sudah lebih dari cukup bagi kita dalam mempelajari tauhid asma’ wa shifat. Apalagi bagi kita yang masih memiliki banyak kesibukan dan tidak mengkhususkan diri belajar ilmu agama.  

Namun, bagi yang ingin melanjutkan mempelajari kitab-kitab di atasnya lagi, dapat melanjutkannya dengan mempelajari kitab Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah karya Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah dengan syarahnya yang ditulis oleh Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullah. Atau yang ingin lebih ringkas, dapat membaca penjelasan singkat Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan dalam kitabnya yang berjudul At-Ta’liqaat Al-Mukhtasharah ‘ala Matni Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah. 

Selanjutnya, kita dapat mempelajari kitab-kitab di atasnya lagi seperti kitab Fataawa Al-Hamawiyyah dan Al-‘Aqidah At-Tadmuriyyah, keduanya ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Kedua kitab ini membahas secara lebih mendalam tentang aqidah ahlus sunnah dalam masalah asma’ wa shifat.

Dalam hal ini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah telah membantu kita dengan meringkas kedua kitab tersebut dalam karya beliau yang berjudul Fathu Robbil Bariyyah bi Talkhiishi Al-Hamawiyyah dan Taqriib At-Tadmuriyyah*. Ringkasan yang beliau susun ini dapat membantu kita untuk memahami kedua kitab Syaikhul Islam secara ringkas, sebelum membaca kedua kitab beliau secara langsung.

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51252-tahapan-mempelajari-ilmu-tauhid-1.html