Islam Bukan Agama Orang Arab

BELAKANGAN ini banyak sekali muncul pertanyaan dan pernyataan berkaitan dengan Islam dan Arab. Lantas bagaimana seharusnya kita sebagai orang awam mendudukkan perkara ini? Menurut Ustaz Ammi Nur Baits:
Terdapat banyak sekali dalil yang menegaskan bahwa islam adalah agama yang universal. Agama islam untuk semua umat manusia sedunia. Dalam al-Quran Allah menegaskan, T”idaklah Aku mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk semua umat manusia, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.” (QS. Saba: 28)

Allah juga berfirman, Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua” (QS. al-Araf: 158)

Allah juga berfirman, “Tidaklah Aku mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. al-Anbiya: 107).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam banyak hadisnya untuk menegaskan demikian. Diantaranya,

Hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Aku diberi 5 keutamaan yang tidak diberikan kepada para nabi sebelumku, nabi terdahulu diutus untuk kaumnya saja, dan aku diutus untuk semua umat manusia” (HR. Bukhari 335 & Muslim 1191)

Beliau juga mengatakan, “Aku diutus kepada semua yang berkulit merah dan berkulit hitam” (HR. Muslim 1191 & Ahmad 2256).

Anda yang bukan orang arab, tidak perlu merasa gusar. Tidak perlu membuat pernyataan, “Islam bukan agama arab.” Semua sudah tahu bahwa islam bukan agama untuk arab. Membuat status di medsos, “Islam bukan agama arab”, justru menunjukkan bahwa anda terlalu katrok.

Tapi anda perlu mengakui bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam orang arab. Alquran, Allah turunkan dengan berbahasa arab. Hadis-hadis, disampaikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan bahasa arab. Para sahabat, hampir semua orang arab. Para ulama, kebanyakan berbahasa arab. Dst.

Semua orang perlu mengakui itu, karena itu realita. Allah yang menciptakan, Allah yang memiliki, dan karenanya, Allah yang paling berhak untuk memilih. Dia yang paling berhak menentukan, dimana Allah akan mengutus Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam.

Allah berfirman, “Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. al-Qashas: 68)

Meskipun, jika Allah berkehendak, Dia mampu untuk mengutus rasul di semua daerah, “Jika Aku menghendaki, Aku akan mengutus seorang rasul di setiap daerah.” (QS. al-Furqan: 51)

Akan tetapi, Allah hanya memilih satu tempat untuk posisi munculnya sang utusan-Nya. Sebenarnya yang menjadi masalah bukan soal tempat dan bahasa, tapi lebih pada soal menggugat agama. Karena bagaimanapun juga, ketika Allah mengutus seorang nabi, pasti mereka akan menggunakan bahasa yang dipahami kaumnya. Sehingga tidak mungkin sang nabi ini diutus dengan membawa bahasa baru, agar tidak memihak ke bahasa manapun yang digunakan manusia.

Allah berfirman, “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (QS. Ibrahim: 4).

Andai Alquran diturunkan dengan bahasa jawa, bagi tipe manusia gagal, pasti akan dia kritik. Dia akan buat status, “Islam bukan agama jawa.” Lalu harus pakai bahasa apa agar anda tutup mulut, dan tidak mengkritik bahasanya? Allahu alam.

INILAH MOZAIK

Masih Malas Sholat Lima Waktu? Ingat Bahayanya

Sholat adalah salah satu amal ibadah yang penting dalam Islam. Bahkan, sholat lima waktu menjadi salah satu rukun dalam Islam.

Artinya, ada kewajiban bagi umat Islam untuk melaksanakan sholat lima waktu. Namun, jika ada yang meremehkan, patut diketahui bahayanya bagi si pelaku.

Jika ada yang meremehkan, maka ada 15 bencana yang  akan didapat. Dalam buku “Manusia Suci; Biografi Singkat, Mutiara Hikmah dan Adab Menziarahinya” dijelaskan, Sayyidah Fathimah berkata: Aku pernah bertanya kepada ayahku berkenaan dengan orang yang meremehkan sholat, baik laki-laki maupun wanita. Ia (Rasulullah) bersabda: “Barang siapa meremehkan sholat, baik laki-laki maupun wanita, Allah akan menimpakan atasnya 15 macam bala’ atau bencana:

Pertama, Allah akan menghilangkan berkah dari umurnya. Kedua, Allah akan menghilangkan berkah dari rezekinya. Ketiga Allah akan memusnahkan tanda-tanda orang shaleh dari wajahnya. Keempat, setiap amalan yang diamalkannya tidak akan diberi pahala.

Kelima, doanya tidak akan naik ke langit atau tidak dikabulkan. Keenam, doa orang-orang shaleh tidak akan meliputinya. Ketujuh, ia akan meninggal dunia terhina. Kedelapan, ia akan meninggal dunia kelaparan.

Kesembilan, ia akan meninggal dunia kehausan. Seandainya ia minum seluruh air sungai yang berada di dunia ini, niscaya dahaganya tidak akan sirna. Kesepuluh, Allah akan mengutus malaikat yang siap menakut-nakutinya di dalam kubur.

Sebelas, kuburnya akan terasa sempit dan hanya kegelapan yang akan menyelimutinya. Duabelas, Allah akan mengutus malaikat yang akan menyeretnya dalam keadaan tengkurap dengan disaksikan oleh para makhluk.

Tigabelas, ia akan dihisab dengan hisab yang berat. Empatbelas, Allah tidak akan sudi melihat wajahnya. Limabelas, Allah tidak akan menyucikannya, dan baginya siksaan yang pedih.

Selain itu, meremehkan salat juga termasuk kemungkaran yang besar dan termasuk sifat orang-orang munafik, Allah Swt telah berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 142:

إِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوٓا۟ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُوا۟ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk salat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.”

Setiap Muslim dan Muslimah wajib memelihara shalat lima waktu, melaksanakannya dengan thuma’ninah, konsentrasi dan khusyuk, serta menghadirkan hati. Karena Allah telah berfirman dalam surat Al-Mukminun ayat 1-2:

قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.”

ٱلَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَٰشِعُونَ   

“(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya.”

IHRAM



Menasehati Itu Bukan dengan Menyindir di Publik

Setiap kita butuh nasehat dan saling menasehati. Terkadang kita menyampaikan nasehat dan terkadang kita dinasehati, akan tetapi kita perlu sama-sama ingat kembali tujuan utama menasehati adalah menghendaki kebaikan dan memperbaiki yang dinasehati. Sebagaimana dalam hadits,

ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﺍﻟﻨَّﺼِﻴﺤَﺔُ

“Agama adalah nasehat.”(HR. Muslim).

Ibnul Atsir menjelaskan,

ﻧَﺼﻴﺤﺔ ﻋﺎﻣّﺔ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ : ﺇﺭﺷﺎﺩُﻫﻢ ﺇﻟﻰ ﻣﺼﺎﻟِﺤِﻬﻢ

“Nasehat bagi kaum muslimin yaitu memberikan petunjuk untuk kemashalatan mereka.” [An-Nihayah 5/142]

Kita perlu ingat juga adab utama menasehati yaitu hukum asalnya empat mata (sembunyi-sembunyi, bukan di depan publik) serta dengan menggunakan kata-kata yang lembut dan mengena bukan dengan kata-kata kasar dan menyindir.

Imam Asy-Syafi’i menjelaskan bahwa nasehat di depan publik (tanpa ada udzur yang membolehkan) adalah penghinaan, itu bukan nasehat. Beliau rahimahullah berkata:

تعمدني بنصحك في انفرادي** وجنبْني النصيحة في الجماعهْ

فإن النصح بين الناس نوع** من التوبيخ لا أرضى استماعهْ

وإن خالفتني وعصيت قولي** فلا تجزعْ إذا لم تُعْطَ طاعهْ

“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri,
Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian
Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu
Pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya
Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku
Maka janganlah engkau marah
Jika kata-katamu tidak aku turuti”
[Diwaan Imam Syafi’i, disusun oleh Muhammad Ibrahim Salim]

Hendaknya kita hati-hati dan intropeksi, bisa jadi kita bukan ingin menasehati, tetapi ingin menghinakan orang lain dengan kesombongan dan hasad kita. Semoga kita dijauhkan dari hal semisal ini.

Nasehat juga harus dalam bentuk kata-kata yang lembut dan mengena (ini hukum asalnya). Jangan sampai manusia lari dari nasehat dan dakwah kita serta enggan menerima.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻳَﺴِّﺮُﻭﺍ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻌَﺴِّﺮُﻭﺍ ﻭَﺑَﺸِّﺮُﻭﺍ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻨَﻔِّﺮُﻭﺍ

“Mudahkan dan jangan mempersulit, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari.” (HR. Bukhari, Kitabul ‘Ilmu no.69)

Apabila nasehat kita ingin diterima, hendaknya dilakukan dengan empat mata (di zaman ini misalnya dengan menelpon, mengirim pesan pribadi dan lain-lain). Gunakan juga kata-kata yang lembut karena ini lebih mengena.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sesungguhnya kelembutan tidaklah berada pada sesuatu melainkan akan membuatnya lebih bagus, dan tidak akan tercabut sesuatu darinya kecuali akan membuatnya jelek.” [HR. Muslim]

Hendaknya kita tetap berkasih sayang sesama muslim, mereka saudara kita se-iman dan se-Islam.

Allah Ta’ala berfirman,

ﺃَﺷِﺪَّﺁﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭِ ﺭُﺣَﻤَﺂﺀُ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ

“Mereka adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (QS. Al-Fath :29)

CATATAN:
Apabila kesalahan yang dilakukan saudara kita telah tersebar dan dia yang menyebarkan maka boleh dilakukan nasehat secara publik untuk menjelaskan bahwa itu adalah salah, tapi kita hanya menjelaskan kesalahan saja, membantah dengan penuh adab dan santun, tidak melebar sampai menghina dan mengolok-olok dengan cacian dan hinaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan

المنكر إذا أعلن فيجب إنكاره علناً

“Kemungkaran apabila dilakukan secara terang-terangan maka wajib mengingkarinya secara terang terangan juga.” [Liqa Bab Al-Maftuh 12/54]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Hasad Antar Ulama, Ustadz dan Penuntut Ilmu

Tidak jarang, manusia dihinggapi perasaan hasad (dengki), tatkala melihat orang lain mendapat kenikmatan, meraih kesuksesan dan dikaruniai kebaikan. Baik berupa harta, ilmu, kedudukan, dan lain-lain.

Penyebab Timbulnya Hasad

Kita doakan agar para ulama, para ustadz, penuntut ilmu agama tidak terjadi yang namanya hasad antar mereka. Hal ini benar-benar menimbulkan kebingungan dan tidak jarang menimbulkan perpecahan di antara umat Islam. Hal ini menjadi masukan kami pribadi sebagai penuntut ilmu agar benar-benar mengindari hal ini. Sumber utama muncul adalah cinta dunia, sombong serta cinta kedudukan dan cinta kehormatan. 

Kerusakan Akibat Hasad Antar Ustadz dan Penuntut Ilmu

Hasad antara ulama, ustadz dan penuntut ilmu lebih besar kerusakananya dibandingkan hasad antar sesama orang awam, karenanya Ibnul Jauzi memperingatkan hal ini dan beliau berkata,

 تأملت التحاسد بين العلماء فرأيتُ منشأَهُ من حُبِّ الدنيا؛ فإنَّ علماء الآخرة يتوادُّون ولا يتحاسدون كما قال الله عزوجل : وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا

“Aku amati saling hasad yang terjadi di antara ulama itu, tumbuhnya karena cinta dunia. Sebab, ulama akhirat itu saling mencintai, bukan saling dengki, sebagaimana firman Allah, “Mereka tidak mendapatkan dalam dadanya keinginan (duniawi) dari apa yang diberikan kepada mereka”. [Saidul Khatir hal. 25]

Hasad ini benar-benar merusakan bahkan menhancurkan kebaikan yang sudah ada sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ

“Jauhilah hasad karena hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar” [HR. Abu Dawud]

Para ulama, ustadz dan penuntut ilmu cukup mudah terpapar dengan penyakit hasad karena mereka umumnya memiliki kedudukan di masyarakat. Hasad ini muncul pada orang yang memiliki kesamaan kedudukan dan harta. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan,

وهكذا الحسد يقع كثيرا بين المتشاركين في رئاسة أو مال

“Demikianlah hasad sering terjadi diantara orang yang memiliki kesamaan dalam kedudukan dan harta. [Amradul Qulub wa Syifaa’uha hal 21, Mathba’ah Salafiyah]

Hendaknya kita sebagai penuntut ilmu benar-benar sadar bahwa bukan suatu hal yang mustahil hasad muncul dari orang yang berilmu agama, karena hakikatnya semua manusia memiliki hasad dalam dirinya, hanya saja orang baik melawan dan tidak memunculkannya sedangkan orang buruk akan memunculkannya.

Ibnu Taimiyyah berkata,

ما خلا جسد من حسد لكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه.

“Setiap jasad tidaklah bisa lepas dari yang namanya hasad. Namun orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya.” [Majmu’ Al Fatawa 10/124-125]

Beberapa Solusi untuk Mengobati Penyakit Hasad

1. Merenungi bahwa hasad tidak bermanfaat sedikitpun. Perhatikan ucapan Ibnu Sirin berikut:

ما حسدت أحدا على شيء من أمر الدنيا لأنه إن كان من أهل الجنة فكيف أحسده على الدنيا وهي حفيرة في الجنة وإن كان من أهل النار فكيف أحسده على أمر الدنيا وهو يصير إلى النار

 “Aku tidak pernah hasad kepada seorang pun dalam masalah dunia, karena jika dia termasuk ahli surga, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam masalah dunia, padahal dia akan masuk surga? Dan jika dia termasuk ahli neraka, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam hal dunia, sedangkan dia akan masuk neraka?.” [Ihya’ ulumiddin 3/189, Darul ma’rifah]

2. Memberikan hadiah kepada orang yang dihasadkan, karena akan menimbulkan saling cinta.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَهَادُوْا تَحَابُّوْا

“Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594]

3. Mengingat kembali bahaya hasad

Bahayanya sangat banyak dan hanya merugikan diri sendiri. Diantaranya secara ringkas:

  • Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan.
  • Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering.
  • Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati.
  • Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan.
  • Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Nabi bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
  • Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah. Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah
  • Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada
  • Hasadnya Iblis kepada Adam yang menyebabkan Iblis dilaknat.

[lihat kitabul ilmi syaikh AL-Utsaimin hal. 54-56, Darul Itqon Al-Iskandariyah]

4. Berdoa agar dijauhkan dari hasad

Sebagaimana doa dalam Al-Quran:

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr: 10]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Berdoa Agar Tidak Hasad Kepada Saudaranya

Hasad adalah salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya, karena hasad lah Iblis diusir dari surga dan mendapat laknat hingga hari kiamat. Iblis sombong dan hasad kepada Nabi Adam alahissalam Allah berfirman,

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۖ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ ﴿٧٥﴾ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ ۖ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

“Hai iblis! Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi? Iblis berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”. [Shaad:75-76]

Demikianlah hasad iblis kepada nabi adam karena merasa lebih baik serta tidak ingin ada orang lain yang mendapatkan kebaikan. Inilah definisi hasad yang jelaskan oleh Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau berkata:

أن الحسد هو البغض والكراهة لما يراه من حسن حال المحسود

Hasad adalah benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.” [Amraadul Qulub wa Syifaa’uha hal 14,]

Penyakit hasad ini ada pada semua orang, baik itu orang yang baik maupun orang yang memang berhati buruk. Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan,

أن ” الحسد ” مرض من أمراض النفس وهو مرض غالب فلا يخلص منه إلا قليل من الناس ولهذا يقال: ما خلا جسد من حسد لكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه.

“Sesungguhnya hasad adalah di antara penyakit hati. Inilah penyakit kebanyakan manusia. Tidak ada yang bisa lepas darinya kecuali sedikit sekali. Oleh karena itu ada yang mengatakan, Namun orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya.” [Majmu’ Al Fatawa 10/124-125]

Oleh karena itu sangat penting kita berdoa kepada Allah agar benar-benar dijauhi dari penyakit hasad terlebih apabila kita melihat orang lain mendapatkan nikmat.

وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Janganlah Engkau membiarkan tumbuh kedengkian/hasad dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.’” [Al-Hasyr:10]

Doa lainnya sebagaiman yang dijelaskan oleh syaikh Muhammad bin Shalih AL-‘Utsaimin, beliau berkata,

وأنت يا أخي إذا رأيت الله قد أنعم على عبده نعمة فاسع أن تكون مثله، لا تكره ما أنعم الله عليه، قل اللهم زده من فضلك وأعطني أفضل منه، (( واسألوا الله من فضله ))

Wahai saudaraku, Apabila engkau melihat Allah memberikan seorang hamba suatu kenikmatan, berusahalah agar engkau seperti dia. Janganlah engkau benci dengan apa yang telah Allah karuniakan kepada saudaramu. Berdoalah kepada Allah;

“Allahumma zid hu min fadhlika wa a’thinii afdhala minhu”

Artinya: Ya Allah, tambahkanlah karunia-Mu kepada saudaraku dan berilah aku karunia yang lebih utama darinya.

Allah befirman: “Mohonlah kepada Allah bagian dari karunia-Nya!” (Qs. An-Nisa: 32) [Silsilah al-Liqa` asy-Syahri, rekaman nomor 19B]

Semoga kita dijauhkan dari hasad karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita agar jangan saling hasad dan selalu bersaudara dalam Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تحاسدوا ولا تَناجَشُوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ,وكونوا عباد الله إخواناً. اَلْمُسْلِمُ أَخُو المسلمِ: لا يَظْلِمُهُ ولا يَخْذُلُهُ ولا يَكْذِبُهُ ولا يَحْقِرُهُ 

“Jangan kalian saling hasad, jangan saling melakukan najasy, jangan kalian saling membenci, jangan kalian saling membelakangi, jangan sebagian kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim bagi lainnya, karenanya jangan dia menzhaliminya, jangan menghinanya, jangan berdusta kepadanya, dan jangan merendahkannya. [HR. Muslim]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Diantara Kedudukan Baginda Nabi Saw

Diantara Kedudukan Baginda Nabi Saw

Share on facebookShare on whatsappShare on twitterShare on googleShare on telegram

Diantara Kedudukan Baginda Nabi Saw

khazanahalquran.com – Baginda Nabi Saw adalah ciptaan paling sempurna di antara seluruh ciptaan Allah Swt. Dan diantara kedudukan beliau adalah :

1. Ciptaan pertama.

Nabi Muhammad Saw adalah makhluk pertama yang diciptakan oleh Allah di alam nur.

Sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Jabir :

“Wahai Jabir, pertama kali yang diciptakan oleh Tuhanmu adalah cahaya Nabimu dan dari cahaya itulah seluruh kebaikan tercipta.”

2. Manusia pertama yang bersaksi di alam dzar mengenai Ke-Esaan Allah seperti yang disebutkan dalam Surat Al-A’raf 172 dan disebutkan dalam suatu riwayat riwayat.

Dalam ayat lain Allah Swt berfirman :
وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِینَ

“Dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).” (QS.Al-An’am:163)

Dan ketika Allah Swt mengambil kesaksian para Nabi kemudian menyebutkan nama-nama Nabi Ulul Azmi, Allah mendahulukan Nabi Muhammad Saw sebelum Nabi Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa alaihimussalam.

وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِنَ ٱلنَّبِیِّـۧنَ مِیثَـٰقَهُمۡ وَمِنكَ وَمِن نُّوحࣲ وَإِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ وَمُوسَىٰ وَعِیسَى ٱبۡنِ مَرۡیَمَۖ وَأَخَذۡنَا مِنۡهُم مِّیثَـٰقًا غَلِیظࣰا

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi dan dari engkau (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.” (QS.Al-Ahzab:7)

3. Nabi Muhammad Saw adalah saksi bagi para saksi di hari kiamat yaitu para Nabi.

فَكَیۡفَ إِذَا جِئۡنَا مِن كُلِّ أُمَّةِۭ بِشَهِیدࣲ وَجِئۡنَا بِكَ عَلَىٰ هَـٰۤؤُلَاۤءِ شَهِیدࣰا

Dan bagaimanakah, jika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka.” (QS.An-Nisa’:41)

Setiap umat memiliki saksi yaitu nabi mereka masing-masing. Dan saksi atas seluruh Nabi itu adalah Nabi Muhammad Saw.

4. Penutup para Nabi.

Nabi Muhammad Saw adalah penutup dari segala kesempurnaan. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Jibril di waktu Mi’raj disebutkan :

“Sesunggunya engkau (Muhammad) berada di suatu tempat yang tidak bisa dijangkau oleh siapapun orang-orang terdahulu dan mustahil akan dijangkau oleh orang-orang setelahmu.”

Karena itu beliau adalah makhluk yang paling dekat dengan Allah Swt.

Dan Allah Swt telah memberikan gelar yang sangat mulia kepada kekasih-Nya,Muhammad Saw dengan sebutan سراجا منيرا (pelita yang sangat terang)

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH ALQURAN

Kewajiban Shalat secara Berjamaah (Bag. 2)

Baca pembahasan sebelumnya Kewajiban Shalat secara Berjamaah (Bag. 1)

Apakah shalat sendirian di rumah itu sah?

Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ، فَلَا صَلَاةَ لَهُ، إِلَّا مِنْ عُذْرٍ

“Siapa saja yang mendengar adzan, namun tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya, kecuali ada udzur.” (HR. Ibnu Majah no. 793, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6300)

Hadits ini jelas menunjukkan kewajiban shalat berjamaah. Bahkan sebagian ulama berpendapat berdasarkan hadits ini bahwa tidak shalat jamaah tanpa udzur itu menyebabkan shalat menjadi tidak sah. Hal ini berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas,

فَلَا صَلَاةَ لَهُ، إِلَّا مِنْ عُذْرٍ

“maka tidak ada shalat baginya, kecuali ada udzur.”

Akan tetapi, pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah bahwa shalatnya tetap sah, akan tetapi pelakunya berdosa dan berhak mendapatkan murka Allah Ta’ala karena dia meninggalkan shalat jamaah tanpa ada udzur yang dibenarkan oleh syariat.

Shalat jamaah, berat dilakukan oleh orang-orang munafik

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mencari-cari sahabatnya ketika shalat. Sebagaimana dalam sebuah hadits dari sahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

“Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat subuh bersama kami. Kemudian beliau berkata,

أَشَاهِدٌ فُلَانٌ

“Apakah si fulan hadir?” (Maksudnya, apakah si fulan menghadiri shalat jamaah?)

Para sahabat menjawab, “Tidak.”

Rasulullah bertanya lagi,

أَشَاهِدٌ فُلَانٌ

“Apakah si fulan hadir?

Para sahabat menjawab, “Tidak.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ هَاتَيْنِ الصَّلَاتَيْنِ أَثْقَلُ الصَّلَوَاتِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ، وَلَوْ تَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَيْتُمُوهُمَا، وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الرُّكَبِ

“Sesungguhnya dua shalat ini (shalat isya’ dan shalat subuh) adalah shalat yang paling berat dikerjakan bagi orang-orang munafik. Seandainya mereka mengetahui apa yang ada dalam keduanya -berupa pahala yang besar- niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.” (HR. Abu Dawud no. 554 dan An-Nasa’i no. 843, dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 563)

Dan sungguh terdapat perhatian besar terhadap shalat jamaah dari pemuka umat ini, yaitu dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ، وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ

“Menurut pendapat kami (yaitu para sahabat), tidaklah seseorang ketinggalan dari shalat jamaah, melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen). Sungguh dahulu seseorang dari kami harus dipapah di antara dua orang hingga diberdirikan si shaff (barisan) shalat yang ada.” (HR. Muslim no. 654)

Jika salah seorang di antara mereka tidak mampu berjalan ke masjid karena sakit atau karena sudah tua, para sahabat pun akan memapah lengan atasnya, dan membantunya untuk berjalan dan bisa sampai di shaf kaum muslimin untuk shalat berjamaah. Hal itu semua karena hati mereka mengetahui dengan sebenar-benarnya bagaimanakah nilai dan kedudukan shalat jamaah. Ketika kedudukan shalat tersebut sangat agung dalam hati mereka, maka tergeraklah badan yang lemah tersebut ke masjid meskipun dengan susah payah.

Sa’id bin Al-Musayyib rahimahullah berkata,

ما فاتتني صلاة الجماعة منذ أربعين سنة

“Aku tidak pernah tertinggal shalat jamaah sejak usia empat puluh tahun.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqaat 5: 131 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 2: 162)

Renungkanlah kebanyakan manusia yang pada satu hari atau satu minggu saja, betapa banyak dia tertinggal -atau bahkan tidak- shalat jamaah? Sedangkan di zaman kita ini, Allah Ta’ala memuliakan orang-orang tua dengan kursi otomatis yang bisa bergerak dan mengantarkan mereka menuju masjid. Sehingga dia pun bisa menjaga shalat jamaah di masjid meskipun badannya sudah lemah. Hal ini tentu saja mengingatkan kita dengan kondisi para salaf dahulu yang mulia. Lalu, mengapa mereka yang masih muda tidak mau mengambil pelajaran dari mereka orang yang sudah tua renta?

Masjid adalah tempat pelaksanaan shalat berjamaah

Shalat jamaah tersebut bertempat di masjid kaum muslimin, sebagaimana yang diperintahkan oleh Rabb semesta alam dan sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Shalat berjamaah di masjid adalah syi’ar Islam yang agung dan juga tanda sifat kejantanan seseorang.

Allah Ta’ala berfirman,

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ، رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ

“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat … .” (QS. An-Nuur [24]: 36-37)

Inilah yang dikatakan oleh Rabb semesta alam. Maka di manakah sifat kejantanan dari orang-orang yang tidak mau shalat jamaah dan meremehkannya?

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Siapa saja yang merenungkan as-sunnah dengan sebenar-benar perenungan, jelaslah bahwa mendirikan shalat jamaah di masjid itu wajib atas setiap orang (laki-laki), kecuali ada udzur yang membolehkannya tidak shalat berjamaah. Meninggalkan pergi ke masjid (tidak shalat jamaah di masjid) tanpa udzur itu sama seperti tidak shalat jamaah sama sekali tanpa udzur. Dengan penjelasan ini, maka hadits-hadits dan dalil-dalil dalam masalah ini akan saling bersesuaian.” (Ash-Shalaat, hal. 118)

Terdapat Fatwa Lajnah Daimah Kerajaan Saudi Arabia,

“Adapun mendirikan shalat secara berjamaah itu wajib ‘ain (wajib atas setiap muslim). Dalil dalam masalah ini adalah Al-Kitab dan As-Sunnah.” (Fataawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 7: 284)

Kemudian para ulama Lajnah Daimah -semoga Allah Ta’ala menjaga mereka dan merahmati mereka yang sudah meninggal dunia- menyebutkan sejumlah dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah tentang masalah tersebut.

Keutamaan shalat secara berjamaah

Terdapat banyak hadits yang menunjukkan keutamaan shalat secara berjamaah. Di antaranya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada jamaah shalat,

إِذَا تَوَضَّأَ، فَأَحْسَنَ الوُضُوءَ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى المَسْجِدِ، لاَ يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلاَةُ، لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً، إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ، وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ

“ … bila dia berwudhu dengan menyempurnakan wudhunya, lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjamaah, maka tidak ada satu langkah pun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahan.” (HR. Bukhari no. 647 dan Muslim no. 649)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟

“Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu amal yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?”

Para sahabat menjawab, ”Ya, wahai Rasulullah.”

Rasulullah bersabda,

إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ

”(Yaitu) menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu shalat setelah mendirikan shalat. Itulah kebaikan (yang banyak).” (HR. Muslim no. 251)

Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَدَا إِلَى المَسْجِدِ وَرَاحَ، أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ نُزُلَهُ مِنَ الجَنَّةِ كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ

“Siapa saja yang datang ke masjid di pagi dan sore hari, maka Allah akan menyediakan baginya tempat tinggal yang baik di surga setiap kali dia berangkat ke masjid di pagi dan sore hari.” (HR. Bukhari no. 662 dan Muslim no. 669)

Upaya setan dalam mengahalangi kaum muslimin dari shalat berjamaah di masjid

Setan akan berusaha semaksimal mungkin untuk memalingkan manusia dari shalat berjamaah di masjid. Hal ini karena setan mengetahui bahwa jika seorang muslim berpaling dari shalat, maka dia pun akan berpaling dari perkara agama yang lainnya. Sehingga dia pun akan menyia-nyiakan kebaikan yang sangat banyak. Karena tidak ada agama bagi orang yang tidak shalat, dan tidak ada bagian dari Islam bagi orang-orang menyia-nyiakan shalat. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

آخر ما تفقدون من دينكم الصلاة

“Perkara terahir yang akan hilang dari agama kalian adalah shalat.” (HR. Al-Khallal dalam As-Sunnah no. 1391, Ath-Thabrani dalam Al-kabir 9: 141, dan Al-Hakim 4: 549. Lihat Ash-Shahihah no. 1739)

Setan akan mendatangi manusia dengan berbagai macam cara dan metode. Jika memungkinkan bagi setan untuk mengajak meninggalkan shalat sama sekali, dia akan mencurahkan segala daya dan upayanya agar hal itu terwujud. Jika tidak memungkinkan, setan akan berpindah dengan mencegah seseorang agar tidak shalat berjamaah , kemudian mencegah seseorang agar tidak mendirikan shalat pada waktunya. Jika setan tidak mampu mencegah seseorang dari menghadiri shalat jamaah, setan mengajak orang tersebut untuk bermalas-malasan dan menunda-nunda ke masjid sehingga dia pun terlewat dari sebagian rakaat. Akhirnya, orang itu pun tercegah dari keutamaan bersegera menuju masjid dan menghadiri shalat jamaah sejak takbiratul ihram.

Bertakwalah kepada Allah Ta’ala, jagalah syiar Islam yang agung ini, dan tunaikanlah kewajiban shalat berjamaah ini di masjid, di rumah Allah Ta’ala. Sebagaimana telah diperintahkan di dalam kitab-Nya dan sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sunnahnya, agar kalian semua beruntung.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Doa Setelah Menghadiri Acara Maulid

Di bulan Rabiul Awal, banyak  di antara kita yang mengadakan dan menghadiri acara maulid Nabi Saw. Acara ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merayakan hari kelahiran Nabi Saw, dan sebagai bentuk suka cita dan rasa syukur atas kelahiran beliau.

Disebutkan dalam kitab Al-Matah Min Al-Mawalid wa Al-Anasyid, ada redaksi doa setelah menghadiri acara maulid. Berikut redaksinya,

اَللَّهُمَّ إِنَّا قَدْ حَضَرْناَ ذِكْرَى مَوْلِدِ نَبِيِّكَ وَصَفْوَتِكَ مِنْ خَلْقِكَ وَأَفِضْ عَلَيْنَا بِبَرَكَتِهِ خِلَعَ اْلعِزِّ وَالتَّكْرِيْمِ وَأَسْكِنَّا بِجِوَارِهِ جَنَّاتِ النَّعِيْمِ وَمَتِّعْنَا بِالنَّظْرِ إِلَى وَجْهِكَ اْلكَرِيْمِ وَأَجِرْنَا مِنْ عَذَابِكَ اْلأَلِيْمِ بفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

Allohumma innaa qod hadhornaa dzikroo mawlidi nabiyyika wa shofwatika min kholqika wa afidh ‘alainaa bi barokatihii khila’al ‘izzi wat takriimi wa askinnaa bi jiwaarihii jannaatin na’iim wa matti’naa bin nadzri ilaa wajhikal kariim wa ajirnaa min ‘adzaabikal aliimi wa juudika wa karomika yaa arhamar roohimiin.

Ya Allah, sesungguhnya kami telah menghadiri peringatan hari kelahiran nabi-Mu, kekasih-Mu di antara makhluk-Mu, dan limpahkan kepada kami melalui keberkahan nabi-Mu pakaian kemuliaan, dan tempatkan kami di sisinya di surga, dan berilah kenikmatan pada kami  dengan bisa melihat wajah-Mu yang mulia, dan jauhkan kami dari siksa-Mu yang pedih, dengan anugerah, kedermawanan dan kemuliaan-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih di antara para pengasih.

BINCANG SYARIAH

Waktu Terbaik Bersedekah Menurut Imam al-Ghazali

Bersedekah ialah memberikan sesuatu di jalan Allah dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan, dan semata-mata mengharapkan ridha-Nya sebagai bukti kebenaran iman seseorang. Dilihat dari jenis sesuatu yang diberikan, sedekah terbagi menjadi dua, yakni sedekah dengan harta dan sedekah dengan selain harta. Sedekah dengan selain harta bisa berupa pemberian bacaan tasbih, tahlil dan tahmid, pemberian senyuman, serta beberapa kerja sosial sebagaimana dijelaskan dalam hadis Dari Aisyah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW. berkata,

“bahwasanya diciptakan dari setiap anak cucu Adam tiga ratus enam puluh persendian. Maka barang siapa yang bertakbir, bertahmid, bertasbih, beristighfar, menyingkirkan batu, duri, atau tulang dari jalanan, amr al-ma’ruf nahy al-munkar, maka akan dihitung sejumlah tiga ratus enam puluh persendian. Dan ia sedang berjalan pada hari itu, sedangkan ia dibebaskan dirinya dari api neraka.” (HR. Muslim)

Sedekah dengan harta dijelaskan keutamaannya oleh Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah [2]: 245,

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Man żallażī yuqriḍullāha qarḍan ḥasanan fa yuḍā’ifahụ lahū aḍ’āfang kaṡīrah, wallāhu yaqbiḍu wa yabṣuṭu wa ilaihi turja’ụn

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

Selanjutnya, secara hukum, sedekah terbagi menjadi dua, yakni sedekah wajib atau yang biasa dikenal dengan nama zakat, dan sedekah sunnah. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin pada Kitab Asroru az-Zakat (Kitab Rahasia Zakat) menjelaskan tentang kapan waktu terbaik memberikan sedekah. Beliau menjelaskan bahwa untuk sedekah wajib atau zakat, maka waktu terbaik pemberiannya ialah:

ومن آداب ذوي الدين التَّعْجِيلُ عَنْ وَقْتِ الْوُجُوبِ إِظْهَارًا لِلرَّغْبَةِ فِي الِامْتِثَالِ بِإِيصَالِ السُّرُورِ إِلَى قُلُوبِ الْفُقَرَاءِ وَمُبَادَرَةً لعوائق الزمان أن تعوقه عَنِ الْخَيْرَاتِ وَعِلْمًا بِأَنَّ فِي التَّأْخِيرِ آفَاتٌ مَعَ مَا يَتَعَرَّضُ الْعَبْدُ لَهُ مِنَ الْعِصْيَانِ لَوْ أَخَّرَ عَنْ وَقْتِ الْوُجُوبِ

“Diantara adab orang yang beragama, ialah menyegerakan zakat dari waktu wajibnya, untuk melahirkan kegemaran mengikuti perintah Allah, dengan menyampaikan kesenangan ke dalam hati orang-orang fakir dan menyegerakan dari penghalang-penghalang masa, yang menghalanginya dari perbuatan kebajikan. Dan karena mengetahui, bahwa dengan melambatkan itu, timbul bahaya-bahaya serta kemaksiatan yang mendatangi seorang hamba, kalau diperlambatkan daripada waktu wajibnya.”

Dari penjelasan diatas bisa kita pahami bahwa waktu terbaik bersedekah itu sesudah sedekah atau zakat itu sendiri menjadi wajib bagi seorang manusia. Sebagaimana diketahui,  apabila suatu harta zakat telah mencapai nishab atau telah mencapai satu tahun (haul) maka wajib untuk mengeluarkan zakat. Ketika kriteria wajib itu telah terpenuhi, maka sebaiknya seorang hamba segera melakukan zakat.

Berikutnya, untuk sedekah sunnah, Imam al-Ghazali menjelaskan beberapa waktu terbaik dalam menjalankannya, yakni:

  1. Bulan Muharram, karena bulan Muharram adalah awal bulan-bulan mulia dalam Islam
  2. Bulan ramadhan, didukung dengan dalil bahwasanya di bulan ramadhan, Rasulullah SAW., makhluk terbaik di dunia ini, bersikap seperti angin yang berhembus, tidak memegang sesuatu benda pada tangannya. Artinya di bulan ramadhan, Rasulullah rajin sekali bersedekah sehingga seolah bagi beliau, harta hanyalah angin yang berhembus saja. Disamping itu juga harus kita ingat bahwa di dalam bulan ramadhan terdapat malam lailatul qadar dan di bulan ramadhan pula Alquran diturunkan. Waktu terbaik di bulan ramadhan ialah 10 hari terakhir.
  3. Bulan Dzulhijjah juga termasuk sebagian dari bulan yang banyak kelebihannya. Ia adalah bulan haram, didalamnya terdapat hari-hari pelaksanaan ibadah haji. Hari-hari terbaik dalam bulan ini ialah sepuluh hari awal ditambah hari-hari tasyriq.

Imam al-Ghazali juga menjelaskan bahwa ada baiknya pula jika seorang muslim membuat rekayasa agar supaya ia melaksanakan ibadah zakat di waktu-waktu terbaik tersebut. Seperti misalkan seorang pedagang, ia bisa merekayasakan agar memulai berdagang di bulan Muharram sehingga nanti haul nya jatuh di bulan muharram, dengan sendirinya kemudian waktu kewajiban zakatnya jatuh pada bulan mulia tersebut.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.


BINCANG SYARIAH


Sirah Nabawiyah, Hijrah ke Habasyah

Kaum musyrikin Makkah telah mengembangkan berbagai cara untuk menghadang laju dakwah. Mulai dari ejekan dan celaan hingga penyiksaan. Enam cara Quraisy menghadang dakwah tersebut telah kita bahas pada artikel sebelumnya.

Hijrah ke Habasyah yang Pertama

Sejak pertengahan tahun keempat kenabian, intimidasi dan penyiksaan atas kaum muslimin semakin menjadi. Orang-orang kafir Quraisy menteror kaum muslimin dengan sangat keras. Saat itulah Allah menurunkan Surat Al Kahfi yang menginspirasi kaum muslimin dengan tiga kisah. Yakni kisah Ashabul Kahfi, kisah Khidhr dan Musa, serta kisah Dzul Qarnain.

Pada kisah Ashabul Kahfi inilah terdapat inspirasi hijrah. Sebagaimana firman-Nya:

وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرفَقًا

Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. (QS. Al Kahfi: 16)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun lantas memerintahkan sebagian sahabat nabi untuk berhijrah ke Habasyah. Beliau tahu bahwa pemimpin Habasyah saat itu, Ashhamah An Najasyi, adalah raja yang adil dan tidak membiarkan orang dizalimi di hadapannya.

Pada Rajab tahun kelima kenabian, berangkatlah 12 laki-laki dan 4 wanita ke Habasyah. Mereka dipimpin Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Meskipun berangkat sembunyi-sembunyi pada malam hari, gerakan mereka terendus orang-orang kafir Quraisy. Namun saat Quraisy tiba di pantai, rombongan kapal yang dinaiki muhajirin telah berangkat.

Di Habasyah, muhajirin hidup dengan aman. Namun pada bulan Syawal mereka pulang ke Makkah setelah terdengar kabar bahwa orang-orang Quraisy telah masuk Islam. Mendekati Makkah, barulah muhajirin tahu bahwa apa yang mereka dengan adalah hoax. Orang-orang Quraisy belum masuk Islam. Mereka hanya bersujud karena terpesona dengan Al Quran, ketika Rasulullah membaca Surat An Najm.

فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا

Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. (QS. An Najm: 62)

Menyadari hal itu, muhajirin pun masuk ke Makkah secara sembunyi-sembunyi. Ada pula yang masuk Makkah dengan jaminan keamanan tokoh yang mereka kenal.

Hijrah ke Habasyah yang Kedua

Tekanan dan siksaan dari orang-orang Quraisy semakin menjadi. Rasulullah pun memerintahkan hijrah untuk kedua kalinya. Hijrah kedua ini lebih sulit karena Quraisy semakin meningkatkan kewaspadaan. Namun Allah memudahkan 83 laki-laki dan 18 wanita untuk berangkat ke Habasyah.

Mengetahui banyak kaum muslimin yang hidup aman di Habasyah, para pemuka Quraisy tak mau tinggal diam. Mereka mengutus Amr bin Ash dan Abdullah bin Abu Rabi’ah menghadap Najasyi. Dengan membawa berbagai hadiah dan persiapan diplomasi, keduanya datang ke Habasyah.

Setelah mendekati para uskup penasehat Najasyi dengan berbagai hadiah, keduanya pun bertemu Najasyi.

“Wahai Tuan Raja, sesungguhnya ada sejumlah orang bodoh dari negeri kami yang telah menyusup ke negeri Tuan. Mereka ini memecah belah agama kaumnya, juga tidak mau masuk ke agama Tuan. Mereka datang dengan membawa agama baru yang mereka ciptakan sendiri,” Amr bin Ash sejak masa jahiliyah memang pandai beretorika. Ia meminta Najasyi mengembalikan kaum muslimin ke Makkah dengan berbagai alasan. Para uskup yang telah diberi hadiah, ikut menguatkan perkataan Amr bin Ash.

Namun Najasy yang dikenal adil itu tak mau langsung mengambil keputusan. Ia panggil delegasi kaum muslimin untuk dikonfrontasi. “Seperti apakah agama kalian sehingga memecah belah kaum dan kalian juga tak masuk agama kami?”

“Wahai Tuan Raja,” kata Ja’far bin Abu Thalib sang juru bicara muhajirin. “Dulu kami memeluk agama jahiliyah. Kami menyembah berhala, memakan bangkai, berbuat mesum, memutus persaudaraan, menyakiti tetangga dan yang kuat menzalimi yang lemah. Lalu Allah mengutus seorang Rasul dari kalangan kami sendiri yang kami ketahui nasab, kejujuran, amanah dan kesucian dirinya.”

Ja’far menjelaskan ajaran Islam dan bagaimana agama tersebut mengubah perilaku-perilaku jahiliyah. Namun kaumnya memusuhi dan menyiksa kaum muslimin. “Maka kami pun pergi ke negeri Tuan dan memilih Tuan daripada orang lain. Kami gembira mendapat perlindaungan Tuan dan berharap agar kami tidak dizalimi di sisin Tuan.”

Kemudian Najasyi meminta dibacakan sebagian ajaran Nabi Muhammad. Ketika Ja’far membaca awal Surat Maryam, Najasyi menangis hingga membasahi jenggotnya. “Sesungguhnya ini dan yang dibawa Isa benar-benar keluar dari satu cahaya yang sama.”

Amr bin Ash tidak menyerah. Besoknya, ia datang lagi menghadap Najasyi dan memprovokasi bahwa Nabi Muhammad bicara yang tidak-tidak tentang Isa. Kaum muslimin pun dipanggil untuk kembali dikonfrontasi.

Kaum muslimin sempat khawatir kalau Najasyi marah. Namun Ja’far bertekad mengatakan yang sebenarnya. “Wahai Tuan Raja, kami katakan seperti yang dikatakan Nabi kami bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, Ruh-Nya dan Kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, sang perawan suci.”

Mendengar itu, Najasyi mengambil sebatang lidi dari lantai. “Demi Allah, perbedaan Isa bin Maryam dari apa yang kau katakan tadi tak lebih besar dari batang lidi ini.”

Hidup di Habasyah dengan Aman

Amr bin Ash dan rombongannya pulang ke Makkah dengan tangan hampa. Mereka gagal mempengaruhi Najasyi untuk mendeportasi kaum muslimin. Propaganda mereka yang menjelekkan para sahabat mentah. Para pemuka Quraisy hanya bisa kecewa dan marah.

Di Habasyah, kaum muslimin bisa tinggal dengan aman dan tenang. Mereka bisa beribadah tanpa gangguan. Mereka bebas berislam tanpa disakiti dan dicelakai.

Meskipun demikian, bukan berarti di Habasyah kaum muslimin tidak menghadapi godaan. Dalam keseharian yang nyaman, justru ada yang terseret dalam gemerlap dunia hiburan. Akhirnya murtad meninggalkan Islam. Ubaidillah bin Jahsy, namanya. Suami dari Ummu Habibah binti Abu Sufyan.

Dalam kondisi yang sangat sedih, Ummu Habibah menerima lamaran dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ummu Habibah menerimanya dengan penuh kesyukuran. Maka jadilah ia ummul mukminin, meskipun masih terpisah jarak.

Kelak, kaum muslimin yang hijrah ke Habasyah ini mendengar Rasulullah telah hijrah ke Madinah dan meraih kemenangan demi kemenangan. Maka mereka pun menyusul Rasulullah hijrah ke Madinah. Ja’far dan orang-orang asy’ariyyin baru menyusul ke Madinah seusai perang Khaibar.

Rasulullah menyambut mereka dengan bahagia. Beliau bersabda, “Demi Allah, aku tidak tahu manakah di antara keduanya yang membuatku bergembira; penaklukan Khaibar atau kedatangan Ja’far.” [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

BERSAMA DAKWAH