Resep Nabi Kala Berduka

عن عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعودٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم (لَيْسَ مِنّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ، وَشَقَّ الْجُيُوبَ، وَدَعا بِدَعْوى الْجاهِلِيَّةِ

“Bukanlah golongan kami, siapa yang menampar pipi, merobek baju dan menyeru dengan seruan jahiliah.” (Riwayat Bukhari No. 1294 dan Muslim No. 103)

Hidayatullah.com–Dalam urusan dunia, masyarakat jahiliah jauh dari kesan bodoh. Di antara mereka terdapat sastrawan, ahli bisnis, dan diplomat ulung. Tapi syariat tetap melabelinya dengan jahiliah yang berarti kebodohan. Dimanakah letak kejahiliahan mereka?

Kejahiliahan itu terlihat pada cara beragama dan moral mereka. Jika kita menyelami sisi yang satu ini, setumpuk bukti kejahiliahan bisa kita dapatkan. Dalam menyembah mereka menyekutukan Allah SWT. Dalam moral dan akhlak mereka terlilit oleh tradisi-tradisi yang menyimpang.

Di tengah masyarakat seperti itulah Rasulullah SAW diutus. Tugas beliau adalah mengembalikan mereka pada jalur kemuliaan dengan meninggalkan tradisi-tradisi jahiliah. Di antara tradisi itu adalah menampar pipi, merobek baju sebagai pelampiasan dikala berduka.

Makna Hadits

Kehilangan orang yang dicintai acap kali meletupkan kesedihan yang begitu mendalam. Kondisi inilah yang kadang dimanfaatkan oleh setan. Ia menyusupkan bisikannya saat seorang sedang dirundung duka. Tanpa sadar sikap dan prilaku kita di bawah kendalinya. Alhasil, kesabaran menjauh dan pelampiasan kesedihan ala jahiliah yang menyeruak.

Hadits di atas bekal penting untuk menghindari berduka ala jahiliah. Sebab, melampiaskan kesedihan tidak bisa seenaknya dan sekehendak hawa nafsu. Menangis sambil meraung, menyobek baju dan menampar pipi adalah perbuatan yang dikecam keras oleh Rasulullah SAW.

Kecaman keras itu sangat terasa pada lafadz yang beliau gunakan. Rasulullah SAW mengawali Haditsnya dengan lafadz laisa minna yang artinya tidak berada di atas jalan dan ajaran kami. Galibnya, beliau menggunakan lafadz seperti ini sebagai peringatan keras terhadap suatu maksiat. Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Uslub seperti ini digunakan oleh Rasulullah untuk mencegah dengan keras agar tidak  terjerumus dalam perbuatan dosa. (Fathul Bari 3/163)

Penjelasan serupa juga disampaikan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Ia berkata, “Hadits-hadts yang di dalamnya terdapat laisa minna adalah peringatan akan maksiat yang sangat besar bobot dosanya, tapi pelakunya tidak keluar dari Islam selama ia tidak meyakini maksiat itu sebagai sesuatu yang halal. ”Adapun yang dimaksud dengan da’wah al-jahiliah adalah, menangis sambil mengucapkan perkataan yang tidak boleh menurut syariah.” (Tuhfatul Ahwadzi, 4/68)

Peringatan keras dalam Hadits di atas erat kaitannya dengan salah satu rukun iman yaitu beriman kepada takdir. Bersedih dengan menangis sambil berteriak, meraung, menampar pipi adalah perilaku yang bisa mencedrai bahkan merusak pilar keimanan kita kepada takdir.

Cukup di Hati dan Air Mata

Mencermati sejarah, Nabi Muahmmad SAW adalah sosok yang paling dahsyat ujian dan cobaannya. Kondisi dan situasi sulit nyaris tak terpisahkan dari perjalanan hidupnya.

Perhatikanlah sejarah hidup beliau. Sebelum lahir ia telah kehilangan ayahnya. Setelah lahir silih berganti orang-orang yang dicintainya dipanggil Allah SWT. Mulai dari ibu, kakek, paman, dan istri tercintanya khadijah.

Namun apa yang dilakukan oleh Nabi SAW, tak satu pun dari peristiwa-peristiwa tersebut yang dirayakan sebagai hari berkabung. Yang diperlihatkan oleh Rasulullah SAW adalah sabar. Beliau tidak memukul, apalagi sampai melukai diri sebagaimana yang dilakukan kalangan Syiah.

Sebagai manusia tentu beliau bersedih. Bahkan saat putra beliau Ibrahim meninggal beliau menangis. Tapi kesedihan itu hanya sebatas di hati dan air mata. Tidak ada ucapan apalagi aktivitas fisik yang merefleksikan kesedihannya. Inilah Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Beliau bersabda:

إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ وَلاَ نَقُوْلُ إِلاَّ مَا يَرْضَى رَبُّنَا وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيْمُ لَحَمْزُوْنُوْنَ

”Sesungguhnya mata bisa berlinang, hati juga bisa berduka namun kita hanya bisa mengucapkan yang diridhai Tuhan kita. Wahai Ibrahim, sungguh kami sangat bersedih karena berpisah denganmu.” (Al-Bukhari dan Muslim)

Sebatas bersedih dan mengeluarkan air mata tanpa disertai dengan ratapan dan teriakan, maka hal tersebut dibolehkan. Beliau bersabda:

إِنَّ اللهَ لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلاَ بِحُزْنِ الْقَلْبِ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا–وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ–أَوْ يَرْحَمُ

“Sesungguhnya Allah itu tidak menyiksa karena tetesan air mata kesedihan hati, tetapi Allah hanya akan menyiksa karena ini, (beliau menunjuk kearah lidahnya) atau Allah akan mengampuninya.” (Al-Bukhari).

Adapun tradisi berduka dengan berteriak, menampar pipi, melukai diri adalah tradisi jahiliah yang sangat dilaknat dan dikecam oleh Rasulullah SAW.

Oleh Ahmad Rifa’i*

*Pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Balikpapan

HIDAYATULLAH

Saat Sedang Puasa Sunnah Diajak Makan, Sebaiknya Batalkan Atau Tidak?

BerandaUbudiyahhttps://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?client=ca-pub-7817204943932406&output=html&h=300&adk=3733164556&adf=184290839&pi=t.aa~a.467178120~rp.4&w=360&lmt=1615766948&rafmt=1&to=qs&pwprc=8600742471&psa=1&format=360×300&url=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2Fubudiyah%2Fsedang-puasa-sunnah-diajak-makan-sebaiknya-batalkan-atau-tidak%2F&flash=0&fwr=1&pra=3&rpe=1&resp_fmts=3&sfro=1&wgl=1&fa=40&uach=WyJBbmRyb2lkIiwiMTAiLCIiLCJTTS1KNjAwRyIsIjg5LjAuNDM4OS44NiIsW11d&tt_state=W3siaXNzdWVyT3JpZ2luIjoiaHR0cHM6Ly9hZHNlcnZpY2UuZ29vZ2xlLmNvbSIsInN0YXRlIjo2fSx7Imlzc3Vlck9yaWdpbiI6Imh0dHBzOi8vYXR0ZXN0YXRpb24uYW5kcm9pZC5jb20iLCJzdGF0ZSI6N31d&dt=1615766947009&bpp=46&bdt=2736&idt=1377&shv=r20210309&cbv=r20190131&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Dcd954b0c4dc1bdd2-2256870810c60029%3AT%3D1613567205%3ART%3D1613567205%3AS%3DALNI_MaWq6NpIrOb_qMJwR438sjLToNVRQ&prev_fmts=0x0&nras=2&correlator=4816932775789&frm=20&pv=1&ga_vid=1697902389.1611543966&ga_sid=1615766948&ga_hid=940032202&ga_fc=0&u_tz=420&u_his=7&u_java=0&u_h=740&u_w=360&u_ah=740&u_aw=360&u_cd=24&u_nplug=0&u_nmime=0&adx=0&ady=74&biw=360&bih=612&scr_x=0&scr_y=0&eid=42530672%2C44731609%2C31060288%2C182982100%2C182982300%2C31060004%2C21067496%2C31060407%2C21066973&oid=3&pvsid=472888220694841&pem=111&ref=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2F&rx=0&eae=0&fc=1920&brdim=0%2C0%2C0%2C0%2C360%2C0%2C360%2C612%2C360%2C612&vis=1&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=8320&bc=31&ifi=2&uci=a!2&fsb=1&xpc=9biqZvgqHk&p=https%3A//bincangsyariah.com&dtd=1399

Puasa Sunnah Diajak Makan
Puasa Sunnah Diajak Makan

Close Ads X

Saat Sedang Puasa Sunnah Diajak Makan, Sebaiknya Batalkan Atau Tidak?

Penulis Moh Juriyanto -12 Maret 2021037

BincangSyariah.Com – Saat sedang puasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis, terkadang ada teman yang mengajak makan. Dalam keadaan sedang puasa sunnah diajak makan teman, sebaiknya kita membatalkan puasa kita atau tidak membatalkan dan terus melanjutkannya?

Ketika kita sedang puasa sunnah dan kebetulan kita bertamu atau diajak teman untuk makan, menurut para ulama, dalam keadaan seperti ini hukumnya ditafsil atau diperinci sebagai berikut;

BerandaUbudiyahhttps://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?client=ca-pub-7817204943932406&output=html&h=300&adk=3733164556&adf=184290839&pi=t.aa~a.467178120~rp.4&w=360&lmt=1615766948&rafmt=1&to=qs&pwprc=8600742471&psa=1&format=360×300&url=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2Fubudiyah%2Fsedang-puasa-sunnah-diajak-makan-sebaiknya-batalkan-atau-tidak%2F&flash=0&fwr=1&pra=3&rpe=1&resp_fmts=3&sfro=1&wgl=1&fa=40&uach=WyJBbmRyb2lkIiwiMTAiLCIiLCJTTS1KNjAwRyIsIjg5LjAuNDM4OS44NiIsW11d&tt_state=W3siaXNzdWVyT3JpZ2luIjoiaHR0cHM6Ly9hZHNlcnZpY2UuZ29vZ2xlLmNvbSIsInN0YXRlIjo2fSx7Imlzc3Vlck9yaWdpbiI6Imh0dHBzOi8vYXR0ZXN0YXRpb24uYW5kcm9pZC5jb20iLCJzdGF0ZSI6N31d&dt=1615766947009&bpp=46&bdt=2736&idt=1377&shv=r20210309&cbv=r20190131&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Dcd954b0c4dc1bdd2-2256870810c60029%3AT%3D1613567205%3ART%3D1613567205%3AS%3DALNI_MaWq6NpIrOb_qMJwR438sjLToNVRQ&prev_fmts=0x0&nras=2&correlator=4816932775789&frm=20&pv=1&ga_vid=1697902389.1611543966&ga_sid=1615766948&ga_hid=940032202&ga_fc=0&u_tz=420&u_his=7&u_java=0&u_h=740&u_w=360&u_ah=740&u_aw=360&u_cd=24&u_nplug=0&u_nmime=0&adx=0&ady=74&biw=360&bih=612&scr_x=0&scr_y=0&eid=42530672%2C44731609%2C31060288%2C182982100%2C182982300%2C31060004%2C21067496%2C31060407%2C21066973&oid=3&pvsid=472888220694841&pem=111&ref=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2F&rx=0&eae=0&fc=1920&brdim=0%2C0%2C0%2C0%2C360%2C0%2C360%2C612%2C360%2C612&vis=1&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=8320&bc=31&ifi=2&uci=a!2&fsb=1&xpc=9biqZvgqHk&p=https%3A//bincangsyariah.com&dtd=1399

Puasa Sunnah Diajak Makan
Puasa Sunnah Diajak Makan

Close Ads X

Saat Sedang Puasa Sunnah Diajak Makan, Sebaiknya Batalkan Atau Tidak?

Penulis Moh Juriyanto -12 Maret 2021037

BincangSyariah.Com – Saat sedang puasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis, terkadang ada teman yang mengajak makan. Dalam keadaan sedang puasa sunnah diajak makan teman, sebaiknya kita membatalkan puasa kita atau tidak membatalkan dan terus melanjutkannya?

Ketika kita sedang puasa sunnah dan kebetulan kita bertamu atau diajak teman untuk makan, menurut para ulama, dalam keadaan seperti ini hukumnya ditafsil atau diperinci sebagai berikut;https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?client=ca-pub-7817204943932406&output=html&h=300&adk=1935789452&adf=2670635274&pi=t.aa~a.86673156~i.3~rp.4&w=360&lmt=1615766955&num_ads=1&rafmt=1&armr=3&sem=mc&pwprc=8600742471&psa=1&ad_type=text_image&format=360×300&url=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2Fubudiyah%2Fsedang-puasa-sunnah-diajak-makan-sebaiknya-batalkan-atau-tidak%2F&flash=0&fwr=1&pra=3&rh=267&rw=320&rpe=1&resp_fmts=3&sfro=1&wgl=1&fa=27&adsid=ChEIgIW3ggYQ4ca6n5X8z6-tARJFAJw0rJDkwCLn8ZQMy7yVLIvKfkbiyQW86yvqXu9hCQ0db4qOnIDAmQkfJ86juiy13x-V9fyc1m94JyU8uIePdb0JBp4Y&uach=WyJBbmRyb2lkIiwiMTAiLCIiLCJTTS1KNjAwRyIsIjg5LjAuNDM4OS44NiIsW11d&tt_state=W3siaXNzdWVyT3JpZ2luIjoiaHR0cHM6Ly9hZHNlcnZpY2UuZ29vZ2xlLmNvbSIsInN0YXRlIjo2fSx7Imlzc3Vlck9yaWdpbiI6Imh0dHBzOi8vYXR0ZXN0YXRpb24uYW5kcm9pZC5jb20iLCJzdGF0ZSI6N31d&dt=1615766954769&bpp=31&bdt=10497&idt=-M&shv=r20210309&cbv=r20190131&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Dcd954b0c4dc1bdd2-2256870810c60029%3AT%3D1613567205%3ART%3D1613567205%3AS%3DALNI_MaWq6NpIrOb_qMJwR438sjLToNVRQ&prev_fmts=0x0%2C360x300&nras=3&correlator=4816932775789&frm=20&pv=1&ga_vid=1697902389.1611543966&ga_sid=1615766948&ga_hid=940032202&ga_fc=0&u_tz=420&u_his=7&u_java=0&u_h=740&u_w=360&u_ah=740&u_aw=360&u_cd=24&u_nplug=0&u_nmime=0&adx=0&ady=1455&biw=360&bih=612&scr_x=0&scr_y=178&eid=42530672%2C44731609%2C31060288%2C182982100%2C182982300%2C31060004%2C21067496%2C31060407%2C21066973&oid=3&psts=AGkb-H8-Ad0wKfQD_oYqAwkthd9z7zJuZs3McoPbUy3G7bHwJy4uI3Ltast_KSfe9Yj5T7OYT6MsQQNG&pvsid=472888220694841&pem=111&ref=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2F&rx=0&eae=0&fc=1408&brdim=0%2C0%2C0%2C0%2C360%2C0%2C360%2C668%2C360%2C668&vis=1&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=8320&bc=31&ifi=5&uci=a!5&btvi=1&fsb=1&xpc=NS1mHzHMMd&p=https%3A//bincangsyariah.com&dtd=573

Pertama, jika tuan rumah atau teman yang mengajak kita makan akan kecewa jika kita menolak untuk makan atau menolak ajakannya, maka kita sebaiknya membatalkan puasa kita. Dalam keadaan seperti ini, kita lebih baik membatalkan puasa dan makan bersama teman kita.

Kedua, jika tuan rumah atau teman yang mengajak kita makan tidak akan kecewa jika kita menolaknya, maka lebih baik kita melanjutkan berpuasa.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Mughnil Muhtaj berikut;

ولكن يكره الخروج منه -صوم التطوع- بلا عذر، لظاهر قوله تعالى: ولا تبطلوا أعمالكم وللخروج من خلاف من أوجب إتمامه، فإن كان هناك عذر كمساعدة ضيف في الأكل إذا عز عليه امتناع مضيفه منه، أو عكسه فلا يكره الخروج منه، بل يستحب..أما إذا لم يعز على أحدهما امتناع الآخر من ذلك، فالأفضل عدم خروجه منه، كما في المجموع

BerandaUbudiyahhttps://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?client=ca-pub-7817204943932406&output=html&h=300&adk=3733164556&adf=184290839&pi=t.aa~a.467178120~rp.4&w=360&lmt=1615766948&rafmt=1&to=qs&pwprc=8600742471&psa=1&format=360×300&url=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2Fubudiyah%2Fsedang-puasa-sunnah-diajak-makan-sebaiknya-batalkan-atau-tidak%2F&flash=0&fwr=1&pra=3&rpe=1&resp_fmts=3&sfro=1&wgl=1&fa=40&uach=WyJBbmRyb2lkIiwiMTAiLCIiLCJTTS1KNjAwRyIsIjg5LjAuNDM4OS44NiIsW11d&tt_state=W3siaXNzdWVyT3JpZ2luIjoiaHR0cHM6Ly9hZHNlcnZpY2UuZ29vZ2xlLmNvbSIsInN0YXRlIjo2fSx7Imlzc3Vlck9yaWdpbiI6Imh0dHBzOi8vYXR0ZXN0YXRpb24uYW5kcm9pZC5jb20iLCJzdGF0ZSI6N31d&dt=1615766947009&bpp=46&bdt=2736&idt=1377&shv=r20210309&cbv=r20190131&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Dcd954b0c4dc1bdd2-2256870810c60029%3AT%3D1613567205%3ART%3D1613567205%3AS%3DALNI_MaWq6NpIrOb_qMJwR438sjLToNVRQ&prev_fmts=0x0&nras=2&correlator=4816932775789&frm=20&pv=1&ga_vid=1697902389.1611543966&ga_sid=1615766948&ga_hid=940032202&ga_fc=0&u_tz=420&u_his=7&u_java=0&u_h=740&u_w=360&u_ah=740&u_aw=360&u_cd=24&u_nplug=0&u_nmime=0&adx=0&ady=74&biw=360&bih=612&scr_x=0&scr_y=0&eid=42530672%2C44731609%2C31060288%2C182982100%2C182982300%2C31060004%2C21067496%2C31060407%2C21066973&oid=3&pvsid=472888220694841&pem=111&ref=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2F&rx=0&eae=0&fc=1920&brdim=0%2C0%2C0%2C0%2C360%2C0%2C360%2C612%2C360%2C612&vis=1&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=8320&bc=31&ifi=2&uci=a!2&fsb=1&xpc=9biqZvgqHk&p=https%3A//bincangsyariah.com&dtd=1399

Puasa Sunnah Diajak Makan
Puasa Sunnah Diajak Makan

Close Ads X

Saat Sedang Puasa Sunnah Diajak Makan, Sebaiknya Batalkan Atau Tidak?

Penulis Moh Juriyanto -12 Maret 2021037

BincangSyariah.Com – Saat sedang puasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis, terkadang ada teman yang mengajak makan. Dalam keadaan sedang puasa sunnah diajak makan teman, sebaiknya kita membatalkan puasa kita atau tidak membatalkan dan terus melanjutkannya?

Ketika kita sedang puasa sunnah dan kebetulan kita bertamu atau diajak teman untuk makan, menurut para ulama, dalam keadaan seperti ini hukumnya ditafsil atau diperinci sebagai berikut;https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?client=ca-pub-7817204943932406&output=html&h=300&adk=1935789452&adf=2670635274&pi=t.aa~a.86673156~i.3~rp.4&w=360&lmt=1615766955&num_ads=1&rafmt=1&armr=3&sem=mc&pwprc=8600742471&psa=1&ad_type=text_image&format=360×300&url=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2Fubudiyah%2Fsedang-puasa-sunnah-diajak-makan-sebaiknya-batalkan-atau-tidak%2F&flash=0&fwr=1&pra=3&rh=267&rw=320&rpe=1&resp_fmts=3&sfro=1&wgl=1&fa=27&adsid=ChEIgIW3ggYQ4ca6n5X8z6-tARJFAJw0rJDkwCLn8ZQMy7yVLIvKfkbiyQW86yvqXu9hCQ0db4qOnIDAmQkfJ86juiy13x-V9fyc1m94JyU8uIePdb0JBp4Y&uach=WyJBbmRyb2lkIiwiMTAiLCIiLCJTTS1KNjAwRyIsIjg5LjAuNDM4OS44NiIsW11d&tt_state=W3siaXNzdWVyT3JpZ2luIjoiaHR0cHM6Ly9hZHNlcnZpY2UuZ29vZ2xlLmNvbSIsInN0YXRlIjo2fSx7Imlzc3Vlck9yaWdpbiI6Imh0dHBzOi8vYXR0ZXN0YXRpb24uYW5kcm9pZC5jb20iLCJzdGF0ZSI6N31d&dt=1615766954769&bpp=31&bdt=10497&idt=-M&shv=r20210309&cbv=r20190131&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Dcd954b0c4dc1bdd2-2256870810c60029%3AT%3D1613567205%3ART%3D1613567205%3AS%3DALNI_MaWq6NpIrOb_qMJwR438sjLToNVRQ&prev_fmts=0x0%2C360x300&nras=3&correlator=4816932775789&frm=20&pv=1&ga_vid=1697902389.1611543966&ga_sid=1615766948&ga_hid=940032202&ga_fc=0&u_tz=420&u_his=7&u_java=0&u_h=740&u_w=360&u_ah=740&u_aw=360&u_cd=24&u_nplug=0&u_nmime=0&adx=0&ady=1455&biw=360&bih=612&scr_x=0&scr_y=178&eid=42530672%2C44731609%2C31060288%2C182982100%2C182982300%2C31060004%2C21067496%2C31060407%2C21066973&oid=3&psts=AGkb-H8-Ad0wKfQD_oYqAwkthd9z7zJuZs3McoPbUy3G7bHwJy4uI3Ltast_KSfe9Yj5T7OYT6MsQQNG&pvsid=472888220694841&pem=111&ref=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2F&rx=0&eae=0&fc=1408&brdim=0%2C0%2C0%2C0%2C360%2C0%2C360%2C668%2C360%2C668&vis=1&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=8320&bc=31&ifi=5&uci=a!5&btvi=1&fsb=1&xpc=NS1mHzHMMd&p=https%3A//bincangsyariah.com&dtd=573

Pertama, jika tuan rumah atau teman yang mengajak kita makan akan kecewa jika kita menolak untuk makan atau menolak ajakannya, maka kita sebaiknya membatalkan puasa kita. Dalam keadaan seperti ini, kita lebih baik membatalkan puasa dan makan bersama teman kita.

Kedua, jika tuan rumah atau teman yang mengajak kita makan tidak akan kecewa jika kita menolaknya, maka lebih baik kita melanjutkan berpuasa.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Mughnil Muhtaj berikut;

ولكن يكره الخروج منه -صوم التطوع- بلا عذر، لظاهر قوله تعالى: ولا تبطلوا أعمالكم وللخروج من خلاف من أوجب إتمامه، فإن كان هناك عذر كمساعدة ضيف في الأكل إذا عز عليه امتناع مضيفه منه، أو عكسه فلا يكره الخروج منه، بل يستحب..أما إذا لم يعز على أحدهما امتناع الآخر من ذلك، فالأفضل عدم خروجه منه، كما في المجموعhttps://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?client=ca-pub-7817204943932406&output=html&h=300&adk=1935789452&adf=2377593331&pi=t.aa~a.86673156~i.11~rp.4&w=360&lmt=1615766955&num_ads=1&rafmt=1&armr=3&sem=mc&pwprc=8600742471&psa=1&ad_type=text_image&format=360×300&url=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2Fubudiyah%2Fsedang-puasa-sunnah-diajak-makan-sebaiknya-batalkan-atau-tidak%2F&flash=0&fwr=1&pra=3&rh=267&rw=320&rpe=1&resp_fmts=3&sfro=1&wgl=1&fa=27&adsid=ChEIgIW3ggYQ4ca6n5X8z6-tARJFAJw0rJDkwCLn8ZQMy7yVLIvKfkbiyQW86yvqXu9hCQ0db4qOnIDAmQkfJ86juiy13x-V9fyc1m94JyU8uIePdb0JBp4Y&uach=WyJBbmRyb2lkIiwiMTAiLCIiLCJTTS1KNjAwRyIsIjg5LjAuNDM4OS44NiIsW11d&tt_state=W3siaXNzdWVyT3JpZ2luIjoiaHR0cHM6Ly9hZHNlcnZpY2UuZ29vZ2xlLmNvbSIsInN0YXRlIjo2fSx7Imlzc3Vlck9yaWdpbiI6Imh0dHBzOi8vYXR0ZXN0YXRpb24uYW5kcm9pZC5jb20iLCJzdGF0ZSI6N31d&dt=1615766954769&bpp=25&bdt=10496&idt=-M&shv=r20210309&cbv=r20190131&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Dcd954b0c4dc1bdd2-2256870810c60029%3AT%3D1613567205%3ART%3D1613567205%3AS%3DALNI_MaWq6NpIrOb_qMJwR438sjLToNVRQ&prev_fmts=0x0%2C360x300%2C360x300&nras=4&correlator=4816932775789&frm=20&pv=1&ga_vid=1697902389.1611543966&ga_sid=1615766948&ga_hid=940032202&ga_fc=0&u_tz=420&u_his=7&u_java=0&u_h=740&u_w=360&u_ah=740&u_aw=360&u_cd=24&u_nplug=0&u_nmime=0&adx=0&ady=2632&biw=360&bih=612&scr_x=0&scr_y=178&eid=42530672%2C44731609%2C31060288%2C182982100%2C182982300%2C31060004%2C21067496%2C31060407%2C21066973&oid=3&psts=AGkb-H8-Ad0wKfQD_oYqAwkthd9z7zJuZs3McoPbUy3G7bHwJy4uI3Ltast_KSfe9Yj5T7OYT6MsQQNG&pvsid=472888220694841&pem=111&ref=https%3A%2F%2Fbincangsyariah.com%2F&rx=0&eae=0&fc=1408&brdim=0%2C0%2C0%2C0%2C360%2C0%2C360%2C668%2C360%2C668&vis=1&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=8320&bc=31&ifi=6&uci=a!6&btvi=2&fsb=1&xpc=b6gYQFclUx&p=https%3A//bincangsyariah.com&dtd=630

Akan tetapi dimakruhkan membatalkan puasa sunnah tanpa ada udzur berdasarkan firman Allah: Dan janganlah kalian membatalkan amal-amal kalian. Juga karena keluar dari perbedaan pendapat ulama yang mewajibkan menyempurnakan puasa sunnah. Jika ada udzur, seperti menemani tamu makan jika ia tersinggung bila tua rumahnya tidak makan atau sebaliknya, maka tidak makruh bahkan dianjurkan membatalkan puasa. Adapun jika tidak tersinggung bila salah satunya menolak untuk makan, maka lebih utama tidak membatalkan puasa sunnah, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Majmu’.

Menurut Imam Al-Ghazali, jika kita kebetulan membatalkan puasa sunnah karena diajak teman makan atau karena bertamu, maka hendaknya kita berniat untuk menyenangkan teman kita atau tuan rumah. Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin berikut;

قال الغزالي يندب أن ينوي بفطره إدخال السرور عليه

Imam Al-Ghazali berkata: Disunnahkan berniat untuk menyenangkan perasaan pemilik hidangan pada saat membatalkan puasa.

BINCANGSYARIAH.COM

Beberapa Bentuk Bakti Kepada Orang Tua

Di artikel “Perintah Untuk Birrul Walidain” kita telah mengetahui perintah Allah dan Rasul-Nya untuk berbakti kepada orang tua, dan betapa agungnya kedudukan birrul walidain dalam Islam. Maka pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara berbakti kepada orang tua?

Berikut ini beberapa adab yang baik dan akhlak yang mulia kepada orang tua:

1. Berkata-kata dengan sopan dan penuh kelembutan, dan jauhi perkataan yang menyakiti hati mereka

Allah Ta’ala berfirman:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. Al Isra: 23).

Ibnu Katsir menjelaskan tentang ayat [فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ]:

أي لا تسمعهما قولا سيئا حتى ولا التأفيف الذي هو أدنى مراتب القول السيئ

“Maksudnya jangan memperdengarkan kepada orang tua, perkataan yang buruk. Bahkan sekedar ah yang ini merupakan tingkatan terendah dari perkataan yang buruk” (Tafsir Ibnu Katsir).

2. Bersikap tawadhu’ kepada orang tua dan sikapilah mereka dengan penuh kasih sayang

Allah Ta’ala berfirman:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.” (QS. Al Isra: 24).

3. Tidak memandang orang tua dengan pandangan yang tajam, tidak bermuka masam atau wajah yang tidak menyenangkan
4. Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan orang tua

Dalil kedua adab di atas adalah hadits Al Musawwir bin Makhramah mengenai bagaimana adab para Sahabat Nabi terhadap Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, disebutkan di dalamnya:

وإذا تكَلَّمَ خَفَضُوا أصواتَهم عندَه ، وما يُحِدُّون إليه النظرَ؛ تعظيمًا له

“jika para sahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah” (HR. Al Bukhari 2731).

Syaikh Musthafa Al ‘Adawi mengatakan: “setiap adab di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa adab-adab tersebut merupakan sikap penghormatan”.

5. Tidak mendahului mereka dalam berkata-kata

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu beliau berkata:

كنَّا عندَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ فأتيَ بِجُمَّارٍ، فقالَ: إنَّ منَ الشَّجرةِ شجَرةً، مثلُها كمَثلِ المسلِمِ ، فأردتُ أن أقولَ: هيَ النَّخلةُ، فإذا أنا أصغرُ القومِ، فسَكتُّ، فقالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ: هيَ النَّخلةُ

“kami pernah bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di Jummar, kemudian Nabi bersabda: ‘Ada sebuah pohon yang ia merupakan permisalan seorang Muslim’. Ibnu Umar berkata: ‘sebetulnya aku ingin menjawab: pohon kurma. Namun karena ia yang paling muda di sini maka aku diam’. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun memberi tahu jawabannya (kepada orang-orang): ‘ia adalah pohon kurma’” (HR. Al Bukhari 82, Muslim 2811).

Ibnu Umar melakukan demikian karena adanya para sahabat lain yang lebih tua usianya walau bukan orang tuanya. Maka tentu adab ini lebih layak lagi diterapkan kepada orang tua.

6. Lebih mengutamakan orang tua daripada diri sendiri atau iitsaar dalam perkara duniawi

Hendaknya kita tidak mengutamakan diri kita sendiri dari orang tua dalam perkara duniawi seperti makan, minum, dan perkara lainnya. Dalilnya adalah hadits dalam Shahihain tentang tiga orang yang ber-tawassul dengan amalan shalih yang salah satunya bertawassul dengan amalan baiknya kepada orang tua, diantara ia melakukan iitsaar kepada orang tuanya. Hadits ini telah disebutkan pada materi yang telah lalu, walhamdulillah.

7. Dakwahi mereka kepada agama yang benar

Allah Ta’ala berfirman:

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا

“Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan”” (QS. Maryam: 41-45).

8. Jagalah kehormatan mereka

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpakan) dan harta kalian (untuk dirampais) dan kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini” (HR. Bukhari).

9. Berikan pelayanan-pelayanan kepada orang tua dan bantulah urusan-urusannya

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

المسلمُ أخو المسلمِ ، لا يَظْلِمُه ولا يُسْلِمُه ، ومَن كان في حاجةِ أخيه كان اللهُ في حاجتِه ، ومَن فرَّجَ عن مسلمٍ كربةً فرَّجَ اللهُ عنه كربةً مِن كُرُبَاتِ يومِ القيامةِ ، ومَن ستَرَ مسلمًا ستَرَه اللهُ يومَ القيامةِ

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh membiarkannya dalam bahaya. barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya sesama Muslim, maka Allah akan penuhi kebutuhannya. barangsiapa yang melepaskan saudaranya sesama Muslim dari satu kesulitan, maka Allah akan melepaskan ia dari satu kesulitan di hari kiamat. barangsiapa yang menutup aib seorang Muslim, Allah akan menutup aibnya di hari kiamat” (HR. Al Bukhari no. 2442)

10. Jawablah panggilan mereka dengan segera

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًٍا فَقَالَتْ: يَا جُرَيْجُ! وَهُوَ يُصّلِّى، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ – وَهُوَ يُصَلِّي – أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَالِثَةَ فَقَالَ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. فَلَمَّا لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ! حَتىَّ تَنْظُرَ فِي وَجْهِ المُوْمِسَاتِ

“Suatu hari datanglah ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya. Juraij kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai engkau melihat wajah pelacur” (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Adabil Mufrad).

11. Jangan berdebat dengan mereka, jangan mudah menyalah-nyalahkan mereka, jelaskan dengan penuh adab

Sebagaimana dialog Nabi Ibrahim ‘alahissalam dengan ayahnya. Sebagaimana juga diceritakan oleh ‘Aisyah Radhiallahu’anha:

“Kami keluar bersama Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam pada beberapa perjalanan beliau. Tatkala kami sampai di Al-Baidaa atau di daerah Dzatul Jaisy, kalungku terputus. Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam pun berhenti untuk mencari kalung tersebut. Orang-orang yang ikut bersama beliau pun ikut berhenti mencari kalung tersebut. Padahal mereka tatkala itu tidak dalam keadaan bersuci (dalam keadaan berwudu) dan tidak membawa air. Sehingga orang-orang pun berdatangan menemui Abu bakar Ash-Shiddiq dan berkata, ‘Tidakkah engkau lihat apa yang telah dilakukan oleh Aisyah? Ia membuat Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam dan orang-orang berhenti padahal mereka tidak dalam keadaan bersuci dan tidak membawa air. Maka Abu Bakar pun menemuiku, lalu ia mengatakan apa yang dikatakannya. Lalu ia memukul pinggangku dengan tangannya. Tidak ada yang mencegahku untuk menghindar kecuali karena Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam yang sedang tidur di atas pahaku. Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam terus tertidur hingga subuh dalam keadaan tidak bersuci. Lalu Allah menurunkan ayat tentang tayammum. Usaid bin Al-Hudhair mengatakan, “Ini bukanlah awal keberkahan kalian wahai keluarga Abu Bakar”. Lalu kami pun menyiapkan unta yang sedang aku tumpangi, ternyata kalung itu berada di bawahnya”. (HR. An Nasa-i no.309, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan An Nasa-i).

12. Segera bangkit menyambut mereka ketika mereka masuk rumah, dan ciumlah tangan mereka

Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:

وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَآهَا قَدْ أَقْبَلَتْ رَحَّبَ بِهَا ثُمَّ قَامَ إِلَيْهَا فَقَبَّلَهَا ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهَا فَجَاءَ بِهَا حَتَّى يُجْلِسَهَا فِي مَكَانِهِ. وَكَانَتْ إِذَا أَتَاهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحَّبَتْ بِهِ ثُمَّ قَامَتْ إِلَيْهِ فَقَبَّلَتْهُ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika melihat putri Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Fathimah) datang ke rumah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambut kedatangannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri lalu berjalan menyambut, menciumnya, menggandeng tangannya lalu mendudukkannya di tempat duduk beliau. Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Fathimah radhiyallahu anhuma , maka Fathimah menyambut kedatangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia bangkit dan berjalan kearah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mencium (kening) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad, Ibnu Qathan dalam Ahkamun Nazhar[296] mengatakan: “semua perawinya tsiqah”).

13. Jangan menganggu mereka di waktu mereka istirahat

Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nur ayat 58 (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan sesudah sesudah shalat Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

14. Jangan berbohong kepada mereka

Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasalam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ؛ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ يَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ؛ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَالْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكتب عند الله كذاباً

“Wajib bagi kalian untuk berlaku jujur. Karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur, ia akan ditulis di sisi Allah sebagai Shiddiq (orang yang sangat jujur). Dan jauhilah dusta, karena dusta itu membawa kepada perbuatan fajir (maksiat) dan perbuatan fajir membawa ke neraka. Seseorang yang sering berdusta, akan di tulis di sisi Allah sebagai kadzab (orang yang sangat pendusta)” (HR. Muslim no. 2607).

Berbohong adalah dosa besar. Lebih lebih jika dilakukan terhadap orang tua, lebih besar lagi dosanya.

15. Jangan pelit untuk menafkahi mereka

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا ، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ

“Mulailah dari dirimu sendiri, engkau beri nafkah dirimu sendiri. Jika ada lebih maka untuk keluargamu. Jika ada lebih maka untuk kerabatmu” (HR. Muslim no.997).

Maka orang tua adalah orang yang paling berhak dinafkahi setelah diri sendiri dan keluarga. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan bahwa seorang anak wajib menafkahi orang tuanya jika memenuhi dua syarat:
1. Orang tua dalam keadaan miskin
2. Sang anak dalam keadaan mampu menafkahi

Jika dua kondisi ini tidak terpenuhi, maka tidak wajib.

16. Sering-seringlah mengunjungi mereka

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أنَّ رجلًا زارَ أخًا لَهُ في قريةٍ أخرى ، فأرصدَ اللَّهُ لَهُ على مَدرجَتِهِ ملَكًا فلمَّا أتى عليهِ ، قالَ : أينَ تريدُ ؟ قالَ : أريدُ أخًا لي في هذِهِ القريةِ ، قالَ : هل لَكَ عليهِ من نعمةٍ تربُّها ؟ قالَ : لا ، غيرَ أنِّي أحببتُهُ في اللَّهِ عزَّ وجلَّ ، قالَ : فإنِّي رسولُ اللَّهِ إليكَ ، بأنَّ اللَّهَ قد أحبَّكَ كما أحببتَهُ فيهِ

“Pernah ada seseorang pergi mengunjungi saudaranya di daerah yang lain. Lalu Allah pun mengutus Malaikat kepadanya di tengah perjalanannya. Ketika mendatanginya, Malaikat tersebut bertanya: “engkau mau kemana?”. Ia menjawab: “aku ingin mengunjungi saudaraku di daerah ini”. Malaikat bertanya: “apakah ada suatu keuntungan yang ingin engkau dapatkan darinya?”. Orang tadi mengatakan: “tidak ada, kecuali karena aku mencintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla”. Maka malaikat mengatakan: “sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya“ (HR Muslim no.2567).

Saling mengunjungi sesama Muslim sangat besar keutamaannya, lebih lagi jika yang dikunjungi adalah orang tua.

17. Jika ingin meminta sesuatu kepada mereka, mintalah dengan lemah lembut

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لَا تُلْحِفُوا فِي الْمَسْأَلَةِ، فَوَاللهِ، لَا يَسْأَلُنِي أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا، فَتُخْرِجَ لَهُ مَسْأَلَتُهُ مِنِّي شَيْئًا، وَأَنَا لَهُ كَارِهٌ، فَيُبَارَكَ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتُهُ

“Jangan kalian memaksa jika meminta. Demi Allah, jika seseorang meminta kepadaku sesuatu, kemudian aku mengabulkan permintaannya tersebut dengan perasaan tidak senang, maka tidak ada keberkahan pada dirinya dan apa yang ia minta itu” (HR. Muslim no. 1038).

Meminta kepada orang lain dengan memaksa adalah akhlak yang buruk, lebih lagi jika yang diminta adalah orang tua.

18. Jika orang tua dan istri bertikai maka berlaku adillah

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Maidah: 8).

19. Bermusyarawahlah dengan mereka dalam urusan-urusanmu

Ajaklah orang tua untuk berdiskusi dalam masalah-masalahmu. Allah Ta’ala berfirman:

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ

“Bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan-urusanmu” (QS. Al Imran: 159).

20. Berziarah kubur mereka dan sering-sering doakan mereka

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها فإنها ترق القلب ، وتدمع العين ، وتذكر الآخرة ، ولا تقولوا هجرا

“Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah” (HR. Al Haakim no.1393, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’, 7584)

Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Wabillahi at taufiiq was sadaad.

Penyusun:
Yulian Purnama, S.Kom. Hafizhahullah

Disarikan dari kitab Fiqhu at Ta’amul Ma’al Walidain, karya Syaikh Musthafa Al ‘Adawi dan Kaifa Nurabbi Auladana karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/47133-beberapa-bentuk-bakti-kepada-orang-tua.html

Memaknai Keajaiban Ilahiyah

Sejatinya, alam semesta ini diciptakan Allah SWT penuh keajaiban.

Sejatinya, alam semesta ini diciptakan Allah SWT penuh keajaiban. Begitu pun pada setiap makhluk yang ada di dalamnya, baik manusia, hewan, tumbuhan, maupun malaikat dan jin. Sungguh, Dia Mahakuasa dan jika menghendaki sesuatu cukup berkata, “jadilah maka jadilah ia.” (QS Yasin[35]:82). 

Ujung dari kekaguman kita atas keajaiban itu adalah ungkapan, “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau, lindungi kami dari azab neraka.” (QS Ali Imran [3]:191).

Ketika mengkaji penciptaan Nabi Adam AS, tampaklah keajaiban luar biasa. Manusia pertama yang diciptakan dari tanah menjadi hamba yang sempurna walau tanpa ayah dan ibu (QS al-Hijr[15]:26).

Begitu juga Nabi Zakaria AS, ketika ia sudah lanjut usia dan istrinya mandul, tapi dikaruniai seorang anak bernama Yahya AS. Pun, Siti Maryam yang tak pernah disentuh seorang lelaki, tapi bisa melahirkan Isa AS. (QS Ali Imran [3]: 59). Keajaiban demi keajaiban diperlihatkan melalui mukjizat para nabi agar manusia tunduk kepada Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW mengalami banyak keajaiban. Salah satunya adalah kejadian di luar batas pikiran manusia dan hukum alam semesta (sunnatullah), yakni isra dan mi’raj. “Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami…” (QS 17: 1).

Pakar Tafsir Alquran, Prof M Quraish Shihab dalam buku, “Membumikan Alquran” mengutip pandangan kaum empiris dan rasionalis yang membantah kebenarannya, karena tidak sesuai dengan hukum alam dan logika manusia. Sikap ini pun telah diperlihatkan oleh Abu Lahab semasa Nabi SAW masih hidup dahulu.

Lalu, beliau menegaskan, cara yang paling tepat untuk memahaminya hanya dengan pendekatan iman. Sikap ini pula yang ditunjukkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, yang berkata, “Apabila Muhammad yang memberitahukannya, pasti benarlah adanya.” 

Teringat tausiah almarhum KH Zainuddin MZ, dalam peristiwa Isra dan Mi’raj, Nabi SAW menembus tiga alam dalam waktu yang sangat singkat.

Pertama, alam syahadah (keduniaan), yakni dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsa (Palestina). Kedua, alam malakuut (kemalaikatan), yakni dari Masjidil Aqsa naik ke langit ketujuh. Ketiga, alam lahuut (ketuhanan), yakni dari langit ketujuh sampai Sidratul Muntaha. 

Keajaiban akan terus terjadi bagi orang beriman yang menempuh jalan-jalan kemuliaan. Siapa saja yang istiqamah berjuang dan berkorban menegakkan agama Allah, maka keajaiban itu akan menghampirinya. Kadang, ikhtiar kita hanya sejengkal atau sebutir, tetapi Allah SWT memberi semeter atau segudang bahkan berlipat ganda. (QS al-Baqarah [2]: 261). Itulah keajaiban dan keberkahan. 

Peringatan Isra Mi’raj kiranya tidak hanya mengulas kisah profetik semata. Namun, harus mampu memetik hikmah dan pelajaran yang sarat di dalamnya, lalu menghidupkan pada sikap, ucapan dan perbuatan. Itulah cara seorang Mukmin memaknai keajaiban ilahiyah.

Allahu a’lam bish-shawab.   

OLEH HASAN BASRI TANJUNG

REPUBLIKA.id

Tiga Wanita yang Menjadi Contoh Buruk dalam Alquran

Kisah ketiga wanita ini diharapkan tidak ditiru.

Allah SWT memberikan banyak contoh orang beriman dalam Alquran untuk menjadi teladan bagi manusia. Namun, selain contoh baik, ada juga contoh orang-orang dengan perlakuan buruk dari pria maupun wanita yang diharapkan tidak ditiru. 

Dilansir di Gulf Times, ada tiga wanita yang disebutkan dalam Alquran sebagai contoh pengkhianatan dan perbuatan jahat. Wanita-wanita ini adalah istri Nabi Nuh, istri Nabi Luth, dan istri Abu Lahab.

Kisah mereka bertolak belakang dengan kisah istri Fir’aun, Esia yang merupakan seorang beriman di bawah suami yang sombong dan tidak adil. Kekuasaannya tidak mempengaruhinya, dan tirani-nya juga tidak dapat menghentikannya dari berbuat baik.  

Di sisi lain, istri Nuh dan Luth tetap dalam kegelapan meski tinggal bersama para Nabi Allah. Mereka tidak dapat melihat cahaya iman dan melewatkan jalan yang benar. Mereka mengkhianati suaminya dan mereka akan dikutuk.

Istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth dijelaskan Allah dalam surat At-Tahrim ayat 10.

ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱمْرَأَتَ نُوحٍ وَٱمْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَٰلِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ ٱللَّهِ شَيْـًٔا وَقِيلَ ٱدْخُلَا ٱلنَّارَ مَعَ ٱلدَّٰخِلِينَ

Artinya: “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam).” 

Adapun istri Abu Lahab, dia hanya akan cocok dengan suaminya yang licik. Kita tahu tentang kisahnya lebih detail saat dia hidup di masa Nabi Muhammad. 

Allah berfirman dalam surat Al-Lahab.

تَبَّتْ يَدَآ أَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ

مَآ أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَ

سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ

وَٱمْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ ٱلْحَطَبِ

فِى جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍۭ

Artinya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. “

Dalam surat tersebut, dijelaskan kata “hammalat al-hatab” istri Abu Lahab adalah pembawa kayu berduri. Apapun gelarnya, dia adalah salah satu orang yang sifat dan perilakunya tidak boleh diteladani yang disebutkan dalam Alquran.

Kisah dari wanita-wanita ataupun dari sosok lain dijelaskan Allah SWT sebagai contoh dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. 

Allah berfirman:

وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنۢبَآءِ ٱلرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِۦ فُؤَادَكَ ۚ وَجَآءَكَ فِى هَٰذِهِ ٱلْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ 

Artinya: “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”

KHAZANAH REPUBLIKA

Hukum Makan Daging Musang

Di antara perkara yang sering ditanyakan oleh masyarakat adalah mengenai hukum memakan daging musang. Hewan ini biasanya memangsa hewan lain seperti ayam, dan lainnya. Sebenarnya, bagaimana hukum makan daging musang ini?

Dalam kitab-kitab fiqih, musang disebut dengan tsa’lab. Menurut ulama Syafiiyah, musang termasuk hewan yang halal dan boleh dimakan. Meski musang memiliki taring dan memangsa hewan lain, namun menurut ulama Syafiiyah hukumnya boleh dimakan karena musang termasuk hewan thoyyibat atau hewan yang baik untuk dimakan.

Sementara menurut ulama Hanabilah dan Hanafiyah, musang termasuk hewan yang haram dimakan. Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Ma’rifah Al-Sunan wa Al-Atsar berikut;

واباح الشافعية والحنابلة اكل الضب والضبع وعند الشافعية والثعلب وحرمه الحنابلة وحرم الحنفية اكل ذلك كله

Ulama Syafiiyah dan Hanabilah membolehkan makan biawak dan hiena, dan boleh menurut ulama Syafiiyah makan musang, namun ulama Hanabilah mengharamkan makan musang. Sementara ulama Hanafiyah mengharamkan semuanya.

Dalam Darul Ifta’ Al-Mishriyah disebutkan bahwa makan musang hukumnya boleh. Ini sebagaimana disebutkan sebagai berikut;

السؤال: ما الحكم الشرعي في أكل لحم كلٍّ من: القنفذ والثعلب والضبع؟

الجواب:لا حرج في مذهبنا في أكل كلٍّ من: القنفذ، والثعلب، والضبع؛ لأنها من الطيبات التي تستطيبها العرب، وقد قال الله تعالى: يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ. فما استطابته العرب في عادتها كان حلالاً، وما عدوه خبيثاً فهو محرم؛ لأن القرآن نزل بلغتهم، فكان عرفهم في تفسير قوله تعالى: (الطيبات) هو الحكم

Pertanyaan: Bagaimana secara hukum syar’i mengenai hukum makan daging landak, musang dan hiena?

Jawaban: Tidak masalah dalam madzhab kami memakan daging hewan landak, musang dan hiena. Hal ini karena hewan-hewan termasuk hewan thoyyibat atau baik untuk dimakan, dan juga telah dianggap baik oleh orang Arab. Allah telah berfirman: Mereka bertanya kepadamu (Muhammad): Apakah yang dihalalkan bagi mereka?.

Katakanlah: Yang dihalalkan bagimu adalah makanan yang baik-baik. Apa yang dianggap baik oleh orang Arab dalam kebiasaannya maka hukumnya halal, dan apa yang dianggap menjijikkan maka hukumnya haram. Ini karena Al-Quran turun dengan bahasa mereka, dan karena itu pengertian mereka dalam menafsirkan firman Allah ‘al-thoyyibat’ adalah hukum.

BINCANG SYARIAH

Hukum Mengenakan Tas dan Jaket Berbahan Kulit

Bahan kulit untuk pembuatan tas, jaket, sepatu, dan aksesoris, serta berbagai perlengkapan banyak ditemui di sekitar kita. Secara umum, bahan kulit hewan berdasarkan dari mana asalnya terbagi menjadi tiga macam:

  1. Kulit hewan yang halal dimakan dan bukan bangkai (mati dengan cara tidak disembelih).
  2. Kulit hewan halal dimakan dan sudah menjadi bangkai.
  3. Kulit hewan yang haram dimakan.

Boleh dan tidaknya digunakan tergantung dari mana asalnya. Mari kita ulas satu persatu-satu.

Kulit hewan yang halal dimakan dan bukan bangkai (mati dengan cara disembelih)

Contohnya, seperti kulit kambing, sapi, dan binatang halal lainnya.

Kulit hewan jenis ini, tidak membutuhkan kajian panjang, ia halal dan suci dipergunakan. Sebagaimana daging hewannya halal, maka kulit yang menjadi bagian dari hewan tersebut pun menjadi halal dan suci.

Dalilnya hadis Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,

دباغها ذكاتها

“Samaknya kulit hewan yang halal dimakan adalah proses sembelihnya’’ (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Ghoyatul Murom).

Proses samak adalah syarat agar kulit hewan yang najis menjadi suci. Khusus hewan yang mati tidak sebagai bangkai dan tergolong yang halal dimakan, maka samak ini sudah terganti dengan proses meyembelih yang sesuai syariat. Sehingga begitu hewan disembelih, kulitnya otomatis menjadi halal dan suci. Tanpa harus melalui proses samak yang kita kenal.

Kulit hewan halal dimakan dan sudah menjadi bangkai

Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang menyeret kambingnya yang sudah mati, lalu bertanya kepada Sang Tuan,

هلا أخذتم إهابها

“Alangkah baik jika Anda manfaatkan kulitnya.”

إنها ميتة

“Ini kulit bangkai, ya Rasulullah.” Jawab tuan sang pemilik kambing.

يطهره الماء والقرض

“Bisa disucikan dengan air dan dedaunan untuk menyamak” (HR. Abu Dawud, dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shilshilah As-Ashahihah no. 2163).

Hadis ini menunjukkan bahwa kulit bangkai yang awalnya najis, bisa menjadi suci jika disamak. Sehingga boleh dijadikan jaket, tas, sepatu, dompet, dan lain sebagainya. Begitu pun suci dipakai ketika salat.

Sebagaimana keterangan dalam kitab Bidayatul Faqih (ringkasan Syarah Al-Mumti’ karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah) berikut,

فإذا دبغ الجلد فصار طاهرا وأبيح استعماله في الرطب واليابس

“Jika kulit bangkai telah disamak, maka ia berubah menjadi suci dan halal dipergunakan baik saat basah maupun kering” (Bidayatul Faqih hal. 17).

Kulit hewan yang haram dimakan

Seperti kulit babi, anjing, ular dan binatang buas lainnya, maka tidak suci digunakan meskipun sudah disamak. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah kami sebut di atas,

دباغها ذكاتها

“Samaknya kulit hewan yang halal dimakan adalah proses sembelihnya” (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Ghoyatul Murom).

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mennyebut hewan yang kulitnya halal dan suci dipergunakan, dengan sebutan ذكاة dzakaah, yang artinya sembelihan. Kita ketahui bersama bahwa dzakaah hanya dapat menjadikan halal dan suci hewan-hewan yang dagingnya halal, seperti kambing, sapi, dan lain sebagainya. Tidak dapat menghalalkan hewan yang haram, seperti babi dan anjing. Ini menunjukkan bahwa kulit hewan yang haram dimakan, tidak halal dan suci meskipun telah disembelih atau disamak.

Wallahu a’lam bis showab.

Ditulis oleh: Ahmad Anshori

Artikel: Muslim.or.id

Harap-Harap Cemas Menanti Kepastian Haji

Penyelenggara haji/umrah sudah menunggu selama satu tahun karena pandemi Covid-19.

Gabungan Pengusaha Haji, Umrah dan Wisata Halal Nusantara (Gaphura) harap-harap cemas menunggu kepastian Arab Saudi membuka izin umrah dan haji. Sebelumnya diberitakan Arab Saudi baru akan membuka kembali penerbangan internasional pada 17 Mei 2021.

Ketua Dewan Pembina Gaphura, Baluki Ahmad mengatakan, tentu harapan Gaphura dan asosiasi umrah lainnya jelas yakni bisa membawa calon jamaah umrah ke tanah suci. Penyelenggara umrah sudah menunggu selama satu tahun karena pandemi Covid-19.

“Sudah satu tahun diam, ada berita seperti ini, kita harap-harap cemas, karena harapan datang tiba-tiba (izin umrah) tutup, Info di Arab Saudi berkembang terus, buka-tutup buka-tutup (izin umrah) jadi kapan tepatnya umrah dibuka,” kata Baluki kepada Republika.co.id, Jumat (12/3).

Ia juga menyoroti kondisi Indonesia yang angka positif kasus Covid-19 belum menurun. Sehingga Indonesia termasuk kategori negara yang masih dipertimbangkan oleh negara lain. Pemerintah Arab Saudi juga mempertimbangkan kebijakannya demi keamanan negaranya.

“Jadi serba salah, kita tidak menyalahkan Arab Saudi, mereka punya hak untuk membuka dan menutup (izin umrah) mereka juga tidak mau warga negaranya tertular (Covid-19) dari manapun arahnya,” ujarnya.

Baluki mengatakan, pemerintah Indonesia juga sangat berharap izin umrah dan haji segera dibuka. Sekarang sudah menjelang Ramadhan namun belum bisa mempersiapkan apa-apa untuk penyelenggaran haji.

Ia juga menyampaikan bahwa calon jamaah umrah dan haji khusus kerap mempertanyakan kapan izin umrah dan haji dibuka kembali. Kondisinya jamaah umrah tahun lalu belum bisa berangkat karena pandemi Covid-19. Sementara calon jamaah haji juga belum mendapat kepastian kapan berangkatnya.

“Kita berdoa, kita berharap, sudah setahun lebih (pandemi Covid-19), kita ingin semua berjalan dengan baik,” ujarnya.

Untuk itu, Baluki mengingatkan agar calon jamaah umrah dan haji memahami serta bersabar. Karena situasi pandemi Covid-19 bukan keinginan asosiasi, pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.

“Situasi pandemi Covid-19 ini tidak bisa diprediksi, sampai kapan (pandemi ini) semua tidak ada yang bisa melihatnya, ya kita harus tawakal, qodarullah, semua Allah yang mengatur yang punya kekuasaan,” ujarnya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Perjalananmu Bersama Al-Qur’an

Kehidupan adalah sebuah perjalanan. Dan dalam setiap perjalanan, seseorang membutuhkan bekal dan teman. Lalu apa yang dimaksud perjalanan bersama Al-Qur’an?

Perjalanan bersama Al-Qur’an artinya kita hidup tak pernah lepas dari Al-Qur’an. Tak pernah lepas dari membacanya, menghafalnya, merenunginya dan mengamalkannya.

Kita hiasi hidup kita dengan Al-Qur’an. Memberikan waktu dan perhatian untuk Al-Qur’an, serta meramaikan Al-Qur’an di rumah-rumah kita.

Hape sebagai alat yang paling sering kita pegang dan kita lihat hendaknya juga berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an. Karena perjalanan bersama Al-Qur’an sejatinya adalah :

1. Perjalanan keimanan yang mengangkatmu dari rendahnya dunia menuju kenikmatan akhirat.

2. Perjalanan keimanan yang memindahkanmu dari ambisi yang rendah menuju tujuan yang mulia.

3. Perjalanan keimanan yang membawa kita hidup dalam cahaya Ilahi yang menyucikan hati, menenangkan jiwa dan mengangkat derajat kita.

Karena itu Al-Qur’an disebut oleh Allah sebagai obat, petunjuk dan rahmat.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَشِفَآءٞ لِّمَا فِي ٱلصُّدُورِ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ

“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.” (QS.Yunus:57)

Mari kita kuatkan tekad kita untuk selalu bersama Al-Qur’an dan menjadikannya teman dekat kita sehari-hari.

Allah Swt berfirman :

وَفِي ذَٰلِكَ فَلۡيَتَنَافَسِ ٱلۡمُتَنَٰفِسُونَ

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS.Al-Muthaffifin:26)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Di dalam Salat terdapat Pertolongan dan Pencegahan

Salat adalah cahaya bagi orang-orang beriman, sinar dalam hatinya, dan penghubung dengan Rabbnya. Oleh karena itu, terdapat pertolongan yang besar dan pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar di dalam salat yang sempurna. Salat seorang hamba belum sempurna hingga hamba tersebut mengerjakan wajib dan sunnah salat, khusyu’, menghadirkan hati di setiap ucapan dan gerakan, serta fokus dengan munajat kepada Rabbnya di dalam salat tersebut.

Allah Ta’ala  memerintahkan hamba-Nya untuk memohon pertolongan dengan salat. Allah Ta’ala berfirman,

وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)

Allah Ta’ala juga berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)

Selain Allah Ta’ala perintahkan hamba untuk memohon pertolongan dengan salat, Allah Ta’ala juga menjelaskan bahwa di dalam salat terdapat pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ

Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar … ” (QS. Al-‘Ankabut: 45)

Keji ( الْفَحْشَاۤءِ ) adalah segala dosa besar dan hina berupa maksiat yang disukai oleh jiwa, sedangkan mungkar (الْمُنْكَرِ) adalah segala maksiat yang diingkari oleh akal dan fitrah.

Maksud dari salat mencegah dari perbuatan keji dan munkar yaitu apabila seorang hamba benar-benar menegakkan salat, menyempurnakan rukun dan syarat salat, khusyuk di dalam mendirikan salat, maka hatinya akan terang dan suci, keimanan bertambah, hasrat terhadap kebaikan semakin kuat, dan hasrat terhadap keburukan pun akan menghilang. Seorang hamba yang konsisten dalam keadaan seperti ini, dia akan terjaga dari perbuatan keji dan munkar. Inilah yang diharapkan pada hamba yang mengerjakan salat.

Di dalam salat seorang hamba, dia akan membaca ayat-ayat Al Quran yang berisi tentang janji dan ancaman Allah Ta’ala, berbagai nasihat dan adab yang mulia, serta peringatan bahwa setiap manusia akan pergi meninggalkan dunia menuju negeri akhirat untuk mendapatkan balasan dari apa yang telah dilakukannya di dunia. Hal ini akan mencegah seorang hamba untuk sibuk terhadap dunia dan membuat hatinya semakin tunduk kepada Allah Ta’ala. Oleh karena itu, salat secara keseluruhan akan menjadi penasihat untuk mencegah perbuatan keji dan munkar.

Di antara hikmah dari disyariatkannya salat wajib sehari semalam lima kali dan waktunya tersebar di pagi, siang, dan malam hari adalah terkait pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar ini. Dengan mengulang salat, seorang hamba diingatkan berulang kali pula supaya semakin jauh dari perbuatan maksiat dan semakin bertambah keimanan di dalam hatinya.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال: إنَّ فلانًا يُصلِّي اللَّيلَ، فإذا أصبَح سرَق ، فقال:  سينهاه ما تقولُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,

Seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Sesungguhnya si Fulan salat di malam hari, tetapi di waktu pagi dia mencuri.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya salatnya tersebut akan menahan dirinya untuk melakukan seperti yang Engkau katakan.’ (HR. Ahmad di dalam Al-Musnad no. 9778, disahihkan oleh Syekh Al-Albani)

Adapun hadis;

كل صلاة لم تنه عن الفحشاء والمنكر ،لم يزدد صاحبها من الله إلا بعدا

Semua salat yang tidak mencegah dari perbuatan keji dan munkar, maka salat itu tidak menambahkan sesuatu melainkan menambah pelakunya semakin jauh (dari Allah).” (HR. At Thabrani 54/11),

maka Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits tersebut batil. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pun mengatakan bahwa hadis tersebut merupakan hadis yang tidak sahih, yang benar adalah salat akan tetap menjaga seseorang hamba supaya tidak semakin jauh dari Allah Ta’ala. Orang yang mengerjakan salat pasti lebih baik dari pada orang yang meninggalkannya. Namun memang kualitas salat setiap orang itu berbeda-beda, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam;

إِنَّ الْعَبْدَ لَيُصَلِّي الصَّلَاةَ مَا يُكْتَبُ لَهُ مِنْهَا إِلَّا عُشْرُهَا ، تُسْعُهَا ، ثُمُنُهَا ، سُبُعُهَا ، سُدُسُهَا ، خُمُسُهَا ، رُبُعُهَا ، ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

Sesungguhnya seseorang hamba melakukan salat dan tidak ditulis pahala untuk salatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, sepertiganya, atau setengahnya” (HR. Ahmad no. 18894, Abu Dawud no. 796, dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani)

Di akhir tulisan ini kita simpulkan bahwa Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk meminta pertolongan kepada Nya dengan melakukan salat karena di dalam salat tersebut terdapat pertolongan dari Allah Ta’ala. Terkadang seseorang berusaha sekuat tenaga memutar otak dan memeras keringatnya untuk mencari cara menyelesaikan problem dalam hidupnya. Namun dia lupa bahwa Allah Ta’ala telah memberikan resep untuk mendapatkan pertolongan selain dengan mengerjakan sebab-sebab ilmiah.

Selanjutnya, kita pertegas lagi bahwa salat yang dikerjakan secara sempurna sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Adapun apabila seseorang sudah mengerjakan salat, namun masih mengerjakan perbuatan keji dan munkar, maka sebabnya adalah dikarenakan luputnya seseorang dari melaksanakan hak-hak yang seharusnya dilakukan dalam salat tersebut.

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk menyempurnakan salat kita.

Penulis: Pridiyanto.

Artikel: Muslim.or.id