Korelasi Rukun Ibadah

Syarat ibadah

Ibadah seseorang tidaklah akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kecuali jika terpenuhi dua syarat:

Yang pertama: Ikhlas, yaitu memurnikan ibadah kita hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tidak mengharapkan apapun dari manusia baik itu pujian, sanjungan, ataupun balasan dari dunia yang fana ini.

Yang kedua: Mutaba’ah, yaitu mengikuti/ mencontoh sikap dan perilaku Nabi dalam menjalankan ibadah serta tidak berinovasi dalam ibadah.

Kedua syarat ini telah Allah isyaratkan di dalam firman-Nya,

فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Sangat jelas di dalam ayat tersebut bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan syarat bagi mereka yang ingin bertemu dengan-Nya. Yaitu, dengan beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Hal tersebut adalah isyarat tentang keikhlasan. Adapun yang di maksud “beramal saleh” adalah suatu ibadah tidaklah dikatakan saleh (baik), kecuali sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Baca juga: Istimewanya Ibadah Muhasabah

Rukun ibadah

Selain syarat ibadah, di sana ada rukun ibadah yang harus ada di dalam ibadah seorang hamba kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yaitu:

Pertama: Al-mahabbah (rasa cinta)

Kedua: Al-khauf (rasa takut)

Ketiga: Ar-Raja‘ (rasa harap).

Rukun ibadah satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan atau berdiri sendiri seperti amalan-amalan hati lain yang juga saling berhubungan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Khalid bin Utsman As-Sabt hafidzahullah. Beliau menyatakan terkait amalan hati,

هذه الأعمال متلازمة ومترابطة

Amalan-amalan hati ini satu dengan yang lainnya saling bersinergi dan saling berkaitan.”

Bahkan, di dalam Al-Qur’an, 3 rukun ini digandengkan dalam satu ibadah. Hal ini menunjukkan bahwa 3 rukun ini tidak bisa dipisahkan. Berikut ini adalah ayat ketika Allah menyifati ibadahnya orang-orang yang beriman,

إِنَّهُمْ كَانُوا۟ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا۟ لَنَا خَٰشِعِينَ

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)

Tiga rukun ibadah ini harus saling berkorelasi terus ketika seorang hamba menjalankan ibadah kepada Allah. Dan apabila salah satunya tidak ada, maka akan mempunyai efek yang kurang baik.

Contohnya adalah apabila rasa al-khauf atau rasa takutnya seseorang yang dalam ‘ubudiyah-nya itu lebih dominan, maka hamba tersebut akan mudah putus asa dari rahmat Allah. Sebaliknya, seorang yang rasa takutnya rendah, maka ia pun akan mempunyai efek yang buruk, yaitu akan bermudah-mudahan di dalam melakukan kemaksiatan.

Contohnya juga adalah apabila rasa raja‘ atau harapan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala itu lebih dominan, maka dia akan mudah untuk bermaksiat kepada-Nya dan suka menunda tobat. Sebaliknya, apabila rasa harapnya berkurang, maka dia akan mudah untuk putus asa dari mendapatkan rahmat dan ampunan Allah Ta’ala.

Begitu pula dengan rukun yang satunya, yaitu cinta, harus bersinergi dengan rukun yang lain karena ia pun penyeimbang dari rukun-rukun yang ada. Bahkan, mahabbah adalah roh dan penggerak suatu ibadah. Walaupun demikian, ia tetap membutuhkan 2 rukun ibadah yang lain. Jika tidak, maka tidak akan ada ketidakseimbangan. Seorang yang dominan adalah mahabbah-nya, maka ia akan bermudah-mudahan dalam menjalankan syariat. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang menerobos batasan-batasan Islam dengan dalih bahwa Islam adalah agama yang tasamuh, memberikan kelonggaran. Dengan demikian, akan menjadi rusak efeknya. Mari kita lihat apa yang dinyatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah,

المحبة ما لم تقترن بالخوف فانها لا تنفع صاحبها بل قد تضره

Al-mahabbah (rasa cinta) yang tidak dibarengi dengan al-khauf (rasa takut), maka sesungguhnya ia tidak akan bermanfaat untuk pelakunya. Bahkan, mampu memberikan kemudaratan kepadanya.” (Bada’i As-Shana’i)

Para ulama mengibaratkan 3 rukun ini bagaikan seekor burung, mahabbah itu bagaikan kepalanya, adapun khauf dan raja‘ itu bagaikan kedua sayapnya. Satu dengan yang lainnya saling membutuhkan untuk mampu terbang ke angkasa. Begitu juga ibadah, membutuhkan 3 rukun itu agar mampu diterima di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“القلب في سيره إلى الله – عزَّ وجلَّ – بمنزلة الطَّائر؛ فالمحبَّة رأسه، والخوف والرَّجاء جناحاه”

Hati manusia ibarat seekor burung ketika ia beribadah kepada Allah. Mahabbah bagaikan kepalanya. Khauf dan raja’ ibarat kedua sayapnya.”

Rukun-rukun ibadah ini apabila tidak saling menguatkan atau bahkan mengambil salah satunya saja dan meninggalkan rukun yang lain, maka akan memiliki efek yang tidak baik. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama,

“مَنْ عبدَ الله بالحبِّ وحده، فهو زنديق، ومَن عبدَه بالخوف وحْده، فهو حروريٌّ – أي: خارجي – ومَن عبدَه بالرَّجاء وحْده، فهو مرجئ، ومن عبدَه بالخوف والحب والرَّجاء، فهو مؤمن موحِّد”.

Barangsiapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa cinta saja, maka ia seorang zindiq (munafik). Dan barangsiapa yang beribadah dengan rasa takut saja, maka dia adalah seorang haruri atau seorang khawarij. Dan barang siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa berharap saja, maka dia adalah murji’ah. Dan barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa takut, cinta, dan harap, maka dia adalah seorang mukmin yang bertauhid.”

Dari pernyataan di atas, kita mungkin bertanya tanya, kenapa orang yang hanya mengambil dalam ibadahnya mahabbah saja, maka ia akan terjatuh pada kemunafikan? Kenapa orang yang hanya mengambil dalam ibadahnya khauf saja, maka ia akan terjatuh pada kelompok khawarij? Kenapa orang yang hanya mengambil dalam ibadahnya raja‘ saja, maka ia akan  terjatuh pada kelompok murji’ah?

Orang yang beribadah hanya dengan mahabbah, dia lalu mengesampingkan khauf dan raja‘. Itu mereka biasanya merasa kalau sudah cinta kepada Allah, merasa hatinya sudah terpaut dengan Allah, merasa sudah mendapat derajat “kekasih” Allah, maka tidak perlu lagi mengamalkan syariat. Akhirnya mereka meremehkan syariat. Tidak merasa perlu mengamalkan syariat Islam. Karena merasa sudah cukup dan sempurna ibadahnya dengan rasa cinta. Dari sinilah letak mereka seperti orang zindiq atau munafik.

Adapun yang beribadah hanya mengandalkan khauf-nya dan mengesampingkan mahabbah dan raja‘, maka biasanya mereka lebih dominan dalam memahami dan menelaah dalil-dalil wa’id atau terkait ancaman dengan pemahaman bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan keluar dari ajaran Islam, bahkan mampu memasukkan pelaku dosa besar tersebut ke dalam api neraka selamanya. Dan seperti inilah pemahaman orang-orang khawarij.

Adapun yang beribadah hanya mengandalkan raja‘ dan mengesampingkan mahabbah dan khauf, maka ia akan mudah terjerumus ke dalam golongan murji’ah. Karena orang murji’ah adalah orang yang berlebihan dalam mempelajari dalil-dalil wa’id dan ganjaran (pahala) dalam agama Islam. Karena tidak diimbangi dengan rukun yang lain, maka banyak di antara mereka yang meyakini pelaku dosa itu imannya tidak berkurang sama sekali.

Oleh karena itu, marilah untuk senantiasa memperbaiki hati kita agar menjadi hamba Allah yang lebih baik.

***

Penulis: Agung Argiyansyah

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87390-korelasi-rukun-ibadah.html

Berdoalah, Karena Allah Itu Dekat!

Allah swt mencintai hambanya yang berdoa kepada-Nya. “Mintalah petunjuk kepadaKu niscaya Aku beri petunjuk kepada kalian,” demikian janji-Nya

SESUNGGUHNYA Allah mencintai hambanya yang berdoa kepada-Nya. Allah Swt memberi ‘hadiah’ ampunan kepada hamba-Nya yang selalu berdoa.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS: al-Baqarah: 186).

Dari Abu Dzar Al-Ghifari Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Muhammad ﷺ, dalam hadits yang diriwayatkan dari Allah ‘Azza wa Jalla, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِى أَهْدِكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِى أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِى أَكْسُكُمْ

“Wahai hamba-hambaKu, sungguh Aku telah haramkan kedzaliman atas diriKu dan Aku jadikan kedzaliman itu haram atas kalian. Maka janganlah kalian saling mendzalimi.

Wahai hamba-hambaKu, setiap orang dari kalian sesat kecuali yang Aku berikan petunjuk. Maka mintalah petunjuk kepadaKu niscaya Aku beri petunjuk kepada kalian.

Wahai hamba-hambaKu, setiap orang dari kalian lapar kecuali yang Aku beri makan. Maka mintalah makan kepadaKu dan Aku akan berikan makan kepada kalian.

Wahai hamba-hambaKu, setiap orang dari kalian telanjang, kecuali yang Aku berikan pakaian. Maka mintalah pakaian kepadaKu, niscaya Aku akan memberikannya.”

يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِى أَغْفِرْ لَكُمْ

Wahai hamba-hambaKu, sungguh setiap orang dari kalian salah di malam dan siang, dan Aku mengampuni dosa semuanya. Maka beristighfarlah kepadaKu, niscaya Aku akan mengampuni kalian.”

يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّى فَتَضُرُّونِى وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِى فَتَنْفَعُونِى

Wahai hamba-hambaKu, sungguh kalian tidak bisa mendatangkan bahaya untukKu dan kalian juga tidak bisa mendatangkan manfaat untukKu.”

يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ

“Wahai hamba-hambaKu, kalau orang yang pertama dari kalian dan orang yang terakhir, jin dan manusia semuanya memiliki hati yang paling bertakwa, maka itu tidak akan menambah kekuasaanKu sedikitpun.

Wahai hamba-hambaKu, kalau seandainya orang yang pertama dari kalian dan orang yang terakhir, manusia dan jin, semuanya memiliki hati yang pliang durhaka, maka itu juga tidak akan mengurangi kekuasaanKu sama sekali.

Wahai hamba-hambaKu, kalau senadainya orang yang pertama dari kalian sampai yang terakhir, bangsa jin dan manusia semuanya berdiri di sebuah tangan lapang, kemudian mereka semuanya meminta kepadaKu, dan Aku memberikan masing-masing orang apa yang dia minta, maka itu tidak akan mengurangi harta yang ada padaKu kecuali sebagaimana berkurangnya air laut saat dicelupkan jarum ke dalamnya.”

يَا عِبَادِى إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ

Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya ini adalah amalan kalian, Aku mencatatnya untuk kalian kemudian memberikan balasannya untuk kalian. Maka barangsiapa yang mendapatkan kebaikan hendaklah ia memuji Allah. Dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka hendaknya dia tidak mencela kecuali dirinya sendiri.” (HR: Muslim).

Allah Ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi:

يا ابن آدم إنك ما دعوتني ورجوتني غفرت لك على ما كان منك ولا أبالي

Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu.” (HR. At Tirmidzi).

Berapa kali kita lupa ketika kita mempunyai masalah, cepat sekali mengeluh kepada orang lain dan mengeluhkan nasib tanpa kita sadari bahwa ada yang mengawasi kita, ada yang akan menemani kita bahkan memberi kita kekuatan jika kita mengeluh dan memohon kepada-Nya.

Allah Swt berfirman dalam Al-Quran;

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS: Al-Baqarah 186).

Maka marilah kita berdoa tanpa kenal lelah setiap saat dan waktu. Mari berdoa agar Allah Swt mengampuni dosa-dosa kita tahun ini dan tahun sebelumnya. Semoga segala amal kita di tahun ini diterima di sisi Allah. Amin.*

HIDAYATULLAH

Tafsir Surat Al Isra 70: Setiap Manusia Memiliki Martabat Kemanusiaan yang Sama

Mayoritas umat beragama di Indonesia memiliki sifat atau sikap yang toleran dan inklusif. Sejak bangsa ini bernama Nusantara, rakyat hidup damai mengedepankan sikap menghargai perbedaan. Namun, belakangan muncul sekelompok kecil kelompok beragama yang memaknai ajaran agamanya secara keliru.

Misalnya, melakukan penyerangan terhadap rumah ibadah agama lain, aksi-aksi kekerasan seperti bom bunuh diri, dan teror yang kadang disertai dengan ancaman kepada mereka yang dianggap tidak sama dengan kelompoknya. Potensi buruk ini bisa muncul dari penganut agama apapun, tak terkecuali agama Islam.

Islam, agama yang memiliki prinsip rahmatan lil ‘alamin, mencintai seluruh manusia sekalipun tidak memeluk Islam, diselewengkan pada suatu pemahaman dan pengamalan agama yang keliru. Mereka memaknai religiusitasnya dengan keliru. Alhasil, Islam yang sebenarnya sangat menghargai martabat kemanusiaan, di tangan mereka berubah menjadi agama yang keras dan menakutkan.

Maka, penting untuk mengingat kembali pesan-pesan al Qur’an yang begitu menghargai martabat kemanusiaan. Salah satunya adalah surat Al Isra’ ayat 70 berikut.

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka dari rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”. (QS. Al Isra’: 70).

Ayat di atas berbicara tentang agungnya martabat makhluk yang bernama manusia. Allah memuliakan semua keturunan Adam dengan kelebihan yang tidak dimiliki makhluk yang lain. Seperti nikmat makanan, pakaian, makan dengan tangan sedangkan mahluk lain makan langsung dengan mulutnya dan seterusnya. Mahkluk lain tidak diberi kenikmatan-kenikmatan tersebut.

Kenikmatan tersebut diberikan Allah kepada semua manusia tanpa terkecuali tanpa melihat agama, suku, etnis, ras, golongan, warna kulit dan seterusnya. Sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab tafsir, Islam menjunjung tinggi humanisasi, yaitu menghargai setiap individu dengan kedudukan yang sama di hadapan manusia lainnya.

Nilai kemanusiaan yang harus dihormati menandakan bahwa manusia memiliki martabat kemanusiaan yang sama, terlepas apapun agama, keyakinan dan seluruh pembeda yang lain. Perbedaan yang memang disengaja oleh Allah harus diterima dan dihormati sebagaimana Allah memberikan kemuliaan dan kelebihan kepada semua manusia, terlepas apapun agamanya.

Dengan demikian, kemuliaan manusia bukan karena dimuliakan oleh manusia yang lain tapi memang Allah-lah yang memuliakan manusia. Oleh karena itu, humanisme sejatinya adalah ajaran al Qur’an. Maka, sekelompok kecil yang mengatasnamakan agama dan selalu menginjak martabat kemanusiaan bisa dipastikan tidak memahami ayat-ayat al Qur’an secara mendalam.

ISLAMKAFFAH

Saudi Daftarkan 50 ribu Aset Heritage Kota untuk Pelestarian

Proses tersebut juga menjamin pelestarian dan pemeliharaannya.

Komisi Warisan Budaya menominasikan 50 ribu aset heritage perkotaan dari seluruh wilayah Arab Saudi untuk didaftarkan. Komisi mengatakan, pencalonan dilakukan melalui koordinasi dengan pemangku kepentingan sesuai dengan UU Purbakala dan Warisan Kota.

Komisi akan mengerjakan rencana registrasi, klasifikasi dan kodifikasi aset nominasi dalam Daftar Heritage Arsitektur sesuai seri registrasinya, dengan menggunakan teknologi terkini, sebagaimana dilansir Saudi Gazette, Selasa (5/9/2023).

Daftar Warisan Arsitektur diperlakukan sebagai catatan resmi dari situs warisan yang didaftarkan berdasarkan kriteria khusus. Ini berkaitan dengan signifikansi nasional, perkotaan, atau budaya berdasarkan Undang-Undang Warisan Kota Purbakala, dengan menggunakan Sistem Informasi Geospasial.

Proses pendaftaran dilakukan dengan mengelola, menyimpan, dan melestarikan informasi tentang situs dan bangunan ini secara akurat dengan tujuan menentukan tindakan pencegahan dan perlindungan yang diperlukan.

Proses tersebut juga menjamin pelestarian dan pemeliharaannya untuk generasi mendatang, karena pentingnya situs dan bangunan tersebut dalam heritage perkotaan Kerajaan Arab Saudi.

Tahapan pendaftaran aset heritage kota di Arab Saudi melalui lima tahapan utama dalam rantai pendaftaran. Pertama dimulai dari penemuan aset warisan kota, pencalonan aset, dilanjutkan dengan pendaftaran aset dalam daftar warisan kota, pengklasifikasian aset, dan terakhir kodifikasi aset.

Mendaftarkan situs-situs ini akan memberikan beberapa manfaat. Manfaat paling penting adalah memberikan perlindungan, otentikasi dan dukungan untuk melestarikan situs-situs tersebut, selain memasukkannya ke dalam rencana pengembangan di masa depan.

Manfaat lainnya adalah kodifikasi untuk merayakan kepemilikan situs warisan perkotaan dan membagikannya kepada masyarakat. Daftar Warisan Arsitektur Nasional saat ini mencakup lebih dari 3.400 situs warisan perkotaan yang terdaftar di seluruh Arab Saudi.

IHRAM

Praktik Perjudian Bangsa Arab Pra-Islam

Berikut ini praktik perjudian bangsa Arab Pra-Islam. Seiring adanya perkembangan zaman, kemajuan teknologi kini juga berkembang kian pesat, perkembangan teknologi ini telah membuat manusia terbuai dengan kemudahan untuk melakukan segala sesuatu melalui dunia maya atau yang lebih dikenal dengan internet. 

Contoh nyata lain dari dampak negatif penggunaan internet, adalah terjadinya penipuan jual beli melalui internet, banyaknya situs-situs dewasa, yang dapat dengan mudahnya diakses oleh setiap orang dengan berbagai usia, bahkan terjadinya transaksi prostitusi.

Berkembangnya teknologi ini juga membuat jenis-jenis praktek perjudian pun mulai berkembang, perjudian yang awalnya di Indonesia berbentuk seperti permainan kartu, togel, dan sabung ayam, kemudian berubah menjadi bentuk perjudian yang dilakukan melalui internet.

Sebenarnya, masalah perjudian sudah dikenal sepanjang sejarah ditengah-tengah masyarakat sejak zaman dahulu, masalah perjudian ini merupakan suatu kenyataan atau gejala sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup dan cara permainanya. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sangat membantu keperluan masyarakat dalam mendapatkan informasi.

Selain dampak positif dari perkembangan teknologi, adapun dampak negatif yang ditimbulkan seperti perjudian online, pornografi dan kejahatan dunia maya lainnya yang menyebabkan rusaknya moral bagi generasi penerus bangsa.

Fenomena permainan online yang mulanya diperuntukan bagi anak-anak dan remaja, kini bahkan telah dimainkan dan sangat diminati oleh orang-orang dewasa. Maraknya permainan online ini diikuti juga dengan munculnya berbagai pendapat mengenai efek dari permainan online itu.

Ada sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa permainan online berdampak buruk bagi anak-anak dan remaja, namun ada pula yang mengungkapkan bahwa permainan online dapat memberi efek positif bagi penggemarnya. Namun, bagaimana jika permainan yang awalnya hanya untuk menghibur kini mengandung unsur perjudian yang akan merusak moral bangsa.

Sebut misalnya judi slot yang lagi hits sekarang. Pada hakikatnya, perjudian semacam ini adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan, maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat bangsadan negara.

Bagaimana tidak! Penyelenggaraan perjudian mempunyai dampak yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat terutama bagi generasi muda, oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat menjauhi hal tersebut yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Perjudian dapat menjadi penghambat bagi pembangunan nasional yang beraspek materil, karena perjudian mendidik orang untuk mencari nafkah dengan tidak sewajarnya dan membentuk watak pemalas, sedangkan pembangunan membutuhkan orang yang giat dalam bekerja dan bermental kuat. 

Sangat beralasan kemudian judi harus dicarikan cara dan solusi yang rasional untuk suatu pemecahannya, karena sudah jelas judi merupakan masalah sosial yang dapat mengganggu fungsi sosial dari masyarakat. Allah Swt. berfirman:

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَآءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ ۚ فَهَلْ اَنْـتُمْ مُّنْتَهُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti.” (QS. Al-Ma’idah [5]:90-91).

Mengenai hal ini, para ulama tafsir berbeda pendapat tentang sebab turunnya ayat tersebut. Bisa saja kita mengatakan bahwa ayat ini turun karena doa Umar tentang khamar. Bisa pula karena peristiwa yang menimpa Sa’ad dengan orang Anshar ketika mereka berdua sedang mabuk.

Atau karena musibah yang terjadi terhadap salah seorang diantara mereka ketika hartanya hilang lantaran judi, dan pertikaian yang disebabkan olehnya. Yang jelas, apapun sebabnya, perintah dalam ayat tersebut wajib atas seluruh mukallaf, walaupun mereka tidak mengetahui sebab turunnya ayat ini.

Jelasnya khamar, judi-perjudian, menyembelih untuk berhala, dan mengadu nasib dengan anak panah, merupakan perbuatan keji dan termasuk amalan syetan, sehingga wajib hukumnya bagi semua mukallaf yang mendapatkan ayat ini untuk meninggalkan semua perkara tersebut

Kata Judi dalam Al-Qur’an 

Dalam al-Qur’an, kata judi (maysir) disebutkan sebanyak tiga kali, yaitu dalam surah Al-Baqarah ayat 219, surah Al-Maidah ayat 90-91. Ketiga ayat ini menyebutkan beberapa kebiasaan buruk yang berkembang pada masa jahiliyah, yaitu khamar, al-maysir, al-anshab (berkorban untuk berhala), dan al-azlam (mengundi nasib dengan menggunakan panah). Dengan penjelasan itu, sekaligus al-Qur’an sesungguhnya menetapkan hukum bagi perbuatan-perbuatan yang dijelaskan itu. Allah Swt. berfirman:

يَسْــئَلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۗ قُلْ فِيْهِمَاۤ اِثْمٌ کَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِ ۖ وَاِثْمُهُمَاۤ اَکْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْــئَلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّکُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ 

Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya. 

Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, Kelebihan (dari apa yang diperlukan). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 219).

Praktik Perjudian Bangsa Arab Pra-Islam 

Dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW Dari Sebelum Masa Kenabian hingga Sesudahnya, dikatakan bahwa sebelum datangnya Islam, bangsa Arab adalah bangsa yang tidak bermoral. Ada banyak sekali kerusakan moral yang terjadi dan sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab pra-Islam. Beberapa di antaranya adalah.

Pertama, suka minum arak. Kita tahu, arak adalah salah satu minuman yang memabukkan. Dalam bahasa Arab, arak dinamakan khamar, yang berasal dari kata khamara, artinya menutup. Seseorang yang minum arak atau khamr biasanya ia mabuk, hilang akal pikirannya, tertutup jalan kebenaran, dan ia lupa pada dirinya. Salah satu kebiasaan buruk bangsa Arab sebelum datangnya Islam adalah suka meminum minuman ini.

Bisa dipastikan, hampir rata-rata bangsa Arab adalah peminum, kecuali hanya beberapa orang yang dapat dihitung dan nama namanya tercatat dalam sejarah hingga sekarang. Karena kegemaran mereka kepala minuman yang memabukkan itu, tidak sedikit jenis minuman yang dibuat oleh mereka.

Di antara salah satu cara mereka meminum arak adalah dengan minum bersama-sama dalam suatu pertemuan. Dalam acara tersebut, dilakukan juga perjudian. Jadi, muminum sambil berjodi. Siapa yang menang, ia segera memotong unta dari taruban jadinya.

Demikianlah sampai beberapa puluh unta yang dipotong dalam sekali main dan minum. Apabila telah selesal berjudi, unta-unta yang telah dipotong (disembelih daging dibagi-bagikan kepada fakir miskin, dan dimakan bersama-sama sambil dihibur perempuan-perempuan penyanyi.

Karena itu, tidak aneh jika sebagian dari para sahabat Nabi Muhammad Saw. pada masa permulaan Islam dan ayat larangan orang yang telah beriman minuman khamar belum diturunkan, banyak yang masih suka meminum minuman keras, minum arak akibat kegemaran mereka pada masa Jahiliah.

Kedua, senang dan gemar akan perjudian. Jadi praktik perjudian bangsa Arab Pra-Islam. Jadi bermain judi termasuk salah satu permainan yang sangat disukai oleh kebanyakan bangsa Arab pada masa pra-Islam.

Cara berjudi yang biasa dilakukan mereka itu bermacam-macam, di antaranya adalah berjudi dengan bertaruh seperti yang biasa dilakukan orang sekarang. Ada lagi dengan cara berlote unta di antara beberapa orang.

Lebih dulu telah disediakan sepuluh bilah kayu yang kecil-kecil, dan masing masing telah diberi nama dan ditentukan pula berapa mata satu per satunya, yaitu al-Fadz, at-Tau-am, ar-Raqib, al-Halis, an-Nafis, al-Musabbal, al-Mu’alla, al-Manih, as-Safin, dan al-Waghad. Sepuluh bilah kayu itu sebagai undian, di antara sepuluh undi itu tujuh undi ada hadiahnya dan tiga undi yang akhir (al-Manih, as-Safih, dan al-Waghad) kosong.

Mereka membeli dan memotong seekor unta, lalu dibagi menjadi 28 bagian, lantas mereka pisahkan satu-satunya. Caranya, satu bagian untuk al-Fadz, dua bagian untuk at-Tau-am, tiga bagian untuk ar-Raqib, empat bagian untuk al-Halis, lima bagian untuk an-Nafis, enam bagian untuk al-Musabbal, tujuh bagian untuk al-Mu’alla. Semuanya ada 28 bagian.

Adapun al-Manih, as-Safih, dan al-Waghad (tiga bagian yang akhir) tidak mempunyai bagian alias kosong. Kemudian, orang-orang yang ikut serta bermain judi itu berkumpul dan memasukkan sepuluh undi ke dalam satu kantong dari kulit atau lainnya. Lalu, mereka menyerahkan kantong itu kepada seorang lain yang mereka pandang boleh dipercaya dan lurus, untuk menggoncangkannya.

Maka, sesudah di kocok oleh orang yang dipercaya itu, dikeluarkanlah undian itu satu per satunya, dan diberikan kepada seorang-seorang, hingga habis sepuluh undi tadi terbagi kepada sepuluh orang yang ikut serta dalam perjudian tersebut.

Ketiga, senang bermain perempuan (pelacuran). Pelacuran atau perzinaan di antara lelaki dan perempuan oleh bangsa Arab di Jazirah Arab pada masa sebelum Islam merupakan perbuatan biasa. Bahkan, idak menjadikan rendahnya derajat orang yang melakukannya.

Pelacuran dengan cara terang-terangan tidak di bolehkan, tetapi orang boleh melakukannya dengan cara tertutup. Para perempuan pelacur dengan terang-terangan membuka kedai pelacuran dan untuk tandanya mereka memasang bendera di muka rumah masing-masing

Tidak sedikit para pujangga ahli syair yang melukiskan perbuatan para pelacur yang keji serta cemar itu dalam syair-syair. Sehingga, ada pula syair-syair mereka hanya karena kebagusan atau keindahan susunan katanya, lalu digantungkan di Ka’bah, rumah suci yang dihormati oleh mereka. Hal itu menunjukkan bahwa perzinaan dan perbuatan yang keji serta cemar itu seolah- olah menjadi suatu kemegahan.

Keempat, mengubur anak perempuan hidup-hidup. Perbuatan buruk lain bangsa Arab pra-Islam adalah kebiasaannya mengubur hidup-hidup anak perempuan. Seorang laki-laki mengubur anak perempuannya secara hidup-hidup selepas kelahirannya karena takut mendapat aib.

Dalam al-Qur’an, terdapat penentangan terhadap perilaku semacam ini serta penjelasan betapa kejinya perilaku tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan celaan keras terhadap pelakunya pada hari kiamat. Allah berfirman:

وَاِذَا الْمَوْءٗدَةُ سُئِلَتْ. بِاَيِّ ذَنْۢبٍ قُتِلَتْ 

Artinya: “Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya. Karena dosa apa dia dibunuh.” (QS. At-Takwir [81]: 8-9).

Demikian penjelasan terkait praktik perjudian bangsa Arab Pra-Islam. Wallahu a’lam bisshawab.

BINCANG SYARIAH

Doa Agar Diberikan Kesehatan Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad

Berikut ini adalah doa agar diberikan kesehatan dari Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad. Nama lengkap beliau ada Al-Habib Abdullah bin Alawy Al-Haddad yang lahir di kota Tarim Hadramaut Yaman pada tahun 1044 Hijriyah atau tahun 1624 Masehi. 

Beliau adalah seorang ulama dan wali yang kharismatik. Imam Abdullah Al-Haddad memiliki keluasan ilmu khususnya fan ilmu Fikih dan Akidah. Saking alimnya beliau mendapat gelar Syaikhul Islam Quthbid Da`wah wal Irsyad artinya beliau adalah salah satu poros dakwah Islam.

 Beliau memiliki banyak karya yang dikaji di bumi nusantara ini seperti kitab Nashaihud Diniyah dan yang paling masyhur adalah karya Ratibul Haddad yang selalu dibaca oleh para pecintanya di seluruh dunia, tak terkecuali negeri kita Indonesia.

Doa Agar Diberikan Kesehatan 

Telah lazim diketahui bahwa doa merupakan senjata bagi setiap mukmin. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah Saw.

الدعاء سلاح المؤمن، وعماد الدين، ونور السماوات والأرض.

Artinya; “ Doa adalah senjata bagi orang yang beriman, tiang bagi agama dan cahayanya langit dan bumi.” (HR. Al-Hakim)

Selain itu Allah Swt juga memotivasi hambanya untuk terus berdoa kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt di dalam surat Ghafir ayat 60;

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ.

Artinya; “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.”

Maka dari itu untuk mendapatkan Kesehatan, tak cukup hanya dengan olahraga, tapi juga perlu adanya olahjiwa sebagai upaya kita mendapatkan karunia sehat dari Allah Swt dan salah satu caranya adalah berdoa Kesehatan. Berikut ini adalah doa Kesehatan dari Habib Abdullah Al Haddad.

اللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ اْلعَافِيَّةَ فِي الدُّنْيَا وَالْأخِرَةِ، اللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ اْلعَفْوَ وَالُعَافِيَّةَ وَالْمُعَافَةَ الدَّائِمَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ.

Allāhumma innī asalukal āfiyyata fid dunyā wal akhirati, Allāhumma innī asalukalafwa wal āfiyyata wal muāfatad dāimata fi dīnī wa dunyāya wa ahlī wa mālī.

Artinya; “Ya Allah aku memohon Kesehatan di dalam urusan dunia dan akhirat, Ya Allah aku memohon kepada-Mu ampunan, Kesehatan serta Kesehatan yang langgeng di dalam agamaku, duniaku, keluarga serta hartaku.”

Demikian doa Kesehatan dari Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Mencegah Kemungkaran dengan Iman dan Takwa

Hidup di zaman yang penuh dengan fitnah ini seringkali diwarnai dengan fenomena praktik kemungkaran khususnya kriminalitas yang mengancam keamanan, ketertiban, dan ketentraman masyarakat. Di Indonesia, seperti halnya di banyak negara lain, kriminalitas merupakan masalah yang kompleks, seperti pembegalan, pembunuhan, dan berbagai bentuk penganiayaan yang baru-baru ini terjadi. Wal ‘iyadzu billah.

Permasalahan kriminalitas ini seringkali dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi yang sulit menyebabkan orang-orang cenderung menghalalkan segala cara untuk memuaskan keinginan materi sebanyak-banyaknya. Pengangguran dan urbanisasi juga dapat menjadi faktor yang menguntungkan bagi munculnya kejahatan.[1]

Namun, penting untuk diingat bahwa masalah ekonomi juga melibatkan iman dan takwa. Karena iman dan takwa dapat memberikan landasan etis yang kokoh untuk menjawab tantangan sosial. Ini merupakan janji Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰۤ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوۡا۟ لَفَتَحۡنَا عَلَیۡهِم بَرَكَـٰتࣲ مِّنَ ٱلسَّمَاۤءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذۡنَـٰهُم بِمَا كَانُوا۟ یَكۡسِبُونَ

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 96)

Huruf “alif lam” dalam kalimat [وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ] menunjukkan kepada penduduk negeri, seperti yang diindikasikan dalam ayat [وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّبِيٍّ].

Seakan-akan Dia (Allah) berfirman, “Dan kalau saja penduduk negeri yang telah disebutkan tadi, yang telah mendustakan, dan menghancurkan (nabi-nabi), [آمنوا] mereka beriman, menggantikan kekufuran mereka, [واتقوا] dan bertakwa, menggantikan perilaku syirik yang mereka lakukan, [لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم] pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka. Sesungguhnya Kami akan membuka bagi mereka, [بركات مّنَ السماء والأرض] berkah dari langit dan bumi, yaitu hujan dan tumbuh-tumbuhan, atau Kami akan memberikan kepada mereka kebaikan dari berbagai sisi, [ولكن كَذَّبُواْ] tetapi mereka mendustakan (para nabi). [فأخذناهم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ] Maka, Kami siksa mereka karena kekufuran mereka dan keburukan perbuatan mereka.”[2]

Ayat ini menegaskan bahwa keimanan dan ketakwaan merupakan faktor kunci dalam mendapatkan berkah dan keberlimpahan dari Allah Ta’ala. Sebuah jawaban yang telak atas alasan ekonomi atau kemiskinan yang menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kriminalitas di negara kita.

Mungkin ada yang berkata bahwa bagaimana bisa tindakan kriminal dapat diatasi apabila kondisi perekonomian masyarakat tidak terlebih dahulu diperbaiki. Maka, kami akan menjawab bahwa bagaimana pula perekonomian masyarakat dapat diperbaiki apabila masih mengesampingkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala Sang Pemilik rezeki. Padahal, Allah Ta’ala menegaskan bahwa sumber kekayaan dan keberkahan adalah iman dan takwa.

Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana cara menumbuhkan iman dan takwa dalam masyarakat, terutama dalam konteks mengatasi fenomena kriminalitas? Apakah tanggung jawab pemerintah atau individu itu sendiri?

Tentu saja, jawabannya adalah keduanya memiliki peran penting.

Peran pemerintah

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pertumbuhan iman dan kesalehan. Hal itu dapat dicapai melalui berbagai kebijakan dan program yang mendorong kesejahteraan ekonomi, pendidikan agama yang berkualitas, serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial.

Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنٰتِ وَاَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتٰبَ وَالْمِيْزَانَ لِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِۚ

“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil.” (QS. Al-Hadid: 25)

Dalam Tafsir As-Sa’di dikatakan bahwa Allah berfirman, [لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ] “Sungguh Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata,” berupa dalil, bukti, dan tanda-tanda yang menunjukkan kebenaran risalah yang mereka bawa, [وَأَنزلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ] “dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab.” [اَلْكِتَابُ] di sini adalah kata benda umum (isim jenis) yang mencakup seluruh kitab yang diturunkan Allah sebagai petunjuk untuk makhluk dan mengarahkan mereka pada apa-apa yang berguna bagi mereka, baik di dunia maupun di akhirat. [وَالْمِيزَانَ] “Dan neraca,” yakni timbangan keadilan terhadap perkataan dan perbuatan. Dan agama yang dibawa oleh para rasul seluruhnya adil dalam hal perintah dan larangan dan juga dalam interaksi manusia dari segi pidana, qishash, hukum had, hukum waris, dan lainnya. Hal itu [لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ] “supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” Menegakkan agama Allah ﷻ dan mewujudkan kemaslahatan mereka yang tidak mungkin bisa dihitung.[3]

Pemerintah juga perlu berupaya menghadirkan keadilan dan perlindungan hukum bagi seluruh warga negara, sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman. Selain itu, pemerintah juga perlu memprioritaskan penyediaan dan memaksimalkan fasilitas bagi masyarakat agar lebih mudah dalam mengaplikasikan iman dan takwa baik melalui sarana ibadah, lembaga pendidikan, serta berbagai penunjang kualitas sarana dan prasarana serta sumber daya manusia lainnya.

Peran individu

Di sisi lain, individu juga memiliki peran besar dalam mengembangkan keimanan dan ketakwaan. Mereka harus mengutamakan pendalaman agama dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan ajaran Islam, laki-laki dan perempuan memiliki peran masing-masing.

Bagi laki-laki, mereka dapat menggali keterampilan dan pengetahuan untuk memperoleh pendapatan dengan cara yang halal dan beretika. Mereka harus tetap berpegang teguh pada ajaran agama dalam setiap tindakan ekonomi mereka. Ini akan membantu mengurangi godaan untuk terlibat dalam aktivitas kriminal yang diakibatkan oleh tekanan ekonomi.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ

“Dan katakanlah, “Bekerjalah (beramallah) kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu (amalmu), begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin. Dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105)

Sementara itu, perempuan memiliki peran penting dalam membesarkan anak-anak menjadi orang yang beriman dan berbakti. Pendidikan agama dan moral dalam keluarga akan membentuk karakter anak agar memiliki kesadaran moral yang kuat dan terhindar dari perilaku kriminal.

 فَخَلَفَ مِنۢ بَعۡدِهِمۡ خَلۡفٌ أَضَاعُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلشَّهَوَ ٰ⁠تِۖ فَسَوۡفَ یَلۡقَوۡنَ غَیًّا

“Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan salat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat.” (QS. Maryam: 59)

Untuk mengatasi fenomena kejahatan yang berakar pada masalah ekonomi, maka solusi ekonomi hanyalah bagian dari solusi. Oleh karenanya, penting bagi kita untuk menumbuhkan iman dan takwa di dalam masyarakat sebagai kunci utama untuk menciptakan lingkungan yang aman, berkeadilan, dan sejahtera.

Sebagaimana disampaikan dalam doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ’anhu, dari Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, beliau biasa berdoa,

‘Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, keterjagaan, dan kekayaan.’[4]

Dengan tumbuhnya iman dan takwa, masyarakat akan lebih mampu menghadapi tantangan zaman ini dan menjauhkan diri dari perilaku maksiat khususnya tindakan kriminal. Bahkan, dengan iman dan takwa, keberkahan dari Allah akan dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya. Ingat! Melakukan amalan saleh dengan senantiasa meningkatkan kualitas iman dan takwa adalah bentuk ikhtiar diri untuk mengubah nasib dari yang tadinya berada pada kondisi perekonomian yang terpuruk menjadi hamba Allah yang mendapatkan limpahan rezeki dari Allah Ta’ala. Karena Allah berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا یُغَیِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ یُغَیِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86909-mencegah-kemungkaran-dengan-iman-dan-takwa.html

Berdiam Diri dengan Tawakal? Tirulah Burung dengan Cara Tawakal Terbaiknya

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS Ath Thalaq: 3)

Inilah petikan ayat yang mendorong seorang untuk mengikatkan diri dalam sikap tawakal. Ketika tawakal dilakukan, Allah tidak akan pernah ingkar memenuhi janjinya dalam mencukupi kebutuhan hambanya.

Namun, jangan salah tafsir dan pengertian tentang tawakal. Tawakal bukan menyerah. Tawakal juga bukan bermalas-malasan. Tawakal adalah senjata membangun optimisme dan menghapus kekhawatiran dari usaha yang dilakukan.

Kata kunci tawakal adalah usaha. Rasulullah memberikan perumpaan terbaik dalam sikap tawakal. “Sungguh seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezekinya burung-burung. Mereka berangkat pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang” (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Al-Mubarak dari Umar bin Khathab).

Tawakal bukan menyerah dan menampakan sikap pasif. Rasulullah memberikan ibarat seekor burung yang berangkat di pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang. Seekor burung pun berusaha, tetapi Tuhan telah menetapkan hukum dan porsi segalanya bagi makhluk hidup yang berusaha.

Burung bertawakal tidak dengan berdiam diri di dalam sarangnya. Tetapi seekor burung yakin di luar sana Tuhan telah menyiapkan makanan untuk ia cari.  Sekali lagi tawakal bukan menyerah, tetapi berserah diri terhadap usaha yang sudah dilakukan.

Tawakal menyadari diri ada keterbatasan dalam meraih hasil. Tetapi bukan keterbatasan diri untuk berusaha. Semua orang harus menggerakkan diri dengan usaha. Bukan menerima apa adanya tanpa berusaha.

Rasulullah ketika dikejar dalam perjalanan hijrah Madinah tidak menyerahkan diri. Beliau dengan Abu Bakar sedang berserah diri, bertawakal. Namun, tawakal yang dilakukan Rasulullah setelah bersembunyi masuk ke gua tsur dalam kejaran orang kafir Quraisy. Saat itulah, Nabi berkata : jangan bersedih Tuhan bersama kita.

Ada kisah lain tentang konsep tawakal yang sebenarnya. Dalam suatu hadis diriwayatkan bahwa seorang Arab Badui melepaskan untanya di depan pintu masjid, kemudian ia masuk ke dalamnya sambil berkata: “Aku bertawakal kepada Allah.”

Nabi menegornya dan bersabda: “Ikatlah dulu untamu itu kemudian baru engkau bertawakkal.” (HR at-Tirmidzi dari Anas bin Malik).

Tawakal bukan sikap setelah kejadian dengan menerima apa adanya. Tawakal justru senjata di awal yang diperlukan untuk melenyapkan kekhawatiran dan kecemasan yang dapat menggangu kita meraih hasil yang diinginkan.

Kenapa manusia sulit tawakal. Mari kita kasih perumpaan. Jika kamu menaiki kereta, kamu akan merasa yakin dan tenang karena masinis akan menghantarkanmu ke tempat tujuan. Keyakinanmu karena sistem kesadaran yang bekerja bahwa kereta berjalan semestinya dan tidak ada kendala. Pernahkah anda terpikir kereta akan jatuh, macet atau gangguan lainnya?

Hampir perasaan itu tidak muncul. Pertanyaannya, kenapa kepada manusia kita begitu yakin, lalu kepada Tuhan ketika susah untuk bertawakal? Padahal semua urusan dunia ada dalam genggaman hukum Tuhan. Dia yang mengatur segalanya dari proses hingga hasil.

Tawakal adalah percaya kepada hasil terbaik dari usaha terbaik yang sudah dilakukan. Biarkan tangan Tuhan bekerja, setelah tangan kita digerakkan melalui usaha.

ISLAMKAFFAH

Agar Tidak Mudah Kecewa, Pesan Rasulullah Cintailah dan Bencilah Sewajarnya

Allah senang melihat orang saling memberikan cinta dan kasih sayang. Artinya, rasa cinta di antara manusia adalah fitrah kemanusiaan. Bahkan, mencintai saudaramu dan sesama manusia adalah bagian dari iman.

Dari Anas dari Nabi Saw bersabda: Tidaklah beriman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.”(HR. Bukhari).

Keimanan yang sempurna ketika seseorang mencintai yang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Orang yang saling mencintai tidak mungkin saling menyakiti, memusuhi, apalagi saling mengkhianati.

Itulah manfaat saling mencintai. Allah memberikan keutamaan orang yang saling mencintai karena Allah termasuk 7 golongan yang akan mendapatkan naungan dan perlindungan dariNya di hari kiamat.

Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi Saw bersabda: Ada tujuh (golongan orang beriman) yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya (yaitu) pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ibadah kepada Rabb-Nya, seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah karena Allah”. (HR Bukhari).

Cinta membawa berkah. Dengan saling mencintai akan tercipta kerukunan dan harmoni dalam kehidupan sosial. Orang jauh dari kebencian. Dan suasana mengasihi akan tercipta.

Namun, cinta juga ada batasannya. Mencintai seseorang harus berada dalam taraf yang sewajarnya. Jangan berlebihan dalam mencintai seseorang karena bisa jadi ia akan menjadi yang kamu benci di kemudian hari. Begitu pula sebaliknya dengan membenci.

Hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’ memberikan panduan dalam mencintai: “Cintailah orang yang kau cinta dengan sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah kepada orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta” (HR Tirmidzi).

Sifat dan karakter dunia dan seluruh ciptaan Allah itu selalu berubah dan tidak abadi. Yang Tetap dan abadi hanyalah Sang Pencipta. Karena perubahan itulah, kita tidak boleh menambatkan sesuatu secara berlebihan kepada hal yang bisa berubah.

Termasuk hati. Ia memiliki dinamika yang cepat. Seseorang dalam suatu waktu bisa gembira, sedih, berduka dan bersuka ria. Ia kadang pula bisa mencintai sesuatu, tetapi tidak lama berubah menjadi benci. Sifat yang mudah berubah itulah yang menyebabkan kita untuk sekedarnya dalam mencintai dan membenci.

Terkadang kita terlalu mencintai, menokohkan dan membela seseorang yang dicintai. Namun, ketika ia berubah dan tidak sesuai dengan ekspektasi, kita menjadi membencinya. Karena itulah, cintailah dan bencilah sewajarnya.

Tidak usah terlalu fanatic buta apalagi cinta buta terhadap seseorang. Kecuali cinta kepada Allah dan Rasulnya. Orang boleh mencintai berlebihan kepada Allah dan kepada Nabinya. Karena Allah adalah AL-Haq yang tidak berubah. Dan utusannya Muhammad adalah yang diberikan keistimewaan oleh yang Maha Kekal.

ISLAMKAFFAH

Kebiasaan Menunda-nunda Itu Berdampak Buruk, Ini Cara Mengatasinya

Salah satu aspek yang sering kali diabaikan oleh kebanyakan orang yakni menunda-nunda. Ia bisa menjadi masalah serius dalam kehidupan seseorang. Ada beberapa ayat dari Al-Quran dan Hadits yang memiliki kandungan tentang pentingnya menghindari tindakan menunda-nunda. Salah satu contohnya ialah sebagaimana dalam hadits berikut:

Ada tiga perkara yang tidak boleh engkau tunda, yakni salat jika telah tiba waktunya, jenazah apabila telah hadir, dan wanita apabila telah ada calon suami yang sekufu.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).

Hadits di atas memberikan pemahaman yang mendalam tentang urgensi dan tanggung jawab yang harus diemban oleh seorang Muslim dalam menjalani kehidupannya. Menunda-nunda dalam Islam tidak hanya dilihat sebagai perilaku yang kurang produktif, tetapi juga memiliki dampak negatif bagi kehidupan individu dan masyarakat.

Pertama, menunda-nunda dalam kewajiban agama seperti shalat, puasa, atau bersedekah dapat mengganggu hubungan seseorang dengan Allah SWT. Ketika seseorang terbiasa menunda-nunda ibadah, ia dapat mengabaikan panggilan spiritual dan membiarkan dirinya terjerumus dalam dosa dan kesalahan.

Selain itu, kebiasaan ini yang dalam tindakan-tindakan duniawi seperti pekerjaan, pendidikan, atau tanggung jawab sosial juga memiliki dampak yang merugikan. Sebab dapat menghambat kemajuan individu dalam mencapai tujuan hidupnya, menjadi tekanan dan stres yang tidak perlu, serta mengganggu keseimbangan dalam kehidupan seseorang.

Al-Quran memberikan pandangan yang tegas mengenai akibat dari menunda-nunda.

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman ayat 34).

Tidak ada yang menjamin apa yang akan terjadi dalam hidup kita besok. Karena itulah penting untuk hidup dengan penuh kesadaran dan membuat keputusan yang tepat saat ini. Menunda-nunda bisa menghambat kemajuan dan mengurangi peluang kita untuk mencapai tujuan seseorang.

Di Ayat lain, yakni surah Al-Munafiqun ayat 9, Allah menegaskan akan pentingnya tidak membiarkan urusan dunia mengganggu prioritas spiritual. Sebab menunda-nunda ibadah dan kewajiban agama dapat mengaburkan prioritas utama dalam hidup seorang Muslim.

“Wahai orang yang beriman, janganlah harta dan anak-anakmu mengalihkanmu dari mengingat Allah. Dan barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”

Untuk mengatasi kebiasaan menunda-nunda, Islam memberikan beberapa pedoman yang berharga.

Pertama, kesadaran akan waktu dan urgensi adalah kunci utama. Seorang Muslim harus selalu ingat bahwa waktu adalah salah satu karunia Allah yang paling berharga, dan itu harus dimanfaatkan dengan bijak. Kedua, memiliki niat yang kuat dan tekad untuk melakukan tugas-tugas dengan segera dapat membantu mengatasi kebiasaan menunda-nunda. Selalu ingat bahwa ketaatan kepada Allah SWT adalah prioritas utama.

Selain itu, menjalani hidup dengan disiplin dan pengaturan waktu yang baik dapat membantu menghindari menunda-nunda. Rasulullah SAW sendiri adalah contoh yang baik dalam hal ini; beliau selalu menjalani hari dengan rencana yang baik dan berdisiplin dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Menghindari menunda-nunda memiliki banyak manfaat positif dalam kehidupan seorang Muslim. Pertama, itu membantu meningkatkan kualitas ibadah. Dengan melaksanakan shalat tepat waktu dan dengan penuh khusyu, seorang Muslim dapat merasakan kedekatan spiritual yang lebih besar dengan Allah SWT. Kedua, menghindari menunda-nunda dalam tindakan-tindakan duniaiah membantu mencapai kesuksesan dalam hidup.

Dengan bekerja keras dan bertanggung jawab, seseorang dapat mencapai tujuan-tujuannya dengan lebih cepat dan efisien. Ketika seseorang dapat diandalkan dan tepat waktu dalam memenuhi komitmen sosialnya, ini akan menciptakan rasa saling percaya dan menghormati di antara individu-individu dalam masyarakat.

Oleh karena itu, setiap Muslim diingatkan untuk selalu menghargai waktu dan bertindak dengan segera dalam menjalani tugas-tugasnya, baik yang bersifat agama maupun dunia, dengan niat yang tulus untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencapai kesuksesan dalam kehidupan. wallahu a’lam.

ISLAMKAFFAH