Hari Perhitungan Telah Dekat, Bersiaplah !

Allah Swt Berfirman :

ٱقۡتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمۡ وَهُمۡ فِي غَفۡلَةٖ مُّعۡرِضُونَ – مَا يَأۡتِيهِم مِّن ذِكۡرٖ مِّن رَّبِّهِم مُّحۡدَثٍ إِلَّا ٱسۡتَمَعُوهُ وَهُمۡ يَلۡعَبُونَ

“Telah semakin dekat kepada manusia perhitungan amal mereka, sedang mereka dalam keadaan lalai (dengan dunia), berpaling (dari akhirat). Setiap diturunkan kepada mereka ayat-ayat yang baru dari Tuhan, mereka mendengarkannya sambil bermain-main.” (QS.Al-Anbiya’:1-2)

Ayat ini mengabarkan kepada kita bahwa hari perhitungan itu sangat-sangat dekat karena setiap detik yang kita hadapi adalah sebuah kemungkinan bahwa itu adalah detik terakhir kita hidup di dunia.

Kematian adalah perpindahan dari ruang kita untuk beramal (dunia) menuju ruang perhitungan atas semua amal yang kita lakukan (akhirat). Imam Ali bin Abi tholib pernah berpesan :

اليوم عمل ولا حساب، وغداً حساب ولا عمل

“Hari ini (kehidupan dunia) adalah amal tanpa hisab dan besok (akhirat) adalah hisab tanpa amal.”

Ketika berbicara tentang kematian, Al-Qur’an seringkali memperingatkan tentang hasil yang sangat mengerikan apabila kita menyambutnya tanpa bekal.

وَأَنِيبُوٓاْ إِلَىٰ رَبِّكُمۡ وَأَسۡلِمُواْ لَهُۥ مِن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَكُمُ ٱلۡعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ – وَٱتَّبِعُوٓاْ أَحۡسَنَ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكُم مِّن رَّبِّكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَكُمُ ٱلۡعَذَابُ بَغۡتَةٗ وَأَنتُمۡ لَا تَشۡعُرُونَ

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong. Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Qur’an) dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu secara mendadak, sedang kamu tidak menyadarinya.” (QS.Az-Zumar:54-55)

Seringkali Al-Qur’an menggunakan kalimat “siksa / adzab” ketika berbicara tentang kematian. Sebagai pengingat selalu bahwa kematian yang disambut dengan tangan kosong tanpa bekal akan membuat seseorang hanya akan merasakan kesengsaraan demi kesengsaraan di hari perhitungan.

Kita tak pernah tau kapan jatah waktu kita habis. Lalu tiba-tiba hari perhitungan itu datang kita tak punya kesempatan yang kedua kecuali mempertanggung jawabkan semuanya.

وَهُمۡ فِي غَفۡلَةٖ مُّعۡرِضُونَ

“Sedang mereka dalam keadaan lalai (dengan dunia), berpaling (dari akhirat).”

Mereka hidup dalam kelalaian dan jauh dari realitas yang nyata. Mereka hidup dalam khayalan dan menolak semua seruan kebenaran.

مَا يَأۡتِيهِم مِّن ذِكۡرٖ مِّن رَّبِّهِم مُّحۡدَثٍ إِلَّا ٱسۡتَمَعُوهُ وَهُمۡ يَلۡعَبُونَ

“Setiap diturunkan kepada mereka ayat-ayat yang baru dari Tuhan, mereka mendengarkannya sambil bermain-main. (QS.Al-Anbiya’:2)

Orang-orang semacam ini tidak pernah punya komitmen dalam merespon seruan kebenaran. Mereka hanya meresponnya dengan bersenda gurau.

Begitulah para Nabi berjuang menyampaikan dan mengajak manusia menuju kebenaran. Tapi tak semua hati mampu menerimanya.

Mereka mendengar seruan para Nabi dengan bercanda dan megolok-olok. Dalam hati mereka tidak ada keinginan untuk mengikuti cahaya kebenaran. Karenanya kita harus selalu siap setiap saat bahwa ajal bisa datang kapan saja. Maka persiapkan bekalmu sekarang juga.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Apa Yang Perlu Dipikirkan Ketika Shalat?

Satu hal yang perlu direnungkan untuk memperbaiki kualitas shalat kita, yaitu apa sebenarnya yang harus dipikirkan ketika shalat?

Apa itu konten shalat ?
Konten shalat berarti unsur shalat, dan itu ada 2 yaitu, gerakan dan bacaan. Karena itu, fokus terhadap isi shalat berarti fokus memikirkan gerakan dan bacaan dalam shalat.

Pertama:
Fokus memikirkan gerakan shalat berarti memikirkan bagaimana agar kita bisa melakukan gerakan shalat yang sesuai sunnah. Bagaimana caranya sedekap yang benar, cara rukuk yang benar, bagaimana mengatur arah pandangan ketika shalat, dimana posisi tangan ketika sujud, bagaimana posisi duduk sesuai sunnah, dst.
Karena itu, seorang hamba dituntut untuk mempelajari tata cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu sesuaikan gerakan dia dalam shalat dengan gerakan yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Prinsipnya adalah jadikan gerakan shalat kita berdalil. Sesuaikan dengan dalil, maka kita akan bisa khusyuk dalam shalat.
Termasuk bagian dari fokus memikirkan gerakan adalah merenungkan dan memahami arti dari gerakan shalat. Seperti, merenungkan mengapa harus berdiri, mengapa harus rukuk, atau mengapa posisi sujud seperti itu, dst.

Kedua:
Fokus memikirkan bacaan shalat. Bentuknya adalah dengan merenungkan makna setiap bacaan yang dilantunkan dalam shalat. Seperti, memahami makna takbiratul ihram, memahami makna doa iftitah, merenungi bacaan al-Fatihah, memahami makna doa rukuk, dst.
Fokus dibagian ini lebih rumit untuk dilakukan, karena orang yang shalat harus mengerti bahasa arab, dan mampu memahami maknanya.

Ketika seorang hamba fokus memikirkan 2 hal tersebut, berarti sang hamba telah fokus memikirkan isi shalat, dan itulah jatah khusyuknya dalam shalat.

Allahu a’lam.

MUSLIMAHorid

Beda Antara Tidak Tahu Haramnya Suatu Perbuatan Dengan Tidak Tahu Konsekuensi Dari Perbuatan Tersebut

Alhamdulillah, was solatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala aalihi wa sohbihi wa ba’du.

Pelaku perbuatan dosa besar, jika ia jahil/tidak tahu bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang haram, tidak ada tuntutan apapun atas dirinya, akan berbeda jika sejatinya ia tahu bahwa perbuatan itu  memang haram dan terlarang, namun ia tidak tahu dengan konsekuensi dan hukuman dari perbuatan tersebut, maka tetaplah hukuman dari perbuatan itu wajib ditimpakan kepada pelakunya, alasan ketidaktahuannya tidak mendapat toleransi.

Beberapa sandaran dalil dari paparan di atas adalah kisah Nabi sallallahu alaihi wa sallam yang merajam sahabat Maiz, padahal beliau (Maiz) tidak tahu bahwa hukum had zina adalah rajam, namun Maiz tahu bahwa zina hukumnya haram, sebagaimana Nabi dalam kesempatan lain mewajibkan bagi sahabat yang berhubungan biologis dengan istrinya di siang hari ramadan dengan pembayaran kaffarah, padahal juga dia mengaku tidak tahu bahwa konsekuensi bersenggama di siang hari ramadan adalah membayar kaffarah, akan tetapi dia tahu betul bahwa perbuatan itu haram hukumnya.

Syaikh Muhammad bin Solih al-Utsaimin menjelaskan:

هنا توجد مسألة انتبهوا لها، إذا كان الإنسان يعلم الحكم ولكن لا يدري ماذا يترتب عليه، فلا يعذر، فلو فرضنا أن رجلاً محصناً متزوجاً وزنى وهو يعلم أن الزنا حرام لكنه لا يعلم أنه يرجم، هل نرجمه أم لا نرجمه؟! نرجمه؛ مع أنه يقول: لو علمت أن الإنسان يرجم ما فعلت، نقول: جهلك بالعقوبة ليس عذراً.

“Ada satu permasalahan, perhatikanlah dengan seksama, jika ada seseorang yang mengetahui hukum suatu permasalahan namun ia tidak tahu konsekuensinya, ia tidak mendapat udzur, taruhlah misalnya ada seorang lelaki muhson (sudah menikah) kemudian ia berzina, ia tahu betul bahwa zina itu haram, tetapi ia tidak tahu bahwa hukumnya adalah rajam, apakah kita merajamnya ataukah tidak?
Jawabannya adalah tetap dirajam. Walaupun ia mengatakan: jika saya tahu bahwa seseorang yang berzina mendapatkan hukum rajam, niscaya saya tidak akan berzina, kita jawab: ketidaktahuanmu atas hukuman/konsekuensi perbuatan tidak mendapat udzur.

كذلك رجل جامع زوجته في نهار رمضان، وقال: ما علمت أن في الجماع كفارة مغلظة، ظننت أن الإنسان يقضي يوماً وينتهي، ولو علمت أن فيه الكفارة المغلظة ما فعلت، هل يعذر أم لا يعذر؟! لا يعذر، بل يجب أن يكفر، المهم أن الجهل للعقوبة ليس عذراً، ما هو العذر؟ الجهل بالحكم هذا هو العذر، ولهذا لو جامع إنسان زوجته في نهار رمضان وقال: لا أدري أنه حرام، إنما ظننت أن الأكل والشرب هو الحرام فقط، نقول: ما عليك شيء لا قضاء ولا كفارة” انتهى من لقاء الباب المفتوح – 206/23 

Contoh yang lainnya seperti seorang yang bersenggama dengan istrinya di siang hari bulan ramadan, kemudian ia berkata: saya tidak tahu bahwa hubungan ini hukumannya adalah membayar kaffarah yang berat, saya kira hukumannya hanyalah mengqada puasa sehari saja dan selesai, andai saya tahu bahwa hukumnya adalah kaffarah berat niscaya saya tidak akan berbuat. Apakah yang demikian mendapat udzur ataukah tidak?
Tidak mendapat udzur, justru wajib baginya membayar kaffarah. Point pentingnya, bahwa orang yang jahil dengan hukuman dari suatu perbuatan bukanlah suatu udzur, lantas apa yang dikatakan udzur?
Mendapatkan udzur jika seorang tidak tahu menahu hukum perbuatan tersebut, oleh karenanya, jika ada seorang lelaki menggauli istrinya di siang hari bulan ramadan, dia berkata: saya tidak tahu kalau perbuatan ini haram, saya kira yang terlarang hanyalah makan dan minum saja. Kita tanggapi: tidak ada tuntutan atas dirimu, tidak melakukan qadha, juga tidak membayar kaffarah”.
(Liqa al-Baab al-Maftuh 23/206)

Contoh yang lain, hal demikian juga berlaku dalam masalah talak , jika ada seseorang yang sudah pernah mentalak istrinya sampai talak dua misalnya, kemudian ia merujuknya, si suami menganggap bahwa ketika dia rujuk maka talak yang sudah pernah terjadi menjadi terhapus, dia anggap talak yang sudah pernah dilakukan menjadi hilang ketika ia merujuk istrinya, padahal tidak demikian, talak yang pernah jatuh tetap terhitung dan terakumulasi.

Dalam fatwa dari al-Lajnah al-Daimah dikatakan:

إذا راجع الرجل من طلقها طلقة أو طلقتين، صار له معها ما بقي من الثلاث، طلقتان في الحالة الأولى، وواحدة في الحالة الثانية‏.‏ وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم‏.‏

“Jika seorang suami merujuk istri yang ia talak 1 atau talak 2, maka talak yang dimiliki suami atas istrinya hanya tinggal yang tersisa dari jatah 3 talak, jika dia mentalak 1 (kemudian rujuk)  baginya masih punya 2 talak,  dan hanya tersisa 1 talak jika ia sebelumnya mentalak 2, semoga Allah memberi taufiq, dan semoga Salawat & salam tercurah kepada Nabi Muhammad dan para sahabatnya”.
Lihat: Fatwa di web Al Iman

Jika demikian adanya, semisal ada suami yang sebelumnya sudah mentalak 2 untuk istrinya, kemudian setelahnya terjadi rujuk, namun dimasa yang akan datang dia mentalak lagi istrinya sekali, maka terhitung baginya telah mentalak 3 kali, karena rujuk tidak menghapuskan talak sebelumnya, justru semua tetap terhitung, sehingga konsekuensi dari talak si suami yang ketiga ini mengharuskan bagi mereka (suami-istri) untuk berpisah, dan tidak bisa rujuk lagi kecuali mantan istri menikah dengan lelaki lain, terjadi senggama diantara keduanya, lantas terjadi perceraian antara mantan istri dengan suami barunya secara alami (bukan setingan) ini berdasar pada firman Allah ta’ala:

فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُۥ ۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ 

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”.
(al-Baqarah:230)

Andai saja si suami berkilah bahwa ia tidak tahu konsekuensi dari ucapan talaknya yang ke 3, namun sejatinya dia tahu bahwa itu adalah talak, tidak ada udzur baginya, konsekuensi hukum harus tetap dijalankan, ia wajib berpisah dengan istri yang ia cintai, kalaupun ia tetap paksakan untuk rujuk lagi, tinggal bersama lagi dengan tanpa menempuh skema yang dijelaskan oleh syariat, maka hubungan mereka adalah hubungan haram dan terlarang, karena sejatinya si perempuan sudah bukan istrinya lagi.

Disebutkan dalam fatwa dari markaz fatwa “al-syabakah al-islamiyah” doha, Qatar :

فالجاهل بحكم الطلاق العالم بمعناه يقع طلاقه، لأنه قد تلفظ بالطلاق قاصدا مختارا، ولكنه جهل العقوبة والجهل بالعقوبة لا يعذر به صاحبه. 

“Seorang yg jahil dengan hukum talak (konsekuensinya), tetapi dia tahu/paham bahwa itu adalah talak, talaknya tetap terhitung (jatuh), karena ia telah mengeluarkan talak atas maksud dan pilihan ia sendiri, tetapi ia jahil dengan konsekuensi talaknya, dan kejahilan atas konsekuensi suatu perbuatan pelakunya tidak ditolerir”.
Lihat: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/151613/ 

Ini sebagian contoh kasus saja, bisa diterapkan dalam masalah-masalah lain, jika ada seseorang yang sejatinya tahu hukum suatu permasalahan, namun hanya saja ia tidak tahu konsekuensi hukum dari masalah tersebut, ketidaktahuannya pada konsekuensi tidak mendapatkan toleransi, justru tetap wajib baginya untuk ditimpakan hukuman dan dampak dari apa yang ia kerjakan.

Wallahu a’lam.

Ditulis oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله
Selasa, 09 Rabiul Akhir 1442 H/ 24 November 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Khutbah Jumat : Jalan Taqwa Jalan Anda Menuntun Ke Surga

Jalan Taqwa Jalan Anda Menuntun Ke Surga

الحمـد لله الـذي فاوت بين عبـاده في العقـول والهمم والإرادات، ورفع بعضهم فوق بعض بالإيمان والعلم ولوازمهما درجـات، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له في الذات، ولا سمي له في الأسماء ولا مثيل له في الصفات، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله أشرف البريات، اللهم صل وسلم على محمد وعلى آله وأصحابه، ومن تبعهم في كل الحالات.

أما بعد:

فيا أيها الناس، اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون، فتقوى الله وقاية من الشر والعذاب، وسبب موصل للخير والثواب.

Kaum mukminin, hamba Allah yang berbahagia, sungguh Allah telah menjelaskan kepada kita tentang tingkatan-tingkatan kebaikan dan pahala, bahkan Allah telah memotivasi kita untuk memburu dan mengejarnya, Allah juga telah memudahkan jalan untuk mendapatkan dan meraihnya, Ia berfirman:

وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ 

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.
(ali Imran:133).

Juga firman Allah ta’ala yang lain:

وَقَالُوا۟ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى صَدَقَنَا وَعْدَهُۥ وَأَوْرَثَنَا ٱلْأَرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ ٱلْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَآءُ ۖ فَنِعْمَ أَجْرُ ٱلْعَٰمِلِينَ 

“Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini, sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki; maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal”.
(al-Zumar:74)

Jika kita baca pada surat ali-Imran ayat ke 133 dan seterusnya, kita dapati bahwa Allah mensifati orang-orang bertakwa adalah mereka yang menunaikan dengan baik hak-hak Allah dan hak-hak hamba-Nya, senantiasa bertaubat dan memohon ampun atas dosa dan kesalahan, mereka adalah orang-orang yang tidak mengendap dan berdiam dalam dosa dan kemaksiatan, namun bersegera untuk berubah ke arah yang baik dan bangkit jika terperosok dalam kesalahan.

Dalam hadist riwayat Tirmidzi no:2616 disebutkan:

عنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي عَنِ النَّارِ، قَالَ : لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْ عَظِيْمٍ، وَإِنَّهُ لَيَسِيْرٌ عَلىَ مَنْ يَسَّرَهُ اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ : تَعْبُدُ اللهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً، وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُوْمُ رَمَضَانَ، وَتَحُجُّ الْبَيْتَ

“Dari Mu’az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata : Saya berkata : Wahai Rasulullah, beritahukan pada saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam syurga dan menjauhkan saya dari neraka, beliau bersabda: Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah ta’ala, : Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakatpuasa Ramadhan dan pergi haji”.

Maksudnya adalah, barangsiapa yang menunaikan syariat yang lima ini dengan sebaik-baik penunaian, maka ia berhak untuk selamat dari neraka dan dimasukkan surga, kemudian ketika Nabi sallallahu alaihi wa sallam melihat dalam diri Mu’adz ada semangat yang besar untuk mencari kebaikan, Nabi semakin menjelaskan baginya dan untuk ummat islam keseluruhan tentunya, berupa sebab-ebab yang bisa mengantarkan kepada kebaikan dunia dan akhirat, juga pintu-pintu apa saja yang bisa mengarahkan kepada kenikmatan lahir dan batin, lantas Nabi meneruskan sabdanya:

 (أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ)

“Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu syurga ?; Puasa adalah perisai”.

Maksud perisai adalah pelindung dunia dari dosa, dan pelindung akhirat dari segala kesusahan di akhirat.

Lantas Nabi melanjutkan lagi sabdanya:

 (وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ، وَصَلاَةُ الرَّجُلِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ”، ثم تلا قوله تعالى: ﴿ تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ ﴾ [السجدة: 16]، حتى بلغ:  رضي الله عنه: ﴿ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴾ [السجدة: 17]، ثم قال: “أَلاَ أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الأَمْرِ وُعَمُوْدِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ ؟ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : رَأْسُ اْلأَمْرِ اْلإِسْلاَمُ وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ. ثُمَّ قَالَ: أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ ؟ فَقُلْتُ : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ . فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ وَقَالِ : كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. قُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللهِ: وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُوْنَ بِمَا نَتَكَلَّمَ بِهِ ؟ فَقَالَ : ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ، وَهَلْ يَكُبَّ النَاسُ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ –أَوْ قَالَ : عَلىَ مَنَاخِرِهِمْ – إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ.

“Sodaqoh akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam (qiyamullail), kemudian beliau membacakan ayat (yang artinya) : “ Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya….”.
Kemudian beliau bersabda: Maukah kalian aku beritahukan pokok dari segala perkara, tiangnya dan puncaknya ?, aku menjawab : Mau wahai Nabi Allah. Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah Jihad. Kemudian beliau bersabda : Maukah kalian aku beritahukan sesuatu (yang jika kalian laksanakan) kalian dapat memiliki semua itu ?, saya berkata : Mau wahai Rasulullah. Maka Rasulullah memegang lisannya lalu bersabda: Jagalah ini (dari perkataan kotor/buruk).
Saya berkata: Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan ?, beliau bersabda: Ah kamu ini, adakah yang menyebabkan seseorang terjungkel wajahnya di neraka –atau sabda beliau : diatas hidungnya- selain buah dari yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka”.

Barangsiapa yang mampu mengontrol lisannya, menyibukkan lisannya dengan amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, seperti sibuk dengan ilmu, membaca, dzikir, doa, istighfar, serta bisa menahannya dengan tidak berbicara haram seperti ghibah, adu domba, dusta dan mencela dan yang lainnya atau apa saja yang mendatangkan murka Allah, maka orang tersebut telah bisa menguasai semuanya, dan ia telah istiqomah di jalan yang lurus, adapun orang yang menggunakan lisannya untuk hal yang bermudorrot, kelak ia akan berhak mendapat adzab yang pedih.

Maka kaum muslimin sekalian rohimakumullah, perhatikanlah dengan baik point-point yang disampaikan di atas, semoga Allah merahmati kita semua. Sungguh syariat ini sangat mudah dan ringan, namun demikian sangat besar pahalanya di sisi Allah, bersungguh-sungguhlah untuk mewujudkan dan merealisasikan amala-amalan syariat ini, dan mintalah kepada Allah pertolongan untuk bisa mengamalkan dan mempraktekkannya baik secara lisan maupun perbuatan.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم

أقول قولي هذا، وأستغفر الله لي ولكم من كل ذنب، فاستغفروه، إنه هو الغفور الرحيم.

Khutbah kedua.

الحمد لله وكفى والصلاة والسلام على النبي المصطفى وعلى آله وصحبه ومن اهتدى بهداه . اللهم أرنا الحق حقاً وارزقنا اتباعه وأرنا الباطل باطلاً وارزقنا اجتنابه، أما بعد

Ma’asyirol mukminin wa zumrotal mukminin ahabbakumulloh , saudara-saudaraku sekalian, sidang sholat jumat yang  dimuliakan oleh Allah ta’ala.

Demikian sedikit kutipan nasehat dan arahan untuk diri saya pribadi secara khusus dan untuk jamaah sekalian secara umum, semoga kita bisa melaksanakannya dengan baik, mendapatkan taufiq dari Allah untuk senantiasa istiqomah meraih ketakwaan sebagai jalan ke surga-Nya, aamiin ya Rabbal aalamiin.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتْ

اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Diterjemahkan dari khutbah syaikh Abdurrahman ibn Nashir al-Sa’dy rohimahullah dengan sedikit tambahan, lihat: https://www.alukah.net/sharia/0/140265/

Ditulis oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله
Kamis, 11 Rabiul Akhir 1442 H/ 26 November 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Suami Dayyuts (Tidak Punya Cemburu) yang Rugi Dunia-akhirat

Wahai para suami, hendaknya jangan sampai menjadi suami yang dayyuts, yaitu suami yang tidak memiliki ghirah (cemburu) terhadap istri dan keluarganya. Suami yang dayyuts membiarkan keluarganya bermaksiat dan tidak pernah melarang atau menegur sama sekali, ia tidak cemburu apabila istrinya tidak menutup aurat di mana kecantikan bahkan bagian tubuh istrinya dinikmati oleh mata lelaki lainnya.

Sumai dayyuts rugi dunia akhirat. Misalnya seorang suami yang lelah bekerja siang-malam  mencari nafkah, namun istrinya di rumah dibiarkan berdandan, berpakaian yang mengundang syahwat laki-laki  kemudian istrinya foto selfie, posting di internet  dan menjadi hasrat bagi laki-laki lain di ruang publik ataupun sosial media. Suami ini rugi di dunia, karena kecantikan dan kemolekan tubuh istrinya juga dinikmati oleh orang lain, bisa jadi setelah ia pulang di rumah, istrinya sudah tidak berdandan lagi. Suami dayyuts juga akan rugi di akhirat karena ia akan  ditanya dan dihisab  mengenai tanggung jawab terhadap istrinya, mengapa ia tidak melarang istrinya karena istrinya adalah tanggung jawabnya. Sungguh ini kerugian dunia dan kerugian akhirat. Belum lagi, ada kasus istrinya selingkuh dan sebagainya.

Suami yang dayyuts dicela dalam syariat dan ancamannya cukup besar, sebagaimana hadist berikut:

ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﺒَﺎﺭَﻙَ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟﻰَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢِ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻣُﺪْﻣِﻦُ ﺍﻟْﺨَﻤْﺮِ ﻭَﺍﻟْﻌَﺎﻕُ ﻭَﺍﻟﺪَّﻳُّﻮْﺙُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳُﻘِﺮُّ ﺍﻟْﺨَﺒَﺚَ ﻓِﻲ ﺃَﻫْﻠِﻪِ

“Tiga golongan yang Allah mengharamkan surga atas mereka, pecandu bir, anak yang durhaka kepada orang tuanya, dan dayyuts yang membiarkan kemaksiatan pada istrinya (keluarganya).”[ Shahih At-Targhib wat Tarhib no 2512 ]

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda,

ثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ أَبَدًا : الدَّيُّوثُ وَالرَّجُلَةُ مِنَ النِّسَاءِ ، وَمُدْمِنُ الْخَمْرِ ) ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَّا مُدْمِنُ الْخَمْرِ فَقَدْ عَرَفْنَاهُ ، فَمَا الدَّيُّوثُ ؟ ، قَالَ : ( الَّذِي لَا يُبَالِي مَنْ دَخُلُ عَلَى أَهْلِهِ ) ، قُلْنَا : فَمَا الرَّجُلَةُ مِنْ النِّسَاءِ ؟ قَالَ : ( الَّتِي تَشَبَّهُ بِالرِّجَالِ) .

Ada tiga orang yang tidak masuk surga: ad dayyuts, wanita yang ar rajulah dan pecandu khamr”. Para sahabat bertanya: “wahai Rasulullah, adapun pecandu khamr kami sudah paham maksudnya, lalu apa makna ad dayyuts?”. Nabi bersabda: “yaitu orang yang tidak peduli siapa yang mendatangi anak-istrinya”. Para sahabat bertanya lagi: “Lalu apa wanita yang ar rajulah itu?”. Nabi menjawab: “Wanita yang menyerupai laki-laki” [HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman no.10800, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib no. 2367]

Dayyuts adalah laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu, sebagaimana penjelasan Ibnu Taimiyyah, beliau berkata,

والديوث: الذي لا غيرة له

“Dayyuts adalah laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu.” [Majmu’ Al-Fatawa 32/141]

Laki-laki dayyuts membiarkan maksiat terjadi pada keluarga yang menjadi tanggung jawabnya dan tidak ada rasa mengingkarinya. Dalam fatawa Asy-syabakiyah

ﻓﺎﻟﺪﻳﻮﺙ : ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﻐﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻠﻪ ﻭﻣﺤﺎﺭﻣﻪ ﻭﻳﺮﺿﻰ ﺑﺎﻟﻤﻌﺼﻴﺔ ﻭﺍﻟﻔﺎﺣﺸﺔ

“Dayyuts adalah suami yang tidak cemburu (tidak risih/membiarkan) anggota keluarganya melakukan keharaman dan ia ridha dengan maksiat tersebut (tidak ada rasa tidak senang).”[ Fatawa Asy-Syabakiyah no. 84151]

Contoh kasus lain laki-laki yang dayyuts adalah laki-laki yang membiarkan istrinya berzina, membiarkan istrinya berkhalwat dengan laki-laki lain, membiarkan istri dan anak perempuanya tidak menutup aurat membiarkan anak peremuannya pacaran, membiarkan istrinya pergi tanpa mahram, membiarkan istri dan anak perempuannya joget-joget dan bersolek di depan umum.

Semoga kita dijauhkan dari sifat dayyuts. Aamiin

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Hubungan Shalat Seseorang dengan Keadaannya di Hari Kiamat

Manusia menjalani kehidupan di alam dunia dan perjalanan di akhirat. Keadaan di kehidupan dunia dan keadaan di hari akhir merupakan dua keadaan yang saling berhubungan. Baiknya amalan seseorang saat di dunia adalah sebab keberuntungan dan kebahagiaan seseorang di hari kiamat. Begitu pula sebaliknya, buruknya amalan seseorang semasa di dunia adalah sebab kerugian dan kebinasaannya di hari kiamat.

Shalat merupakan amalan utama yang Allah ta’ala wajibkan kepada hamba-Nya untuk dikerjakan sebanyak lima kali dalam sehari semalam selama hidupnya di dunia. Barangsiapa yang menjaga shalatnya dengan baik, mempunyai perhatian lebih, senantiasa memelihara kualitas, mengerjakan pada waktunya, menjaga syarat, rukun, dan wajib shalatnya, maka di hari kiamat dia akan dimudahkan keadaannya oleh Allah ta’ala. Adapun orang yang semasa hidupnya meremehkan, tidak perhatian, tidak bersungguh-sungguh, tidak menjaga syarat, rukun dan wajib shalatnya, maka di hari kiamat dia akan mendapati keadaan yang sulit baginya.

Imam At-Tirmidzi dan An-Nasa’i meriwayatkan sebuah hadits dari Huraits bin Qabishah rahimahullaahu, beliau berkata: “Aku mendatangi kota Madinah dan meminta kepada Allah agar memberiku teman yang shalih, lalu aku duduk dengan Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu dan aku berkata kepadanya, ‘Wahai Abu Hurairah, Aku telah meminta kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar mengarunikan kepadaku teman yang shalih, maka ajarilah aku sebuah hadits yang pernah kau dengar dari Rasulullah, semoga Allah memberiku manfaat dengan hadits tersebut. Abu Hurairah Radhiyallaahu‘anhu berkata, ‘Aku pernah mendengar Rasulullaah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِر

‘Sesungguhnya amalan seorang hamba yang pertama kali akan dihisab (dihitung) pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya bagus maka sungguh dia telah beruntung dan sukses, (namun) sebaliknya bila shalatnya rusak maka dia akan celaka dan merugi’” (HR. At Tirmidzi no. 413, An Nasa’i no. 465, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ )

Perhatikanlah apa yang disampaikan oleh Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Bagus atau tidaknya shalat seseorang akan menyebabkan beruntung atau ruginya dia di hari kiamat kelak. Orang yang menyia-nyikan dan meremehkan shalatnya berarti dia telah memposisikan dirinya menjadi orang yang merugi dan celaka saat di hari kiamat kelak. Saat itulah dia akan menyesali masa lalunya, sebuah penyesalan yang tak bermanfaat sedikitpun bagi dirinya.

Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Musnad, dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘ash Radhiyallaahu ‘anhuma, dari Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya pada suatu hari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara tentang shalat. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَنَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ

Barangsiapa menjaga shalatnya maka dia akan mendapatkan cahaya, bukti dan keselamatan pada hari kiamat. Dan barangsiapa tidak menjaga shalatnya, maka dia tidak akan mendapatkan cahaya, bukti, dan keselamatan, dan kelak pada hari kiamat dia akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf’. (Musnad, no. 6576. Syaikh Bin Baz mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan dengan sanad hasan (Majmû Fatawa, 10/278))

Dapat diambil pelajaran dari hadits tersebut bahwa siapapun yang menyia-nyiakan shalatnya berarti dia telah mengukuhkan dirinya untuk dikumpulkan di padang mahsyar bersama dengan para tokoh kekufuran dan kebatilan. Apabila seseorang semasa hidupnya telah merelakan dirinya sibuk dengan sendau gurau, kebatilan, kesesatan, kefasikan, kelakar, dan mengikuti para tokoh sesat dan penyeru kerusakan, maka dia di hari kiamat kelak akan dikumpulkan bersama dengan orang-orang yang semacam dirinya itu.

احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ

(Kepada para Malaikat diperintahkan), “Kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang senantiasa mereka sembah.” (QS. Ash Shaffat: 22)

Dalam ayat tersebut, Allah ta’ala kembali menegaskan bahwa di hari kiamat seseorang akan dikumpulkan bersama dengan orang-orang yang semisal dengan dirinya semasa di dunia. Apabila semasa di dunia dia merupakan orang senantiasa menjaga shalatnya di masjid, maka Allah ta’ala akan memuliakannya dengan mengumpulkannya bersama orang-orang yang senantiasa menjaga shalatnya, yang senantiasa mentaati Allah ta’ala, dan mengumpulkannya bersama para Nabi dan orang-orang shalih. Adapun orang-orang yang enggan, yakni orang yang semasa hidupnya terlalaikan dari shalatnya oleh kefasikan, kesesatan, kesia-siaan, dan kebatilan, maka dia akan dikumpulkan bersama dengan orang-orang yang semisalnya, yakni orang yang juga melalaikan shalatnya. Rasululluh Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى؟  قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

“Semua ummatku akan masuk ke dalam surga kecuali orang yang enggan”, Para Shahabat bertanya, ‘Wahai Rasûlullâh, siapakah orang yang enggan tersebut?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang mentaatiku dia akan masuk ke dalam surga, dan barangsiapa yang menyelisihiku maka sungguh dialah orang yang enggan”. (HR. Bukhari no. 7280, dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Bayangkan keadaan di hari kiamat! Hari yang sangat genting dan mengerikan. Pada hari itu, manusia akan berdiri yang seharinya se-kadar dengan lima puluh ribu tahun. Sebandingkah dengan hari-hari yang kita lalui selama hidup di dunia? Sebandingkah lamanya waktu kita di hari kiamat dengan hari-hari kita saat di dunia yang mungkin hanya bekisar 60, 70, 80 tahun atau sekitar itu?

Mari kita ambil sebuah permisalan. Seseorang yang berumur 60 tahun, sepertiganya diisi dengan tidur karena setiap hari tidur sekitar 8 jam dan kita tahu bahwa orang yang tidur tidak dicatat amalannya. Itu artinya orang yang berumur 60 tahun akan menghabiskan 20 tahunnya untuk tidur. Kemudian dari 60 tahun tersebut, sekitar 15 tahun di awal seseorang belum mukallaf, lantas berapa tahun sisa masa efektif bagi orang tersebut untuk beramal? Itu pun apabila umurnya 60 tahun, sedangkan kita tidak tahu berapa umur kita. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita senantiasa bertaqwa kepada Allah ta’ala dalam perkara shalat ini. Perkara shalat merupakan perkara yang agung di sisi Allah ta’ala sehingga apabila kita mengagungkan perkara shalat ini maka Allah ta’ala akan mengagungkan urusan kita di sisi Nya, dan Allah ta’ala akan memberikan kedudukan yang tinggi. Jangan sampai menyia-nyiakan shalat karena menyia-nyiakan shalat merupakan kerugian yang nyata.

Disebutkan dalam kitab al-Mustadrak karya Al Hakim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَوْمُ الْقِيَامَةِ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كَقَدْرِ مَا بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ

‘Bagi orang-orang yang beriman, hari kiamat itu seperti waktu antara shalat Zhuhur dan Ashar’. (1/158 dan dishahihkan oleh Imam  Al Albani dalam Shahih Al Jami’)

Dalam hadits tersebut, Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan waktu di antara 2 shalat. Ini adalah sebuah peringatan akan besarnya pengaruh shalat dalam merealisasikan kondisi di atas.

Sungguh kita harus bertakwa kepada Allah ta’ala dalam perkara shalat ini. Perkara ini merupakan perkara agung yang banyak diremehkan, disepelekan dan dianggap enteng oleh orang-orang. Padahal itu nanti yang bisa menyebabkan penyesalan dan kepedihan di hari kiamat.

Kehilangan keutamaan dari shalat merupakan sebuah perampasan dari setiap kebaikan di dunia maupun di akhirat. Orang-orang seperti itulah yang akan mendapatkan kerugian, kerendahan dan kehinaan. Dia lebih memilih untuk melalaikan shalatnya daripada mendapatkan kebaikan dan keutamaan dari Allah ta’ala. Kebaikan dan keutamaan yang manakah yang bisa diharapkan jika shalat yang menjadi penghubung antara dia dengan Allah ta’ala saja dia lalaikan?!

Mungkin selama ini kita sering mendengar nasihat terkait shalat seperti ini. Bertahun-tahun dan dalam waktu yang lama, namun sudahkah kita memasukkan nasihat-nasihat tersebut ke dalam hati kita, kemudian kita memohon kepada Allah ta’ala agar Allah ta’ala menolong, memberikan taufik dan mengarahkan kita untuk senantiasa menjaga shalat tersebut serta tidak menyerahkan perkara tersebut kepada diri-diri kita sendiri yang lemah ini walaupun hanya sekejap mata?! Ataukah kita masih saja lalai dan abai!?

Ya Allah, Engkaulah Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Engkau. Kami memohon kepada Mu dengan perantara nama-nama Mu yang paling indah dan sifat-sifat Mu yang paling tinggi, jadikanlah kami semua termasuk orang-orang yang senantiasa mendirikan shalat.

Disarikan dari kitab Ta’zhiim Ash-Shalaat  hal. 30-34, karya Syaikh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu ta’ala, cetakan pertama tahun 1434, penerbit Daar Al fadhiilah.

Penulis: Pridiyanto

Artikel: Muslim.or.id

Melampaui Batas Dihadapan Allah Swt

Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang menunjukkan bahwa manusia seringkali melampui batas ketika ia merasa memiliki kemampuan dan sudah mencapai suatu prestasi yang tinggi. Setelah merasa hebat, banyak orang yang lupa diri dan berlaku sombong dihadapan Tuhannya sehingga ia melanggar batas-batas sebagai seorang hamba.

Diantara ayat-ayat tersebut adalah :

‎كَلَّآ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَيَطۡغَىٰٓ – أَن رَّءَاهُ ٱسۡتَغۡنَىٰٓ

“Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.” (QS.Al-‘Alaq:6-7)

‎فَأَمَّا مَن طَغَىٰ – وَءَاثَرَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا – فَإِنَّ ٱلۡجَحِيمَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ

“Maka adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sungguh, nerakalah tempat tinggalnya.” (QS.An-Nazi’at:37)

Sikap melampui batas dalam kehidupan manusia digambarkan dalam berbagai bentuk, seperti :

1.) Sombong dihadapan Allah dan menjadi musuh bagi agamanya.

‎أَوَلَمۡ يَرَ ٱلۡإِنسَٰنُ أَنَّا خَلَقۡنَٰهُ مِن نُّطۡفَةٖ فَإِذَا هُوَ خَصِيم مُّبِينٞ

“Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia menjadi musuh yang nyata!” (QS.Ya-Sin:77)

2.) Menghalangi Jalan Allah Swt.

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ لِيَصُدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيۡهِمۡ حَسۡرَةٗ ثُمَّ يُغۡلَبُونَۗ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحۡشَرُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakkan harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan. Ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan.” (QS.Al-Anfal:36)

3.) Memerangi Allah Swt.

وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مَسۡجِدٗا ضِرَارٗا وَكُفۡرٗا وَتَفۡرِيقَۢا بَيۡنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَإِرۡصَادٗا لِّمَنۡ حَارَبَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ مِن قَبۡلُۚ وَلَيَحۡلِفُنَّ إِنۡ أَرَدۡنَآ إِلَّا ٱلۡحُسۡنَىٰۖ وَٱللَّهُ يَشۡهَدُ إِنَّهُمۡ لَكَٰذِبُونَ

“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti bersumpah, “Kami hanya menghendaki kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya).” ?QA.At-Taubah:107)

4. Merongrong dan menentang agama Allah Swt.

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ شَآقُّواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥۚ وَمَن يُشَاقِقِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَإِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ

(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, sungguh, Allah sangat keras siksa-Nya.
(QS.Al-Anfal:13)

Itulah beberapa contoh dari ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan bagaimana sikap manusia yang melampaui batas ketika ia merasa cukup dan hebat. Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Talak Kiasan Setelah Menuduh Istri Selingkuh

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang talak kiasan setelah menuduh istri selingkuh.
selamat membaca.


Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu menjaga ustadz dan keluarga.

Ada titipan pertanyaan, mohon pencerahannya.
Apakah jika seorang suami mengatakan pada istrinya “Ya sudah sana, kalau kamu bahagia dengan orang lain, aku ikhlas” karena si Istri dituduh berselingkuh dan karena si istri juga sudah ga kuat berumah tangga dengannya, karena perlikau suami yang cenderung kasar, jika marah banting-banting barang, HP, piring, gelas, tendang pintu, dan parahnya marah didepan anak2?
Dan kata-kata semisal sudah suami ucapkan sebanyak 2X dalam 2 hari berturut-turut.
Apakah ini yg dinamakan jatuh talak dua Ustadz..?”

(Disampaikan oleh Sahabat Belajar Bimbingan Islam)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Semoga Alloh senantiasa memudahkan kita untuk terus memperbaiki rumah tangga.

Dalam fiqh yang berhubungan dengan keluarga ada satu bahasan yang tidak boleh dilupakan, yakni Talak. Pentingnya pembahasan Talak ini karena ada hadits dari Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam

ﺛَﻠَﺎﺙٌ ﺟِﺪُّﻫُﻦَّ ﺟِﺪٌّ ﻭَﻫَﺰْﻟُﻬُﻦَّ ﺟِﺪٌّ : ﺍﻟﻨِّﻜَﺎﺡُ ، ﻭَﺍﻟﻄَّﻠَﺎﻕُ ، ﻭَﺍﻟﺮَّﺟْﻌَﺔُ

“Tiga hal yang seriusnya dianggap serius dan bercandanya juga dianggap serius: nikah, talak, dan rujuk
[HR Abu dawud 2194, Tirmudzi 1186, Ibnu Majah 2039]

Jika kita tidak punya ilmu dalam Talak akan mudah tergelincir dalam pembahasan sensitive ini, bagaimana tidak, bercanda atau guyonan tentang talak saja bisa dianggap serius dan jatuh talak. Untungnya syariat ini juga memberikan penjagaan, bahwa diantara bentuk kasih sayang Alloh dan RosulNya adalah bisikan hati yang tidak dianggap serius. Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda

إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لأُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ يَتَكَلَّمُوا أَوْ يَعْمَلُوا بِهِ

“Sesungguhya Alloh memaafkan bisikan hati dalam diri umatku, selama belum dikatakan atau diucapakan”
[HR Bukhori 2528 dan Muslim 127]

Talak ditinjau dari sisi lafal terbagi menjadi 2; Shorih (jelas) dan Kinayah (kiasan)

Shorih maksudnya lafal yang langsung dapat difahami saat diucapkan, tidak multitafsir atau mengandung makna lain, seperti Anti Thaaliq (engkau adalah wanita yang tertalak), atau dalam bahasa indonesia seperti ‘Kamu Saya Cerai’. Lafal yang seperti ini dianggap serius walaupun niatnya bercanda, sebagaimana hadits Riwayat Ashabu Sunan (Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, dll) di atas.

Sedangkan Kinayah maksudnya lafal yang tidak langsung dapat difahami saat diucapkan atau multitafsir, seperti Anti Tarji’ Ila Ahliki (engkau kembali ke keluargamu), atau dalam bahasa Indonesia seperti ‘Kamu Pulanglah Ke Keluargamu’. Lafal yang seperti ini tidaklah jatuh talak kecuali jika disertai dengan niat, artinya jika ia berniat talak, maka jatuhlah talak tersebut dan jika tidak, maka tidak jatuh talak.

Seperti kisah putri Al-Jaun yg dinikahkan dengan Nabi shollalohu ‘alaihi wasallam, dalam hadits ‘Aisyah rodhiallohu ‘anha dijelaskan

أَنَّ ابْنَةَ الْجَوْنِ لَمَّا أُدْخِلَتْ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَنَا مِنْهَا قَالَتْ: أَعُوذُ بِاللهِ مِنْكَ، فَقَالَ لَهَا : لَقَدْ عُذْتِ بِعَظِيمٍ اِلْحَقِي بِأَهْلِكِ

“Bahwa tatkala puteri Al-Jaun dimasukkan ke kamar (pengantin) Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam dan Beliau mendekatinya, ia berkata, ‘Aku berlindung kepada Alloh darimu’
Maka beliau bersabda, ‘Sungguh engkau telah berlindung kepada Yang Maha Agung, kembalilah kepada keluargamu’”
[HR Bukhori 5254]

Lafal Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam kepada putri Al-Jaun, ‘kembalilah kepada keluargamu’ adalah lafal kinayah, dan membuatnya berpisah dengan Nabi shollohu ‘alaihi wasallam.

Lalu bagaimana dengan kisah yang dialami saudara penanya? Lafal “ya sudah sana, kalau kamu bahagia dengan orang lain, aku ikhlas” adalah lafal kinayah, akan jatuh talak jika si suami berniat mentalaknya. Tanyakan kepada si suami, jika ia niat maka telah jatuh talak 2 karena diucapkan 2 kali. Atau jika dari 2 kali pengucapan itu hanya 1 kali yang diniatkan talak, berarti jatuhnya talak 1.

Apakah sah talak ketika marah?

Syeikh Abdul Aziz Bin Baz menjelaskan

ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻄﻼﻕ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻭﻗﻊ ﻣﻨﻚ ﻓﻲ ﺣﺎﻟﺔ ﺷﺪﺓ ﺍﻟﻐﻀﺐ ﻭﻏﻴﺒﺔ ﺍﻟﺸﻌﻮﺭ ، ﻭﺃﻧﻚ ﻟﻢ ﺗﺪﺭﻙ ﻧﻔﺴﻚ ، ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻘﻊ ﺍﻟﻄﻼﻕ

“Apabila talak sebagaimana yang terjadi pada engkau yaitu dalam keadaan puncak kemarahan, hilangnya kesadaran sampai ia tidak mengenali dirinya, maka tidak jatuh talak”
(Fatawa At-Talaq 19)

Maksudnya puncak kemarahan ini rasa marah yang sampai hilang control, tidak sadar tentang apa yang diucapkan, tidak sadar apa yang dilakukan, seperti orang yang tak berakal lagi. Maka kalau diucapkan si suami dalam keadaan marah yang masih bisa mengontrol dirinya, tetap jatuh talak.

Nasihat ana, intropeksi diri atau muhasabah lah..
Sungguh, cekcok rumah tangga itu sering terjadi karena 2 hal; lalai terhadap hak dan kewajiban, serta maksiat yang dilakukan.
Kalau masih ada pihak yang lalai dengan kewajibannya, belajarlah lagi tentang hak dan kewajiban suami istri, ikuti kajian-kajian fiqh tentang rumah tangga setelah mempelajari aqidah.
Kalau masih ada maksiat yang dilakukan, berhentilah, tinggalkanlah. Para Salaf mengatakan

إن عصيت الله رأيت ذلك في خلق زوجتي و أهلي و دابتي

“Sungguh, ketika bermaksiat kepada Alloh, aku mengetahui dampak buruknya ada pada perilaku istriku, keluargaku dan hewan tungganganku”

Semoga Alloh berikan Taufik pada kita dan Keberkahan pada keluarga kita.

Wallohu A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Rabu, 09 Rabiul Akhir 1442 H/ 25 November 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Mengenal Ustadz Ahong Lebih Dekat: Peraih Maarif Award 2020

Penghargaan Maarif Award 2020 yang diselenggarakan oleh Maarif Institut diberikan kepada Ibnu Kharis atau biasa disebut sebagai Ustadz Ahong.

Siapa sebenarnya sosok Ustadz muda ini dan bagaimana perjalanan pemikiran dan dakwahnya?

Ustadz Ahong memiliki nama lengkap Ibnu Kharish. Ia dilahirkan di Jakarta pada 20 Mei 1989.  Ia menimba ilmu agama di pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon selama 10 tahun, sejak 2000 sampai 2010.

Saat diwawancari tim redaksi Bincang Syariah, ia mengaku pertama kali menimba ilmu secara serius di Babakan Ciwaringin. Setelah lulus SD, ia dipesantrenkan oleh orang tuanya.

Di pesantren, ia belajar ilmu fikih, gramatika bahasa Arab, dan ilmu keislaman lainnya. Kesemuanya menjadi bekal, referensi dan tumpuan atau patokan untuk melaksanakan pesan-pesan dakwah di dunia digital.

Semasa berada di pesantren, ada guru ngaji khusus yang mengajar tentang gramatikal bahasa Arab yang bernama Ustadz Ahmad Izzudin. Beliau mengajar tanpa patokan bayaran dan mengajar dengan ikhlas seperti apa yang biasa terjadi di lingkungan pesantren.

Bersama Ustadznya itu, ia mempelajari kitab Al-Ajurrumiyah atau Jurumiyah, Nazham Maqsud (Nadhom Maqshud) dan kitab-kitab kebahasaaraban lainnya. Ia rutin mengaji mulai jam dua malam. Malam harinya ia tidur terlebih dahulu dan Sang Ustadz membangunkannya.

Ia belajar dengan Ustadz Izzuddin sekitar tiga sampai empat tahun. Pembelajaran rutin yang dilakoninya tidak hanya mengaji satu kitab, tapi juga belajar ilmu nahwu dan shorof lainnya. Pelajaran tersebutlah yang secara mendasar membuatnya mudah membaca literatur dalam bahasa Arab.

Pesantren mengajarkannya bagaimana hidup sederhana dan tidak berlebihan. Semasa nyantri, ia menuntut ilmu pada Kiai Makhtum Hannan yang ahli membersihkan diri dan melaksanakan tirakat. Ada pula guru tasawufnya yakni K.H. Ahmad Nuri yang tinggal di desa Budur, Cirebon.

Agar bisa mengikuti pengajian akhlak dan tasawuf, ia naik sepeda dari Babakan ke Budur. Sang ayah membawakan sepeda dari Jakarta memakai bus Dewi Sri. Sampai di Susukan, sang ayah mengendarai sepeda tersebut sampai ke Babakan.

Saat itu, ayah Ustadz Ahong belum memiliki cukup uang hanya untuk sekedar menyewa mobil buat mengantarkan sepeda ngaji anaknya tercinta.

Kenangan tersebut melekat kuat dalam ingatan Ustadz Ahong. Ia ingat, semasa menjalani kehidupan di pesantren, ia hanya diberikan yang sebesar Rp. 150.000,- per bulan. Ia belajar di Madrasah al-Hikamussalafiyah atau MHS Babakan Ciwaringin Cirebon.

Sang ayah tidak pernah memaksanya untuk melakukan ini-itu dan memberikan kebebasan untuk memilih. Saat diminta fokus sekolah dan ngaji sebagai sambilan, ia justru menjadikan ngaji sebagai prioritas sebab ia lebih tertarik mengaji ketimbang sekolah.

Selain dua guru di atas, ada sosok lain yang bernama K.H. Asmu’i Ma’shum, kini ia menjadi kiai dan pengasuh di Pemalang. Keduanya sama-sama mondok di Babakan. K.H. Asmu’I inilah yang menggembleng secara spiritual Ustadz Ahong dari A sampai Z sehingga membuat Ustadz Ahong mau serius ngaji.

Untuk mengaji Al-Qur’an, Ustadz Ahong mempunyai dua guru khusus, yaitu K.H. Tamam Kamali dan K.H. Nur Hadi Thoyyib yang juga ulama di Pesantren Babakan, Ciwaringin, Cirebon.

Setelah lulus dari Babakan, ia sebenarnya ingin melanjutkan studi ke Mesir. Tapi, takdir membawanya melanjutkan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia pun melanjutkan pendidikannya di kampus tersebut sebab ia tahu ada pesantren Darus Sunnah di sana.

Di Darus Sunnah ia mempelajari hadits dan ilmu hadits, dididik oleh K.H. Ali Mustafa Yaqub dan para dosen Darus Sunnah. Selain menuntut ilmu di Darus Sunnah, ia berhasil menyelesaikan pendidikan S1 Bahasa dan Sastra Arab pada 2014 dan S2 Bahasa dan Sastra pada 2019 di UIN.

Sejak mondok di pesantren Babakan Ciwaringin, sampai ke Jakarta, ia sering dipanggil dengan sebutan Ahong. Hal tersebut disebabkan karena matanya yang sipit meski tidak memiliki kulit putih.

Ia pun terinspirasi untuk mematenkan Ustadz Ahong menjadi nama di akun Youtube-nya. Baginya, sebutan Ustaz adalah proper name, satu kesatuan. Jika Ahong saja, ada banyak orang dengan profesi berbeda-beda yang bernama Ahong.

Menjadi Pimpinan Redaksi

Sejak 2013, el-Bukhari Institute (eBi) didirikan para pemuda yang ingin menyebarkan narasi damai dalam keislaman. Para pendiri eBi adalah Hengki Ferdiansyah, Abdul Karim Munthe, dan Muhammad Khairul Huda.

Mereka merintis eBi sejak tidak punya uang sepeser pun. Pada awalnya, eBi hanya melaksanakan kajian-kajian di Musholla Fakultas Ilmu dan Politik (FISIP) UIN Jakarta. Pada waktu itu, tempat untuk kajiannya pun belum menentu. Jika butuh apa-apa, hanya mengandalkan iuran dari para pendirinya.

Pada 2015, eBi membuat situs Bincang Syariah. Pada awalnya, pengelola Bincang Syariah adalah Ibnu Kharish (Ustadz Ahong) dan Neneng Maghfiroh. Honornya pun ala kadarnya dan berasal dari patungan dari tulisan yang terbit di tempat lain. Bincang Syariah berdiri dari ketiadaan hingga menjadi cukup dikenal sampai saat ini.

Sambil mengurus Bincang Syariah, Ustadz Ahong mendapatkan proyek etimologi Bahasa Arab dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sewaktu pengabdian selesai, ia diminta untuk tetap bergabung dengan Badan Pengembangan Bahasa Kemendiknud.

Tapi, karena ada tugas besar lain yakni mengelola Bincang Syariah, ia menolak tawaran tersebut. Ia memutuskan untuk menjadi penjaga gawang Bincang Syariah yang memang berada dalam kondisi harus dikelola secara serius sebab memiliki penulis di beberapa wilayah Indonesia.

Terkait pekerjaan dalam mengelola situs islami ini, ia mengaku menghadapi dua tantangan.

Pertama, Bincang Syariah mesti menjaring bukan hanya tim redaksi inti tapi juga tim kontributor luar atau tidak tetap berjumlah 335 orang. Para penulis tersebut mesti mendapatkan honorarium yang tidak sedikit. Sehingga, Bincang Syariah perlu dukungan moral untuk teman-teman kontributor.

Kedua, tantangan dalam teknologi. Secara teknologi, pengelola Bincang Syariah bukan ahli Teknologi Informasi (IT) sehingga harus belajar dan mengupgrade keilmuan dan mencari cara bagaimana konten-konten di Bincang Syariah bisa disukai di media sosial.

Baginya, ada konten di media sosial yang dilihat banyak orang dan ada yang tidak dilihat banyak orang. Jika dilihat banyak orang, ia akan senang. Jika hanya ratusan atau ribuan yang melihat, hal tersebut tidak menyulutkan semangatnya untuk tetap membuat konten.

“Netizen pasti ada yang mencaci maki konten karena itulah risikonya orang dakwah dan menyampaikan kebaikan (kebenaran). Kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Nabi saja pertama kali dakwah memiliki hambatan.” Jelasnya pada Tim Redaksi Bincang Syariah.

Ia menambahkan: “Ujian terberat ke depan adalah menyiapkan mental untuk dicaci maki.”

“Netizen pasti ada yang mencaci maki konten karena itulah risikonya orang dakwah dan menyampaikan kebaikan (kebenaran). Kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Nabi saja pertama kali dakwah memiliki hambatan.” Jelasnya pada Tim Redaksi Bincang Syariah.

Ia menambahkan: “Ujian terberat ke depan adalah menyiapkan mental untuk dicaci maki.”

Media Sosial

Youtube: Ustadz Ahong

Instagram: @ustadzahong

Twitter: @ustadz_ahong

Facebook Fanspage: Ustadz Ahong

BINCANG SYARIAH

Wendy Jadi Mualaf Usai Mencari-cari Kesalahan Alquran

Wendy berupaya mencari-cari kesalahan Alquran hingga dia menjadi mualaf.

Hidayah yang datang kepada Wendy Lofu (30 tahun), sama sekali tak disangkanya. Padahal, ia dulu menjadi orang yang sangat membenci Islam.

Wendy sejak kecil dididik ajaran Non-Muslim yang dianutnya. Dia juga mendapat pendidikan budaya China. Namun kedua hal tersebut tak juga menjaganya dari perilaku yang tidak baik.

“Banyak kenakalan di masa remaja yang saya lakukan termasuk dengan membuat tim untuk memfitnah Islam melalui media sosial,”ujar dia.

Tahun 2000, kebencian terhadap muslim menjadi-jadi. Dia pun mengaku bahwa menjadi pribadi yang anti terhadap Islam.

Untuk menguatkan fitnah, Wendy bahkan mencari bukti kuat melalui Alquran dan kisah Rasulullah SAW. Hidayah hanya Allah yang mengetahui kepada siapa dia akan datang.

Setelah khatam mempelajari Alquran, ternyata dia tidak menemukan satu kesalahan pun di dalamnya. Sehingga tidak ada bukti kuat yang dapat dijadikan bukti untuk menjalankan misinya memfitnah Islam.

“Ada satu ajaran soal poligami, dan saya berusaha untuk memfitnah nabi bahwa poligami itu tidak sesuai dengan ajaran Islam yang mengedepankan akhlak, maaf, saya dulu mempertanyakan nabi yang memiliki istri lebih dari satu karena nafsu belaka,”ujar dia kepada Republika belum lama ini.

Ternyata ajaran poligami setelah dipelajari justru adalah untuk memuliakan wanita. Karena dahulu di Arab, banyak pria yang beristri lebih dari sembilan bahkan hingga puluhan. Maka Allah mengatur dalam Alquran untuk pria memiliki istri maksimal lebih dari empat dan itupun jika mampu.

Setelah menyadari tidak dapat menemukan bukti apapun, Wendy kemudian membubarkan tim fitnah. Dan kemudian dengan keyakinan penuh dia memeluk Islam.

Setelah mempelajari Alquran, ayat demi ayat dia meyakini bahwa Alquran adalah benar kitab suci tak hanya untuk muslim tapi juga seluruh manusia. Sebanyak 75 persen isi Alquran benar karena telah dan sedang terjadi sedangkan 25 persennya masih belum terjadi dan dia yakin akan terjadi seperti kiamat dan kehidupan kekal di akhirat.

“Saya mengakui Nabi Muhammad adalah pembawa pesan Alquran karena apa yang diucapkan 1.400 lalu, salah satu bukti sains misalnya terjadi beberapa ratus tahun kemudian,”ujar dia.

Misalnya saja, ada api di dalam laut yang tidak padam oleh air di lautan dan air di lautan pun tidak mengering dilahap api tersebut. Hal ini telah tercantum di dalam Alquran dan ditemukan ahli ratusan tahun kemudian.

Tak hanya sains, Wendy juga meyakini bahwa Islam tidak mengajarkan perang keji. Tetapi perang adalah ketika membalas Islam yang telah dihina. Bahkan beliau mengajarkan adab dalam berperang untuk tidak menebang pohon dan menyelamatkan sarang semut dengan tidak buang air sembarangan.

Setelah mempelajari Alquran otodidak, Wendy mendapatkan hidayah tersebut. Pria asal Singkawang, Kalimantan Barat ini memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

“Saya tipe orang yang meyakini sesuatu tidak suka di doktrin, ketika saya mempelajari sendiri kebenaran satu agama dan yakin maka itu adalah pilihan saya bukan pengaruh orang lain,”jelas dia.

Dia pergi ke Pontianak dibimbing oleh seorang Letjen (purn) Andi Maulana. Meski telah memeluk Islam, karena belajar sendiri, Wendy tidak mendalami Islam.

Wendy hanya mengakui kebenaran Islam tetapi tidak menjalani Islam yang sebenarnya. Dia menjalankan shalat dan puasa tetapi larangan lain masih dijalankan karena ketidaktahuannya.

Setelah dia merantau ke Jakarta dan bekerja di sebuah perusahaan percetakan, Wendy dikenalkan dengan sebuah yayasan Mualaf Center Indonesia. Wendy dibimbing langsung oleh Koh Hanny, sebagai pendiri yayasan di Masjid Darrussalam, Cibubur.

“Saya bersyahadat ulang di sana, karena sebelumnya dianggap saya murtad karena banyak larangan yang saya jalankan,”ujar dia.

Disinilah Wendy, mendalami Islam dan belajar menjalani perintah dan larangan Islam.

KHAZANAH REPUBLIKA