Allah Tidak Beranak dan Tidak Diperanakkan

Bahwa Allah itu Esa. Karena Esa maka seluruh makhluk berhajat kepada-Nya, dan bukan sebaliknya. Karena Esa itu maka mustahil Allah “beranak” (melahirkan) dan “diperanakkan” (dilahirkan).

SUATU hari, datanglah rombongkan kafir Quraisy menghadap Rasūlillāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan berkata, “Wahai Muhammad, bagaimana sih rupanya hakikat Tuhanmu itu? Coba terangkan kepada kami!”

Karena pernyataan mereka itu, turunlah firman Allah dalam Sūrah al-Ikhlāsh yang maknanya: “Katakanlah (olehmu, hai Muhammad kepada mereka): ‘Allah itu Esa. Dialah Allah tempat bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan (tidak melahirkan dan tidak dilahirkan). Dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan-Nya.” (HR. at-Tirmidzī)

Kata الصمد maknanya adalah: الذى لم يلد ولم يولد (yang tidak beranak dan tidak diperanakkan). Karena setiap yang ‘dilahirkan’ (diperanakkan) akan mati. Dan setiap yang mati akan diwarisi. Sementara Allah tidak mati. Dengan demikian Dia tidak diwarisi. (Imam Ibn Katsīr, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azhīm (Kairo: Dār al-Hadīts, 1432 H/2011 M): 4/702).

Menurut pakar pemikiran Imam al-Ghazālī sekaligus salah seorang pemikir dan filsuf Muslim besar Islām abad ini, Prof. Dr. SMN al-Attas, Sūrah al-Ikhlāsh ini merupakan kritikan dan labrakan pertama dari Islām terhadap keyakinan kaum Kristen. (Prof. Dr. SMN al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001), 15).

Maknanya, Islām datang untuk meluruskan penyimpangan akidah yang merasuk ke dalam daftar keyakinan kaum Kristen. Bahwa Allah itu Esa. Karena Esa maka seluruh makhluk berhajat kepada-Nya, dan bukan sebaliknya. Karena Esa itu maka mustahil Allah “beranak” (melahirkan) dan “diperanakkan” (dilahirkan).

Menurut Syekh al-Ghazāli, memang tidak pernah terjadi Wahyu menyatakan: ‘Allah punya anak. Dan anak ini kemudian mengorbankan hidupnya demi menebus dosa manusia. Yang ada justru sebaliknya. Di dalam Kitab Suci Al-Qur’ān Allah berfirman: “Belumkah diberitakan mengenai apa yang ada di dalam lembaran-lembaran (yang turun) Mūsā? Dan yang turun kepada Ibrāhīm yang menepati janji? Bahwa seseorang tidak mewarisi dosa orang lain. Dan seorang insan akan menerima balasan amal yang diusahakannya. Dan usahanya niscaya akan diperlihatkan padanya. Kemudian usahanya itu akan dibalas dengan balasan yang sempurna” (Qs. an-Najm: 36-41).

Dan hakikat Islām dan tabiatnya tersebut dikuatkan oleh Taurāt yang turun kepada nabi Mūsā (Qs. 5:44). (Syekh Muhammad al-Ghazālī, al-Mahāwir al-Khamsah li al-Qur’ān al-Karīm (Damaskus: Dār al-Qalam, 1440 H/2019 M), 110).

Sekali lagi, tidak ada dasarnya bahwa Allah itu “beranak” (melahirkan) dan “diperanakkan” (dilahirkan). Ini bukan saja dalam keyakinan umat Islām, tapi juga dalam kekristenan awal.

Di dalam Bible juga tidak ditemukan bahwa Yesus itu “anak Tuhan”. Dalam Yohanes (17:3) Yesus mengakui demikian: “Inilah hidup yang kekal, yaitu supaya mereka mengenal Engkau, Allah yang Esa, dan Yesus Kristus yang telah Engkau suruhkan itu.”

Jika pun kaum Kristen mengklaim bahwa dalil Yesus dalam Bible sebagai “Anak Tuhan” ada dalam Matius (3:17): “Maka suatu suara dari langit mengatakan: “Inilah anakku yang kukasihi. Kepadanya aku berkenan.” Atau dalam Lukas (4:41), tidak sertama merta secara harfiah dimaknai bahwa memang demikian maksudnya. Karena akan berbenturan dengan Matius (5:9): “Berbahagialah segala orang yang mendamaikan orang, karena mereka itu akan disebut anak-anak Allah.” Kalau demikian, maka bukan Yesus saja yang dianggap sebagai “Anak Tuhan”.

Apa yang ditegaskan oleh Allah di dalam Sūrah al-Ikhlās sejatinya adalah pengembalian ulang keyakinan yang keliru ke pengkalnya. Ia bukan sekadar kritik, tapi juga penyadaran. Dan ini disebutkan juga dalam Perjanjian Lama (The Old Testament; al-‘Ahd al-Qadīm), dalam Kitab Ulangan (4:35): “Maka kepadamulah ia itu ditunjuk, supaya diketahui olehmu bahwa Tuhan itulah Allah, dan kecuali Tuhan yang Esa tiadalah yang lain lagi.”

Apa yang disebutkan dalam Perjanjian Lama juga ditegaskan di dalam Perjanjian Baru (The New Testament; al-‘Ahd al-Jadīd), dalam Markus (12:29): “Maka jawab Yesus kepadanya. Hukum yang utama ialah: Dengarlah olehmu hai Israil, adapun Allah kita, ialah Tuhan yang Esa.” Jika kembali lagi di cross-check ke Perjanjian Lama, maka akan ketemu Kitab Ulangan (6:4) yang berbunyi: “Dengarlah olehmu hai Israil, sesungguhnya Hua Allah kita, Hua itu Esa adanya.”

Dalam Bible: Anak Allah Banyak

Jika dalam ulasan sebelumnya dapat kita fahami dua hal penting: Allah itu Esa dan tidak punya maka, maka berikut ini akan ditegaskan ulang bahwa ternyata dalam Bible “Anak Allah” banyak. Bukan hanya Yesus. Sebelumnya sudah pula disebut bahwa “orang yang mendamaikan orang lain” disebut sebagai “Anak Allah”.

Dalam Kitab Keluaran (4:22) disebutkan bahwa Israil adalah anak laki-laki Allah, anak-Nya yang sulung; dalam Yeremia (31:9) disebutkan bahwa Afraim adalah ‘anak sulung Tuhan’. Ini artinya, “Anak Allah” atau “Anak Tuhan” bukanlah dalam makna harfiah. Ia adalah simbolik. Yaitu setiap orang yang dikasihi Tuhan. Bukan anak sebenarnya. Bukan anak secara biologis.

Sungguh, nabi-nabi dan rasul-rasul Allah itu, termasuk nabi ‘Īsā ‘alayhis-salām, menyampaikan bahwa Allah itu Esa, tidak ada Tuhan yang lain daripada-Nya. Itulah kesimpulan yang benar. Dia Esa. Tempat bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan, tidak seorang pun yang setara dengan-Nya.[]

Penulis buku “Teologi Islam vs Kristen” (2010)  dan “Pendeta Menghujat, Ustadz Meralat” (2015) 

HIDAYATULLAH

Barang-Barang yang Digunakan Nabi Ketika Tidur

Abdul Fattah As-Samman dalam buku Harta Nabi menjelaskan, Nabi Muhammad SAW menggunakan sejumlah barang yang difungsikan untuk tidur. Misalnya sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah, “Tempat Rasulullah biasa berbaring tidur terbuat dari tikar anyaman daun kurma,”.

Sedangkan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah, dia berkata, “Ketika aku berbaring bersama Rasulullah dalam satu selimut, tiba-tiba aku mengalami menstruasi. Sehingga aku pun keluar secara perlahan mengambil pakaian yang terkena darah haidku. Rasulullah bertanya kepadaku, ‘Apakah kamu sedang haid?’. Aku menjawab, ‘Ya’. Rasulullah kemudian memanggilku lalu aku berbaring lagi bersama beliau dalam satu selimut,”.

Dijelaskan pula bahwa tikar Nabi yang pada era sekarang barangkali menyerupai alas ranjang. Sedangkan alas ranjang mempunyai papan dan tiang penyangga. Muhammad bin Umar berkata, “Para sahabat kami berkumpul di Madinah. Mereka tidak berbeda pendapat mengenai ranjang Nabi bahwa papan-papannya dibeli Abdullah bin Ishaq Al-Ishaqi dari mawali Muawiyah bin Abu Sufyan. Dia membeli papan-papan ranjang Nabi seharga 4.000 dirham,”.

Diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah, dia berkata, “Kaum Quraisy di Makkah tidak ada yang lebih mereka senangi dari ruang ranjang untuk tidur. Tatkala Rasulullah hijrah ke Madinah dan singgah di rumah Abu Ayyub, beliau bersabda, ‘Wahai Abu Ayyub, apakah kamu tidak mempunyai ranjang?’, Abu Ayub berkata, ‘Demi Allah, aku tidak punya’.

Tatkala berita tersebut disampaikan kepada As’ad bin Zurarah, maka As’ad segera mengirim ke rumah Ayyub ranjang berpenyangga. KAyu penyangganya dari pohon jati dan bagian kepalanya dihias dengan gelang-gelang. Rasulullah tidur di atas ranjang tersebut, sampai beliau pindah ke rumah beliau sendiri, ranjang tersebut masih ada. Ranjang itu lalu diberikan padaku.

Rasulullah biasa tidur di atas ranjang itu sampai meninggal. Jasad beliau diletakkan di atasnya dan dishalati di atasnya. Manusia sering menggunakan ranjang tersebut untuk membawa mayit ke makam. Dengan ranjang itu pula, jasad Sayyidina Abu Bakar dan jasad Sayyidina Umar bin Khattab dibawa ke makam. Kaum Muslimin sering menggunakannya untuk mengantarkan jenazah ke keburnya, karena berharap mendapat berkah dari Allah dengannya,”.

Diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah, dia berkata, “Aku pernah tidur terlentang di kasur, lalu Rasulullah datang. Beliau mengambil tempat di tengah kasur kemudian shalat. Karena aku tidak senang tubuhku berada di arah kiblat menghalangi shalat beliau, maka aku beranjak dari arah kedua kaki kasur, hingga aku menarik selimutku,”.

Masih dari hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah, dia berkata, “Seorang perempuan dari Anshar bertamu ke rumahku, lalu dia melihat tikar Rasulullah terbuat dari daun kurma yang dapat dilipat. Maka dia bergegas keluar rumah lalu mengirim tikar berisi bulu domba. Ketika Rasulullah datang, maka beliau bertanya kepadaku, ‘Apakah ini, wahai Aisyah?’. Aku menjawab, ‘Wahai Rasulullah, tadi ada seorang perempuan Anshar datang kepadaku. Tatkala melihat tikar engkau, maka dia bergegas pergi lalu mengirimkan barang ini kepadaku’. 

Nabi kemudian bersabda, ‘Kembalikanlah ia, Wahai Aisyah. Demi Allah, seandainya aku menghendaki, niscaya Allah menjalankan bersamaku gunung dari emas dan perak’,”.

Dijelaskan bahwa barangkali penolakan tersebut kembali pada konsistensi Rasulullah yang ingin menjalani hidup dengan ubudiyah (peribadahan). Hadis tersebut juga membantah anggapan bahwa tikar yang dapat dilipat dan dibentangkan menunjukkan kondisi kehidupan Rasulullah adalah sempit dan fakir.

Barangkali, kata Abdul Fattah, Rasulullah memilih tikar tipe tersebut sebab mudah dilipat ketika hendak mendirikan shalat malam. Yang jelas, tikar itu bukanlah tikar kamar keluarga, dalam arti bukan tikar untuk tidur Rasulullah bersama istri beliau.

Hal ini bahkan lebih jelas tatkala hadis riwayat Ibnu Majah dibaca, berikut hadisnya dari Ibnu Umar yang berkata, “Ketika Nabi beriktikaf, maka beliau membentangkan tikar beliau, atau beliau membentangkan kasur di balik tiang,”.

IHRAM

10 Kunci Meraih Rasa Lapang Dada (Bag. 8)

Baca pembahasan sebelumnya pada artikel kami yang berjudul 10 Kunci Meraih Rasa Lapang Dada (Bag. 7).

Bismillah wal hamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Sebab kesepuluh, mengikuti nabi mulia Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sebaik-baiknya

Pada pembahasan yang telah lalu kita telah membahas 9 sebab untuk mendapatkan kelapangan dada, di mana kelapangan dada adalah tujuan yang sangat mulia. Dengannya kita bisa lebih menerima semua karunia yang telah Allah berikan dan membantu kita menjadi hamba yang lebih bersyukur. Allah Ta’ala berfirman,

وَاشْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Syukurilah nikmat Allah jika kalian benar-benar hanya beribadah pada-Nya” (QS. An-Nahl: 114).

Ayat di atas menjelaskan dengan jelas, bahwa bersyukur dan lapang dada dengan semua nikmat dan takdir yang telah Allah Ta’ala berikan kepada kita merupakan salah satu bukti keimanan dan ketauhidan kita kepada Allah. Sebalikannya, orang yang tidak lapang dada dan legowo, maka itu merupakan pertanda kurangnya keimanan kita, serta lemahnya keyakinan kita bahwa Allah lah satu-satunya Dzat yang berhak disembah.

Allah Ta’ala juga menjanjikan balasan istimewa bagi hamba-Nya yang bersyukur. Allah juga mengiringi ancaman bagi orang yang tidak bisa bersyukur. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Ingatlah tatkala Rabb kalian menetapkan, ‘Jika kalian bersyukur niscaya akan Ku tambah (nikmat-Ku) pada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat pedih’” (QS. Ibrahim: 7).

Mengikuti nabi mulia Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan kunci utama lapangnya dada

Mengikuti sunah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, berada di atas manhajnya yang lurus, mengikuti semua petunjuknya, merupakan sebab lapangnya dada. Bahkan hal tersebut merupakan rangkuman dari semua pembahasan mengenai sebab lapangnya dada. Kenapa? Karena apa yang kita lakukan ini adalah mencontoh orang yang paling lapang dadanya, paling mulia akhlaknya, paling bagus riwayat hidupannya, dan paling suci kepribadiannya. Allah Ta’ala berfirman,

اَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ

“Bukankah kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)? (QS. Al-Insyirah: 1).

Sebagai bentuk Allah Ta’ala melapangkan dada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan meluaskannya serta mengumpulkan semua keutamaan, kesempurnaan, adab-adab dengan segala bentuknya di dalam hatinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ

“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak” (HR Al-Baihaqi. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Sehingga semakin banyak seorang hamba mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, mengikuti petunjuknya yang mulia, maka ia akan mendapatkan yang sepantas dengannya dari kelapangan dada, rileksnya pikiran, dan tenangnya hati.

Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata,

“Maksudnya adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan makhluk yang paling sempurna. Hal itu dikarenakan Rasulullah memiliki sifat dada yang lapang, hati yang luas, dan penyejuk mata, serta apa-apa yang beliau dapatkan secara khusus.

Sejauh mana seseorang mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam secara sempurna, sejauh itu pula ia meraih kelapangan, kelezatan, dan sejuknya mata. Hal itu dikarenakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang memiliki kedudukan dan keluasan dada paling tinggi, namanya sering disebut, dan beratnya timbangan beliau di akhirat kelak. Seberapa besar balasan yang didapatkan oleh pengikutinya, sebesar apa ia mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sesungguhnya Allah-lah sebaik-baik penolong.

Salah satu keutamaan orang yang mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penjagaan dan perlindungan dari Allah untuk mereka. Selain itu, mereka mendapatkan kemuliaan dan pertolongan dari-Nya, sesuai dengan porsi dan besarnya ia mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Bagi mereka yang telah Allah Ta’ala berikan kebaikan, maka ia harus memuji Allah Ta’ala. Barang siapa yang mendapatkan selain hal itu, maka tidak ada yang bisa ia salahkan kecuali dirinya sendiri.”

Lalu bagaimana cara kita mengikuti sunah-sunah Rasulullah di kehidupan sehari-hari? Sehingga dengan melakukan hal tersebut, kita memperoleh kelapangan dada serta tenangnya pikiran?

Beberapa sunah Nabi Muhammad di kehidupan sehari-hari

Terdapat banyak sekali sunah-sunah Rasulullah yang bisa kita praktikkan sehari-hari, yang mana beberapa diantaranya sering kali dilupakan oleh seorang muslim, diantara sunah-sunah tersebut adalah:

1. Membaca zikir pagi, seperti membaca ayat kursi, surat Al-Ikhlas, Al-Muawwidzatain (surat Al-Falaq dan An-Naas), dan lain sebagainya;

2. Memperhatikan adab-adab saat berjumpa dengan sesama muslim, seperti mengucapkan salam, tersenyum, dan berjabat tangan;

3. Memperhatikan adab-adab makan, seperti membaca doa sebelum makan, memakan dengan tangan kanan, mengambil makanan yang dekat dengannya, makan menggunakan tiga jari, dan menjilat sisa-sisa makanan yang berada di jari jemarinya;

4. Mengerjakan salat sunah nawafil di rumah, berdasarkan hadis nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

فإنَّ خَيْرَ صَلَاةِ المَرْءِ في بَيْتِهِ إلَّا الصَّلَاةَ المَكْتوبة

“Sebaik-baik salat seorang hamba adalah di rumahnya, kecuali salat wajib lima waktu” (HR. Bukhari).

5. Mengerjakan sunah-sunah tidur, seperti membaca ayat kursi, tidur dalam keadaan suci, bertumpu dengan badan bagian kanannya/miring ke kanan, membersihkan kasur sebelum tidur, dan meletakkan telapak tangan kanan di bawah pipi kanan;

6. Memperaktekkan sunah-sunah mengenakan pakaian, seperti memulai menggunakan sepatu/sandal sebelah kanan terlebih dahulu, melepas sepatu/sandal sebelah kiri terlebih dahulu, tidak menggunakan sepatu/sandal satu sisi saja (kanan atau kiri), menggunakan baju yang berwarna putih, dan memulai sisi kanan terlebih dahulu ketika menyisir;

7. Mempraktekkan sunah-sunah saat bersin dan menguap, seperti mengucapkan, “Alhamdulilah” setelah bersin, lalu orang yang mendengarnya mengucapkan, “Yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu)” , lalu orang yang bersin menjawab kembali, “Yahdikumullah wa yuslihu baalakum (semoga Allah memberimu hidayah dan memperbaiki keadaan kalian).” Sedangkan sunah ketika menguap adalah sebisa mungkin menahannya atau menutupknya dengan tangan, sehingga mulutnya tidak sampai tampak terbuka lebar.

Baca Juga: Mengamalkan Sunnah Nabi ketika Banyak yang Meninggalkannya

Keutamaan yang kita peroleh saat mengikuti sunah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam

1. Meraih kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan akhirat, dikarenakan apa yang kita lakukan itu menyebarkan kemuliaan dan memerangi kebatilan serta kekejian;

2. Mendapatkan pengawasan Allah Ta’ala serta terkabulnya doa kita;

3. Menutup kekurangan dan ketidaksempurnaan kita saat mengerjakan ibadah wajib dan menjauhi jalan-jalan yang menghantarkan kepada kesesatan;

4. Sebab hidupnya hati dan lapangnya dada;

5. Meraih cinta dan rida Allah Ta’ala.

Syekh menutup pembahasan 10 sebab meraih lapang dada ini dengan doa, “Ya Allah, lapangkanlah dada kami, mudahkanlah urusan kami. Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan iman, dan jadikan kami hamba-hamba-Mu yang mendapatkan petunjuk. Mudahkanlah kami di dalam menempuh jalan yang lurus ini, jalannya orang-orang yang engkau berikan rezeki, baik para nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang syahid, serta orang-orang saleh. Sungguh mereka adalah sebaik-baik sahabat dan teman perjalanan. Sungguh Engkau Maha Mendengar semua doa kami. Tempat berlabuhnya semua keinginan. Engkaulah satu-satunya penolong kami.”

Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam, selawat dan salam teruntuk baginda kita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasalam, beserta keluarga, dan sahabatnya.

[Selesai]

 ***

Penulis: Muhammad Idris

Artikel: Muslim.or.id

Referensi:

Asyartu Asbabin Linsyirahi As-sadr (10 Sebab Memperoleh Rasa Lapang Dada) karya Syekh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin Al-Badr Hafidzhohullah dengan beberapa perubahan.

Sumber: https://muslim.or.id/71218-sepuluh-kunci-meraih-rasa-lapang-dada-bag-8.html

Ucapan Selamat Natal, Ulama Dahulu dan Sekarang

Coba kita lihat hari ini, banyak yang disebut ustadz/ustadzah di TV ucapin selamat natal dan katakan ini khilaf, ada perselisihan di antara para ulama.

Coba bandingkan saja keilmuan dan kewara’an ulama dahulu dan ulama saat ini. Yang disebut ulama di masa kini, mereka berkata bahwa dalam ucapan selamat natal bagi musim terdapat khilaf (ada beda pendapat). Namun ulama di masa silam katakan tidak ada beda pendapat sama sekali atau itu adalah Ijma’ (kesepakatan ulama).

Coba lihat saja perkataan Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah,

“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.”

Bahkan jauh-jauh hari saja para sahabat Nabi sudah katakan jauhilah perayaan non-muslim, bukan malah dekati.

Umar berkata,

اجتنبوا أعداء الله في أعيادهم

“Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqoha dalam kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم

“Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.”

Yang disebut ulama saat ini malah ada yang turut masuk gereja untuk merayakan natal dan ucapkan selamat natal.

Kami lebih tentram dengan pendapat ulama masa silam. Mereka berpendapat di atas ilmu, di atas kewara’an dan bukan ingin cari simpati orang. Kalau mau bandingkan ilmunya pun bagaikan langit dan …. .

Tapi itulah musibah di akhir zaman, banyak muncul ustadz-ustadz selebriti yang asal berfatwa.

Hamdun bin Ahmad pernah ditanya, ” Mengapa ucapan ulama salaf lebih berkesan dibanding ucapan kita?” Jawabnya,

لأنهم تكلموالعز الإسلام ونجاة النفوس ورضا الرحمن ، ونحن نتكلم لعزالنفوس وطلب الدنيا ورضا الخلق

“Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa manusia dan keridhaan Ar-Rahman. Sedangkan kita berbicara untuk kemuliaan diri sendiri, mencari dunia dan keridhaan manusia.” (Shifatush Shafwah, 4: 122)

Al Hasan Al Bashri mengatakan,

إنما الفقيه من يخشى الله

“Orang yang faqih (berilmu) adalah yang takut pada Allah.” Dinukil dari Talbisul Iblis karya Ibnul Jauzi. Cukup nasehat ini menjadi isyarat bagi kita manakah orang yang berilmu dan manakah orang yang cuma cari kemasyhuran dan ketenaran.

Wallahu waliyyut taufiq.

Disusun di pagi di Panggang, Gunungkidul, 22 Safar 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber: https://muslim.or.id/19376-ucapan-selamat-natal-ulama-dahulu-dan-sekarang.html

Surat Maryam Ayat 33 Apakah Dalil Bolehnya Ucapan Selamat Natal?

Mengucapkan selamat Natal kepada kaum Nasrani adalah sebuah kesalahan dan merupakan perbuatan yang terlarang dengan kata sepakat dari para ulama. Karena hari Natal dan juga keyakinan-keyakinan yang terkait dengannya, yaitu bahwa Isa ‘alaihissalam adalah anak Tuhan, bahwa ia adalah salah satu tiga Tuhan, bahwa ia disalib selama dua hari dua malam, dan sebagainya adalah hal-hal yang sangat bertentangan dengan akidah Islam. Maka bagaimana mungkin kita ucapkan selamat atas hal itu?

Namun sebagian orang yang dengan hawa nafsunya berpendapat bahwa boleh mengucapkan selamat Natal, mereka beralasan dengan satu ayat dalam surat Maryam. Yaitu ayat:

وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa ‘alaihissalam), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (QS. Maryam: 33).

Sehingga mereka mengatakan boleh mengucapkan selamat Natal asalkan ucapan selamat tersebut diniatkan untuk Nabi Isa, atau ucapan semisal. Benarkah alasan ini?

Tafsiran para ulama

Mari kita lihat pemahaman para ahli tafsir mengenai ayat ini:

  • Imam Ath Thabari menjelaskan: “Maksud salam dalam ayat ini adalah keamanan dari Allah terhadap gangguan setan dan tentaranya pada hari beliau (Nabi Isa) dilahirkan yang hal ini tidak didapatkan orang lain selain beliau. Juga keselamatan dari celaan terhadapnya selama hidupnya. Juga keselamatan dari rasa sakit ketika menghadapi kematian. Juga keselamatan dari kepanikan dan kebingungan ketika dibangkitkan pada hari kiamat sementara orang-orang lain mengalami hal tersebut ketika melihat keadaan yang mengerikan pada hari itu” (Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an, 18/193).
  • Al Qurthubi menjelaskan: “[Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku] maksudnya keselamatan dari Allah kepadaku -Isa-. [pada hari aku dilahirkan] yaitu ketika di dunia (dari gangguan setan, ini pendapat sebagian ulama, sebagaimana di surat Al Imran). [pada hari aku meninggal] maksudnya di alam kubur. [dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali] maksudnya di akhirat. karena beliau pasti akan melewati tiga fase ini, yaitu hidup di dunia, mati di alam kubur, lalu dibangkitkan lagi menuju akhirat. Dan Allah memberikan keselamatan kepada beliau di semua fase ini, demikian yang dikemukakan oleh Al Kalbi” (Al Jami Li Ahkamil Qur’an, 11/105).
  • Dalam Tafsir Al Jalalain (1/399) disebutkan: “[Dan keselamatan] dari Allah [semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali]”.
  • Al Baghawi menjelaskan: “[Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan] maksudnya keselamatan dari gangguan setan ketika beliau lahir. [pada hari aku meninggal] maksudnya keselamatan dari syirik ketika beliau wafat. [dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali] yaitu keselamatan dari rasa panik” (Ma’alimut Tanzil Fi Tafsiril Qur’an, 5/231).
  • As Sa’di menjelaskan: “Maksudnya, atas karunia dan kemuliaan Rabb-nya, beliau dilimpahkan keselamatan pada hari dilahirkan, pada hari diwafatkan, pada hari dibangkitkan dari kejelekan, dari gangguan setan dan dari dosa. Ini berkonsekuensi beliau juga selamat dari kepanikan menghadapi kematian, selamat dari sumber kemaksiatan, dan beliau termasuk dalam daarus salam. Ini adalah mu’jizat yang agung dan bukti yang jelas bahwa beliau adalah Rasul Allah, hamba Allah yang sejati” (Taisir Kariimirrahman, 1/492).

Dan yang paling istimewa adalah penjelasan Ibnu Katsir tentang ayat ini. Beliau menjelaskan: “Dalam ayat ini ada penetapan ubudiyah Isa kepada Allah, yaitu bahwa ia adalah makhluk Allah yang hidup dan bisa mati dan beliau juga akan dibangkitkan kelak sebagaimana makhluk yang lain. Namun Allah memberikan keselamatan kepada beliau pada kondisi-kondisi tadi (dihidupkan, dimatikan, dibangkitkan) yang merupakan kondisi-kondisi paling sulit bagi para hamba. Semoga keselamatan senantiasa terlimpah kepada beliau” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 5-230).

Demikianlah penjelasan para ahli tafsir, yang semuanya menjelaskan makna yang sama garis besarnya. Tidak ada dari mereka yang memahami ayat ini sebagai dari bolehnya mengucapkan selamat kepada hari raya orang nasrani apalagi memahami bahwa ayat ini dalil disyariatkannya memperingati hari lahir Nabi Isa ‘alaihis salam.

Sanggahan

Oleh karena itu, kepada orang yang mengatakan bolehnya ucapan selamat natal atau bolehnya natalan dengan ayat ini, kita katakan:

Pertama: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menerima ayat ini dari Allah tidak pernah memahami bahwa ayat ini membolehkan ucapkan selamat kepada hari raya orang nasrani atau bolehnya merayakan hari lahir Nabi Isa ‘alahissalam. Dan beliau juga tidak pernah melakukannya, padahal ada kaum Nasrani yang hidup di masa beliau. Namun tidak pernah diriwayatkan beliau Shallallahu’alaihi Wasallam mengucapkan atau mengirim ucapan selamat natal kepada mereka.

Kedua: para sahabat Nabi ridwanullah ‘alaihim, generasi terbaik umat Islam, yang ada ketika Nabi menerima ayat ini dari Allah, mereka memahami isi dan penerapan ayat ini, pun tidak pernah mengucapkan selamat natal kepada kaum Nasrani. Bahkan Umar bin Khathab radhiallahu’anhu mengatakan:

أَعْدَاءَ اللَّهِ ؛ الْيَهُودَ , وَالنَّصَارَى ، فِي عِيدِهِمْ يَوْمَ جَمْعِهِمْ , فَإِنَّ السَّخَطَ يَنْزِلُ عَلَيْهِمْ , فَأَخْشَى أَنْ يُصِيبَكُمْ

“jauhilah perayaan-perayaan kaum musuh Allah yaitu Yahudi dan Nasrani. Karena kemurkaan Allah turun atas mereka ketika itu, maka aku khawatir kemurkaan tersebut akan menimpa kalian” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, sanadnya hasan).

Ketiga: Ayat ini bukti penetapan ubudiyah Isa ‘alaihis salam kepada Allah sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir. Karena beliau hidup sebagaimana manusia biasa, bisa mati, dan akan dibangkitkan pula di hari kiamat sebagaimana makhluk yang lain. Dan beliau mengharap serta mendapat keselamatan semata-mata hanya dari Allah Ta’ala. Ini semua bukti bahwa beliau adalah hamba Allah, tidak berhak disembah. Sehingga ayat ini justru bertentangan dengan esensi ucapan selamat natal dan ritual natalan itu sendiri, yang merupakan ritual penghambaan dan penyembahan terhadap Isa ‘alaihissalam. Jadi tidak mungkin ayat ini menjadi dalil ucapan selamat natal atau natalan.

Keempat: ulama menafsirkan السَّلامُ (as salaam) di sini maknanya adalah ‘keselamatan dari Allah‘, bukan ucapan selamat. Andai kita terima bahwa السَّلامُ (as salaam) di sini maknanya adalah ucapan selamat, lalu kepada siapa ucapan selamatnya? Ayat menyebutkan السَّلامُ عَلَيَّ ‘as salaam alayya (kepadaku)’, berarti ucapan selamat seharusnya kepada Nabi Isa ‘alaihissalam. Bukan kepada orang Nasrani. Dan andai kita ingin mendoakan keselamatan kepada Nabi Isa ‘alaihissalam, maka waktunya luas, bisa kapan saja dan di mana saja tanpa harus dikhususkan pada perayaan Natal dan di depan orang Nasrani.

Kelima: jika ada yang mengatakan “biarlah mereka memahami bahwa kita mengucapkan selamat Natal kepada mereka, namun niat kita di dalam hati ingin mendoakan Nabi Isa“. Maka kita katakan:

  1. Ini adalah tauriyah. Tauriyah adalah seseorang meniatkan perkataannya berbeda dengan ucapan zahirnya. Kata para ulama tauriyah itu termasuk dusta, dibolehkan jika ada kebutuhan dan tidak mengandung kezaliman. Sedangkan dalam kasus ini tidak ada kebutuhan bagi seorang Muslim untuk mengucapkan selamat Natal dan juga terdapat kezaliman di dalamnya. Karena kezaliman yang terbesar adalah mempersekutukan Allah dengan makhluk-Nya.
  2. Dengan melakukan tauriyah demikian, maka di dalam anggapan orang Nasrani, Muslim yang mengucapkan selamat natal telah menyetujui esensi dari perayaan natal dan akidah-akidah yang batil di dalamnya.

Keenam: andai kita terima “tafsiran” mereka bahwa dari ayat ini dibolehkan mengucapkan selamat natal pada hari lahir Nabi Isa. Maka pertanyaannya adalah, mana bukti otentik bahwa Nabi Isa lahir tanggal 25 Desember?? Para ahli perbandingan agama menyatakan tidak ada bukti otentik dan dalil landasan bahwa perayaan hari lahir Isa ‘alaihissalam adalah tanggal 25 Desember.

Andrew McGowan, seorang pendeta Nasrani dekan di Yale Divinity School, dalam tulisan ilmiah berjudul “How December 25 Became Christmas” mengatakan: “Celebrations of Jesus’ Nativity are not mentioned in the Gospels or Acts; the date is not given, not even the time of year. The biblical reference to shepherds tending their flocks at night when they hear the news of Jesus’ birth (Luke 2:8) might suggest the spring lambing season; in the cold month of December … The extrabiblical evidence from the first and second century is equally spare: There is no mention of birth celebrations in the writings of early Christian writers such as Irenaeus (c. 130–200) or Tertullian (c. 160–225)

Artinya: “Perayaan kelahiran Yesus tidak disebutkan di dalam kitab Gospel dan kitab Acts. Tidak ada tanggal yang disebutkan di situ, bahkan tahun lahir saja tidak ada. Referensi yang ada adalah mengenai pengembala yang mengembalakan ternak mereka di malam hari ketika mereka mendengar Yesus lahir (Luke 2:8), ini mungkin menjadi ide awal dimunculkannya sangkaan waktu musim semi masa-masa beternak kambing di bulan Desember… Dan bukti-bukti di luar injil di abad pertama dan kedua menyimpulkan hal yang serupa: bahwa tidak disebutkan mengenai perayaan kelahiran dari tulisan-tulisan para penulis kristen terdahulu seperti Irenaus (130-220M) atau Tertullian (160-225M)”

Beliau juga mengatakan sebagai kesimpulan tulisannya: “In the end we are left with a question: How did December 25 become Christmas? We cannot be entirely sure. Elements of the festival that developed from the fourth century until modern times may well derive from pagan traditions. Yet the actual date might really derive more from Judaism“.

Artinya: “Akhir kata, kita masih meninggalkan pertanyaan: mengapa tanggal 25 Desember bisa menjadi hati perayaan natal? Kita belum yakin secara pasti. Elemen dari festival yang berkembang mulai dari abad ke 4 hingga sekarang bisa jadi merupakan turunan dari tradisi kaum pagan. Bahkan yang ada pada masa ini bisa jadi merupakan turunan dari tradisi Judaisme (Yahudi)” [1. Dari web http://www.biblicalarchaeology.org/daily/biblical-topics/new-testament/how-december-25-became-christmas/].

Jadi perayaan ini sebenarnya tidak ada asalnya! Nabi Isa ‘alaihissalam pun ternyata tidak pernah memerintahkan umatnya untuk mengadakan ritual demikian. Mengapa sebagian kaum muslimin malah membela bahwa ritual natalan itu ada dalilnya dari Al Qur’an, dengan pendalilan yang terlalu memaksakan diri?

Penutup

Pembahasan ini semata-mata dalam rangka nasehat kepada saudara sesama muslim. Kami meyakini sebagai muslim harus berakhlak mulia bahkan kepada non-muslim. Dan untuk berakhlak yang baik itu tidak harus dengan ikut-ikut mengucapkan selamat natal atau selamat pada hari raya mereka yang lain. Akhlak yang baik dengan berkata yang baik, lemah lembut, tidak menzhalimi mereka, tidak mengganggu mereka, menunaikan hak-hak tetangga jika mereka jadi tetangga kita, bermuamalah dengan profesional dalam pekerjaan, dll. Karena harapan kita, mereka mendapatkan hidayah untuk memeluk Islam. Dengan ikut mengucapkan selamat natal, justru membuat mereka bangga dan nyaman akan agama mereka karena kita pun jadi dianggap ridha dan fine-fine saja terhadap agama dan keyakinan kufur mereka.

Wabillahi at taufiq was sadaad.

***

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/29156-surat-maryam-ayat-33-apakah-dalil-bolehnya-ucapan-selamat-natal.html

12 Cara Berbakti kepada Orang Tua

Berbakti kepada kedua orang tua bisa dilakukan dengan berbagai cara. Sebagai anak, tentunya sudah menjadi kewajiban kita agar berusaha sebaik mungkin memperlakukan orang tua kita dengan baik.

12 Cara Berbakti kepada Orang Tua

Seperti diketahui, orang tua kita pun sangat memperlakukan kita dengan baik bahkan saat kita masih dalam kandungan.

Mereka melakukan itu semua karena kasih sayang yang mereka miliki dan dilimpahkan untuk kita.

Oleh sebab itu, berbakti kepada kedua orang tua bukan sekadar karena diperintah oleh agama, melainkan sebagai wujud kasih sayang kita juga kepada kedua orang tua.

Insya Allah hidup jauh lebih indah ketika orang tua dan anak saling memberi kasih sayang.

Dikutip dari Alfahmu.id, website resmi Ustaz Farid Nu’man, setidaknya ada 12 hak orang tua dari anaknya. Dalam hal ini, kita juga bisa mengibaratkan sebagai cara berbakti kepada kedua orang tua.

1. Mentaatinya dalam hal kebaikan dan menjauhi larangannya

2. Berbuat baik kepadanya

3. Merendahkan diri di hadapannya

4. Menyambut panggilannya

5. Tidak menghardiknya atau berkata keras

6. Mendahulukan hak ibu dibanding ayah

7. Penuh adab saat bersamanya baik duduk, diri, atau jalan

8. Menyayangi mereka

9. Mendoakannya

10. Jangan berdebat dengannya

11. Menyantuni mereka saat mereka sudah tidak produktif

12. Merawat mereka di masa tuanya

Sahabat Muslim, 12 cara di atas bisa terbilang cukup ringan dan mudah dibanding orang tua kita yang mulai merawat kita dari dalam kandungan sampai hidup belasan atau puluhan tahun seperti sekarang ini.

Jadi, jangan ragu untuk menerapkan cara-cara di atas, ya Sahabat Muslim. Semoga kita semua bisa membahagiakan orang tua kita dengan terus berbakti kepadanya. [Cms]

CHANEL MUSLIM

Ibu, Pekerjaan Rumah Tangga Membuatmu Lelah, Jangan Lupakan Membaca Ini!

Pepatah mengatakan bahwa seorang istri dan ibu rumah tangga akan bangun paling pagi dan tidur paling malam.

Hal tersebut berarti,  seorang ibu jam kerjanya lebih panjang dari anggota keluarga yang lain. Mungkin terlihat sepele dan tak menghasilkan,  namun seorang ibu tidak hanya lelah secara fisik namun kadang juga psikis.

Membersihkan rumah,  mencuci pakaian dan merapikannya,  memasak,  menjaga anak-anak dan mendidiknya, mengajak bermain semua harus dilakukan setiap hari.

Lelah? Tentu,  terlebih jika anak-anak masih kecil dan tengah masanya berekspolarasi dengan lingkungannya. Rumah yang baru dibersihkan,  tak akan bertahan lama,  lima menit saja rumah kan kembali seperti kapal pecah.

Saat rasanya ingin istirahat, anak bisa saja meminta ini dan itu yang kadang menimbulkan emosi.

Memiliki asisten rumah tangga menjadi salah satu pilihan, bagi mereka yang mampu. Tetapi terkadang memiliki asisten tidak banyak membantu dan malah menimbulkan masalah baru.

Tak jarang asisten rumah tangga memiliki berbagai karakteristik yang bisa jadi tak sesuai dengan apa yang diharapkan keluarga.

Atau jika asisten rumah tangga masih sangat belia, banyak sekali yang harus diajarkan dan belum lagi misalnya asisten belum memahami mengenai aurat dan mahram, ini tentu akan menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi keluarga muslim.

Ibu, Pekerjaan Rumah Tangga Membuatmu Lelah, Jangan Lupakan Membaca Ini!

Kelelahan dalam pekerjaan rumah tangga pernah juga dikeluhkan oleh putri Rasulullah Fatimah. Mari simak bagaimana Ali bin Abi Thalib menuturkan kisahnya. Ali menuturkan bahwa Fatimah pernah mengeluh kepadanya. Ia merasa bahwa pekerjaan menggiling gandum dengan batu demikian berat baginya. Suatu ketika, Fatimah mendengar bahwa Rasulullah mendapat seorang budak. Fatimah pun mendatangi rumah ayahnya dalam rangka meminta budak tadi sebagai pembantu baginya. Akan tetapi, Rasulullah sedang tidak ada di rumah. Fatimah lantas mendatangi Ummul Mukminin Aisyah dan menyampaikan hajatnya.

Ketika Rasulullah berada di rumah Aisyah, ia menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah. Rasulullah lantas mendatangi kami (Ali dan Fatimah) saat kami telah berbaring di tempat tidur.

Mulanya, kami hendak bangun untuk menghampiri beliau, namun beliau menyuruh kami tetap berada di tempat.

Maukah kutunjukkan kalian kepada sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta?” tanya beliau.

Jika kalian berbaring di atas tempat tidur, maka ucapkanlah takbir (Allahu akbar) 34 kali, tahmid (alhamdulillah) 33 kali, dan tasbih (subhanallah) 33 kali. Itulah yang lebih baik bagi kalian daripada pembantu yang kalian minta.” lanjut Nabi (HR. Bukhari dan Muslim).

Semenjak mendengar petuah Rasulullah tadi, Ali tak pernah lalai meninggalkan wirid tadi. Ia selalu membacanya, bahkan di malam perang Shiffin; sebagaimana yang disebutkan dalam salah satu riwayat Imam Bukhari.

Tahukah kamu, apa yang sebenarnya dikeluhkan oleh Fatimah? Beliau mengeluh karena kedua tangannya bengkak akibat terlalu sering memutar batu penggiling gandum yang demikian berat.

Subhanallah, ternyata putri tercinta Rasulullah demikian berat ujiannya. Pun begitu, beliau tak segera memenuhi keinginan puterinya tadi.

Namun beliau mengajarkan sesuatu yang lebih bermanfaat baginya dari seorang pembantu. Sesuatu yang menjadikannya semakin dekat dan bertawakkal kepada Allah. Itulah wirid pelepas lelah.

Mengapa wirid tadi lebih baik dari pembantu? Menurut al-Hafizh Badruddien al-‘Aini, alasannya ialah karena wirid berkaitan dengan akhirat, sedangkan pembantu berkaitan dengan dunia.

Dan tentunya, akhirat lebih kekal dan lebih afdhal dari dunia. Atau, boleh jadi maksudnya ialah bahwa dengan merutinkan bacaan wirid tadi, keduanya akan mendapat kekuatan lebih besar untuk melakukan berbagai pekerjaan; melebihi kekuatan seorang pembantu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga berpendapat senada. Menurut beliau, siapa yang rajin membaca wirid tadi di waktu malam, niscaya tidak akan kelelahan.

Alasannya karena Fatimah mengeluh kecapaian kepada Rasulullah, lalu Rasulullah mengarahkannya agar membaca wirid tadi.

Akan tetapi, menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, penafsirannya tidak harus seperti itu. Hadis ini tidak berarti bahwa rasa lelah pasti hilang bila seseorang rutin membacanya.

Namun boleh jadi maksudnya ialah bila seseorang rutin mengamalkannya, maka ia tidak akan terkena madharat walaupun banyak bekerja. Pekerjaan itu juga takkan terasa berat walaupun ia merasa lelah karenanya.

Hadis ini juga bisa berarti bahwa orang yang membaca wirid tadi, kelak akan bangun pagi dalam keadaan segar-bugar dan penuh semangat.

Tentunya, ini lebih baik daripada menyewa pembantu yang meringankan pekerjaan, namun tidak menjadikan badan segar-bugar.

Nah, inilah salah satu solusi penghilang lelah yang mendatangkan pahala.

Tentunya jika kita mampu untuk membayar khadimat (asisten rumah tangga)  dan mendapatkan khadimat yang amanah, Islam pun tak melarangnya karena bisa manjadi bagian dari ta’awwun (saling tolong menolong).

Jangan lupa untuk selalu membaca dzikir pelepas lelah ini wahai para ibu. [w/ind]

Sumber: https://konsultasisyariah.com/15007-dzikir-pelepas-lelah.html

CHANEL MUSLIM

Muliakan Ibumu

Selama ibu kita masih hidup, muliakanlah, bahagiakan hatinya.

Manusia terbentuk dalam balutan kehangatan rahim seorang ibu. Mulai dari pembuahan sel sperma bertemu ovum yang menjadi segumpal darah, lalu membentuk daging berupa organ anatomi manusia dan berkembang menjadi kerangka tulang belulang yang dibungkus kembali dengan daging.

Demikianlah proses ini menjadi kesatuan fisik dalam wujud bayi. Mahasuci Allah atas segala ciptaan-Nya (QS al-Mukminun: 12-14).

Dalam Alquran, kata “rahim” disebut dengan qararin makin, yaitu tempat yang kokoh. Allah titipkan rahim itu dalam tubuh seorang wanita. Sejatinya organ reproduksi merupakan tempat yang kokoh yang mampu menampung proses terbentuknya manusia sampai sempurna dilahirkan ke muka bumi dengan berat bayi di atas dua sampai empat kilogram atau lebih, ditambah dengan berat plasenta dan air ketuban yang ditampungnya sampai waktu yang Allah tentukan kelahirannya mulai tujuh sampai sembilan bulan (QS al-Mursalat: 21-23).

Pada masa kehamilan ini hanya seorang ibu yang dapat merasakan lelah dan sakitnya. Peran wanita yang tak bisa digantikan oleh seorang laki-laki selain mengandung, yaitu melahirkan dan menyusui. Tiga proses beruntun ini adalah masa-masa kepayahan seorang wanita yang bergelar ibu.

Allah gambarkan lemah dan lelah seorang ibu dalam Alquran, “Dan Kami perintahkan kepada manusia agar (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku kembalimu.” (QS Luqman: 14). 

Masa kepayahan seorang ibu melewati fase mengandung selama sembilan bulan, melahirkan dengan pertaruhan nyawanya, juga masa menyusui selama dua tahun. Masa kelekatan seorang anak dengan ibunya yang tak bisa lepas.

Sifat ar-Rahim-Nya, Maha Penyayang-Nya yang Allah titipkan dalam bentuk wujud seorang ibu. Ketika dirinya dan janin di kandungannya dalam satu tubuh, ketika ia meringis kesakitan melahirkan, dan ketika air susunya mengalir menjadi darah daging di tubuh seorang anak, begitu banyak titipan Sang Maha Penyayang yang dititipkan dalam sosok seorang ibu.

Maka ketika seorang sahabat bertanya pada Rasul, “Ya Rasulullah siapakah orang yang paling berhak saya hormati di dunia ini?” Rasulullah menjawab, “Ibumu, ibumu, ibumu, lalu ayahmu.” (HR at-Tirmidzi No 1.897).

Teringat kisah Khalifah Umar bin Khattab yang diamanahkan Rasulullah SAW untuk meminta doa kepada seseorang yang dijamin mustajab doanya. Beliau orang biasa yang tak dikenal di bumi tapi masyhur di langit.

Adalah Uwais al-Qarni, seorang penggembala kambing miskin yang tinggal berdua dengan ibunya. Dengan kesabarannya ia merawat ibunya sampai wafat. Bahkan, Uwais rela menggendong ibunda yang tua renta menunaikan ibadah haji dari negeri Yaman ke Makkah al-Mukarramah. Betapa mulia baktinya pada seorang ibu.

Oleh karena itu, hidup di dunia yang singkat ini, selama ibu kita masih hidup, muliakanlah, bahagiakan hatinya, jenguk dan kabulkan keinginannya selama bukan maksiat. Sebab, ridha Allah bergantung pada ridha orang tua, pun surga-Nya berada di bawah telapak kaki ibu.

Wallahu a’lam.

OLEH KURNIA NINGSIH

REPUBLIKA ID

Kiat Makan Bersama di Masa Pandemi

Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes Provinsi DKI Jakarta, dr. Ngabila Salama, MKM memberikan kiat kepada masyarakat yang ingin makan bersama di masa pandemi Covid-19.

“Kalau mau makan bersama lepas maksernya bergantian. Kita tetap bisa bercengkerama dengan teman. Saat teman makan, kita bisa pakai masker (bergantian),” kata dia dalam acara daring kesehatan, Senin (13/12).

Ngabila menyarankan orang-orang tetap meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap risiko terkena Covid-19 antara lain dengan menerapkan protokol kesehatan 6M yang meliputi mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitasi dan menghindari makan bersama.

“Menjaga ventilasi, durasi, jarak karena Covid-19 bisa menular secara airborne, lokasi indoor itu menjadi potensi yang cukup besar. Tetapi kita bisa mengantisipasinya dengan 6M,” tutur dia.

Ngabila juga mengingatkan pentingnya mendapatkan vaksinasi bagi mereka yang belum divaksinasi. Saat ini, berbagai merek vaksin yang tersedia aman digunakan termasuk untuk mereka dengan kondisi medis tertentu seperti autoimun. Walau begitu, orang-orang ini tetap disarankan berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan persetujuan agar segera bisa divaksinasi.

“Tetapi harus dibuat terkontrol, tidak ada gejala dulu, tidak muncul reaksi dulu sehingga memang dipastikan lebih aman. Atau dilakukan vaksinasi di tempat yang punya fasilitas emergency yang baik misalnya di rumah sakit,” kata dia.

Terkait makan bersama pada masa pandemi, Ketua departemen kedokteran penyakit menular di Mount Sinai South Nassau di Oceanside, New York Aaron E. Glatt, MD mengatakan, masalah terbesar berkumpul untuk makan yakni setiap orang harus melepas masker mereka. Selain itu, percakapan yang biasanya menyertai makan dapat dengan mudah menyebarkan virus corona ke udara.

Asosiasi medis di The Texas, seperti dikutip dari Everyday Health, menyatakan makan di dalam restoran masuk kategori risiko sedang-tinggi Covid-19, dan makan malam di rumah atau menghadiri barbekyu di luar ruangan termasuk risiko sedang.

IHRAM

Panduan Melakukan Ibadah Umroh

Umroh disebut juga sebagai haji kecil. Ibadah ini melibut serangkaian ritual seperti ihram, tawaf, sa’i, dan mencukur atau memotong rambut.

Dilansir di About Islam, ada empat ritual utama umroh. Berikut panduan dan empat ibadah tersebut.

1. Ihram

Langkah pertama dalam umroh adalah mengenakan pakaian ihram dan niat umroh. Setelah niat ihram, luangkan waktu untuk mengingat Allah, membaca Alquran, dan berdoa. Dianjurkan juga untuk sering melantunkan talbiyah.

Kata-kata Talbiyah yang dapat dibaca:

Labbaika Allahumma labbaik. Labbaika la shariika laka labbaik. Inna al-hamda wa-n-ni`mata laka wal-mulk. La shariika lak.

Artinya: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”

Jamaah haji laki-laki dianjurkan meninggikan suara mereka ketika mengulangi kata-kata talbiyah. Laki-laki dan perempuan mengulangi talbiyah sampai mereka memulai tawaf.

2. Tawaf

Ritual pertama yang dilakukan setelah tiba di Makkah adalah tawaf. Dibolehkan beristirahat sebelum pergi tawaf jika Anda merasa lelah.

Ketika mencapai Makkah, tinggalkan bagasi Anda di hotel atau di tempat yang aman. Persiapkan diri Anda untuk tawaf dengan melakukan ghusl (mandi ritual), jika memungkinkan, atau setidaknya wudhu.

Ulama memiliki dua pendapat tentang perlunya bersuci untuk tawaf. Beberapa ulama berpendapat harus berwudhu sebelum tawaf dan yang lain menganggapnya tidak perlu.

Pendapat terakhir ini lebih kuat karena Nabi SAW tidak meminta orang-orang yang menemaninya dalam ziarahnya berwudhu untuk tawaf. Menurut pendapat ini, seseorang yang kehilangan wudhu sebelum atau di tengah tawaf tidak perlu memperbaruinya. Mereka dapat melakukan tawaf tanpa wudhu. Terserah Anda untuk memilih salah satu dari pendapat tersebut.

Wanita yang sedang haid tidak dapat melakukan tawaf sampai mereka suci dan telah mandi. Untuk laki-laki, dianjurkan menggantungkan bagian atas ihram di atas bahu kiri dan memperlihatkan yang kanan. Ini disebut idtiba’. Hal ini dipraktikkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya ketika mereka melakukan umroh pada tahun 7 Hijriyah.

Pada saat itu, orang-orang musyrik mengklaim demam Madinah melemahkan umat Islam sehingga Nabi SAW memerintahkan para sahabatnya membuka bahu kanan mereka dan berlari di tiga putaran pertama untuk menunjukkan kekuatan mereka kepada orang-orang musyrik.

Doa Saat Memasuki Masjidil Haram

Saat memasuki Masjidil Haram (Al-Masjid Al-Haram) dianjurkan mengucapkan doa:

A`udzu billahi al-`azheem, wa bi-wajhihi al-kariim, wa sultonihi al-qadiim, mina ash-syaitoni ar-rajiim. Allahumma solli ‘ala Muhammad.  Allahumma ighifirli zhunubi waftah li abwaba rohmatik.

Artinya: Aku berlindung kepada Allah Yang Mahakuasa, aku berlindung dengan wajah-Nya yang mulia, dengan kekuasaan-Nya yang kekal, dari setan yang terkutuk. Dengan nama Allah. Ya Allah, berkahilah Muhammad! Ya Allah! Ampunilah dosa-dosaku dan bukakan pintu rahmat-Mu untukku.

Apa Itu Tawaf?

Tawaf adalah berjalan mengelilingi Ka’bah tujuh kali.  Setiap putaran dimulai dan diakhiri dengan Hajar Aswad, dengan Ka’bah berada di sisi kiri Anda. 

Jika mungkin untuk mencapai Hajar Aswad, ciumlah dengan tenang. Jika tidak, Anda dapat menyentuhnya dan mencium tangan Anda atau hanya menghadapnya dan menunjuknya sambil berkata “Bismillah, Allahu Akbar” (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar).

Pada tiga putaran pertama, laki-laki dianjurkan berlari dari Hajar Aswad ke miqat Yamani (sepertiga dari sudut Ka`bah dan yang mendahului Hajar Aswad). Saat melakukan tawaf, sibukkan diri Anda dengan dzikir (mengingat Allah) dan permohonan. Anda berada di waktu yang sangat diberkati dan tempat yang sangat diberkati, jadi jangan lewatkan kesempatan ini.

Berdoalah agar Allah mengampuni dosa-dosa, menghilangkan kekhawatiran, memberi Anda manfaat dunia dan akhirat, dan memberi nikmat apa pun yang Anda inginkan. Tunjukkan kerendahan hati dan kebutuhan yang tulus kepada Allah, dan mintalah kepada-Nya Yang Mahakuasa untuk Anda, orang tua, keluarga, dan seluruh umat Islam.

Ketika Anda mencapai sudut Yaman, cobalah untuk menyentuhnya jika memungkinkan. Jika Anda tidak bisa, Anda tidak perlu menunjuknya atau melakukan apa pun. Berdoalah kepada Allah sampai Anda mencapai Hajar Aswad sambil berkata:

“Rabbana a`tina fi ad-dunya hasanatan wa fi al-akhirati hasanatan wa qina `adhaba an-nar.”

Artinya: “Tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.”

Setelah selesai tawaf, sholat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim (Mazmur Ibrahim) atau agak jauh darinya. Bacalah Surat Al-Kafirun (Surat 109) pada rakaat pertama dan Surat Al-Ikhlas (Surat 112) pada rakaat kedua. Air zamzam dianjurkan diminum setelah selesai tawaf dan sholat dua rakaat.

Selain itu, berhati-hatilah dengan hal-hal berikut.

Doa-doa yang disebutkan di atas, mencium Hajar Aswad atau menunjuknya, menyentuh sudut Yaman, berdoa dua rakaat setelah tawaf, dan sebagainya dianjurkan. Tawaf Anda tidak rusak jika Anda melewatkan salah satunya.

3. Sa’i

Langkah selanjutnya dalam umroh Anda adalah sa’i antara gunung As-Safa dan Al-Marwah. Jika Anda merasa lelah setelah melakukan tawaf, Anda dapat beristirahat sejenak sebelum menuju As-Safa untuk memulai sa’i. Wudhu tidak diperlukan untuk sa’i.

Saat Anda siap, lakukan langkah-langkah berikut.

Menuju As-Safa

Ketika Anda akan mencapainya, bacalah ayat berikut: “Innas-Safa wal-Marwata min sya`airi-llah.” (Al-Baqarah 2:158)

Artinya: Sesungguhnya As-Safa dan Al-Marwah termasuk di antara tanda-tanda yang ditunjuk oleh Allah

Kemudian katakan, “Saya memulai sa’i saya dari tempat yang disebutkan Allah terlebih dahulu” (yaitu, As-Safa yang disebutkan dalam ayat di atas).

Naik As-Safa

Sangat mudah saat ini untuk naik ke As-Safa dan Al-Marwah karena sudah diaspal dan ditutupi dengan marmer. Anda hanya perlu berjalan bolak-balik dengan jarak penuh antara dua titik ini.

Jika ada bagian dari jarak ini yang tidak dilalui, sa’i tetap tidak lengkap. Ini membutuhkan pendakian sebagian kecil dari kedua gunung, tetapi disarankan agar Anda naik sampai Anda dapat melihat Ka`bah.

Menghadap Ka`bah dan katakan, “La ilaha illa Allah, Allahu Akbar.”

“La ilaha illa Allah wahdahu la shareeka lah, lahu al-mulku wa lahu al-hamdu wa huwa `ala kulli shai’in qadir.”

“La ilaha illa Allah wahdah, anjaz wa`dah, wa nasar `abdah, wa a`az jundah wa hazam al-ahzab wahdah.”

Artinya: Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan selain Allah.  Tiada sekutu bagi-Mu. Kepunyaan-Nya kekuasaan dan segala puji.  Dia memiliki kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada Tuhan selain Allah.  Dia telah memenuhi janji-Nya, memberikan kemenangan kepada hamba-Nya, dan Dia sendiri mengalahkan sekutu.

Lalu mulailah melakukan sa’i dengan berjalan kaki dari As-Safa ke Al-Marwah. Jarak antara kedua gunung tersebut sekitar 420 meter. 

Jika Anda seorang pria, disarankan Anda berlari kecil di antara dua tanda hijau. Saat mencapai Al-Marwah, naiklah, menghadap Ka`bah, dan ulangi apa yang Anda katakan di As-Safa. Anda sekarang telah menyelesaikan salah satu dari tujuh bagian sa’i.

Teruslah mengingat Allah dan berdoa kepada-Nya saat berada di antara As-Safa dan Al-Marwah. Ulangi langkah yang sama di masing-masing dari tujuh bagian. 

Pergi dari As-Safa ke Al-Marwah dihitung sebagai satu bagian, dan kembali ke Al-Safa adalah bagian lain. Sa’i dimulai dengan Al-Safa dan berakhir di Al-Marwah.

4. Mencukur atau memotong rambut

Tinggal satu langkah lagi, yaitu mencukur atau memotong rambut di kepala. Jika Anda seorang pria, Anda harus mencukur habis atau memendekkan rambut. 

Anda disarankan memendekkan rambut jika Anda berniat melakukan haji sesaat setelah umroh (tamattu’). Itu karena Anda akan mencukur atau memperpendeknya sebagai bagian dari haji. Jika Anda seorang wanita, Anda harus memotong sedikit rambut Anda. 

IHRAM