Simon Collins, Dubes Inggris Pertama di Saudi yang Tunaikan Haji

Duta Besar Inggris untuk Arab Saudi Simon Collinsmenjadi duta besar menjabat pertama yang menunaikan ibadah haji di Saudi.

Sejumlah foto Collis bersama istrinya Huda Mujarkech saat melaksanakan ibadah haji diunggah di Twitter oleh aktivis Saudi Fawziah Al Bakr.

“Duta besar Inggris pertama di Kerajaan yang menunaikan haji usai menjadi mualaf: Simon Collis dan istrinya Huda di Makkah,” tulis Al Bakr di Twitter, dikutip dari Alaraby,Rabu (14/9).

Diplomat tersebut dan istrinya membalas cicitan tersebut dengan berterima kasih kepada Al Bakr karena membagi kabar tersebut.

Collis menjadi duta besar untuk Arab Saudi pada Januari 2015. Sebelumnya, ia ditempatkan di Doha, Baghdad dan Damaskus, dan sejumlah negara lain.

Sejak bergabung dengan Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran Inggris, Collis sebagian besar menjalankan tugasnya di Timur Tengah dan Asia Selatan.

 

sumber: Republika Online

Apakah Hukum Merokok, Haram? makruh? atau Mubah? Dikupas Tuntas di Sini

Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan status hukum rokok. Di dalam Kitab Radd al-Muhtaar, Imam Ibnu ’Abidin rahimahullah menyatakan, ”Pendapat para ulama mengenai masalah ini (rokok) tidaklah seragam. Sebagian ulama berpendapat bahwa rokok hukumnya makruh; sebagian yang lain mengharamkannya, dan sebagian yang lain memubahkannya. Masing-masing menyatakan pendiriannya dalam karya-karya mereka.” [Ibnu ’Abidin, Radd al-Muhtaar, juz 27, hal. 266]
Masih menurut beliau, ”Di dalam Kitab Syarah al-Wahbaaniyyah karya Imam al-Surunbulaliy , beliau menyatakan, ”Dilarang jual beli rokok dan meminumnya (menghisapnya). Orang yang menghisap rokok di saat puasa tidak diragukan lagi ia telah berbuka. Di dalam Syarah al-Allamah Syaikh Isma’il al-Nablusiy, orang tua dari guru kami, ’Abd al-Ghaniy, terhadap kitab Syarah al-Durari, disebutkan bahwa seorang suami punya hak melarang isterinya memakan bawang putih, bawang merah, dan semua makanan yang menyebabkan mulut berbau…Gurunya guru kami, al-Musayyaraiy dan yang lainnya, memberikan fatwa larangan menghisap tembakau.” [Ibnu ’Abidin, Radd al-Muhtaar, juz 27, hal. 266]
’Allamah Syaikh ’Ali al-Ajhuriy memiliki sebuah risalah (tulisan) yang membolehkan menghisap tembakau. Di dalam tulisan itu disebutkan bahwasanya orang yang memberi fatwa bolehnya menghisap tembakau bersandar kepada Imam empat madzhab. [Ibnu ’Abidin, Radd al-Muhtaar, juz 27, hal. 266]
Ibnu ’Abidin menyatakan, ”Saya katakan, ”Ulama yang juga mengarang tulisan yang membolehkan menghisap tembakau adalah guru kami yang arif, ’Abdul Ghaniy al-Nablusiy. Tulisan itu berjudul al-Shulhu bain al-Ikhwaan fi Ibaahat Syurb al-Dukhaan. Beliau telah menjelaskan dengan sangat baik masalah ini dalam karya-karyanya. Beliau mengkritik dengan sangat keras orang-orang yang mengharamkan atau memakruhkan tembakau. Sebab, keduanya (haram dan makruh) adalah hukum syariat yang harus disandarkan pada dalil. Padahal tidak ada satupun dalil yang menunjukkan hukum itu. Pasalnya, tidak terbukti bahwa tembakau itu memabukkan, melemahkan, atau membahayakan (dlarar). Tetapi justru terbukti bahwa ia memiliki beberapa manfaat. Hukum tembakau (rokok) masuk dalam kaedah ”al-ashl fi al-asyyaa’ ibaahah” (hukum asal dari benda adalah mubah). Sesungguhnya beberapa dlarar yang terkandung di dalamnya tidak menjadikan keseluruhannya haram. Madu bisa membahayakan orang yang terkena penyakit kuning akut. Seandainya Allah swt menetapkan keharaman atau kemakruhan tembakau, maka pastilah ada dalil yang menunjukkannya. Akan tetapi, jika tidak ada, maka harus dinyatakan bahwa mubah adalah hukum asalnya. Nabi Saw tawaqquf (menahan diri) dalam masalah pengharaman khamer sebagai umm al-khabaaits (induk segala barang yang menjijikkan); padahal beliau adalah musyarri’, hingga turun nash qath’iy pada dirinya….” [Ibnu ’Abidin, Radd al-Muhtaar, juz 27, hal. 266]
Di dalam Haasyiyyah al-Bajiiramiy disebutkan, ”Jika penguasa memerintahkan perkara-perkara mubah yang di dalamnya terdapat kemashlahatan bagi orang banyak, semacam menghisap rokok, maka, rakyat wajib mentaatinya.” [Haasyiyyah al-Bajiiramiy ’Ala al-Khaathib, juz 5, hal. 475]
Di dalam Fatawa al-Azhar, ’Abdurrahman Qaraa’ah menyatakan, ”Menghisap rokok tidak pernah terjadi di masa Nabi saw, Khulafaaur Rasyidin, shahabat, maupun tabi’in. Menghisap rokok terjadi pada masa-masa belakangan. Para ulama berpendapaty pendapat dalam masalah ini. Sebagian mereka mengharamkannya, dan sebagian lagi memakruhkan. Sebagian lagi memubahkannya. Saya (’Abdurrahman Qara’ah) menguatkan pendapat yang memakruhkannya…” [Fatawa al-Azhar, juz 5, hal. 499]
Adapun Hasanain Mohammad Makhluf menguatkan pendapat yang memubahkannya. Di dalam Fatawa al-Azhar, beliau menyatakan, ”Kami menyatakan; ketahuilah, sesungguhnya hukum menghisap rokok adalah hukum ijtihaadiy. Pendapat para fukaha dalam masalah ini tidaklah seragam. Yang benar menurut kami adalah sebagaimana yang disebutkan di dalam Kitab Radd al-Muhtaar; bahwa hukum menghisap rokok adalah mubah. Orang-orang yang bersandar kepada imam empat madzhab telah memfatwakan kebolehannya; seperti penuturan dari al-’Allamah al-Ajhuuriy al-Maalikiy di dalam tulisannya.” [Fatawa al-Azhar, juz 7, hal. 247]
Menurut Lajnah al-Daaimah li al-Buhuuts wa al-’Ilmiyyah wa al-Iftaa’, menghisap rokok hukumnya adalah haram. Di dalam Kitab Fatawa Lajnah al-Daaimah li al-Buhuuts wa al-’Ilmiyyah wa al-Iftaa’ disebutkan, ”Menghisab rokok hukumnya haram. Orang yang terlanjur menghisap rokok, ketika hendak masuk ke dalam masjid wajib membersihkan mulutnya untuk menghilangkan bau busuk mulutnya, dan untuk mencegah dlarar dan gangguan bau rokok bagi orang-orang yang sholat. Akan tetapi, menghisap rokok tidaklah membatalkan wudluk.” [Fatawa Lajnah al-Daaimah li al-Buhuuts wa al-’Ilmiyyah wa al-Iftaa’, juz 7, hal. 282]
Demikianlah, para fukaha kontemporer berselisih pendapat mengenai status hukum rokok. Ada tiga pendapat masyhur dalam masalah ini; haram, makruh, dan mubah.
Lantas, mana pendapat rajih yang wajib kita ikuti? Untuk menjawab pertanyaan ini harus diketahui terlebih dahulu pandangan syariat Islam terhadap hukum asal benda, baru setelah itu hukum-hukum derivatifnya.
Hukum Asal Benda
Pada dasarnya, para ulama sepakat bahwa benda hanya memiliki dua status hukum saja, yakni yakni halal dan haram. Sedangkan hukum atas perbuatan manusia ada lima, yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
Para ulama juga sepakat bahwa hukum asal benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang melarangnya. Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah SWT:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
”Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi –karena sesungguhnya semua itu kotor– atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-An’aam (6): 145)
Ayat ini dengan sharih menyatakan bahwa tidak ada benda yang diharamkan oleh Allah swt, kecuali benda-benda yang disebut di dalam ayat ini. Hanya saja, karena ayat ini Makiyyah, maka benda-benda yang diharamkan hanya sebatas pada bangkai, darah yang mengalir, babi, dan binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Setelah itu, Syaari’ menambah jenis-jenis benda yang diharamkan, baik yang disebutkan di dalam al-Quran maupun hadits-hadits shahih; semacam binatang bertaring dan berkuku tajam, binatang jalalah, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, ayat ini dengan sharih menyatakan bahwa hukum asal dari benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Di ayat lain, Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
”Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu…” (Qs. al-Baqarah (2): 29 )
Imam Syaukaniy di dalam Kitab Fath al-Qadiir menyatakan, ”Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa hukum asal dari benda yang diciptakan adalah mubah, hingga ada dalil yang memalingkan hukum asalnya (mubah)…” [Imam Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 1, hal. 64]
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
”Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” (Qs. al-A’raaf (7): 32); dan masih banyak ayat lain yang memiliki pengertian senada.
Berdasarkan ayat-ayat di atas dapat dipahami dua hal penting. <b.Pertama, sesungguhnya urusan menghalalkan dan mengharamkan sesuatu hanyalah hak prerogatif dari Allah SWT. Manusia tidak boleh menyematkan predikat halal dan haram atas suatu benda, tanpa keterangan dari Allah swt dan RasulNya. Manusia dilarang mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah, atau menghalalkan apa yang diharamkan Allah SWT. Imam Baidlawiy dalam Tafsir al-Baidlawiy¸ketika menafsirkan surat Al-An’aam:145, beliau menyatakan, ”Di dalam ayat ini ada peringatan (tanbih) bahwa pengharaman sesuatu hanya diketahui dengan wahyu, bukan dengan hawa nafsu”. [Imam Baidlawiy, Tafsir al-Baidlawiy (Anwaar al-Tanziil wa Asraar al-Ta`wiil), juz 2, hal. 213]. Kedua, hukum asal benda adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
الأ صل فى الأشياء اباحة ما لم يرد دليل التحريم
“Hukum asal dari benda adalah mubah selama tidak dalil yang mengharamkan”
Walhasil, semua benda yang ada di alam ini telah ditetapkan kemubahannya oleh Allah SWT, kecuali benda-benda tertentu yang diharamkanNya.
Status Hukum Rokok
Hukum Asal Rokok
Tembakau dan cengkeh yang menjadi bahan utama pembuatan rokok adalah benda-benda yang berhukum mubah. Sebab, tidak ada satupun nash sharih yang mengharamkan keduanya, baik dalam al-Quran maupun sunnah. Dalam keadaan seperti ini; status hukum tembakau dan cengkeh harus dikembalikan kepada konteks hukum asalnya, yakni mubah.
Jika benda-benda tersebut (tembakau dan cengkeh) digunakan secara bersama-sama atau terpisah, maka penggunaannya diperbolehkan. Dengan demikian, produk yang menggunakan bahan baku tembakau, cengkeh, atau benda-benda mubah lainnya, mengikuti hukum bahan bakunya. Jika bahan bakunya berhukum mubah, maka produk olahannya juga berhukum mubah. Oleh karena itu, selama rokok dibuat dari bahan-bahan mubah, maka status hukum rokok juga mubah, bukan haram atau makruh.
’Allamah ’Abd al-Ghaniy An Nablusiy, di dalam tulisannya menyatakan bahwa tidak ada satu pun dalil syariat yang mengharamkan ataupun memakruhkan rokok; juga tidak terbukti bahwa rokok itu memabukkan, melemahkan, atau menimbulkan bahaya secara umum pada orang yang menghisapnya, hingga ia menjadi haram atau makruh. Oleh karena itu, rokok termasuk dalam kaedah ”al-Ashl fi al-Asyyaa’ Ibaahah”. [Ibnu ’Abidin, Radd al-Muhtaar, juz 27, hal. 266]
Di dalam Kitab Fatawa al-Azhar, ”…Pendapat yang terpilih adalah yang pertama (hukum asal dari sesuatu adalah mubah). Pasalnya, seperti yang dituturkan dalam Kitab al-Tahrir, menurut jumhur Hanafiyyah dan Syafiyyah, pendapat yang kuat adalah hukum asal dari benda adalah mubah…” [Fatawa al-Azhar, juz 7, hal. 247]
Ini dari sisi status hukum bendanya. Adapun dari sisi hukum perbuatannya, yakni merokok; harus ada perincian lebih mendalam.
Pertama , jika seseorang merokok, dan menyebabkan bahaya secara pasti pada dirinya (muhaqqah), maka orang tersebut dilarang merokok, dikarenakan telah tampak bahaya yang nyata bagi dirinya. Sebab, jika benda mubah mengandung atau menimbulkan dlarar (bahaya) bagi individu tertentu; dan dlararnya bersifat muhaqqah (terbukti) bagi individu tersebut, maka benda itu haram dikonsumsi oleh individu itu; sedangkan hukum asal benda tersebut tetaplah mubah, bukan haram. Udang misalnya, hukum asalnya adalah mubah. Akan tetapi, bagi orang-orang tertentu, udang bisa mendatangkan bahaya (dlarar) yang bersifat muhaqqah. Dalam kondisi semacam ini; orang tersebut dilarang (haram) mengkonsumsi udang, dikarenakan telah terbukti bahaya udang bagi dirinya. Hanya saja, hukum asal udang tetaplah mubah, bukan haram. Sebab, adanya dlarar (bahaya) pada benda-benda mubah, tidaklah mengubah status kemubahan dari benda tersebut. [Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz 3, hal. 459] Oleh karena itu, individu-individu lain tetap diperbolehkan mengkonsumsi udang semampang tidak menyebabkan dlarar yang bersifat muhaqqah bagi dirinya.
Ketentuan di atas didasarkan pada riwayat yang dituturkan oleh Ibnu Hisyam di dalam Kitab Siirahnya, ”Ketika Rasulullah saw melintas di Hijr, beliau berhenti di sana. Pada saat itu, orang-orang meminum air dari sumur Hijr. Ketika, para shahabat sedang istirahat, beliau saw bersabda, ”Janganlah kalian minum dari air sumur Hijr, janganlah kalian berwudluk dengan airnya untuk sholat. Adonan roti apapun yang kalian buat dengan menggunakan airnya, berikanlah kepada onta, dan janganlah kalian memakannya sedikitpun. Dan janganlah seorang diantara kalian keluar malam sendirian, kecuali ditemani oleh temannya. Para shahabat melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Nabi Saw, kecuali dua orang laki-laki dari Bani Sa’idah. Salah satu dari orang itu keluar untuk memenuhi urusannya, sedangkan yang lain keluar untuk mencari onta miliknya. Adapun orang yang pergi untuk memenuhi urusannya, ia jatuh sakit. Sedangkan orang yang pergi untuk mencari ontanya, ia diterbangkan angin hingga terlembar di Jabalaiy Thaiyyi’. Kejadian ini disampaikan kepada Rasulullah Saw. Beliau bersabda, ”Bukankah aku telah melarang kalian agar tak seorangpun diantara kalian pergi sendirian, kecuali disertai teman? Lalu, beliau Saw mendoakan orang yang jatuh sakit ketika hendak bepergian, dan sembuhlah ia dari sakitnya. Sedangkan laki-laki lain yang jatuh di Jabalaiy Thaiyyi`, sesungguhnya kabilah Thai` menunjukkan kepada Rasulullah Saw ketika beliau Saw tiba di Madinah”.[HR. Ibnu Hisyam dan Sirah Ibnu Hisyam]
Berdasarkan riwayat ini dapat disimpulkan; perkara-perkara yang hukum asalnya mubah, jika di dalamnya mengandung bahaya yang pasti (muhaqqah), maka perkara itu berhukum haram, sedangkan hukum asalnya tetaplah mubah. Sebab, minum air dari sumur manapun, hukum asalnya adalah mubah, termasuk air sumur Hijr. Larangan nabi saw agar para shahabat tidak meminum airnya, tidak menggunakannya untuk berwudluk, dan untuk membuat adonan roti, dikarenakan air tersebut mengandung bahaya. Keluarnya seorang laki-laki di waktu malam sendirian, juga termasuk perkara mubah. Adanya larangan dari Nabi saw agar para shahabat tidak keluar pada waktu malam di tempat itu seorang diri disebabkan karena bahaya (dlarar). Dengan demikian, perkara mubah (baik benda maupun perbuatan), jika perkara tersebut mengandung bahaya, maka hukumnya menjadi haram (karena bahaya yang dikandungnya), sedangkan hukum asalnya tetaplah mubah.
Kedua , Bila dilakukan di dalam masjid, hukumnya adalah makruh. Pasalnya ada larangan dari Nabi Mohammad saw bagi orang yang memakan bawang putih atau bawang merah masuk ke dalam masjid, dikarenakan bau menyengat yang dihasilkan dari keduanya. Imam Bukhari menuturkan sebuah hadits dari Jabir bin ’Abdullah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda;
مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا
”Barangsiapa memakan bawang putih atau bawang merah, hendaknya ia memisahkan diri dari kami, atau memisahkan diri dari masjid kami.” [HR. Imam Bukhari]
Imam Bukhari juga mengetengahkan sebuah hadits bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ وَأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِقِدْرٍ فِيهِ خَضِرَاتٌ مِنْ بُقُولٍ فَوَجَدَ لَهَا رِيحًا فَسَأَلَ فَأُخْبِرَ بِمَا فِيهَا مِنْ الْبُقُولِ فَقَالَ قَرِّبُوهَا إِلَى بَعْضِ أَصْحَابِهِ كَانَ مَعَهُ فَلَمَّا رَآهُ كَرِهَ أَكْلَهَا قَالَ كُلْ فَإِنِّي أُنَاجِي مَنْ لَا تُنَاجِي
”Barangsiapa memakan bawang putih atau bawang merah, hendaklah ia memisahkan diri dari kami, atau beliau bersabda, ”Hendaknya ia memisahkan diri dari masjid kami dan hendaknya ia duduk di rumahnya”. Sesungguhnya, Nabi saw diberi sebuah periuk yang di dalamnya terdapat sayur-sayuran. Beliau mendapati bau dari sayuran itu. Lalu, beliau bertanya, dan beliau diberitahu apa yang ada di sayuran itu. Lalu ia (perawiy) berkata, “Para shahabat mendekatkan periuk itu ke beberapa shahabat yang bersama Nabi. Ketika beliau melihatnya, maka beliau tidak suka memakannya. Beliau saw bersabda, “Makanlah. Sesungguhnya aku berbisikan dengan malaikat”. [HR. Imam Bukhari]
Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Jabir bin ’Abdullah ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ وَإِنَّهُ أُتِيَ بِقِدْرٍ فِيهِ خَضِرَاتٌ مِنْ بُقُولٍ فَوَجَدَ لَهَا رِيحًا فَسَأَلَ فَأُخْبِرَ بِمَا فِيهَا مِنْ الْبُقُولِ فَقَالَ قَرِّبُوهَا إِلَى بَعْضِ أَصْحَابِهِ فَلَمَّا رَآهُ كَرِهَ أَكْلَهَا قَالَ كُلْ فَإِنِّي أُنَاجِي مَنْ لَا تُنَاجِي
”Barangsiapa memakan bawang putih atau bawang merah, hendaknya ia memisahkan diri dari kami, atau memisahkan diri dari masjid kami, dan hendaknya ia duduk di rumahnya”. Nabi Saw diberi sebuah periuk yang di dalamnya ada sayuran-sayuran, kemudian beliau saw mendapati bau. Lantas, beliau bertanya, dan beliau diberitahu apa yang ada di dalam sayuran itu. Kemudian perawi berkata, ”Para mendekatkannya kepada sebagian shahabatnya. Tatkala beliau mengetahuinya, beliau tidak suka memakannya, seraya berkata, ”Makanlah. Sesungguhnya aku berbisikan dengan malaikat”. [HR. Imam Muslim]
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa Nabi saw melarang orang yang memakan bawang putih atau bawang merah mendekati masjid disebabkan karena baunya yang mengganggu orang lain. Dengan demikian, larangan Nabi saw disebabkan karena aroma atau bau menyengatnya; yang ini hal ini tentunya menganggu orang lain yang hendak beribadah kepada Allah SWT. Alasan ini diperkuat oleh hadits-hadits berikut ini. Dalam hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim dari Jabir ra , bahwasanya ia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ الْبَصَلِ وَالْكُرَّاثِ فَغَلَبَتْنَا الْحَاجَةُ فَأَكَلْنَا مِنْهَا فَقَالَ مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ الْمُنْتِنَةِ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ الْإِنْسُ
”Rasulullah saw melarang makan bawang mereka dan bawang bakung. Lalu, kebutuhan begitu mendesak kami, hingga akhirnya kami memakannya. Nabi saw bersabda, ”Barangsiapa memakan tumbuhan ini, janganlah mendekati masjid kami. Sesungguhnya malaikat terganggu karenanya, begitu pula manusia.” [HR. Imam Muslim]
Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah hadits dari Jabir ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ
”Barangsiapa memakan bawang merah, bawang putih, dan bawang bakung, janganlah mendekati masjid kami. Sesungguhnya malaikat merasa terganggu, sebagaimana anak Adam merasa terganggu darinya.” [HR. Imam Muslim]
Imam Muslim juga menuturkan sebuah hadits dari Umar ra bahwasanya ia sedang berkhuthbah;
إِنَّكُمْ أَيُّهَا النَّاسُ تَأْكُلُونَ شَجَرَتَيْنِ لَا أَرَاهُمَا إِلَّا خَبِيثَتَيْنِ هَذَا الْبَصَلَ وَالثُّومَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَجَدَ رِيحَهُمَا مِنْ الرَّجُلِ فِي الْمَسْجِدِ أَمَرَ بِهِ فَأُخْرِجَ إِلَى الْبَقِيعِ فَمَنْ أَكَلَهُمَا فَلْيُمِتْهُمَا طَبْخًا حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبَةَ قَالَ ح و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ كِلَاهُمَا عَنْ شَبَابَةَ بْنِ سَوَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ جَمِيعًا عَنْ قَتَادَةَ فِي هَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ
”Wahai manusia, sesungguhnya kalian memakan dua tanaman yang menurutku tidak baik, yakni bawang merah dan bawang puti. Sungguh, dahulu aku melihat Rasulullah saw jika mendapati bau keduanya dari seseorang, beliau menyuruh orang itu keluar dari masjid. Karenanya, jika kalian ingin memakannya, hendaklah kalian memasaknya terlebih dahulu.” [HR. Imam Muslim]
Berdasarkan hadits-hadits ini dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa orang yang mengkonsumsi sesuatu yang menimbulkan bau tidak sedap, dan berpotensi menganggu orang lain, semacam rokok dimakruhkan masuk ke dalam masjid. Pasalnya, asap rokok jelas-jelas menyebarkan aroma atau bau menyengat yang sangat mengganggu orang lain. Atas dasar itu, seseorang makruh merokok di dalam masjid dikarenakan bisa mengganggu orang lain.
Begitu pula jika seseorang merokok di tempat umum yang berpotensi mengganggu orang lain, maka hukumnya makruh, berdasarkan riwayat-riwayat di atas.
Ketiga, jika seseorang merokok, dan tidak menimbulkan dlarar yang bersifat muhaqqah pada dirinya, serta dilakukan di tempat atau komunitas yang tidak menganggu orang lain, maka status hukumnya adalah boleh. Dalilnya adalah kebolehan memanfaatkan benda-benda mubah. Selain itu, ’illat yang menyebabkan pengharaman rokok, yakni bahaya yang bersifat muhaqqah tidak terwujud pada orang tersebut; dan ia melakukan aktivitas di suatu tempat dan komunitas yang tidak terganggu oleh asap rokok.
Wallahu A’lam bish Shawab.
Catatan Kaki
[1] Al-Amidiy, al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, juz II, hal. 309; Imam Syaukaniy, Irsyaad al-Fuhuul, hal.250
[2] Imam Syaukaniy, Irsyaad al-Fuhuul, hal.250
[3] ibid, hal. 309. Lihat juga, Qadliy al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz I, hal.197
[4] Al-Amidiy, al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, juz II, hal.309
[5]Imam al-Amidiy, menyatakan, “Syarat-syarat seorang Mujtahid dalam berijtihad ada dua; (1) ia harus mengetahui Wujud Allah SWT, Shifat-shifat WajibNya, serta KesempurnaanNya; dan ia juga mengetahui bahwa Allah swt adalah Wajib al-Wujud (Wajib Ada) karena DzatNya, Hidup, Mengetahui, Memiliki Kemampuan, Berkehendak, Berkata-kata, hingga tergambar dariNya masalah taklif. Ia harus menyakini Rasulullah, dan semua syariat manqul yang diturunkan kepadanya, mukjizat yang dimilikinya, tanda-tanda kenabian yang menakjubkan, agar semua pendapat dan hukum yang disandarkan kepada beliau saw benar-benar haq. Namun demikian, seorang mujtahid tidak disyaratkan menguasai ilmu kalam secara rinci dan mendalam, seperti halnya ulama-ulama ahli kalam yang masyhur. Akan tetapi, ia cukup mengetahui perkara-perkara yang berhubungan dengan masalah keimanan seperti yang telah kami sampaikan di atas. Seorang mujtahid juga tidak disyaratkan mengetahui dalil-dalil syariat secara terperinci hingga taraf bisa menetapkan dan memilah-milahkan dalil, dan melenyapkan kesamaran dari dalil-dalil tersebut, sebagaimana ahli Ushul. Namun, ia hanya cukup mengetahui dalil-dalil yang berhubungan perkara-perkara tersebut secara global, dan tidak harus rinci. (2) Seorang Mujtahid harus mengetahui dan memahami sumber-sumber hukum syariat beserta bagian-bagiannya; metodologi penetapannya, arah dilalah atas madlul-madlulnya, perbedaan martabatnya, syarat-syaratnya. Ia juga harus mengetahui arah tarjihnya jika terjadi pertentangan diantara dalil-dalil tersebut, dan bagaimana cara menggali hukum dari dalil tersebut. Ia juga mampu melakukan tarjih dan penetapan dalil; serta mampu menguraikan (memisahkan) pertentangannya. Hal ini akan tercapai jika ia mengetahui dan memahami perawi-perawi hadits, serta cara melakukan jarh wa ta’diil, mana yang shahih dan mana yang tidak; seperti Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Mu’in. Ia juga harus memahami asbab nuzul (latar belakang turunnya ayat), nasikh dan mansukh yang terdapat di dalam nash-nash syariat. Ia juga harus mengetahui bahasa Arab dan ilmu nahwu. Hanya saja, tidak disyaratkan ia harus memiliki kemampuan dalam hal bahasa seperti halnya al-Asmu’iy, atau mahir dalam masalah nahwu, seperti Imam Sibawaih dan Khalil. Akan tetapi, ia cukup memahami konteks-konteks bahasa Arab, serta percakapan-percakapan yang biasa terjadi diantara mereka hingga taraf bisa membedakan dalalah al-lafadz yang terdiri dari dalalah al-muthabiqah, al-tadlmiin, dan iltizam. Ia juga harus mengetahui mufrad dan murkab, makna kulliy dan juz’iy , haqiqah dan majaz, makna tunggal (al-tawathiy) dan makna pecah (al-muystarak), taraduf dan tabaayun, nash dan dzahir, umum dan khusus, muthlaq dan muqayyad, manthuq dan mafhum, dalalah iqtidla’ dan isyarah, tanbih wa al-ima’, dan lain-lain.
[6] Qadliy al-Nabhani, Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz I, hal.213-216. Bandingkan juga dengan Imam al-Amidiy, al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkam, juz II, hal. 309-311
Oleh: Fathi Syamsuddin Ramadhan

PBNU: Sampai Kiamat Ulama NU Tidak Akan Haramkan Rokok

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan tidak mendukung kampanye untuk menekan angka perokok di Indonesia yang dijalankan oleh Kemenkes, mengatakan bahwa sampai kiamat sampai kiamat ulama NU tidak akan mengharamkan rokok.

“Rokok itu mubah, sampai kiamat ulama NU gak akan mengharamkan rokok,” kata Kiai Arwani Faisal, Staff dewam halal PBNU saat membawakan materi di diskusi publik ‘Kampanye kondom, anti rokok: Indah tapi manipulatif,’ di kantor PBNU, Jakarta, Senin (16/12).

“Untuk penderita jantung rokok haram. Tapi kalau rokok bikin semangat enggak haram lagi,” katanya sambil tertawa.

Menurutnya semua kiai NU pun telah sepakat untuk memperbolehkan pengikutnya mengisap rokok.

Dia juga mengklaim kalau kyai NU sebenarnya mendukung upaya meminimalisir rokok. Itu dibuktikan dengan penetapan hukum ‘mubah’ untuk pengikut PBNU.

“Kiai nggak berarti tidak menerima data kesehatan. Rokok mubah karena menerima data kesehatan. Kalau enggak nerima, kiai akan menetapkan hukum rokok wajib. Itu justru karena ngerti itu bahaya,” sambung dia sebagaimana diberitakan Merdeka online.

Penerapan rokok bukan merupakan suatu hal yang bahaya, menurutnya telah diperhitungkan masak-masak ketika mukhtamar NU.

“Harus dilihat kadarnya. Kalau Mafsadatnya (kerugian) besar hukumnya haram. Rokok kan sekali hisap tidak langsung pingsan.”

Menurut PBNU, rokok tidak punya bahaya yang berlebihan terhadap kesehatan manusia sehingga tidak perlu dilarang berlebihan.

“Kok kejam langsung bilang haram, ulama NU bilang enggak haram. Karena puluhan tahun merokok sehat-sehat saja. Kan tingkat bahayanya dilihat, jelas kiai Arwani Faisal.

Hukum rokok:

Memang tidak ada dalil khusus dari Al-Quran maupun Sunah yang menunjukkan haramnya rokok, karena rokok belum dikenal di zaman Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, para sahabat, maupun zaman tabi’in. karena rokok baru dikenal didunia islam sekitar abad sepuluh hijriyah melalui barat. Meskipun tidak ada dalil khusus, kita tidak boleh tergesa-gesa menganggapnya halal atau haram berdasarkan kaidah: “ hukum asal dari setiap sesuatu itu boleh ” , karena kaidah ini berlaku apabila hal tersebut tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah dan tujuan syariah.

Ketika kemunculannya para ulama berbeda pendapat mengenai hukum rokok, sebagian besar mengharamkan, sebagian lagi memakruhkan, dan sebagiannya menghalalkan dan tawaqquf. Mereka yang membolehkan rokok ketika itu lebih melihat kepada orangnya ketimbang rokoknya, mereka kurang memahami bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan tapi menganggapnya hanya seperti minuman atau makanan yang dikonsumsi.

Diantara ulama yang mengharamkan adalah Syeikh Umar bin Abdur Rohman Al-Husaini Asy-Syafi’ie demikian pula Syeikh  Muhammad Fathullah bin Ali Al-Maghribi, Muhammad bin Shiddiq Az-Zubaidi Al-Hanafi, dan Syeikh ‘Amir Asy-Syafi’ie dimana beliau berkata :

الدخان المشهور إن أضر في عقل أو بدن فهو حرام، وضرره بين يشهد به الحس وما قرره الأطباء في الدخان بأنواعه

( rokok yang kita kenal jika membahayakan akal atau badan maka haram hukumnya, dan bahayanya sudah jelas disaksikan oleh kita dan di tetapkan para dokter mengenai rokok dengan segala jenisnya).

Bahkan Asyaron Bilali berpendapat bahwa rokok haram karena tidak mengandung unsur gizi maupun obat, dan dilarang menjualnya dan menghisapnya karena termasuk khabaits ( benda-benda yang menjijikkan).

Ini benar, karena keharaman rokok bisa didasari dengan beberapa dalil.

Pertama : dari sisi penelitian kedokteran membuktikan bahwa rokok dapat menyebabkan bermacam-macam penyakit berbahaya seperti jantung, ginjal, kanker dan sebagainya, apalagi kalau dikonsusmsi oleh wanita hamil, maka lebih beresiko menyebabkan keguguran, walhasil seluruh dokter sepakat kalau rokok membahayakan kesehatan.

Kedua : agama Islam memerintahkan kita untuk menjaga harta benda dengan baik, rokok bertentangan dengan perintah itu, karena termasuk membuang harta, apalagi kalau sampai kecanduan, belum lagi biaya yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit-penyakit akibat rokok kalau dibandingkan pendapatan dari rokok maka jauh lebih besar.

قوله سبحانه: (وكلوا وا شربوا ولا تسرفوا ) الأعراف 31.

31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
[ Al-A’raf : 31]

Apabila larangan ini pada hal-hal yang mubah dan baik, maka apalagi kalau berkaitan dengan makanan atau minuman yang buruk dan membahayakan?

* قوله صلّى الله عليه وسلم :” إن الله كره لكم ثلاث قيل وقال ، وكثرة السؤال ، وإضاعة المال ”

Artinya : Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : ” sesungguhnya Allah membenci tiga perkara atas kalian : mengatakan ” katanya” , banyak bertanya, dan membuang harta ”

Dan merokok termasuk membuang-buang harta tanpa faedah, dan termasuk hal yang mubadzir dan isrif yang dilarang dalam agama.

قال صلّى الله عليه وسلم ” لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن عمره فيما أفناه وعن
علمه ما فعل به وعن ماله من أين اكتسبه وفيما أنفقه وعن جسمه فيما أبلاه ” ( الترمذي 2417، والدارمي 537)

Artinya : Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : ” tidak akan berpindah kaki seorang hamba hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmu apa yang dilakukan dengannya, tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan kemana dia belanjakan, dan tentang badannya untuk apa dia habiskan ”

Ketiga : ada beberapa kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan pada keharaman rokok.

1- Allah menceritakan tentang NabiNya dalam firmanNya :

{… يأمرهم بالمعروف وينهاهم عن المنكر ويحل لهم الطيبات ويحرم عليهم الخبائث..} [الأعراف 157 ]

Artinya : “ Beliau memerintahkan mereka yang baik dan melarang dari yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka yang baik-baik dan mengharamkan atas mereka yang buruk-buruk “ ( Al-A’raf: 157).

Cukuplah Allah mengharamkan sesuatu yang buruk atau berbahaya, sehingga bisa dimasukkan kedalamnya semua makanan atau minuman yang buruk dan berbahaya, sehingga ulama sepakat haramnya ganja dan semacamnya karena termasuk narkoba yang berbahaya.

Begitu juga termasuk rokok karena keburukan dan bahayanya, seandainya kita bertanya kepada seseorang tentang rokok : apakah bagus atau tidak ? maka dia akan menjawab bahwa rokok tidak bagus kecuali kalau berdasarkan hawa nafsu mereka menganggapnya baik, bermanfaat, kalau tidak merokok tidak bisa beraktifitas dengan baik, itu bukan jawaban yang sebenarnya.

2- Allah Ta’ala melarang kita membunuh diri dan menjatuhkan diri dalam kebinasaan ketika berfirman:

*قوله تعالى (ولا تلقوا بأيديكم الى التهلكة )

195. Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
[ Al-Baqarah: 195]

وقوله جل ثناؤه : (ولا تقتلوا أنفسكم )

29.  dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
[ An-Nisa: 29]

[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

dan mereka yang mengkonsumsi racun atau sesuatu yang membahayakan dirinya dan kesehatannya, tidak ragu lagi dia melemparkan dirinya dalam kebinasaan, dan rokok termasuk hal yang membinasakan karena bahaya yang telah disebutkan atas.

3- Allah melarang kita mengkonsumsi sesuatu yang melemahkan badan dan akal sebagaimana sabda Nabi shallawahu ‘alaihi wasallam :

* أن النبيّ صلّى الله عليه وسلم نهى عن كل مسكر ومفتر “.

Merokok meskipun tidak memabukkan, tapi dapat melemahkan badan, karena kita dapati orang yang kecanduan lalu tidak mendapatkannya maka dia merasa pusing dan loyo badan dan pikirannya.

4- Bahwasanya manusia ketika menghisapnya nampak dalam gambaran yang buruk seperti setan yang membawa api di tangannya padahal Allah telah memuliakan anak adam dalam bentuk yang baik.

5-Allah Ta’alaa telah memerintahkan kepada kita untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, sedangkan perokok justru merusakkannya, benarlah ketika mereka berkata : ” rokok adalah siwaknya iblis”

6- mereka yang membolehkan rokok mengatakan: seandainya rokok diharamkan tentunya akan mengakibatkan banyak pengangguran baru karena tutupnya pabrik rokok, berarti berkurangnya pendapatan.
Ini adalah keliru, karena ketika rokok haram maka bekerja di pabrik rokok tentunya tidak diperbolehkan, demikian juga kita hendaknya percaya bahwa rizki di tangan Allah, apabila manusia berusaha mencari yang halal tentu akan dimudahkan rizkinya, tergantung keyakinan kita.

Adapun haramnya rokok mengurangi pendapatan, maka berapa biaya yang dikeluarkan akibat bahaya rokok ? jauh lebih besar. Dan berapa yang dikeluarkan untuk membeli rokok jika dibandingkan dengan jutaan orang yang mati kelaparan ? Hanya Allah yang Tahu.

Kesimpulan : rokok hukumnya haram karena bertentangan dengan kaidah syariah yang ditetapkan untuk mencapai tujuan yang lima maqashidu syariah yaitu menjaga agama, keturunan, akal, harta, dan jiwa.

Dan kesimpulan ini dikuatkan dengan fatwa-fatwa para ulama yang sholih, termasuk fatwa yang terakhir dikeluarkan oleh MUI. Semoga Allah melepaskan kita dari jeratan bahaya rokok.

Adapun pertanyaan kedua : yaitu hukum berjualan rokok, maka karena hukum rokok adalah haram, berjualan pun juga haram hasilnya, karena ketika Allah mengharamkan sesuatu Ia juga mengharamkan uang hasilnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam :

وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : { إنَّ اللَّه حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةَ وَالْخِنْزِيرَ وَالْأَصْنَامَ ، فَقِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهُ يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ ؟ فَقَالَ : لَا ، هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ : قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ، ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ } .
رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ ، وَأَبُو دَاوُد ، وَالنَّسَائِيُّ ، وَابْنُ مَاجَهْ .وَأَصْلُهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

Dari Jabir bin Abdullah bahwa dia mendengar Nabi shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : { sesungguhnya Allah mengharamkan menjual minuman keras , bangkai, babi, dan patung, lalu dikatakan kepada beliau : Ya Rasulullah bagaimana dengan lemak bangkai maka itu bermanfaat untuk menambal kapal dan meminyaki kulit dan untuk penerangan ? maka beliau berkata : tidak, itu haram kemudian Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : Allah melaknat orang-orang yahudi ketika Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka mencairkannya kemudian menjualnya dan mereka makan uangnya }. HR Imam Bukhari, Abu Dawud, Nasa’ie, dan Ibnu Majah.

 

 

– See more at: http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2013/12/17/28185/pbnu-sampai-kiamat-ulama-nu-tidak-akan-haramkan-rokok/#sthash.4d5jcYwp.dpuf

Hukum Rokok Dalam Islam

Tembakau yang merupakan bahan baku rokok telah dikenal oleh umat Islam pada akhir abad ke-10 Hijriyah, yang dibawa oleh para pedagang Spanyol. Semenjak itulah kaum muslimin mulai mengenal rokok. Sebagian kalangan berpendapat bahwa merokok hukumnya boleh.

Mereka berdalil bahwa segala sesuatu hukum asalnya mubah kecuali terdapat dalil yang melarangnya, berdasarkan firman Allah:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

Dia-lah Allah, yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 29).

Ayat di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi ini halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan baku rokok.

Sanggahan:

Berdalil dengan ayat ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah hukumnya halal bila tidak mengandung hal-hal yang merusak dan membahayakan tubuh.

Sementara rokok mengandung ribuan racun yang secara kedokteran telah terbukti merusak dan membahayakan kesehatan. Bahkan membunuh penggunanya secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa: 29).

Lebih dari itu, mengapa tidak ada dalil khusus yang melarang rokok?

Karena rokok baru ada 500 tahun yang lalu, dan tidak dikenal di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabiin, tabi’ tabiin, maupun ulama penulis hadis setelahnya. Bagaimana mungkin akan dicari dalil khusus yang melarang rokok?

Sebagian kalangan yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena orang yang merokok mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan dengan memakan bawang putih mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap. Sebagaimana ditunjukkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

من أكل البصل والثوم والكراث فلا يقربن مسجدنا، فإن الملائكة تتأذى مما يتأذى منه بنو آدم

Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih (mentah) dan karats, maka janganlah dia menghampiri masjid kami, karena para malaikat terganggu dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau tidak sedap).” (HR. Muslim).

Sanggahan:

Analogi ini sangat tidak kuat, karena dampak negatif dari rokok bukan hanya sekedar bau tidak sedap. Lebih dari itu menyebabkan berbagai penyakit berbahaya diantaranya kanker paru-paru. Mengingat keterbatasan ulama masa silam dalam memahami dampak kesehatan ketika morokok, mereka hanya melihat bagian luar yang nampak saja. Itulah bau rokok dan bau mulut perokok. Jelas ini adalah tinjauan yang sangat terbatas.

Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya haram, pendapat ini ditegaskan oleh Qalyubi (Ulama Mazhab Syafi’i, wafat: 1069 H). Dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh al-Mahalli (jilid I, Hal. 69), beliau mengatakan: “Ganja dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi, oleh karena itu para ulama kami berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya”.

Ibnu Allan (ulama Madzhab Syafi’i, wafat: 1057H), as-Sanhury (Mufti Mazhab Maliki di Mesir, wafat 1015 H), al-Buhuty (Ulama Mazhab Hanbali, wafat: 1051 H), as-Surunbulaly (Ulama Madzhab Hanafi, wafat: 1069 H) juga menfatwakan haram hukumnya merokok.

Merokok juga pernah dilarang oleh penguasa khilafah Utsmani pada abad ke-12 Hijriyah dan orang yang merokok dikenakan sanksi, serta rokok yang beredar disita pemerintah, lalu dimusnahkan.

Para ulama menegaskan haramnya merokok berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu, yang menyatakan bahwa rokok sangat berbahaya terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab batuk kronis, mempersempit aliran darah yang menyebabkan tidak lancarnya darah dan berakhir dengan kematian mendadak.

Padahal Allah telah mengharamkan seseorang untuk membinasakan dirinya melalui firman-Nya:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al Baqarah: 195).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi orang lain baik permulaan ataupun balasan.” (HR. Ibnu Majah. Hadis ini di shahihkan oleh Albani).

Hasil penelitian kedokteran di zaman sekarang memperkuat penemuan dunia kedokteran di masa lampau bahwa merokok menyebabkan berbagai jenis penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, juga merusak sistem reproduksi, pendeknya merokok merusak seluruh sistem tubuh.

Oleh karena itu, seluruh negara menetapkan undang-undang yang mewajibkan dicantumkannya peringatan bahwa merokok dapat mebahayakan kesehatan tubuh pada setiap bungkus rokok.

Karena itu, sangat tepat fatwa yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga fatwa di dunia Islam, seperti fatwa MUI yang mengharamkan rokok, begitu juga Dewan Fatwa Arab Saudi yang mengharamkan rokok, melalui fatwa nomor: (4947), yang menyatakan, “Merokok hukumnya haram, menanam bahan bakunya (tembakau) juga haram serta memperdagangkannya juga haram, karena rokok menyebabkan bahaya yang begitu besar”.

Keterangan di atas disadur dari artikel Dr. Erwandi Tarmidzi yang diterbitkan di Majalah Pengusaha Muslim edisi September 2011. Bagi Anda yang berminat mendapatkan rujukan aslinya, Anda bisa mengunjungi : shop.pengusahamuslim.com

Disamping tulisan di atas, terdapat ceramah menarik yang disampaikan Prof. Dr. Yunahar Ilyas (Ketua PP Muhammadiyah). Anda bisa download di:

http://www.mediafire.com/?395gm22cj0322yx

Allahu a’lam

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)

Sumber: https://konsultasisyariah.com/13753-hukum-rokok-dalam-islam.html

Setop Merokok, Bebaskan Diri dari Perbudakan

Kita harus melakukan berbagai cara agar supaya orang berhenti merokok. Apalagi dari data yang ada tercatat ada 5,3 juta perokok di Indonesia itu adalah perokok anak-anak. Jadi betapa dahsyatnya bahaya rokok ini, kalau kita lihat, ini yang membuat salah satu cara (menekan bahaya rokok-red)dengan menaikan harga rokok menjadi efektif.

Tapi bukan hanya itu, harus diberikan juga informasi ihwal bahaya rokok, baik secara kesehatan maupun dari aspek   agama. Sebetulnya kalau bicara soal rokok, saya seringkali mengaitkannya dengan Surah Al Balad, ”Wa ma adrakamal akobah, fa kur akobah”. Atau ”Tahukah kamu jalan yang mendaki lagi sukar, yaitu membebaskan budak dari perbudakan”.

Nah, membebaskan budak dari perbudakan ini salah satunya orang-orang yang diperbudak oleh keinginannya merokok dan akhirnya merusak kesehatannya. Jadi, segala sesuatu yang dia tidak bisa lepas daripadanya yang mengandung unsur kemudharatan dan unsur kemaksiatan, jelas itu perbudakan.

Jadi memang membebaskan budak dari perbudakan, kata Allah, sulit sekali. Tetapi ini harus kita lakukan. Itu salah satu bagaimana jika kita ingin negeri ini berhasil. Negeri ini menjadi ”Baldatun thoyibatun wa robbun gaffur”, salah satunya adalah ”fa kur akobah”, membebaskan budak dari perbudakan. Sederhananya, bagaimana membebaskan nafsu dan keinginan merokok, yang jelas-jelas mereka sudah tahu, bahwa merokok ini merusak kesehatannya.

Selebihnya, dengan berhasil membebaskan budak dari perbudakan, membebaskan dirinya dari nafsu keinginan merokok yang buruk tersebut, otomatis dia bisa melepaskan keburukan-keburukan lainnya. Jadi, saya setuju sekali untuk masalah rokok.

Tapi, bukan hanya permasalahan harga saja, tapi juga bagaimana kita memberikan penyuluhan-penyuluhan, baik penyuluhan tentang masalah kesehatan dan tentang permasalahan agama. Dia menzalimi diri sendiri dan menzalimi orang lain karena rokok dan bahaya asap rokoknya. Berbagai hal itu yang bisa menghentikan kebiasaan burukmerokok.

 

Oleh: Ustaz Erick Yusuf*

Ustaz Erick Yusuf, Pimpinan Lembaga Dakwah Kreatif iHaqi

 

 

sumber: Republika Online

Ustaz Yusuf Mansur: Berhenti Merokok Adalah Sedekah

Bagi para perokok aktif, menghentikan kegiatan merokok mungkin menjadi salah satu hal yang sulit dilakukan. Meskipun berbagai risiko kesehatan akibat merokok sudah dibeberkan, namun tidak mudah bagi mereka meninggalkan kebiasaannya tersebut.

Mungkin, apa yang disampaikan Ustaz Yusuf Mansur berikut ini bisa menjadi pertimbangan bagi para perokok untuk berhenti merokok. Ada satu hadits berbunyi, Kullu Ma’rufin Shadaqah yang artinya setiap perbuatan baik adalah sedekah. Hadits ini pun berlaku bagi para perokok yang hendak mencoba menghentikan kebiasaannya.

“Setiap ingin merokok dan dia tahan ‘nafsunya’ itu dengan niat menahan keburukan dan melakukan kebaikan demi Allah SWT, maka setiap kebaikan adalah pahala untuknya,” ujar Yusuf, Rabu (14/9).

Bayangkan, kata dia, orang berjihad bersungguh-sungguh berhenti merokok karena Allah SWT. “Saat dia menahan keinginan atau nafsunya untuk merokok itu adalah shadaqah,” kata Yusuf. Dengan kata lain, ladang amal untuk orang-orang yang ingin berhenti merokok sangat terbuka. Dia pun mengajak para perokok berhenti merokok dan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Menahan untuk tidak merokok adalah sebuah kebaikan. Apalagi jika uang yang biasa dia gunakan untuk membeli rokok ditabung. Apabila dalam sehari menabung Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu, maka dalam setahun akan banyak uang terkumpul.

“Ayo alihkan uang rokok untuk yang bermanfaat, misal //shadaqah//, kurban, haji. Dan ingat setiap menahan rokok adalah shadaqah,” ujar Yusuf.

 

 

sumber; Republika Online

Apa Hukum Menghisap dan Menjual Rokok ?

PERTANYAAN:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ustadz, bolehkan kita menghisap dan menjual rokok? Apa hukumnya menurut Islam?
JAWABAN:
Wa’alaikumus salam warohmatullahi wabarokaatuhuu .

Alhamdulillah washolaatu wassalaamu ‘alaa rosulillah wa ‘alaa aalihi wa shohbihi wa ba’du:

Akhi fillah, fenomena rokok merupakan ujian yang sangat berat bagi seluruh penduduk dunia karena begitu banyak belanja yang dikeluarkan untuk memeranginya, namun sangat sulit untuk menguranginya apalagi untuk menghilangkannya.

Ada dua hal yang berkaitan dengan pertanyaan diatas, hukum rokok dan menjualnya.

InsyaAllah kita akan menjawab hukum rokok terlebih dahulu.

Hukum rokok:

Memang tidak ada dalil khusus dari Al-Quran maupun Sunah yang menunjukkan haramnya rokok, karena rokok belum dikenal di zaman Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, para sahabat, maupun zaman tabi’in. karena rokok baru dikenal didunia islam sekitar abad sepuluh hijriyah melalui barat. Meskipun tidak ada dalil khusus, kita tidak boleh tergesa-gesa menganggapnya halal atau haram berdasarkan kaidah: “ hukum asal dari setiap sesuatu itu boleh ” , karena kaidah ini berlaku apabila hal tersebut tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah dan tujuan syariah.
Ketika kemunculannya para ulama berbeda pendapat mengenai hukum rokok, sebagian besar mengharamkan, sebagian lagi memakruhkan, dan sebagiannya menghalalkan dan tawaqquf. Mereka yang membolehkan rokok ketika itu lebih melihat kepada orangnya ketimbang rokoknya, mereka kurang memahami bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan tapi menganggapnya hanya seperti minuman atau makanan yang dikonsumsi.
Diantara ulama yang mengharamkan adalah Syeikh Umar bin Abdur Rohman Al-Husaini Asy-Syafi’ie demikian pula Syeikh  Muhammad Fathullah bin Ali Al-Maghribi, Muhammad bin Shiddiq Az-Zubaidi Al-Hanafi, dan Syeikh ‘Amir Asy-Syafi’ie dimana beliau berkata :


الدخان المشهور إن أضر في عقل أو بدن فهو حرام، وضرره بين يشهد به الحس وما قرره الأطباء في الدخان بأنواعه

( rokok yang kita kenal jika membahayakan akal atau badan maka haram hukumnya, dan bahayanya sudah jelas disaksikan oleh kita dan di tetapkan para dokter mengenai rokok dengan segala jenisnya).

Bahkan Asyaron Bilali berpendapat bahwa rokok haram karena tidak mengandung unsur gizi maupun obat, dan dilarang menjualnya dan menghisapnya karena termasuk khabaits ( benda-benda yang menjijikkan).

Ini benar, karena keharaman rokok bisa didasari dengan beberapa dalil.

Pertama : dari sisi penelitian kedokteran membuktikan bahwa rokok dapat menyebabkan bermacam-macam penyakit berbahaya seperti jantung, ginjal, kanker dan sebagainya, apalagi kalau dikonsusmsi oleh wanita hamil, maka lebih beresiko menyebabkan keguguran, walhasil seluruh dokter sepakat kalau rokok membahayakan kesehatan.

Kedua : agama Islam memerintahkan kita untuk menjaga harta benda dengan baik, rokok bertentangan dengan perintah itu, karena termasuk membuang harta, apalagi kalau sampai kecanduan, belum lagi biaya yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit-penyakit akibat rokok kalau dibandingkan pendapatan dari rokok maka jauh lebih besar.

قوله سبحانه: (وكلوا وا شربوا ولا تسرفوا ) الأعراف 31.

31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
[ Al-A’raf : 31]

Apabila larangan ini pada hal-hal yang mubah dan baik, maka apalagi kalau berkaitan dengan makanan atau minuman yang buruk dan membahayakan?

* قوله صلّى الله عليه وسلم :” إن الله كره لكم ثلاث قيل وقال ، وكثرة السؤال ، وإضاعة المال ”

Artinya : Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : ” sesungguhnya Allah membenci tiga perkara atas kalian : mengatakan ” katanya” , banyak bertanya, dan membuang harta ”
Dan merokok termasuk membuang-buang harta tanpa faedah, dan termasuk hal yang mubadzir dan isrif yang dilarang dalam agama.
قال صلّى الله عليه وسلم ” لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن عمره فيما أفناه وعن
علمه ما فعل به وعن ماله من أين اكتسبه وفيما أنفقه وعن جسمه فيما أبلاه ” ( الترمذي 2417، والدارمي 537)

Artinya : Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : ” tidak akan berpindah kaki seorang hamba hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmu apa yang dilakukan dengannya, tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan kemana dia belanjakan, dan tentang badannya untuk apa dia habiskan ”

Ketiga : ada beberapa kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan pada keharaman rokok.
1- Allah menceritakan tentang NabiNya dalam firmanNya :
{… يأمرهم بالمعروف وينهاهم عن المنكر ويحل لهم الطيبات ويحرم عليهم الخبائث..} [الأعراف 157 ]

Artinya : “ Beliau memerintahkan mereka yang baik dan melarang dari yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka yang baik-baik dan mengharamkan atas mereka yang buruk-buruk “ ( Al-A’raf: 157).
Cukuplah Allah mengharamkan sesuatu yang buruk atau berbahaya, sehingga bisa dimasukkan kedalamnya semua makanan atau minuman yang buruk dan berbahaya, sehingga ulama sepakat haramnya ganja dan semacamnya karena termasuk narkoba yang berbahaya.

Begitu juga termasuk rokok karena keburukan dan bahayanya, seandainya kita bertanya kepada seseorang tentang rokok : apakah bagus atau tidak ? maka dia akan menjawab bahwa rokok tidak bagus kecuali kalau berdasarkan hawa nafsu mereka menganggapnya baik, bermanfaat, kalau tidak merokok tidak bisa beraktifitas dengan baik, itu bukan jawaban yang sebenarnya.

2- Allah Ta’ala melarang kita membunuh diri dan menjatuhkan diri dalam kebinasaan ketika berfirman:

*قوله تعالى (ولا تلقوا بأيديكم الى التهلكة )

195. Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
[ Al-Baqarah: 195]

وقوله جل ثناؤه : (ولا تقتلوا أنفسكم )

29.  dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
[ An-Nisa: 29]
[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

dan mereka yang mengkonsumsi racun atau sesuatu yang membahayakan dirinya dan kesehatannya, tidak ragu lagi dia melemparkan dirinya dalam kebinasaan, dan rokok termasuk hal yang membinasakan karena bahaya yang telah disebutkan atas.

3- Allah melarang kita mengkonsumsi sesuatu yang melemahkan badan dan akal sebagaimana sabda Nabi shallawahu ‘alaihi wasallam :

* أن النبيّ صلّى الله عليه وسلم نهى عن كل مسكر ومفتر “.

Merokok meskipun tidak memabukkan, tapi dapat melemahkan badan, karena kita dapati orang yang kecanduan lalu tidak mendapatkannya maka dia merasa pusing dan loyo badan dan pikirannya.

4- Bahwasanya manusia ketika menghisapnya nampak dalam gambaran yang buruk seperti setan yang membawa api di tangannya padahal Allah telah memuliakan anak adam dalam bentuk yang baik.

5-Allah Ta’alaa telah memerintahkan kepada kita untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, sedangkan perokok justru merusakkannya, benarlah ketika mereka berkata : ” rokok adalah siwaknya iblis”

6- mereka yang membolehkan rokok mengatakan: seandainya rokok diharamkan tentunya akan mengakibatkan banyak pengangguran baru karena tutupnya pabrik rokok, berarti berkurangnya pendapatan.
Ini adalah keliru, karena ketika rokok haram maka bekerja di pabrik rokok tentunya tidak diperbolehkan, demikian juga kita hendaknya percaya bahwa rizki di tangan Allah, apabila manusia berusaha mencari yang halal tentu akan dimudahkan rizkinya, tergantung keyakinan kita.
Adapun haramnya rokok mengurangi pendapatan, maka berapa biaya yang dikeluarkan akibat bahaya rokok ? jauh lebih besar. Dan berapa yang dikeluarkan untuk membeli rokok jika dibandingkan dengan jutaan orang yang mati kelaparan ? Hanya Allah yang Tahu.

Kesimpulan : rokok hukumnya haram karena bertentangan dengan kaidah syariah yang ditetapkan untuk mencapai tujuan yang lima maqashidu syariah yaitu menjaga agama, keturunan, akal, harta , dan jiwa.

Dan kesimpulan ini dikuatkan dengan fatwa-fatwa para ulama yang sholih, termasuk fatwa yang terakhir dikeluarkan oleh MUI. Semoga Allah melepaskan kita dari jeratan bahaya rokok.

Adapun pertanyaan kedua : yaitu hukum berjualan rokok, maka karena hukum rokok adalah haram, berjualan pun juga haram hasilnya, karena ketika Allah mengharamkan sesuatu Ia juga mengharamkan uang hasilnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam :
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : { إنَّ اللَّه حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةَ وَالْخِنْزِيرَ وَالْأَصْنَامَ ، فَقِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهُ يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ ؟ فَقَالَ : لَا ، هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ : قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ، ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ } .
رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ ، وَأَبُو دَاوُد ، وَالنَّسَائِيُّ ، وَابْنُ مَاجَهْ .وَأَصْلُهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

Dari Jabir bin Abdullah bahwa dia mendengar Nabi shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : { sesungguhnya Allah mengharamkan menjual minuman keras , bangkai, babi, dan patung, lalu dikatakan kepada beliau : Ya Rasulullah bagaimana dengan lemak bangkai maka itu bermanfaat untuk menambal kapal dan meminyaki kulit dan untuk penerangan ? maka beliau berkata : tidak, itu haram kemudian Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : Allah melaknat orang-orang yahudi ketika Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka mencairkannya kemudian menjualnya dan mereka makan uangnya }. HR Imam Bukhari, Abu Dawud, Nasa’ie, dan Ibnu Majah.

Wallahu ‘alam bishowab.

 

 

 

– See more at: http://www.voa-islam.com/read/konsultasi-agama/2009/12/25/676/apa-hukum-menghisap-dan-menjual-rokok/#sthash.lSmT2K7S.IOUgyeat.dpuf

Bersin Disukai Allah, Menguap Dibenci

DARI Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Oleh karena itu bila kalian bersin lalu dia memuji Allah, maka wajib atas setiap muslim yang mendengarnya untuk bertasymit (mengucapkan “yarhamukallah”).

Sedangkan menguap itu dari setan, jika seseorang menguap hendaklah dia tahan semampunya. Bila orang yang menguap sampai mengeluarkan suara haaahh, setan tertawa karenanya.” (HR. Bukhari 6223)

Mengapa Setan Tertawa?

Tertawa merupakan ekspresi senang dan bahagia. Setan merasa senang ketika godaannya berhasil dan dituruti manusia. Karena setan selalu memotivasi manusia untuk menjadi pemalas dan banyak tidur. Sehingga Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan bahwa menguap sumbernya dari setan. Dalam sebuah hadis, beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Menguap itu dari setan, jika seorang menguap hendaklah dia tahan semampunya.”(HR. Bukhari 3289 & Muslim 7682).

Dr. Musthofa Dib al-Bugho pakar madzhab syafiiyah kontemporer mengatakan, “Menguap dikatakan sebagai godaan setan, karena dialah yang mengajak manusia untuk memenuhi syahwatnya. Sementara menguap terjadi ketika seseorang cenderung malas, banyak tidur, dan berat dalam melakukan ketaatan. (Taliq Shahih Bukhari untuk hadis no. 3115)

Jika menguap itu sendiri sudah membuat setan merasa senang, dia akan merasa lebih senang ketika orang yang menguap sampai mengeluarkan suara huaah Karena yang terjadi tidak hanya menguap, tetapi menguap yang disertai kesungguhan. Inilah yang membuat setan tertawa.

Ada juga yang mengatakan, setan tertawa ketika manusia menguap, karena wajah manusia berubah menjadi jelek saat dia menguap. (Fathul Bari, 10/612).

Dilarang membuat setan tertawa

Sebagai muslim, tentu kita dilarang untuk memasukkan kebahagiaan di hati para musuh. Sebaliknya, kita dianjurkan membuat musuh Islam marah, karena kita melakukan ketaatan dan komitmen terhadap syariat Islam. Dan ini Allah catat sebagai amal saleh.

Allah berfirman, “Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. (QS. at-Taubah: 120).

Jika membuat musuh Islam marah termasuk amal saleh, maka membuat marah gembong kekufuran, yaitu setan, juga termasuk amal saleh. Namun tentu saja, semua harus dilakukan seuai aturan.

Saatnya menyesuaikan diri dengan sunah dan ajaran Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Pelajari semua yang beliau syariatkan. Semoga Allah memudahkan kita untuk meniti jalan kebenaran. Allahu alam.[]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2322264/bersin-disukai-allah-menguap-dibenci#sthash.C7K9Z8L1.dpuf

Ringankan Hidup dengan Mengingat Kematian

CUKUPLAH kematian sebagai pelembut hati, pengucur air mata, pemisah dengan keluarga dan sahabat, pemutus angan-angan.

Mengingat kematian, mendampingi orang yang menghadapi sakratul maut, mengantar jenazah, mengingat gelap dan beratnya siksa kuburan niscaya akan membangunkan jiwa kita dari tidurnya, menyadari kelalaiannya, membangkitkan semangatnya, menggelorakan nilai perjuangannya dan mengembalikannya segera kepada Allah.

Allah berfirman: “setiap jiwa pasti akan merasakan kematian.” AL Hasan berkata: “Kematian telah menelanjangi dunia sehingga tidak menyisakan kegembiraan bagi orang yang berakal”

Orang yang banyak mengingat kematian akan ringan baginya semua kesulitan hidup. Orang yang banyak mengingat kematian akan dimuliakan dengan tiga hal: segera bertaubat, ketenangan hati dan semangat ibadah.

Suatu hari Ibnu Muthi melihat rumahnya, dia terkesima dengan keindahannya lalu dia menangis seraya berkata: “Kalau tidak karena kematian niscaya aku akan gembira denganmu”.

Ibnu Munkadir berkata tentang seseorang yang sering ziarah kubur: “Orang ini menggerakkan hatinya dengan mengingat kematian.” Karenanya Rasulullah selalu mengajak para sahabat untuk memperbanyak mengingat kematian, dengan mengingat mati akan melapangkan dada, menambah ketinggian frekuensi ibadah.

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:”Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” (HR. Ibnu HIbban dan dishahihkan oleh Al Bani di dalam kitab Shahih Al Jami)

Ibnu Umar radhiyallahu anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai orang ke-sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Allah, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR. Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri). [Ustaz Didik Hariyanto]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2320524/ringankan-hidup-dengan-mengingat-kematian#sthash.rZQa9AaP.dpuf

Ini Pesan Buat Anak Durhaka

ADA orang sebelumnya durhaka kepada orangtuanya. Dia suka menyakiti hati keduanya.

Lalu dia pergi dari rumah. Ketika pulang, dia dapat kabar, bapaknya telah meninggal. Dia sekarang sangat menyesalinya. Apa yang harus dia lakukan? Pertanyaan dari seorang jemaah itu dijawab Ustaz Ammi Nur Baits sbb:

Pertama, durhaka kepada orangtua adalah dosa sangat besar. Dari Abu Bakrah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Akan kusampaikan kepada kalian dosa yang paling besar.”

Lalu beliau menyebutkan, “Syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orangtua. (HR. Bukhari 5976 & Muslim 87)

Dalam hadis lain, dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan,

“Daftar dosa besar: menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua, membunuh jiwa, dan sumpah palsu. (HR. Bukhari 6675).

Kedua, bagian dari aqidah yang perlu ditanamkan dalam diri setiap muslim, bahwa dosa sebesar apapun, sehebat apapun, memungkinkan untuk ditobati.

Allah berfirman,

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Az-Zumar: 53)

Sampaipun dosa durhaka kepada kedua orangtuanya, dia punya kesempatan untuk segera bertobat dan memohon ampun kepada Allah.

“Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. As-Syura: 25).

Ketiga, tobat tidak hanya permohonan maaf. Tobat butuh bukti, dan kejujuran, agar dianggap sebagai tobat yang sah.

An-Nawawi menyebutkan beberapa syarat diterimanya tobat,

– Meninggalkan maksiat yang telah dikerjakan

– Menyesalinya dengan jujur

– Bertekad tidak akan mengulanginya

– Dan jika dosa itu terkait sesama manusia, maka harus meminta maaf kepadanya. (Riyadhus Sholihin, hlm. 14).

Ketika orangtua telah meninggal, berarti kesempatan keempat telah tiada.

Lalu apa yang bisa dia lakukan? Dalam keadaan ini, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, dia harus memeuhi syarat tobat yang mampu dia lakukan. Karena itu batas tanggung jawabnya. Sementara yang tidak memungkinkan dilakukan, di luar tanggung jawabnya.

Dan inti dari tobat adalah penyesalan dengan sungguh-sungguh. Dari Ibnu Masud radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Menyesal, itulah inti tobat. (HR. Ahmad 3568, Ibnu Majah 4252, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Ibnul Qoyim mengatakan,

“Jika dia benar-benar telah menyesali dosanya, sedih memikirkan dosanya, itulah tobat. Bagaimana tobatnya tidak dinilai sementara dia sangat menyesali dosanya, dan sedih dengan dirinya? (Madarij as-Salikin, 1/285)

Kedua, berbakti kepada orangtua setelah mereka meninggal. Bagian dari kasih sayang syariat, Allah abadikan hubungan antara anak muslim dengan orangtua muslim. Pahala berbakti tidak putus hanya sampai meninggalnya orangtua. Ada kesempatan bagi anda untuk melanjutkan kebaktiannya. Di antaranya adalah banyak beramal soleh dan mendoakan mereka.

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2323838/ini-pesan-buat-anak-durhaka#sthash.Q4LDKGd8.dpuf