Membeli Produk Israel Bagian dari Membantu Orang Kafir yang Dilarang dalam Islam

Umat Islam dari berbagai negara sepakat jika jihad melawan Israel saat hukumnya wajib. Dan mereka juga sepakat bahwa memboikot produk Israel dan sekutunya hukumnya sudah wajib. Sebab mereka jelas-jelas telah banyak merugikan umat Islam Palestina dan berniat membumi hanguskan negara Islam tersebut. Apa yang mereka lakukan saat ini tidak lepas dari tindakan itsmi (dosa) dan udwan (pelanggaran).

Jika demikian, langkah yang tepat untuk kondisi umat Islam terhadap Israel saat ini yaitu sebagaimana tertuang pada akhir ayat 2 surat al Maidah:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al Maidah: 2)

Artinya, membantu orang kafir dalam bentuk apapun hukum minimalnya adalah haram, bahkan bisa saja sampai kafir. Dari sini, dalam Majallatul Buhuts al Islamiyah yang merupakan kumpulan dari beberapa fatwa-fatwa ulama’ Saudi membagi bentuk membantu orang kafir kepada dua bagian; Pertama, membantu orang kafir yang benar-benar memerangi dan ingin menghancurkan umat Islam karena rasa senang terhadap orang kafir tersebut. Membantu memerangi orang Islam merupakan suatu kebanggaan tersendiri baginya, maka yang demikian itu bukan hanya haram tapi sudah sampai kepada tingkatan kafir.

Kedua, sekedar membantu karena untuk kemaslahatan baginya. Maka yang demikian tidak sampai kafir tetapi termasuk perbautan haram. Imam At Thahawi mengatakan:

مِنْ إِجْمَاعِ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ الْجَاسُوْسَ الْمُسْلِمَ لَا يَجُوْزُ قُتْلُهُ

Artinya: “Termasuk ijma’ yaitu tidak boleh membunuh mata-mata terhadap orang Islam”

Termasuk perbuatan membantu orang kafir yang menjadi musuh dan meresahkan Islam adalah ikut serta membeli produk-produk orang kafir. Karena hal tersebut termasuk I’anah bil intifa’ bi malil muslimin (membantu dengan memanfaatkan harta orang muslim).

Imam al Qarafi ketika menjelaskan tentang tarik menariknya suatu dalil, ia mencontohkan tentang keharaman membantu orang kafir dari aspek harta. Seperti membeli, menyewa produk-produk kafir. Begitu juga dalam Fatawa Wastisyarat al Islam al Yawma dikatakan:

اَلتَّعَاقُدُ بِالْبَيْعِ أَوِ التَّأْجِيْرِ مَعَ الْكُفَّارِ اَلَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ الْمُسْلِمِيْنَ لَا يَجُوْزُ

Artinya: “Melakukan transaksi atau berniaga bersama orang kafir yang memerangi Islam hukumnya tidak boleh, atau haram”

Dengan demikian, membeli produk Israel dan sekutunya merupakan bagian dari al itsmi wal udwan yang dilarang oleh Allah swt terhadap orang-orang muslim yang beriman. Sebab tindakan tersebut menguntungkan kepada musuh-musuh Allah swt dan Rasul_Nya.

ISLAMKAFFAH

Manal Badr: Guru Penghafal Quran yang Dicintai Banyak Orang Itu telah Syahid  

Perempuan berniqab hitam, seorang guru, penghafal Al-Quran yang dicintai murid dan teman-temanya  syahid setelah bom Zionis menyerangnya

SEORANG guru yang dicintai keluarga, murid dan para sahabat dari Jalur Gaza yang terkepung, syahid saat agresi keji penjajah’Israel’. Perempuan berniqab ini dikenal dengan rasa sayang kepada seluruh murid yang pernah diajarnya, juha kelima anaknya, itulah Manal Suleiman Badr.

“Manal adalah guru yang tulus, murah hati, dan penuh kasih sayang,” kata salah seorang sahaabat yang sama-sama mengajar. “Dia adalah salah satu orang paling tulus yang pernah saya temui dalam hidup saya,” kata seorang guru lainnya.

Dia menambahkan Manal adalah seorang hafidzah (penghafal Al-Quran) yang dekenal sangan ringan tangan. “Saya merasa bahwa dia adalah orang yang kehilangan di dunia ini, dan oleh karena itu kesyahidan pantas untuknya,” katanya.

Rekan lainnya melanjutkan, “Manal sangat haus ilmu, dan meskipun memiliki lima anak, dia banyak menghabiskan seluruh waktunya untuk berusaha mengembangkan dirinya. Di waktu luangnya di sekolah, dia masih tetap belajar bahasa Inggris, merangkum seminar dan ceramah para ulama,” katanya.

Rekannya yang lain mengatakan, “Dia adalah salah satu orang paling tulus yang pernah saya temui dalam hidup saya. Dia adalah seorang penghafal Al-Quran, ringan hati, dan layak untuk syahid. Saya merasa seperti kehilangan di dunia ini untuk dia.”

Akhir bulan Oktober lalu, penjajah menarget orang-orang mulia seperti Manal, wanita shalihah yang dikenal perjuanganya mendidik keluarga, memajukan sekolah, dan masyarakat, serta mengawal lahirnya generasi Muslim di Gaza.

Kini, ia telah syahid bersama ketiga anaknya, meninggalkan dua orang lainnya sebagai pengingat dan pelanjut perjuanganya.

Sampai agresi hari ke-45, Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan jumlah korban gugur akibat serangan Zionis ‘Israel’ di Gaza telah mencapai 13.300 orang termasuk 5.600 anak-anak dan 3.550 perempuan.*

HIDAYATULLAH

Hikmah dalam Berdakwah (Bag. 8): Contoh Praktik Dakwah dengan Hikmah

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du.

Di antara contoh praktik dakwah dengan hikmah dan bijaksana adalah apa yang disebutkan oleh Ustaz Abdullah Zaen, Lc. MA. hafizhahullah dalam bukunya “14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah” pada halaman 117-144.

Namun, mengingat panjangnya penjelasan yang beliau tuliskan, maka di bawah ini kami ringkaskan untuk para pembaca dengan beberapa penyesuaian agar lebih mudah untuk diambil faedahnya bagi kaum muslimin secara umum.

Berdakwah dengan mengamalkan hal-hal yang biasa dikerjakan di masyarakat selama hal-hal itu masih diperbolehkan oleh agama. Hal ini dengan tujuan untuk menarik hati masyarakat dan menjadikan mereka tidak fobia dengan dakwah kita, meskipun terkadang hal-hal tersebut tidak sesuai dengan yang lebih afdal. Bahkan, terkadang disyariatkan untuk meninggalkan beberapa amalan yang hukumnya sunah, untuk menghindari fitnah (gejolak masyarakat atau keributan).

Dalil bolehnya meninggalkan amalan yang lebih afdal atau amalan yang hukumnya sunah untuk menghindari fitnah atau untuk menarik hati masyarakat adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَوْلا حَداثَةُ عَهْدِ قَوْمِكِ بالكُفْرِ لَنَقَضْتُ الكَعْبَةَ، ولَجَعَلْتُها علَى أساسِ إبْراهِيمَ

Kalau bukan karena kaummu (wahai Aisyah) yang baru saja meninggalkan kekufuran, niscaya akan aku hancurkan ka’bah. Lalu, aku akan bangun kembali di atas pondasi Nabi Ibrahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan amalan yang hukumnya sunah untuk menghindari timbulnya fitnah. Oleh karena itu, Imam Bukhari rahimahullah mengambil suatu kesimpulan yang amat indah dari kisah di atas. Beliau menulis, “Bab: (Disyariatkannya bagi) Seseorang untuk Meninggalkan Beberapa Perkara Sunah, karena Khawatir Pemahaman sebagian Orang Tidak Sampai kepadanya, sehingga Mereka Terjerumus ke dalam Perbuatan Yang Lebih Parah.

Beberapa contoh praktik dakwah yang hendaknya kita terapkan guna menghindari fitnah dan menarik hati masyarakat:

Berkaitan dengan masalah pakaian, seyogyanya kita tidak berusaha untuk tampil beda dari pakaian yang umum dipakai di masyarakatnya selama pakaian tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Seandainya masyarakat kampungnya terbiasa untuk memakai sarung, kemeja, baju koko, dan songkok hitam, maka hendaknya kita tidak berusaha untuk tampil beda dengan memakai jubah, gamis (baju pakistan), imamah (sorban yang dililit di kepala), atau syimagh (kerudung yang biasa dipakai oleh laki-laki Arab). Karena menurut para ulama bahwa yang disunahkan dalam masalah pakaian itu hendaknya seseorang menyesuaikan pakaiannya dengan pakaian penduduk negerinya, selama pakaian mereka tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Imam Ibnu ‘Aqil rahimahullah berkata, “Tidak seyogyanya menyelisihi kebiasaan masyarakat, kecuali dalam hal yang haram.”

Diperbolehkan bagi kaum pria untuk memakai celana atau sarung pas di atas mata kaki dan tidak harus diangkat sampai pertengahan betis kaki.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إزرَةُ المؤمنِ إلى عَضَلةِ ساقَيْه، ثم إلى نِصْفِ ساقَيْه، ثم إلى كَعبَيْه، فما كان أَسفَلَ مِن ذلك في النَّارِ

Pakaian (bawah) seorang mukmin hingga di atas pertengahan betisnya, kemudian hingga pertengahan betisnya, kemudian hingga kedua mata kakinya. Jika melebihi mata kaki, maka itu akan (dimasukkan) ke neraka.” (HR. An-Nasa’i dan Ahmad. Sahih)

Bagi kaum wanita terkadang boleh memakai pakaian selain warna hitam dengan tetap memperhatikan norma-norma cara berpakaian kaum wanita yang lain, karena sahabiyyat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun terkadang berpakaian selain warna hitam.

Berikut ini beberapa hadis menunjukkan hal itu:

Pertama: Istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terkadang memakai pakaian merah. (Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf, VII: 371 no. 4791 dan disahihkan oleh Syekh Al-Albani)

Kedua: Ummu Khalid bintu Khalid radhiyallahu ‘anha pernah dipakaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam baju bergaris-garis hijau dan kuning. (Diriwayatkan oleh Bukhari)

Ketiga: Istri Abdurrahman bin Zubair Al-Qurazhi radhiyallahu ‘anhuma pernah memakai jilbab hijau. (Diriwayatkan oleh Bukhari)

Oleh karena itu di dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah (XVII: 108) disebutkan,

“Pakaian wanita muslimah tidak khusus berwarna hitam, dan boleh baginya untuk memakai pakaian berwarna lain, jika menutup auratnya, tidak menyerupai pakaian laki-laki, tidak ketat membentuk lekuk-lekuk tubuhnya, tidak transparan hingga memperlihatkan apa yang ada di balik pakaian, serta tidak menimbulkan fitnah.”

Bagi ikhwah yang menjadi imam di suatu masjid yang memiliki mihrab, diperbolehkan baginya untuk salat di mihrab itu, apalagi jika jemaah masjid belum siap untuk menerima bahwa mihrab hukumnya adalah bid’ah.

Perlu diketahui bahwa membuat mihrab merupakan suatu perkara yang diperselisihkan hukumnya oleh para ulama sejak dahulu hingga sekarang. Sebagian mengatakan boleh, sebagian mengatakan bid’ah.

Syekh Abdul Malik Ramadhani hafizhahullah menjelaskan permasalahan di atas, “Masalah ini (masalah mihrab) merupakan permasalahan fikih. Kalaupun mihrab dianggap sebagai suatu bid’ah, perbuatan meninggalkan salat di dalamnya tidak melenyapkan bid’ah tersebut. Yang termasuk ke dalam kategori bid’ah adalah membangun mihrab tersebut, bukan salat di dalamnya.”

Bagi ikhwah yang menjadi imam di suatu masjid yang biasa bacaan basmalah dalam surah al-Fatihah di-jahr-kan (dikeraskan), maka terkadang ia boleh untuk men-jahr-kannya dengan tujuan antara lain guna mengambil hati jemaah masjid.

Karena hadis yang menjelaskan dikeraskannya bacaan basmalah Fatihah pun sahih, meskipun (derajat) kekuatannya di bawah (derajat) kekuatan hadis yang menerangkan di-sirr-kannya (dilirihkannya) bacaan basmalah.

Bagi ikhwah yang menjadi imam salat tarawih di masjid yang telah membudaya di dalamnya untuk salat empat-empat-tiga, dan diperkirakan belum siap untuk diganti menjadi dua-dua-dua-dua-dua-satu, maka disyariatkan dia salat empat-empat-tiga, sambil berusaha mengenalkan ke jemaah akan disunahkannya salat dua-dua-dua-dua-dua-satu, meskipun dia belum mempraktikkannya. Karena yang empat-empat-tiga pun pernah dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, meskipun yang dua rakaat-dua rakaat itu lebih afdal.

Dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dia bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimanakah salat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di bulan Ramadan?” Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pemah salat lebih dari sebelas rakaat baik di bulan Ramadan maupun selain Ramadan. Beliau salat empat rakaat dan jangan ditanya bagus dan panjangnya. Kemudian salat empat rakaat dan jangan ditanya bagus dan panjangnya. Kemudian salat tiga rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Dan hadis ini menjelaskan bolehnya (salat empat empat tiga), meskipun yang lebih afdal adalah salam setiap selesai dua rakaat. Dan inilah yang dikenal dari praktik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan perintah beliau untuk melakukan salat malam dua rakaat dua rakaat.”

Bagi ikhwah yang menjadi makmum di masjid yang imamnya memakai qunut ketika subuh, maka ia boleh mengangkat tangan ketika qunut dan mengamininya.

Syekh Al-‘Allamah Ibn ‘Utsaimin rahimahullah menasihatkan, “Lihatlah para imam (kaum muslimin) yang mereka benar-benar memahami nilai-nilai persatuan. Imam Ahmad rahimahullah berpendapat bahwa qunut salat Subuh adalah bid’ah. Meskipun demikian, beliau berkata, ‘Jika engkau salat di belakang imam yang qunut, maka ikutilah qunutnya, dan aminilah doa imam tersebut.’ Ini semua demi persatuan barisan dan hati, serta agar tidak timbul kebencian antara sebagian kita terhadap sebagian yang lain.”

Ini jika posisi kita sebagai makmum.

Namun, jika posisi kita sebagai imam (dan kita meyakini bahwa hadis tersebut dha’if), maka kita tidak boleh berqunut. Karena jika kita meyakini bahwa hadisnya dha’if, berarti kita telah meyakini bahwa qunut Subuh tidak disyariatkan.

Syekh Al-‘Allamah Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah setelah merajihkan bahwa hadis tersebut dha’if, beliau menjelaskan sikap makmum dalam permasalahan-permasalahan seperti ini, “Seseorang mengikuti imam dalam masalah-masalah khilafiyyah (yang masih diperselisihkan oleh para ulama) … Dia harus mengikuti imam, dan tidak boleh memisahkan diri atau meninggalkan salat di belakang orang yang berqunut. Jika seseorang memandang bahwa amalan itu tidak cocok (dengan sunah) atau dia berpendapat bahwa perkara itu bid’ah, sedangkan yang lain berpendapat bahwa itu adalah sunah, dalam kondisi seperti itu dia tidak boleh meninggalkan salat di belakang orang yang berbeda pendapat dengannya di saat dia mengamalkan apa yang ia yakini.” Wallahu Ta’ala a’lam. [Selesai]

الحمد لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89092-contoh-praktek-dakwah-dengan-hikmah-3.html

Dalam Al-Qur’an Tugas Manusia Merawat Bumi

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Ia dianugerahi akal dan pikiran yang dapat digunakan untuk mengelola dan memelihara bumi. Dalam Al-Qur’an, manusia disebut sebagai khalifah, yang artinya pemimpin atau pengganti. Khalifah di bumi memiliki tugas untuk memakmurkan bumi dan menjaga kelestariannya. Berikut artikel lanjutan, dalam Al-Qur’an tugas manusia merawat bumi.

Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia bertugas untuk melestarikan sumber daya alam, sebagai bagian dari merawat bumi. Melestarikan sumber daya alam seperti air, udara, tanah, dan hutan sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Seyogianya, menggunakan sumber daya alam secara bijaksana dan bertanggung jawab, serta mengurangi konsumsi kita agar tidak terjadi kelangkaan.

Selanjutnya, bagian dari melindungi bumi adalah menjaga lingkungan dari pencemaran dan kerusakan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Kita harus mengurangi penggunaan bahan-bahan yang dapat mencemari lingkungan, seperti plastik dan bahan bakar fosil. Kita juga harus membuang sampah pada tempatnya dan mengurangi penggunaan air dan energi.

Pun bagian dari ikhtiar menjaga bumi adalah melindungi keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati adalah kekayaan alam yang harus kita jaga. Kita harus melindungi hewan dan tumbuhan langka dari kepunahan. Kita juga harus menjaga habitat alami mereka agar mereka dapat hidup dan berkembang biak dengan baik.

Dalil Anjuran Merawat Bumi dalam Al-Qur’an

Terdapat banyak ayat dalam al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk menjaga dan merawat bumi. Salah Salah satunya adalah Q.S. Al-A’raf [7] ayat 56;

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya; Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.

Selain dari al-Qur’an, perintah untuk menjaga bumi juga terdapat dalam banyak hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, tentang anjuran untuk menanam pohon, sebagai upaya menjaga bumi;

عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً، وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ»

Artinya; Jabir berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, Tidaklah seorang muslim menanam pohon kecuali buah yang dimakannya menjadi sedekah, yang dicuri menjadi sedekah, yang dimakan binatang buas adalah sedekah, yang dimakan burung adalah sedekah, dan tidak diambil seseorang kecuali menjadi sedekah,” [HR. Muslim]

Dengan melaksanakan tugas-tugas tersebut, manusia dapat ikut berperan dalam menjaga kelestarian bumi dan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Demikian penjelasan terkait dalam Al-Qur’an tugas manusia merawat bumi. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

7 Sahabat Nabi yang Kaya Raya

Inilah tujuh sosok sahabat Nabi Muhammad Saw yang kaya raya. Di antara sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW, terdapat beberapa yang dikenal karena kekayaan mereka. Namun, kekayaan mereka bukan semata-mata untuk memenuhi hawa nafsu, melainkan menjadi sarana untuk berbakti kepada Allah SWT dan menebarkan kebaikan di muka bumi.

Tak jarang kita mendengar kisah-kisah sahabat Rasulullah Saw yang memiliki kehidupan miskin. Saking miskinnya mereka untuk memiliki tempat tinggal saja tak punya, sehingga mereka harus bertempat tinggal di serambi teras-teras masjid Nabawi yang mereka biasa dijuluki sebagai ahl suffah salah satunya adalah sahabat yang masyhur paling banyak meriwayatkan hadits yaitu Abu Hurairah Ra. 

Namun demikian, bukan berarti sahabat-sahabat Nabi tidak ada yang kaya, ada juga para sahabat yang memiliki ekonomi mapan yang itu tetap bertahan hingga mereka wafat.

7 Sahabat Nabi yang Kaya Raya

Ibnu Khaldun dalam karya monumentalnya yaitu kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun beliau mengutip dari Syaikh Al-Mas`udi ulama ahli sejarah Arab bahwa ada tujuh sahabat Nabi yang kaya raya.

Pertama, adalah Sayyidina Utsman bin Affan Ra, khalifah rasulullah Saw yang ketiga dan sekaligus menantu beliau ini memiliki kekayaan yang cukup banyak, hingga saat beliau wafat meninggalkan property kekayaan yang bernilai 200.00 dinar dan sejumlah unta dan kuda, bahkan hingga saat ini beliau memiliki kebun kurma di daerah Madinah yang sampai saat ini tertera nama pemilik Utsman bin Affan.

Kedua, Al-Zubair dikatakan bahwa beliau itu memiliki kekayaan 50.000 dinar, 1.000 kuda, dan 1.000 budak. Tak hanya itu beliau juga memiliki bangunan rumah di kota Bashrah, Kufah, Mesir, dan Aleksandria.

Ketiga, adalah Thalhah bin Ubaidillah, beliau memiliki penghasilan 1.000 dinar di setiap harinya yang dihasilkan dari usaha di Irak, dan lebih lagi di daerah Al-Sirah suatu daerah bagian dari Yaman.

Beliau juga membangun rumah di kota Kufah, dan merenovasi kediamannya di Madinah dengan memasang plester, batu-bata, dan kayu berlapis yang pada saat itu sudah dianggap sebagai material bangunan yang mewah.

Keempat, Abdurrahman bin Auf, baliau memiliki kekayaan 1.000 kuda, 1.000 unta, ribuan kambing, dan bahkan seperempat harta warisan beliau mencapai jumlah 84.000 dinar. 

Kelima, adalah Zaid bin Tsabit, Beliau memiliki kekayaan tanah  dan uang 100.000 dinar, dan yang cukup unik adalah harta kekayaan beliau berupa emas dan perak yang ketika menjadi harta warisan harus dibagi-bagi dengan cara dipecahkan dengan kapak karena saking banyaknya emas dan perak yang beliau miliki.

Keenam, Sa`ad bin Abi Waqash, beliau memiliki bangunan rumah dengan bahan dari batu akik dengan bangunan bertingkat dan memiliki halaman yang luas.

Ketujuh, yang terakhir adalah sahabat Al-Miqdad yang mana beliau memiliki rumah yang diplester di Madinah.

Menurut Ibnu Khaldun mereka mendapatkan harta tersebut dari cara yang halal, mulai dari bisnis, harta ghanimah, hingga fai`. Para sahabat Rasulullah Saw di atas menggunakan hartanya untuk kebaikan, mereka tidak serta-merta berperilaku berlebihan dalam membelanjakan hartanya, bahkan mereka tetap mengarungi hidupnya dengan sederhana. Karena Islam tidak melarang umatnya untuk hidup dengan kaya asalkan dihasilkan dari proses yang halal dan memenuhi hak kewajibannya.

Demikian penjelasan mengenai tujuh sahabat Nabi yang kaya raya. Semoga bermanfaat dan kita bisa meneladani mereka. Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Mengapa Rasulullah Menganjurkan Memakai Parfum? Ini Alasannya

Wewangian atau parfum adalah senyawa aroma yang diperuntukkan mengharumkan tubuh, baju, ruangan maupun objek tertentu. Sosok mulia Nabi Muhammad secara eksplisit pun menyatakan kesukaannya pada wewangian.


Banyak dari kita adalah penyuka parfum dan memakainya saat akan melaksanakan shalat maupun aktifitas harian, namun banyak pula yang kurang paham tujuan memakai parfum itu sendiri. Bahkan Rasulullah sendiri meskipun keringatnya harum, beliau tetap memakai wewangian. Apa alasannya?

Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan Anas:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ


Artinya: Diriwayatkan dari Anas, ia berkata, Rasulullah bersabda: Di dunia ini aku menyukai wanita dan parfum, sedangkan shalat adalah penentram hatiku. (An-Nasa’i).

Dalam redaksi hadits lain disebutkan bahwa Nabi Muhammad memiliki aroma tubuh yang harum:

عَنْ ثَابِتٍ قَالَ أَنَسٌ مَا شَمَمْتُ عَنْبَرًا قَطُّ وَلَا مِسْكًا وَلَا شَيْئًا أَطْيَبَ مِنْ رِيحِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا مَسِسْتُ شَيْئًا قَطُّ دِيبَاجًا وَلَا حَرِيرًا أَلْيَنَ مَسًّا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya: Diriwayatkan dari Tsabit, Anas berkata tidak pernah aku mencium aroma parfum ambar, misik dan parfum yang lebih harum daripada keringat Nabi. Dan aku tidak pernah  menyentuh sutra yang lebih lembut daripada menyentuh Rasulullah. (HR. Muslim)


Kedua redaksi hadits ini bila ditarik benang merah, maka memunculkan pemahaman memakai wewangian adalah salah satu kesunnahan. Sebab pernyataan Nabi Muhammad yang notabene memiliki aroma wangi ini, tetap menyukai wewangian adalah bertujuan untuk mencontohkan umatnya agar selalu berpenampilan bersih dan wangi.

Terlebih ketika memasuki hari Jumat, umat Islam dianjurkan membersihkan diri dan memakai wewangian:


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ هَذَا يَوْمُ عِيدٍ جَعَلَهُ اللَّهُ لِلْمُسْلِمِينَ فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ وَإِنْ كَانَ طِيبٌ فَلْيَمَسَّ مِنْهُ وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ


Artinya: Hari ini (Jumat) adalah hari raya yang dijadikan Allah SWT untuk umat Islam. Siapa yang ingin melaksanakan shalat Jumat, hendaklah mandi, memakai wangi-wangian kalau ada, dan menggosok gigi (siwak). (HR Ibnu Majah).


Dari sini dapat disimpulkan bahwa menggunakan wewangian yang dicontohkan Nabi Muhammad akan memberikan kesan bersih, suci, dan kenyamanan bagi diri sendiri maupun orang lain. Bahkan berkat memakai wangi-wangian pula, seseorang bisa mendapatkan pahala karena telah berusaha membuat orang lain senang dan merasa nyaman ketika berada di dekatnya.


Tentunya parfum yang digunakan tidak berlebihan kandungan alkoholnya, sebab dalam keputusan Muktamar NU ke-23, di Solo, tepatnya tanggal 29 Rajab – 3 Sya’ban 1382 H/ 25 – 29 Desember 1962 M mengatakan bahwa minyak wangi (parfum) yang dicampuri alkohol, apabila campurannya untuk menjaga kebaikan (kelayakan/pengawet minyak wangi) maka dimaafkan (ma’fu).

NU ONLINE

Perempuan Memakai Wewangian di Ruang Publik, Masalah?

Wewangian, seperti parfum, saat ini bukan hanya menjadi tren atau kebutuhan semata, tapi juga menjadi bagian dari rutinitas harian, terutama di kalangan pekerja. Penggunaan parfum, meskipun umum, kadang-kadang menuai pertanyaan terkait dengan ajaran agama. Dalam konteks ini, hadis yang menyebutkan tentang penggunaan wewangian oleh perempuan muncul, mengundang tafsiran dan pendapat ulama.

Hadis yang dikutip menyatakan, “Perempuan manapun yang memakai wewangian kemudian lewat pada suatu kaum (laki-laki) supaya mereka mencium wanginya maka ia seorang pezina” (HR An-Nasa’i). Pernyataan ini bisa menimbulkan keraguan, terutama jika dilihat dari segi tekstual. Namun, penting untuk memahami konteks dan maksud dari hadis ini.

Menelusuri tafsiran, Al-Munawi, dalam kitab “Faydhul Qadir,” menjelaskan bahwa keharaman penggunaan parfum oleh perempuan berkaitan dengan niatnya. Jika perempuan menggunakan wewangian dengan niat agar orang-orang yang bukan mahram mencium baunya, maka dia dianggap termasuk pezina dalam segi dosa. Ini menunjukkan bahwa niat memainkan peran penting dalam hukum agama terkait penggunaan wewangian.

Pentingnya niat dalam Islam sering ditekankan, dan hal ini mencerminkan pendekatan holistik terhadap perbuatan. Al-Munawi menegaskan bahwa niat jelas membedakan antara penggunaan wewangian yang dilarang dan yang diperbolehkan. Dalam konteks ini, menggunakannya tanpa tujuan untuk menarik perhatian kaum laki-laki yang bukan mahramnya tidak melanggar aturan.

Namun, jika melihat lebih lanjut, apakah kondisi masyarakat pada masa lalu dan sekarang dapat dibandingkan dengan sederhana? Pada masa Jahiliyah, masyarakat mungkin memiliki tantangan keamanan yang berbeda, dan larangan ini dapat diartikan sebagai langkah perlindungan. Namun, saat ini, dengan berbagai langkah keamanan yang diterapkan di tempat-tempat umum, apakah larangan tersebut tetap relevan?

Pandangan ulama tentang hukum memakai wewangian bagi perempuan juga dapat dilihat melalui perspektif madzhab fikih. Masing-masing madzhab memiliki pandangan yang berbeda terkait hal ini.  Menurut madzhab Hanafi, perempuan boleh menggunakan wewangian di depan umum asalkan aromanya tidak terlalu kuat sehingga menarik perhatian. Tetapi, beberapa ulama Hanafi menyatakan bahwa lebih baik untuk menghindari penggunaan wewangian di ruang publik.

Sedangkan Madzhab Maliki memperbolehkan perempuan menggunakan wewangian di hadapan umum, selama bau yang dihasilkan tidak mencolok atau mengganggu orang lain. Hal sama dari kalangan madzhab Syafi’I yang membolehkan perempuan menggunakan wewangian di hadapan umum asalkan aromanya tidak terlalu kuat dan tidak menarik perhatian laki-laki yang bukan mahramnya.

Madzhab Hambali cenderung lebih konservatif dalam memandang hal ini. Beberapa ulama Hambali berpendapat bahwa perempuan sebaiknya tidak menggunakan wewangian di depan umum, terutama jika situasi tersebut dapat menimbulkan fitnah atau gangguan.

Secara umum, banyak ulama sepakat bahwa penggunaan wewangian oleh perempuan sebaiknya dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar tidak menarik perhatian yang tidak diinginkan atau menimbulkan fitnah. Prinsip dasar adalah menjaga kesopanan dan menghindari tindakan yang dapat menimbulkan godaan atau ketidaknyamanan di masyarakat.

Oleh karena itu, dalam merangkai ulasan ini, dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan parfum oleh perempuan tidak secara otomatis dianggap sebagai tindakan yang dilarang dalam Islam. Yang ditekankan adalah niat dan konteks penggunaannya. Islam memberikan kebijaksanaan dan keterbukaan terhadap realitas sosial yang berkembang.

ISLAMKAFFAH

Belajar dari kasus KDRT Dokter Qory

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami dokter Qory Ulfiyah Ramayanti sempat menjadi perbincangan publik pada November 2023. Kasus ini bermula saat suami dr Qory, Willy Sulistio, melaporkan istrinya hilang ke kepolisian. Namun, setelah dilakukan penyelidikan, ternyata dr Qory melarikan diri dari rumah karena mengalami KDRT dari suaminya.

dr Qory mengaku bahwa ia telah mengalami KDRT dari suaminya sejak awal pernikahan. Kekerasan yang dialaminya berupa pukulan, tendangan, dan ancaman dengan senjata tajam. Ia juga pernah dipaksa untuk melakukan hubungan intim di luar kehendaknya.

Puncak KDRT yang dialami Dokter Qory terjadi pada tanggal 13 November 2023. Saat itu, suaminya memukulnya hingga ia mengalami luka-luka di bagian wajah, kepala, dan kaki. dr Qory pun memutuskan untuk melarikan diri dari rumah.

Setelah ditemukan oleh polisi, dr Qory kemudian melaporkan suaminya ke Polres Bogor. Polisi pun menetapkan Willy sebagai tersangka KDRT. Willy terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun.

Kasus KDRT yang dialami Dokter Qory menjadi bukti bahwa kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi kepada siapa saja, bahkan kepada orang-orang yang berpendidikan tinggi. Kasus ini juga menunjukkan bahwa korban KDRT seringkali mengalami kesulitan untuk keluar dari situasi kekerasan.

Kasus ini telah membuka mata masyarakat tentang bahaya KDRT. KDRT tidak hanya terjadi pada perempuan dari kalangan ekonomi bawah, tetapi juga dapat terjadi pada perempuan dari kalangan atas, bahkan yang berpendidikan tinggi.

Dalam ajaran Islam, KDRT merupakan perbuatan yang dilarang dan diharamkan. Hal ini didasarkan pada ayat Al-Qur’an Q.S ar Rum [30] ayat 21:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya; Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Islam sangat mengutuk segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pemukulan istri. Islam mengajarkan bahwa suami dan istri harus saling menghormati dan menyayangi. Suami harus menjadi pemimpin yang bijaksana dan penuh kasih sayang, sedangkan istri harus menjadi pendamping yang taat dan patuh.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan masalah yang serius yang dapat berdampak buruk bagi korban. KDRT dapat menyebabkan korban mengalami luka fisik, psikis, dan bahkan kematian. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya KDRT dan cara mencegahnya.

وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ

Artinya: “Janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, jangan pula menjelek-jelekkannya dan jangan mendiamkan istri (ketika cekcok) selain di rumah” (HR. Abu Daud)

Islam memandang bahwa KDRT adalah perbuatan yang tidak terpuji dan dapat merusak hubungan suami-istri. KDRT juga dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korbannya.

Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjaga diri dari perbuatan KDRT. Suami dan istri harus saling menghormati dan menghargai, serta menyelesaikan masalah mereka dengan cara yang baik.

BINCANG SYARIAH

Kisah Rasulullah Pernah Melakukan Boikot Barang

Boikot produk Israel dan semua produk perusahaan yang diduga kuat berafiliasi dengan Israel semakin gencar. Hal ini tentu bukan tanpa alasan, karena kekejian dan kekejaman agresi Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza merupakan kekejaman dan kebuasan.

Genosida Israel terhadap warga Palestina merupakan kejahatan kemanusiaan yang tidak dapat ditolerir. Sepuluh ribu lebih korban yang diantaranya anak-anak dan wanita sangatlah tidak manusiawi. Salah satu ikhtiar masyarakat dunia termasuk warga Indonesia adalah melakukan boikot terhadap produk Israel dan semua perusahaan yang berafiliasi dengan Israel.

Bagaimanapun, tindakan penjajahan Israel atas Palestina membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Keuntungan dari penjualan produk sebagai bentuk bisnis menjadi penopang bagi Israel mendukung kejahatannya. Dengan diboikotnya produk Israel dan mitranya tentu menimbulkan efek melemahkan yang signifikan.

Aksi boikot tersebut akan berdampak besar bagi perusahaan, seperti kerugian bisnis dan pemasukan keuangan perusahaan. Jadi, boikot yang disuarakan masyarakat dunia termasuk Indonesia bukan soal halal dan haramnya suatu produk, tapi upaya menghentikan kemudharatan berupa kekejaman seperti genosida Israel terhadap warga Palestina.

Rasulullah Pernah Melakukan Boikot Gandum Yamamah

Dalam satu hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim menceritakan sosok Tsumamah yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk umrah ke Makkah. Sesampainya di Makkah ia mengabarkan pemboikotan yang dilakukan oleh Rasulullah terhadap gandum Yamamah.

“Rasulullah memberikan kabar gembira kepada Tsumamah serta memerintahkannya untuk melakukan umrah. Ketika ia sampai di Makkah, ada seseorang yang berkata kepadanya: “apakah kamu telah murtad (dari agama nenek moyangmu)?”. Tsumamah menjawab: “Tidak, justeru aku telah memeluk agama Islam bersama Rasulullah. Demi Allah, engkau tidak akan mendapatkan gandum Yamamah (sampai kepada kaum Quraisy) kecuali diijinkan masuk oleh Rasulullah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Riwayat lain seperti termaktub dalam Fathul Bari (8/78) menggunakan redaksi: “Gandum dari Yamamah tidak akan sampai kepada kalian, kecuali diizinkan oleh Rasulullah”.

Artinya, untuk suatu tujuan tertentu Rasulullah memboikot gandum Yamamah supaya tidak terdistribusi terhadap orang Quraisy. Bukan karena gandum tersebut tidak halal dimakan, melainkan untuk suatu maslahah.

Jika suatu produk diyakini akan menimbulkan dampak negatif dan akibat buruk boleh melakukan tindakan boikot. Apalagi jelas-jelas mendukung dan untuk membiayai kejahatan kemanusiaan seperti genosida Israel terhadap warga Palestina.

ISLAMKAFFAH

Mengingat Nikmat dan Memperbanyak Syukur

Semakin seseorang pandai mengingat-ingat nikmat Allah Ta’ala, maka ia akan lebih terdorong untuk bersyukur. Hal ini perlu dilatih dan diasah setiap saat untuk mengenal dan menyadarkan bahwa berbagai nikmat yang ada di hadapan kita adalah bersumber dari Allah Ta’ala, bukan datang dari akal (kemampuan) dirinya atau alat (teknologi) yang ia buat.

Sesungguhnya nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya tidak dapat dihitung dan dibilangkan karena saking banyaknya nikmat tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

وَاِ نْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗ اِنَّ الْاِ نْسَا نَ لَـظَلُوْمٌ كَفَّا رٌ

“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menentukan jumlahnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34)

Berlatih melihat dan mengingat nikmat Allah sejak dini

Anak-anak kecil hendaknya dibiasakan dan diingatkan bahwa berbagai nikmat itu datangnya dari Allah, sehingga akan terbawa dalam hatinya tatkala ia beranjak dewasa. Ia akan sadar bahwa dokter yang menyembuhkannya, kurir yang mengantar paketnya, penjual yang memurahkan harganya, semua hanya perantara yang mengantarkan nikmat Allah kepada dirinya. Begitu pula nikmat kesuksesan yang ia dapatkan, akan ia sadari bahwa datang dari Allah bukan dari kecerdasan akal atau kemampuan dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ هَلْ مِنْ خَٰلِقٍ غَيْرُ ٱللَّهِ يَرْزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ ۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ فَأَنَّىٰ تُؤْفَكُونَ

“Wahai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia, maka mengapakah kalian berpaling?” (QS. Al-Fatir: 3)

Menyadari nikmat zahir dan batin

Sesungguhnya tertutupnya jalan syukur seorang hamba disebabkan karena ketidaktahuannya terhadap macam-macam nikmat Allah, yaitu nikmat yang zahir (nampak) dan nikmat yang batin (tidak nampak). Contoh nikmat yang nampak misalnya tempat tinggal, uang, kendaraan, pekerjaan, dan yang lainnya. Sedangkan nikmat batin semisal diberikan ketenangan, keimanaan, dijauhkan dari bahaya, dan sebagainya. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ تَرَوْا۟ أَنَّ ٱللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُۥ ظَٰهِرَةً وَبَاطِنَةً ۗ وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُجَٰدِلُ فِى ٱللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَٰبٍ مُّنِيرٍ

“Tidakkah kalian perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) kalian apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS. Luqman: 20)

Di antara nikmat pertama kali yang diberikan Allah adalah nikmat penciptaan dan pengadaan. Kita ada di dunia ini adalah termasuk nikmat. Allah tidak menjadikan kita sebagai sesuatu yang tiada. Allah Ta’ala berfirman,

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى  الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى  وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى

“Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi, yang menciptakan, dan yang menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” (QS. Al-A’la: 1-3)

Kemudian Allah memberikan nikmat kepada kita dengan nikmat adaniyah wal insaniyah, yaitu nikmat berupa manusia (anak keuturunan Adam) bukan menjadikan kita sebagai hewan, tumbuhan, atau benda mati.

Allah juga memberikan nikmat kepada kita dengan menjadikan kita beragama Islam, bukan Yahudi, Nasrani, atau yang lainnya. Dan Allah menyempurnakan nikmat Islam tersebut dengan nikmat iman dan hidayah untuk menjalankan syariat Islam dengan benar sesuai dengan yang dituntunkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman,

ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagi kalian.” (QS. Al Maidah: 3)

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

وَ إِنَّ اللهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لاَ يُحِبُّ، وَلَا يُعْطِي الْإِيْمَانَ إِلَّا مَنْ أَحَبَّ

“Dan Allah memberikan dunia kepada siapa pun yang Dia cintai dan tidak Dia dicintai. Akan tetapi, Dia memberikan iman (agama) hanya kepada orang yang dicintai-Nya.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 1: 348-349 dan Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 275. Lihat As-Silsilah Ash-Sahihah, 6: 213, no. 2714)

Maka, ketika kita sudah mengetahui berbagai nikmat Allah di atas, sudah semestinya menjadikan kita sebagai seorang hamba yang senantiasa bersyukur kepada-Nya.

***

Penulis: Arif Muhammad N.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88606-mengingat-nikmat-dan-memperbanyak-syukur.html