Ibnu Taimiyah dan Lisan Beliau yang Terjaga

Meski begitu banyak orang, baik dari kalangan alim, qadhi, dan amir, yang memusuhi dan memprovokasi agar masyarakat membenci beliau, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berusaha menahan lisan beliau untuk tidak mencela kehormatan mereka dan hanya membalas jika mereka adalah ahli bid’ah yang menyeru kepada bid’ah yang mereka lakukan.

Oleh karena itu, dalam karya beliau tidak ditemukan umpatan kepada seorang pun kecuali ada alasan tepat yang menuntut hal itu. Misalnya, orang tersebut membuat kedustaan atas diri beliau atau agama. Dalam hal itu, beliau pasti akan melakukan bantahan dan menjelaskan kesalahannya. Di saat yang sama, ulama yang berseberangan pendapat dengan beliau, terkadang begitu gampang menggunakan lisan mereka untuk mencela kehormatan, menuduh niat, dan menyalahkan akidah beliau, bahkan sampai pada taraf mengkafirkan dan menghalalkan darah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Ibnu al-Qayyim rahimahullah pernah mengatakan,

وكان بعض أصحابه الأكابر يقول : وددت أني لأصحابي مثله لأعدائه وخصومهوما رأيته يدعو على أحد منهم قط وكان يدعو لهموجئت يوما مبشرا له بموت أكبر أعدائه وأشدهم عداوة وأذى له فنهرني وتنكر لي واسترجع ثم قام من فوره إلى بيت أهله فعزاهم وقال : إني لكم مكانه ولا يكون لكم أمر تحتاجون فيه إلى مساعدة إلا وساعدتكم فيه ونحو هذا من الكلام فسروا به ودعوا له وعظموا هذه الحال منه

“Beberapa sahabat senior beliau (Ibnu Taimiyah) kerap berucap, “Aku berharap bisa bersikap dengan para sahabatku sebagaimana Ibnu Taimiyyah bersikap dengan musuh-musuhnya.” Saya sama sekali tidak pernah melihat beliau mendoakan musuh agar tertimpa keburukan, bahkan beliau sering mendoakan agar mereka mendapatkan kebaikan.

Suatu hari, aku menemui beliau untuk menyampaikan kabar gembira berupa meninggalnya musuh terbesar beliau, sekaligus orang yang paling memusuhi dan paling suka menyakiti beliau. Mendengar berita yang kusampaikan, beliau membentakku, menyalahkan sikapku, dan mengucapkan istirja’ (inna lillahi wa inna ilahi raji’un). Kemudian beliau bergegas pergi menuju rumah orang tersebut.

Beliau lantas menghibur keluarga yang ditinggal mati. Bahkan beliau mengatakan, “Aku adalah pengganti beliau untuk kalian. Jika kalian memerlukan suatu bantuan, pasti aku akan membantu kalian”; dan ucapan semisal itu.” Akhirnya mereka pun bergembira, mendoakan kebaikan untuk Ibnu Taimiyyah, dan sangat kagum dengan sikap Ibnu Taimiyyah tersebut.” [Madaarij as-Salikin, 2: 345]

Ibnu Taimiyah rahimahullah adalah pribadi yang kerap memuji dan menyanjung ulama yang hidup sezaman dengan beliau. Beliau menggelari mereka dengan gelar yang sesuai dengan kedudukan mereka.

Beliau rahimahullah menyifati Taqiyuddin Ibnu Daqiq al-‘Ied rahimahullah dengan sebutan seorang Syaikh di masa itu. [Majmu’ al-Fatawa, 2: 244]

Ibnu Taimiyah rahimahullah menyifati Syaikh Jamaluddin al-Maraghi rahimahullah dengan sosok yang alim, arif, dan syaikh di zaman itu. [Majmu’ al-Fatawa, 2: 244]

Beliau menyebut Tajuddin al-Anbari rahimahullah sebagai pakar fikih yang utama. [Majmu’ al-Fatawa, 2: 246]

Ibnu Taimiyah menyanjung Syaikh Imaduddin ‘Abdurrahman ibn Abi ash-Shu’r al-Anshariy rahimahullah sebagai sosok tokoh dan teladan kami. [Majmu’ al-Fatawa, 2: 463, 18: 98]

Beliau bahkan memuji dan menyanjung Syaikh Nashr al-Manbaji, seorang yang terkenal memusuhi beliau. Ibnu Taimiyah rahimahullah bahkan pernah menulis surat kepada Syaikh Nashr al-Manbaji rahimahullah,

مِنْ أَحْمَدَ ابْنِ تَيْمِيَّة: إلَى الشَّيْخِ الْعَارِفِ الْقُدْوَةِ السَّالِكِ النَّاسِكِ أَبِي الْفَتْحِ نَصْرٍ فَتَحَ اللَّهُ عَلَى بَاطِنِهِ وَظَاهِرِهِ مَا فَتَحَ بِهِ عَلَى قُلُوبِ أَوْلِيَائِهِ وَنَصَرَهُ عَلَى شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ فِي جَهْرِهِ وَإِخْفَائِهِ وَنَهَجَ بِهِ الطَّرِيقَةَ الْمُحَمَّدِيَّةَ الْمُوَافِقَةَ لِشِرْعَتِهِ

“Dari Ahmad Ibnu Taimiyah kepada Syaikh, al-Arif (yang bijak), al-Qudwah (teladan), as-Salik (penempuh jalan ruhani), an-Nasik (pegiat ibadah), Abu al-Fath Nashr, semoga Allah membukakan batiniah dan lahiriahnya, agar memperoleh berbagai karunia yang dianugerahkan ke hati para wali-Nya. Semoga Allah menolongnya dari setan yang berwujud manusia dan jin, baik di kala ramai maupun bersendiri. Dan semoga Allah menjadikan dirinya sebagai sosok yang menjelaskan kepada umat jalan beragama yang sesuai dengan ajaran Muhammad.”

Ibnu Taimiyah rahimahullah melanjutkan,

فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ أَنْعَمَ عَلَى الشَّيْخِ وَأَنْعَمَ بِهِ نِعْمَةً بَاطِنَةً وَظَاهِرَةً فِي الدِّينِ وَالدُّنْيَا وَجَعَلَ لَهُ عِنْدَ خَاصَّةِ الْمُسْلِمِينَ – الَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا – مَنْزِلَةً عَلِيَّةً وَمَوَدَّةً إلَهِيَّةً؛ لِمَا مَنَحَ اللَّهُ تَعَالَى بِهِ مِنْ حُسْنِ الْمَعْرِفَةِ وَالْقَصْدِ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak hanya menganugerahkan berbagai kenikmatan batin dan lahir kepada Syaikh Nashr, tetapi juga menjadikan beliau sosok yang menebarkan kenikmatan batin dan lahir bagi sesama dalam hal agama maupun dunia. Allah Ta’ala menganugerahkan beliau kedudukan yang mulia dan kecintaan yang tulus di hati kaum muslimin yang istimewa, yaitu mereka yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Semua itu diperoleh karena makrifah dan niat tulus yang dikaruniakan Allah Ta’ala pada beliau.”

Di akhir surat, Ibnu Taimiyah rahimahullah mendoakan Syaikh Nashr dengan ucapan beliau,

وأنا أسأل الله العظيم أن يصلح أمر المسلمين عامتهم وخاصتهم ويهديهم إلى ما يقربهم وأن يجعل الشيخ من دعاة الخير الذين قال الله سبحانه فيهم : { ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون }

“Saya memohon kepada Allah, Dzat yang Mahaagung, agar memperbaiki setiap urusan kaum muslimin, baik yang bersifat pribadi maupun umum. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada mereka agar mampu mengerjakan segala hal yang bisa mendekatkan hati dan menjadikan Syaikh Nashr sebagai sosok penyeru kebaikan seperti yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala, ‘Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.’” [Majmu’ al-Fatawa, 2: 452-479]

Itulah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau bukanlah sosok yang menyimpan dendam kepada kaum muslimin. Bukan pula sosok yang gemar mencela kaum muslimin, apalagi karena kesalahan mereka dalam berijtihad. Hati beliau tidak memuat kedengkian kepada musuh, bahkan beliau memuji dan menyanjung mereka. Hal menunjukkan keutamaan mereka kepada kaum muslimin dan mengakui keunggulan mereka.

Maka, sepatutnya bagi orang yang mengaku mencintai Ibnu Taimiyah untuk berhias dengan sifat dan akhlak beliau.

***

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST.

Artikel: Muslim.or.id 

Pelajaran-Pelajaran dari Surat Al-Qiyamah

Surat Al-Qiyamah adalah surat yang mengandung banyak pelajaran berharga di dalamnya. Kali ini kita akan mengambil pelajaran dari sekian banyak pelajaran dari Surat ini tentang manusia dilihat dari berbagai sisinya dan beragam sifatnya penuh kontroversi.

1. Penuh keraguan.

أَيَحۡسَبُ ٱلۡإِنسَٰنُ أَلَّن نَّجۡمَعَ عِظَامَهُۥ

“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya?” (QS.Al-Qiyamah:3)

2. Penuh rasa bimbang.

يَسۡـَٔلُ أَيَّانَ يَوۡمُ ٱلۡقِيَٰمَةِ

Dia bertanya, “Kapankah hari Kiamat itu?” (QS.Al-Qiyamah:6)

3. Cenderung untuk menyimpang dan lepas tanggung jawab.

بَلۡ يُرِيدُ ٱلۡإِنسَٰنُ لِيَفۡجُرَ أَمَامَهُۥ

“Tetapi manusia hendak membuat maksiat terus-menerus.” (QS.Al-Qiyamah:5)

4. Sangat gemar dengan kenikmatan duniawi dan tidak pernah mau pikir panjang atas nasib kehidupannya kelak di akhirat.

كَلَّا بَلۡ تُحِبُّونَ ٱلۡعَاجِلَةَ – وَتَذَرُونَ ٱلۡأٓخِرَةَ

“Tidak! Bahkan kamu mencintai kehidupan dunia. dan mengabaikan (kehidupan) akhirat.” (QS.Al-Qiyamah:20)

5. Manusia tau tentang dirinya walaupun selalu mencari-cari ribuan alasan dan pembenaran.

بَلِ ٱلۡإِنسَٰنُ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦ بَصِيرَةٞ – وَلَوۡ أَلۡقَىٰ مَعَاذِيرَهُۥ

“Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri,dan meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (QS.Al-Qiyamah:14)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Doa Agar Tidak Minder

Dalam keadaan tertentu, terkadang muncul perasaan minder dalam diri kita. Biasanya, perasaan minder ini muncul akibat anggapan dalam diri kita bahwa orang lain lebih superior, lebih istimewa, lebih kuat daripada diri kita sendiri. Akibatnya, kita merasa rendah diri dan puncaknya bisa membuat kita menjadi pengecut, atau jubun, takut menghadapi tantangan dan masalah. Kita perlu selalu melantuntkan doa agar tidak minder.

Menurut psikolog, penyebab minder itu sangat beragam. Seseorang akan merasa minder bila hidup di lingkungan yang serba melarang, menyalahkan, dan meremehkan. Orangtua yang sering menyalahkan dan memarahi anak saat bersalah, namun ia tidak mengapresiasi anaknya saat berhasil itu juga menjadi salah satu penyebab minder.

Bacaan Tasbih Agar Tidak Minder

Jika mengalami perasaan minder, selain harus sadar bahwa semua keitimewaan yang diberikan kepada diri kita dan orang lain semuanya berasal dari Allah, kita juga harus membaca tasbih ini agar perasaan minder tersebut hilang. Lafadz doa agar tidak minder adalah sebagai berikut;

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ

Subhaanallaah, walhamdu lillaah, wa laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar.

Maha Suci Allah, segala puji milik Allah, tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar.

Doa agar tidak minder ini berdasarkan riwayat Imam Ibnu Abi Syaibah  dalam kitab Al-Mushannaf-nya berikut;

عن زبيد عن مرة بن شراحيل قال: قال عبد الله من جبن منكم عن العدو أن يجاهده، والليل أن يكابده، وضن بالمال أن ينفقه فليكثر، من سبحان الله، والحمد لله، ولا إله إلا الله والله أكبر

Dari Zabid, dari Murrah bin Syarahil, dia berkata bahwa Abdullah berkata; Barangsiapa memiliki perasaan khawatir (takut, minder), untuk menghadapi musuh, mengalami kesulitan bangun malam dan kikir menafkahkan harta, maka hendaknya dia memperbanyak membaca: ‘Subhanallaah walhamdu lillaah wa laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Wallahu a’lam bis shawab.

BINCANG SYARIAH

Mitigasi Bencana dalam Islam

Duka kembali menyelimuti Indonesia sejak awal tahun 2021. Mulai dari musibah pesawat jatuh, bencana banjir bandang, sampai gunung meletus. Sebenarnya, apa sih makna bencana menurut al-Qur’an dan adakah mitigasi bencana dalam Islam?

Bencana bisa diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana bisa terjadi karena faktor alam atau faktor non-alam dan faktor manusia. Akibat yang ditimbulkan bisa berupa korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Bencana alam adalah bencana yang disebabkan karena peristiwa atau serangkaian peristiwa yang berasal dari alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, tanah langsor, dan lain sebagainya.

Bencana Perspektif Islam

Banyak orang beranggapan bahwa bencana semata-mata karena takdir dari Allah Swt. Sesungguhnya, sunnatullah berlangsung saat manusia lupa akan tugas-tugas kekhalifahan di atas bumi. Seyogiyanya, bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia.

Ada juga faktor yang lain diantaranya adalah ketidakberdayaan manusia karena kurang baiknya menejemen keadaan darurat yang menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan kematian.

Allah Swt. berfirman dalam Q.S. ar-Rum: 41:

 ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

ẓaharal-fasādu fil-barri wal-baḥri bimā kasabat aidin-nāsi liyużīqahum ba’ḍallażī ‘amilụ la’allahum yarji’ụn

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah Swt. ingin mengingatkan kepada manusia bahwa bencana yang terjadi di daratan di lautan adalah akibat dari ulah manusia. Hal tersebut menunjukan bahwa bencana bukan inisiatif dari Allah Swt., seperti menghukum, menguji, maupun memperingatkan umat manusia.

Ada banyak bukti yang menunjukan bahwa manusia biang dari bencana yang terjadi, sebagai contoh dengan pengundulan hutan yang berlebihan, perusakan laut dengan mengekploitasi sumber daya yang ada di lautan yang semuanya untuk memenuhi kepuasan sesaat manusia.

Al-Qur’an menjelaskan secara teologis, bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam merupakan tindakan kekuasaan Tuhan. Sebagaimana yang disabdakan dalam Surat al-Hadid: 22-23:

Quran Surat Al-Hadid Ayat 22

 مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ

Mā aṣāba mim muṣībatin fil-arḍi wa lā fī anfusikum illā fī kitābim ming qabli an nabra`ahā, inna żālika ‘alallāhi yasīr

Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

Quran Surat Al-Hadid Ayat 23

لِّكَيْلَا تَأْسَوْا۟ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا۟ بِمَآ ءَاتَىٰكُمْ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Likai lā ta`sau ‘alā mā fātakum wa lā tafraḥụ bimā ātākum, wallāhu lā yuḥibbu kulla mukhtāl’in fakhụr

Artinya: “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,”

Nur Ichwan dalam Agama dan BencanaPenafsiran dan Respons Agamawan Serta Masyarakat Beragama (2009) membagi interpretasi seseorang terhadap bencana dalam enam macam: azab Tuhan, ujian dan cobaan Tuhan, peringatan Tuhan, kasih sayang Tuhan, bencana alama atau kemanusiaan, dan peluang.

Karena itulah diperlukan teologi yang mesti dibangun dan mencoba memahami gejala alam sebagai sesuatu yang berjalan di dalam hukum alam sekaligus mencoba memahami apa kehendak Tuhan. Teologi ini disebut dengan teologi konstruktif. Kombinasi antara pertimbangan rasional dengan teologis inilah yang nantinya akan melahirkan sikap instrospeksi terhadap apa yang terjadi sekaligus mencari jalan keluar atas terjadinya masalah.

Quraish Shihab dalam Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an (2006) menganalisis bencana dengan beberapa konsep seperti musibah, bala’, azab, iqob, dan fitnah dengan pengertian dan cakupan makna yang berbeda-beda sesuai yang ada dalam al-Qur’an.

Kata musibah (arti: mengenai atau menimpa) secara keseluruhan disebutkan sebanyak 76 kali dengan kata yang seakar dengannya. Al-Qur’an menggunakan kata musibah yang berarti sesuatu yang tidak menyenangkan yang menimpa manusia. Ada

Beberapa hal yang dapat ditarik dari al-Qur’an tentang musibah, antara lain:

Pertama, musibah terjadi karena ulah manusia, yaitu karena dosanya. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam al-Qur’an:

Quran Surat Asy-Syura Ayat 30

 وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ

Wa mā aṣābakum mim muṣībatin fa bimā kasabat aidīkum wa ya’fụ ‘ang kaṡīr

Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”

Quran Surat An-Nisa Ayat 79

 مَّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيد

Mā aṣābaka min ḥasanatin fa minallāhi wa mā aṣābaka min sayyi`atin fa min nafsik, wa arsalnāka lin-nāsi rasụlā, wa kafā billāhi syahīdā

Artinya: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”

Kedua, musibah tidak terjadi kecuali atas izin Allah Swt.

Quran Surat At-Taghabun Ayat 11

 مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

Mā aṣāba mim muṣībatin illā biiżnillāh, wa may yumim billāhi yahdi qalbah, wallāhu bikulli syai`in ‘alīm

Artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. at-Tagabun: 11)

Ketiga, musibah yang ada memiliki tujuan untuk menempa manusia, sebab manusia tidak boleh berputus asa karena musibah, meski hal tersebut terjadi dikarenakan kesalahan sendiri.

Quran Surat Al-Hadid Ayat 12

 يَوْمَ تَرَى ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ يَسْعَىٰ نُورُهُم بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَٰنِهِم بُشْرَىٰكُمُ ٱلْيَوْمَ جَنَّٰتٌ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

Yauma taral-mumin</i></em><em><i>īna wal-mumināti yas’ā nụruhum baina aidīhim wa bi`aimānihim busyrākumul-yauma jannātun tajrī min taḥtihal-an-hāru khālidīna fīhā, żālika huwal-fauzul-‘aẓīm

Artinya: “(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar”.” (QS. al-Hadid 22: 12)

Selanjutnya adalah kata bala’ (Nampak), dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak enam kali. Makna yang terkandung adalah ujian yang dapat menampakkan kualitas iman seseorang. Berikut adalah hakikat dari makna bala’:

Keempat, bala’ atau ujian adalah keniscayaan hidup. Yang menentukan waktu dan bentuk ujian adalah Allah tanpa adanya keterlibatan yang diuji.

Quran Surat Al-Mulk Ayat 2

 ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ

Allażī khalaqal-mauta wal-ḥayāta liyabluwakum ayyukum aḥsanu ‘amalā, wa huwal-‘azīzul-gafụr

Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS. al-Mulk: 2).

Karena ujian adalah sebuah keniscayaan bagi manusia mukallaf, maka tidak ada yang luput darinya. Disinilah Allah akan menaikkan kedudukan atau derajat manusia yang mampu melewati ujian tersebut.

Kelima, bentuk bala’ atau ujian ada yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Semuanya, tergantung kualitas manusia lah yang dapat memaknai yang menimpa pada diri mereka masing-masing.

Keenam, bala’ atau ujian yang menimpa seseorang dapat ,merupakan cara Tuhan mengampuni dosa, menyucikan jiwa dan meninggikan derajatnya.

Fitnah atau cobaan Allah dapat berupa kebaikan dan keburukan. Jadi dalam konteks aneka bencana yang terjadi menimpa suatu masyarakat bisa jadi berupa ujian sebagai peringatan dari Allah. Apabila peringatan tidak diindahkan/diperhatikan, maka akan dijatuhkan tindakan yang lebih besar lagi. Hal tersebut sudah merupakan system yang ditetapkanNya. Meskipun demikian, fitnah/cobaan bisa juga menimpa orang-orang yang tidak bersalah.

Dari ketiga makna diatas (musibah, bala’/ujian, dan fitnah/cobaan), dapat diambil kesimpulan bahwa musibah menimpa akibat kesalahan manusia. Bala’/ujian merupakan keniscayaan dan dijatuhkan Allah tanpa kesalahan manusia. Ini dilakukan untuk menguji manusia untuk mengetahui kesabaran manusia. Adapun fitnah adalah bencana yang dijatuhkan Allah dan dapat menimpa yang bersalah dan yang tidak bersalah.

Mitigasi Bencana Perspektif Islam

Islam juga memberikan larangan keras untuk berbuat kerusakan di bumi. Seperti

firman Allah Swt. dalam Quran Surat Ar-Rum Ayat 41 sebagai berikut:

 ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

ẓaharal-fasādu fil-barri wal-baḥri bimā kasabat aidin-nāsi liyużīqahum ba’ḍallażī ‘amilụ la’allahum yarji’ụn

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar Ruum (30): 41)

Berdasarkan ayat di atas jelaslah bahwa penyebab bencana yang ada di bumi sebagian besar adalah perbuatan manusia yang mengeksploitasi sumber daya alam tidak terukur. Agama Islam mengajarkan kepada umatnya agar selalu menjaga dan merawat lingkungan. Akan tetapi banyak dari umat Islam sendiri yang melalaikan bahkan menjadi pelaku perusakan lingkungan.

Adanya bencana sebagai musibah, ujian dan cobaan agar manusia mampu mengambil hikmah dari semua kejadian, sehingga derajat manusia akan meningkat di mata Allah dan kualitas hidup akan lebih baik dengan berbuat baik (tasamuh) terhadap sesama.

Manusia harus merasa “kecil” di mata Allah Swt., sebab mereka tidak mempunyai kekuatan apa pun untuk menandingi kuasa Allah Swt. Oleh karena itu, manusia harus selalu menjaga sesuatu yang sudah dititipkan oleh Allah Swt. sebagai sebagai sebuah amanah yang harus terus dijaga untuk keberlangsungan hidup manusia itu sendiri.

Secara bijaksana untuk menelaah tentang bencana yang terjadi di sekitar kita. Bencana yang terjadi bukan semata-mata adanya azab atau balasan dari Allah bagi hambanya yang tidak melaksanakan amalan-amalan yang diperintahkan Allah. Bencana juga bukan merupakan hukuman bagi orang yang berdosa.

Mitigasi bencana dalam perspektif Islam maksudnya lebih bersifat pada ‘peringatan’. Fenomena-fenomena alam yang terjadi sebenarnya sudah digambarkan jauh sebelum terjadinya bencana. Lebih jauh lagi bahwa Allah Swt. sudah memperingatkan bahwa kerusakan yang terjadi disebabkan oleh manusia. artinya jika tidak ingin terjadi sebuah kerusakan, maka kita sebagai manusia hendaknya merubah perilaku, baik vertikal maupun horizontal.

Membangun kesadaran diri tentang mitigasi bencana bahwa berbuat sesuatu yang dapat merugikan orang lain membawa dampak yang tidak kecil. Islam sebagai pedoman manusia untuk hidup di dunia, agar manusia terhindar dari berbagai macam bencana, termasuk bencana sosial, krisis moral dsb.

Bencana mungkin sebagai ujian bagi manusia untuk meningkatkan derajat keimanannya. Karena bencana tidak memandang umur, status sosial, jenis kelamin, dan derajat keimanan. Diharapkan dengan adanya bencana kita sebagai manusia lebih bijaksana dalam melihat fenomena alam, sehingga semakin bertanggungjawab untuk selalu memelihara apa-apa yang telah diciptakan Allah Swt. tanpa merusak ekosistem dan lingkungan yang ada dan menguatkan kesadaran tentang mitigasi bencana.

Fenomena banjir, gempa, dan tsunami adalah sebuah keniscayaan sebab sudah terekam atau terjadi sebelum umat Muhammad. Misalnya, banjir yang terjadi pada masa kaum Nabi Nuh. Hal tersebut disebabkan karena kesombongan manusia terhadap Allah. Hal tersebut terjadi karena alam raya hingga bagian terkecil saling berkaitan satu sama lain.

Semuanya saling memengaruhi yang bertumpu dan kembali kepada Allah Swt. Jika ada satu bagian dalam alam yang rusak, maka yang lainnya juga rusak. Bisa saja akibatnya akan berdampak negatif. Inilah yang dinamakan sebagai hukum alam (sunnatullah). Gempa, tsunami, banjir, air bah dan bencana lainnya adalah sebuah tandatanda yang diberi Allah Swt. untuk memperingatkan manusia agar kembali kepada jalan yang semestinya.[]

BINCANG SYARIAH

Resep Manjur untuk Sembuh dari Penyakit Was-Was (Bag. 2)

Bismillah wal hamdulillah, wash shalatu was salaamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Hadits Kedua 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau  berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يأتي الشيطان أحدكم فيقول: من خلق كذا وكذا حتى يقول له: من خلق ربك؟ فإذا بلغ ذلك فليستعذ بالله ولينته

“Setan datang kepada salah seorang di antara kalian, lalu berkata, 

‘Siapa yang menciptakan ini dan itu?’; hingga dia berkata, ‘Siapa yang menciptakan Tuhan-mu?’ 

Jika telah sampai pada pikiran ini, maka hendaklah dia memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dan berhentilah dari pikiran tersebut!” (HR. Muslim)

Penjelasan

Apabila muncul was-was pada hati seseorang berupa tanya jawab yang terus-menerus dalam hatinya, misalnya muncul dalam hati seseorang tanya jawab berikut ini,

“Siapa yang menciptakan langit?”; lalu dijawab oleh hatinya, “Allah”; lalu muncul lagi, “Siapa yang menciptakan bumi?”; lalu dijawab  oleh hatinya, “Allah!”; dan demikian seterusnya, sampai pada lintasan yang buruk:

“Siapa yang menciptakan Allah?”; ketahuilah ini adalah was-was dari setan. 

Maka segera ucapkan, “A’uudzu billaahi minasy-syaitoonir rajiim” dengan meyakini bahwa Allah Maha Kuasa melindungi hamba-Nya dari was-was setan dan bahwa tipudaya dan was-was setan itu lemah.

Allah Ta’ala berfirman.

إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.” (QS. An-Nisa’: 76)

Dan hendaklah dia segera berhenti dari pikiran buruk itu, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Adapun makna “berhenti” dalam hadits tersebut adalah,

Pertama, Tidak meneruskan dan tidak meladeni pikiran was-was yang buruk serta tidak meyakini kebenarannya. Meskipun penderita yang sering dan dikuasai was-was tersebut menduga kuat bahwa was-was dalam hatinya itu benar!

Hal ini berlaku dalam masalah ibadah dan mu’amalah. Berikut ini beberapa contoh kasus was-was: 

– Jika ada waswas,

“Ada yang menciptakan Allah”; maka yakini, “Tidak benar!” 

“Allah bukan makhluk. Justru Allah-lah satu-satunya Sang Pencipta.” 

– Jika sering was-was setelah wudhu, “Kamu belum basuh tanganmu”; maka yakini, “Aku sudah basuh!” 

– Jika sering was-was dalam shalat, “Sudah berniat atau belum”; maka yakini, “Sudah berniat.” 

Atau, “Baru 3 atau 4 rakaat?”; maka yakini, “4 rakaat!”

Meskipun dia menduga kuat 3 rakaat, karena dia telah dikuasai oleh was-was. Sehingga pikirannya sudah tidak normal. Sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh An-Nafrawi rahimahullah, salah seorang ulama mazhab Malikiyyahdalam kitabnya Al-Fawakih Ad-Dawani.

– Jika sering was-was dalam cerai, “Jangan-jangan ucapanku barusan termasuk talaq kinayah”; maka yakini, “Saya tidak mencerai istriku!”

Kedua, Mengalihkan pikiran dan hati kepada kesibukan yang bermanfaat, sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari, saat menjelaskan makna “berhenti” dalam hadits di atas,

Maka alihkan pikiran dan hati kepada kesibukan yang bermanfaat, seperti bertaubat kepada Allah Ta’ala dari segala dosa, dzikrullah, istighfar, dan baca Al-Qur’an serta aktifitas lainnya yang bermanfaat, termasuk aktifitas duniawi. 

Dengan demikian, hindari menyendiri dan menutup diri, karena hal itu akan memperparah penyakit was-was. 

Kesimpulan dari hadits kedua

Pertama, Pikiran dan lintasan hati kekufuran seperti itu adalah was-was dari setan yang ingin mengajak manusia kekal di neraka.

Kedua, Resep menghilangkannya mudah, yaitu dengan  berdoa memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dan berhenti dari was-was setan tersebut, dengan makna “berhenti” yang telah dijelaskan di atas.

[Bersambung]

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Artikel: Muslim.or.id

Resep Manjur untuk Sembuh dari Penyakit Was-Was (Bag. 1)

Bismillah wal hamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Makna was-was

Berdasarkan keterangan dari para ulama seperti Al-Baghawi dan Ibnul Qoyyim rahimahumullah dan selain keduanya, dapat disimpulkan bahwa was-was atau waswasah adalah ucapan tersembunyi yang bimbang, tidak menetap dalam hati, dibisikkan kepada manusia untuk tujuan menyesatkan, baik dengan suara yang hanya terdengar oleh manusia yang digoda (sebagaimana dilakukan oleh setan dari kalangan manusia), maupun tanpa suara (sebagaimana dibisikkan oleh setan kalangan jin ke dalam hati manusia, hal ini disebutkan dalam surat An-Naas)

Banyaknya pengidap penyakit was-was

Allah Ta’ala menguji banyak saudara kita yang seiman dengan penyakit was-was ini. Semoga Allah Ta’ala segera menyembuhkan mereka dan memberkahi kesehatan mereka. Aamiin.

Hal itu diketahui dari pertanyaan-pertanyaan seputar was-was yang banyak disampaikan kepada penulis dalam channel “Konsultasi Terapi Was-Was” (binaan penulis dengan tinjauan syar’i dan dr. Luqman [Dokter residen PPDS Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNS] dengan tinjauan ilmu kejiwaan).

Pertanyaan-pertanyaan tersebut misalnya: 

Ana sering mendapati dalam diri ana keraguan terhadap Allah. Namun, ana tidak ingin mendapati keraguan tersebut. Apakah itu membahayakan iman ana? Dan bagaimana solusinya supaya ana bisa menguatkan iman ana?

Was-was akidah saya semakin menjadi. Saya mulai ada bisikan siapa yang menciptakan Allah, apa yg harus saya lakukan?” 

Ana pernah mengalami was-was terkait akidah. Hal itu ana alami setelah ana melihat video kajian tentang amal yang tidak diterima. (Seingat ana) intinya, kalau murtad itu amal tidak akan diterima. Dan ana merasa takut, kemudian ana mencari artikel tentang kemurtadan agar ana tidak sampai terjerumus ke dalamnya. Kemudian setelah ana tau, ana dihantui dengan perasaan was-was yang berhubungan dengan apa yang ana baca. Seakan-akan yang ana perbuat itu mengarah kepada hal yang tidak ana inginkan. Setelah perasaan satu selesai, perasaan yang lain kemudian datang, bahkan ana pernah mandi besar dan sering bersyahadat jika ana mengalamai was-was tersebut.

Saya sering sekali was was “seakan-akan melihat” lafadz Jalalah di jalan. Ketika berjalan saya takut menginjak karena takut menghina.” 

Dulu, ana diragukan akan adanya kehidupan akhirat (yakni, belum tentu akhirat -surga dan neraka- itu ada). Namun, ana tepis bahwa -akhirat adalah janji/kebenaran dari Allah- dan Allah tidak akan ingkar janji/mengatakan hal yang bohong. Namun, sebagian tidak langsung ana tepis. Ana diamkan. Tidak juga ana dustakan. Tidak juga ana berdzikir. Bahkan, ana seperti orang yang dibisiki keraguan oleh teman duduk, lalu ana tampung bisikan tersebut, tanpa ana mengingkarinya. Kemudian beberapa saat setelah itu, barulah tercetus fikiran yang membantah syubhat/bisikan kekufuran tersebut.

Saya merasa penyakit was-was istihza’ dengan isyarat. Seperti jika mengingat sesuatu dari agama, tiba-tiba salah satu anggota tubuhnya (misal kaki) merasa tegang dan bergerak sedikit seperti perasaan sesuatu tersebut ada di kaki (na’udzubillahi min dzalik). Saya sangat takut jika perbuatan itu merupakan istihza’ (mengolok-olok agama, pent.) dengan isyarat (kaki tegang, pent.).

Bismillah, mau tanya saya sering mengulang wudhu, mandi wajib setelah haid. Dan juga kadang-kadang kalau mau shalat kayak mau pipis tapi terkadang saya abaikan. Solusinya bagaimana ustadz. Jazaakallahu khayran.

“Lalu was-was saat puasa bibir saya kering, saya sengaja kelupas kemudian terjilat (takut ada darah di bibir yang tertelan) oleh jilatan saya. Baca bismillah saat buka puasa lebih dari sekali.

Resep wahyu ilahi pengobatan penyakit was-was itu sederhana dan mudah

Wahai saudaraku yang sedang diuji dengan penyakit was-was, camkanlah bahwa: 

Resep wahyu ilahi untuk pengobatan penyakit was-was sangatlah sederhana dan mudah. Namun setanlah yang menggambarkan berat dan sulit!

Perhatikanlah lima hadits pokok ini:

Di antara resep Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling mendasar adalah apa yang terdapat dalam lima hadits ini:

Hadits Pertama

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan selainnya, dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum, beliau berkata: 

جاء ناسٌ من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم فسألوه: إنا نجد في أنفسنا ما يتعاظم أحدنا أن يتكلم به

“Datanglah sekelompok sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka bertanya kepada beliau, Sesungguhnya kami mendapatkan pada diri kami sesuatu yang kami berat mengatakannya.” 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 وقد وجدتموه ؟

Apakah kalian benar-benar mendapatkan hal itu pada diri kalian?”

Mereka menjawab, “Iya.” 

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذاك صريح الإيمان

“Rasa berat mengucapkan itu menunjukkan iman yang murni.”

Para ulama menjelaskan bahwa apa yang dirasakan oleh sekolompok sahabat radhiyallahu ‘anhum tersebut adalah berupa was-was setan dalam hati yang mereka benci dan berat mengucapkannya itu. Misalnya, “Siapakah yang menciptakan Allah?” atau “Allah terbuat dari apa?” serta pikiran dan lintasan batin buruk yang semisal.

Dan rasa membenci was-was setan dalam hati dan rasa berat mengucapkan itu menunjukkan mereka takut terjatuh ke dalam hal yang buruk tersebut. Dengan demikian, dia tidak meyakini dan tidak membenarkan sesuatu yang buruk tersebut. Ini menunjukkan adanya iman yang murni pada diri mereka radhiyallahu ‘anhum yang menghalangi mereka dari mengucapkan, membenarkan, dan meyakininya.

Kesimpulan dari hadits pertama:

Lintasan buruk dalam hati penderita was-was tidak perlu digubris karena itu was-was dari setan dan tidak membahayakan iman, selama dia tidak ridha. Hal itu ditunjukkan dengan perasaan resah hati dan berat untuk mengucapkannya!

Bahkan kebencian dari hatinya dan rasa berat mengucapkannya itu adalah tanda keimanan yang murni. 

Hal ini menunjukkan was-was setan dalam hati itu tidak menyebabkan penderitanya berdosa, tidak menyebabkannya di adzab, dan tidak menyebabkan dirinya terhalangi dari masuk surga serta tidak menyebabkan masuk neraka.

Dengan demikian, sangat tidak benar perasaan penderita was-was bahwa dirinya kafir murtad dengan sebab was-was setan dalam hatinya. Itu hanyalah tipu daya setan! Dan tipu daya setan itu hakikatnya sangat lemah.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

Sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah.” (QS. An-Nisa’: 76)

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukasyah

Artikel: Muslim.or.id

Masya Allah, Inikah Bidadari Surga Itu?

ALQURAN yang mulia sering menyebutkan kenikmatan-kenikmatan yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang beriman yang akan diperoleh kelak di surga, karena memang surga adalah tempat bersenang-senang dalam keridaan ar-Rahman.

Berbeda halnya dengan dunia sebagai darul ibtila wal imtihan, negeri tempat ujian dan cobaan. Di dalam surga, penghuninya akan memperoleh apa saja yang mereka inginkan. Allah kabarkan dalam kalam-Nya yang agung: “Di dalam surga itu terdapat segala apa yang diidamkan oleh jiwa dan sedap (dipandang) mata.” (az-Zukhruf: 71)

Al-Allamah Abdurrahman ibnu Nashir as-Sadi t menafsirkan ayat di atas dengan ucapannya, “Kalimat (dalam ayat) ini merupakan lafadz yang jami (mengumpulkan semuanya). Ia mencakup seluruh kenikmatan dan kegembiraan, penenteram mata, dan penyenang jiwa.”

“Jadi, seluruh yang diinginkan jiwa, baik makanan, minuman, pakaian, maupun pergaulan dengan pasangan hidup, demikian pula hal-hal yang menyenangkan pandangan mata berupa pemandangan yang bagus, pepohonan yang indah, hewan-hewan ternak, dan bangunan-bangunan yang dihiasi, semuanya bisa didapatkan di dalam surga. Semuanya telah tersedia bagi penghuninya dengan cara yang paling sempurna dan paling utama.” (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 769).

Di antara kenikmatan surga adalah memperoleh pasangan/istri berupa bidadari surga yang jelita. Al-Quranul Karim menggambarkan sifat dan kemolekan mereka dalam banyak ayat, di antaranya:

1. Surat an-Naba ayat 3133. “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan memperoleh kesenangan, (yaitu) kebun-kebun, buah anggur, dan kawaib atraba (gadis-gadis perawan yang sebaya).” (an-Naba: 3133)

Ibnu Abbas, Mujahid, dan selainnya menafsirkan bahwa kawaib adalah nawahid, yakni buah dada bidadari-bidadari tersebut tegak, tidak terkulai jatuh, karena mereka adalah gadis-gadis perawan yang atrab, yaitu sama umurnya/sebaya. (Tafsir Ibni Katsir, 7/241)

2. Surat al-Waqiah ayat 3537. “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (wanita surga) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (al-Waqiah: 3537)

Wanita penduduk surga diciptakan Allah dengan penciptaan yang tidak sama dengan keadaannya ketika di dunia. Mereka diciptakan dengan bentuk dan sifat yang paling sempurna yang tidak dapat binasa. Mereka semuanya, baik bidadari surga maupun wanita penduduk dunia yang menghuni surga, dijadikan Allah sebagai gadis-gadis yang perawan selamanya dalam seluruh keadaan.

Mereka senantiasa mengundang kecintaan suami mereka dengan tutur kata yang baik, bentuk dan penampilan yang indah, kecantikan paras, serta rasa cintanya kepada suami. Apabila wanita surga ini berbicara, orang yang mendengarnya ingin andai ucapannya tidak pernah berhenti, khususnya ketika wanita surga berdendang dengan suara mereka yang lembut dan merdu menawan hati.

Apabila suaminya melihat adab, sifat, dan kemanjaannya, penuhlah hati si suami dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Apabila si wanita surga berpindah dari satu tempat ke tempat lain, penuhlah tempat tersebut dengan wangi yang semerbak dan cahaya. Saat “berhubungan” dengan suaminya, ia melakukan yang terbaik.

Usia mereka, para wanita surga ini, sebaya, 33 tahun, sebagai usia puncak/matang dan akhir usia anak muda. Allah menciptakan mereka sebagai perempuan yang selalu gadis lagi sebaya, selalu sepakat satu dengan yang lain, tidak pernah berselisih, saling dekat, ridha dan diridhai, tidak pernah bersedih, tidak pula membuat sedih yang lain.

Bahkan, mereka adalah jiwa-jiwa yang bahagia, menyejukkan mata, dan mencemerlangkan pandangan. (Lihat keterangan al-Allamah as-Sadi t dalam Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 834)

3. Surat ar-Rahman ayat 5558: “Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian berdua dustakan? Di ranjang-ranjang itu ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin1. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian berdua dustakan? Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (ar-Rahman: 5558)

Mereka menundukkan pandangan dari melihat selain suami-suami mereka sehingga mereka tidak pernah melihat sesuatu yang lebih bagus daripada suami-suami mereka.

Demikian yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas c dan lainnya. Diriwayatkan bahwa salah seorang dari mereka berkata kepada suaminya, “Demi Allah! Aku tidak pernah melihat di dalam surga ini sesuatu yang lebih bagus daripada dirimu. Tidak ada di dalam surga ini sesuatu yang lebih kucintai daripada dirimu. Segala puji bagi Allah yang Dia menjadikanmu untukku dan menjadikanku untukmu.” (Tafsir Ibni Katsir, 7/385)

Bidadari yang menjadi pasangan hamba yang beriman tersebut adalah gadis perawan yang tidak pernah digauli oleh seorang pun sebelum suami-suami mereka dari kalangan manusia dan jin. Mereka diibaratkan permata yakut yang bersih bening dan marjan yang putih karena bidadari surga memang berkulit putih yang bagus lagi bersih. (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 385)

4. Surat ar-Rahman ayat 70: “Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik (akhlaknya) lagi cantik-cantik parasnya.” (ar-Rahman: 70) Terkumpullah kecantikan lahir dan batin pada bidadari atau wanita surga itu. (Taisir al-Karimir Rahman hlm. 832)

5. Surat ar-Rahman ayat 72 : “(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dan dipingit di dalam rumah.” (ar-Rahman: 72) Rumah mereka dari mutiara. Mereka menyiapkan diri untuk suami mereka. Namun, bisa jadi mereka pun keluar berjalan-jalan di kebun-kebun dan taman-taman surga, sebagaimana hal ini biasa dilakukan oleh para putri raja dan yang semisalnya. (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 832)

6. Surat ad-Dukhan ayat 5154 : “Sesungguhnya orang-orang bertakwa berada dalam tempat yang aman, (yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air. Mereka memakai sutra yang halus dan sutra yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan, demikianlah. Dan Kami nikahkan mereka dengan bidadari-bidadari.” (ad-Dukhan: 5154)

Wanita yang berparas jelita dengan kecantikan yang luar biasa sempurna, dengan mata-mata mereka yang jeli, lebar, dan berbinar. (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 775)

7. Surat ash-Shaffat ayat 4849 : “Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya (qashiratuth tharf) dan jeli matanya, seakan-akan mereka adalah telur burung unta yang tersimpan dengan baik.” (ash-Shaffat: 4849)

Qashiratuth tharf adalah afifat, yakni wanita-wanita yang menjaga kehormatan diri. Mereka tidak memandang lelaki selain suami mereka. Demikian kata Ibnu Abbas, Mujahid, Zaid bin Aslam, Qatadah, as-Suddi, dan selainnya.

Mata mereka bagus, indah, lebar, dan berbinar-binar. Tubuh mereka bersih dan indah dengan kulit yang bagus. Ibnu Abbas c berkata, “Mereka ibarat mutiara yang tersimpan.”2

Al-Imam al-Hasan al-Bashri t mengatakan, “Mereka terjaga, tidak pernah disentuh oleh tangan.” (Tafsir Ibni Katsir, 7/11)

Ini menunjukkan ketampanan lelaki dan kecantikan wanita di surga. Sebagiannya mencintai yang lain dengan cinta yang membuatnya tidak memiliki hasrat kepada yang lain. Hal ini juga menunjukkan bahwa mereka seluruhnya menjaga kehormatan diri, tidak ada hasad di dalam surga, tidak ada saling benci dan permusuhan, karena tidak adanya sebab yang bisa memicu ke sana. (Taisir al-Karimir ar-Rahman, hlm. 703) [AsSyariah]

Catatan Kaki:

1 Ini adalah dalil bahwa jin yang beriman pun akan masuk surga.

2 Hal ini sebagaimana firman Allah l tentang kenikmatan yang diperoleh penduduk surga, “Dan bidadari surga yang bermata jeli. Mereka seperti mutiara yang tersimpan.” (al-Waqiah: 2223) []

INILAH MOZAIK

Hormati Orang Lain dan Jagalah Hak-Hak Mereka

Allah Swt Berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS.Al-Hujurat:11)

Islam datang untuk mengatur urusan-urusan dalam kehidupan manusia. Lalu apa saja yang di atur oleh Islam?

1). Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.

Islam mengajak manusia untuk mengenal penciptanya. Kemudian beriman kepada-Nya serta tunduk dan patuh atas semua perintah dan larangan-Nya.

وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ

“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah.” (QS.An-Nahl:36)

2). Islam mengatur hubungan manusia dengan dirinya.

Tentang bagaimana cara seseorang mengatur diri dan mensucikan dirinya.

قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا – وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا

“Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS.Asy-Syams:9)

3). Islam mengatur hubungan manusia dengan sesamanya.

Agar bisa mewujudkan keadilan dan saling menghargai hak masing-masing.

لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلَنَا بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلۡنَا مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلۡقِسۡطِۖ

“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil.” (QS.Al-Hadid:25)

Hubungan antar manusia adalah termasuk masalah utama yang di atur dan diperhatikan oleh agama. Kita tidak bisa berbuat semaunya kepada orang lain hanya dengan dalih kebebasan. Namun kita terikat dengan hukum-hukum syariat yang menjaga hak-hak setiap manusia dan menghargai nilai kehormatan mereka.

Sebaik apapun ibadah seseorang kepada Allah. Sebanyak apapun sholatnya, puasanya, hajinya dan ibadah ritual lainnya, semua itu tidak akan bernilai apa bila tidak digandengkan dengan baiknya hubungan dengan sesama dan memberikan hak-hak mereka masing-masing.

Apa artinya sholat bila kita masih suka menyakiti orang lain ?

Apa artinya puasa bila kita suka memakan hak orang lain ?

Sebagaimana Allah memerintahkanmu untuk sholat dan puasa, Allah juga memerintahkanmu untuk berbuat adil dan berbagi kebaikan kepada sesama. Islam harus dijalankan dengan lengkap, tidak bisa kita memilih sebagian dan membuang sebagian lainnya.

۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS.An-Nahl:90)

Buah dari iman dan ibadah yang benar adalah sikap dan akhlak yang baik kepada sesama. Bila beriman dan sering beribadah namun akhlaknya buruk dan suka berbuat dzalim, maka perlu dipertanyakan keimanan dan ibadahnya tersebut. Apa arti ibadah yang tidak membawamu pada kebaikan?

Dalam sebuah riwayat pernah ditanyakan kepada Rasulullah Saw bahwa ada seorang wanita yang siangnya berpuasa dan malamnya bangun untuk melakukan solat malam namun ia suka mengganggu tetangganya. Rasulullah Saw menjawab, “Dia di neraka.”

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Kenapa Kalian Takut Mati?

Datang seorang lelaki kepada sahabat Nabi yang bernama Abu Dzar Al-ghifari. Ia pun bertanya, “Wahai Abu Dzar, kenapa kami takut mati?”

Abu Dzar menjawab, “Karena kalian memakmurkan (bangunan) di dunia dan meruntuhkan (bangunan) kalian di akhirat. Bagaimana kalian akan senang untuk berpindah dari (bangunan) yang makmur menuju (bangunan) yang runtuh?”

“Bagaimana pandanganmu tentang pertemuan kita dengan Allah?” tanya lelaki itu.”Adapun seorang yang berbuat baik maka ia seperti orang hilang yang kembali kepada keluarganya. Sementara orang yang berbuat buruk maka ia seperti budak yang kabur kemudian dikembalikan kepada majikannya.” jawabnya.

Lelaki ini kembali bertanya, “Lalu bagaimana pendapatmu tentang nasib kita di sisi Allah swt?”

Abu Dzar ini pun menjawab, “Periksalah amal-amal kalian dalam Al-Quran, Allah Berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (QS.Al-Infithar:13-14)

“Lalu dimana rahmat Allah?” kata lelaki itu.

Abu Dzar pun menjawab dengan satu ayat,”Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS.Al-Araf:56)

Mari kita koreksi diri masing-masing. Sampai kapan kita akan fokus untuk memakmurkan kehidupan dunia dan melupakan kehidupan di akhirat? Sampai kapan kita akan membangun rumah dengan megah dan melupakan tempat tinggal abadi kita nanti?

Ingat ! Semua manusia akan berpindah. Tak seorang pun yang akan tinggal di kehidupan sementara ini. Dan kita pun sedang menunggu.

Makmurkan rumah di akhirat tapi jangan lupakan kehidupan dunia. Mulailah membangun rumah abadi kita dengan kebaikan dan ibadah. Jadikan rumah kita disana lebih makmur dari bangunan-bangunan dunia.

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah Dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (Al-Qashas:77)

Sehingga kita tak lagi takut dengan kematian tapi malah merindukan perjumpaan dengan Allah swt. Seperti orang hilang yang rindu berjumpa kembali dengan keluarganya.

Semoga kita termasuk orang-orang yang tersenyum di Hari Perhitungan kelak.[] ]

Sumber : 300 Qisshoh wa Mauqif

INILAH MOZAIK

Kala Musibah Datang, Sabar dan Hadapi

Dengan sabar Allah SWT akan menurunkan pertolongannya.

Musibah memang sesuatu yang menyesakkan dada dan membuat seseorang terluka. Namun, jika seseorang telah mendapat petunjuk dengan hidayah Islam, maka luka tersebut pun akan mudah terobati. 

Pimpinan Majelis Taklim dan Dzikir Baitul Muhibbin, Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi mengatakan, obat dalam permasalahan ini sangat jelas dalam tuntunan Islam. Akan tetapi taufik tetap di tangan Allah Jalla wa ‘Ala.

“Seseorang tidak akan mampu berpegang teguh dengannya kecuali atas izin Allah Ta’ala,” katanya melalui dakwah virtualnya, Ahad sore (23/8).

Menurut Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi, Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menyebutkan, orang-orang beriman ketika tertimpa musibah dan bencana, ia menghadapinya, bukan lari darinya. Ia tidak juga berburuk sangka, apalagi berputus asa.

“Ia akan menyadari sepenuhnya dunia ini adalah memang tempatnya ujian dan musibah. Tempat kenikmatan hanyalah di surga kelak,” katanya.

Sebagaimana firman Allah dalam Alquran, Surah At-Taghabun ayat 11,

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali dengan izin Allah; barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” 

اَللَّهُمَ أْجُرْنِيْ فِيْ مُصِيَبِتِيْ وَاخْلُفْ لِيْ خَيْرًا مِّنْهَا

“Ya Allah berilah pahala atas musibah yang menimpaku ini, dan berilah ganti yang lebih baik daripadanya.” (H.R Muslim).

Maka dari itu umat Islam yang mendapat musibah atau ujian agar bersabar. Dengan sabar Allah SWT akan menurunkan pertolongannya.

“Bersabarlah, dan yakinlah selalu ada ganti yang terbaik dari-Nya. Barakallah fiikum,” katanya menutup kajiannya.

KHAZANAH REPUBLIKA