ISLAM adalah agama yang sempurna. Islam disamping sebuah aqidah, Islam pula sebagai syariah. Pada Islam, bertumpu segala urusan dan hukumnya. Inilah kemuliaan dan keluhuran Islam. Islam memerintahkan kita mentauhidkan Allah dan memurnikan tauhid hanya untuk Allah. Islam pula memerintahkan kita adil dan ridha dalam bermuamalah sesama manusia.
Bentuk muamalah sesama manusia yang Islam tidak berlepas dalam pengaturannya adalah muamalah berkenaan jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, dan yang sejenisnya. Di antaranya adalah ketentuan menyempurnakan takaran dan timbangan.
Hal ini sebagaimana Allah Azza Wa Jalla perintahkan dalam QS Ar Rahman ayat 9, “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu“. Juga perintah Allah dalam surat Al Anam ayat 152, “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya“.
Ini adalah ayat-ayat Allah yang memerintahkan kita untuk menyempurnakan takaran dan timbangan. Kecuali bila kita tidak sengaja, maka Allah tidak memikulkan beban/dosa kepada orang yang tidak sengaja melakukannya. Hal ini sebagaimana penjelasan Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah, “Melalui ayat ini, Allah Azza wa Jalla memerintahkan penyempurnaan (isi) takaran dan timbangan dengan adil. Dan menyatakan bahwa siapa saja yang tanpa kesengajaan terjadi kekurangan pada takaran dan timbangannya, tidak mengapa karena tidak disengaja”.
Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla menyebutkan bahwa memenuhi takaran dan timbangan lebih utama dan lebih baik manfaat. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya” (Al-Isra:35).
Dalam ayat lain, perintah menyempurnakan takaran mengiringi perintah beribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Sebab, pelaksanaan dua hal tersebut berarti memberikan hak kepada pemiliknya yang tepat, tanpa ada pengurangan.
Maka bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan perintahNya ini. Sebagai pembeli hendaknya tidak memaksa dan membebani penjual untuk melebihkan atau menambah takaran atau timbangan dengan bermacam dalih. Pun sebagai penjual, janganlah mengurangi hak pembeli dengan cara curang; dengan mengurangi takaran dan timbangan dengan berbagai macam muslihat hanya untuk mengambil keuntungan yang berlebih. Orang yang menyalahi ketentuan yang adil ini berarti telah menjerumuskan dirinya sendiri dalam ancaman kebinasaan. [*]