Masuk Surga Sekeluarga

Di antara cita-cita besar keluarga muslim adalah masuk surga bersama-sama. Syekh Prof. Dr. Ashim Al-Qaryuti menjelaskan [1], untuk mendapatkan kemuliaan ini, orang tua dan anak sama-sama bisa berperan untuk mewujudkannya.

Upaya orang tua

Orang tua bisa mewujudkannya dengan amal saleh dan ketaatan yang dilakukan dalam kehidupannya. Syekh menjelaskan,

“Allah memberikan kebaikan pada anak karena berkah amalan orang tua. Dan Allah memberikan kebaikan pada orang tua karena berkah doanya anak.

Allah Ta’ala berfirman

وَٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّیَّتُهُم بِإِیمَـٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّیَّتَهُمۡ وَمَاۤ أَلَتۡنَـٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَیۡءࣲۚ كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِینࣱ

Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tiada mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.‘ (QS. At-Thur: 21)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ‘Allah mengabarkan tentang kebaikan, kemuliaan, pemberian, dan kelembutan-Nya pada makhluk-Nya. Yaitu, bahwa orang-orang beriman, jika anak cucunya mengikuti mereka dalam keimanan, Allah akan mempertemukan mereka kembali dalam satu kedudukan. Walaupun kedudukan tersebut tidak dicapai oleh anak cucunya. Sehingga orang tua ini merasa bahagia dengan kehadiran anak cucunya bersama mereka di surga.

Allah mengumpulkan mereka dalam penampilan yang terbaik. Allah mengangkat kekurangan amal sang anak-cucu dan menjadikan amal mereka sempurna tanpa mengurangi amal dan kedudukan orang tua. Akhirnya, mereka pun berada dalam derajat yang sama. Karenanya Allah berfirman, ‘Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tiada mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka.’

Ini bentuk kebaikan Allah pada sang anak karena keberkahan amalan orang tua.”

Maka, wahai ayah bunda yang saleh dan salehah, semangatlah dalam beramal kebaikan, baik yang terkait hubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia. Allah tidak akan menyia-nyiakan kebaikan yang dilakukan hamba-Nya. Dan mudah-mudahan kita bisa kembali berkumpul dengan keluarga kita di surga.

Usaha anak

Adapun sang anak, ia bisa mewujudkan kemuliaan keluarga ini dengan memperbanyak doa kebaikan dan permohonan ampun untuk kedua orang tuanya. Syekh melanjutkan penjelasannya,

“Adapun kebaikan Allah pada orang tua, adalah karena keberkahan amalan anak.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

إن الله ليرفع الدرجة للعبد الصالح في الجنة فيقول : يا رب ، أنى لي هذه ؟ فيقول : باستغفار ولدك لك “

Sesungguhnya Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga. Sang hamba ini pun berkata, ‘Ya Rabb, bagaimana bisa setinggi ini?’ Allah berfirman, ‘Karena permohonan ampun anakmu untukmu.’”

Sanad hadis ini sahih dan ada hadis lain yang menguatkan dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له

Jika seorang anak Adam wafat, terputuslah amalannya, kecuali 3 hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.’

Maka, wahai putra-putri yang saleh dan salehah, perbanyaklah doa kebaikan untuk orang tua kita, baik ketika mereka hidup maupun ketika mereka sudah wafat. Selipkan doa untuk mereka dalam waktu-waktu mustajab berdoa, ketika sujud, di sepertiga malam terakhir, antara azan dan ikamah, serta waktu-waktu lainnya.

Mendoakan orang tua yang kafir

Satu hal yang perlu diingat dalam pembahasan mendoakan kedua orang tua adalah apabila orang tua kita wafat dalam keadaan kufur, maka kita terlarang untuk mendoakan mereka dengan kebahagiaan akhirat seperti ampunan, rahmat, dilapangkan kubur, dan lain sebagainya. Allah Ta’ala berfirman,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah: 113)

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya tentang ayat ini, “Sesungguhnya memintakan ampun untuk mereka dalam kondisi seperti ini adalah kesalahan dan tak bermanfaat. Hal seperti ini tak layak dilakukan oleh Nabi dan orang beriman. Karena, jika mereka mati dalam keadaan musyrik atau diketahui mati dalam keadaan berbuat kesyirikan, maka telah dipastikan azab bagi mereka dan mereka mesti kekal di neraka. Tidak bermanfaat syafaat siapa pun dan permohonan ampun dari siapa pun untuk mereka.” (Tafsir As-Sa’di)

Adapun ketika hidup, maka boleh mendoakan mereka agar mendapatkan hidayah Islam atau agar mendapatkan kebaikan dunia, seperti ‘Semoga cepat sembuh’ jika mereka sakit; atau ‘Semoga selamat sampai tujuan’ jika mereka safar; dan doa lainnya untuk kebaikan urusan dunia [2].

Dalam satu riwayat, Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ الْيَهُودُ يَتَعَاطَسُونَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُونَ أَنْ يَقُولَ لَهُمْ يَرْحَمُكُم اللَّهُ، فَيَقُولُ: يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

“Dahulu, Kaum Yahudi biasa berpura-pura bersin di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka berharap beliau mau mendoakan mereka, ‘yarhamukallah (semoga Allah merahmati kalian).’ Namun, Rasulullah hanya mengatakan, ‘yahdikumullah wa yushlihu balakum’ (semoga Allah memberi hidayah kepada kalian, dan memperbaiki keadaan kalian).” (HR. Tirmidzi)

Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu pernah berpapasan dengan seseorang yang penampilannya seperti penampilan seorang muslim, bahkan orang itu mengucapkan salam. Uqbah pun membalas salamnya, ‘Wa’alaikassalam warahmatullah wabarakatuh.’ Namun, ada seorang anak kecil yang memberi tahu Uqbah bahwa orang tadi adalah seorang Nasrani. Uqbah pun berbalik mengejarnya dan ketika menjumpainya, Uqbah mengatakan,

إن رحمة الله وبركاته على المؤمنين، لكن أطال الله حياتك، وأكثر مالك، وولدك

“Sesungguhnya rahmat dan keberkahan Allah itu untuk orang beriman. Namun, semoga Allah memanjangkan umurmu dan memperbanyak harta dan anak-anakmu.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, dihasankan oleh Al-Albani)

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Amrullah Akadhinta

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/90053-masuk-surga-sekeluarga.html

Benarkah Bulan Terbelah Dua Masuk Ke Lengan Rasulullah?

Benarkah bulan terbelah dua masuk ke lengan Rasulullah? Salah satu mukjizat Rasulullah Saw. yang cukup populer adalah membelah bulan menjadi dua bagian. Peristiwa terbelahnya bulan menjadi dua itu merupakan respon Rasulullah saat diminta menunjukkan bukti kerasulannya. Kebenaran peristiwa tersebut pun banyak diafirmasi oleh Al-Quran dan sejumlah hadis. 

Hanya saja cerita yang berkembang di masyarakat, ketika bulan telah terbelah menjadi dua, satu bagiannya masuk ke salah satu lengan baju nabi lalu keluar dari lengan baju yang lain. Itu artinya bulan mengecil terlebih dahulu sebelum masuk ke lengan baju nabi. Lantas benarkah bulan yang terbelah menjadi dua bagian itu memang masuk ke lengan baju nabi?

Terbelahnya bulan menjadi dua memang pernah terjadi dan itu adalah salah satu mukjizat yang diberikan Allah kepada kanjeng nabi. Namun, cerita masuknya bulan yang terbelah dua ke lengan baju nabi itu tidak benar dan tidak berdasar. Yang benar, saat bulan terbelah menjadi dua ia tetap berada di posisinya, tidak turun ke bumi apalagi masuk ke lengan nabi.

Hal ini sebagaimana penjelasan Imam Nawawi berikut ini:

«مسألة: رجلان تنازعا في انشقاق القمر على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقال أحدهما: انشق فرقتين دخلت إحداهما في كم رسول الله صلى الله عليه وسلم، وخرجت من الكم الأخر. وقال الآخر: بل نزل إِلى بين يديه، وهو فرقتين ولم يدخل في كمه، فمن المصيب منهما

الجواب: الاثنان مخطئان؛ بل الصواب أنه انشق وبقي في موضعه من السماء، وظهرت إِحدى الفرقتين فوقَ الجبل، والأخرى دونه؛ هكذا ثبت في الصحيحين وغيرِهما من رواية ابن مسعود رضي الله عنه»

Pertanyaan: ada dua orang berselisih soal terbelahnya bulan pada masa Rasulullah Saw. Yang satu menyatakan bahwa bulan terbelah menjadi dua lalu satu bagiannya masuk ke salah satu lengan baju nabi kemudian keluar dari lengan baju yang lain. Sementara yang lain menyatakan bahwa bulan yang terbelah dua itu tidak masuk ke lengan nabi tetapi hanya turun dan berada di hadapan nabi. Lantas siapa yang benar?

Jawaban: kedua-duanya salah. Yang benar adalah bulan yang terbelah dua itu tetap pada posisinya di langit. Satu belahan tampak berada di atas gunung sedangkan belahan yang lain di bawahnya. Demikianlah keterangan yang valid dalam hadis Bukhari-Muslim dan yang lain dari riwayat Ibnu Mas’ud ra.

Jawaban yang disampaikan Imam Nawawi tersebut tentu memiliki dalil. Sekaliber beliau tidak mungkin mengada-ada, menjawab pertanyaan secara serampangan, dan (apalagi) asal ngomong. Salah satu argumennya adalah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas.

قال ابن عباس رضي الله تعالى عنهما: اجتمع المشركون إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم منهم الوليد بن المغيرة وأبو جهل، والعاص بن وائل وغيرهم من رؤوس الشرك والضلال. فقالوا للنبي صلى الله عليه وسلم: إن كنتَ صادقًا فشق لنا القمر فرقتين نصفًا على أبي قبيس، ونصفًا على قيقعان.

فقال لهم النبي صلى الله عليه وسلم: “إن فعلت تؤمنوا؟ “. قالوا: نعم! وكانت ليلةَ بدر. فسأل الله عز وجل أن يعطيه ما سألوا، فأمسى القمر قد سلب نصفًا على أبي قبيس، ونصفًا على قيقعان ورسول الله ينادي: “اشهدوا”

Ibnu Abbas ra. berkata bahwa orang-orang musyrik berkumpul menemui Rasulullah, di antaranya ialah Walid bin Mughirah, Abu Jahal, dan ‘Ash bin Wail, mereka lalu berkata pada nabi; “Jika kamu benar, maka belahlah bulan itu untuk kita menjadi dua bagian. 

Satu bagian di atas Gunung Abu Qubais dan satu bagian lagi di atas Gunung Qaiqa’an” Nabi saw. bersabda, “Jika aku melakukannya, apakah kalian akan beriman?” “Iya”, jawab mereka. Dan saat itu adalah malam bulan purnama. Lalu Rasulullah saw. meminta kepada Tuhannya untuk memberikannya seperti apa yang mereka minta. Maka, bulan pun terbelah menjadi dua bagian. Satu bagiannya berada di atas Gunung Abu Qubays dan satu bagian lagi berada di atas Gunung Qaiqa’an.

Hadis ini menjelaskan bahwa bulan yang terbelah dua itu tetap pada posisinya di langit. Kalimat “satu bagian berada di atas Gunung Abu Qubays dan satu bagian lagi berada di atas Gunung Qaiqu’an” sudah cukup untuk membuktikan hal tersebut.

Dengan demikian, kisah bulan terbelah yang beredar di masyarakat tidak lebih hanyalah fiktif belaka. Kisah yang benar adalah bahwa pada saat bulan terbelah menjadi dua bagian ia tidak masuk ke lengan baju Nabi. Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Aktor Laga Jason Statham Berkunjung ke Masjid Agung Sheikh Zayed, Banjir Doa dari Netizen Muslim

Aktor laga dunia Jason Statham beberapa waktu lalu terlihat memberikan dukungan untuk Palestina dengan membentangkan bendera di mobilnya, dukungan yang diberikan kepada Palestina membuat Jason semakin mendapatkan simpati dari para penggermarnya, dikesempatan yang lain, bersama istrinya membagikan momen kunjungan mereka ke Masjid Agung Sheikh Zayed di Abu Dhabi. Gaya mereka yang sopan menuai pujian dan doa dari netizen Muslim.
Diberitakan dari Daily Mail dan detik.travel.com, Sabtu (2/12/2023) Jason Statham dan istrinya Rosie Huntington sedang berada di UEA untuk menghadiri Grand Prix. Namun sepertinya mereka tak ingin melewatkan destinasi wisata yang ada di sana.

Dalam Instagramnya, pasangan ini membagikan momen mereka saat berkunjung ke salah satu masjid terbesar di dunia yaitu Masjid Agung Sheikh Zayed. Dengan memakai pakaian tertutup, pasangan ini berpose di masjid.

Jason mengenakan blazer dan celana berwarna gelap. Sedangkan istrinya memakai hijab berwarna putih yang dipadu dengan atasan tunik dan celana panjang lebar yang serasi.

“Suatu kehormatan untuk mengunjungi Masjid Agung Sheikh Zayed sementara kami #InAbuDhabi @visitabudhabi,” tulis Rosie dalam caption postingannya.

Sedangkan Jason menuliskan “Sheikh Zayed Grand Mosque #InAbuDahbi”.

Kolam komentar Jason pun diserbu netizen Muslim, termasuk netizen Indonesia. Mereka memuji pasangan ini yang berpakaian sopan dan mendoakan kebaikan untuk mereka. Bahkan ada juga yang mendoakan mereka menjadi seorang Muslim.

“Allahu akbar.. saya salah satu penggemar beratnya, hampir semua film yg di bintanginya nonton,”

“Jason turned out he’s not only legend in the movies, he’s a legend in real life!! What a man ❤️ love you bro I’m a muslim but you’re our brother in humanity,”

“Love this! Love how they took their time to respect other religion and consider the dress code. Thank you @jasonstatham and @rosieholics 💕,”

Sebelumnya pasangan ini menghabiskan waktu di Grand Prix Abu Dhabi, yang berlangsung selama 58 lap di Sirkuit Yas Marina sepanjang 5,281 kilometer di Pulau Yas pada 26 November. Sang aktor ini juga membagikan foto-fotonya saat menonton Grand Prik, termasuk ketika bertemu dengan pebalap Yuki Tsunoda.

ISLAMKAFFAH

Sahabat Nabi yang Menolak Jabatan Sebagai Hakim

Abdullah bin Umar adalah sosok sahabat yang terkenal pemberani.

Nama lengkapnya Abdullah bin Umar bin Al-Khathab bin Nufail bin Abdul Uzza, biasa dipanggil Abu Abdurrahman. Abdullah bin Umar lahir tahun 10 sebelum hijrah.

Abdullah bin Umar adalah sosok sahabat yang terkenal pemberani dan suaranya lantang. Dia adalah sahabat yang senantiasa mengikuti jejak, tradisi dan sunnah Rasulullah SAW.

Abdullah bin Umar adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal sangat bersikap ekstra hati-hati dalam meriwayatkan hadits Nabi Muhammad SAW. Ia tidak mau menambah dan menguranginya, meski satu huruf. 

Abdullah bin Umar juga sangat bersikap ekstra hati-hati dalam mengeluarkan fatwa hukum. Karenanya, ia tidak melakukan ijtihad.

Di era Khalifah Utsman bin Affan, Abdullah bin Umar pernah ditawari untuk menjabat sebagai hakim. Tapi Abdullah bin Umar menolak tawaran khalifah.

Abdullah bin Umar mengatakan bahwa hakim dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama, hakim yang memutuskan perkara tanpa didasari ilmu, maka tempatnya di neraka. 

Kedua, hakim yang memutuskan perkara berdasarkan hawa nafsu, maka ia di neraka. Ketiga, hakim yang memutuskan perkara dengan ijtihad, maka ia berada di garis pinggir (kafaf), tidak mendapat dosa dan pahala. 

Mendengar hal itu, Khalifah Utsman bin Affan menerima alasan Abdullah bin Umar menolak jabatan hakim.

Dilansir dari buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah yang ditulis Syaikh Muhammad Sa’id Mursi dan diterjemahkan Khoirul Amru Harahap Lc dan Achmad Faozan Lc serta diterbitkan ulang Pustaka Al-Kautsar, 2007.

Dikisahkan, Abdullah bin Umar ikut hijrah dari Makkah ke Madinah bersama ayahnya, Umar bin Al-Khathab.

Dalam perang Badar, Abdullah bin Umar mengikuti ayahnya untuk berjuang di jalan Allah SWT. Tetapi Rasulullah SAW menyarankannya untuk pulang, karena saat itu dia masih berusia 13 tahun.

Abdullah bin Umar meriwayatkan 2.630 hadits dari Nabi Muhammad SAW. Di antaranya, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tetap menerima tobat seorang hamba-Nya selama nyawanya belum sampai di tenggorokan.” (HR At-Tirmidzi)

Abdullah bin Umar wafat pada tahun 73 Hijriyah dalam usia 85 tahun. Dia adalah sahabat yang paling terakhir meninggal di Makkah.

ISLAMDIGEST

Cara Cerdik Utsman Bin Affan Beli Sumur Milik Yahudi yang Dikenal Pelit  

Utsman bin Affan adalah sosok khalifah yang berintegritas

Utsman bin Affan merupakan seorang khalifah ketiga, setelah Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab. Utsman juga termasuk kelompok Assabiqunal Awwalun (orang-orang pertama masuk Islam).

Utsman lahir dari keluarga kaya dan terhormat, tetapi hal itu tidak menjadikan sahabat Rasulullah SAW itu menjadi pribadi yang sombong dan angkuh. Utsman justru terkenal dengan sikapnya yang rendah hati, sederhana dan dermawan.

Hal ini terbukti dalam suatu kisah yang terdapat dalam buku The Great Figure of Utsman bin Affan, Kisah Teladan Sang Ahli Sedekah yang Menjalani Sifat Zuhud, karya Shohibul Ulum.

Utsman bin Affan bersama istrinya, Ruqayah, hijrah ke Madinah al-Munawwarah bersama kaum Muslimin. Pascahijrah ke Madinah, Rasulullah SAW bersama para sahabat memulai babak baru perjuangan meninggikan panji-panji Islam.

Kini, Rasulullah SAW beserta kaum Muhajirin berada di Madinah. Tidak berselang lama, Madinah dilanda musim paceklik. Masyarakatnya sulit mendapatkan air bersih, baik untuk minum maupun berwudhu.

Keadaan ini tentu saja sangat menyulitkan kaum Muhajirin, termasuk Utsman dan para sahabat lainnya. Karena mereka terbiasa hidup dengan air zam-zam melimpah di Kota Makkah. Di Madinah, mereka tidak mendapati air yang jernih dan segar.

Tak jauh dari Masjid Nabawi, tinggallah seorang Yahudi yang terkenal dengan sifat culasnya. Dia memiliki sumur yang cukup besar, dengan air yang segar dan jernih. Namun, dia tidak mau berbagi air tersebut kepada penduduk Madinah meskipun hanya setetes. Dia menjadikan sumurnya sebagai ladang bisnis, dengan menjual air pada orang-orang Madinah.

Mata air (sumur) tersebut diberi nama Bi’r Rumah (sumur Rumah). Orang Yahudi tersebut menjual satu ember dengan harga satu mudd (setengah gantang) biji padi. Tentunya, harga itu cukup memberatkan kaum Muslimin. 

Namun, kaum Muslimin dan penduduk Madinah tak punya pilihan lain. Mereka terpaksa harus antre dan membeli air bersih dari Yahudi. Akhirnya, para sahabat kemudian menyampaikan hal ini kepada Rasulullah SAW.

Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah SAW mengharapkan di antara para sahabatnya ada yang bersedia membeli mata air itu, hingga airnya dapat dialirkan kepada Muslimin tanpa memungut biaya.

“Wahai sahabatku, siapa saja di antara kalian yang membeli sumur Rumah, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka kelak dia di surga,” Rasulullah SAW menyerukan tawaran.

Mendengar itu, berdirilah Utsman. Tampillah Utsman untuk memenuhi harapan Rasulullah itu. Utsman bergegas ingin mendapatkan surga. Maka, dia segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan memberikan penawaran untuk membeli Sumur Rumah dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun, Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya.

“Seandainya sumur ini aku jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari,” ujar Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.

Utsman bin Affan yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa surga Allah SWT tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini. “Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu,” kata Utsman, melancarkan negosiasinya.

“Maksudmu?” tanya Yahudi keheranan.

“Begini, jika engkau setuju, kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu, kemudian lusa menjadi milikku lagi, demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” kata Utsman menawarkan.

Yahudi itu pun berpikir cepat. “Aku mendapatkan uang besar dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku,” katanya membatin.

Akhirnya Yahudi itu setuju menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini Sumur Rumah adalah milik Utsman bin Affan. Utsman membeli separuh dari mata air itu dengan harga 12 ribu dirham.

Kemudian, cara pemanfaatannya ialah dengan bergiliran. Untuk Yahudi satu hari dan untuk Utsman satu hari. Jatah Utsman bin Affan disedekahkan kepada orang-orang Muslim.

Utsman pun segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang mau mengambil air di sumur Rumah, silakan mengambil air untuk kebutuhan mereka gratis (tidak dipungut biaya), karena hari ini sumur Rumah adalah miliknya. Seraya dia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk dua hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.

Keesokan hari, Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persediaan air di rumah. Yahudi merasa terpukul karena dengan demikian dia kehilangan pendapatannya.

Setelah itu, Yahudi itu pun mendatangi utsman dan berkata, “Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin.”

Utsman setuju, lalu dibelilah setengah bagian sumur itu olehnya dengan harga 8.000 dirham, maka sumur Rumah pun menjadi milik Utsman secara penuh. Kemudian, Utsman bin Affan mewakafkan sumur Rumah.

Sejak itu sumur Rumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi pemilik lamanya. Dia membebaskan siapa saja untuk memanfaatkan air itu, baik yang kaya, miskin, maupun orang yang sedang menempuh perjalanan.    

ISLAMDIGEST

Doa Terbebas dari Hutang yang Diajarkan Rasulullah

Hutang merupakan suatu kebutuhan yang pasti dilakukan oleh semua orang ketika dalam kondisi terdesak. Rasanya, hampir tidak ada satu pun manusia termasuk yang kaya sekalipun yang tidak melakukan transaksi hutang piutang. Membeli rumah, mobil, alat rumah tangga hingga keperluan usaha lainnya.

Namun, bagi masyarakat bawah hutang terkadang bukan untuk kepentingan yang lebih besar. Hanya untuk menyambung kehidupan hari ini dan esok hari pun harus berhutang. Hutang seolah menjadi pilihan terakhir ketika usaha seakan sudah tidak mencukupi.

Tanpa disadari, hutang telah menumpuk dan rasanya tidak mampu untuk dibayar dengan segera. Banyak hutang penuh dengan pikiran sehingga tidak bisa memberikan kebebasan berpikir yang baik. Hutang memang sangat membelenggu dan menjerat manusia.

Bagaimana terbebas dari hutang yang besar sekalipun? Usaha tentu saja harus terus dilakukan. Namun, jangan pernah melupakan doa yang tulus dan dengan sungguh-sungguh.

2 Doa Terbebas dari Hutang

Rasulullah pernah mengajarkan langsung doa terbebas dari hutang kepada Ali bin Abi Thalib yang ia sampaikan kepada budak mukatab yang datang bertanya kepadanya. Sayyidina Ali lalu mengajarkan kalimat doa terbebas dari hutang sekalipun seebsar gunung.  Berikut doanya:

«اللهم اكْفِنِي بحلالك عن حرامك، وأَغْنِنِي بفضلك عَمَّنْ سِوَاكَ».

Allahummak fini bi halalika an haramika, wa ahgnini bi fadhlika amman siwaka

Artinya : Ya Allah, cukupilah aku dengan rezeki-Mu yang halal hingga aku terhindar dari yang Engkau haramkan. Ya Allah kayakanlah aku dengan karunia-Mu hingga aku tidak minta kepada selain Engkau.”

Dari jalur lain, ada Riwayat doa Nabi yang lain yang juga penting diamalkan. Doa ini diajarkan kepada Umamah sahabat anshar yang terlihat sedih dan murung karena terjerat hutang.

Nabi mengatakan: maukah saya ajarkan suatu bacaan yang akan menghapus kebingunganmu dan memberimu kekuatan melunasi hutang. Jika memasuki waktu pagi dan sore hari, maka bacalah:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ

Allâhumma innî a‘ûdzu bika minal hammi wal hazan. Wa a‘ûdzu bika minal ‘ajzi wal kasal. Wa a‘ûdzu bika minal jubni wal bukhl. Wa a‘ûdzu bika min ghalabatid daini wa qahrir rijâl

Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan dan kekikiran, aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang-orang.

ISLAMKAFFAH

Tragedi Gaza dalam Sorotan

Bismillah.

Sebulan lebih, rakyat Gaza mendapatkan gempuran luar biasa dari militer Israel (baca: Yahudi) hingga menewaskan ribuan warga sipil tak bersalah, seperti anak-anak, perempuan, dan orang-orang tua. Sekolah, pemukiman penduduk, tempat ibadah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas umum dihancurkan dengan dalih untuk memburu teroris.

Berbagai negara di dunia, terutama negara muslim, mengecam keras pembantaian dan kebiadaban ini. Tidaklah salah, jika Menteri Luar Negeri Indonesia menyebut perbuatan Israel kepada rakyat Gaza secara khusus dan Palestina secara umum merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan ketidakadilan yang nyata.

Sikap pemerintah Indonesia

Pada kesempatan Sidang Umum PBB di New York 26 Oktober 2023, Menteri Luar Negeri Indonesia ,semoga Allah menjaga dan menambahkan taufik untuk beliau, menegaskan dalam pidatonya yang berbahasa Inggris bahwa kehadiran beliau dalam sidang ini adalah demi memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan. Beliau memberikan imbauan untuk segera menghentikan agresi Israel, demi mencegah jatuhnya korban sipil yang lebih besar lagi. Beliau juga menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Beliau juga menyampaikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Gaza dengan membombardir kawasan pemukiman, blokade listrik, gas, bahan bakar, dan air, ini semuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Beliau juga menyatakan, “Ini adalah tugas kita untuk menghentikan ketidakadilan ini sekarang juga. Cukup, ini semua sudah cukup/harus dihentikan.” Beliau juga menegaskan bahwa Indonesia akan selalu mendukung perjuangan rakyat Palestina. (lihat Speeches of the Minister of Foreign Affairs Friday 27 October 2023, diakses dari website resmi Kementerian Luar Negeri RI)

Dalam acara pertemuan tingkat tinggi bersama Dewan Keamanan PBB pada 29 November 2023 di New York, Menteri Luar Negeri Indonesia menegaskan bahwa beliau hadir kembali di pertemuan Dewan Keamanan PBB karena ingin berada di sisi yang benar dari sejarah, yaitu membela keadilan dan kemanusiaan bagi Palestina. Dalam pernyataan sikapnya, beliau juga mengutip pernyataan PM Israel Netanyahu yang mengatakan bahwa operasi militer akan dilakukan kembali dengan kekuatan penuh pada saat gencatan senjata selesai. Ibu Menteri menuturkan, “Saya sampaikan saya tidak dapat memahami pernyataan semacam ini. Saya juga tidak bisa memahami jika DK PBB membiarkan ancaman terhadap kemanusiaan ini pada akhirnya menjadi kenyataan.” (lihat: https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/5560/siaran_pers/transkripsi-press-briefing-menlu-ri-new-york-29-november-2023)

Hal ini menunjukkan kepada kita betapa besar perhatian pemerintah Indonesia terhadap nasib dan kepedihan yang dialami oleh saudara-saudara kita, kaum muslimin rakyat Palestina. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita mendukung kebijakan internasional yang diambil oleh pemerintah ini. Dukungan kita menjadi bagian dari bentuk kepatuhan kepada ulil amri yang diperintahkan di dalam Islam. Lebih daripada itu, dukungan kita kepada rakyat Palestina adalah dukungan yang dibangun di atas akidah dan ukhuwah keimanan. Mereka adalah saudara kita, walaupun berbeda bangsa dan suku serta warna kulitnya. Karena umat Islam itu bersaudara. Tidak sempurna iman seorang muslim hingga dia mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya.

Perhatian para ulama

Para ulama dari berbagai negara telah memberikan dukungan dan fatwa untuk membantu saudara-saudara kita yang lemah dan tertindas di bumi Palestina. Kekejaman Yahudi telah membuat ribuan nyawa melayang, ribuan warga sipil harus mengungsi dan kehilangan tempat tinggalnya. Ini adalah tragedi kemanusiaan, sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dan kezaliman yang nyata, senada dengan apa yang telah diungkapkan oleh Ibu Menteri Luar Negeri RI di atas. Pemerintah RI telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Demikian pula, pemerintah negara Islam yang lain, seperti Arab Saudi yang secara resmi menggalang dana secara nasional untuk membantu Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa tinggal diam menyaksikan rakyat Palestina dizalimi dan dibantai sedemikan rupa. Sampai-sampai perwakilan Palestina di depan Sidang PBB mengatakan, “Tidak ada lagi keadilan di atas muka bumi ini.” Setelah berminggu-minggu, Gaza dibombardir oleh militer Israel dari udara dan serangan darat. Bahkan, mereka juga menggunakan senjata terlarang dalam perang berdasarkan peraturan hukum internasional.

Para ulama juga mengutarakan bentuk keprihatinan dan kepedulian kita, kaum muslimin, terhadap keadaan saudara-saudara kita di Gaza. Meskipun demikian, para ulama juga mengingatkan bahwa kita harus membangun semangat dan kepedulian ini dengan landasan ilmu dan selalu mempertimbangkan maslahat dan mafsadat. Tidak boleh hanya bermodal semangat, apalagi emosi, yang pada akhirnya justru merusak dan merugikan kaum muslimin itu sendiri. Semua ucapan dan tindakan harus dibangun dengan ilmu dan mengikuti kaidah agama. Sebagaimana dinasihatkan oleh Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, “Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu, maka apa yang dia rusak justru lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki.”

Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab Shahih-nya pun telah mencantumkan pedoman bagi kita bahwa ilmu harus didahulukan sebelum ucapan dan amalan (perbuatan). Hal ini disebabkan ucapan dan amalan tidak akan benar, kecuali jika sesuai dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من يرد الله خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ilmu agama ini selalu dibutuhkan, baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan kaya atau miskin, dalam kondisi perang maupun damai. Justru, dalam keadaan semacam ini, kaum muslimin harus lebih bersemangat dalam mengkaji agama. Karena kemuliaan Islam tidak bisa dicapai, kecuali dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّه يرفَعُ بِهذَا الكتاب أَقواماً ويضَعُ بِهِ آخَرين

“Sesungguhnya Allah memuliakan dengan sebab kitab ini (Al-Qur’an) sebagian kaum dan merendahkan dengan sebab itu sebagian kaum yang lain.” (HR. Muslim)

Khalifah Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu, yang di bawah kekuasaannya Baitul Maqdis berhasil ditaklukkan, berkata, “Kita adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Oleh sebab itu, kapan saja kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, pasti Allah menghinakan kita.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak)

Bahkan, menimba ilmu termasuk bentuk jihad yang sangat mulia. Sebagian sahabat mengatakan, “Barangsiapa menganggap bahwa berangkat di pagi hari atau di sore hari dalam rangka mencari ilmu agama bukan bagian dari jihad, maka sungguh akal dan pikirannya telah berkurang (tidak sempurna).” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Miftah Daris Sa’adah)

Tidakkah kita ingat ketika Allah turunkan ayat di dalam surah Al-Furqan, memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berjihad melawan orang-orang kafir? Padahal, saat itu adalah periode Makkah (ketika itu kaum muslimin lemah). Sementara yang dimaksud dengan jihad (berjuang) dalam ayat itu adalah jihad dengan Al-Qur’an, yaitu dengan ilmu dan dakwah. Inilah jihadnya para nabi dan rasul. Karena Islam ini dimuliakan dan dimenangkan di atas musuh-musuhnya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Dan saya katakan, dan ilmu yang sesungguhnya di sisi Allah, bahwa tidak mungkin negeri Syam dan secara khusus Palestina akan kembali ke pangkuan kaum muslimin (secara utuh), kecuali dengan cara/sebab sebagaimana ia ditaklukkan pada masa generasi awal umat ini. Dengan kepemimpinan sebagaimana kepemimpinan Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu. Dengan pasukan sebagaimana pasukan-pasukan Umar bin Khatthab. Yang mana mereka berperang tidak ada tujuan lain, kecuali untuk meninggikan kalimat Allah/kalimat tauhid sebagai yang paling tinggi.” (lihat Silsilah Liqa’ Syahri, bisa disimak di situs resmi beliau di alamat : https://binothaimeen.net/content/168)

Baca juga: Sebuah Renungan, Inilah Pelajaran dari Jalur Gaza

Tumbuhkan kepedulian

Sebagai seorang muslim, maka kita wajib merasa tersakiti dan terluka karena musibah dan kezaliman yang dialami oleh saudara-saudara kita di Gaza. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan bahwa kaum muslimin ibarat satu tubuh, yang mana apabila ada salah satu bagian yang sakit, maka bagian tubuh yang lain ikut merasakannya dengan bentuk tidak bisa tidur dan demam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menggambarkan bahwa kaum mukmin satu sama lain ibarat sebuah bangunan, yang satu sama lain saling memperkuat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apabila kita menyukai kesehatan, kelapangan, dan keamanan, maka kita pun wajib menyukai hal itu bagi saudara-saudara kita sesama muslim, termasuk mereka yang sekarang menderita di Gaza akibat keganasan agresi Zionis, semoga Allah menghancurkan mereka. Kita tentu merasa ikut susah dan sedih akibat musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Gaza yang dibantai dengan sangat keji oleh saudara-saudara kera dan babi (baca: kaum Yahudi). Apalagi kezaliman ini dilancarkan oleh kaum kuffar kepada kaum muslimin.

Setiap muslim yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, tentu geram dan marah, melihat saudaranya seakidah dibantai dan dizalimi sedemikian rupa. Sungguh benar firman Allah yang menjelaskan dengan tegas bahwa orang-orang Yahudi dan kaum musyrik adalah kalangan manusia yang paling keras permusuhannya kepada orang-orang yang beriman. Oleh sebab itu, para ulama kita sejak dahulu telah mengingatkan bahwa permusuhan kita dengan Yahudi bukan sekadar persoalan tanah Palestina atau Jalur Gaza. Sebab (pada hakikatnya) perseteruan ini adalah permusuhan yang mereka kobarkan atas dasar prinsip agama. Sejarah pun membuktikan bagaimana kejahatan Yahudi (orang-orang kafir dari kalangan bani Isra’il) yang membunuhi para nabi, menyembunyikan ayat-ayat Allah, menyelewengkan Kitabullah, dan mengkhianati perjanjian dengan kaum muslimin.

Orang-orang yang telah disifati oleh Allah sebagai ‘kelompok yang dimurkai (almaghdhubi ‘alaihim), sebagaimana telah ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu, kita diajari untuk senantiasa berdoa agar dilindungi dari jalan mereka, jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang tersesat. Yahudi menjadi kaum yang dimurkai akibat mereka berilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui kebenaran, tetapi menyombongkan diri dan tidak mau tunduk kepadanya. Mereka menyimpan dengki kepada kaum muslimin.

Apa yang dilakukan Zionis Israel kepada rakyat Palestina secara umum dan Gaza secara khusus adalah sebuah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan. Sesuatu yang tidak bisa diterima dan pasti ditolak oleh akal sehat dan jiwa yang selaras dengan fitrahnya. Benarlah yang dikatakan oleh Ibu Menteri bahwa apa yang terjadi ini adalah suatu kejahatan kepada kemanusiaan dan suatu bentuk ketidakadilan. Oleh sebab itu, wajar jika sebagian orang mengatakan bahwa cukup dengan menjadi manusia, untuk mendukung rakyat Palestina. Ini artinya bahwa segala bentuk kekejian, pembantaian, dan penindasan yang dilakukan oleh Zionis Israel adalah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina.

Dari sinilah, kita bisa melihat bagaimana lemahnya dunia Internasional secara umum dan kaum muslimin secara khusus di hadapan makar Israel dan sekutu-sekutunya. Apa yang selama ini digembar-gemborkan sebagai penghormatan kepada HAM (Hak Asasi Manusia), toleransi, dan kemanusiaan, adalah tidak lebih dari pemanis bibir belaka. Sebulan lebih rakyat Gaza diserang habis-habisan hingga ribuan nyawa tak bersalah melayang. Di manakah penghargaan kepada Hak Asasi Manusia?! Di manakah toleransi yang selama ini mereka serukan itu?! Di manakah peran sang negara adidaya yang disebut sebagai “Kampiun Demokrasi” dan “Polisi Dunia”?! Apakah mereka berdiri di barisan negara yang membela rakyat Gaza ataukah justru sebaliknya.

Para ulama menganjurkan kepada kaum muslimin untuk mendoakan keselamatan dan kemenangan bagi saudara-saudara kita di Palestina. Agar umat Islam dari berbagai penjuru dunia memberikan bantuan secara moril dan materiil untuk mencukupi kebutuhan rakyat Gaza (Palestina) dan menempuh segala upaya diplomasi dan kenegaraan yang bisa dilakukan untuk bisa segera menghentikan kebiadaban ini. Adapun bagi saudara-saudara kita di Palestina dan Gaza secara khusus, maka peristiwa dan musibah ini adalah medan perjuangan dan kesabaran untuk mereka dalam mempertahankan kehidupan, tanah air, dan agamanya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 والذي نفسُ مُحَمَّدٍ بيدِهِ لا يُؤْمِنُ أحدُكُم حتى يُحِبَّ لِأَخِيهِ ما يُحِبُّ لنفسِهِ من الخيرِ

“Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dicintainya untuk dirinya dalam hal kebaikan.” (HR. Nasa’i dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, disahihkan oleh Al-Albani)

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Wajib bagi seorang muslim untuk mencintai kebaikan bagi saudara-saudaranya (seiman), mencintai untuk mereka petunjuk, kesalehan, dan tidak suka apabila mereka tertimpa keburukan, tidak boleh dia dengki kepada mereka. Barangsiapa yang mendapati dalam dirinya perasaan tidak suka saudaranya mendapatkan kebaikan, maka hatinya telah sakit, dan dia wajib bertobat kepada Allah dari hal itu.” (lihat Fatawa Nur ‘ala Darb, judul At-Tahdzir minal Hiqd wal Hasad, link website: https://binbaz.org.sa/fatwas/15304)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ إذا اشتكَى منْهُ عضوٌ تدَاعَى لَهُ سائِرُ الجسَدِ بالسَّهَرِ والْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan memberikan empati (kepedulian) itu seperti perumpamaan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang kesakitan, maka seluruh anggota badan ikut merasakan kesusahan hingga tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ’anhuma)

Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah memaparkan, “Semakin kuat iman seseorang, maka semakin kuat pula sifat rahmat (kasih sayang) terhadap saudara-saudaranya. Kekuatan kasih sayang yang ada pada diri seorang hamba, timbul karena kuatnya iman padanya. Adapun lemahnya hal itu karena lemah imannya. Hal ini tampak jelas dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal sifat saling mencintai, saling menyayangi, dan saling peduli seperti satu tubuh.”

Yang demikian itu karena Allah Yang kita sembah dan kita tuju dengan segala bentuk ibadah adalah Zat Yang Maha Pengasih serta mencintai orang-orang yang penyayang. Dan agama kita adalah agama rahmat. Nabi kita adalah Nabi yang membawa rahmat. Kitab kita pun kitab yang penuh dengan rahmat. Dan Allah pun menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman di dalam kitab-Nya sebagai orang-orang yang ‘penuh kasih sayang di antara mereka’.” (lihat Fawa’id Mukhtasharah, judul Ar-Rahmah minal Iman, link website: https://al-badr.net/muqolat/7750)

Jalan menuju kejayaan

Allah Ta’ala berfirman,

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًۭا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًۭٔا ۚ

“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan Dia sungguh akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar akan mengubah keadaan mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun.” (QS. An-Nur: 55)

Syekh Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya memperhatikan perkara tauhid adalah prioritas paling utama dan kewajiban paling wajib. Sementara meninggalkan dan berpaling darinya atau berpaling dari mempelajarinya merupakan bencana terbesar yang melanda. Oleh karenanya, menjadi kewajiban setiap hamba untuk mempelajarinya dan mempelajari hal-hal yang membatalkan, meniadakan, atau menguranginya. Demikian pula, wajib baginya untuk mempelajari perkara apa saja yang bisa merusak (menodainya).” (lihat Asy-Syarh Al-Mujaz, hal. 8)

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Tidak ada suatu perkara yang memiliki bekas-bekas (dampak) yang baik serta keutamaan yang beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya kebaikan di dunia dan di akhirat, itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang muncul darinya.” (lihat Al-Qaul As-Sadid fi Maqashid At-Tauhid, hal. 16)

Akidah merupakan asas di dalam agama. Ia merupakan kandungan dari syahadat ‘lailahaillallah wa anna muhammadar rasulullah’. Akidah merupakan kandungan dari rukun Islam yang pertama. Oleh sebab itu, wajib memperhatikannya dan mengenalinya dengan baik. Wajib pula mengetahui hal-hal yang bisa merusaknya. Dengan begitu, maka seorang insan akan berada di atas ilmu yang nyata dan di atas akidah yang benar. Karena apabila agamanya tegak di atas pondasi yang benar, niscaya agama dan amalnya akan menjadi benar dan diterima di sisi Allah. (lihat keterangan Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dalam At-Ta’liqat ‘ala Ath-Thahawiyah, hal. 23)

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/90322-tragedi-gaza-dalam-sorotan.html

Ke mana Arahmu, Wahai Pemuda?

Bismillah.

Salah satu perkara yang seringkali luput dari perhatian para pemuda adalah mempersiapkan bekal untuk menyambut hari akhirat. Banyak di antara mereka yang terlena dengan kesehatan, kekuatan, kekayaan, dan kelapangan. Sehingga hanyut dalam kesia-siaan dan berenang dalam lautan dosa dan kedurhakaan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أَبَى

“Semua umatku pasti masuk surga kecuali yang enggan.”

Para sahabat pun bertanya kepada beliau,

ومَنْ يَأْبَى يا رسول الله؟

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang enggan itu?”

من أطاعني دخل الجنة، ومن عصاني فقد أَبَى

Beliau menjawab, “Barangsiapa yang taat kepadaku, niscaya masuk surga. Dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka dia itulah orang yang enggan.” (HR. Bukhari)

Tidak sedikit di antara anak muda yang ogah untuk belajar agama. Menurut mereka, yang wajib belajar agama adalah anak-anak yang sekolah di pesantren atau di sekolah Islam saja. Kalau sekolah di kampus negeri, maka tidak perlu terlalu serius belajar agama. Kata orang “Jadi orang islam itu yang biasa-biasa saja. Tidak usah terlalu semangat, nanti malah jadi teroris atau jadi gila.” Ada lagi yang merasa sudah kenyang belajar agama karena sudah bertahun-tahun mondok. Jadi, kalau sudah lulus sekolah dan masuk kuliah umum, maka tidak perlu lagi semangat belajar agama. Apalagi yang kuliahnya di kampus yang berlabel Islam, seakan-akan mahasiswanya jadi pintar agama dengan sendirinya. Akhirnya, kajian rutin pun malas dan puas dengan agenda mengerjakan tugas dan healing atau nongkrong bersama rekan sesama mahasiswa.

Saudaraku yang dirahmati Allah. Tidaklah diragukan bahwa perkembangan teknologi dan sistem pendidikan di berbagai jenjang sekolah dan perguruan tinggi merupakan fenomena yang telah merambah ke berbagai pelosok negeri. Banjir informasi dan kemudahan mengakses segala bentuk data melalui internet dan media sosial membuat hape menjelma seperti penjajah dan sihir yang mempengaruhi daya hidup dan metode berpikir manusia di zaman ini.

Untuk apa waktumu?

Di antara pertanyaan yang hampir lenyap dari kamus harian pemuda muslim hari ini adalah “Untuk apa waktumu dihabiskan?” Padahal, mengatur waktu dan menggunakan waktu sebaik-baiknya dalam ketaatan adalah kunci kesuksesan hidup. Allah berfirman,

وَٱلۡعَصۡرِ (1) إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِی خُسۡرٍ (2) إِلَّا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡا۟ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡا۟ بِٱلصَّبۡرِ (3)

“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (QS. Al-’Ashr: 1-3)

Sebagian ulama salaf berkata, “Di antara tanda bahwa Allah telah berpaling dari seorang hamba adalah ketika Allah menjadikan orang itu sibuk dalam perkara yang tidak bermanfaat/tidak penting baginya.” Karena itulah, kita dapati para pendahulu yang saleh dari umat ini sangat perhatian dengan waktunya. Jika mereka telah menyelesaikan suatu ketaatan, maka mereka berpindah menuju ketaatan yang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فيهما كثيرٌ من الناس: الصحةُ، والفراغُ

“Ada dua nikmat yang banyak orang merugi/tertipu oleh keduanya: yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Dalam sehari semalam, Allah berikan kepada kita waktu 24 jam. Selama rentang waktu itu pula, Allah mewajibkan kita untuk menjaga salat lima waktu. Dan di antara fungsi salat ialah untuk mengingat Allah. Agar Allah mengingat dan membantu segala urusan kita. Selain itu, salat juga menjadi pencegah dari berbagai bentuk perbuatan keji dan mungkar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menggambarkan salat lima waktu seperti mandi 5 kali dalam sehari, sehingga akan bisa membersihkan kotoran dosa yang melekat di tubuh kita. Ini semua merupakan bagian dari pendidikan mental dan pembinaan rohani untuk menjadi pribadi yang tangguh dan disiplin.

Apa tujuan hidupmu?

Banyak anak muda yang bengong apabila ditanya, “Apa sih tujuan kamu hidup?” Seolah-olah mereka baru terbangun dari mimpi indah dan tidur panjangnya. Ada lagi yang justru marah bin takjub dengan pertanyaan seperti itu. Seakan-akan ini adalah pertanyaan yang tidak cocok dengan semangat pemuda dan pandangan profesionalisme di abad ini. Dan itu semuanya mengakibatkan anak-anak muda cuek dan tidak mau peduli dengan kondisi akidah dan imannya. Pembahasan ilmu agama pun jauh dari kehidupan mereka sehari-hari. Jadilah mereka kaum yang jarang bersentuhan dengan majelis ilmu, jarang salat di masjid, dan jarang berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Sepertinya ibadah kepada Allah yang menjadi tujuan penciptaan manusia tidak lagi melekat dalam memori dan agenda tetap mereka. Padahal, Allah telah menetapkan misi kehidupan segenap manusia dalam ayat-Nya,

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِیَعۡبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Para ulama tafsir menjelaskan bahwa makna ibadah yang dimaksud dalam ayat ini adalah mentauhidkan Allah. Sementara tauhid itu tidak mungkin terwujud, kecuali dengan menggabungkan antara ibadah kepada Allah dan menolak segala bentuk syirik. Tauhid bukan sekedar mengakui Allah sebagai pencipta dan pemberi rezeki. Tauhid juga tidak berhenti bahwa Allah itu tunggal secara Zat-Nya. Lebih daripada itu, tauhid mengandung sikap pemurnian ibadah dengan segala bentuknya kepada Allah semata. Tauhid juga mengandung ketegasan sikap untuk berlepas diri dari syirik dan pembela-pembelanya.

Siapa panutanmu?

Para pemuda di mana pun berada -semoga Allah berikan taufik-Nya kepada kami dan anda-, patut untuk kita ingat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah panutan dan teladan bagi kita dalam menjalani kehidupan. Benar bahwa beliau telah wafat ratusan tahun yang silam. Akan tetapi, itu bukan berarti akhlak dan ajarannya tidak lagi sesuai dengan kondisi masa kini. Allah Ta’ala berfirman,

مَّن یُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدۡ أَطَاعَ ٱللَّهَۖ

“Barangsiapa yang menaati rasul, sungguh dia telah menaati Allah.” (QS. An-Nisa’: 80)

Islam adalah ajaran yang sempurna sehingga bisa diterapkan di mana pun dan kapan pun. Islam bukan hanya mengatur bagaimana seorang hamba beribadah kepada Rabbnya. Akan tetapi, Islam juga mengatur bagaimana manusia bergaul dengan manusia dan makhluk yang lainnya. Oleh sebab itu, sangat tercela apabila pemuda muslim di masa ini melupakan sejarah Nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam dan lebih mengidolakan artis barat atau filosof kafir yang sudah jelas rusak akidahnya. Bahkan, seorang Yahudi pun (dengan kebencian dan kedengkiannya kepada kaum muslimin) bersaksi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan segala perkara, bahkan sampai urusan buang air. Sebagaimana hal itu disampaikan kepada Salman Al-Farisi radhiyallahu ’anhu.

Allah berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا یُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ یُحَكِّمُوكَ فِیمَا شَجَرَ بَیۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا یَجِدُوا۟ فِیۤ أَنفُسِهِمۡ حَرَجࣰا مِّمَّا قَضَیۡتَ وَیُسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمࣰا

“Sekali-kali tidak, demi Rabbmu. Pada hakikatnya mereka belumlah beriman sampai mereka menjadikan kamu (rasul) sebagai pemutus perkara dalam urusan yang diperselisihkan di antara mereka, kemudian mereka tidak mendapati rasa sempit dalam hati mereka terhadap keputusan yang telah kamu tetapkan, dan mereka pun pasrah dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’: 65)

Banyak di antara anak muda zaman ini yang lebih percaya kepada ucapan para da’i penyeru kesesatan daripada petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka tolak hadis Nabi dengan alasan sudah tidak cocok dengan perkembangan zaman. Sehingga bukan manusia yang harus tunduk kepada syariat Islam, tetapi Islamlah yang harus ditundukkan kepada hawa nafsu manusia dan keinginan-keinginan mereka yang diklaim lebih bijaksana. Subhanallah!

Apa manhajmu?

Ini adalah di antara pertanyaan yang paling tidak populer di zaman ini. Sebuah pertanyaan yang dianggap asing dan berpotensi memecah-belah umat. Padahal muatan dari pertanyaan ini tidak jauh beda dengan pertanyaan di alam kubur, “Apa agamamu?”

Mungkin banyak pemuda yang belum mendengar nasihat dan kaidah emas yang disampaikan oleh Imam Al-Barbahari rahimahullah bahwa Islam adalah sunah dan sunah itu adalah Islam. Yang dimaksud dengan sunah di sini adalah tata cara beragama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam hadis Irbadh bin Sariyah yang sangat masyhur dan tercantum dalam Arba’in Nawawiyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpegang teguh dengan sunahnya dan sunah para khulafa’ ar-rasyidin setelahnya. Inilah yang di masa ini disebut oleh para ulama akidah dengan istilah manhaj/jalan beragama.

Yaitu, wajibnya seorang muslim untuk mengikuti jalan/manhaj Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya dalam beragama dan mendakwahkannya. Dengan bahasa lain, yaitu mengikuti manhaj salaf, manhaj Ahlu sunah waljamaah. Sebagaimana nasihat dari Imam Al-Auza’i rahimahullah, “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak-jejak para ulama salaf, meskipun orang-orang menolakmu. Dan waspadalah kamu dari pendapat-pendapat akal manusia, walaupun mereka berusaha menghias-hiasinya dengan ucapan dan kalimat yang indah.” Nasihat ini dibawakan oleh Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah dalam kitabnya Lum’atul I’tiqad.

Manhaj salaf bukanlah organisasi atau tarekat dan aliran yang terikat dengan kelompok/hizb tertentu. Akan tetapi, mereka yang mengikuti manhaj ini selalu berpegang dengan Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman para salaf saleh. Hal ini menunjukkan bahwa penisbatan kepada salaf bukanlah perkara yang tercela atau mengada-ada. Sebab, ini semuanya adalah demi menjaga kemurnian agama dan melindungi kaum muslimin dari berbagai benturan syubhat dan kerusakan metode beragama yang dihembuskan oleh musuh-musuh Islam. Sehingga, sangat keliru orang yang menuduh bahwa manhaj salaf merupakan dalang di balik segala bentuk aksi terorisme dan paham radikal yang menumpahkan darah sesama kaum muslimin.

Apa programmu?

Tidak sedikit anak muda yang lalai dari tugas dan kewajibannya. Mereka melupakan program peningkatan kualitas dirinya dengan belajar agama. Padahal, belajar agama merupakan program harian yang tidak boleh disepelekan oleh para pemuda. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh sebab itu, kita diajari untuk berdoa meminta hidayah setiap kali salat dalam setiap rakaat. Kita juga berdoa setelah salat Subuh meminta ilmu yang bermanfaat sebelum rezeki yang baik dan amal yang diterima.

Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah bersabda,

من سلك طريقًا يبتغي فيه علمًا سهل الله له طريقًا إلى الجنة

“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu agama, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

Untuk itu, sangatlah aib bagi para pemuda di zaman ini, ketika teknologi informasi sedemikian canggih, kemudian mereka masih bermalas-malasan untuk belajar agama dan tidak mau menyisihkan waktunya untuk hadir di majelis ilmu di masjid-masjid.

Semoga Allah berikan taufik kepada para pemuda untuk menjadi teladan dan garda terdepan pembela agama ini dari serangan musuh-musuh agama dan perusak moral bangsa.

Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa‘ala alihi wasallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

***

Disusun oleh Ketua Umum Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari

– semoga Allah mengampuninya –

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/90024-kemana-arahmu-wahai-pemuda.html

Menyerah terhadap Boikot, Starbucks dan H&M Hengkang dari Maroko

Jaringan kedai kopi Amerika yang populer, Starbucks, dan merek pakaian siap pakai asal Swedia, H&M, telah mengumumkan keputusan mereka untuk menghentikan operasinya di Maroko pada bulan Desember ini, demikian lansir Morocco World News, Jumat (1/12/2023).

Laporan mengatakan bahwa anak perusahaan Maroko dari raksasa waralaba Kuwait, Al-Shaya Morocco, yang memiliki hak waralaba H&M dan Starbucks, sedang bergulat dengan dampak boikot komersial luas yang diprakarsai oleh warga Maroko.

Pengumuman tersebut dilaporkan telah menciptakan suasana “kecemasan dalam lingkaran ekonomi di Casablanca,” karena kedua merek tersebut mempekerjakan ratusan warga Maroko, lapor media lokal Maroc Hebdo.

Berbicara kepada beberapa karyawan di toko-toko perusahaan tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui laporan yang dituduhkan tersebut, namun mereka sadar bahwa toko-toko tersebut sedang mengalami kesulitan keuangan karena kurangnya permintaan.

“Ini akan menjadi bencana, kami memiliki lebih dari 100 karyawan. Ke mana kami akan pergi setelahnya? Mudah-mudahan laporan itu tidak benar,” kata seorang pekerja di toko Starbucks di Maroko kepada The New Arab.

Starbucks memiliki 18 lokasi di Maroko, sementara H&M sejauh ini baru membuka empat toko di negara Afrika Utara. Toko waralaba di Kerajaan Afrika Utara ini telah mengalami kesulitan sejak pandemi ini.

Pada bulan Desember 2022, grup ini menurunkan modalnya dari 142 juta dirham (15 juta USD) menjadi 65 juta dirham (7 juta USD). “Keputusan ini diambil dalam rapat umum direksi,” tambah sumber yang dikutip dari beberapa pemberitaan media lokal.

Toko yang disponsori Shaya, seperti Pinkberry, Mothercare, Next, dan Payless, sebelumnya telah meninggalkan pasar Maroko karena kinerja yang buruk. Melalui media sosial, beberapa pengguna Maroko merayakan berita tersebut sebagai kemenangan kampanye boikot pro-Palestina.

​Setelah serangan penjajah ‘Israel’ di Jalur Gaza, kampanye boikot yang meluas telah berdampak buruk pada berbagai merek Barat di negara-negara Arab, dengan dampak yang signifikan terlihat di Mesir, Yordania, Kuwait, dan Maroko.

Raksasa makanan cepat saji seperti McDonald’s, Starbucks, dan KFC telah menyaksikan penurunan jumlah pelanggan yang signifikan, yang mencerminkan kemarahan dan kecaman yang meluas atas perang berdarah Israel melawan Palestina.

Boikot tersebut, yang sebagian besar dipicu oleh seruan di media sosial, telah meluas hingga mencakup puluhan perusahaan dan produk yang memaksa konsumen untuk memilih alternatif lokal.

Merek-merek ini dicurigai memberikan dukungan finansial kepada Israel di tengah agresinya terhadap Gaza dan Tepi Barat.

Namun, pernyataan resmi dari perusahaan tersebut menunjukkan narasi yang berbeda. Mereka mengatakan bahwa keputusan untuk keluar dari pasar Maroko didorong oleh kurangnya daya tarik bagi bisnis mereka masing-masing.

Namun, masyarakat Maroko tampaknya mengaitkan kepergian tersebut dengan dugaan adanya hubungan antara merek internasional tersebut dan ‘Israel’.*

HIDAYATULLAH

Kenapa Boleh Menutup Wajah Tetapi Tidak Boleh Pakai Nikab (Cadar) ketika Haji dan Umrah?

السؤال

وفقاً لإجابة السؤال رقم : (172289) فإنه لا يُجوز للمرأة ارتداء النقاب أو القفازات أثناء الإحرام كما دل على ذلك الحديث الشريف ، وذكرتم أنه ومع ذلك ، يلزمها تغطية وجهها بشيء آخر غير النقاب والبرقع . وسؤالي هو: إذا كانت تغطية الوجه ضرورية فأين الإشكال إذاً في استخدام النقاب ؟

Pertanyaan:

Menurut jawaban pertanyaan nomor (172289), seorang wanita tidak boleh mengenakan nikab atau sarung tangan saat ihram sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadis yang mulia. Anda juga menyebutkan bahwa meskipun demikian, dia diwajibkan untuk menutupi wajahnya dengan sesuatu yang bukan nikab atau Burqaʿ. Pertanyaan saya adalah; jika memang dituntut untuk menutup wajah, lalu di mana masalahnya menggunakan nikab?

الجواب

الحمد لله.

نهى الرسول صلى الله عليه وسلم المرأة المحرمة بحج أو عمرة أن تلبس النقاب والقفازين ، رواه البخاري .

ولم يَرِدْ أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى المرأة المحرمة أن تستر وجهها ، ولا أنه صلى الله عليه وسلم أمرها بكشف وجهها .

ولذلك كانت النساء المحرمات على عهد النبي صلى الله عليه وسلم يغطين وجوههن بغير النقاب إذا مر بهن الرجال الأجانب .

وقد سبق بيان ذلك في الفتوى رقم : (172289) .

Jawaban:

Alhamdulillah. Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam melarang wanita yang ihram untuk haji atau umrah memakai nikab dan sarung tangan, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Tidak ada riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam melarang wanita yang ihram untuk menutupi wajahnya, sebagaimana beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga tidak memerintahkan untuk membuka wajahnya. Itulah sebabnya para wanita yang ihram pada masa Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam menutup wajahnya bukan dengan nikab ketika mereka berpapasan dengan laki-laki yang bukan mahram. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya dalam fatwa nomor (172289).

فنهي المرأة عن لبس النقاب والقفازين معناه : أنها لا تلبس ثيابا مفصلة على قدر الوجه واليدين ، وليس معناه أنها لا تغطيهما مطلقا .

وهذا كما نهى الرسول صلى الله عليه وسلم الرجل المحرم أن يلبس القميص والسراويل (تشبه البنطلون) ؛ فهذا ليس معناه أن يبقى الرجل عاريا ، بل يستر بدنه بالإزار والرداء .

فالرجل نهي عن لبس الثياب المفصلة على قدر البدن ، وأمر بستر بدنه بغير ذلك من الثياب ،فكذلك المرأة نهيت عن لبس النقاب والقفازين ، لكنها تستر وجهها وكفيها بغيرهما .

Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam melarang seorang wanita mengenakan nikab dan sarung tangan, artinya dia tidak boleh mengenakan pakaian yang membentuk proporsi wajah dan tangannya, bukan artinya tidak boleh menutupinya sama sekali. Hal ini sebagaimana Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam melarang lelaki yang ihram memakai kemeja dan celana panjang, yang tidak berarti bahwa lelaki itu harus telanjang, melainkan harus menutupi badannya dengan Izār (pakaian ihram bagian bawah, pent.) dan Ridāʾ (pakaian ihram bagian atas, pent). Jadi, laki-laki dilarang memakai pakaian yang membentuk sesuai proporsi tubuhnya dan tetap diperintahkan untuk menutupi tubuhnya dengan pakaian lain. Demikian pula wanita, dia dilarang memakai nikab dan sarung tangan, tapi wajah dan tangannya ditutupi dengan yang lain.

قال ابن القيم رحمه الله :

” فإن النبي صلى الله عليه وسلم لم يشرع لها [يعني : المرأة] كشف الوجه في الإحرام ولا غيره ، وإنما جاء النص بالنهي عن النقاب خاصة ، كما جاء بالنهي عن القفازين ، وجاء النهي عن لبس القميص والسراويل ، ومعلوم أن نهيه عن لبس هذه الأشياء لم يُرِدْ أنها تكون مكشوفة لا تستر البتة ، بل قد أجمع الناس على أن الرجل يستر بدنه بالرداء والإزار …

فكيف يزاد على موجَب النص ، ويفهم منه أنه شرع لها كشف وجهها بين الملأ جهارا ؟

فأي نص اقتضى هذا ، أو مفهوم أو عموم أو قياس أو مصلحة ؟!

بل وجه المرأة كبدن الرجل ، يحرم ستره بالمُفَصَّل على قدره كالنقاب والبرقع ، بل وَكَيَدِها ، يحرم سترها بالمُفَصَّل على قدر اليد كالقفاز ، وأما سترها بالكم ، وستر الوجه بالملاءة والخمار والثوب : فلم يُنه عنه البتة” انتهى من ” بدائع الفوائد ” (2/664-665) .

Ibnul Qayyim —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tidak mensyariatkan baginya (yakni wanita) untuk membuka wajah saat ihram atau dalam kesempatan lain, yang ada hanyalah nas tentang larangan nikab secara khusus, seperti halnya larangan tentang sarung tangan. Ada juga larangan untuk memakai kemeja dan celana. Sudah maklum bahwa larangan beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memakai hal-hal ini bukan maksudnya harus terbuka dan tidak ditutup sama sekali, bahkan umat Islam sepakat bahwa laki-laki harus menutupi tubuhnya dengan Izār dan Ridāʾ …. Bagaimana bisa menambah apa yang diwajibkan dalam nas, seolah-olah bahwa artinya dia disyariatkan untuk menampakkan wajahnya secara terbuka di depan umum? Mana dalil yang menuntut demikian, atau mana makna tersirat, makna umum, kias, atau maslahat yang menuntut demikian?! Wajah wanita itu hukumnya seperti tubuh pria, dilarang ditutupi dengan pakaian yang membentuk proporsi wajahnya, seperti nikab dan Burqaʿ, demikian juga tangannya, dilarang ditutupi dengan sesuatu yang membentuk proporsi tangannya, seperti sarung tangan. Adapun menutupnya dengan lengan baju, menutupi wajah dengan sehelai kain, kerudung, atau baju, maka hal itu sama sekali tidak terlarang. Selesai kutipan dari Badāʾiʿu al-Fawāʾid (2/664-665).

وجاء في ” فتاوى اللجنة الدائمة ” (11/192-193) :

” لا تلبس المحرمة بحج أو عمرة نقابا ولا قفازين حتى تحل من نسكها التحلل الأول ، وإنما تسدل خمار رأسها على وجهها إذا خشيت أن يراها رجال أجانب ، وليست خشيتها من ذلك مستمرة ؛ لأن بعض النساء ينفردن بمحارمهن ، ومن لم تتمكن من الانفراد عن الأجانب تستمر سادلة خمارها على وجهها ، ولا حرج عليها في ذلك ، وهكذا تغطي يديها بغير القفازين ، كالعباءة . وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم”

الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز . الشيخ عبد الرزاق عفيفي . الشيخ عبد الله بن غديان . الشيخ عبد الله بن قعود ” انتهى .

Disebutkan dalam Fatāwā al-Lajnah ad-Dā’imah (11/192-193) bahwa seorang wanita yang ihram untuk haji maupun umrah tidak boleh mengenakan nikab atau sarung tangan sampai dia menyelesaikan tahalul awal, melainkan menutup wajahnya dengan kerudungnya jika dia khawatir dilihat oleh laki-laki yang bukan mahram. Namun kekhawatiran itu tidaklah terus-menerus karena sebagian wanita bisa bersama mahramnya. Adapun yang tidak mampu menghindari lelaki yang bukan mahram, hendaknya dia terus-menerus menjulurkan kain kerudung ke wajahnya. Yang demikian itu tidaklah mengapa. Demikian juga dia bisa menutupi tangannya dengan selain sarung tangan, seperti dengan abaya. Dengan taufik dari Allah, dan semoga selawat Allah tercurah atas nabi kita Muhammad Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Tertanda: Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Abdul Razzaq Afifi, Syekh Abdullah bin Ghudyan, dan Syekh Abdullah bin Quʿud. Selesai kutipan.

وقال الشيخ عبد العزيز بن باز رحمه الله :

” ومعنى : ( لا تنتقب المرأة ولا تلبس القفازين ) أي : لا تلبس ما فُصِّلَ وقُطِّعَ وخِيط لأجل الوجه كالنقاب ، ولأجل اليدين كالقفازين , لا أن المراد أنها لا تغطي وجهها وكفيها كما توهمه البعض ، فإنه يجب سترهما ، لكن بغير النقاب والقفازين ” .

انتهى من “مجموع فتاوى ابن باز” (5/223) .

وقال الشيخ محمد بن عثيمين رحمه الله في “الشرح الممتع” (7/165) :

“لم يرد عن النبي صلّى الله عليه وسلّم نهي المرأة عن تغطية وجهها، وإنما ورد النهي عن النقاب ، والنقاب أخص من تغطية الوجه ، لكون النقاب لباس الوجه ، فكأن المرأة نهيت عن لباس الوجه ، كما نهي الرجل عن لباس الجسم” انتهى .

وبهذا يتبين أن سبب نهي المرأة المحرمة عن لبس النقاب : هو كونه قد فُصِّل على قدر الوجه ، ولهذا قال العلماء : وجه المرأة في الإحرام كبدن الرجل .

والله أعلم .

Syekh Abdul Aziz bin Baz —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa makna “Wanita tidak boleh memakai nikab atau mengenakan sarung tangan, …” adalah dia tidak memakai sesuatu yang dipotong, dibentuk, dan dijahit sesuai proporsi wajah, seperti nikab, atau sesuai proporsi tangan, seperti sarung tangan. Artinya bukan dia tidak boleh menutupi wajah dan tangannya, seperti anggapan keliru sebagian orang, karena keduanya memang harus ditutupi, tetapi bukan dengan nikab dan sarung tangan. Selesai kutipan dari Majmūʿ Fatāwā Ibni Bāz (5/223) 

Syekh Muhammad bin Utsaimin —Semoga Allah Merahmatinya— berkata dalam asy-Syarhu al-Mumti’ (7/165) bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tidak pernah meriwayatkan larangan seorang wanita untuk menutup wajahnya, yang ada adalah melarang nikab, sementara nikab lebih khusus maknanya daripada menutupi wajah, karena nikab adalah ‘baju’ untuk wajah, jadi seolah-olah wanita dilarang memakai ‘baju’ untuk wajah, sebagaimana laki-laki dilarang memakai ‘baju’ untuk badan. Selesai kutipan. 

Dengan demikian, jelas sudah bahwa sebab dilarangnya wanita ihram memakai nikab adalah karena bentuknya yang mengikuti bentuk wajah. Inilah sebabnya para ulama mengatakan, “Wajah wanita saat ihram hukumnya seperti tubuh laki-laki.” Allah Yang lebih Mengetahui.

Sumber: 

https://islamqa.info/ar/answers/223954/لماذا-نهيت-المراة-المحرمة-عن-لبس-النقاب

PDF sumber artikel.