Hadits Arbain Nawawi ke-11: Tinggalkan yang Meragukan

Arbain Nawawi (الأربعين النووية) adalah kumpulan hadits yang disusun oleh Imam An Nawawi rahimahullah. Jumlahnya hanya 42 hadits, tetapi merupakan hadits-hadits pilihan, mengandung pokok-pokok ajaran Islam.

Berikut ini hadits Arbain Nawawi ke-11 beserta penjelasan dan fiqih atau kandungan hadits. Juga disertai video penjelasan.

Arbain Nawawi ke-11 dan Terjemah

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ

Dari Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhuma, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kesayangan beliau. Ia berkata, “Aku hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Tinggalkan apa yang meragukanmu dan kerjakan apa yang tidak meragukanmu.

HR. Tirmidzi dan An Nasa’i, dan Tirmidzi mengatakan: hadits hasan shahih)

arbain nawawi 11

Penjelasan Hadits

Hadits ini diriwayatkan oleh Hasan bin Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhuma. Beliau adalah cucu (سبط) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Disebut sibth, karena merupakan cucu dari garis keturunan perempuan, yakni Fatimah radhiyallahu ‘anha. Dalam bahasa Arab, ada pula istilah hafiid (حفيد) untuk menunjukkan cucu dari garis keturunan laki-laki.

Raihaanah (ريحانة) artinya adalah wewangian atau parfum. Dalam konteks hadits ini, yang paling tepat adalah kesayangan. Hasan merupakan cucu kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Pernah suatu hari ketika Rasulullah sedang berkhutbah di depan para sahabat, Hasan datang kepada beliau. Lantas beliau bersabda:

ابْنِى هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Putraku ini adalah seorang sayyid (pemimpin). Dan semoga Allah mendamaikan dengannya, dua golongan besar dari kaum muslimin. (HR. Bukhari)

Kelak hadits ini benar-benar terbukti. Dan hadits Rasulullah memang selalu benar. Hasan tumbuh menjadi seorang pemimpin berjiwa besar. Meskipun banyak orang membaiatnya menjadi khalifah setelah ayahnya wafat, ia kemudian mengalah memberikan jabatan khalifah kepada Muawiyah yang juga dibaiat oleh pendukungnya. Maka kaum muslimin yang tadinya berselisih, akhirnya brdamai. Umat Islam terhindar dari perpecahan yang lebih besar.

Da’ (دع) artinya adalah tinggalkan. Jangan lakukan.
Yariibuk (يريبك) artinya adalah yang meragukan. Yakni sesuatu yang meragukan, sama-samar, tidak jelas, termasuk hal-hal yang tidak halal, hal-hal haram yang pasti membuat ragu-ragu jika diambil atau dilakukan.

Hadits ini pendek tetapi maknanya dalam dan mengandung pelajaran yang sangat luas. Para ulama mengistilahkan dengan jawami’ul kalim (جوامع الكلم) yakni kalimat yang singkat dan padat.

Sering kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan nasehat singkat, jawami’ul kalim. Selain hadits ini, misalnya ketika Abu Darda’ dan sahabat lain minta nasehat, beliau menjawab dengan singkat: laa taghdhab (لا تغضب) yang artinya jangan marah.

Meskipun singkat, hadits ini jika dijelaskan bisa menjadi kitab yang berjilid-jilid. Sebab maknanya sangat dalam dan kandungannya sangat luas. Dari hadits ini juga lahir kaidah fiqih.

Kandungan Hadits dan Pelajaran Penting

Hadits ini memiliki kandungan yang luas dan banyak pelajaran penting. Terutama tentang tarkusy syubuhat (ترك الشبهات), meninggalkan syubhat.

“Ini kaidah yang sangat penting dan dasar dari sikap wara’ yang merupakan poros dari ketaqwaan, penyelamat dari keraguan dan ketidakjelasan yang menghalangi cahaya keyakinan,” kata Ibnu Hajar Al Haitsami rahimahullah.

Berikut ini lima poin utama kandungan hadits Arbain Nawawi ke-11:

1. Meninggalkan Syubhat

Ini adalah kandungan utama hadits tersebut. Rasulullah menganjurkan untuk meninggalkan yang meragukan. Hal utama yang meragukan adalah syubhat. Sebab syubhat, hal-hal yang samar dan tidak jelas, membuat orang ragu-ragu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits yang juga dimasukkan Imam Nawawi pada Arbain Nawawi hadits keenam:

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syubhat ini bisa berupa makanan, bisa pula berupa perbuatan. Ada makanan yang jelas halal, baik secara dzat maupun dari cara memperolehnya. Ada pula yang jelas haram. Namun di antaranya ada yang syubhat. Yang syubhat tentu meragukan, maka tinggalkanlah.

Demikian pula perbuatan atau pekerjaan. Ada yang jelas halal, ada yang jelas haram. Di antara keduanya ada yang syubhat. Yang syubhat tentu meragukan, maka tinggalkanlah.

Sungguh telah ada teladan terbaik dari para sahabat Nabi dan tabi’in tentang meninggalkan syubhat. Abu Dzar al Ghifari radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Kesempurnaan taqwa adalah meninggalkan beberapa hal yang halal karena takut hal itu haram.”

Ibrahim bin Adham tidak mau minum air zamzam karena timba yang saat itu digunakan adalah timba milik penguasa.Yazid bin Zurai’ tidak mau mengambil warisan ayahnya karena sang ayah adalah pegawai pemerintah. Khawatir ada harta negara yang terbawa.

2. Diawali dengan Meninggalkan yang Haram

Untuk bisa mencapai derajat meninggalkan yang syubhat, seorang muslim harus meninggalkan yang haram terlebih dahulu. Jika ia bisa meninggalkan yang haram, ia akan bisa meninggalkan yang syubhat. Namun jika tidak bisa meninggalkan yang haram, tidak mungkin ia bisa meninggalkan yang syubhat. Sebab keduanya bagaikan anak tangga. Meninggalkan syubhat adalah level berikutnya setelah meninggalkan yang haram.

“Orang yang meninggalkan syubhat adalah orang yang telah istiqomah melaksanakan yang halal dan meninggalkan semua yang haram. Takkan bisa meninggalkan syubhat kecuali orang yang telah meninggalkan yang haram,” terang Syaikh Mushtafa Dieb Al Bugha dan Syaikh Muhyiddin Mistu dalam Al Wafi.

Saat penduduk Irak bertanya  tentang hukum darah nyamuk, Ibnu Umar menjawab, “Kalian bertanya tentang darah nyamuk, padahal kalian telah membunuh Husein!”

Ibnu Umar tidak meremehkan fiqih, tetapi beliau paham fiqih awlawiyat (fiqih prioritas). Bagaimana mungkin mereka bertanya tentang sesuatu yang kecil, sementara mereka tidak meninggalkan dosa besar.

Contoh-contoh meninggalkan syubhat dengan diawali dengan meninggalkan yang haram bisa disimak pada Video Hadits Arbain Nawawi ke-11.

3. Syubhat Ditinggalkan, Hati pun Tenang

Jika ingin hidup tentang dan damai, tinggalkanlah syubhat dan hal-hal yang meragukan. Kerjakan hal-hal yang engkau yakini, hal-hal yang tidak meragukan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

Tinggalkan apa yang meragukanmu dan kerjakan apa yang tidak meragukanmu. Karena sesungguhnya kejujuran mendatangkan ketenangan dan sesungguhnya kebohongan mendatangkan kegelisahan.” (HR. Tirmidzi)

Dalam hadits ini, Rasulullah mengisyaratkan bahwa kejujuran adalah hal yang tidak meragukan. Dan ia mendatangkan ketenangan hati. Sebaliknya, kebohongan adalah hal yang meragukan dan membuat hati gelisah.

Maka jujurlah kapan pun, di mana pun sebagai apa pun. Suami yang jujur kepada istrinya, hatinya tenang. Demikian pula istri yang jujur kepada suaminya, hatinya juga tenang.

Anak yang jujur kepada orang tuanya, hatinya tenang. Demikian pula ornag tua yang jujur kepada anaknya, hatinya juga tenang.

Bawahan yang jujur kepada atasan, hatinya tenang. Demikian pula atasan yang jujur kepada bawahan, hatinya juga tenang. Pun pemimpin yang jujur kepada rakyatnya, hatinya juga tenang.

“Sesuatu yang halal, kebenaran dan kejujuran akan melahirkan kedamaian dan keridhaan,” demikian tertulis dalam Al Wafi. “Sedangkan sesuatu yang haram, kebatilan dan dusta akan melahirkan gundah dan kebencian.”

4. Keyakinan Tak Bisa Dikalahkan Keraguan

Dari hadits yang singkat ini, lahir kaidah fiqih:

اليَقِيْنُ لَا يَزُوْلُ بِالَّشكِّ

“Keyakinan tak bisa dikalahkan keraguan.”

Pernah seseorang bertanya kepada Rasulullah, bagaimana seseorang yang merasakan sesuatu saat shalat. Ia ragu-ragu apakah ia buang angin hingga shalatnya batal atau tidak. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

“Jangan hiraukan hingga ia mendengar suara buang angin atau mendapati baunya.” (HR. Bukhari)

Ini berlaku pada banyak hal. Misalnya seseorang yang telah berwudhu lalu ia ragu apakah sudah buang angin atau belum. Maka hukumnya ia suci sebab itu yang yakin. Sedangkan batal atau tidak, itu meragukan. Sehingga tidak perlu wudhu lagi.

Contoh lain, seseorang yang shalat Dzuhur. Di tengah-tengah shalat ia ragu apakah ia sedang berada pada rakaat ketiga atau keempat. Maka yang yakin pasti adalah rakaat ketiga. Karenanya ia menambah satu rakaat lagi kemudian sujud sahwi sebelum salam. Jika shalatnya benar empat rakaat, maka sujud sahwi itu menjadi penyempurna. Jika shalatnya ternyata lima rakaat, maka yang satu rakaat menjadi tambahan pahala baginya.

5. Jangan Jadi Peragu

Islam mengajarkan umatnya agar jangan menjadi meragu. Maka kerjakan hal-hal yang diyakini. Yakni kebenaran, sesuatu yang halal, yang jelas dan jujur.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 60:

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

“Perkara yang benar adalah yang datang dari  Tuhan-mu. Maka jangan sekali-kali engkau menjadi dari orang-orang yang ragu-ragu.” (QS. Ali Imran: 60)

Ketika menjelaskan hadits ini, Syaikh Mushtafa Dieb Al Bugha dan Syaikh Muhyiddin Mistu menjelaskan, “Hadits ini merupakan isyarat agar kita menerapkan hukum dan menjalankan semua permasalahan dalam kehidupan atas dasar keyakinan dan bukan keragu-raguan.”

Maka para pemimpin dan pengambil kejibakan, mulai dari kepala keluarga, kepala daerah hingga kepala negara, jangan menjadi peragu dan jangan melakukan hal yang meragukan. Termasuk juga hakim dan pembuat undang-undang (legislatif). Putuskan hal yang benar, berdasarkan kebenaran dan kejujuran.

Baca juga: Ayat Kursi

Video Hadits Arbain Nawawi ke-11

Dalam video ini, ada beberapa penjelasan dan contoh yang tidak masuk dalam artikel ini. Di antaranya bagaimana Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menjadi pemimpin yang tenang dan tidak pernah takut dimusuhi rakyatnya karena telah berbuat adil dan jujur. Contoh kekinian bagaimana PNS meninggalkan syubhat, dan lain-lain.

Demikian penjelasan hadits arbain nawawi ke-11 disertai kandungan hadits dan video. Semoga Allah memudahkan kita meninggalkan syubhat dan hal-hal yang meragukan. Wallahu ‘alam bish shawab.

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]


Doa Takziah Lengkap Sesuai Sunnah Rasulullah

Takziah merupakan salah satu ajaran dalam agama Islam yang dianjurkan manakala ada seseorang yang tertimpa musibah. Hal ini dianjurkan karena di dalam takziah terdapat banyak kebaikan, seperti menghibur keluarga yang ditinggalkan oleh mayit, mendoakan mayit dan lain sebagainya. Takziah sendiri secara bahasa berarti memberi support untuk bersabar terhadap orang yang tertimpa musibah. Sementara secara terminologi sebagaimana disampaikan oleh Sayyid Syatha’ ad-Dimyati al-Bakri (w.1310 H) dalam kitab Hasiyah I’anat at-Thalibin yakni:

والتعزية: هي الامر بالصبر، والحمل عليه بوعد الاجر، والتحذير من الوزر بالجزع، والدعاء للميت بالمغفرة وللحي بجبر المصيبة

“Takziah adalah perintah untuk bersabar, menjanjikan pahala atas kesabaran, peringatan terhadap beban kehawatiran (kegelisahan), mendoakan orang yang meninggal dengan ampunan serta keluarga yang ditinggalkan dengan imbalan (balasan) atas musibah tersebut.” (Syekh Muhammad Syatha’ ad-Dimyati al-Bakri, Hasiyah I’anat at-Thalibin, jus 2 hal 165)

Anjuran bertakziah ini didasarkan dari sabda Rasulullah Saw. dari Abdullah dalam kitab Sunan at-Turmudzi :

عَنْ عَبْدِ اللهِ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ عَزَّى مُصَابًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ

Artinya : Abdullah  berkata Rasulullah Saw. pernah bersabda “barang siapa bertakziah terhadap orang yang tertimpa musibah, maka ia mendapat  pahala seperti pahala yang diperoleh orang tersebut.” (Muhammad bin Isa at-Turmudzi, Sunan at-Turmudzi, jus 3 hal 385)

Nah, Imam al-Mawardi (w.450 H) dalam kitabnya al-Hawi fi Fiqh as-Syafi’i menuturkan beberapa variasi doa takziah sebagaimana berikut :

Doa Takziah Muslim kepada sesama muslim:

أَعْظَمَ اللَّهُ أَجْرَكَ وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ  وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ

Artinya : “Semoga  Allah menggandakan pahalamu, menjadikan musibahmu dan mengampuni jenazahmu”

Doa Takziah non-Muslim pada sesama non-Muslim:

أَخْلَفَ اللَّهُ عَلَيْكَ  وَلَا نَقَصَ عَدَدَكَ

Artinya : “Semoga Allah mengganti  atas (kehilangan)mu dan tidak mengurangi bilanganmu (rahmat)”

Doa Takziah muslim pada non-Muslim:

أَعْظَمَ اللَّهُ أَجْرَكَ  وَأَحْسَنَ عَزَاكَ  وَأَخْلَفَ عَلَيْكَ

Artinya : “Semoga Allah menggandakan  pahalamu, menjadikan baik musibahmu dan mengganti atas (kehilangan)mu.”

Doa Takziah non-Muslim pada Muslim:

أَخْلَفَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَلَا نَقَصَ عَدَدَكَ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ

Artinya : “Semoga  Allah mengganti atas  (kehilangan)mu, tidak mengurangi bilanganmu (rahmat) dan mengampuni jenazahmu” (Ali bin Muhammad al-Mawardi, al-Hawi fi Fiqh as-Syafi’i, jus 3 hal 65)

Wallahu a’lam

BINCANG SYARIAH

Rasulullah saw. Memang Manusia, Tetapi Tidak seperti Manusia Biasa

Rasulullah saw. memang manusia, tetapi tidak seperti manusia pada umumnya. Beliau laksana yakut, sedang manusia yang lain seperti batu-batu pada biasanya. Pendapat ini diabadikan secara indah dalam kasidah yang sangat menawan dan disenandungkan dengan merdu oleh Mayada: “Muhammadun basyarun wa laisa kal basyari. Bal huwa yaqutuhu wa an-nasu kal hajari.”

Makanya, tidak heran apabila Rasulullah saw. memiliki keunggulan rohani dan jasmani daripada manusia pada umumnya, baik sebelum dilahirkan (berupa nur Muhammad) maupun hendak dilahirkan dan setelah dilahirkan ke muka bumi. Menurut ahli hadis (muhaddits) dan sufi terkemuka Imam ‘Abdurrahman ad-Diba‘i, pada suatu malam Allah memerintahkan malaikat Jibril (yang merupakan pemimpin para malaikat) agar memberikan kabar gembira kepada seluruh makhluk di alam semesta (Mawlid ad-Diba‘i, hlm. 19 dalam Majmu‘ah al-Mawalid wa Ad‘iyyah, penerbit al-‘Aidrus Jakarta).

Kabar gembira tersebut adalah nur Muhammad yang merupakan rahasia tersembunyi yang senantiasa dijaga oleh Allah dan diciptakan sebelum segala sesuatu diciptakan akan dipindahkan ke rahim ibunya, Sayyidah Aminah as., pada malam itu dengan penuh gembira. Mengingat Allah akan memenuhi alam semesta dengan pancaran cahaya melalui nur Muhammad. Kelak, nur Muhammad yang mewujud manusia bernama Muhammad itu akan lahir dalam keadaan yatim. Namun demikian, Allah menyucikan Muhammad dan keluarganya (hlm. 19-20).

Dalam hal ini, Allah secara tegas berfirman: “sesungguhnya Allah bermaksud hendak Menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait (keluarga Rasulullah saw.) dan Membersihkan kamu sebersih-bersihnya (al-Ahzab (33): 33). Salah satu keluarga (ahlul bait) Rasulullah saw. adalah Imam ‘Ali al-Murtadha as., Sayyidah Fatimah az-Zahra’ as., Imam Hasan as., Imam Husein as., dan para keturunannya yang sampai sekarang tersebar di berbagai penjuru dunia.

Sebuah hadis menyebutkan bahwa semua nasab akan terputus di hari kiamat kelak, kecuali nasab Rasulullah saw. (Syekh Yusuf bin Isma‘il an-Nabhani, Majmu‘ Arba‘inat fi Fadha’il Rasulillah, 2009: 30). Menurut Imam ad-Diba‘i, ahlul bait Rasulullah saw. adalah orang-orang yang disucikan oleh Allah. Mereka adalah pengaman dunia, sehingga patut dihormati dan dikenang (Mawlid ad-Diba‘i, hlm. 4).

Di Indonesia sendiri banyak ahlul bait (keturunan) Rasulullah saw. yang berperan besar dalam menyebarkan ajaran Islam yang ramah dan moderat ke pelosok negeri. Mereka tidak hanya menjadi pengaman bagi perkembangan ajaran Islam yang ramah dan keharmonisan hidup masyarakat Muslim Nusantara, tetapi juga menjadi pengaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang multi etnis, agama, suku, dan budaya.

Selain itu, Imam ad-Diba‘i menyebutkan beberapa ahlul bait Rasulullah saw. yang menjadi panutan dalam sepanjang sejarah, seperti Imam ‘Ali al-Murtadha as., Imam Hasan as., Imam Husein as., Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin as., Imam Muhammad al-Baqir as., dan Imam Ja‘far ash-Shadiq, dan Imam ‘Ali ar-Ridha as. Mereka adalah orang-orang yang memperoleh petunjuk dan beruntung serta bahagia karena mendapatkan keutamaan dari Allah. Tujuan mereka dalam menjalani peliknya hidup hanyalah Allah dan senantiasa berpedoman kepada al-Qur’an dalam sepanjang masa (hlm. 3-4).

Memang, Rasulullah saw. adalah manusia, tetapi tidak seperti manusia pada umumnya. Beliau memiliki keagungan dan keistimewaan luar biasa yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti pendengaran dan penglihatannya yang sangat tajam. Sehingga beliau bisa mendengar gorerasan “pena langit” yang mencatat segala sesuatu dan bisa melihat tujuh lapis langit dan bumi. Pepohonan mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. dan bebatuan pernah berbicara kepadanya (hlm. 8-9).

Dalam kesempatan lain, Sayyidah ‘Aisyah ra. pernah menjahit sesuatu pada waktu sahur (dini hari). Tiba-tiba jarum jahitnya terjatuh dan damarnya mati. Tidak lama kemudian, Rasulullah saw. datang, sehingga rumah Sayyidah ‘Aisyah ra. yang sedang gelap gulita itu menjadi terang benderang karena pancaran cahaya Rasulullah saw. Oleh karena itu, Sayyidah ‘Aisyah ra. bisa menemukan jarum jahit yang terjatuh tersebut (Habib Zein bin Smith, al-Fawa’id al-Mukhtarah, 2008: 218).

Lalu, Sayyidah ‘Aisyah ra. berkata: “sungguh terang wajahmu, ya Rasulallah!” Rasulullah saw. menjawab: “celaka bagi orang yang tidak melihatku.” Ketika ditanya siapa orang yang tidak melihat Rasulullah saw. itu, maka Nabi saw. menjawab: “yaitu orang yang pelit.” Ketika ditanya siapa orang yang pelit itu, maka Nabi saw. menjawab: “yaitu orang yang tidak membaca salawat ketika mendengar namaku” (hlm. 218). Wa Allah wa A‘lam wa A‘la wa Ahkam…

BINCANG SYARIAH

Cerita Cucu Nelson Mandela Mualaf dan Ditolak Sukunya

Mandla aktif menyuarakan dukungan untuk Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Siapa sangka tokoh perjuangan anti-apartheid Afrika Selatan Nelson Mandela memiliki seorang cucu yang merupakan mualaf. Setelah menjadi seorang Muslim ia kerap memperjuangkan kebebasan Palestina.

Ialah Mandla Mandela. Nama lengkapnya Nkosi Zwelivelile Mandla Mandela dan berasal dari klan Abathembu yang didapat dari kakeknya. Pada 2007 dia diangkat sebagai kepala suku Xhosa sekaligus dilantik sebagai ketua Dewan Adat Mvezo.

Mandla, yang saat itu masih berusia 32 tahun, berperan sebagai juru bicara kelompoknya dan memimpin upacara lokal serta menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Lulusan ilmu politik itu bersumpah mencoba membantu orang-orang di pedesaan Eastern Cape, yang merupakan salah satu daerah termiskin di negara itu, sebelum dia dilantik.

Ketua Kongres Pemimpin Tradisional Afrika Selatan (Contralesa) Patekile Holomisa mengatakan seharusnya posisi itu dipegang oleh Nelson Mandela. Namun, karena usianya sudah lanjut maka harus diberikan kepada penggantinya.

Nelson sendiri pada lebih dari 70 tahun lalu telah memegang posisi kepala suku. Jabatan itu dia tinggalkan untuk menjadi pengacara dan memimpin perlawanan anti-apartheid. Di usianya yang menginjak 88 tahun, Nelson berpesan agar posisi kepala suku itu diberikan kepada cucunya.

“Ini benar-benar posisi Nelson, tetapi karena usianya yang sudah lanjut maka diputuskan kehormatan akan diberikan kepada penggantinya,” kata Ketua Kongres Pemimpin Tradisional Afrika Selatan Patekile Holomisa. Putra terakhir Nelson Mandela yang masih hidup, ayah Mandla, meninggal dunia pada 2005.

Mandla dan Islam…

Pada 2015, Mandla memutuskan masuk Islam. Lalu, pada awal 2016 menikah dengan perempuan yang juga beragama Islam bernama Rabia Clarke. Dia merasa terhormat dan senang bisa mengumumkan pernikahannya yang berlangsung di Cape Town pada 6 Februari 2016 itu.

Sebelum itu, Mandla telah menikah tiga kali. Pada 2004, dia menikah dengan Tando Mabuna-Mandela. Kemudian pada 2010, ia menikah dengan Anais Grimaud yang berusia 20 tahun. Namun pernikahan ini berujung cerai setelah terjadi skandal perselingkuhan yang dilakukan Grimaud dengan saudara laki-laki Mandla.

Pada Desember 2011, Mandla menikah dengan putri Swazi Nodiyala Mbali Makhathini, tetapi pernikahan itu juga berakhir cerai pada 2014. Barulah pada awal 2016, publik Afrika Selatan dibuat terkejut oleh pernikahan Mandla dengan perempuan Muslim Capetonian. Pernikahan keempat Mandla ini berlangsung di usianya yang ke-42 setelah beberapa bulan menjadi mualaf.

“Saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua Rabia, keluarga besarnya, dan komunitas Muslim, yang telah menyambut saya di hati mereka. Meskipun Rabia dan saya dibesarkan dalam tradisi budaya dan agama yang berbeda, kebersamaan kami mencerminkan kesamaan kami, kami adalah orang Afrika Selatan,” kata Mandla.

Protes…

Namun, Islamnya Mandla kemudian memicu protes dari Kongres Pemimpin Tradisional Afrika Selatan (Contralesa) yang tidak senang dengan hal itu. Contralesa meminta Mandla untuk mundur dari jabatannya sebagai kepala suku Xhosa karena telah memeluk keyakinan baru. Mandla disebut tidak bisa memimpin sukunya dengan agama baru yang baru saja dipilih.

“Kami sangat terkejut atas berita mualafnya. Kami juga sangat prihatin. Apa yang kami tahu adalah bahwa wanita yang bertobat, bukan pria. Itu kebiasaan kami,” kata Juru bicara Contralesa, Mwelo Nonkonyane.

Contralesa menyampaikan, posisi Mandla sebagai Muslim dapat mempengaruhi kemampuannya menegakkan tradisi Xhosa. Nonkonyane mengatakan agama yang baru dipeluk Mandla bisa menimbulkan konflik bagi rakyatnya.

“Tidak ada yang salah dengan seorang pemimpin tradisional mengikuti keyakinan yang dia pilih, tetapi kami prihatin apakah dia akan dapat terus menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala suku,” kata Nonkonyane.

Tugas kepala adat salah satunya adalah memimpin ritual ucapan syukur untuk leluhur, termasuk mempersembahkan hewan yang disembelih kepada mereka dalam doa. Praktik semacam itu dianggap tidak sejalan dengan kepercayaan banyak Muslim.

Nonkonyane menyebut apa yang dilakukan Mandla bertentangan dengan tradisi bahwa pria mengambil alih budaya istrinya. “Menurut tradisi Afrika, perempuanlah yang harus menjadi bagian dari keluarga yang akan dinikahinya (pihak pria). Ketika dia menerima lamaran Mandla, harapannya adalah agar dia mengadopsi cara-cara rakyatnya,” katanya.

Terlepas dari seluruh polemik itu, Mandla kini seorang Muslim yang berjuang melawan ketidakadilan dan penindasan di belahan dunia lain. Tak heran, Mandla aktif menyuarakan dukungan untuk Palestina dan mengecam Israel karena telah berperilaku rasialis.

Mandla menilai, apa yang dialami rakyat Palestina selama berpuluh-puluh tahun merupakan contoh pelembagaan rasialisme. Selain rasialisme, juga terjadi pengendalian sistematis terhadap kehidupan Palestina, pencurian tanaman, pembatasan kehidupan pertanian, dan pencaplokan tanah secara ilegal. Karena itu, Mandla tidak henti-hentinya mengampanyekan boikot, divestasi dan sanksi (BDS) untuk Israel.

Mandla melihat ada dukungan masyarakat sipil yang besar untuk Palestina. Pesan yang selalu dia kampanyekan adalah “Apartheid adalah kejahatan terhadap kemanusiaan”. Menurutnya, diperlukan langkah yang lebih efektif untuk memboikot perusahaan yang mengizinkan, berkolaborasi dan mendapatkan keuntungan dari apartheid.

Namun, dia juga mengingatkan, mereka yang tertindas tidak akan bisa lepas dari jeratan penindasan jika tidak bersatu. Persatuan bangsa-bangsa yang tertindas itu dimulai dengan adanya persatuan bangsa-bangsa Palestina sendiri.

“Maka persatuan dari mereka yang tertindas sangat penting,” kata Mandla merujuk pada gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan waktu silam.

KHAZANAH REPUBLIKA

Apa Itu Sunnah Nabi?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang pembahasan apa itu sunnah Nabi?
selamat membaca.


Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu menjaga ustadz dan keluarga. Saya mau bertanya ustadz.

Ustadz, terkait materi pertemuan 001, diantara hukum adalah sunnah. Apakah di dalam hukum sunnah ada tingkatannya lagi Ustadz?
Misal sunnah menggunakan celana di atas mata kaki. Jazaakumullah khairan wa barakallahu fiykum Ustadz

(Disampaikan oleh Fulan, Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Keutamaan Menghidupkan dan Mengikuti Sunnah

Dari ‘Amr bin ‘Auf bin Zaid al-Muzani radhiyallahu ‘anhuRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِى فَعَمِلَ بِهَا النَّاسُ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun“
[HR Ibnu Majah (no. 209), , syaikh al-Albani menshahihkannya dalam kitab “Shahih Ibnu Majah” (no. 173).

Pengertian As-sunnah

Secara Bahasa artinya :

الطريقة المتَّبعة، والسيرة المستمرَّة، سواء كانت حسنة أم سيئة

“Cara yang dikuti dan jalan yang berkelanjutan, baik ia (cara/jalan) yang baik ataupun buruk”
(Tajul Arus : 9/243, Lisanul Arab : 6:39)

Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam firman Allah,

سُنَّةَ مَنْ قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ رُسُلِنَا وَلَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلًا

“(Yang demikian itu) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu.”
(Qs. al-Isra’ :77)

Dan juga sabda Rasulullah sallahu alaihi wasallam,”

 مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

“Barang siapa yang mencontohkan kebiasaan yang baik di dalam Islam, maka ia akan mendapat pahala dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang mencontohkan kebiasaan yang jelek, maka ia akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”
(HR. Bukhari, 1017 dan Muslim, 2398)

Pengertian As-sunnah Secara Istilah

Ada beberapa makna as-sunnah, sesuai dengan pengertian dan pembagian dalam berbagai disiplin ilmu, sehingga di harapkan tidak ada salah paham di dalam memahami kalimat sesuai dengan bidannya. Antara lain:

1) Sunnah juga berarti lawan dari bid’ah. Dikatakan : Perbuatan ini tidak dicontohkan dalam sunnah, artinya adalah perbuatan bid’ah. Begitu juga seperti perkataan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

القصد في السنة خير من الاجتهاد في البدعة

“Pertengahan di dalam mengerjakan sunnah lebih baik dari pada sungguh-sungguh di dalam mengamalkan bid’ah “
(al- Lalikai di dalam Ushul al-I’tiqad 1/55 )

2) Menurut ulama ahlu al-hadist, sunnah adalah :
“Apa-apa yang berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berupa perkataan, perbuatan dan keputusan, serta  sifat-sifatnya secara fisik dan non fisik.”

3) Adapun menurut ahlu ushul fiqh, sunnah adalah :
“Sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, yaitu apa-apa yang berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan (selain al-Qur’an).”

4) Menurut illmu fiqh, sunnah adalah  :
“Suatu perintah syariat, diminta untuk dilakukan tidak sampai kepada hukum wajib, bila dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan, tidaklah berdosa. “

5) Sunnah juga berarti aqidah, sebagaimana para ulama mengarang buku dengan judul : As-Sunnah, yang berarti aqidah, seperti Kitab as-Sunnah, karya Imam Ahmad, As-Sunnah karya al-Barbahari, as-Sunnah karya al-Baghawi, as-Sunnah karya al-Khallal dan lain-lainnya. Buku-buku tersebut berisi tentang pokok-pokok keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bukan buku tentang fiqh dan hadits.

Berkata Ibnu Rajab di dalam Jami’ al-Ulum wa al-Hikam (2/120) : “Mayoritas ulama sekarang ini menyebutkan istilah as-Sunnah dan maksudnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan aqidah dan keyakinan. Karena itu adalah pokok ajaran agama, yang menyimpang darinya berada dalam bahaya yang besar. “

Dari berbagai pengertian diatas, menunjukkan bahwa apapun perngertiaannya maka semuanya mengarah kepada makna petunjuk/hidayah dari Allah dan RasulNya, yang telah dituangkan di dalam alquran dan asunnah, juga dijalankan oleh para sahabatnya (khususnya para khulafaa ar-rosyidin) sebagai petunjuk dan jalan manusia untuk menuju kehidupan yang hakiki. Sebagaimana firman-Nya :

مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا

“Tidak ada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. Itulah ketetapan Allah  pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.“
(Qs. al-Ahzab : 38)

Juga dalam hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَة

“Maka dari itu, wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa’  rasyidin. Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian! Dan berhati-hatilah terhadap perkara baru yang diada-adakan dalam agama. Karena setiap perkara yang baru dalam agama itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.”
(HR. Abu Dawud, 4607, dan Tirmidzi, 2677)

Tidak Isbal Adalah Sunnah Rasulullah shallahu alaihi wasallam

Terkait dengan misal yang di sebutkan, tentang sunnahnya menggunakan celana di atas mata kaki, maka memang benar perbuatan itu adalah sunnah/perbuatan Rasulullah shallahu alaihi wasallamDengan perbuatan Rasulullah, sebenarnya sudah cukup bagi seorang muslim untuk berusaha menirunya, sebagai tanda cinta dan hormat kepada beliau. Tidak hanya itu, bahkan ternyata selain memerintahkan, Rasulullah mengancam bagi para pelaku yang melanggarnya, Sebagaimana yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan :
“Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki. Dan apa yang turun (dari celana) di bawah mata kaki maka bagiannya adalah di neraka. Barangsiapa yang menarik pakaiannya (melakukan isbal) karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya”
[Hadits Riwayat. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 4331]

Dan dalam riwayat lain di jelaskan, bahwa ‘Ubaid bin Khalid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil berkata, “Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan.”
Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku pun bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah, ini Burdah Malhaa (pakaian yang mahal).
Rasulullah menjawab, “Tidakkah pada diriku terdapat teladan?”
Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis”.
[Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyah, hal. 69]

Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ   قَالَ: فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثَ مِرَارًا. قَالَ أَبُو ذَرٍّ: خَابُوا وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata : “Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?”
Rasulullah menjawab : “Orang yang musbil (memanjangkan pakaiannya), yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.”
[Hadits Riwayat Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasa’i 4455, Darimi 2608. Lihat Irwa’: 900]

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ

“Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.”
[Hadits Riwayat Bukhari 5783, Muslim 2085]

Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda :

مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ

“Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka.”
[Hadits Riwayat Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96]

Sehingga, selayaknya seorang muslim untuk berusaha menjalankannya semaksimal mungkin apa yang telah di lakukan dan diperintahkan nabi shallahu ‘alaihi wasallam, sebagai tanda cinta dan hormat kepadanya. Serta mencoba menundukkan hawa nafsu dan kesombongannya untuk tidak menolaknya serta mencoba mencari pembenaran yang yang tidak berdasar. Itulah sunnah nabi yang hendaknya kita mencotohnya tanpa ada perasaan berat dan kesombongan.
Semoga Allah memberikan hidayah dan kemantapakan kita untuk selalu mengikuti sunnah Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam.

Wallahu ta’ala a’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله
Selasa, 24 Rabiul Awwal 1442 H/ 10 November 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Jangan Menjadi Penuntut Ilmu yang Angkuh dan Sombong

Kita sebagai penuntut ilmu (thalibul ‘ilmi), hendaknya harus mengetahui celah setan untuk menyesatkan manusia. Kita telah mengetahui bahwa salah satu cara setan menyesatkan manusia adalah dengan harta dan ketamakan terhadap dunia. Akan tetapi, sedikit dari kita yang mengetahui bahwa setan juga menyesatkan manusia melalui ilmu. Yaitu dengan membuat pemiilik ilmu tersebut menjadi angkuh, sombong, dan merendahkan manusia karena merasa sudah berilmu. Umumnya ditunjukkan dengan sifat yang keras, hobi berbedat kusir, dan banyak membicarakan kesalahan orang lain secara tidak bijak.

Wahb bin Munabbih rahimahullah berkata,

إن للعلم ظغيانا كطغيان المال

“Sesungguhnya ilmu memiliki keangkuhan sebagaimana keangkuhan harta.” (an-Nubadz fi Adabi Thalabil Ilmi, hal. 185)

Bisa jadi banyak manusia yang tahu bahwa harta adalah fitnah terbesar umat Islam dan membuat pemiliknya menjadi sombong. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam,

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ

“Sesungguhnya pada setiap umat ada fitnah (ujiannya) dan fitnah umatku adalah harta.” (HR. Bukhari)

Demikian juga dengan ilmu, dapat mebuat pemiliknya menjadi sombong dan angkuh. Perhatikanlah perkataan yang dinukil oleh Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah berikut,

العلم ثلاثة أشبار، من دخل في الشبر الأول تكبر، ومن دخل في الشبر الثانى تواضع، ومن دخل في الشبر الثالث علم أنه ما يعلم

“Ilmu itu ada tiga jengkal. Barangsiapa yang masuk jengkal pertama, dia menjadi sombong. Barangsiapa yang masuk jengkal kedua, dia menjadi tawadhu’. Barangsiapa yang masuk jengkal ketiga, dia baru menyadari bahwa dirinya tidak tahu (masih sedikit ilmunya).” (Hilyah Thalibil ‘Ilmi, hal. 79)

Hendaknya kita tidak sombong hanya karena memiliki ilmu, karena kita tidak layak mensucikan diri sendiri lalu merendahkan orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)

Salah satu cara agar terhidar dari sifat sombong adalah berusaha melihat orang lain lebih baik dari kita. ‘Abdullah Al-Muzani rahimahullah berkata,

إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.

“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa Engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya Engkau katakan, “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal shalih dariku, maka ia lebih baik dariku.” Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya Engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka dia sebenarnya lebih baik dariku.” Demikianlah sikap yang seharusnya Engkau perhatikan ketika Engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.” (Hilyatul Awliya’, 2: 226)

Demikian, semoga bermanfaat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Allah Swt Ingin Melihat Nabi Muhammad Saw Rela Hatinya

Diantara kemuliaan Sayyidil Wujud Muhammad Saw adalah :

1. Makhluk yang paling dicintai Allah Swt.

Baginda Nabi Saw adalah makhluk yang paling dicintai Allah Swt dan yang paling mulia diantara seluruh makhluk di alam semesta ini. Dan tidak seorang pun akan mendapat kecintaan Allah kecuali ia mencintai Baginda Nabi Saw dan mengikutinya.

Allah Swt berfirman :

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِی یُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَیَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ

Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS.Ali ‘Imran:31)

Dan kekasih tidak akan berpisah dengan kekasihnya. Allah Swt selalu menyertai Baginda Nabi Saw selamanya.

مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ

“Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu.” (QS.Adh-Dhuhaa:3)

Yakni Allah Swt tidak akan meninggalkan Nabi Saw selamanya, bahkan Allah Swt senantiasa memberikan anugerah-Nya kepada Nabi Muhammad Saw hinga beliau rela.

وَلَسَوۡفَ یُعۡطِیكَ رَبُّكَ فَتَرۡضَىٰۤ

“Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.” (QS.Adh-Dhuhaa:5)

Seperti contoh berikut ini :

a. Allah Swt menyenangkan hati Nabi Saw dengan memindahkan kiblat dari Masjidil Aqsho ke Ka’bah.

(قَدۡ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجۡهِكَ فِی ٱلسَّمَاۤءِۖ فَلَنُوَلِّیَنَّكَ قِبۡلَةࣰ تَرۡضَىٰهَاۚ

“Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi.” (QS.Al-Baqarah:144)

b. Allah menyenangkan hati Nabi Saw dalam kenabiannya sehingga beliau dijadikan sebagai penutup para Nabi.

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَاۤ أَحَدࣲ مِّن رِّجَالِكُمۡ وَلَـٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِیِّـۧنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَیۡءٍ عَلِیمࣰا

“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.Al-Ahzab:40)

c. Allah Swt menyenangkan hati Nabi Saw dalam kitab-Nya dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai barometer kebenaran bagi kitab-kitab sebelumnya.

وَأَنزَلۡنَاۤ إِلَیۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقࣰا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡهِ مِنَ ٱلۡكِتَـٰبِ وَمُهَیۡمِنًا عَلَیۡهِ

“Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya.” (QS.Al-Maidah:48)

d. Allah Swt menyenangkan hati Nabi Saw dalam urusan Ahlulbaitnya hingga mensucikan Ahlulbait dengan sesuci-sucinya.

إِنَّمَا یُرِیدُ ٱللَّهُ لِیُذۡهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجۡسَ أَهۡلَ ٱلۡبَیۡتِ وَیُطَهِّرَكُمۡ تَطۡهِیرࣰا

“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS.Al-Ahzab:33)

e. Allah Swt menyenangkan hati Nabi Saw dalam urusan umatnya, sehingga umat beliau dijadikan sebagai umat terbaik sepanjang masa.

كُنتُمۡ خَیۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS.Ali ‘Imran:110)

f. Allah Swt menyenangkan hati Nabi Saw dalam segala kondisi yang beliau hadapi.

فَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَا یَقُولُونَ وَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ قَبۡلَ طُلُوعِ ٱلشَّمۡسِ وَقَبۡلَ غُرُوبِهَاۖ وَمِنۡ ءَانَاۤىِٕ ٱلَّیۡلِ فَسَبِّحۡ وَأَطۡرَافَ ٱلنَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرۡضَىٰ

“Maka sabarlah engkau (Muhammad) atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum matahari terbit, dan sebelum terbenam; dan bertasbihlah (pula) pada waktu tengah malam dan di ujung siang hari, agar engkau merasa tenang.” (QS.Tha-Ha:130)

g. Allah Swt menyenangkan hati Nabi Saw di hari kebangkitan dan di tangan beliau lah syafaat di berikan.

وَمِنَ ٱلَّیۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ نَافِلَةࣰ لَّكَ عَسَىٰۤ أَن یَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامࣰا مَّحۡمُودࣰا

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS.Al-Isra’:79)

h. Dan Allah Swt menyenangkan hati Nabi Saw dengan menjadikan beliau sebagai saksi atas para Nabi di hari kiamat.

فَكَیۡفَ إِذَا جِئۡنَا مِن كُلِّ أُمَّةِۭ بِشَهِیدࣲ وَجِئۡنَا بِكَ عَلَىٰ هَـٰۤؤُلَاۤءِ شَهِیدࣰا

“Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka.” (QS.An-Nisa’:41)

Itulah beberapa contoh bagaiman Allah Swt selalu memberikan anugerahn-Nya yang terbesar kepada Baginda Nabi Saw hingga beliau menjadi rela.

Mari kita mendekatkan diri kepada Nabi Saw dengan memperbanyak sholawat dan mentaati setiap perintah dan larangan dari beliau. Agar kecintaan dalam hati kita semakin besar karena setiap kekasih sejati tidak akan pernah meninggalkan kekasihnya.

Semoga kita dikumpulkan bersama Baginda Nabi hingga hari kiamat nanti..

KHAZANAH ALQURAN

Islam Bukan Agama Orang Arab

BELAKANGAN ini banyak sekali muncul pertanyaan dan pernyataan berkaitan dengan Islam dan Arab. Lantas bagaimana seharusnya kita sebagai orang awam mendudukkan perkara ini? Menurut Ustaz Ammi Nur Baits:
Terdapat banyak sekali dalil yang menegaskan bahwa islam adalah agama yang universal. Agama islam untuk semua umat manusia sedunia. Dalam al-Quran Allah menegaskan, T”idaklah Aku mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk semua umat manusia, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.” (QS. Saba: 28)

Allah juga berfirman, Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua” (QS. al-Araf: 158)

Allah juga berfirman, “Tidaklah Aku mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. al-Anbiya: 107).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam banyak hadisnya untuk menegaskan demikian. Diantaranya,

Hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Aku diberi 5 keutamaan yang tidak diberikan kepada para nabi sebelumku, nabi terdahulu diutus untuk kaumnya saja, dan aku diutus untuk semua umat manusia” (HR. Bukhari 335 & Muslim 1191)

Beliau juga mengatakan, “Aku diutus kepada semua yang berkulit merah dan berkulit hitam” (HR. Muslim 1191 & Ahmad 2256).

Anda yang bukan orang arab, tidak perlu merasa gusar. Tidak perlu membuat pernyataan, “Islam bukan agama arab.” Semua sudah tahu bahwa islam bukan agama untuk arab. Membuat status di medsos, “Islam bukan agama arab”, justru menunjukkan bahwa anda terlalu katrok.

Tapi anda perlu mengakui bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam orang arab. Alquran, Allah turunkan dengan berbahasa arab. Hadis-hadis, disampaikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan bahasa arab. Para sahabat, hampir semua orang arab. Para ulama, kebanyakan berbahasa arab. Dst.

Semua orang perlu mengakui itu, karena itu realita. Allah yang menciptakan, Allah yang memiliki, dan karenanya, Allah yang paling berhak untuk memilih. Dia yang paling berhak menentukan, dimana Allah akan mengutus Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam.

Allah berfirman, “Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. al-Qashas: 68)

Meskipun, jika Allah berkehendak, Dia mampu untuk mengutus rasul di semua daerah, “Jika Aku menghendaki, Aku akan mengutus seorang rasul di setiap daerah.” (QS. al-Furqan: 51)

Akan tetapi, Allah hanya memilih satu tempat untuk posisi munculnya sang utusan-Nya. Sebenarnya yang menjadi masalah bukan soal tempat dan bahasa, tapi lebih pada soal menggugat agama. Karena bagaimanapun juga, ketika Allah mengutus seorang nabi, pasti mereka akan menggunakan bahasa yang dipahami kaumnya. Sehingga tidak mungkin sang nabi ini diutus dengan membawa bahasa baru, agar tidak memihak ke bahasa manapun yang digunakan manusia.

Allah berfirman, “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (QS. Ibrahim: 4).

Andai Alquran diturunkan dengan bahasa jawa, bagi tipe manusia gagal, pasti akan dia kritik. Dia akan buat status, “Islam bukan agama jawa.” Lalu harus pakai bahasa apa agar anda tutup mulut, dan tidak mengkritik bahasanya? Allahu alam.

INILAH MOZAIK

Masih Malas Sholat Lima Waktu? Ingat Bahayanya

Sholat adalah salah satu amal ibadah yang penting dalam Islam. Bahkan, sholat lima waktu menjadi salah satu rukun dalam Islam.

Artinya, ada kewajiban bagi umat Islam untuk melaksanakan sholat lima waktu. Namun, jika ada yang meremehkan, patut diketahui bahayanya bagi si pelaku.

Jika ada yang meremehkan, maka ada 15 bencana yang  akan didapat. Dalam buku “Manusia Suci; Biografi Singkat, Mutiara Hikmah dan Adab Menziarahinya” dijelaskan, Sayyidah Fathimah berkata: Aku pernah bertanya kepada ayahku berkenaan dengan orang yang meremehkan sholat, baik laki-laki maupun wanita. Ia (Rasulullah) bersabda: “Barang siapa meremehkan sholat, baik laki-laki maupun wanita, Allah akan menimpakan atasnya 15 macam bala’ atau bencana:

Pertama, Allah akan menghilangkan berkah dari umurnya. Kedua, Allah akan menghilangkan berkah dari rezekinya. Ketiga Allah akan memusnahkan tanda-tanda orang shaleh dari wajahnya. Keempat, setiap amalan yang diamalkannya tidak akan diberi pahala.

Kelima, doanya tidak akan naik ke langit atau tidak dikabulkan. Keenam, doa orang-orang shaleh tidak akan meliputinya. Ketujuh, ia akan meninggal dunia terhina. Kedelapan, ia akan meninggal dunia kelaparan.

Kesembilan, ia akan meninggal dunia kehausan. Seandainya ia minum seluruh air sungai yang berada di dunia ini, niscaya dahaganya tidak akan sirna. Kesepuluh, Allah akan mengutus malaikat yang siap menakut-nakutinya di dalam kubur.

Sebelas, kuburnya akan terasa sempit dan hanya kegelapan yang akan menyelimutinya. Duabelas, Allah akan mengutus malaikat yang akan menyeretnya dalam keadaan tengkurap dengan disaksikan oleh para makhluk.

Tigabelas, ia akan dihisab dengan hisab yang berat. Empatbelas, Allah tidak akan sudi melihat wajahnya. Limabelas, Allah tidak akan menyucikannya, dan baginya siksaan yang pedih.

Selain itu, meremehkan salat juga termasuk kemungkaran yang besar dan termasuk sifat orang-orang munafik, Allah Swt telah berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 142:

إِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوٓا۟ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُوا۟ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk salat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.”

Setiap Muslim dan Muslimah wajib memelihara shalat lima waktu, melaksanakannya dengan thuma’ninah, konsentrasi dan khusyuk, serta menghadirkan hati. Karena Allah telah berfirman dalam surat Al-Mukminun ayat 1-2:

قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.”

ٱلَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَٰشِعُونَ   

“(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya.”

IHRAM



Menasehati Itu Bukan dengan Menyindir di Publik

Setiap kita butuh nasehat dan saling menasehati. Terkadang kita menyampaikan nasehat dan terkadang kita dinasehati, akan tetapi kita perlu sama-sama ingat kembali tujuan utama menasehati adalah menghendaki kebaikan dan memperbaiki yang dinasehati. Sebagaimana dalam hadits,

ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﺍﻟﻨَّﺼِﻴﺤَﺔُ

“Agama adalah nasehat.”(HR. Muslim).

Ibnul Atsir menjelaskan,

ﻧَﺼﻴﺤﺔ ﻋﺎﻣّﺔ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ : ﺇﺭﺷﺎﺩُﻫﻢ ﺇﻟﻰ ﻣﺼﺎﻟِﺤِﻬﻢ

“Nasehat bagi kaum muslimin yaitu memberikan petunjuk untuk kemashalatan mereka.” [An-Nihayah 5/142]

Kita perlu ingat juga adab utama menasehati yaitu hukum asalnya empat mata (sembunyi-sembunyi, bukan di depan publik) serta dengan menggunakan kata-kata yang lembut dan mengena bukan dengan kata-kata kasar dan menyindir.

Imam Asy-Syafi’i menjelaskan bahwa nasehat di depan publik (tanpa ada udzur yang membolehkan) adalah penghinaan, itu bukan nasehat. Beliau rahimahullah berkata:

تعمدني بنصحك في انفرادي** وجنبْني النصيحة في الجماعهْ

فإن النصح بين الناس نوع** من التوبيخ لا أرضى استماعهْ

وإن خالفتني وعصيت قولي** فلا تجزعْ إذا لم تُعْطَ طاعهْ

“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri,
Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian
Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu
Pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya
Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku
Maka janganlah engkau marah
Jika kata-katamu tidak aku turuti”
[Diwaan Imam Syafi’i, disusun oleh Muhammad Ibrahim Salim]

Hendaknya kita hati-hati dan intropeksi, bisa jadi kita bukan ingin menasehati, tetapi ingin menghinakan orang lain dengan kesombongan dan hasad kita. Semoga kita dijauhkan dari hal semisal ini.

Nasehat juga harus dalam bentuk kata-kata yang lembut dan mengena (ini hukum asalnya). Jangan sampai manusia lari dari nasehat dan dakwah kita serta enggan menerima.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻳَﺴِّﺮُﻭﺍ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻌَﺴِّﺮُﻭﺍ ﻭَﺑَﺸِّﺮُﻭﺍ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻨَﻔِّﺮُﻭﺍ

“Mudahkan dan jangan mempersulit, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari.” (HR. Bukhari, Kitabul ‘Ilmu no.69)

Apabila nasehat kita ingin diterima, hendaknya dilakukan dengan empat mata (di zaman ini misalnya dengan menelpon, mengirim pesan pribadi dan lain-lain). Gunakan juga kata-kata yang lembut karena ini lebih mengena.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sesungguhnya kelembutan tidaklah berada pada sesuatu melainkan akan membuatnya lebih bagus, dan tidak akan tercabut sesuatu darinya kecuali akan membuatnya jelek.” [HR. Muslim]

Hendaknya kita tetap berkasih sayang sesama muslim, mereka saudara kita se-iman dan se-Islam.

Allah Ta’ala berfirman,

ﺃَﺷِﺪَّﺁﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭِ ﺭُﺣَﻤَﺂﺀُ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ

“Mereka adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (QS. Al-Fath :29)

CATATAN:
Apabila kesalahan yang dilakukan saudara kita telah tersebar dan dia yang menyebarkan maka boleh dilakukan nasehat secara publik untuk menjelaskan bahwa itu adalah salah, tapi kita hanya menjelaskan kesalahan saja, membantah dengan penuh adab dan santun, tidak melebar sampai menghina dan mengolok-olok dengan cacian dan hinaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan

المنكر إذا أعلن فيجب إنكاره علناً

“Kemungkaran apabila dilakukan secara terang-terangan maka wajib mengingkarinya secara terang terangan juga.” [Liqa Bab Al-Maftuh 12/54]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id