Untuk Saudaraku Yang Sedang Tertimpa Musibah

Banyak orang yang menghadapi musibah dengan cara-cara yang justru menimbulkan musibah baru! Sebagian lagi ada yang stress berat, sehingga bermata gelap! Alih-alih menyelesaikan masalah, kenyataannya malah justru menambah masalah, dengan melakukan berbagai kemungkaran dan kezaliman, karena menuruti kemarahannya. Misalnya, ia melampiaskan kesedihannya dengan membunuh, mencuri dan merusak barang orang lain tanpa alasan yang hak! Padahal itu bukan jalan keluar, camkanlah!

Sebagian lagi ada yang putus asa, memilih bunuh diri sebagai ‘jalan keluarnya’, padahal sesampai di alam kubur, bukan malah selesai masalahnya. Justru dia terancam mendapatkan musibah yang lebih besar, yaitu siksa!

Ada pula yang memprovokasi manusia untuk melakukan makar dan pengrusakan. Yang lainnya, terus menggerutu dan berkeluh kesah, semua ditumpahkan di berbagai media sosial, apakah itu solusi?? Tentu tidak! Malah memperluas masalah, orang yang gak tahu jadi tahu aib orang lain, akhirnya ghibah rame-rame!

Daripada sibuk menggerutu karena lampu mati, ambillah kursi, lalu gantilah lampu tersebut! Toh dengan menggerutu lampu tetap padam!”

Namun, masih ada orang yang dengan taufik Allah, tegar di tengah-tengah gelombang musibah yang silih berganti,sembari mengatakan :

إِنِّي لَأُصَابُ بِالْمُصِيبَةِ فَأَحْمَدُ اللهَ عَلَيْهَا أَرْبَعَ مَرَّاتٍ

Sesungguhnya saya memuji Allah atas musibah yang menimpaku dengan empat pujian,

أَحْمَدُهُ إِذْ لَمْ تَكُنْ أَعْظَمَ مِمَّا هِيَ

(Pertama) saya memuji-Nya, karena musibah yang menimpaku tidak lebih besar dari kenyataannya sekarang yang sedang saya rasakan,

وَأَحْمَدُهُ إِذْ رَزَقَنِيَ الصَّبْرَ عَلَيْهَا

(Kedua) dan sayapun memuji-Nya, karena Dia telah menganugerahkan kesabaran kepadaku dalam menghadapinya,

وَأَحْمَدُهُ إِذْ وَفَّقَنِي لِلِاسْتِرْجَاعِ لِمَا أَرْجُو فِيهِ مِنَ الثَّوَابِ

(Ketiga) demikian pula saya memuji-Nya, karena Dia telah menganugerahkan kepadaku taufik untuk bisa mengatakan : ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’, dengan maksud mengharap pahala

وَأَحْمَدُهُ إِذْ لَمْ يَجْعَلْهَا فِي دِينِي

(Keempat) dan saya memuji-Nya, karena tidak menjadikan musibah itu mengenai agamaku!

(Ucapan Syuraih Al-Qodhi dalam Syu’abul Iman lil Baihaqi 9507).

Itulah sikap baik seorang Mukmin ketika tertimpa musibah!

Barangsiapa yang mendapatkan taufik Allah saat mendapatkan musibah,dengan cara merealisasikan empat pedoman hidup di atas ,sembari memuji Allah, maka musibah yang menimpanya menjadi kebaikan dan keberkahan baginya, dan sesungguhnya dalam kamus hidup seorang Mukmin, semua urusannya adalah kebaikan baginya.

Bagi seorang Mukmin, tertimpa musibah dan mendapatkan kesenangan adalah sama-sama baik akibatnya, karena keduanya merupakan ujian. Sebagaimana suatu musibah, jika dihadapi dengan sabar, itu adalah kebaikan dan sebab pahala. Maka demikian pula kesenangan, jika dihadapi dengan syukur, itu juga kebaikan yang diiringi pahala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR.Muslim, shahih).

(Diolah dari artikel Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr di http://al-badr.net/muqolat/3116)

Penulis: Ust. Sa’id Abu ‘Ukkasyah

Artikel Muslim.Or.Id

Ujian Atau Adzab?

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah-

Pertanyaan:

Apabila seseorang ditimpa suatu musibah seperti penyakit atau musibah pada diri atau hartanya, maka bagaimana dia bisa mengetahui musibah itu ujian atau kemurkaan dari Allah Ta’ala?

Jawab:

Allah memberikan musibah kepada hambanya berupa kelapangan, kesempitan, kesusahan dan kelapangan, sebagai cobaan kepada hambanya untuk mengangkat derajatnya, meninggikan kedudukannya, dan melipat gandakan kebaikan-kebaikan untuknya. Sebagaimana cobaan yang dihadapi oleh para Nabi dan Rasul alaihimus shalatu was salam dan para hamba-hambanya yang saleh. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أشد الناس بلاء الأنبياء ثم الأمثل فالأمثل

“Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi, kemudian yang semisal, dan semisalnya” (HR. At Tirmidzi no. 2398, dihasankan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.143).

Terkadang Allah Ta’ala menimpakan musibah diakibatkan oleh dosa dan maksiat yang diperbuat hamba, maka jadilah cobaan yang dihadapinya tersebut sebagai hukuman yang disegerakan oleh Allah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syura: 30).

Umumnya manusia itu berbuat kesalahan dan tidak melaksanakan kewajiban yang diperintahkan, maka musibah yang menimpanya adalah disebabkan dosa dan maksiat terhadap perintah Allah Ta’ala. Apabila salah seorang dari hamba Allah yang saleh diuji dengan suatu cobaan seperti sakit dan lain-lain, maka cobaannya ini sejenis dengan cobaan para nabi dan rasul yang fungsinya adalah untuk menaikkan derajatnya, membesarkan pahalanya, dan sebagai teladan bagi orang lain dalam hal kesabaran dan mengharapkan pahala.

Kesimpulannya bahwa musibah bisa terjadi dalam rangka untuk mengangkat derajat dan membesarkan pahala sebagaimana musibah yang dihadapi oleh para nabi, rasul, dan orang-orang saleh. Terkadang musibah bisa menjadi penghapus keburukan. Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ يَّعْمَلْ سُوْۤءًا يُّجْزَ بِه

“Barangsiapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu” (QS. An-Nisa’: 123).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ما أصاب المسلم من هم ولا غم ولا نصب ولا وصب ولا حزن ولا أذى إلا كفر الله به من خطاياه حتى الشوكة يشاكها

“Tidaklah menimpa kepada seorang muslim berupa kegelisahan, kesukaran, kesulitan, kesedihan, dan gangguan kecuali Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya meskipun berupa duri yang menusukknya sekalipun” (HR. Bukhari no.5641).

Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَن يُرِدِ اللَّهُ به خَيْرًا يُصِبْ منه

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan baginya, maka Allah akan mengujinya” (HR. Bukhari no. 5645).

Dan terkadang hukuman azab yang disegerakan disebabkan oleh maksiat yang diperbuat dan tidak bersegera dalam bertaubat. Sebagaimana yang terdapat di dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إذا أراد الله بعبده الخير عجل له العقوبة في الدنيا وإذا أراد الله بعبده الشر أمسك عنه بذنبه حتى يوافي به يوم القيامة,  خرجه الترمذي وحسنه

“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hambanya, maka Allah akan menyegerakan hukuman di dunia untuknya dan apabila Allah menghendaki keburukan bagi hambanya, maka Allah akan menahan hukumannya di dunia dengan membiarkan dosanya sampai dibalas di hari kiamat” (HR. At Tirmidzi no.2396, ia menghasankannya. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

***
Sumber binbaz.org.sa

Penerjemah: Muhammad Bimo P

Artikel: Muslim.or.id

Di Akhirat Kelak Manusia Ingin Tebus Kesalahan, Tapi Telat

Umat manusia berharap bisa tebus kesalahan di akhirat tapi mustahil.

Manusia siap menebus dan membayar ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah agar ia dapat sembuh dari penyakit ginjal, jantung, kanker, dan lainnya. 

Di akhirat, manusia ingin menebus dengan dua kali lipat dari semua kekayaan yang ada di dunia agar ia terhindar dari siksa neraka! Ini menunjukkan siksa yang sangat pedih di mana manusia tidak tahan menerimanya. 

Ketika Anda menzalimi pihak lain, misalnya, hakikatnya Anda telah menzalimi diri sendiri. Orang zalim bukanlah orang yang cerdas karena dia lupa bahwa orang yang dizalimi memiliki Allah yang akan membalas, cepat atau lambat, di dunia sebelum di akhirat.

Dr Muhammad Ratib an-Nabulsi berkata, “Seorang meyakini suatu ideologi atau keyakinan yang ia bela dan perjuangkan selama 50 tahun, misalnya, kemudian suatu saat ia menyadari bahwa itu ideologi batil, jiwanya akan terguncang. Orang-orang yang zalim akan terguncang pada hari kiamat.”

Ya Allah, jadikan kami sebagai orang-orang yang takut kepada-Mu. Imam Mujahid (101 H) berujar, “Mereka melakukan amalan yang mereka anggap baik, ternyata amal buruk.” Imam Assuddi (127 H) berkata, “Mereka melakukan amal buruk dan berharap bertobat, kemudian kematian datang terlebih dahulu sebelum bertobat. Atau, mereka menganggap Allah akan mengampuninya meskipun tidak bertobat dengan amal saleh yang akan menghapus dosanya atau dengan syafaat, ternyata Allah tidak ampuni dosa mereka.” 

Suatu ketika Muhammad bin al-Munkadir (130 H) menangis panjang hingga keluarganya khawatir. Mereka bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Ia tidak menjawab dan tetap menangis. Kemudian, keluarganya mengirim utusan kepada Abu Hazim (135 H) untuk menanyakannya. 

Abu Hazim datang dan mendapati al-Munkadir sedang menangis. Abu Hazim bertanya kepadanya, “Wahai saudaraku, apa yang menyebabkanmu menangis? Sungguh, engkau telah membuat keluargamu khawatir?” 

Muhamamd bin al-Munkadir menjawab, “Sesungguhnya aku telah merenungi sebuah ayat dari Alquran.” Abu Hazim bertanya lagi, “Ayat apakah itu?” Ia menjawab, “Firman Allah SWT: 

وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لَافْتَدَوْا بِهِ مِنْ سُوءِ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ

‘Dan sekiranya orang-orang yang zalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan, tampaklah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.’” (QS az-Zumar: 47).

Abu Hazim menangis juga dan tangisan mereka berdua semakin keras. Keluarga Ibnu al-Munkadir berkata kepada Abu Hazim, “Kami membawamu agar menghentikan tangisannya, tetapi engkau justru malah menambahnya menangis.” Abu Hazim menceritakan kepada mereka apa yang menyebabkan beliau berdua menangis. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Percakapan Antara Penghuni Surga dan Neraka

 Allah Swt Berfirman :

وَنَادَىٰٓ أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِ أَصۡحَٰبَ ٱلنَّارِ أَن قَدۡ وَجَدۡنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقّٗا فَهَلۡ وَجَدتُّم مَّا وَعَدَ رَبُّكُمۡ حَقّٗاۖ قَالُواْ نَعَمۡۚ فَأَذَّنَ مُؤَذِّنُۢ بَيۡنَهُمۡ أَن لَّعۡنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan para penghuni surga menyeru penghuni-penghuni neraka, “Sungguh, kami telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami itu benar. Apakah kamu telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepadamu itu benar?” Mereka menjawab, “Benar.” Kemudian penyeru (malaikat) mengumumkan di antara mereka, “Laknat Allah bagi orang-orang zhalim.” (QS.Al-A’raf:44)

Ayat ini menceritakan tentang percakapan dua kelompok manusia di tempat persinggahan terakhir mereka. Di satu sisi ada kelompok orang-orang baik yang sukses meraih kerelaan Tuhannya dan hidup dengan tentram di surga-Nya. Dan disisi lain ada kelompok yang merugi karena mendapat kemurkaan dari Allah Swt dan hidup dalam siksaan serta penyesalan.

Percakapan di atas sangatlah singkat namun memiliki efek kejut yang dahsyat. Sebuah percakapan yang dilakukan oleh dua kelompok yang telah sampai pada ujung jalan. Percakapan muncul dari lisan penghuni surga setelah panjangnya kesabaran mereka kepada penghuni neraka yang selama ini merendahkan kebenaran dan selalu melakukan kebatilan.

Ayat ini juga menjelaskan bahwa disana penghuni surga di beri kemuliaan untuk berbicara pada penghuni neraka. Sehingga mereka bisa saling melihat dan saling mendengar. Apalagi apabila di antara mereka ada hubungan kerabat, teman atau kenalan di dunia.

Para penghuni neraka selalu mengingkari hari kebangkitan sementara orang-orang mukmin sangat mempercayainya. Dan ketika kelak keduanya sampai pada hari yamg dijanjikan tersebut, maka penghuni surga akan bertanya pada penghuni neraka.

“Sungguh, kami telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami itu benar.” yaitu kami telah meraih puncak kebahagiaan dan meraih puncak kenikmatan seperti yanh di janjikan oleh Allah kepada kami melalui Rasul-RasulNya.

“Apakah kalian telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepadamu itu benar?” Apakah kalian telah merasakan siksaan yang di janjikan kepada kalian? Apakah kalian telah merasakan akibat dari kekufuran kalian?

Para penghuni surga tau dengan pasti bahwa penghuni neraka telah merasakan apa yang di janjikan oleh Allah kepada mereka, namun pertanyaan pada ayat di atas adalah wujud rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah dan sebagai teguran bagi penghuni neraka atas kekufuran mereka selama ini. Sekaligus untuk mengingatkan tentang cacian dan makian mereka kepada agama Allah selama di dunia.

Kemudian penyeru (malaikat) mengumumkan di antara mereka, “Laknat Allah bagi orang-orang zhalim.”

Dengan laknat ini semakin jelas bahwa Allah Swt telah menjauhkan mereka dari Rahmat-Nya. Lalu siapakah orang-orang dzalim yang dimaksud oleh ayat ini?

Simak jawabannya dalam kajian esok hari.

KHAZANAH ALQURAN

Doa yang Dibaca Fatimah az-Zahrah pada Hari Rabu

Dalam kitab Shahifah al-Fathimiyyah, disebutkan doa-doa harian yang dipanjakan oleh Sayyidah Fatimah az-Zahra. Pada hari Rabu disebutkan beliau melantunkan doa berikut ini

اللهمّ احرسنا بعينك التي لا تنام ، وركنك الذي لا يرام ، وبأسمائك العظام ، وصلّ على محمّد وآله ، واحفظ علينا ما لو حفظه غيرك ضاع ، واستر علينا ما لو ستره غيرك شاع ، واجعل كل ذلك لنا مطواعاً ، إنّك سميع الدعاء قريب مجيب

Allahummahrusnaa bi’ainikal latii laa tanam, ruknikal ladzii laa yuraam, wa biasmaaikal ‘idzaam wa shalli ‘alaa muhammadin wa aalihi, wahfadz ‘alainaa maa lau hafidzahu ghairuka dhaa’a, wastur ‘alainaa maa lau satarahu ghairuka syaa’a, waj’al kulla dzalika lanaa mithwaa’an, innaka sami’ud du’aa, qariibun mujiib.

Artinya; Ya Allah, jagalah kami dengan mata-Mu yang tidak perna tidur, dan dengan tiang-Mu yang tidak pernah melemah serta dengan nama-Mu yang agung dan sampaikanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, jagalah kami sebab selain diri-Mu yang menjaganya niscaya ia akan lalai dan tutupilah aib kami sebab andaikan selain-Mu yang menutupinya niscaya justri ia akan menyingkap aib tersebut.

Wallahu’alam.

Neneng MaghfiroPeneliti el-Bukhari Institute dan Tim Redaksi BincangSyariah

BINCANG SYARIAH


Tiga Keutamaan Hari Rabu Menurut Syaikh Abdul Hamid Kudus

Di sebagian masyarakat, hari Rabu identik dengan hari sial atau turunnya banyak bencana dan musibah, terutama hari Rabu terakhir dari setiap bulan. Hari Rabu terakhir dari setiap bulan oleh sebagian masyarakat disebut sebagai hari nahas, atau hari sial.

Anggapan hari Rabu sebagai hari nahas ini dibantah oleh Syaikh Abdul Hamid Kudus dalam kitab Kanzun Najah wa Al-Surur. Sebaliknya, menurut beliau, hari Rabu merupakan hari baik sebagaimana hari-hari lainnya. Bahkan setidaknya terdapat tiga keutamaan hari Rabu berdasarkan hadis Nabi Saw dibanding hari-hari yang lain.

Pertama, waktu antara Dhuhur dan Ashar di hari Rabu adalah waktu mustajabah atau terkabulnya doa. Ini karena Nabi Saw pernah berdoa selama tiga hari, yaitu hari Senin, Selasa, dan Rabu, dan kemudian doanya dikabulkan di hari Rabu antara shalat Dhuhur dan Ashar.

Dalam kitab Syu’abul Iman, Imam Al-Baihaqi berkata sebagai berikut;

ان الدعاء يستجاب يوم الاربعاء بعد الزوال

Doa diterima di hari Rabu setelah tergelincirnya matahari.

Ini berdasarkan hadis riwayat Imam Al-Baihaqi dari Jabir, dia berkata;

دَعَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسْجِدِ الْأَحْزَابِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الثُّلَاثَاءِ وَيَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ فَاسْتُجِيبَ لَهُ يَوْمُ الْأَرْبِعَاءِ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فَعَرَفْنَا الْبِشْرَ فِي وَجْهِهِ

Rasulullah Saw berdoa di Masjid Al-Ahzab di hari Senin, Selasa dan Rabu. Kemudian doanya diterima di hari Rabu antara dua shalat Dzuhur dan Ashar, lalu kami mengetahui kegembiraan di wajahnya.

Tiada pekerjaan yang dimulai pada hari Rabu kecuali pasti akan maksimal/sempurna.

Kedua, hari Rabu merupakan hari terbaik untuk memulai belajar dan mengajar. Ini berdasrkan hadis riwayat yang disebutkan oleh Syaikh Al-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim berikut;

Ketiga, hari Rabu merupakan hari baik untuk menanam. Ini berdasarkan hadis riwayat Al-Dailami dari Jabir, dia berkata;

من غرس يومَ الأربعاءِ فقال : سبحانَ الباعثِ الوارثِ ، أتتْهُ بأُكُلِها

Barangsiapa menanam di hari Rabu, kemudian dia mengucapkan ‘Subhaanal baa-‘itsil waaritsi’, maka ia akan mendatangkan banyak makanan padanya.

Moh JuriyantoPeneliti el-Bukhari Institute

BINCANG SYARIAH


Benarkah Maksiat Memperpendek Umur?

Di antara dampak maksiat adalah umur menjadi pendek dan keberkahan menghilang. Jika kebaikan memperpanjang umur, kemaksiatan memperpendek umur. Ada beragam pandangan mengenai hal ini.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam al-Da’ wa al-Dawa’ megungkapkan, sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan berkurangnya umur pelaku maksiat adalah hilangnya keberkahan umurnya, karena hal tersebut salah satu dampak dari maksiat.

Sebagian lain berpendapat bahwa umur memang benar-benar berkurang seperti berkurangnya rezeki di mana Allah menjadikan banyak sekali sebab keberkahan rezeki, demikian pula dalam umur manusia. Menurut mereka, bertambahnya umur bisa terjadi karena sebab-sebab tertentu, sebagaimana ia juga bisa berkurang karena sebab-sebab tertentu. Rezeki, ajal, nasib, kesehatan dan kondisi ekonomi ditetapkan oleh Allah dengan sebab-sebab yang telah digariskan.

Sebagian ulama yang berpendapat bahwa maksiat menyebabkan berkurangnya umur karena hakikat kehidupan adalah kehidupan kalbu. Karena itu, Allah menempatkan orang kafir sebagai orang yang mati, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya QS al-Nahl; 21, “Mereka mati, tidak hidup.”

Kehidupan sebenarnya adalah hidupnya kalbu, umur sejati manusia dilihat dari panjangnya kehidupan kalbu. Umur manusia tidak lain adalah saat-saat kehiudpannya bersama Allah. Itulah hitungan umurnya. Kebaikan, ketakwaan, dan ketaatan menambah masa hidup kalbunya yang merupakan hakikat umurnya. Tidak ada umur lain selain masa hidupnya kalbu.

Jadi ketika hamba berpaling dari Allah dan sibuk dengan maksiat, hari-hari kehidupan hakikinya hilang begitu saja sehingga ketika ia dibangkitkan pada hari kiamat dan menyaksikan akibat sikapnya tersebut, dalam QS. Al-Fajr; 24 disebutkan ia akan menyesal dan berkata, “Oh, andai saja aku mempersembahkan sesuatu untuk kehidupanku.”

Manusia ada yang memahami kemaslahatan dunia dan akhiratnya, ada pula yang tidak. Jika tidak, seluruh usianya hilang begitu saja dan hidupnya berlalu dengan sia-sia. Jika ia tahu, jalannya menjadi panjang karena berbagai rintangan datang dan karena sebab-sebab kebaikan menjadi sulit sesuai dengan tingkat kemaksiatannya. Itulah yang sbenarnya dimaksud dengan pendeknya umur.

Jadi, usia manusia adalah durasi kehidupannya, sementara kehidupan itu sendiri hanya terwujud ketika ia menghampiri Tuhannya mencintai dan mengingat-Nya, serta mengutamakan ridha-Nya.

Neneng Maghfiro, Peneliti el-Bukhari Institute dan Tim Redaksi BincangSyariah

BINCANG SYARIAH


Ketika Sedang Menyesali Perbuatan Maksiat, Ucapkanlah Kalimat Ini

Setiap manusia pasti pernah berbuat dosa dan kesalahan. Tidak ada seorang pun yang tidak pernah berbuat dosa, meskipun kadar dosa setiap orang berbeda-beda. Jika kita merasa bahwa perbuatan maksiat kita sangat banyak dan kita ingin agar diampuni oleh Allah, maka ketika kita sedang menyesalinya, kita hendaknya memperbanyak mengucapkan kalimat berikut;

اللَّهُمَّ غُفْرَانَكَ غُفْرَانَكَ

Allohumma ghufroonaka, ghufroonaka.

Ya Allah, aku berharap ampunan-Mu, aku berharap ampunan-Mu.

Ini berdasarkan riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Mushannaf-nya berikut;

عَنْ مُغِيثِ بْنِ سُمَيٍّ، قَالَ: كَانَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ يَعْمَلُ الْمَعَاصِيَ فَاذَّكَّرَ يَوْمًا فَقَالَ: اللَّهُمَّ غُفْرَانَكَ غُفْرَانَكَ، فَغَفَرَ لَهُ

Dari Mughis bin Summi, dia berkata, ‘Ada seseorang sebelum kalian yang berbuat maksiat, kemudian suatu hari dia ingat perbuatan maksiatnya seraya dia berucap, ‘Allohumma ghufroonaka, ghufroonaka.’ Karena hal itu, kemudian Allah mengampuninya.

Selain itu, kita juga memperbanyak membaca doa berikut;

اللّهُمَّ مَغْفِرَتُكَ أَوْسَعُ مِنْ ذُنُوْبِيْ، وَرَحْمَتُكَ أَرْجَى عِنْدِيْ مِنْ عَمَلِيْ

Allohumma maghfirotuka awsa’u min zunubi wa rohmatuka arja ‘indi min ‘amali.

Ya Allah, ampunan-Mu lebih luas daripada dosa-dosaku, rahmat-Mu lebih bisa diharapkan olehku daripada amalku.

Moh Juriyanto, Peneliti el-Bukhari Institute

BINCANG SYARIAH


Merasa Sial Karena Kemaksiatan

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Abbad

Dari Abdullah bin Masud radiyallahu’anhu, ia berkata: 

إن كان الشؤم في شيء فهو فيما بين اللحيين يعني اللسان وما شيء أحوج إلى سجن طويل من اللسان

“Seandainya kesialan itu ada, maka ia ada pada sesuatu di antara dua tulang rahang, yakni lisan. Dan tidak ada sesuatu yang lebih pantas dipenjara dalam waktu yang lama daripada lisan.” (Mushannaf Abdurrazzaq, no. 19528)

Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Adapun mengkhususkan kesialan pada suatu waktu dibanding waktu lain seperti bulan Safar, atau selainnya, maka tidaklah dibenarkan. Sesungguhnya seluruh waktu itu diciptakan oleh Allah ta’ala dan di dalamnya terjadi perbuatan anak Adam.”

Maka seluruh waktu dimana seorang mukmin disibukkan dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala, maka itulah waktu yang diberkahi. Dan seluruh waktu yang mana seorang hamba sibuk dengan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, maka itulah waktu yang penuh kesialan. Maka, kesialan pada hakikatnya adalah (ketika) bermaksiat kepada Allah Ta’ala

Kesimpulannya, tidaklah ada kesialan kecuali karena kemaksiatan dan dosa. Maka sesungguhnya kedua hal itu yang membuat Allah ‘azza wa jalla marah. Maka, ketika Allah marah kepada hamba-Nya, hamba tersebut akan sengsara di dunia dan akhirat. Sebagaimana jika Allah meridhoi seorang hamba, hamba tersebut akan bahagia di dunia dan akhirat. Sebagian orang shalih ketika dikeluhkan tentang musibah yang menimpa manusia, orang-orang shalih tersebut berkata,

ما أرى ما أنتم فيه إلا بشؤم الذنوب

“Tidaklah aku mengira (musibah) yang terjadi pada kalian, kecuali karena kesialan akibat dosa-dosa kalian”.

Demikian juga, Abu Hazim rahimahullah berkata: 

كل ما يشغلك عن الله من أهل أو مال أو ولد فهو عليك مشؤم

“Apapun yang membuat engkau lalai terhadap Allah, baik itu keluargamu, hartamu, atau anakmu, maka itu adalah kesialan bagimu.” (Lathaiful Ma’arif: 151)

Sumber https://www.al-badr.net/muqolat/6290

Penerjemah: Rafi Pohan

Artikel: Muslim.or.id

Urus Hatimu Terlebih Dahulu!

 Allah Swt berfirman :

إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ

“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS.Asy-Syu’ara:89)

Ayat ini menyebut khusus tentang hati karena hati adalah tolok ukur keselamatan seseorang. Karena apabila hati selamat maka seluruh tubuh akan selamat. Dan apabila hati telah rusak maka seluruh tubuh akan menjadi rusak.

فَلَا صَدَّقَ وَلَا صَلَّىٰ

“Karena dia (dahulu) tidak mau membenarkan (Al-Qur’an dan Rasul) dan tidak mau melaksanakan shalat.” (QS.Al-Qiyamah:31)

“Membenarkan” adalah perbuatan hati. Karenanya hal ini lebih di dahulukan sebelum amal yang dilakukan dengan anggota badan seperti Solat misalnya.

فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗا

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu.” (QS.Al-Baqarah:10)

Ketika Al-Qur’an menceritakan tentang amal dan perilaku orang-orang munafik yang menyimpang, disebutkan pula bahwa hati mereka sedang sakit. Karena semua amal buruk itu sumbernya adalah karena hati mereka yang sakit.

إِنَّمَا يَسۡتَـٔۡذِنُكَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱرۡتَابَتۡ قُلُوبُهُمۡ فَهُمۡ فِي رَيۡبِهِمۡ يَتَرَدَّدُونَ

“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu (Muhammad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguan.” (QS.At-Taubah:45)

Mereka enggan untuk berjihad bersama Rasulullah Saw dengan membawa berbagai alasan palsu, mengapa ?

Karena hati mereka dipenuhi keraguan tentang apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw !

فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٞ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنۡهُ ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ تَأۡوِيلِهِۦۖ

“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya.” (QS.Ali ‘Imran:7)

Mereka menafsirkan Al-Qur’an dengan seenaknya saja dan mempermainkannya karena hati mereka condong pada kesesatan. Mereka tidak akan pernah bisa menangkap makna dari Al-Qur’an dan menyerap cahayanya karena hati mereka terkunci.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ

“Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?” (QS.Muhammad:24)

Dan akhirnya, ketika kita ingin berjalan lurus di atas agama suci ini dan tidak menyimpang darinya, maka seringlah berdoa agar Allah tidak memalingkan hati kita dan mengokohkannya di atas jalan yang lurus.

رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS.Ali ‘Imran:8)

Ayat-ayat di atas semua semua membicarakan mengenai pentingnya menjaga dan membersihkan hati. Maka urus hatimu.. hatimu.. terlebih dahulu !

Karena orang yang selamat dan sukses di akhirat hanyalah orang yang selamat hatinya.

إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ

“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS.Asy-Syu’ara:89)

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH ALQURAN