Bahaya Kezaliman dan Berlaku Semena-Mena

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.

مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. 

أَمَّا بَعْدُ: 

فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Ma’asyiral Muslimin, jemaah Jum’at yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Pertama-tama, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala, baik dengan mentaati seluruh perintah-Nya ataupun dengan meninggalkan seluruh kemaksiatan kepada-Nya. Karena dengan ketakwaan inilah Allah Ta’ala menghapus kesalahan-kesalahan kita dan dengannya pula pahala kebaikan kita akan dilipatgandakan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّاٰتِهٖ وَيُعْظِمْ لَهٗٓ اَجْرًا

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.(QS. At-Talaq: 5).

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Allah Ta’ala mengharamkan kezaliman untuk diri-Nya sendiri, mengharamkannya juga untuk para hamba-Nya serta melarang hamba-hamba-Nya dari saling menzalimi di antara mereka sendiri. Allah Ta’ala berfirman dalam sebuah hadis qudsi,

يا عِبَادِي، إنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ علَى نَفْسِي، وَجَعَلْتُهُ بيْنَكُمْ مُحَرَّمًا، فلا تَظَالَمُوا

”Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Akupun jadikan kezaliman itu di antara kalian sebagai sesuatu yang haram. Maka janganlah kalian saling menzalimi.” (HR. Muslim no. 2577).

Saudaraku, kita hidup di zaman yang sangat memprihatinkan. Zaman dimana kezaliman menyebar luas di tengah masyarakat. Bahkan di rumah-rumah kaum muslimin sekalipun, kezaliman itu sangat mudah dijumpai. Betapa banyak ayah yang menzalimi anak-anaknya dan keluarganya, seorang anak yang menzalimi orang tuanya sendiri, dan beragam kasus serupa yang terkadang tak dapat dinalar oleh akal sehat.

Kezaliman ini juga sangat mudah kita temukan dalam hubungan bertetangga. Betapa banyak tetangga yang satu menzalimi yang lainnya, menyakitinya atau merampas hak-haknya. Kezaliman juga sangat mudah kita jumpai dalam ranah hukum dan pengadilan. Betapa banyak orang yang dihukum dengan semena-mena, dituduh dengan tuduhan palsu, dirampas, dan dipalak hartanya, atau bahkan dipaksa harus menyuap untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya, naudzubillahi min dzalik.

Wahai saudaraku yang masih melakukan kezaliman, ingatlah selalu salah satu firman Allah Ta’ala,

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللّٰهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظّٰلِمُوْنَ ەۗ اِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيْهِ الْاَبْصَارُۙ

“Dan janganlah engkau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang yang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS. Ibrahim: 42).

Pada hari itu, Allah Ta’ala tegakkan keadilan dan Allah Ta’ala berikan setiap hak kepada pemilik sebenarnya. Sungguh Allah Mahaadil, benar-benar tidak akan menzalimi siapapun; bahkan seekor hewan ternak sekalipun akan diadili karena seekor hewan lainnya yang tanduknya patah karena dirinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

لَتُؤَدُّنَّ الحُقُوقَ إلى أهْلِها يَومَ القِيامَةِ، حتَّى يُقادَ لِلشّاةِ الجَلْحاءِ، مِنَ الشَّاةِ القَرْناءِ

“Semua hak itu pasti akan dipenuhi pada hari kiamat kelak, hingga kambing bertanduk pun akan dituntut untuk dibalas oleh kambing yang tidak bertanduk.” (HR. Muslim no. 2582).

Jemaah Jum’at yang dirahmati Allah Ta’ala,

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam begitu seringnya mengingatkan kita semua dari bahaya perbuatan zalim ini. Di antaranya beliau bersabda,

اتَّقُوا الظُّلمَ ؛ فإنَّ الظُّلمَ ظُلُماتٌ يومَ القيامةِ

”Hindarilah kezhaliman, karena kezhaliman itu mendatangkan kegelapan pada hari kiamat kelak.” (HR. Muslim no. 2578).

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إنَّ اللَّهَ عزَّ وجلَّ يُمْلِي لِلظّالِمِ، فإذا أخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ، ثُمَّ قَرَأَ وكَذلكَ أخْذُ رَبِّكَ، إذا أخَذَ القُرَى وهي ظالِمَةٌ إنَّ أخْذَهُ ألِيمٌ شَدِيدٌ

“Sesungguhnya Allah membiarkan orang yang zalim. Namun, apabila Allah telah menghukumnya, Dia tidak akan melepaskannya.” Selanjutnya beliau membaca ayat, “Dan begitulah azab Rabb-mu apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu sangat pedih lagi keras.” (HR. Bukhari no. 4686 dan Muslim no. 2583).

Lihatlah bagaimana hukuman dan keadilan yang Allah Ta’ala berikan kepada orang-orang yang berbuat zalim di akhirat kelak. Allah Ta’ala ambil kebaikan dan pahala orang yang berbuat zalim untuk diberikan kepada orang-orang yang telah dizaliminya. Jika kebaikannya telah habis atau ia tidak memiliki kebaikan, maka ia akan menanggung dosa-dosa orang yang telah ia zalimi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن كَانَتْ له مَظْلِمَةٌ لأخِيهِ مِن عِرْضِهِ أَوْ شيءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ منه اليَومَ، قَبْلَ أَنْ لا يَكونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ، إنْ كانَ له عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ منه بقَدْرِ مَظْلِمَتِهِ، وإنْ لَمْ تَكُنْ له حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِن سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عليه

“Siapa yang pernah berbuat aniaya (zalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun, hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, (nanti pada hari kiamat) apabila dia memiliki amal saleh, maka akan diambil darinya sebanyak kezalimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya yang dizaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya.” (HR. Bukhari no. 2449).

Di hadis yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بيَمِينِهِ، فقَدْ أَوْجَبَ اللَّهُ له النَّارَ، وَحَرَّمَ عليه الجَنَّةَ فَقالَ له رَجُلٌ: وإنْ كانَ شيئًا يَسِيرًا يا رَسُولَ اللهِ؟ قالَ: وإنْ قَضِيبًا مِن أَرَاكٍ

“Barangsiapa mengambil hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan neraka untuknya, dan mengharamkan surga atasnya.” Maka seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, meskipun itu sesuatu yang sepele?” Beliau menjawab, “Meskipun itu hanya kayu siwak.” (HR. Muslim no. 137).

Marilah wahai saudaraku, segeralah meminta maaf, menunaikan hak-hak yang tertunda untuk orang-orang yang pernah kita zalimi, mintalah keikhlasan sebelum hari kiamat itu datang. Hari di mana tidak berguna lagi penyesalan, harta, dan apapun yang kita miliki.

Saudaraku, jemaat Jum’at yang semoga senantiasa dalam lindungan Allah Ta’ala,

Kezaliman adalah nama yang mencakup seluruh perkara keji, buruk, dan tindakan semena-mena. Kezaliman wahai hamba Allah adalah kegelapan yang dapat mengubah kondisi dan menghancurkan sebuah bangsa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وكَذلكَ أخْذُ رَبِّكَ، إذا أخَذَ القُرَى وهي ظالِمَةٌ إنَّ أخْذَهُ ألِيمٌ شَدِيدٌ

“Dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih, sangat berat.” (QS. Hud no. 102).

أقُولُ قَوْلي هَذَا   وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ   لي وَلَكُمْ،   فَاسْتغْفِرُوهُ   يَغْفِرْ لَكُمْ    إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ،  وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ   إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Maasyiral mukminin yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Ayat yang kita bacakan di penghujung khutbah pertama tadi merupakan pertanda bahwa bisa jadi sebuah kezaliman akan Allah segerakan hukumannya di dunia. Sungguh kezaliman merupakan salah satu dosa dan kemaksiatan yang pelakunya telah mendapatkan ancaman di dunia ini tanpa mengurangi hukumannya di akhirat kelak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما مِن ذَنْبٍ أجدَرُ أن يُعجِّلَ اللهُ تعالى لصاحبِهِ العُقوبةَ في الدُّنيا، مع مايدَّخِرُ له في الآخِرةِ، مِثْلُ البَغْيِ، وقَطيعةِ الرَّحِمِ.

“Tidak ada suatu dosa yang lebih pantas Allah Ta’ala percepat siksaannya di dunia bagi pelakunya, selain apa yang Allah siapkan baginya di akhirat, daripada perbuatan zalim dan memutus kekerabatan.” (HR. Abu Daud no. 4092, Tirmidzi no. 2511, Ibnu Majah no. 4211, dan Ahmad no. 20374).

Tidakkah takut orang-orang yang berbuat kezaliman dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam wasiatnya kepada Muadz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman? Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

واتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ؛ فإنَّه ليسَ بيْنَهُ وبيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

”Takutlah engkau dengan doa orang yang dizalimi. Karena tidak ada penghalang antara doa tersebut dengan Allah.” (HR. Bukhari no. 1496 dan Muslim no. 19).

Sungguh doa orang yang terzalimi merupakan salah satu doa yang paling mustajab. Jika ia mendoakan keburukan bagi orang yang menzaliminya, maka sangat mudah bagi Allah Ta’ala untuk mengabulkannya.

Bahkan apabila yang terzalimi tersebut adalah orang yang tidak beragama Islam atau orang yang fasik dan gemar bermaksiat sekalipun, maka Allah sangat mudah untuk mengabulkannya dan tidak ada penghalang antara doanya tersebut dengan Allah Ta’ala. Di hadis yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan,

دعوةُ المظلومِ مُستجابةٌ ، وإن كان فاجرًا ففُجورُه على نفسِه

“Doa orang yang dizalimi itu mustajab dan sangat mudah dikabulkan, sekalipun doa tersebut dari orang yang jahat. Karena kejahatannya itu memudharatkan dirinya (tanpa memengaruhi keterkabulan doa tadi).” (HR. Ahmad no. 8781 dan At-Thayaalisi no. 2450).

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Mungkin banyak dari kaum muslimin yang tangannya selamat dari menumpahkan darah kaum muslimin, atau selamat dari merampas harta orang lain, hingga kemudian ia mengira bahwa dirinya telah bebas dan selamat dari perbuatan zalim dan selamat juga dari doa orang orang terzalimi. Dia lupa bahwa kezaliman memiliki beragam bentuk; ada kezaliman terhadap sanak famili dan saudara, ada juga kezaliman terhadap anak sendiri dan istri.

Oleh karena itu, bertakwalah wahai saudaraku, berlakulah adil dan bijaksana dalam setiap tanggung jawab yang kita pikul, lemah lembutlah kepada anak-anak kita, kepada istri kita, dan kepada tetangga-tetangga yang tinggal di sekitar kita.

Jangan sampai, amal kebaikan dan pahala yang telah susah payah kita kumpulkan dan kita kerjakan di dunia ini hilang dengan mudahnya dan berpindah tangan kepada orang-orang yang telah kita zalimi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَعَوَّذوا باللهِ مِنَ الفَقرِ والقِلَّةِ، والذِّلَّةِ، وأنْ تَظلِمَ أو تُظلَمَ.

“Hendaklah kalian berlindung kepada Allah dari kefakiran, merasa kurang dan kehinaan, berbuat zalim atau dizalimi.” (HR. Abu Dawud no. 1544, An-Nasa’i no. 5461, Ibnu Majah no. 3842 dan Ahmad no. 10973).

Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari berbuat zalim dan semena-mena, berikanlah kami kebijaksanaan dalam bertindak dan karuniakanlah kami keadilan dalam setiap tindakan yang kami lakukan.

Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87681-teks-khotbah-jumat-bahaya-kezaliman-dan-berlaku-semena-mena.html

Ketika Nabi Muhammad Melihat Neraka dalam Mi’raj

Ketika Rasulullah SAW melaksanakan Mi’raj ke Sidratil Muntaha, Rasulullah SAW diperlihatkan keadaan seseorang yang ahli ibadah dan maksiat, selain itu beliau juga melihat Neraka. Berikut adalah kisah ketika Nabi Muhammad melihat neraka dalam peristiwa Isra dan Mi’raj. 

Kisah Nabi Muhammad melihat neraka disampaikan oleh Syekh Ahmad Dardir, ulama ternama dalam bidang ini. Karyanya yang berjudul Dardir Mi’raj, menjadi rujukan utama untuk membaca kisah ini. Beliau menceritakan;

Ketika Rasulullah SAW selesai melakukan Mi’raj, beliau menceritakannya kepada para Sahabat. Beliau menceritakan “diterangkan: “Di dalam surga terdapat buah delima yang besarnya sebesar kulit unta yang ada muatannya dan burung-burung surga itu sebesar Unta Khurasan yang memiliki dua punuk (punggung).” 

Shahabat Abu Bakr berkata: “Ya Rasulullah! Apakah dagingnya nikmat?” Kanjeng Nabi berkata: “Saya pernah memakan daging burung itu. Sungguh dagingnya benar-benar nikmat melebihi kenikmatan seluruh daging yang pernah aku rasakan. Dan saya berharap kamu bisa makan daging burung tersebut.” 

Lalu Kanjeng Nabi melihat Telaga Kautsar yang di dua tepinya terdapat rumah-rumahan kecil yang terbuat dari mutiara yang dilubangi. Tanahnya berbau harum seperti minyak misik. Lantas Kanjeng Nabi diperlihatkan batu dan besi di neraka. Di situ tempat kemurkaan, kutukan, dan siksaan Allah SWT. Seumpama batu dan besi dilemparkan ke dalam neraka, tentu akan hancur binasa dan meleleh. 

Di dalam neraka tiba-tiba ada sekelompok orang/umat yang semuanya memakan bangkai. Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa mereka ya Jibril?” Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang pekerjaannya suka memakan daging manusia (artinya: orang- orang yang gemar mengumpat).” 

Di situ, Kanjeng Nabi melihat Malaikat Malik penjaga neraka. Wajahnya selalu terlihat sadis dan memancarkan aura kemarahan yang sangat membara. Kanjeng Nabi mengawali berucap salam kepada Malaikat Malik. Lalu pintu neraka ditutup untuk menghormati Kanjeng Nabi. 

Lantas Kanjeng Nabi dibawa naik ke Sidrotul Muntaha. Kanjeng Nabi diselimuti kabut yang menyerupai mendung yang warnanya beraneka ragam. Dan Jibril punberhenti. Kanjeng Nabi lalu dibawa naik ke Mustawa (sebuah tempat tinggi yang biasanya dijadikan sebagai tempat peristirahatan). 

Di tempat tersebut, beliau terdengar gemricik kolam-kolam. Di situ, beliau juga melihat seorang lelaki yang diliputi oleh Nurul ‘Arsy. Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa dia wahai Jibril? Apakah seorang Malaikat?” Jibril menjawab: “Bukan!” Kanjeng Nabi bertanya lagi:“Apakah seorang nabi?” 

Dijawabnya kembali: “Bukan!” Kanjeng Nabi bertanya sekali lagi: “Lantas siapakah dia?” Dan dijawablah: “Dia adalah seorang lelaki yang semasa hidup di dunia, lisannya selalu basah sebab dibuat dzikir kepada Allah SWT. Dan hatinya selalu terikat erat dengan masjid. Serta tidak pernah memusuhi-tidak pernah menyakiti hati kedua orang tuanya.”

Demikianlah ilustrasi Neraka, ketika bersua dengan Nabi Ibrahim As, Nabi Muhammad SAW diminta untuk menyampaikan amalan kepada umatnya. Ketika Nabi Muhammad SAW bersua dengan Nabi Ibrahim AS, beliau berkata: “Selamat datang wahai anakku dan nabi yang shalih.” 

Lantas Nabi Ibrahim berpesan: “Perintahkanlah kepada umatmu, agar memperbanyak tanaman dan perhiasan surga, karena sesungguhnya tanah surga itu sangatlah bagus-subur dan luas.” Kanjeng Nabi bertanya: “Apa tanaman surga tersebut?” Nabi Ibrahim AS berkata: “ Yaitu: laa hawla wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘adhiim.

Menurut salah satu riwayat diterangkan bahwa: “Tolong sampaikan salam saya kepada umatmu dan ceritakanlah bahwa surga itu tanahnya bagus-sangat subur, tawar dan segar airnya. Adapun sesungguhnya tanaman surga tersebut adalah: subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallahu wallahu akbar.”

Demikianlah ilustrasi neraka yang diriwayatkan oleh Syekh Ahmad Dardir dalam kitabnya yang berjudul Al-Dardir ala Qissat al-Mi’raj halaman 19. Semoga bermanfaat, Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Cerita Anak Islami : Dahulukan Menolong Nyawa Manusia Apapun Agamanya

Sepeda kecil itu melaju dengan begitu kencang. Sang pengemudinya bertingkah seperti atlet balap sepeda yang tergesa-gesa mengejar garis finish. Tas di punggungnya seakan-akan ingin meronta tidak kuat dengan hentakan roda di jalan yang tidak begitu mulus.

Tiba-tiba ia menghentikan laju sepedanya secara mendadak. Berhenti tepat di belakang seorang bocah kecil yang terkaget dengan bunyi roda sepeda yang berhimpitan dengan aspal di jalan.

“astagfirullah, bikin kaget aja kamu amir” seru bocah kecil itu.

Sambil tertawa seolah tanda puas mengagetkan temannya ia berkata “ sudah kamu ikut bonceng saya aja imam, ini waktu sudah mau magrib, telat nanti kita shalat berjamaah”

Amir dan Imam adalah teman sejoli. Mereka memiliki aktifitas yang sama di sore hari. Mengaji di mushalla adalah rutinitas mereka selepas dari sekolah. Mereka berangkat berboncengan menyusuri jalan yang rindang menuju mushalla yang jaraknya tidak terlalu jauh dari arah mereka.

Tiba-tiba keduanya dikejutkan dengan suara. Brakkk!. Amir kembali menarik rem sepedanya secara tiba-tiba. Imam yang berada di belakang hampir saja terlempar ke depan.

Tepat di depan mereka seorang pengemudi sepeda motor terjatuh. Barang bawaan yang dikaitkan di motornya terlempar dan berhamburan di jalan. Bersamaan dengan itu suara adzan magrib mulai terdengar menghiasi langit di perkampungan yang sangat tenang itu.

“imam kita turun dulu bantu bapak itu” seru amir sambil memarkirkan sepedanya di bahu jalan.

“mir, ini sudah adzan, terlambat kita shalat magrib” imam menegur amir yang tidak ingin menyia-nyiakan datangnya waktu shalat.

“shalat itu penting mam, tetapi menolong orang juga penting” terang amir kepada temannya.

“tapi shalat berjamaah itu dapat 27 pahala mir, kita tidak boleh menyia-nyiakan. Lagian kita kan tidak tahu apakah bapak itu orang Islam atau bukan” ketus imam dengan nada seorang penceramah yang menggelegar.

“imam temanku yang baik, dengarin, membantu orang itu tidak perlu melihat apa agamanya, Sudah ayo lekas bantu”

Amir segera bergegas menghampiri bapak yang terjatuh itu. Imam yang masih sedikit tidak sepakat dengan alasan temannya itu tetap mengikutinya. Amir membantu mengangkat tubuh bapak yang terkulai di jalan. Imam mengangkat sepeda motor yang berat itu yang masih tergeletak di tengah jalan.

“sudah dek, saya tidak apa-apa hanya terpleset saja” bapak itu mulai duduk dan berusaha bangkit.

Terlihat imam mengumpulkan barang-barang yang berserakan di jalan. Dengan cekatan ia kumpulkan satu per satu dimasukkan dalam kantong plastik hitam milik sang pengemudi.

“alhamdulillah kalo gitu pak, tapi bapak tidak apa-apa kan? Ada yang luka pak? Apa perlu ke rumah sakit?” tanya amir bertubi-tubi.

“tidak apa, nggak ada yang luka, hanya terpeleset saja” terang bapak itu dengan penuh senyum dan kagum kepada Amir dan Imam.

“oh ya sudah kalo memang tidak apa-apa pak, kita harus pergi dulu ke mushalla depan” terang amir.

“ kalian mau ke mushalla depan itu? Mau shalat ya kalian? Sudah bapak antar biar kalian biar tidak telat”

“ gak apa-apa pak, kita naik sepeda berdua, insyallah masih belum telat “, kata Amir.

“sudah ayo jalankan sepeda kalian, ikut pegangan di belakang motor saya” ajak bapak pengemudi motor itu.

Tanpa ragu amir memegang pegangan yang ada di belakang motor itu dan satu tangan lagi tetap kuat menggengam setir sepedanya. Motor dan sepeda itu melaju kencang menembus jalan yang dihiasi senja yang begitu indah.

Imam teriak kencang kegirangan menikmati putaran sepeda yang melaju tidak seperti biasanya “ayo mirrrr…gas terruuuuuus, terbang ke angkasa..”. Keduanya begitu senang sambil melepas tawa.

Tibalah mereka di mushalla kecil dengan nafas tergopoh-gopoh. Terlihat para jamaah sudah berdiri dan bersiap untuk shalat berjamaah. Amir dan Imam berlari kecil berada di shaf kedua dari barisan para orang dewasa. Terlihat anak-anak yang lain menengok ke arah mereka berdua yang seolah menegor keterlambatan mereka.

Setelah melaksanakan shalat magrib. Anak-anak terlihat melingkar dan mengelilingi seorang ustadz yang tidak terlalu tua, tetapi terlihat berwibawa. Satu persatu mereka membaca al-Quran dan diteliti oleh sang ustadz. Sesekali ia memberhentikan bacaan anak-anak dan memperbaiki cara bacanya.

Setelah selesai mengaji, sang ustadz memanggil dengan sedikit suara kencang “amir, imam, kesini dulu!”

Keduanya yang ingin beranjak bermain petak umpet bersama teman-temannya di halaman mushalla seolah terhenti. Ia terpatung dan saling bertatap muka. Dengan sedikit rasa khawatir dan takut mereka berbalik arah dan berjalan pelang menghampiri sang ustadz.

“saya dengar dari teman-temanmu, tadi kalian agak sedikit terlambat, memang kalian pergi kemana dulu sebelum ke mushalla? Bukannya kalian sudah pamit ke orang tua pergi mengaji?” seru ustadz dengan nada integrosi layaknya penuntut umum di pengadilan.

“ehmm..ini semua salah amir, ustad Jamil, makanya kita jadi terlambat” Imam mencoba menjelaskan dengan kata-kata yang terbata-bata.

Tidak terima, Amir spontan menginjak pelan kaki Imam sambil berbisik “ koq salah saya sih mam”.

“sudah-sudah jelaskan secara jujur. Ayo imam ceritakan yang sebenarnya” potong sang ustad.

“baik ustad Jamil” Imam mulai menjelaskan secara pelan dan terperinci kronologi kejadian yang mereka alami di tengah jalan tadi. Lengkap dengan perdebatan di antara mereka berdua. Ustadz Jamil mulai menangkap semua cerita yang disampaikan imam.

Ia dengan nada yang pelan dan santun menjelaskan : “sebenarnya tidak ada yang salah dari cerita kalian. Amir dan imam tidak ada yang salah. Imam yang bergegas datang ke mushalla untuk mendapatkan keutamaan pahala jamaah merupakan niat yang baik. Amir yang menangguhkan perjalanan ke mushalla untuk menolong orang juga merupakan amal ibadah yang baik. Saya hanya ingin meluruskan pemahaman kalian. Bahwa Islam memerintahkan umat manusia untuk beribadah sebagaimana Tuhan menciptakan manusia hanya untuk beribadah. Tetapi, Ibadah itu dalam Islam juga mempertimbangkan nyawa, kemanusiaan dan kemampuan. Karena itulah, dalam Islam dikenal dengan hukum rukhsah”.

“Apa itu rukhsah ustad?” keduanya kompak menyela.

“Rukhsah itu mudahnya seperti diskon, keringanan dan kemudahan yang diberikan Allah kepada umat Islam ketika berada dalam kesusahan dan kepayahan dalam beribadah. Misalnya, ketika ada hujan deras, badai kencang, atau ada penyakit menular di tengah masyarakat, umat Islam diberikan keringanan untuk tidak shalat berjamaah di masjid. Cukup di rumah masing-masing karena semata menjaga keselamatan nyawa manusia. Islam itu sangat menghargai nyawa termasuk dalam beribadah. Dalam kaidah fikih ada suatu kaidah yang mengatakan : mencegah kemudharatan itu didahulukan ketimbang meraih kemashalahatan. Artinya, menyelamatkan diri dari bahaya itu dianjurkan lebih didahulukan ketimbang mengambil kemashalahatan ibadah semisal shalat jamaah. Jadi, menolong orang tengah jalan demi keselamatan nyawa sendiri atau orang lain itu harus didahulukan”.

Ami dan Imam terlihat mengangguk-ngangguk seolah mengerti semua yang dijelaskan ustadz Jamil.

“Tapi ingat, jangan kalian jadikan rukhshah itu menjadi alasan menyepelekan ibadah. Ketika penyebab rukhshah hilang, maka hukum asal suatu ibadah kembali seperti semula” ustad Jamil mewanti-wanti Imam dan Amir, sambil menatap mata mereka berdua”.

“tapi ustadz, saya masih ada sesuatu yang mengganjal, bagaimana hukumnya menolong orang yang bukan muslim, kan kita tidak tahu orang yang ditolong itu muslim atau non muslim?” Imam bertanya seolah masih penasaran sambil melihat ke arah Amir seolah ingin menyalahkannya.

“memang kamu kalo membeli sesuatu di pasar atau di warung harus bertanya agama penjualnya? Atau kalo kamu mau berobat ke dokter harus bertanya apa agama sang dokter? Rasulullah itu menghormati manusia karena kemanusiaannya. Kebaikan itu tetap menjadi kebaikan meskipun muncul dari orang yang berbeda agama. Sebaliknya keburukan akan tetap buruk sekalipun dilakukan oleh orang yang sekeyakinan dengan kita.

Suatu ketika Nabi berdiri untuk menghormati iring-iringan rombongan yang sedang mengusung jenazah. Para sabahat menegor Nabi karena yang meninggal itu bukan muslim, melainkan orang Yahudi. Apa yang dikatakan Nabi? Beliau menjawab : bukankah ia juga seorang manusia? Dalam Riwayat lain, istri tercinta Nabi Sayyidah Aisyah sedang memasak makanan. Nabi bertanya : sudahkan anda memberikan Sebagian makanan kita ke tetangga si fulan. Sayyidah Aisyah menyela Nabi dan berkata: bukankah si fulan itu Yahudi ya Rasulullah. Nabi hanya menjawab : bukankah si fulan juga tetangga kita? Jadi, intinya Nabi memberikan teladan bagi kalian berdua dan seluruh umat Islam, berbuatlah baik kepada siapapun niscaya Allah akan berbuat baik kepada kalian”.

Selesai mendengar penjelasan ustadz Jamil, Amir dan Imam segera berlari kencang mendekati teman-temanya yang sedang asyik bermain di halaman mushalla kecil itu. Ustadz Jamil pun tersenyum melihat keriangan anak-anak yang terlihat bahagia menikmati masa kanak-kanak mereka dengan indah di mushallanya.

Di dalam hati ia terus mendoa-doakan para santrinya agar tetap teguh dalam keimanan, istiqamah dalam ibadah serta gigih dalam beramal kebajikan terhadap sesama.

ISLAMKAFFAH

Pengaruh Iman kepada Hari Akhir pada Akidah Seorang Muslim

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

 

Pertanyaan:

Jemaah bertanya, “Apakah pengaruh keimanan kepada hari akhir pada akidah seorang muslim?”

Jawaban:

Alhamdulillah rabbil ‘alamin, wa shallallahu wasallam ‘ala nabiyyina muhammadin wa ashhabihi wa man tabi’ahum bi ihsanin ila yaumi ad-din.

Iman terhadap hari akhir merupakan satu di antara rukun iman yang enam. Rukun iman yang pernah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau ditanya oleh Jibril mengenai iman ini. Beliau menjawab,

أن تؤمن بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر

Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir …

Pengaruh keimanan ini pada hati dan amal seorang mukmin sangat besar.

Jika seorang mukmin beriman kepada hari akhir, maka dia akan beramal untuknya (hari akhir, pent.). Beramal untuk hari akhir adalah dengan melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan meninggalkan larangan Allah dan Rasul-Nya.

Jika keimanan kepada hari akhir sirna, maka akan sirna pula seluruh keimanan. Karena ia (iman kepada hari akhir, pent.) adalah satu di antara rukun iman. Kehilangan satu dari rukun iman, maka dia kehilangan seluruh iman, sedangkan iman itu tidak terbagi-bagi. Seseorang hendaknya beriman dengan seluruh rukun iman. Jika tidak, hilanglah seluruh keimanannya.

Pengaruh keimanan kepada hari akhir sangat agung. Allah Tabaraka wa Ta’ala menyebutkannya di banyak tempat di dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman menerangkan bahwa ingkar terhadap hari akhir adalah kekafiran,

زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ

Orang-orang yang kafir mengira bahwa mereka tidak akan dibangkitkan. Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak demikian. Demi Tuhanku, kamu pasti dibangkitkan, kemudian diberitakan semua yang telah kamu kerjakan.’” (QS. At-Tagabun: 8)

Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk bersumpah bahwa akan dibangkitkan. Allah menjelaskan bahwa hal tersebut mudah bagi Allah, وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ . Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ وَلَهُ الْمَثَلُ الأَعْلَى فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Ar-Rum: 27)

Demikian. Semoga bermanfaat.

***

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP

Artikel: Muslim.or.id

 

Sumber:

Diterjemahkan dari https://binothaimeen.net/content/12932

© 2023 muslim.or.idSumber: https://muslim.or.id/87583-pengaruh-iman-kepada-hari-akhir-pada-akidah-seorang-muslim.html

Menag Usulkan Skema Cicilan Pelunasan Biaya Haji

Jamaah calon haji bisa melakukan pelunasan hingga tenggat waktu yang diberikan.

Untuk meringankan beban calon jamaah haji yang akan berangkat pada musim haji 1445 H/2024 M, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut mengusulkan adanya skema cicilan pelunasan biaya haji atau ongkos haji.

“Skema yang kita persiapkan belum sampai ke kenaikan (biaya haji), tetapi kita mengusulkan formula cicilan pelunasan agar supaya calon jamaah tidak terlalu berat,” ujar Gus Yaqut saat hadir dalam acara penutuan Munas dan Konbes NU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Selasa (19/9/2023).

Pada penyelenggaraan haji sebelumnya, pelunasan dilakukan setelah penetapan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih). Skema pelunasannya dilakukan dalam satu kali pembayaran.

Namun, kali ini Gus Yaqut Yaqut mengusulkan agar skema pelunasan diubah. Jamaah calon haji bisa melakukan pelunasan hingga tenggat waktu yang diberikan.

“Kalau kemarin kan harus langsung lunas. Nah, sekarang dibolehkan untuk melakukan cicilan supaya agak ringan saat melakukan pelunasan,” ucap Gus Yaqut.

Usulan ini akan dibawa ke rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI. Rencananya, pada 27 September 2023 akan dilakukan evaluasi keuangan haji bersama Komisi VIII DPR RI.

“Kemudian nanti Insya Allah di pertengahan Oktober sudah mulai pembahasan untuk pelaksanaan haji tahun depan,” kata Gus Yaqut.

IHRAM

Menjadi Manusia yang Berkualitas

Berikut ini penjelasan terkait menjadi manusia yang berkualitas. Kita tahu, ajaran akhlak (budi pekerti) yang ditulis Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin adalah melakukan segala hal secara tengah-tengah (wasathiyah). Mengerjakan segala hal secara tepat. Tidak ekstrim kanan atau pun ekstrim kiri. Itu artinya, kalau anda ingin hidup bahagia (berkualitas), maka anda harus mempunyai akhlak.

Sebetulnya, watak manusia pada hakikatnya cenderung dan selalu ingin berlebihan. Al-Qur’an mengatakan: 

كَلَّآ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَيَطْغٰىٓ اَنْ رَّاٰهُ اسْتَغْنٰىۗ 

Artinya: “Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-Alaq [96]: 6-7).

Manusia mempunyai tendensi kecenderungan alamiah dalam dirinya, yang ketika mengerjakan segala sesuatu selalu cenderung melewati batas. Kenapa melewati batas sangat mudah? Jawabannya karena dalam diri manusia terdapat hawa nafsu (kesenangan). Dengan hawa nafsu, potensi manusia untuk menyenangi sesuatu dengan berlebihan akan sangat mudah.

Menempuh Titik Tengah

Ketika dikatakan “Islam Moderat”, sebenarnya itu Islam yang susah, dan yang mudah justru menjadi “Islam Ekstrim”. Kenapa dikatakan susah? Karena dengan berakhlak yang moderat, maka anda harus menjaga diri untuk berada di tengah-tengah. Seperti seorang pemain sirkus yang berjalan diatas tali di ketinggian. Anda akan mudah jatuh dalam kondisi seperti itu jika tidak mempunyai keseimbangan.

Dengan demikian, tak keliru jika katakan bahwa, akhlak yang sesungguhnya adalah bukanlah suatu tindakan, melainkan sikap dalam jiwa manusia yang dalam istilah Al-Ghazali disebut dengan “haiatun raskihatun fi an-nafsi”. Adalah suatu sifat permanen yang menetap dalam diri manusia.

Sifat atau watak itu selamanya akan menetap dalam diri manusia. Terkadang, sifat-sifat itu akan muncul pada manusia dalam konteks tertentu, dan pada waktu yang terbatas. Begitu pada masa Pemilu, orang yang menjadi Caleg tiba-tiba dermawan. Dan begitu Pemilu sudah lewat, ia kembali lagi menjadi manusia pada biasanya. Tentu saja, hal yang demikian ini bukanlah akhlak (bukan sifat yang datang dan pergi karena ada sifat tertentu).

Itu sebabnya, hemat saya, ekstremitas di dalam agama sekarang ini jangan-jangan bukan sesuatu yang datang dari agama itu sendiri, melainkan karena bagian dari kecenderungan peradaban modern yang sekarang melanda semua orang.

Karena dengan zaman modern, segala barang bisa diproduksi secara massal, akhirnya manusia bisa tergoda dan cenderung berlebihan dalam segala hal. Sebuah zaman yang menuntut semua orang untuk bertindak dalam hal apa pun.

Dalam kompetisi yang keras, seorang pedagang yang tidak bisa menampilkan sesuatu yang menarik perhatian pembeli, dengan sendiri ia tidak akan diperhatikan. Jelasnya, segala hal yang menarik perhatian pasti akan dilakukan, termasuk dengan cara-cara yang sensasional. Dengan kondisi yang demikian cenderung berlebihan, maka menjalankan akhlak seperti yang diajarkan oleh Al-Ghazali terasa sangat berat sekali.

Para ahli tasawuf memberikan analogi bahwa orang akan bisa hidup bahagia jika dalam hidupnya ia seperti batu yang tegak di tengah-tengah padang pasir. Batu itu tetap tegak meski dalam hembusan badai. Bahkan tidak bergerak dari posisinya. Jika seseorang bisa hidup seperti batu itu, maka ia akan mencapai hidup yang bahagia. Ini persis sama dengan ajaran filsafat stoa (stoikisme).

Sekalipun gembira dan sedih bersifat alamiah, akan tetapi ia bisa menjaga level sedih dan gembira pada level yang tidak berlebihan. Sekiranya ia menjumpai kesedihan, tetapi kesedihannya tidak sampai menguasai dirinya. Tidak oleng. Pun juga ketika gembira. Ia bisa mengontrol kegembiraannya sehingga tidak membuat hidupnya menjadi kacau-balau. Inilah yang disebut akhlak tengah-tengah.

Penting juga dicatat, ada baiknya jika moderasi beragama diterjemahkan kedalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, tidak saja membicarakan soal HTI, Salafi, Wahabi dan aliran lainnya. Sebab, ekstremisme itu tidak hanya terjadi pada level ideologi, melainkan juga pada level kehidupan praktik sehari-hari kita seringkali ekstrem. Dan inilah yang membutuhkan moderasi beragama.

Tak hanya itu, zaman modern sekarang, seolah-olah kebahagiaan akan meningkat ketika kepemilikan kita terhadap benda-benda yang bersifat material bertambah terus tanpa ada batasnya. Dengan kata lain, kebahagiaan dalam persepsi banyak orang sekarang ini akan dicapai ketika memiliki sesuatu lebih secara material. Semakin kamu memiliki banyak, maka kamu semakin bahagia.

Padahal, dalam ajaran akhlak yang diajarkan Al-Ghazali dan dalam filsafat stoa justru bukan memiliki lebih, melainkan memiliki secara moderat. Dalam hal ini, bukan berarti mengajak untuk hidup “kere massal”, melainkan untuk hidup sebagaimana kehidupan yang normal. Tidak berlebih-lebihan.

Demikian penjelasan terkait menjadi manusia yang berkualitas. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab.

BINCANG SYARIAH

Kapan Kita Ditekankan untuk Membaca Basmalah?

Muslim yang baik adalah muslim yang menjadikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai role model, suri teladan bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari dan berusaha meniru dan melaksanakan setiap detail kehidupannya sesuai dengan tata cara (sunah) yang telah beliau ajarkan.

Seribu tahun lalu Rasulullah telah menyampaikan kepada umatnya agar selalu menapaki sunah-sunah beliau. Beliau bersabda yang artinya,

“Maka, wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunahku (cara yang telah aku lakukan).” (HR. Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676)

Di antara sunah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa lakukan dan beliau ajarkan kepada umatnya adalah mengucapkan basmalah di setiap aktifitas dalam kehidupan sehari-hari. Pada pembahasan kali ini, kami akan paparkan beberapa kondisi yang sangat ditekankan untuk mengucapkan basmalah, kondisi-kondisi di mana terdapat dalil dan hadis yang sahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan basmalah di dalamnya.

Di dalam membaca serta mengamalkannya tuntunan mengucapkan basmalah, terdapat dua lafaz berbeda yang berbeda juga kapan dibacanya.

Yang pertama: Dibaca secara lengkap, yaitu “Bismillahirrahmanirrahim”

Saat membaca Al-Qur’an

Terkhusus ketika mulai membaca awal-awal surah yang ada di dalamnya, kecuali pada surah Bara’ah (At-Taubah). Karena basmalah merupakan ayat yang diturunkan bersamaan dengan setiap surah di dalam Al-Qur’an, kecuali surah Bara’ah. Oleh karenanya, basmalah ditulis di setiap permulaan surah dalam Al-Qur’an, walaupun ia bukanlah termasuk ayat pada surat tersebut secara spesifik.

Di permulaan penulisan buku-buku, surat-menyurat, naskah khotbah, dan jurnal ilmiah

Hal ini merupakan salah satu bentuk meniru dan mencontoh Al-Qur’an dan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena beliau memulai surat-surat yang beliau tulis untuk para raja dengannya, sebagaimana surat beliau kepada Heraclius kaisar Romawi. Beliau memulai suratnya dengan,

بسم الله الرحمن الرحيم، من محمد رسول الله، إلى هرقل عظيم الروم

“Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dari Muhammad, Utusan Allah, kepada Heraclius, yang agung di Roma.”

Hal ini juga dilakukan oleh nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana surat Nabi Sulaiman ‘alaihis salam kepada Bilqis. Allah Ta’ala mengisahkan,

قَالَتۡ يٰۤاَيُّهَا الۡمَلَؤُا اِنِّىۡۤ اُلۡقِىَ اِلَىَّ كِتٰبٌ كَرِيۡمٌ * اِنَّهٗ مِنۡ سُلَيۡمٰنَ وَاِنَّهٗ بِسۡمِ اللّٰهِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِيۡمِۙ * اَلَّا تَعۡلُوۡا عَلَىَّ وَاۡتُوۡنِىۡ مُسۡلِمِيۡنَ

Dia (Balqis) berkata, “Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia.” Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman yang isinya, “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Naml: 29-31)

Para pendahulu dan penerus bangsa ini juga telah menggunakan dan mengaplikasikannya di dalam buku-buku, surat, pidato, dan artikel mereka.

Yang kedua: Dengan mengucapkan “bismillah” saja

Hal ini diperintahkan untuk diucapkan pada beberapa kondisi:

Ketika berwudu

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ

“Tidak ada salat bagi yang tidak memiliki wudu. Dan tidak ada wudu bagi yang tidak membaca bismillah di dalamnya.” (HR. Abu Daud no. 101 dan Ibnu Majah no. 399. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadis ini hasan)

Sebagian ulama mendaifkan hadis ini, namun dari berbagai jalur, hadis ini menjadi kuat. Sedangkan pe-nafi-an (peniadaan) yang disebutkan dalam hadis adalah peniadaan kesempurnaan dan bukan keabsahan wudunya. Jadi, maksudnya adalah wudunya tidak sempurna, bukan berarti tidak sah.

Saat menaiki kendaraan

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ ٱرْكَبُوا۟ فِيهَا بِسْمِ ٱللَّهِ مَجْر۪ىٰهَا وَمُرْسَىٰهَآ ۚ إِنَّ رَبِّى لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan Nuh berkata, ‘Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Hud: 41)

Di dalam hadis Jabir radhiyallahu ‘anhu yang panjang, hadis yang mengisahkan kendaraan ontanya, disebutkan di dalamnya,

ثُمَّ قالَ لِي: ارْكَبْ باسْمِ اللَّهِ

“Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku, ‘Naikilah kendaraan untamu dengan mengucapkan bismillah (dengan menyebut nama Allah).’” (HR. Muslim no. 715)

Saat menyembelih dan berburu

Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

فَكُلُوْا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ اِنْ كُنْتُمْ بِاٰيٰتِهٖ مُؤْمِنِيْنَ

“Maka, makanlah dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-An’am: 118)

Dan juga firman Allah,

فَكُلُوا۟ مِمَّآ أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَٱذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَيْهِ ۖ

“Maka, makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya).” (QS. Al-Ma’idah: 4)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ المُعَلَّمَ، وَذَكَرْتَ اسْمَ اللهِ عليه فَكُلْ

“Apabila kamu melepas anjing pemburu yang terlatih setelah kamu menyebut nama Allah ketika melepasnya, makanlah tangkapannya.” (HR. Muslim no. 1929)

Sebelum makan

Berdasarkan hadis yang sangat masyhur tentang nasihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada seorang anak,

يا غُلَامُ، سَمِّ اللَّهَ، وكُلْ بيَمِينِكَ، وكُلْ ممَّا يَلِيكَ فَما زَالَتْ تِلكَ طِعْمَتي بَعْدُ

“Wahai anak, sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari apa yang di hadapanmu.” (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)

Sebelum melakukan hubungan suami istri

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَمَا لو أنَّ أحَدَهُمْ يَقولُ حِينَ يَأْتي أهْلَهُ: باسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي الشَّيْطانَ، وجَنِّبِ الشَّيْطانَ ما رَزَقْتَنا، ثُمَّ قُدِّرَ بيْنَهُما في ذلكَ، أوْ قُضِيَ ولَدٌ؛ لَمْ يَضُرَّهُ شَيطانٌ أبَدًا.

“Sekiranya saat mereka mendatangi isterinya membaca, ‘Bismillahi allahumma jannibnisy syaithaana wa jannibisy syaithaana ma razaqtanaa.’ Lalu mereka pun ditakdirkan mendapat keturunan dari hasil pergaulan itu, atau mereka dikaruniai anak, maka ia tidak akan diganggu oleh setan selama-lamanya.” (HR. Bukhari no. 5165 dan Muslim no. 1434)

Ketika keluar rumah

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺇِﺫَﺍ ﺧَﺮَﺝَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻣِﻦْ ﺑَﻴْﺘِﻪِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺗَﻮَﻛَّﻠْﺖُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ، ﻟَﺎ ﺣَﻮْﻝَ ﻭَﻟَﺎ ﻗُﻮَّﺓَ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ، ﻗَﺎﻝَ : ﻳُﻘَﺎﻝُ ﺣِﻴﻨَﺌِﺬٍ : ﻫُﺪِﻳﺖَ، ﻭَﻛُﻔِﻴﺖَ، ﻭَﻭُﻗِﻴﺖَ، ﻓَﺘَﺘَﻨَﺤَّﻰ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ ﻟَﻪُ ﺷَﻴْﻄَﺎﻥٌ ﺁﺧَﺮُ : ﻛَﻴْﻒَ ﻟَﻚَ ﺑِﺮَﺟُﻞٍ ﻗَﺪْ ﻫُﺪِﻱَ ﻭَﻛُﻔِﻲَ ﻭَﻭُﻗِﻲَ؟

“Apabila seseorang keluar dari rumahnya kemudian dia membaca doa, “Bismillahi tawakkaltu ‘alallah, laa hawla wa laa quwwata illa billah” (Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan, kecuali dengan-Nya). Maka, disampaikan kepadanya, ‘Kamu diberi petunjuk, kamu dicukupi kebutuhannya, dan kamu dilindungi.’ Seketika itu setan-setan pun menjauh darinya. Lalu, salah satu setan berkata kepada temannya, ’Bagaimana mungkin kalian bisa mengganggu orang yang telah diberi petunjuk, dicukupi, dan dilindungi.’ (HR. Abu Daud no. 5095 dan An-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra no. 9917)

Ketika hendak masuk ke dalam kamar mandi

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سَتْرُ ما بينَ أَعْيُنِ الجِنِّ و عَوْرَاتِ بَنِي آدمَ إذا دخلَ أحدُهُمْ الخلاء أنْ يقولَ : بسمِ اللهِ

“Penutup antara mata jin dan aurat manusia yaitu, apabila seorang dari mereka melepaskan pakaian mengucapkan, ‘Bismillah (dengan menyebut nama Allah).’” (HR. Tirmidzi no. 606 dan Ibnu Majah no. 297)

Saat mendapati rasa sakit pada salah satu anggota tubuh

Jika seorang muslim merasakan sakit pada salah satu anggota tubuhnya, disyariatkan baginya untuk meletakkan tangan kanannya pada bagian yang sakit tersebut sembari membaca bismillah dan membaca doa yang telah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan kepada sahabat Utsman bin Abi Al-Ash radhiyallahu ‘anhu saat ia mengeluhkan rasa sakit yang tak kunjung sembuh pada tubuhnya,

ضَعْ يَدَكَ علَى الَّذي تَأَلَّمَ مِن جَسَدِكَ، وَقُلْ: باسْمِ اللهِ، ثَلَاثًا، وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوذُ باللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِن شَرِّ ما أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

“Letakkan tanganmu pada tempat yang sakit di badanmu dan ucapkanlah, ‘Bismillah.’ sebanyak tiga kali. Dan ucapkan juga sebanyak tujuh kali, ‘Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-nya, dari keburukan apa yang kurasakan dan kukhawatirkan.’” (HR. Muslim no. 2202)

Saat hendak meletakkan mayit ke dalam liang lahad

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,

أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كان إذا وَضع الميتَ في القبرِ قال باسمِ اللهِ وباللهِ وعلى مِلَّةِ وفي لفظ وعلى سُنَّةِ رسولِ اللهِ

“Bahwasanya apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan mayit di dalam kubur, maka beliau mengatakan, “Bismillahi wabillahi wa’alamillati” dan dalam riwayat lain dengan lafadz “wa’ala sunnati rasulillah” (Dengan nama Allah dan aku bersumpah dengan nama-Nya serta di atas ajaran/sunah Rasulullah).” (HR. Abu Dawud no. 3213, Tirmidzi no. 1046, dan Ibnu Majah no. 1550)

Saat menutup pintu, mematikan lampu, menutup wadah air, dan tempat makan di malam hari

Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إذا كانَ جُنْحُ اللَّيْلِ -أوْ أمْسَيْتُمْ- فَكُفُّوا صِبْيانَكُمْ؛ فإنَّ الشَّياطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ، فإذا ذَهَبَ ساعَةٌ مِنَ اللَّيْلِ فَخلُّوهُمْ، فأغْلِقُوا الأبْوابَ، واذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ؛ فإنَّ الشَّيْطانَ لا يَفْتَحُ بابًا مُغْلَقًا، وأَوْكُوا قِرَبَكُمْ واذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ، وخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ واذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ، ولو أنْ تَعْرُضُوا عليها شَيئًا، وأَطْفِئُوا مَصابِيحَكُمْ

“Apabila malam mulai gelap atau malam telah tiba (waktu magrib), maka tahanlah anak-anak kalian (agar tidak keluar dari rumah), karena saat itu setan berkeliaran. Apabila hari sudah malam, maka lepaskanlah mereka dan tutuplah pintu-pintu (rumah kalian) dan sebutlah nama Allah, karena setan tidak mampu membuka pintu yang tertutup. Ikatlah wadah (air minum) kalian sambil menyebut nama Allah dan tutup pula bejana-bejana kalian sambil menyebut nama Allah walaupun hanya dengan menaruh sesuatu di atasnya, dan matikanlah lampu-lampu kalian.” (HR. Bukhari no. 5623 dan Muslim no. 2012)

Ketika akan tidur di malam hari

Berdasarkan hadis,

أن رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم، كان إذا أخذ مضجعَه من الليلِ قال: بسم اللهِ وضعتُ جنبي، اللهم اغفر لي ذنبي، وأخْسئْ شيطاني، وفكَّ رِهاني، واجعلني في النديِّ الأعلى.

“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersiap tidur di malam hari, beliau berdoa, (yang artinya), ‘Ya Allah, aku rebahkan diriku. Ampunilah semua dosaku, cacatkanlah setanku, lepaskanlah gadaiku, dan jadikanlah aku berada pada jajaran yang tinggi bersama malaikat.’” (HR. Abu Dawud no. 5054)

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita salah satu hamba-Nya yang mampu menjalankan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kehidupan sehari-hari, tak terkecuali mengamalkan hadis-hadis yang berkaitan dengan bacaan basmalah yang baru saja kita paparkan sebelumnya. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Wallahu A’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87794-kapan-kita-ditekankan-untuk-membaca-basmalah.html

Apakah Benar Penghafal Al-Quran 30 Juz Tidak Akan Masuk Neraka?

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Semoga Allah memperbaiki kondisi engkau. Seorang wanita bertanya, “Wahai Syekh, apakah benar penghafal Al-Qur’an 30 juz akan Allah haramkan dari api neraka?”

Jawaban:

Saya tidak mengetahui hal tersebut datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Bagi yang menghafal Al-Qur’an 30 juz atau hanya sebagiannya, maka Al-Qur’an akan datang sebagai hujjah untuknya (yang membela dirinya, pent.) atau sebaliknya, (menjadi) hujjah atas dirinya.

Al-Qur’an akan datang menjadi hujjah baginya itu tidak terhadap semua penghafal Al-Qur’an. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

القرآن حجة لك أو عليك

Al-Qur’an adalah hujjah untukmu atau hujjah atasmu.

Maka, jika seseorang beramal dengan Al-Qur’an, membenarkan beritanya, dan menerima hukum-hukumnya, maka Al-Qur’an akan menjadi hujjah baginya. Namun, jika seseorang berpaling dan menjauh darinya, maka Al-Qur’an akan datang menjadi hujjah atas dirinya.

Allah Ta’ala berfirman,

فَاِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِّنِّيْ هُدًى ەۙ فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقٰى وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِيْٓ اَعْمٰى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيْرًا قَالَ كَذٰلِكَ اَتَتْكَ اٰيٰتُنَا فَنَسِيْتَهَاۚ وَكَذٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسٰى وَكَذٰلِكَ نَجْزِيْ مَنْ اَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِنْۢ بِاٰيٰتِ رَبِّهٖۗ وَلَعَذَابُ الْاٰخِرَةِ اَشَدُّ وَاَبْقٰى

Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka (ketahuilah) barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata, ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku dapat melihat?’ Dia (Allah) berfirman, ‘Demikianlah, dahulu telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, dan kamu mengabaikannya, jadi begitu (pula) pada hari ini kamu diabaikan.’ Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Sungguh, azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.” (QS. Thoha: 123-127)

Akan tetapi, saya mengajak saudaraku muslim, baik laki-laki maupun perempuan, untuk menghafal kitabullah. Karena kitabullah tabaraka wa ta’ala adalah harta simpanan dan ghanimah. Jika seseorang menghafalnya, maka dia dapat membacanya di setiap waktu, di setiap tempat, kecuali di waktu dan tempat yang terlarang membacanya di sana. Dia dapat membacanya saat berbaring di atas tempat tidur, di pasar, saat jalan ke masjid, atau saat perjalanan ke sekolah, atau saat berjalan ke majelis zikir, atau saat akan pergi berdagang.

Dan Al-Qur’an itu tidak sama seperti hal yang lain. Al-Qur’an yang mulia itu setiap hurufnya mengandung kebaikan. Setiap kebaikannya diganjar dengan 10 kali lipat hingga 700 kali lipat, dan dengan ganjaran yang berlipat-lipat.

Seorang yang senantiasa men-tadaburi (merenungkan makna) Al-Qur’an akan menambah kecintaannya pada Allah Ta’ala, dan bertambah (pula) pengagungannya. Sehingga Al-Qur’an menjadi teman baginya yang senantiasa dibacanya, sebaliknya dia akan sedih dengan jauh darinya.

Nasihatku untuk saudara muslim seluruhnya, saya nasihatkan untuk bersemangat menghafal Al-Qur’an, dan terlebih pada pemuda. Hal ini karena dengan menghafal di usia muda, dia akan mendapatkan dua keutamaan:

Pertama: Pemuda lebih mudah mengingat/menghafal dibandingkan yang tua.

Kedua: Pemuda lebih jarang lupa dibandingkan yang tua.

Maka, kedua hal ini merupakan keutamaan yang pertama. Yang kedua kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita termasuk dari orang yang membaca kitabullah dengan sebenar-benarnya bacaan.

Demikian. Semoga bermanfaat.

***

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP, FIHA

Artikel: Muslim.or.id

Sumber:

Diterjemahkan dari https://binothaimeen.net/content/12445

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87585-apakah-benar-penghafal-al-quran-30-juz-tidak-akan-masuk-neraka.html

Peran Pemuda Muslim di Zaman Milenial

Peran pemuda muslim di zaman sekarang (milenial) tidak terlepas dari tuntutan perubahan zaman yang sangat pesat perubahannya. Sebagai seorang muslim, semestinya mampu menyesuaikan dan membawa nilai agama yang syar’i pada tatanan kehidupan sekarang tanpa menodai syariat yang sudah dituliskan dalam Qur’an dan As-Sunnah. Ini merupakan nasihat penting bagi seorang pemuda yang hari ini hidup dalam kondisi penuh fitnah dan penuh syubhat dengan benturan peradaban dan kondisi zaman.

Berdasarkan penjelasan di atas, pemuda telah dijanjikan akan mendapatkan naungan dari Allah Ta’ala. Yakni, ia yang memiliki peran penting dalam mengambil posisi strategis, baik dalam hal keilmuan agama, disiplin ilmu, dan kebermanfaatan di lingkungan masyarakat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ … وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ»

Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali), kecuali naungan-Nya: … Dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 1357 dan Muslim no. 1031)

Hadis ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam terhadap seorang pemuda muslim yang mampu mendatangkan kebaikan, sekaligus menjelaskan keutamaan bagi seorang muslim yang memiliki sifat yang alim (taat dalam ibadah) seperti dijelaskan dalam hadis tersebut.

Imam Abul ‘Ula Al-Mubarakfuri rahimahullah berkata, “(Dalam hadis ini), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhususkan (penyebutan) ‘seorang pemuda’ karena (usia) muda adalah (masa yang) berpotensi besar untuk didominasi oleh nafsu syahwat. Disebabkan kuatnya pendorong untuk mengikuti hawa nafsu pada diri seorang pemuda, maka dalam kondisi seperti ini untuk berkomitmen dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah (tentu) lebih sulit dan ini menunjukkan kuatnya (nilai) ketakwaan (dalam diri orang tersebut).” (Tuhfatul Ahwadzi, 7: 57)

Dalam hadis lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَعْجَبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ»

Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memiliki shabwah.” (HR. Ahmad, 2:263, Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir, 17:309 dan lain-lain. Dinyatakan sahih dengan berbagai jalurnya oleh Syekh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2843)

Yaitu, pemuda yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, dia membiasakan dirinya untuk melakukan kebaikan, dan berusaha keras menjauhi berbagai macam keburukan

Inilah sosok pemuda muslim yang Allah Ta’ala cintai dan pandai dalam mensyukuri nikmat besar yang Allah Ta’ala anugerahkan kepadanya. Maka, beberapa hal yang sekiranya bisa kita lakukan sebagai seorang pemuda muslim saat ini adalah:

Pertama: Lakukan hal positif

Yaitu, dengan melakukan hal positif yang sesuai dengan syariat, tentunya apa yang sudah tertuang dalam ajaran islam, seperti halnya mencari ilmu, ikut agenda-agenda dakwah, mengikuti agenda yang bermanfaat, serta mengamalkan amalan saleh.

Kedua: Membentengi diri

Yaitu, dengan berbagai kondisi dan syubhat yang ada. Kita dianjurkan untuk senantiasa berhati-hati dan membentengi diri serta mempertebal keimanan kita untuk mengantisipasi berbagai hal yang dapat meracuni keimanan dan pemikiran.

Ketiga: Menjaga akhlak

Menjadi pemuda yang berakhlak mulia dan beradab itu bagaikan buih di tengah lautan. Ia sulit ditemui dan sulit didapatkan. Maka, senantiasa berusaha untuk selalu ber-akhlakul karimah sebagaimana telah dicontohkan oleh teladan kita, yakni Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wassallam, seperti: tawadhu (rendah hati), lemah lembut, sabar, berbuat baik kepada orang lain, dan memaafkan kesalahan orang yang berbuat buruk pada kita dan membalasnya dengan kebaikan.

Keempat: Menjaga hubungan dengan keluarga

Patuh terhadap orang tua adalah bagian dari kita menjaga diri di era yang penuh ujian dan era penuh kerusakan saat ini. Yakni, sebagai rumah untuk pulang dan doa yang tidak tertolak oleh Allah Ta’ala. Ini menjadi kunci utama untuk kita agar senantiasa menerapkan birrul walidain dan meminta doa akan diberikan kemudahan dalam menjalankan syariat-Nya dan menjalani pahitnya hidup.

Kelima: Menjaga hubungan dengan masyarakat

Menjaga hubungan sosial tidak kalah penting, seperti halnya kita menjaga hubungan kita terhadap diri dan keluarga. Hubungan ini yang kemudian bisa menjaga kesalehan sosial kita. Hal ini juga sudah banyak dicontohkan oleh Rasulullah, bagaimana beliau bermuamalah dengan sahabatnya, dengan para pengikutnya, dan termasuk berbuat baik pada orang yang berbuat buruk padanya.

Semoga dari tulisan yang sedikit ini mampu mengalirkan keikhlasan dari penulis dan mengalirkan keberkahan dari Allah Ta’ala untuk kaum muslimin sekalian yang hari ini hidup di zaman penuh ujian. Semoga Allah menjaga kita, anak-anak kita, sanak saudara kita, dan orang di sekitar kita. Amin.

***

Penulis: Kiki Dwi Setiabudi S.Sos.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87590-peran-pemuda-muslim-di-zaman-milenial.html

MUI: Pemerintah Harus Buat Regulasi Lindungi UMKM dari Ancaman TikTok Shop

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak ekspansi TikTok Shop terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia.

Karena itu MUI berharap pemerintah membuat regulasi yang melarang media sosial dipergunakan untuk bertransaksi dan bisa menghambat masuknya barang-barang impor ke dalam negeri agar tidak merugikam UMKM.

“Tapi kalau dari perspektif  UMKM dan ketenagakerjaan dalam negeri maka kehadiran TikTok shop tersebut jelas merugikan karena 80% barang yang dijual oleh reseller tersebut adalah produksi impor sehingga produksi dalam negeri bisa tiarap karena tidak bisa bersaing dengan barang-barang dari china yang harganya jauh lebih murah,” demikian ujar Buya Anwa Abbas dalam pernyataan yang diterima hidayatullah.com, Senin (18/9/2023).

Buya Anwar Abbas berharap hal ini tidak menjadikan gerakan PHK dan pengangguran yang diakibatkan pendapatan dan daya beli masyarakat yang menurun.  “Tugas pemerintah adalah melindungi  dan mensejahterakan rakyat, maka tidak dapat tidak pemerintah harus melindungi UMKM  karena dia merupakan salah satu tiang dan inti dalam ketahanan ekonomi nasional sebab  99,99 persen dari dunia usaha nasional itu adalah UMKM,” ujarnya.

Pertama, pemerintah membuat regulasi yang melarang media sosial dipergunakan untuk bertransaksi. “Kalau mereka akan bertransaksi silahkan mempergunakan e-commerce.”

Kedua, pemerintah membuat regulasi yang bisa menghambat masuknya barang-barang impor dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan internasional tapi  memberi peluang besar bagi UMKM untuk maju.

Ketiga, pemerintah bekerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan literasi digital dari pengusaha UMKM sehingga diharapkan mereka juga akan bisa berselancar di media e-commerce dalam memasarkan barang-barang mereka karena saat ini baru sekitar 13-20 persen UMKM yang telah melakukan digitalisasi.

Keempat, pemerintah harus bisa membantu UMKM agar bisa memproduksi barangnya dengan kualitas yang lebih bagus dan harga yang lebih kompetitif dengan barang-barang impor dari China.

Kelima, mendorong dan menginisiasi UMKM agar membangun jaringan sehingga diharapkan UMKM akan bisa menjadi satu kekuatan raksasa yang dahsyat.

Keenam, kita harus bisa menciptakan dan mengkondisikan anak-anak bangsa ini untuk lebih mencintai produk-produk dalam negeri dari pada  produk-produk impor karena hal demikian jelas akan memberi keuntungan dan kemashlahatan yang sangat besar bagi bangsa dan negara kita tidak hanya untuk masa kini tapi juga masa depan.

Ia berharap enam langkah ini membawa kehadiran UMKM Indonesia lebih berjaya. ”Keenam langkah di atas diharapkan  keadaan UMKM di negeri ini akan semakin menjadi lebih baik sehingga mereka bisa menjadi tuan di negaranya sendiri,” ujarnya.*

HIDAYATULLAH