Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Anung Sugihantono, menyambut kedatangan jemaah haji kloter 16 JKG di Asrama Haji Pondok Gede, 4 September lalu.
Pada kesempatan tersebut, Dirjen P2P didampingi Kakanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta, Kepala KKP Kelas I Soekarno Hatta, Direksi RS Haji Jakarta dan Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Debarkasi Haji JKG.
Anung mengatakan, pemerintah telah memberikan pelayanan, pembinaan dan perlindungan yang sebaik-sebaiknya kepada jamaah haji, semua itu dilakukan agar jamaah haji Indonesia terjamin kebutuhannya dari semua bidang, termasuk bidang kesehatan.
Anung menegaskan bahwa petugas kesehatan telah membagikan Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jamaah Haji (K3JH), agar apabila jemaah haji mengalami sakit demam, batuk, dan sesak dalam 14 sejak kedatangan di tanah air, segera berobat ke puskesmas terdekat dengan membawa K3JH tersebut.
Dalam hal ini, pemerintah mewaspadai berbagai penyakit dialami jamaah akibat terbawa pascahaji.
“Pemerintah mewaspadai berbagai penyakit yang kemungkinan terbawa oleh jamaah haji antara lain MERSCoV, Meningitis, Kolera, dan lain lain,” jelas Anung.
Setiap jamaah haji Indonesia telah dibekali Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah Haji (K3JH) sejak di Tanah Air yang berfungsi sebagai alat deteksi dini kesehatan.
Setelah yang bersangkutan tiba di Tanah Air dari Arab Saudi melaksanakan ibadah haji, sesampainya di Bandara, satu lembar dokumen K3JH diambil oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Embarkasi, kemudian satu lembar lagi dipegang jamaah.
Menurutnya, bila ada tanda-tanda pernapasan yang berat, batuk, demam di atas 38 derajat celcius, jamaah haji diimbau segara menghubungi Puskesmas terdekat untuk memeriksakan diri.
Bila tidak ada tanda-tanda gejala penyakit menular seperti di atas, jamaah haji kembali ke rumah dengan dinyatakan sehat. Namun, jika terbukti melalui pemeriksaan terdapat gejala penyakit menular di atas, seperti Mers-COV, akan dilakukan pengambilan sampel dahak.
‘Apabila hasilnya positif akan dilakukan isolasi, selanjutnya dilakukan penyelidikan epidemiologi di lingkungan keluarga bersangkutan dan teman selama perjalanan untuk mengetahui penularan kepada pihak lain dan mengetahui penyebabnya.
Selanjutnya, bila hasil laboratorium negatif, jamaah diperbolehkan kembali ke rumah. Masa deteksi dini K3JH berlaku selama 14 hari sejak kepulangan dari Tanah Suci.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan bahwa fase Armina pasca-Armina ini perlu diwaspadai.
“Biasanya jamaah yang sudah selesai berhaji mengalami penurunan daya tahan tubuh karena malas makan,” kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek melalui keterangan yang diterima Okezone, Senin (27/8/2018).
Guna menekan risiko sakit pada jamaah haji pasca-Armina, tugas tim medis, khususnya di kloter (TKHI) dan pada jamaah, harus lebih ditingkatkan.
Terkait hal ini, Menkes Nila Moeloek menyampaikan tiga pesan kepada TKHI dan jamaah haji.
Pertama, TKHI diminta meningkatkan early diagnostic terhadap jamaah di pondokan kloter masing-masing, terutama usai puncak ibadah haji.
“Waspada terhadap jamaah pascarawat di KKHI atau RSAS, terutama yang mengidap penyakit kardiovaskuler dan memastikan intake yang cukup pada jamaah sakit karena pasca armina kondisi ini menjadi risiko yang dapat menyumbang angka kematian tinggi,” kata Menkes Nila.
Kedua, jamaah gelombang 1 diimbau menjaga kesehatan dan kebugaran karena akan kembali ke Tanah Air. Begitu juga dengan jamaah gelombang 2 yang masih akan ke Madinah untuk beribadah di sana.
Ketiga, jamaah haji diimbau mengatur aktivitas, jangan berlebihan dan sesuai prioritas. “Tetap menjaga waktu istirahat dan menjaga asupan makannya,” pesan Menkes Nila.
Ia berharap perilaku hidup sehat yang sudah dijaga sebelum Armina tetap dipertahankan. Caranya dengan menjaga pola makan, rajin minum, dan cukup istirahat.