Sifat Sholat Nabi dari Bersuci hingga Niat

Seorang muslim hendaknya melakukan ibadah Sholat sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Dikutip dari buku Sifat Sholat Nabi ﷺ karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al Jibrin, Berikut di antara beberapa sifat Sholat nabi dari bersuci hingga niat:

1. Bersuci

Apabila hendak melakukan Sholat, seorang muslim diwajibkan untuk bersuci terlebih dahulu dari hadats kecil maupun hadats besar. Hadats besar dapat hilang dengan melakukan mandi jinabat, sedangkan hadats kecil akan hilang dengan melakukan wudhu. Hendaklah ia menyempurnakan wudhunya sebagaimana wudhu Nabi ﷺ. 

2. Sutrah (Penghalang/Pembatas) 

Ia memulai dengan menjadikan sesuatu sebagai sutrah (penghalang/pembatas) di mana ia Sholat dengannya (HR Bukhari). Hal ini dilakukan apabila ia menjadi imam atau ia Sholat sendirian (tinggi sutrah minimal 46,2 cm, lihat kitab al-Qaulul Mubin). 

3. Meluruskan Shaff/Barisan 

Kemudian apabila menjadi imam, hendaklah ia menoleh ke kanan seraya berkata, ‘Istawuu’ (lurus) (Silsilah ash-Shahiihah-Mukhtasharah), dan menoleh ke kiri seraya mengucapkan ‘Istawuu’ (luruskan).

4. Berdiri dan Niat di Dalam Hati

Kemudian ia menghadapkan seluruh badannya ke kiblat (Muttafaq alaih), dan niat dengan hatinya untuk mengerjakan Sholat yang ia kehendaki.

Jangan melafalkan niatnya dengan mengucapkan ‘Ushalli Lillaahi shalaata kadzaa wa kadzaa (saya niat karena Allah untuk Sholat anu.. anu..)’ karena melafalkan niat itu mengada-ada dalam urusan agama.

IHRAM

Saat Kita Lupa dan Ragu Jumlah Rakaat Shalat, Ini yang Harus Dilakukan

Lupa adalah sifat bawaan manusia seperti bunyi maqolah al-insan mahallul khatha’ wan nisyan. Begitu akutnya lupa bagi manusia, sehingga fiqih pun memberikan ruang istimewa bagi mereka yang benar-benar lupa. Misalkan lupa makan atau minum ketika berpuasa, maka hal itu dianggap sebagai rezeki dan tidak membatalkan puasa. Hadits Rasulullah saw mengatakan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَكَلَ أَوْ شَرِبَ نَاسِيًا فَلَا يُفْطِرْ فَإِنَّمَا هُوَ رِزْقٌ رَزَقَهُ

Barang siapa yang lupa, lalu makan atau minum ketika berpuasa, maka janganlah membatalkan puasanya, karena hal itu adalah rezeki yang Allah berikan kepadanya. Bahkan dalam Lubbul Ushul Imam Zakariya Al-Anshari dalam muqaddimahnya mengatakan bahwa:

وَالأَصَحُّ إِمْتِنَاعُ تَكْلِيْفِ الْغَافِلِ وَالْمُلْجَأِ، لاَ الْمُكْرَهِ.

Demikianlah syariat memberikan jalan keluar bagi mereka yang lupa. Lupa biasa terjadi pada sesuatu yang sering dilakukan. Begitulah manusia, semakin sering melakukan sesuatu semakin tinggi kemungkinan terjadi lupa. Karena jika tidak melakukan sesuatu pastilah ia tidak lupa, begitu logikanya. Hanya orang yang melaksanakan shalatlah yang lupakan rukuk atau sujud. Dan hanya orang yang wudhu yang akan terancam lupa membasuh muka atau tangan.

Lalu bagaimanakah jika hal ini benar-benar terjadi? Jikalau memang seseorang benar-benar lupa mengerjakan satu rukun tertentu, dan ia sama sekali tidak ingat dan tidak ada orang yang mengingatkannya maka ibadah itu hukumnya tetap syah.

Namun jika ia teringat kembali dan meyakini adanya kelalaian itu hendaklah ia memperbaikinya. Misalkan seseorang lupa meninggalkan satu atau dua rakaat dalam shalatnya, sedangkan ia telah mengucap salam sebagai tanda finish dalam shalat. Maka jikalau ingatan itu datang dalam waktu dekat hendaklah ia menambah rakaat yang ditinggalkannya dan mengakhirinya dengan sujud sahwi. Tetapi jikalau ingatan itu baru datang setelah beberapa lama (misalkan baru teringat setelah baca dzikir) maka orang tersebut wajib mengulangi shalatnya kembali.  Begitu keterangan dalam Majmu’

اذا سلم من صلاته ثم تيقن انه ترك ركعة او ركعتين اوثلاثا او انه ترك ركوعا اوسجودا اوغيرهما من الاركان سوى النية وتكبرة الاحرام فان ذكر السهوقبل طول الفصل لزمه البناء على صلاته فيأتى بالباقى ويسجد للسهو وان ذكر بعد طول الفصل لزمه استئناف الصلاة

Apabila seseorang telah salam (usai shalatnya) kemudian ia baru teringat bahwa ia telah melupakan (meninggalkan) satu atau dua atau tiga rakaat atau ia lupa telah meninggalkan rukuk atau sujud atau rukun lainnya kecuali niat dan takbiratul ihram, maka ia cukup menambahi (menyusuli) apa yang telah dilupakannya itu dengan sujud sahwi, jikalau ingatan itu segera datang. Tetapi jikalau ingatan itu datangnya setelah beberapa lama maka hendaklah ia mengulangi shalatnya kembali.

Berbeda ketika seseorang lupa meninggalkan satu rukun tertentu (ruku’ atau baca Fatihah) maka ketika ia ingat dan ia belum melakukan rukun yang sama pada rekaat setelahnya, hendaklah ia segera mengganti rukun yang ditinggalkan itu. Dan apabila ia lupa, maka itulah apapun yang dilakukannya sudah cukup dan dianggap sah karena memang lupa. Begitu keterangan dalam Fathul Mu’in Hamisy I’anathut Thalibin

ولو سها غير مأموم فى الترتيب بترك ركن كأن سجد قبل الركوع أو ركع قبل الفاتحة لغا مافعله حتى يأتي بالمتروك فان تذكر قبل بلوغ مثله أتى به والا فسيأتى بيانه… وإلا أي وان لم يتذكر حتى فعل مثله فى ركعة أخرى أجزأه عن متروكه ولغا ما بينهما هذا كله ان علم عين المتروك ومحله… 

Ragu di tengah-tengah Shalat
Lupa berbeda dengan ragu-ragu. Jikalau yang terjadi adalah keragu-raguan, maka perlu meninjau masalahnya secara detail. Ketika seseorang mengalami keraguan di tengah-tengah shalatnya, apakah dia sudah melakukan satu fardhu tertentu (ruku,misalnya) atau belum. Maka masalah ini perlu diperinci lagi, jika keraguan terjadi sebelum orang itu melakukan fardhu yang ditinggal (ruku’) tersebut pada rakaat setelahnya, maka ia harus kembali untuk melakukan fardhu yang ditinggal (ruku’).

Namun jika keraguan itu datang setelah ia melakukan fardhu yang sama yang ditinggalkannya (ruku’) pada rakaat setelahnya, cukuplah baginya meneruskan shalat dan menambah satu rakaat lagi, sebagai pengganti satu rukun yang ditinggalkannya itu. Begitu keterangan dalam Fathul Mu’in Hamisy I’anathut Thalibin

… أو شك هو أي غير المأموم فى ركن هل فعل أم لا كأن شك راكعا هل قرأ الفاتحة أوساجدا هل ركع أواعتدل أتى به فورا وجوبا ان كان الشك قبل فعله مثله أي مثل المشكوك فيه من ركعة أخرى

Ragu Setelah Shalat Selesai
Begitu juga ketika terjadi keraguan setelah shalat, apakah shalat yang telah dikerjakan itu telah lengkap ataukah ada rukun tertentu yang tertinggal, maka shalat semacam itu secara fiqih tetap dianggap syah dan tidak perlu mengulanginya kembali. Kitab Khasiyah Qulyubi wa Umairah menjelaskan

ولوشك بعد السلام فى ترك فرض لم يؤثر على المشهور – لان الظاهر وقوع السلام عن تمام

Jikalau setelah salam (selesai shalat) seseorang ragu dalam meninggalkan/ melaksanakan satu fardhu tertentu, maka hal itu tidak berpengaruh (tetap sah) menurut pendapat yang mashur. Karena dalam kenyataannya ia telah melakukan salam dan (shalat dianggap) sempurna.

Dengan kata lain, lupa dan ragu adalah dua hal yang berbeda. Begitu pula cara penyelesaiannya. Hukum lupa segera dicabut ketika datang ingatan. Selama seseorang dalam kondisi lupa ia akan terbebas dari tuntutan syariah, dan ketika ia teringat kembali, maka orang tersebut kembali terkena tuntutan syariah.

Seperti contoh berpuasa, ketika seseorang lupa bahwa ia sedang menjalankan puasa, maka ia terbebas dari tuntutan syari’ah boleh makan dan minum. Namun ketika ia teringat kembali bahwa ia puasa, maka ia wajib menahan semuanya dan kembali berpuasa. Sedangkan ragu-ragu bisa hilang karena adanya keyakinan. Dan tidak ada keraguan yang dibarengi dengan keyakinan.

MANDANI

Air Hujan dalam Alquran dan Penjelasan Ilmiahnya

Alquran telah memberitahu mekanisme alam yang dapat membuat tanah gersang menjadi subur sebagai bukti kebesaran Allah SWT. Manusia di zaman modern semakin dapat membuktikan kebenaran ayat-ayat Alquran lewat penemuan-penemuan mutakhirnya.

Manusia kini dapat mengungkapkan kandungan butiran air hujan yang terdiri dari berbagai unsur atau zat yang dapat menyuburkan tanah. Alquran, dalam Surah Al-A’raf Ayat 57 sudah jauh lebih dulu memberi tahu bahwa air hujan dapat menyuburkan tanah yang tandus.

وَهُوَ الَّذِيْ يُرْسِلُ الرِّيٰحَ بُشْرًاۢ بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهٖۗ حَتّٰٓى اِذَآ اَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنٰهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَاَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاۤءَ فَاَخْرَجْنَا بِهٖ مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِۗ كَذٰلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتٰى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (QS Al-A’raf: 57)

Pada Tafsir Kementerian Agama diterangkan, dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan kepada hamba-Nya ialah menggerakkan angin sebagai tanda bagi kedatangan nikmat-Nya, yaitu angin yang membawa awan tebal yang dihalaunya ke negeri yang kering yang telah rusak tanamannya karena ketiadaan air, kering sumurnya karena tidak ada hujan dan penduduknya menderita karena haus dan lapar.

Lalu Allah menurunkan di negeri itu hujan yang lebat sehingga negeri yang hampir mati itu menjadi subur kembali dan sumur-sumurnya penuh berisi air. Dengan demikian hiduplah penduduknya dengan serba kecukupan dari hasil tanaman-tanaman itu yang berlimpah-ruah.

Kandungan Dalam Butiran Air Hujan

Dalam penjelasan ilmiah mengenai peran hujan yang “menghidupkan” lahan yang “mati” yang disebutkan dalam Alquran sudah dianalisa oleh para pakar ilmu pengetahuan. Diketahui bahwa hujan membawa butiran air yakni suatu materi yang penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di dunia, ternyata butiran air hujan juga membawa serta material yang berfungsi sebagai pupuk.

Saat air laut yang menguap dan mencapai awan, ia mengandung sesuatu yang dapat merevitalisasi daratan yang mati. Butiran air hujan yang mengandung bahan-bahan revitalisasi tersebut biasa dikenal dengan nama “surface tension droplets.”

Bahan-bahan ini diperoleh dari lapisan permukaan laut yang ikut menguap. Pada lapisan tipis dengan ketebalan kurang dari seper-sepuluh milimeter dan biasa disebut “lapisan mikro” oleh para ahli biologi ini, ditemukan banyak serasah organik yang berasal dari dekomposisi algae renik dan zooplankton.

Beberapa serasah ini mengumpulkan dan menyerap beberapa elemen, seperti fosfor, magnesium dan potasium, yang jarang diperoleh di dalam air laut. Serasah ini juga menyerap logam berat seperti tembaga, zink, cobalt dan lead.

Sehingga tanaman di daratan yang tersiram hujan akan memperoleh sebagian besar garam-garam mineral dan elemen lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhannya bersamaan dengan datangnya air hujan. Garam-garam yang turun bersama air hujan, merupakan suatu miniatur dari pupuk yang biasa digunakan dalam pertanian (Natrium, Potassium, Kalium dan sebagainya).

Logam berat di udara akan membentuk elemen yang akan meningkatkan produktivitas pada saat pertumbuhan dan pembuahan tanaman. Dengan demikian, hujan adalah sumber pupuk yang sangat penting.

Pupuk yang dikandung pada butiran hujan saja, dalam waktu 100 tahun, tanah yang miskin hara dapat mengumpulkan semua elemen yang diperlukan untuk tumbuhnya tanaman. Hutan juga tumbuh dan memperoleh keperluan hidupnya dari semua bahan kimia yang berasal dari laut.

Dengan cara demikian, setiap tahun sekitar 150 ton pupuk jatuh ke bumi. Tanpa mekanisme ini, maka mungkin jumlah jenis tanaman tidak akan sebanyak yang kita ketahui saat ini dan kemungkinan ketidak seimbangan ekologi dapat juga terjadi.

Memang tidak semua negeri yang mendapat limpahan rahmat itu, tetapi ada pula beberapa tempat di muka bumi yang tidak dicurahi hujan yang banyak, bahkan ada pula beberapa daerah dicurahi hujan tetapi tanah di daerah itu hilang sia-sia tidak ada manfaatnya sedikit pun.

Mengenai tanah-tanah yang tidak dicurahi hujan itu Allah berfirman, “Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menjadikan awan bergerak perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu Dia menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya dan Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran es) itu kepada siapa yang Dia kehendaki dan dihindarkan-Nya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (QS An-Nur: 43)

Menurut ayat ini hujan lebat yang disertai hujan es itu tidak tercurah ke seluruh pelosok di muka bumi, hanya Allah-lah yang menentukan di mana hujan akan turun dan di mana pula awan tebal itu sekadar lewat saja sehingga daerah itu tetap tandus dan kering.

IHRAM

Kenapa Mengucapkan Selamat Natal selalu Menjadi Polemik Akhir Tahun?

Bulan Desember adalah bulan datangnya debat hukum Selamat Natal bagi umat Islam. Seakan tidak pernah ada kata putus untuk berhenti mempersoalkan itu. Postingan tulisan, gambar dan video dimarakkan untuk menyemarakkan pro kontra ucapan Selamat Natal. Seolah memang negeri ini belum siap serratus persen untuk menghadapi perbedaan yang sesungguhnya.

Beberapa waktu yang lalu heboh Surat Edaran yang dikeluarkan Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan tentang Pemasangan Spanduk Ucapan Natal dan Tahun Baru. Beberapa kalangan meminta Menteri untuk mencopot pejabat yang bersangkutan. Namun, sebagian lain mendukungnya karena Kementerian Agama bukan Kementerian Islam, tetapi sebagai representasi negara yang mengurusi dan melayani semua agama.

Jika negara representasi negara seperti kementerian dan Lembaga tertentu mengucapkan selamat natal dan tahun baru di mana letak persoalannya? Apalagi Kementerian Agama yang melayani semua agama di Indonesia, kenapa Surat Edaran yang bertujuan menjalin kerukunan dan persaudaraan lintas agama menjadi polemik? Betapa lucunya masyarakat negeri ini.

Persoalan mengucapkan Selamat Hari Natal menjadi polemik dan selalu menuai pro kontra karena memang tidak ada dalil tegas yang eksplisit yang membolehkan dan melarangnya. Semua produk hukum yang datang untuk menjustifikasi halal dan haram berangkat dari dalil umum yang melibatkan ijtihad ulama. Karena persoalan ijtihad, status hukum mengucapkan selamat hari natal adalah khilafiyah. Persoalan furu’ tidak boleh menggangu persoalan pokok yakni kerukunan antar agama.

Apa sebenarnya yang ditakutkan oleh kita untuk mengucapkan Selamat Hari Natal? Apakah tergadainya akidah atau seolah pembenaran terhadap akidah orang lain? Ucapan selamat adalah ekspresi berbagi rasa bahagia dan apreasiasi terhadap mereka yang merayakan, bukan persoalan akidah dan keyakinan. Mengucapkan juga menyerupai dan ingin sama dengan tradisi dan ajaran mereka. Betapa tipisnya iman kita untuk khawatir tertukar iman.

Karena persoalan khilafiyah, ulama pun berbeda pendapat yang terbagi dari dua kutub. Ulama yang mengharamkan selamat Natal adalah Syaikh bin Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Ibrahim bin Ja’far, Syaikh Ja’far al Thalhawi, dan beberapa ulama yang lain. Ikutilah pendapat ini bagi anda yang takut tertukar iman Ketika mengucapkan selamat natal. Tetapi jangan pula menyalahkan apalagi menyesatkan bagi yang mengucapkan.

Ulama yang membolehkan mengucapkan selamat Natal diantaranya adalah Syaikh Yusuf al Qardhawi, Syaikh Ali Jum’ah, Syaikh Musthafa Zarqa, Syaikh Nasr Farid Washil, Syaikh Abdullah bin Bayyah, Syaikh Ishom Talimah, Majelis Fatwa Mesir, Majelis Fatwa Eropa dan sebagainya. Ikutilah pendapat ulama ini bagi anda yang merasa tidak akan tertukar iman dan mempunyai tujuan merawat persaudaraan dan kerukunan. Tetapi tanpa pula menghina mereka yang melarang ucapan selamat natal.

Indonesia dengan masyarakat yang beragam sudah terbiasa dengan perbedaan. Fakta empiris di lapangan di kampung yang penuh dengan keragaman, tidak hanya persoalan mengucapkan selamat natal, tetapi umat Islam membantu umat lain yang sedang merayakan hari besarnya. Begitu pula agama lain, memberikan bantuan kepada umat Islam yang merayakan hari besar yang kerap bisa 2 kali dalam setahun belum ditambah pengajian rutin.

Sejatinya, praktek di tengah masyarakat tidak pernah ada persoalan. Masyarakat yang beragam sudah terbiasa mengucapkan dan saling berpartisipasi untuk menyukseskan satu sama yang lain. Kadang pula dalam satu keluarga ada yang berbeda agama. Tidak ada persoalan sama sekali.

Yang menjadi persoalan adalah wilayah ruang virtual kita yang memang ingin seragam. Masyarakat di ruang maya ternyata belum dewasa melihat perbedaan. Dan yang penting viral hal yang lazim harus menjadi kontroversial. Apa yang dipersoalkan adalah sebenarnya lumrah dipraktekkan di tengah keluarga, antar tetangga dan antar teman yang biasa dilakukan. Dan lazimnya pergaulan, mereka tidak pernah tertukar imannya dengan urusan mengucapkan atau tidak mengucapkan Selamat Hari Natal.

Karena secara pribadi saya merasa tidak akan tertukar iman atau tergadai keyakinan saya, dengan mengikuti ijtihad para ulama yang membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal, tentu itu tidak menjadi persoalan. Namun, sekali lagi saya tidak akan mempersoalkan mereka yang mengharamkan karena itu bagian dari mereka mengikuti ijtihad para ulama yang lain.

Tentu kembali pada persoalan Surat Edaran Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan, Saya sepenuhnya adalah bagian orang yang sangat rindu negara hadir untuk semua golongan. Termasuk Kemenag harus hadir menjadi representasi negara bagi semua agama.

Semoga Indonesia tetap damai dan Selamat Hari Natal bagi umat Kristiani yang akan memperingatinya.

ISKAM KAFFAH

Mengapa Harta yang Tak Dizakati Hukumnya Bisa Haram?

Harta yang tidak ditunaikan zakatnya bisa berubah menjadi haram

Islam datang mewajibkan kepada orang-orang yang telah memenuhi syarat untuk menunaikan zakat dan mewajibkan zakat sebagai salah satu rukun Islam. Kemudian mengancam dengan siksaan yang berat bagi orang yang tidak menunaikannya.

Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Dr Erwandi Tarmizi,  sungguh kezaliman yang sangat besar jika kaum fakir tersebut tidur dengan perut lapar dan badan tidak terbalut kain sedangkan rezeki mereka telah ditentukan Allah ﷻ pada harta orang-orang kaya di sekeliling mereka. Namun orang-orang kaya tersebut tidak memberikannya. Nabi ﷺ bersabda,

إِنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَى أَغْنِيَاءِ الْمُسْلِمِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ قَدْرَ الَّذِي يَسَعُ فُقَرَاءَهُمْ , وَلَنْ تُجْهَدَ الْفُقَرَاءُ إِلَّا إِذَا جَاعُوا وَعُرُّوا مِمَّا يَصْنَعُ أَغْنِيَاؤُهُمْ , أَلَا وَإِنَّ اللَّهَ مُحَاسِبُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِسَابًا شَدِيدًا , وَمُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا نُكْرًا

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan pada setiap harta orang-orang muslim yang kaya (zakat) yang mencukupi untuk menutupi kebutuhan orang-orang Muslim yang fakir. Dan tidaklah mereka kelaparan dan tubuh mereka tidak berbalut pakaian melainkan karena orang-orang kaya tidak mengeluarkan zakat. Ketahuilah! Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung-jawaban mereka (orang kaya yang tidak berzakat) dan akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih.” (HR Tabrani, disahihkan Al Haitamy).

Demi menjaga martabat dan harga diri kaum dhuafa, Allah ﷻ tidak memerintahkan mereka untuk datang meminta-minta atau dengan cara paksa mengambil hak mereka yang berada di tangan orang yang wajib zakat. 

Akan tetapi Allah ﷻ memerintahkan pihak yang berkuasa (pemerintah) untuk mengambil hak para kaum dhuafa dari harta orang kaya dan menyerahkannya kepada mereka. Allah ﷻ berfirman: خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS At Taubah ayat 103).

Perintah untuk menarik zakat dalam ayat di atas ditujukan kepada Nabi Muhammad ﷺ yang juga pemimpin pemerintahan Islam kala itu.

Bila orang yang wajib zakat menunda menunaikan rezki fakir miskin ini maka Islam menjatuhkan sanksi kepadanya dengan memerintahkan pihak berwenang untuk menarik zakat dan menyita setengah hartanya. 

Penerapan sanksi ini merupakan qaul qadim Imam Syafii dan Mazhab Hanbali, sedangkan jumhur ulama tidak menerapkan sanksi ini. Nabi Muhammad  ﷺ bersabda: 

ومن منعها فإنا آخذوها منه وشطر إبله عزمة من عزمات ربنا جل وعز لا يحل لآل محمد منها شيء

“Barang siapa yang enggan menunaikannya (zakat), maka akan kami tarik zakatnya dan menyita setengah hartanya, hal ini merupakan ketetapan Rabb kami.” (HR. Abu Daud. Sanad hadis ini hasan).

Jika orang-orang yang enggan menunaikan zakat berjumlah banyak dan membentuk sebuah kekuatan, maka darahpun boleh ditumpahkan dengan cara pemerintah memerangi mereka, demi memperjuangkan hak fakir miskin. Sebagaimana dahulu Abu Bakar Ash-Shiddiq memerangi orang-orang yang tidak membayar zakat.

Dari keterangan di atas sangat jelas bahwa zakat yang tidak ditunaikan merupakan harta haram, karena harta zakat itu telah ditentukan Allah ﷻ sebagai hak fakir miskin.

Dan harta haram ini akan mengotori bahkan memusnahkan harta yang bercampur dengan zakat yang tidak ditunaikan.  Diriwayatkan bahwa Nabi ﷺ bersabda: 

مَنْ أَدَّى زَكَاةَ مَالِهِ ، فَقَدْ ذَهَبَ عَنْهُ شَرُّهُ  “Barang siapa yang telah menunaikan zakatnya, niscaya hilang kotoran dari hartanya.” (HR  Thabrani, sanad hasan).   

KHAZANAH REPUBLIKA

Utamakan Keselamatan Jamaah Umroh

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan, Kementerian Agama (Kemenag) juga perlu memberikan perhatian terhadap peneyabaran varian baru Covid-19, yaitu omicron. Menurutnya, keselamatan jamaah umroh merupakan yang terpenting.

“Jika membahayakan bagi keselamatan jamaah, sebaiknya kita menunda kembali rencana penyelenggaraan umroh ini,” ujar Ace lewat keterangannya, Sabtu (18/12).

Penundaan pelaksanaan umroh, kata Ace, merupakan langkah yang memang perlu diambil untuk mencegah penyebaran omicron. Ia tak ingin semua pihak meanggap remeh varian baru Covid-19 tersebut.

“Jangan anggap enteng varian baru ini. Kita harus tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan jamaah umroh,” ujar Ace.

Selanjutnya, Kemenag perlu segera berkomunikasi dengan otoritas haji di Arab Saudi terkait penyelenggaraan umroh. “Hal yang terpenting sesungguhnya adalah protokol kesehatan, termasuk soal vaksinasi dan juga soal perkembangan baru virus Covid-19 varian omicron,” ujar Ace.

Pemberangkatan jamaah umrah Indonesia kembali ditunda hingga tahun 2022, usai adanya imbauan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan arahan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas agar masyarakat tidak melakukan perjalanan ke luar negeri. Rencana awal, jamaah Indonesia sudah bisa berangkat umrah pada Desember 2021.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief mengatakan, keputusan itu diambil setelah pihaknya menggelar rapat dengan asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Hasilnya disepakati pemberangkatan umrah ditunda untuk sementara waktu.

“Kami tentu mengutamakan aspek perlindungan jamaah di tengah pandemi Covid-19, terlebih setelah adanya varian baru Omicron. Untuk itu, keberangkatan jemaah umrah kembali ditunda hingga awal tahun 2022, kita berharap kondisi segera membaik,” terang Hilman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (18/12).

Menurut dia, secara umum asosiasi PPIU mendukung imbauan pemerintah untuk menunda keberangkatan ke luar negeri. Hilman mengakui, ada kekecewaan dan kesedihan, karena rencana umrah sudah lama tertunda. Namun, semua pihak memahami kondisi pandemi yang belum usai, bahkan muncul varian baru.

“Ada harapan agar tetap ada pemberangkatan, meski jumlahnya diperkecil. Secara umum asosiasi PPIU memahami dan menaati imbauan untuk tidak ke luar negeri,” ujar Hilman.

IHRAM

Alasan Islam Tekankan Bekerja Profesional dan 4 Cara Hindari Malas

Bekerja profesional merupakan salah satu perkara yang dicintai Allah SWT

Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasi bekerja profesional, tepat waktu, dan berdisiplin.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنّ اللَّهَ تَعَالى يُحِبّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ 

Dalam riwayat Aisyah RA, dia berkata, “Rasulullah  ﷺ bersabda, ““Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara profesional.” 

Namun demikian, adakalanya seseorang menghadapi rasa malas dan kerap menunda-nunda pekerjaan. Melansir laman askthescholar.com, ulama Kanada, Syekh Ahmad Kutty, menjelaskan mengenai obat untuk melawan kemalasan adalah dengan memelihara keimanan. 

Beberapa kiat berikut dapat diterapkan untuk memberdayakan diri sendiri dan menghilangkan kebiasaan menunda-nunda, yaitu pertama, sikap menunda adalah kebiasaan yang dipelajari dan tindakan berulang membentuk kebiasaan. 

Jadi cara terbaik untuk melawan penundaan adalah dengan segera mengambil langkah untuk melakukan hal yang tergoda untuk ditunda. 

Oleh karena itu ketika tergoda untuk menunda-nunda, seseorang harus melakukan apa pun untuk melakukan hal yang sebaliknya. 

Mungkin sulit pada awalnya, tetapi dengan mengulanginya berulang-ulang, seseorang belajar untuk menghentikan kebiasaan itu. 

Proses ini harus berlanjut sampai seseorang memperoleh kebiasaan baru, dan dengan demikian menjadi sifat kedua.  

Kedua, saat bangun di pagi hari, berpikirlah positif dengan merinci keberkahan yang telah diberikan di hari itu. 

Ketiga, ketika sholat Subuh, membaca setidaknya satu halaman Alquran dan menghabiskan beberapa menit untuj zikir dan berdoa setiap hari. 

Ketiga, mulailah pekerjaan atau proyek segera setelah itu dengan hati yang penuh doa seperti Nabi Muhammad ﷺ berdoa: 

اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا

“Ya Allah, berkati umatku dalam usaha pagi mereka.” (HR Tirmidzi)

Keempat, kembali kepada Allah ﷻdalam permohonan dan meminta bantuan-Nya dalam memerangi kemalasan, penundaan dan ketidakberdayaan melalui doa-doa berikut: 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ

Allahumma innii a’ u dzu bika mina al-‘ajzi wa al-kasali wa al-jubun wa al-bukhl wa ghalabati al-dayni wa qahri al-rrijaal

(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari lemah syahwat, kemalasan, pengecut, kikir, dan beban hutang dan orang-orang yang suka mendominasi)

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ

Laa ilaaha illa Allahu al-azim al-haliim, la ilaaha illa Allahu rabbu al-‘arsyi al-‘azim, laa ilaaha illa Allahu rabbu al-ssamaawaati wa al-ardhi wa rabbu al-‘arshi al-kariim 

(Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Agung dan Mahapemberi perih; tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhan Arsy yang Agung; tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhan langit dan bumi dan Arsy yang Mulia).

Sumber: askthescholar  

KHAZANAH REPUBLIKA

Apakah Tepat Menganalogikan Laki-laki dengan Buaya?

Di balik ramainya kasus kekerasan seksual yang makin terungkap, ternyata, tidak sedikit laki-laki yang melegitimasi kekerasan seksual terjadi karena hasrat seksual adalah hal yang tak terbendung. Bahkan, selain itu, mereka menganalogikan laki-laki yang bukan lain adalah diri mereka sendiri dengan buaya. Lalu perempuan dianalogikan dengan ayam yang menjadi mangsa bagi buaya.

Sikap dan pemikiran seperti itu tentu lahir dari laki-laki misoginis. Mereka juga mengsubordinasi kaum perempuan yang selalu dianggap sebagai manusia kelas dua. Parahnya, era media sosial membebaskan siapapun untuk menyampaikan pikiran macam ini. Di era modern seperti ini, tidak disangka, masih saja ada yang mau menyamakan dirinya dengan hewan, terlebih hewan buas nan ganas seperti buaya.

Padahal telah jelas, keistimewaan manusia ada pada akal pikiran. Allah melebihkan manusia dari makhluk lain dengan berbagai kelebihan. Sebagaimana firmannya dalam surat al-Isra` ayat 70,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا

Artinya: Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.

Dalam Tafsir karya Ibnu Katsir, kelebihan yang dimiliki oleh manusia adalah kelebihan di atas hewan, jin, dan malaikat.  Kelebihan tersebut berupa bentuk fisik dan akal pikiran. Begitu juga ayat-ayat Alquran yang ditunjukkan kepada manusia dengan narasi dan khitob “manusia berakal”.

Misal, pada surat al-Baqoroh ayat 44,

اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ

Artinya: Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu berpikir?

Juga pada surat al-An’am ayat 50,Baca Juga:  Melihat Hukuman Tambahan bagi Pedofilia di Indonesia

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الْاَعْمٰى وَالْبَصِيْرُۗ اَفَلَا تَتَفَكَّرُوْنَ

Artinya:  Katakanlah, “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?”

Dan masih banyak lagi ayat yang menunjukkan bahwa keistimewaan manusia ada pada akal pikirannya. Lalu, pantaskah menyamakan diri dengan hewan seperti buaya yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsu?

Rasulullah pun pernah bersabda tentang keutamaan mengendalikan hawa nafsu yang sejatinya ada pada setiap diri manusia. Mengendalikan nafsu disamakan dengan jihad karena hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak mudah.

أفضلُ الْمُؤْمِنينَ إسْلاماً مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسانِهِ وَيَدِه وأفْضَلُ المُؤْمِنينَ إيمَاناً أحْسَنُهُمْ خُلُقاً وأفْضَلُ المُهاجِرِينَ مَنْ هَجَرَ مَا نَهى اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ وأفضلُ الجهادِ منْ جاهَدَ نَفْسَهُ فِي ذاتِ اللَّهِ عزّ وجَل

Artinya: Mukmin yang paling utama keislamannya adalah umat Islam yang selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Mukmin paling utama keimanannya adalah yang paling baik perilakunya. Muhajirin paling utama adalah orang yang meninggalkan larangan Allah. Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena Allah. (HR. Tirmizi, Abu Daud, dan Ibnu Hibban)

Beda halnya dengan hewan yang memiliki nafsu tapi tidak memiliki akal untuk mengendalikan. Mereka hanya memiliki insting yang tentu berbeda dengan posisi akal pada manusia. Akal diasah dengan budi dan ilmu pengetahuan, sehingga melahirkan akhlak mulia, termasuk menghormati perempuan dengan tidak menganalogikannya seperti hewan baik itu ayam, ikan, atau hewan lainnya.

Analogi laki-laki dengan buaya seperti menyeret kaum mereka sendiri ke jaman Jahiliyah, di mana mereka tidak menghargai perempuan dan menempatkan perempuan tidak sederajat dengan manusia. Penyiksaan dan perbudakan yang terjadi kala itu mencerminkan akal pikiran yang tidak terasah dengan budi dan ilmu pengetahuan. Maka, masihkan pantas menganalogikan laki-laki dengan buaya dan perempuan dengan ayam?

BINCANG MUSLIMAH

Hukum Orangtua Mencium Anaknya yang Sudah Dewasa

Sudah maklum bahwa mencium anak yang masih kecil, terutama anak sendiri, hukumnya boleh. Bahkan dalam Islam sangat dianjurkan bagi orangtua untuk sering mencium anaknya yang masih kecil sebagai bentuk rasa kasih sayang. Namun bagaimana jika anak sudah dewasa atau sudah menikah, apakah boleh menciumnya bagi orangtuanya?

Mencium anak yang sudah dewasa atau sudah menikah biasanya dilakukan oleh orangtua ketika mereka lama tidak bertemu. Sebagai bentuk ungkapan rasa rindu dan kangen pada anaknya, biasanya orangtua langsung memeluk dan mencium anaknya saat pertama kali berjumpa.

Menurut para ulama, orangtua mencium anaknya yang sudah dewasa atau sudah menikah hukumnya adalah boleh. Tidak masalah bagi orangtua memeluk dan mencium anaknya yang sudah dewasa, meskipun berbeda jenis. Misalnya, seorang ayah mencium anak perempuannya, atau ibu mencium anak laki-lakinya.

Begitu juga sebaliknya, boleh bagi anak yang sudah dewasa memeluk dan mencium orangtuanya. Bahkan hal itu sangat dianjurkan apabila anak tersebut melakukannya sebagai bentuk ungkapan rasa kasih sayang dan sebagai bentuk bakti kepada orangtuanya.

Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah disebutkan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw mencium Sayidah Fatimah, putri beliau, ketika beliau bertamu ke rumah Sayidah Fatimah. Begitu juga sebaliknya, Sayidah Fatimah mencium Rasulullah Saw ketika ia bertama ke rumah Rasulullah Saw.

Begitu juga dengan Sayidina Abu Bakar Al-Shiddiq, beliau pernah juga mencium Sayidah Aisyah. Ini menunjukkan bahwa boleh bagi orangtua mencium atau memeluk anaknya yang sudah dewasa. Begitu juga sebaliknya, boleh bagi anak yang sudah dewasa mencium atau memeluk orangtuanya.

Riwayat yang dimaksud adalah sebagai berikut;

رُوِيَ أَنَّ الرَّسُول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُقَبِّل فَاطِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا إِذَا دَخَلَتْ عَلَيْهِ، وَتُقَبِّلُهُ إِذَا دَخَل عَلَيْهَا وَكَذَلِكَ صَحَّ عَنْ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَبَّل ابْنَتَهُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا

Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw mencium Sayidah Fatimah ketika dia bertamu kepada Rasulullah Saw, dan Sayidah Fatimah mencium Rasulullah Saw ketika beliau bertamu kepada Sayidah Fatimah. Begitu juga shahih bahwa Abu Bakar mencium anaknya Sayidah Aisyah.

BINCANG SYARIAH

Hukum Orangtua Memandikan Jenazah Anaknya yang Sudah Dewasa

Di tengah masyarakat, banyak kita jumpai sebagian orangtua yang ikut memandikan jenazah anaknya, meskipun anaknya sudah dewasa dan berbeda jenis. Biasanya, orangtua melakukan hal ini sebagai bentuk kepeduliannya dan hendak memastikan bahwa jenazah anaknya dirawat dengan baik. Sebenarnya, bagaimana hukum orangtua memandikan jenazah anaknya yang sudah dewasa, apakah boleh?

Dalam kitab-kitab fikih disebutkan bahwa jika antara orangtua dan anak jenis kelaminnya sama, maka orangtua boleh memandikan jenazah anaknya, bahkan dia termasuk orang yang paling berhak dan paling pantas untuk memandikannya. Misalnya, ayah memandikan jenazah anak laki-lakinya, atau ibu memandikan jenazah anak perempuannya. Dalam keadaan demikian, maka orangtua dianjurkan untuk ikut memandikan jenazah anaknya yang jenis kelaminnya sama, meskipun anaknya tersebut sudah dewasa.

Namun jika antara orangtua dan anaknya berbeda jenis, maka orangtua tidak boleh memandikan jenazah anaknya yang sudah dewasa. Ayah tidak boleh memandikan jenazah anak perempuannya, dan ibu tidak boleh memandikan jenazah anak laki-lakinya. Ini disebabkan karena orangtua dilarang melihat aurat jenazah anaknya yang berbeda jenis, baik dalam keadaan masih hidup maupun sudah meninggal.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni sebagai berikut;

وَلَيْسَ لِغَيْرِ مَنْ ذَكَرْنَا مِنْ الرِّجَالِ غَسْلُ أَحَدٍ مِنْ النِّسَاءِ، وَلَا أَحَدٍ مِنْ النِّسَاءِ غَسْلُ غَيْرِ مَنْ ذَكَرْنَا مِنْ الرِّجَالِ، وَإِنْ كُنَّ ذَوَاتِ رَحِمٍ مَحْرَمٍ، وَهَذَا قَوْلُ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ

Tidak boleh bagi kalangan laki-laki, sebagaimana telah kami sebutkan, memandikan jenazah siapapun dari kalangan perempuan. Begitu juga tidak seorang pun boleh bagi kalangan perempuan memandikan jenazah laki-laki selain yang telah kami sebutkan, meskipun di antara mereka ada hubungan kerabat kemahraman. Ini adalah pendapat kebanyakan para ulama.

Menurut para ulama, hukum asal yang boleh memandikan jenazah laki-laki adalah laki-laki, dan yang boleh memandikan jenazah perempuan adalah perempuan. Hukum asal ini tidak boleh dilanggar kecuali dalam keadaan darurat. Karena itu, jika antara orangtua dan anak yang sudah dewasa berbeda jenis kelamin, maka orangtua tidak boleh memandikan jenazah anaknya. Namun jika sama jenis kelaminnya, maka boleh orangtua memandikan jenazah anaknya, bahkan dia lebih berhak dan lebih pantas untuk memandikan jenazah anaknya dibanding orang lain.

BINCANG SYARIAH