‘Maftuh Basyuni Berperan Besar dalam Pelaksanaan Haji’

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kabar duka dari keluarga mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni. Mantan Menteri Agama Kabinet Indonesia Bersatu itu dikabarkan meninggal dunia pada hari ini, Selasa (20/9).

Hal itu dikonfirmasi oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag Machasin yang menerima kabar itu sekitar pukul 19.00 WIB. Ia menilai sosok Basyuni sebagai pribadi yang tegas, namun dekat dengan berbagai kalangan.

“Saya dengar pukul 19.00 tadi. Almarhum orang yang tegas, tanpa pandang bulu, bahkan dapat dibilang keras. Tapi tidak ada dendam pribadi, dekat dengan banyak orang,” ungkap Machasin kepada Republika, Selasa (20/9).

Selain itu, Machasin mengungkapkan peran almarhum dalam pelaksanaan haji di Indonesia. Menurut Machasin, keberhasilan pelaksanaan haji di Indonesia tak lepas dari campur tangan almarhum Maftuh Basyuni.

“Almarhum menata haji. Dapat dikatakan keberhasilan haji saat ini buah dari fight beliau menghadapi muassasah di Saudi Arabia dan berbagai masalah di dalam negeri,” kenangnya.

Almarhum merupakan Menteri Agama pada Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas Islam Madinah , Arab Saudi pada tahun 1968 .

Periode 1976-1979, ia tampil sebagai Sekretaris Pribadi Duta Besar Indonesia di Jeddah. Selain sebagai Kepala Rumah Tangga Kepresidenan saat Soeharto memimpin negara Indonesia, ia juga menjabat Sekretaris negara pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.

Sejak 2002, ia adalah Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi. Pada 2004, ia tampil sebagai ketua Delegasi Indonesia pada Pertemuan Tingkat Menteri OKI.

 

 

sumber: Republika Online

Tanda Kelima: Jika Berjanji, Tidak Dipenuhi

ALLAH Taala telah memerintahkan supaya menepati janji, sebagaimana yang difirmankan Allah Taala,

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).” (QS. An Nahl: 91).

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma, dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,

“Bagi setiap pengkhianat memliki bendera pada hari Kiamat kelak. Lalu dikatakan kepadanya: “Inilah pengkhianat si Fulan” (HR. Bukhari no. 3187 dan Muslim no. 1735)

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324826/tanda-kelima-jika-berjanji-tidak-dipenuhi#sthash.XUUkvYWL.dpuf

Innalillahi, Mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni Wafat

Kabar duka dari keluarga mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni. Mantan Menteri Agama Kabinet Indonesia Bersatu itu dikabarkan meninggal dunia pada hari ini, Selasa (20/9).

“Telah berpulang ke rahmatullah Bapak Dr KH Maftuh Basyuni (Ketua BWI/mantan Menteri Agama). Semoga almarhum mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT, dan keluarga yang ditinggalkan dalam keadaan sabar dan tabah. Amin,” demikian bunyi pesan WhatsApp yang diterima redaksi Republika.co.id, Selasa (20/9) malam.

Tanda Keempat: Jika Berselisih, Dia Akan Zalim

YANG dimaksud dengan al-fujuur di sini adalah keluar dari kebenaran secara sengaja, sehingga dia menjadikan yang benar menjadi keliru dan yang keliru menjadi benar. Ini yang membawanya kepada dusta.

Dalam hadis disebutkan,

“Sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Allah adalah penantang yang paling keras.” (HR. Bukhari no. 2457 dan Muslim no. 2668)

Jika seseorang mempunyai kemampuan bersilat lidah pada saat berdebat -baik perselisihan itu berkenaan dengan masalah agama atau masalah dunia- untuk mempertahankan kebatilan, dia menyuarakan kepada orang-orang bahwa kebatilan itu sebagai suatu yang benar, serta menyamarkan yang benar dan menampilkannya sebagai suatu kebatilan, seperti itu merupakan keharaman yang paling buruk serta kemunafikan yang paling busuk.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya di antara penjelasan (al-bayan) itu adalah sihir (yang membawa daya tarik).” (HR. Bukhari no. 5767)

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324825/tanda-keempat-jika-berselisih-dia-akan-zalim#sthash.U8L2KYOf.dpuf

Tanda Ketiga: Jika Diberi Amanat, Khianat

ALLAH Taala berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kalian mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepada kalian, sedang kalian mengetahui.” (QS. Al Anfal: 27).

Jika seseorang dipercaya untuk memegang suatu amanah, maka dia wajib untuk menjaga amanah tersebut sebaik mungkin, sebagaimana firman Allah Taala,

“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisaa: 58).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tunaikanlah amanat pada orang yang memberikan amanat padamu dan janganlah mengkhianati orang yang mengkhianatimu.” (HR. Abu Daud no. 3535, Tirmidzi no. 1264 dann Ahmad 3: 414. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif. Hadits ini sahih menurut Syaikh Al Albani lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 423).

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324824/tanda-ketiga-jika-diberi-amanat-khianat#sthash.0G20aKCd.dpuf

Tanda Kedua: Jika Berjanji, Tidak Menepati

IBNU Rajab menyebutkan bahwa mengingkari janji itu ada dua macam:

a. Berjanji dan sejak awal sudah berniat untuk tidak menepatinya. Ini merupakan pengingkaran janji yang paling jahat.

b. Berjanji, pada awalnya berniat untuk menepati janji tersebut, lalu di tengah jalan berbalik, lalu mengingkarinya tanpa adanya alasan yang benar.

Adapun jika dia berniat untuk memenuhi janji tersebut, tetapi karena alasan tertentu atau ada hal lainnya yang dapat dibenarkan, maka dia tidak termasuk dalam sifat tercela ini.

Ada perkataan dari Ali, namun dalam sanad perkataan ini ada perawi yang majhul,

“Janji adalah utang. Celakalah orang yang berjanji namun tidak menepati.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 2: 483)

Contoh sederhananya, kalau janji pada anak kecil (seorang bocah) tetap harus ditepati. Az Zuhri mengatakan dari Abu Hurairah, ia berkata,

“Siapa yang mengatakan pada seorang bocah: “Mari sini, ini kurma untukmu”. Kemudian ia tidak memberinya, maka ia telah berdusta.” Namun riwayat ini, sanadnya terputus karena Az Zuhriy tidak mendengar dari Abu Hurairah. (Jamiul Ulum wal Hikam, 2: 485)

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324822/tanda-kedua-jika-berjanji-tidak-menepati#sthash.nmR1jlee.dpuf

Tanda Pertama: Jika Berbicara, Dusta

DI antara hadis yang menunjukkan dicelanya perbuatan dusta adalah hadis Abdullah bin Masud. Ibnu Masud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.

Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607)

Asalnya berbohong itu terlarang dikecualikan dalam tiga hal. Ketika itu berbohong jadi rukhsoh atau keringanan karena ada maslahat yang besar. Ada hadis yang menyebutkan hal ini,

Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Muaythin, ia di antara para wanita yang berhijrah pertama kali yang telah membaiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ia mengabarkan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak disebut pembohong jika bertujuan untuk mendamaikan di antara pihak yang berselisih di mana ia berkata yang baik atau mengatakan yang baik (demi mendamaikan pihak yang berselisih, -pen).”

Ibnu Syihab berkata, “Aku tidaklah mendengar sesuatu yang diberi keringanan untuk berdusta di dalamnya kecuali pada tiga perkara, “Peperangan, mendamaikan yang berselisih, dan perkataan suami pada istri atau istri pada suami (dengan tujuan untuk membawa kebaikan rumah tangga).” (HR. Bukhari no. 2692 dan Muslim no. 2605, lafazh Muslim).

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324820/tanda-pertama-jika-berbicara-dusta#sthash.LTuSByJK.dpuf

3 Tanda Kemunafikan dalam Sifat Lahiriah

NIFAK yang kedua adalah nifak amali atau nifak ashgor (nifak kecil atau ringan) yang tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Karena bentuk nifak atau kemunafikan ini nampak dalam sifat lahiriah dan tidak nampak pada batinnya.

Seperti misalnya seseorang yang menampakkan dirinya saleh ketika berada di khalayak ramai. Namun ketika tidak berada di keramaian, ia jauh berbeda.

Oleh karena itu Al Hasan Al Bashri mengatakan,

“Di antara tanda kemunafikan adalah berbeda antara hati dan lisan, berbeda antara sesuatu yang tersembunyi dan sesuatu yang nampak, berbeda antara yang masuk dan yang keluar.” (Jaamiul Ulum wal Hikam, 2: 490)

Intinya sebagaimana kata Ibnu Rajab, kemunafikan ringan adalah adanya perbedaan antara yang nampak dan yang tersembunyi.

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324817/3-tanda-kemunafikan-dalam-sifat-lahiriah#sthash.liOvLk5D.dpuf

Sahabat Rasul Saja Takut Tertimpa Kemunafikan

LIHAT cerita Hanzhalah dan Abu Bakr berikut ini,

Dari Hanzholah Al Usayyidiy -beliau adalah di antara juru tulis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam-, ia berkata, “Abu Bakr pernah menemuiku, lalu ia berkata padaku, “Bagaimana keadaanmu wahai Hanzhalah?”

Aku menjawab, “Hanzhalah kini telah jadi munafik.” Abu Bakr berkata, “Subhanallah, apa yang engkau katakan?”

Aku menjawab, “Kami jika berada di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kami teringat neraka dan surga sampai-sampai kami seperti melihatnya di hadapan kami. Namun ketika kami keluar dari majelis Rasul shallallahu alaihi wa sallam dan kami bergaul dengan istri dan anak-anak kami, sibuk dengan berbagai urusan, kami pun jadi banyak lupa.” Abu Bakr pun menjawab, “Kami pun begitu.”

Kemudian aku dan Abu Bakr pergi menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami berada di sisimu, kami akan selalu teringat pada neraka dan surga sampai-sampai seolah-olah surga dan neraka itu benar-benar nyata di depan kami. Namun jika kami meninggalkan majelismu, maka kami tersibukkan dengan istri, anak dan pekerjaan kami, sehingga kami pun banyak lupa.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu bersabda, “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya kalian mau kontinu dalam beramal sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan kalian terus mengingat-ingatnya, maka niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidurmu dan di jalan. Namun Hanzhalah, lakukanlah sesaat demi sesaat.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. (HR. Muslim no. 2750).

Mereka masih khawatir diri mereka munafik, padahal keduanya adalah sahabat yang mulia, bagaimana lagi dengan kita-kita. Demikianlah sifat para sahabat, mereka takut tertimpa kemunafikan.

“Ibnu Abi Mulaikah pernah berkata: Aku telah mendapati 30 orang sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, semuanya khawatir pada dirinya tertimpa kemunafikan.” (HR. Bukhari no. 36)

Imam Ahmad pernah ditanya, “Apa yang kau katakan pada orang yang tidak khawatir pada dirinya kemunafikan?” Beliau menjawab, “Apa ada yang merasa aman dari sifat kemunafikan?”

Al Hasan Al Bashri sampai menyebut orang yang nampak padanya sifat kemunafikan dari sisi amal (bukan itiqod atau keyakinan), maka ia disebut munafik. Sebagaimana ada perkataan Hudzaifah dalam hal itu. Seperti ada perkataan Asy Syabi semisal itu pula,

“Siapa yang berdusta, maka ia adalah munafik.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 2: 493)

Al Hasan Al Bashri berkata, “Orang yang khawatir terjatuh pada kemunafikan, itulah orang mukmin. Yang selalu merasa aman dari kemunafikan, itulah senyatanya munafik.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 2: 491)

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kemunafikan. [Muhammad Abduh Tuasikal, MSc]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324829/sahabat-rasul-saja-takut-tertimpa-kemunafikan#sthash.SAfSv3F8.dpuf

Nasehat Abu ad-Darda’ tentang Alam Kubur dan Dua Malaikat

Imam al-Baihaqi dalam kitab Itsbat ‘Adzab al-Qabr wa Sual al-malakain meriwayatkan sebuah nasehat berharga dari seorang tokoh sahabat Rasulullah SAW, Abu Ad-Darda’ tentang bagaimana gambaran alam kubur.

Ketika sahabat Nabi tersebut tengah diserang sakit, seorang sahabatnya datang berkunjung.

Lelaki itu berkata,”Wahai Abu ad Darda’, sesungguhnya engkau nyaris meninggal dunia, maka perintahkanlah aku suatu perkara yang bermanfaat bagiku dan akan mengingatkanmu.”

Abu Ad Darda’ menjawab : “ Sungguh, engkau diantara umat yang diampuni, maka dirikanlah shalat, tunaikan zakat hartamu, berpuasa Ramadhan, dan jauhilah perkara keji, kemudian beritakanlah kabar gembira.” Merasa tidak puas, lelaki itupun bertanya ulang.

Abu Ad Darda membalas dan memintanya duduk dan merenungkan perkataannya. “Bayangkan ketika engkau berada di hari, tatkala tak ada lagi ruang kecuali liang lahat yang luasnya dua hasta sedangkan panjangnya empat hasta.

Keluarga yang konon tak bisa berpisah denganmu hari itu meninggalkanmu sendiri,  kelogamu yang dulu membuat megah rumahmu kelak akan menimbunmu dengan tanah lantas beranjak pergi darimu.”

Di saat itu, sambung Abu Ad Darda dua malaikat berwarna hitam biru berambut keriting datang, mereka ialah Munkar dan Nakir.

Ia akan menanyakan tentang identitasmu, agama, Tuhan, dan nabi.

“Jika jawabanmu tidak tahu menahu, maka demi Allah engkau telah tersesat dan merugi.

Sedangkan bila jawabanmu : Muhammad Rasulullah dengan Kitab Sucinya Alquran, maka demi Allah engkau selamat dan mendapat petunjuk.

Kesemua itu tidak akan mampu engkau ucapkan kecuali dengan peneguhan yang dikaruniakan oleh Allah.”

 

sumber: Republika ONline