Menjemput Rezeki Dengan Berkah

ALHAMDULILLAH. Tiada yang patut kita puji selain Allah Swt. Tiada yang bisa kita jadikan tempat berlindung dan meminta kecuali Allah Swt. Semoga Allah Yang Maha Mencukupi rezeki seluruh makhluk-Nya, mengkaruniakan kepada kita kebeningan hati. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman, “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semunya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud [11]: 6).

Saudaraku, kita diciptakan oleh Allah dilengkapi dengan rezeki. Rezeki ditentukan setelah usia empat bulan di rahim ibu kita. Rezeki ada yang baik atau yang buruk, tergantung cara kita menjemputnya. Rezeki yang buruk disebabkan cara menjemputnya yang buruk.

Setiap makhluk sudah ada rezekinya. Misalnya, Allah menciptakan pohon terbatas gerakannya. Karena pohon tidak lincah, maka makanannya didekatkan lewat akar. Rezekinya didekatkan, ini sengaja diatur oleh Allah Swt.

Begitupun binatang, misalnya singa, pada waktu masih bayi dia tak bisa mengejar rusa, maka Allah menyediakan air susu di tubuh induknya. Ketika air susunya berhenti, Allah menggantinya dengan makanan yang diburu induknya. Setelah besar dia berburu sendiri. Makin kuat fisiknya, makin tinggi kualitas ikhtiarnya.

Begitupun manusia, dalam perut ibu rezekinya masuk lewat tali ari-ari karena belum bisa berbuat apa-apa. Setelah lahir, walau tali ari-ari digunting, tetap saja bertemu dengan rezeki lewat air susu ibu. Saat air susu berhenti, Allah menyediakan berbagai makanan yang kalau lapar tinggal menangis, maka rezeki akan datang. Makin dewasa harus makin gigih ikhtiarnya menjemput rezeki karena Allah telah menyiapkan kekuatan fisik, akal dan panca indera.

Karenanya, janganlah malas mencari nafkah, binatang pun selalu berikhtiar untuk mendapatkan rezekinya. Rasulullah Saw pernah terkesan kepada burung yang pergi dengan perut kosong, tapi setelah terbang kembali dengan perut kenyang. Jadi, kuncinya adalah terbang (bergerak) dan itu tak bisa didapatkan dengan sayap yang malas. Binatang yang tak mempunyai akal saja berikhtiar hingga bisa bertemu dengan rezekinya. Mustahil manusia yang mempunyai akal tak bertemu dengan rezekinya.

Allah Swt sudah menyiapkan perangkat ikhtiar lahiriah dan ruhiah. Kita membutuhkan tokoh-tokoh ekonomi yang tak hanya kuat berpikir, tapi juga bisa menggerakkan potensi. Membangkitkan kondisi ekonomi tak hanya dengan teori duniawi belaka, tetapi juga harus dengan teori tentang bagaimana Allah membimbing kita menemukan rezeki.

Jikalau kita merasa ada masalah dengan rezeki kita, maka kita harus mengevaluasi sikap kita terhadap rezeki yang Allah berikan. Karena ada orang yang diberi rezeki, namun rezekinya berubah menjadi musibah karena salah menyikapinya. Jangan-jangan Allah telah memberi banyak, tetapi kita kufur nikmat.

Lihatlah pula ikhtiar kita. Jangan-jangan ikhtiar kita belum benar, malas atau tidak memakai ilmu. Segala sesuatu harus dengan ilmu, termasuk untuk mendapatkan rezeki, kalau tak pernah mencari ilmu, tak akan bertemu dengan rezekinya. Tak mau mencari ilmu sama dengan tak mau mendapatkan rezeki.

Gigih ikhtiar menjemput rezeki harus seiring dengan amalan yang disukai Allah. Amalan yang bisa membuka pintu rezeki misalnya sholat tepat waktu, memperbanyak istigfar, silaturahim, dan sedekah. Cara menjemput rezeki ini in syaa Allah adalah cara yang Allah sukai, dan akan mempertemukan kita dengan rezeki yang berkah.

Ya Allah, bukakan hati kami agar selalu yakin Engkaulah satu-satunya penjamin rezeki. Bimbinglah kami agar dapat menyempurnakan ikhtiar menjemput rezeki-Mu dengan cara yang Engkau ridhai. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [smstauhiid]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

INILAH MOZAIK

Cara Rasulullah Bergaul

Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang sangat penyabar, lapang hati, penyayang, pemurah, dan pemaaf. Beliau dikenal sebagai pribadi yang jujur, iffah (memelihara diri dari sifat keji), amanah, zuhud, serta tawadhu. Pada pribadi beliau terkumpul seluruh karakter baik lagi terpuji.

Sifat-sifat mulia tersebut beliau tampakkan di hadapan para sahabat, bahkan musuh-musuhnya. Benci dan dengki tidak mampu menutupi keagungan sifat-sifat beliau. Mereka menyaksikan sendiri dan mengakuinya. Semua mengamini firman Allah SWT, “Sesungguhnya engkau benar-benar memiliki akhlak yang mulia.” (QS al-Qalam: 4).

Nabi SAW adalah sebaik-baik Nabi dalam membina umatnya. Beliau sebaik-baik ayah bagi anak-anaknya. Sebaik-baik suami bagi para istrinya. Sebaik-baik kakek bagi cucu-cunya. Dan sebaik-baik sahabat bagi para sahabatnya.

Dalam pergaulan, beliau mewariskan kesan mendalam kepada para sahabatnya. Beliau selalu mendahului mengucapkan salam kepada orang yang dijumpainya lalu menyodorkan tangannya lebih dahulu untuk bersalaman. Beliau tidak akan melepas tangannya sebelum orang itu melepas tangannya sendiri.

Jika beliau dipanggil, beliau akan menengok dengan seluruh anggota tubuhnya. Apabila bercakap-cakap dengan seseorang, beliau tidak memalingkan wajahnya sampai orang itu pergi. Wajahnya selalu diarahkan kepada orang yang semajelis dengan beliau. Sehingga, orang-orang yang bersama beliau merasakan bahwa mereka sangat dihargai dan dihormati.

Rasulullah SAW tidak memotong pembicaraan seseorang hingga ia selesai berbicara. Kecuali jika orang itu keterlaluan, maka beliau memutuskan pembicaraannya dengan melarangnya berbicara, atau dengan berdiri berpaling meninggalkannya.

Nabi kita yang mulia ini menghormati tamu yang masuk ke rumahnya. Kadang-kadang tamu beliau dipersilakan duduk di atas bajunya serta diberi bantal. Jika tamunya menolak, beliau terus menawarkan hal itu hingga ia berkenan duduk di atasnya.

Ketika Jabir bin Abdillah al-Bajali hadir di majelis Nabi SAW, ia tidak mendapati tempat maka ia duduk di dekat pintu. Lalu Rasulullah melipat bajunya dan memberikan kepadanya seraya berkata, “Silakan duduk di atasnya!”

Diambillah baju itu oleh Jabir dan diletakkan di wajahnya lalu diciumnya seraya menangis serta dikembalikannya kepada Nabi yang mulia. “Semoga anda dimuliakan oleh Allah sebagaimana engkau memuliakanku,” katanya.

Tatkala seseorang datang ke rumah beliau karena suatu keperluan, sedangkan beliau sedang menunaikan shalat, beliau meringankan shalatnya untuk segera menemui tamunya. “Apakah engkau memiliki keperluan?” kata beliau. Apabila keperluannya telah terpenuhi, beliau lalu kembali menunaikan shalatnya.

Kekasih Allah ini selalu menasihati para sahabatnya dengan bahasa yang santun, lemah lembut, dan penuh kasih sayang. Beliau tidak bercakap-cakap dengan sesuatu yang menyinggung perasaan dan menyakiti hati para sahabatnya.

Jika tidak bertemu dengan salah seorang dari para sahabatnya selama sekian hari, Nabi SAW selalu menanyakannya. Bila sahabatnya itu pergi, beliau mendoakannya. Jika sakit, beliau menjenguknya. Bila sudah wafat dan beliau belum menshalatinya, beliau datang ke kuburannya.

Bergaul itu ada seninya. Seninya adalah menjaga etika. Etika pergaulan yang ditanamkan Nabi SAW akan turun kepada kita, jika akhlak beliau ada pada diri kita. Tanpa meneladani beliau, kemuliaan belum pantas disematkan pada diri kita.

 

Oleh: Muhammad Shobri Azhari

KHAZANAH REPUBLIKA

Katya Kotova Sering Mendengar Nenek Berdoa dalam Bahasa Arab

Perempuan Rusia yang berumur 23 tahun ini mengaku tak asing dengan Islam. Ketika usianya tiga tahun, Katya pernah menginjakkan kaki di masjid itu. Ia mengenang, saat itu neneknya mengajaknya ikut sekadar menyaksikan shalat berjamaah. Suasana itu masih jelas dalam ingatannya.

“Aku masih mengingat pemandangan itu dengan jelas. Para perempuan shalat di lantai dua masjid. Aku berdiri dekat tangga, sambil melihat ke bawah, di mana para pria shalat di lantai dasar, kata Katya Kotova seperti dikutip dari laman Russia Beyond the Headlines, belum lama ini.

Hampir 50 persen orang Bashkortostan merupakan Muslim. Namun, kekuasaan Uni Soviet yang berpaham ateis membuat cukup banyak orang beradaptasi. Orang tua Katya, misalnya, menganut paham sekuler. Ayahnya seorang Kristen Ortodoks Rusia, sedangkan ibunya Muslim Tatar. Tidak seorang pun dari mereka yang taat pada kepercayaan masing-masing.

Namun, generasi di atas orang tua Katya lebih religius. Nenek Katya, misalnya, tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu. Dari sang nenek, Katya pertama kali mengenal ibadah tersebut.

Selain itu, ia sering pula mendengar suara sang nenek ketika sedang berdoa dalam bahasa Arab. Saat itu, tentu saja Katya belum memahami artinya. Sewaktu aku masih kecil, kapan pun merasa takut, aku mengucapkan doa-doa Islami itu, meskipun tak paham betul artinya, kata dia. Di sisi lain, buyut Katya dari pihak ayah merupakan penganut Kristen Ortodoks.

Saat berusia 13 tahun, Katya telah dibaptis menjadi seorang Kristen Ortodoks. Dengan begitu, di sekolah Katya merasa sudah seperti orang Rusia pada umumnya. Dia mengenakan kalung salib dan mulai meninggalkan kebiasaan merapalkan doa berbahasa Arab.

Katya begitu dekat dengan kakaknya. Berbeda dengan Katya, kakaknya itu penganut Kristen Ortodoks yang taat. Memasuki usia 18 tahun, Katya pindah ke Moskow.

Di ibu kota itu, ia belajar ilmu hukum di Universitas Negeri Rusia. Ia bercita-cita menjadi seorang pengacara dan pejuang keadilan. Saat menjadi mahasiswi, Katya tinggal sekamar dengan seorang kawan yang Muslimah.

Di sela-sela waktu belajar, mereka berdua kerap bertukar pikiran soal agama. Katya mulai serius mendalami agama sendiri, Kristen Ortodoks. Selain itu, agar bisa memahami perspektif kawannya, Katya juga membaca buku-buku mengenai Islam.

Seiring waktu, kenang dia, ketertarikannya meningkat terhadap Islam. Ia bahkan kemudian ingin pindah ke agama tauhid tersebut. Beberapa bulan sebelum wisuda, Katya telah menyelesaikan magang di Komite Investigatif, Moskow. Ia memang berniat menempuh karier di lembaga itu. Saat itu, hasratnya berpindah agama kian besar. Ia merasakan, jiwanya tersentuh dengan kesan-kesan yang didapatnya dari Islam.

Segala pertanyaan mengenai eksistensi diri, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, serta bagaimana manusia seharusnya menjalani hidup. Semua kegelisahan itu dirasakannya dan ia menemukan jawabannya dalam Islam. Katya akhirnya memeluk agama Islam. Pada 30 Maret 2016 lalu, ia mengucapkan dua kalimat syahadat di Masjid Agung Moskow. Seluruh koleganya di Komite Investigatif terkejut begitu mendengar kabar itu. Tidak menunggu waktu lama, Katya lantas memutuskan konsisten berhijab.

Hijrah ke Dagestan

Sejak saat itulah, suasana kerja di Komite dirasakannya kurang kondusif lagi. Karena itu, pelan-pelan Katya mencari pekerjaan baru, sekalipun tak ada hubungannya dengan dunia hukum. Meskipun keluar dari Komite, Katya tetap menjalin pertemanan dengan sejumlah koleganya. Ia berhijrah ke Dagestan.

Katya menjalani pekerjaan baru sebagai pelayan di sebuah kafe halal di sana sampai kini. Sebagai informasi, Dagestan merupakan negara bagian yang terletak sekitar 2.000 kilometer di selatan Moskow. Tepatnya di tepi Laut Kaspia. Negara bagian Dagestan memiliki populasi Muslim terbesar ketiga.

Saat ditanya apakah Katya menyesali masuk Islam di mana harus meninggalkan karier yang dicita-citakan dan bekerja hanya sebagai pelayan kafe, ia tak menyesalinya.

Dia mengaku terinspirasi kisah seorang perempuan yang teguh pendirian. Namanya Irena Sendler. Katya menceritakan, Irena merupakan sosok Muslimah yang tercatat dalam sejarah berhasil menyelamatkan sekitar 2.500 anak dari kekejaman Perang Dunia II di Warsawa, Polandia.

Selain itu, Katya juga mengambil semangat dari Valentina Tereshkova, perempuan Uni Soviet pertama yang menjadi kosmonaut. Sampai yang paling kontemporer, Katya tergugah dengan keteguhan seorang aktivis HAM Pakistan, Malala Yousafzai.

Lantaran itu, Katya masih menyimpan bara semangat kembali membaktikan diri di dunia aktivis keadilan. Ia tidak ingin berpangku tangan terhadap penderitaan anak-anak dan perempuan, khususnya di Rusia.

Adalah rahasia umum di Rusia bahwa Anda jangan pernah terlihat mencuci pakaian kotor Anda. Maksudnya, masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukanlah sesuatu yang biasa ditampilkan ke publik. Ini persoalan perempuan, yang biasa dihadapinya sendirian.

“Nah, saya percaya, solusi datang dari kedua sisi (ranah privat dan publik), ujarnya menjelaskan.

Muslimah Itu Pembawa Perdamaian Ketenteraman

Bagaimana Islam memandang perempuan? Katya menilai, agama ini sejatinya membebaskan perempuan. Namun, begitu banyak stigma yang dilekatkan kepada seorang Muslimah. Menurut Katya, tidak benar bahwa Islam mengajarkan pengasingan perempuan dari ranah publik. Ada beberapa stigma atas Muslimah. Misalnya, bahwa perempuan Islami haruslah dikekang bagaikan burung di dalam sangkar oleh orang tua atau kemudian suami.

Faktanya, lanjut Katya, seorang Muslimah boleh dan bisa saja bekerja di luar rumah kapan pun Muslimah itu menghendakinya. Jika pekerjaannya itu semata-mata halal, sang suami tidak bisa menghalang-halangi.

Setiap orang memiliki potensi berbuat kebaikan bagi masyarakat. Menurutku, tujuan kita menjadi perempuan adalah membawa perdamaian dan ketenteraman, terutama bagi keluarga sendiri, simpulnya.

Karena itu, Katya merasa bersyukur memiliki keluarga yang mendukung keputusannya. Kedua orang tuanya tidak melarang Katya mengenakan hijab. Mereka malah menghormatinya. Sebagai bentuk bakti kepada orang tua, Katya merasa wajib menjaga nama baik keluarga.

Orang tuaku paham keputusanku memeluk agama Islam. Demikian pula dengan keputusanku konsisten mengenakan hijab, yang kira-kira mirip perempuan dari suku Tatar pada umumnya, ujar Katya.

Dalam beberapa hari ke depan, Katya akan menghabiskan waktu liburan tahun baru bersama keluarga tercinta.

Di Antara Para Pengeluh, Adakah Kita?

DI ANTARA para pengeluh itu ada banyak yang sesungguhnya tak punya alasan kuat untuk mengeluh. Mereka hanya terjebak pada tuntutan keinginan diri yang terlalu tinggi tanpa adanya kemampuan menata hati untuk mensyukuri apa yang telah diterima.

Di antara para pengeluh itu ada banyak yang melupakan indahnya mata hari terbit dan cantiknya matahari terbenam. Mereka terlalu sibuk mengejar angin dan mengukur jalan demi menjadi yang terkaya dan tersukses. Untuk melihat sunrise dan sunset, mereka harus mengeluarkan biaya bayak ke tempat wisata tertentu. Padahal, setiap hari, matahari bisa dinikmati dari pojok pagar rumah.

Di antara para pengeluh itu ada banyak yang tak lagi bisa menikmati wajah rembulan di bulan purnama. Mereka terlalu sibuk menerobos malam demi mengejar sesuap nasi, ujarnya. Mereka tak lagi mampu membaca pesan bulan sabit yang terus berubah ukuran setiap malam yang mengajarkan manusia bahwa hidup ini berjalan melewati masa. Setiap waktu ada yang berubah, berkembang dan mengurang.

Di antara para pengeluh itu, ada yang memang berprofesi sebagai pengeluh, kemana-mana menjual keluhan demi mendapatkan belas kasihan. Ada pula di antara mereka yang mengeluh karena tak memahami rumus dan kaidah kehidupan. Untuk yang terakhir inilah kami hadir untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar kita bisa berbahagia bersama dalam kehidupan yang sementara ini. Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

INILAH MOZAIK

Wahai Anak-anakku Ingat Pesan Imam al-Ghazali

PARA orang tua hendaknya berhenti fokus hanya pada kesenangan dirinya. Dunia ini masih dan akan terus berlanjut. Kita para orang tua harus mempersiapkan generasi yang akan datang yang jauh lebih cerdas dan tangguh dibandingkan kita. Masa depan semakin kompleks.

Jangan lupa bahwa mempersiapkan generasi masa depan bukanlah hanya dengan mempercerdas mereka dalam hal teori pembangunan, namun mengisi jiwa mereka dengan keimanan sebagai mentalitas kehidupan mereka. Jiwa mereka tak boleh kosong dari agama karena dengan itulah ada keberkahan dan kebahagiaan sejati.

Teringatlah saya pada nasehat Imam al-Ghazali dalam risalah kecilnya berjudul risalah Ayyuhal Walad. Beliau berkata: “Wahai anak-anakku, walaupun telah 100 tahun engkau membaca buku, walaupun telah ribuan buku engkau kumpulkan, engkau belum siap mendapatkan rahmat Allah sebelum Anda mewujudkan semuanya dalam bentuk amal perbuatan.”

Betapa kita membutuhkan karya nyata selain hapalan akan pendapat dan teori. Perlu selalu mempertanyakan apa yang telah kita perbuat dan persembahkan pada masyarakat. Lalu Imam Ghazali memperkuat nasehat tersebut di atas dengan beberapa ayat, di antaranya adalah:

  1. Tak ada bagi manusia kecuali apa yang telah dia usahakan.
  2. Siapa yang berharap rahmat Tuhannya, maka berbuatlah dengan perbuatan yang shalih.
  3. Balasan atas apa yang mereka kerjakan.

Iman itu adalah perkataan dengan lusa, pembenaran dengan hati dan perbuatan dengan anggota tubuh. Di sinilah kita temukan kesempurnaan iman.

INILAH MOZAIK

Mengapa Doaku Belum Dikabulkan?

Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala ditanya tentang orang yang merasa bahwa doanya lama (atau tidak segera) dikabulkan. Dia berkata, “Sungguh aku telah berdoa kepada Allah Ta’ala, namun Allah Ta’ala tidak mengabulkannya.”

Penjelasan beliau:

Segala puji bagi Allah Ta’ala, Rabb semesta alam. Aku bershalawat dan mengucapkan salam kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga dan sahabat beliau seluruhnya. Aku meminta kepada Allah Ta’ala untukku dan untuk saudara-saudaraku sesama kaum muslimin untuk mendapatkan hidayah taufik agar aqidah, ucapan dan amal menjadi lurus (shahih).

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir [40]: 60)

Orang yang berdoa kepada Allah Ta’ala, namun tidak dikabulkan, dia pun merasa rancu (bertanya-tanya) melihat realita yang dia dapatkan ketika dikaitkan dengan janji dalam ayat tersebut. Allah Ta’ala telah berjanji dalam ayat tersebut bahwa siapa saja yang berdoa kepada-Nya, niscaya akan Allah Ta’ala kabulkan. Dan Allah Ta’ala tidak pernah menyelisihi janji-Nya.

Jawaban atas kerancuan ini adalah bahwa pengkabulan doa itu memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Syarat pertama

Ikhlas kepada Allah Ta’ala, yaitu seseorang memurnikan niatnya dalam berdoa untuk menghadap Allah Ta’ala, dengan hati yang khusyuk, jujur dalam bersandar kepada-Nya. Dia mengilmui bahwa Allah Ta’ala berkuasa untuk mengabulkan doanya dan dia benar-benar berharap agar doanya dikabulkan oleh Allah Ta’ala.

Syarat ke dua

Seseorang merasa ketika berdoa bahwa dia berada dalam keadaan mendesak untuk dikabulkannya doa tersebut, bahkan dalam kondisi paling darurat. Dan Allah Ta’ala saja satu-satunya yang mampu mengabulkan doa orang-orang yang dalam keadaan terdesak (kesulitan) ketika berdoa kepada-Nya dan yang menghilangkan kesusahan.

Adapun orang-orang yang berdoa kepada Allah Ta’ala, namun dia merasa tidak membutuhkan Allah Ta’ala dan tidak merasa dalam kondisi mendesak, (misalnya) dia berdoa hanyalah karena kebiasaan (adat) semata atau untuk coba-coba (siapa tahu dikabulkan), maka doa semacam ini tidaklah layak untuk dikabulkan.

Syarat ketiga

Dia menjauhi makanan haram. Karena sesungguhnya makanan haram adalah penghalang antara doa seorang hamba dengan pengkabulan doa. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits yang valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau bersabda,

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} [المؤمنون: 51] وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة: 172] ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟

“Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidaklah menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang mukmin sebagaimana perintah kepada para Rasul, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 172)

Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Wahai para rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal shalih-lah kalian.” (QS. Al-Mu’minuun [23]: 51)

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut (acak-acakan) dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke atas (sambil mengatakan), “Ya Rabb, Ya Rabb”, namun makanannya berasal dari yang haram, pakaiannya berasal dari yang haram, dan tumbuh dari yang haram. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Bagaimana mungkin doanya tersebut dikabulkan?” (HR. Muslim no. 1015)

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menilai sangat kecilnya kemungkinan doa orang tersebut dikabulkan. Padahal orang tersebut telah menempuh sebab-sebab dzahir yang memungkinkan doanya untuk dikabulkan, yaitu:

Pertama, mengangkat kedua tangan ke atas, yaitu menuju Allah Ta’ala. Karena Allah Ta’ala berada di atas, istiwa’ di atas ‘arsy-Nya. Mengangkat kedua tangan ke atas termasuk sebab pengkabulan doa sebagaimana terdapat dalam hadits,

إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي من عبده إِذَا رَفَعَ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا

“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Pemalu dan Maha Pemurah. Allah Ta’ala malu kepada hamba-Nya yang mengangkat dua tangannya kepada-Nya, namun kembali dalam keadaan kosong (yaitu, tidak dikabulkan).” (HR. Tirmidzi no. 3556, Abu Dawud no. 1488, Ibnu Majah no. 3865)

Kedua, orang tersebut berdoa kepada Allah dengan menyebut nama Allah “Ar-Rabb”, yaitu dengan memanggil “Ya Rabb, Ya Rabb”.

Tawassul kepada Allah Ta’ala dengan (menyebut) nama Allah Ta’ala tersebut merupakan sebab pengkabulan doa. Karena Rabb merupakan pencipta, raja, yang mengatur seluruh urusan, dan pengaturan langit dan bumi berada di tangan-Nya.

Oleh karena itu, kita jumpai mayoritas lafadz doa yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah dengan menggunakan nama Allah Ta’ala ini,

رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ ؛ رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ ؛ فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ

“Ya Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu), “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kami pun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.

Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.”

Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 193-195)

Jadi, bertawassul dengan menyebut nama Allah tersebut (Ar-Rabb), meruapakan di antara sebab pengkabulan doa.

Ketiga, orang tersebut melakukan safar (perjalanan jauh). Mayoritas keadaan orang yang sedang safar adalah sebab pengkabulan doa. Hal ini karena orang yang sedang safar (misalnya dengan pesawat, pent.) merasa sangat butuh Allah Ta’ala. Merasa sangat butuhnya seorang hamba kepada-Nya ketika safar itu lebih besar daripada ketika sedang dalam kondisi tidak safar, lebih-lebih di zaman dahulu.

“Rambutnya kusut acak-acakan dan berdebu”, seolah-olah dia tidak memperhatikan kondisi dirinya sendiri. Karena kebutuhan yang lebih penting daripada itu adalah bersandar kepada Allah Ta’ala, dan berdoa kepada-Nya, apapun kondisinya, baik dalam kondisi kusut dan berdebu, atau dalam dalam kondisi nyaman. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala turun ke langit dunia pada sore hari ketika hari Arafah, membanggakan orang-orang yang wukuf di Arafah di depan malaikat. Allah Ta’ala berkata,

أتوني شعثا غبرا ضاحين من كل فج عميق

“Mereka mendatangiku dalam keadaan kusut, berdebu, berjalan dari semua tempat yang jauh.”

Sebab-sebab pengkabulan doa ini tidaklah berfaidah sedikit pun ketika makanannya haram, pakaiannya haram dan dia pun tumbuh dari barang haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟

“Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?”

Jika syarat-syarat pengkabulan doa ini tidak terpenuhi, maka sangat kecil doa tersebut akan dikabulkan.

Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, namun tidak dikabulkan, maka hal tersebut karena suatu hikmah yang Allah Ta’ala ketahui dan tidak diketahui oleh hamba yang berdoa. Boleh jadi kita menginginkan sesuatu, padahal sesuatu tersebut tidak baik untuk kita.

 

Ketika syarat-syarat tersebut terpenuhi, namun tidak Allah Ta’ala kabulkan, maka bisa jadi:

(Pertama), dia tercegah dari kejelekan (bahaya atau musibah) yang lebih besar.

(Ke dua), Allah Ta’ala simpan doa tersebut sampai hari kiamat dan Allah Ta’ala penuhi pahalanya yang sangat besar.

Hal ini karena hamba yang berdoa dengan terpenuhi syarat-syaratnya, namun tidak dikabulkan, dan tidak dicegah dari kejelekan yang lebih besar, dia telah melakukan sebab-sebab (sebagaimana yang diperintahkan syariat, pent.). Tidak dikabulkannya doa tersebut adalah karena hikmah tertentu, sehingga dia mendapatkan pahala dua kali: (1) karena sebab doanya; (2) karena sebab musibah yang menimpa dirinya dengan tidak dikabulkannya doanya tersebut dan Allah Ta’ala simpan untuknya (berupa pahala) yang lebih besar dan lebih sempurna.

Perkara penting lainnya adalah hendaknya seseorang tidak merasa bahwa doanya tidak segera (lama atau lambat) terkabul. Karena hal semacam ini adalah sebab tidak dikabulkannya doa. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ

“Doa salah seorang di antara kalian akan dikabulkan selama tidak tergesa-gesa.”

Para sahabat bertanya, “Apa maksud tergesa-gesa itu, wahai Rasulullah?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دَعَوْتُ و دَعَوْتُ و دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي

“Yaitu ketika seseorang berkata, “Aku berdoa, aku berdoa, aku berdoa, namun belum juga dikabulkan.” (HR. Bukhari no. 6340 dan Muslim no. 2735)

Maka tidak sepatutnya seseorang merasa bahwa doanya lama atau tidak segera Allah Ta’ala kabulkan, lalu mundur tidak berdoa dan meninggalkan doa. Bahkan seharusnya dia merengek-rengek dalam doanya. Karena setiap doa yang kita tujukan kepada Allah Ta’ala adalah ibadah yang mendekatkan diri kita kepada Allah Ta’ala dan menambah pahala.

Oleh karena itu, wahai saudaraku, hendaklah kalian berdoa kepada Allah Ta’ala, dalam setiap urusanmu, baik yang umum atau yang khusus, yang sulit atau yang mudah. Jika tidak ada dalam doamu kecuali itu adalah bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala, maka itu sudah layak bagi seseorang untuk bersemangat di dalamnya. Wallahul muwaffiq.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/43793-mengapa-doaku-belum-dikabulkan.html

Bersahabat dengan Alquran

Sesulit apapun kehidupan yang sedang dijalani, sekeras apapun perjuangan yang sedang dihadapi pasti akan terasa lebih ringan dan mudah jika dalam melaluinya ada sahabat yang selalu setia menyertai, dibanding jika semuanya harus ditanggung seorang diri.

Sebaliknya, sehebat apa pun pencapaian keberhasilan yang kita raih dan sedahsyat apapun penghargaan yang kita dapatkan akan terasa tak berarti apabila tidak ada siapapun untuk berbagi. Demikianlah dalam hidup ini pun akan menjadi sangat miris jika selamanya harus dijalani sendiri.

Oleh karena itu, dalam menjalani hidup ini, kita membutuhkan sahabat setia yang akan menjadi pengobat hati di saat sedih, penawar duka di saat luka, dan perisai jiwa di saat bahagia. Lantas siapakah sahabat sejati itu?

Jawabannya sangat jelas bahwa sahabat sejati bukanlah sahabat yang pandai mencederai, bukanlah sahabat yang senantiasa melukai, dan bukan juga sahabat yang selalu memuji.

Sahabat sejati adalah dia yang dapat menunjukkan jalan yang benar untuk menjadi pribadi yang dirindu oleh Ilahi, menjadi pribadi yang setiap aktivitasnya merupakan bentuk aktualisasi diri dan membentuk pribadi rabbani yang memiliki akhlak terpuji. Maka, sahabat sejati yang dapat menjadi kekuatan untuk setiap hamba adalah Alquran al-Kariim.

Seperti kita pahami bersama bahwa Alquran adalah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya dan menjadi petunjuk untuk setiap manusia. Lebih dari itu, dapat disimpulkan secara umum bahwa Alquran merupakan panduan utama yang dapat dijadikan sahabat sejati dalam mengarungi kehidupan agar sesuai dengan maksud dan tujuan Allah (Maqashid as-Syariah).

Sebagaimana Allah berfirman, “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan (Alquran). Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS al-Maidah: 15-16).

Oleh karena itu, kita harus bisa bersahabat dengan Alquran karena Alquran adalah mukjizat abadi (mukjizat khalidah). Keberadaannya diyakini sebagaimana kata pepatah “tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan” dan akan senantiasa relevan di setiap waktu dan zaman (shalih fi kulli zamanin wa makanin).

Untuk menjadikan Alquran sebagai sahabat sejati, tentu kita harus memosisikan dan memperlakukannya seperti kita memperlakukan sahabat dalam hidup ini. Cara kita memperlakukan sahabat dalam hidup seringkali menjadikannya sebagai teman curhat, mendengar nasihatnya, mengikuti petuahnya, dan ingin selalu dekat di sisinya. Bahkan, sering kali kita tidak bisa dipisahkan dalam jarak dan waktu.

Begitu pun ketika Alquran sudah menjadi sahabat sejati dalam kehidupan kita. Maka, tentu kita akan membuatnya terasa istimewa dalam hidup kita.

Banyak cara untuk bisa mengistimewakan Alquran agar menjadi sahabat sejati dalam hidup. Berikut ini adalah empat cara yang dapat dilakukan untuk menjadikan Alquran sebagai sahabat sejati yang istimewa:

Pertama, melafazkannya atau membacanya. Aktivitas membaca Alquran merupakan cara yang paling awal untuk bisa menjadikan Alquran sebagai sahabat sejati dalam kehidupan kita. Aktivitas membaca Alquran dapat dimaknai dengan melakukan rutinitas yang disusun secara sistematis dalam mengalokasikan waktu untuk bisa membaca Alquran.

Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Alquran, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafaat bagi orang-orang yang bersahabat dengannya.” (HR Muslim).

Kedua, menghafalkannya. Kegiatan untuk bisa menghafal Alquran adalah langkah kedua yang dapat menjadikan Alquran sebagai sahabat sejati yang terpatri dalam hati dan tertera dalam jiwa. Sebagai sebuah kitab suci yang dijadikan pedoman hidup, ternyata Alquran merupakan satu-satunya kitab suci yang mudah dihafal di antara kitab samawi lainnya.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS al-Qamar (54) ayat 17, “Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran itu?” (QS al-Qamar [54]: 17).

Ketiga, menadaburinya. Langkah ketiga untuk bisa menjadikan Alquran sebagai sahabat sejati dalam kehidupan adalah dengan berusaha untuk memahami dan menadaburinya. Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an menuliskan bahwa disunahkan membaca Alquran dengan tadabur (berusaha merenungkan kandungan maknanya) dan tafahum (berusaha memahami kandungan maknanya).

Keempat, mengamalkannya. Langkah pamungkas yang harus dipastikan untuk bisa bersahabat dengan Alquran adalah berusaha untuk mengamalkan setiap ayat yang terkandung di dalamnya.

Proses untuk bisa mengamalkan ini dapat dipahami dengan cara menjadikan setiap aktivitas kita sesuai dengan tuntunan Alquran, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi.

Di antara aktivitas yang bisa dilakukan sebagai bentuk dari pengamalan Alquran, misalnya, menghargai waktu, menjaga hubungan baik dengan tetangga, tidak berlebih-lebihan dalam berperilaku, dan berusaha untuk menghindari transaksi ribawi.

Langkah-langkah untuk bisa mengamalkan Alquran merupakan kegiatan yang Rasulullah SAW sebutkan agar menjadi manusia yang paling baik. Sebagaimana dalam sebuah sabdanya, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya (mengamalkannya).” (HR Bukhari).

Maka, melalui penjelasan di atas, sudah saatnya setiap kaum Muslimin bisa menjadikan Alquran sebagai sahabat sejatinya, yaitu dengan berakhlak sebagaimana akhlak Alquran, menerapkan manajemen hidup sebagaimana manajemen Alquran, cara bergaul ala Alquran dan semua urusan yang senantiasa disandarkan kepada nilai-nilai Alquran.

Tiga Sayuran Permintaan Musa dalam Alquran dan Khasiatnya

Allah SWT menciptakan segala sesuatu tentu dengan beragam manfaat yang terkandung di dalamnya, sekalipun manusia tidak mengetahuinya. Di antara mukjizat Alquran adalah informasi yang diberikan terkait segala benda sudah pasti memiliki khasiat dan rahasia tersendiri.

Termasuk sayuran. Ada tiga sayuran yang disebutkan dalam Alquran secara bersamaan pada ayat ke-61 surah al-Baqarah. Ini sebagaimana redaksi ayat yang berbunyi demikian:

”Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.”

Temuan dari ilmu pengetahuan mengungkapkan bahwa ketiga jenis sayuran ini ternyata memiliki khasiat dan manfaat yang utama bagi kesehatan. Menariknya, ketiga sayuran itu merupakan permintaan dari Bani Israel kepada Musa AS. Berikut ini ketiga sayuran yang dimaksudkan ayat tersebut di atas:

Mentimun

Rasulullah SAW seperti yang dikisahkan dari hadis riwayat Bukhari gemar mengkonsumsi timun dan kurma basah. Dan ternyata mentimun adalah jenis sayuran yang istimewa. Banyak kandungan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh di dalamnya.

Mentimun rendah lemak jenuh, kolestrol, dan sodium. Mentimun juga sumber vitamain A, asam pantotenat, magnesium, fosfor, dan magnesium. Mentimun ini juga tinggi kalium, karbohidrat, vitamin C dan K.

Sebuah penilitian mengungkapkan, setidaknya ada 30 khasiat mentimun bagi kesehatan. Tiap bagian dari sayuran ini mengandung khasiatnya sendiri, mulai dari kulit, daging, bahkan bijinya. Seperti pencegah gangguan jantung, membantu pencernaan, dan mengatasi batu ginjal.

Bawang Merah

Bawang merah adalah jenis sayuran favorit dalam dunia kuliner sepanjang sejarah peradaban. Sayuran ini mengandung hormon auksin dan giberlin sebagai pengatur tubuh alami. Sayuran ini juga memiliki kandungan gizi berupa vitamin C, kalium, serat, dan asam folat.

Kandungan antiseptik dan senyawa alliin yang diproses oleh enzim allinase menjadi antimikroba yang bersifat bakterisida. Beberapa khasiatnya, antara lain, mengontrol kadar kolestrol, pencegah pertumbuhan sel kanker, dan mengontrol kader diabetes.

Bawang Putih

Tanaman ini disebut-sebut berasal dari Mesir, sesuai dengan konteks turunnya ayat ke-61 surah al-Baqarah di atas. Tak heran jika tradisi para Firaun menjadikan bawang putih sebagai barang suci dan sesajen untuk dewa mereka 5.000 tahun yang silam. Dunia Barat pun baru mengenal tanaman ini selama Perang Salib berlangsung.

Temuan termutakhir mengungkap khasiat bawang putih yang mengandung protein, vitamin B, C, dan E, mineral, dan arang nabati. Selain itu, juga terdapat protida, fostam oksida, dan antibiotik. Bawang putih bermanfaat sebagai penawar tifus, gangguan tenggorokan, batuk, TBC, dan melawan kolestrol jahat.

KHZANAH REPUBLIKA

Tingkatan Cobaan

Suatu hari seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya?” Beliau SAW menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian yang sesudah mereka secara berurutan berdasarkan tingkat kesalehannya. Seseorang akan diberikan ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cobaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikit pun.” (HR Bukhari).

Hadis di atas menunjukkan bahwa kadar cobaan berupa musibah yang diberikan Allah SWT itu bertingkat. Semakin tinggi tingkat keimanan, semakin berat ujian yang dialami.

Sejatinya cobaan itu merupakan proses penguatan iman dan ketakwaan. Maka, bersabarlah dan terimalah dengan segala keikhlasan apa yang terjadi. Tidak perlu segala cobaan itu disikapi berlebihan. Tafakuri dan temukan hikmah dari setiap ujian.

Sikap ikhlas atas kehendak-Nya dan menafakuri apa yang dialami, akan memberikan pengalaman spiritual yang luar biasa dan menjadi bekal dalam menjalani kehidupan. Kehidupan adalah sekolah, nilainya ditentukan seberapa hebat tingkat kesabaran, keikhlasan, keimanan, dan ketakwaannya. Tidak ada sesuatu pun yang tak bernilai, semuanya memiliki tujuan. Dan bagi mereka yang mampu mengambil pelajaran, kemuliaan hidup yang akan didapatkan.

Apabila saat ini kondisi ekonomi terasa sangat berat, rupiah yang terpuruk hingga nilai tukarnya terhadap dolar AS mencapai Rp 14 ribu, tetaplah bersyukurlah. Sebab, Indonesia masih aman, jauh dari kondisi perang. Bisa dibayangkan, dalam kondisi perang, bukan hanya mahal, tapi kehidupan menjadi sulit.

Apabila kita tengah menghadapi kebangkrutan usaha, utang menggunung, tetaplah berusaha dan bersyukur karena Allah tidak membangkrutkan iman dan ketakwaan kita. Bangkrut di dunia ini lebih baik daripada bangkrut di akhirat nanti.

Apabila ada salah satu anggota keluarga kita yang sedang sakit, kecelakaan, atau bahkan meninggal, ikhlaslah dan sadari bahwa tak ada sesuatu pun di dunia ini yang bukan atas kehendak-Nya. Tak ada sesuatu apa pun yang luput dari pengetahuan-Nya. Kehidupan dunia ini sesungguhnya ladang amal saleh, mengumpulkan bekal untuk kehidupan abadi kelak.

Apabila kita tengah dilanda musibah, anak tidak bisa diatur karena kenakalannya, atau sedang ingin memiliki anak, sudah belasan tahun belum juga diamanahi oleh-Nya, tetaplah berbaik sangka kepada-Nya. Doa dan ikhtiar jangan kendur, terus berusaha dan percayakan bahwa Tuhan akan memberikan kita apa yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan.

Ujian dan cobaan di dunia merupakan keniscayaan, siapa pun tidak bisa menghindarinya. Ibarat pelangi yang menjadi warna-warni kehidupan. Dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 155 disebutkan, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Sabar dan bijak dalam menghadapi cobaan dari Allah tidak mudah untuk dilakukan. Ikhlas menerima ketentuannya, akan memberikan kekuatan jiwa dan pahala. Dalam surah az-Zumar ayat 10 disebutkan: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”

Penyakit, kesulitan hidup, kehilangan orang yang paling disayangi, dan bencana merupakan bagian dari skenario indah Tuhan untuk menaikkelaskan derajat kita. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah segala sesuatu yang menimpa orang beriman dari kesusahan, sakit, kegundahan, kesedihan dan gangguan, hingga duri yang menusuknya, kecuali Allah menggugurkan kesalahannya dengan semua itu.” Wallahu’alam.

Oleh: Iu Rusliana

KHAZANAH