Mengerikan, Inilah Hari Ditampakkannya Amalan

Allah Subhanahu wa Taala berfirman:


“Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: Aduhai celakalah kami, Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya. Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhan-mu tidak menganiaya seorang pun.” (QS Al-Kahfi: 49)

Allah taala mengabarkan tentang hari ditampakkan amalan-amalan, “Dan diletakkanlah Kitab,” yaitu catatan kebaikan dan keburukan. Allah memberikan setiap orang catatannya masing-masing. Orang yang beriman mengambil Kitab tersebut dengan tangan kanannya, sedangkan orang kafir mengambilnya dengan tangan kiri.

“Lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah” pada waktu itu, “ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya” yaitu di dalam kitab tersebut yang berisi keburukan-keburukan mereka. “Dan mereka berkata, Aduhai celakalah kami,” Mereka menyesal dan merasa sedih, sehingga mereka mengatakan, bahwa mereka dalam kecelakan dan kebinasaan. “Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar,” dari dosa-dosa kami “melainkan ia mencatat semuanya.”

Kemudian Allah taala berkata di akhir penunjukan catatan-catatan tersebut, “Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis),” baik berupa kebaikan maupun keburukan, telah ditetapkan di dalam kitab mereka dan telah diperhitungkan dan mereka telah diberikan balasan atas apa yang telah mereka lakukan. “Dan Tuhan-mu tidak menganiaya seorang pun,” dengan menambah keburukan mereka dengan keburukan yang lain, atau kebaikan mereka dengan kebaikan yang lain.

Dengan demikian, penghuni surga masuk ke dalam surga dan penghuni neraka masuk ke dalam neraka.1

Beriman kepada hari akhir adalah suatu keharusan bagi setiap muslim. Seorang muslim mengimani semua yang dikabarkan oleh Allah subhanahu wa taala di dalam Alquran dan semua yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadis-hadisnya.

Termasuk yang dikabarkan oleh Allah dan Rasulnya adalah yaumul-hisab (hari dimana amalan-amalan ditampakkan dan diperhitungkan oleh Allah) akan terjadi. Pada hari itu seluruh amalan kebaikan dan keburukan manusia akan diperlihatkan kepadanya dan dia tidak akan mengingkari hal tersebut.

Di antara hal yang harus diimani pada hari tersebut adalah keberadaan suatu kitab yang mencatat seluruh amalan, baik yang baik maupun yang buruk. Tidak ada yang terluput di dalam kitab tersebut, semuanya telah tercatat. Ayat yang sedang kita bahas ini berbicara tentang kitab tersebut.

Firman Allah taala: “Dan diletakkanlah Kitab”

Para ulama berselisih pendapat dalam mengartikan Kitab pada ayat ini. Pendapat-pendapat yang mereka sebutkan adalah sebagai berikut:

– Kitab tersebut adalah kitab yang berisi catatan-catatan amalan kebaikan dan keburukan manusia dan akan diberikan catatan tersebut kepada manusia dan diterima dengan tangan kanan atau tangan kiri.

– Kitab tersebut adalah kitab yang diletakkan di hadapan Allah taala.

– Kata Kitab tersebut hanyalah kiasan yang berarti al-hisab yaitu hari perhitungan amalan para hamba. 2

Pendapat yang benar adalah pendapat pertama, karena Allah subhanahu wa taala menyebutkan setelah potongan ayat ini:

“Lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya.”

Ini menunjukkan bahwa Kitab tersebut adalah kitab yang bisa dilihat oleh orang-orang yang bersalah pada hari tersebut. Penulisan Kitab dalam bentuk mufrad (menunjukkan sebuah kitab) pada ayat ini, tidak berarti bahwa kitab tersebut hanya satu saja. Ini hanya menunjukkan jenis kitab. Adapun kitab-kitab catatan amal sangatlah banyak. Setiap orang akan mendapatkan satu kitab catatan amalnya.

Allah subhanahu wa taala berfirman:

“Dan tiap-tiap manusia itu Telah kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah Kitab yang dijumpainya terbuka” (QS Al-Isra: 13).

Firman Allah taala:

“Lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya.”

Perkataan kamu pada ayat tersebut bukanlah ditujukan kepada orang tertentu dan yang diajak bicara pada ayat ini bukanlah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada hari itu berada pada kedudukan yang tinggi dari tempat tersebut.3 Allah mengabarkan pada ayat ini bahwa mereka sangat ketakukan setelah melihat catatan keburukan yang pernah mereka lakukan, karena mereka mengetahui bahwa setelah menerima catatan amal tersebut mereka akan mendapatkan kesusahan yang lebih parah dan azab yang pedih dari Allah subhanahu wa taala. Oleh karena itu, mereka mengatakan:

Firman Allah taala:

“Dan mereka berkata, “Aduhai celakalah kami.”

Perkataan Aduhai celakalah kami, menunjukkan bahwa mereka benar-benar menyadari kesalahan yang telah mereka kerjakan karena telah menyia-nyiakan umur yang telah mereka jalani selama mereka hidup di dunia. Tidak ada yang bisa mereka lakukan kecuali mengumumkan kebinasaan yang akan mereka dapatkan setelah menerima kitab tersebut.

Kemudian mereka mengatakan:

“Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya.”

Mereka keheranan dengan detailnya pencatatan dosa yang mereka lakukan. Allah mencatat seluruh dosa mereka dalam kitab tersebut, baik yang besar maupun yang kecil sekalipun. Ibnu Abbas radhiallahu anhuma mengatakan, “Ash-Shaghiirah (yang kecil) artinya tersenyum, sedangkan Al-Kabiirah (yang besar) artinya tertawa dengan suara keras.” Said bin Jubair rahimahullah mengatakan, “Ash-Shaghiirah (yang kecil) artinya dosa kecil, memegang dan mencium, sedangkan Al-Kabiirah (yang besar) artinya perbuatan zina.” 4


Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Kitab ini tidak menyisakan yang kecil dari dosa-dosa dan amalan-amalan kami, begitu pula yang besar darinya kecuali kitab ini mencatatnya.”5

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil (yang diremehkan)! Sesungguhnya perumpamaan dosa-dosa kecil itu seperti suatu kaum yang turun di dalam wadi (sungai kering). Kemudian orang yang ini membawa satu kayu dan yang itu membawa satu kayu, sehingga mereka bisa memasak roti-roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa kecil jika dikerjakan terus-menerus oleh pelakunya maka dia akan membinasakannya.”6

Firman Allah taala:

“Dan mereka dapati apa yang telah kerjakan ada (tertulis).”

Ada dua pendapat dalam mengartikan kata () pada ayat ini. Di antara ulama ada yang mengartikan bahwa “mereka mendapatkan perhitungan atas apa yang mereka kerjakan benar-benar ada di hadapan mereka,” dan ada juga yang mengatakan bahwa “mereka mendapatkan balasan atas apa-apa yang mereka kerjakan benar-benar ada di hadapan mereka.” Allahu alam arti yang pertama lebih tepat, karena ayat ini berbicara tentang hari perhitungan (yaumul-hisaab).7

Ada beberapa ayat yang bermakna mirip dengan ayat ini, di antaranya adalah firman Allah taala:

“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (di mukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya. Dia ingin kalau kiranya antara dia dengan hari itu ada masa yang lama. Dan Allah memperingatkan kalian terhadap siksa-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya” (QS Ali Imran: 30).

Begitu pula firman-Nya:

“Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya” (QS Al-Qiyaamah: 13).

Dan juga firman-Nya:

“Pada hari dinampakkan segala rahasia” (QS Ath-Thaariq: 9).

Firman Allah taala:

“Dan Tuhan-mu tidak menganiaya seorang pun.”

Allah subhanahu wa taala mengharamkan kezaliman pada diri-Nya dan pada makhluk-Nya. Allah tidak akan berbuat zalim kepada siapa pun. Allah subhanahu wa taala mengatakan di dalam hadits qudsi:

“Wahai hamba-hambaku! Sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman pada diriku dan Aku jadikan kezaliman haram di antara kalian.”8

Begitu pula dalam hal pencatatan amal, Allah tidak akan menghukum seseorang kecuali sesuai dengan kesalahan yang telah dia lakukan. Allah juga tidak akan mengurangi pahala orang yang taat kepada-Nya.9

Allah subhanahu wa taala juga berfirman:

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) Hanya seberat biji sawi pun pasti kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan” (QS Al-Anbiya: 47).

Begitu pula firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar” (QS An-Nisa: 40).

Ini merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beramal shalih. Allah tidak akan mengurangi pahala-pahala mereka, justru Allah akan melipatkangandakannya. Di antara bentuk keadilan Allah subhanahu wa taala, Allah akan mengadili hewan yang berbuat zalim karena telah menzalimi hewan lain, padahal kita ketahui bahwa hewan bukanlah makhluk yang dibebankan beban syariat.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya hewan-hewan yang tidak bertanduk akan diberikan hak qishaash (membalas) kepada hewan-hewan yang bertanduk di hari kiamat.”10 [Ustaz Sa’id Yai Ardiansyah, Lc.,M.A]

INILAH MOZAIK

Perintah Menyempurnakan Takaran dan Timbangan

ISLAM adalah agama yang sempurna. Islam disamping sebuah aqidah, Islam pula sebagai syariah. Pada Islam, bertumpu segala urusan dan hukumnya. Inilah kemuliaan dan keluhuran Islam. Islam memerintahkan kita mentauhidkan Allah dan memurnikan tauhid hanya untuk Allah. Islam pula memerintahkan kita adil dan ridha dalam bermuamalah sesama manusia.

Bentuk muamalah sesama manusia yang Islam tidak berlepas dalam pengaturannya adalah muamalah berkenaan jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, dan yang sejenisnya. Di antaranya adalah ketentuan menyempurnakan takaran dan timbangan.

Hal ini sebagaimana Allah Azza Wa Jalla perintahkan dalam QS Ar Rahman ayat 9, “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu“. Juga perintah Allah dalam surat Al Anam ayat 152, “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya“.

Ini adalah ayat-ayat Allah yang memerintahkan kita untuk menyempurnakan takaran dan timbangan. Kecuali bila kita tidak sengaja, maka Allah tidak memikulkan beban/dosa kepada orang yang tidak sengaja melakukannya. Hal ini sebagaimana penjelasan Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah, “Melalui ayat ini, Allah Azza wa Jalla memerintahkan penyempurnaan (isi) takaran dan timbangan dengan adil. Dan menyatakan bahwa siapa saja yang tanpa kesengajaan terjadi kekurangan pada takaran dan timbangannya, tidak mengapa karena tidak disengaja”.

Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla menyebutkan bahwa memenuhi takaran dan timbangan lebih utama dan lebih baik manfaat. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya” (Al-Isra:35).

Dalam ayat lain, perintah menyempurnakan takaran mengiringi perintah beribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Sebab, pelaksanaan dua hal tersebut berarti memberikan hak kepada pemiliknya yang tepat, tanpa ada pengurangan.

Maka bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan perintahNya ini. Sebagai pembeli hendaknya tidak memaksa dan membebani penjual untuk melebihkan atau menambah takaran atau timbangan dengan bermacam dalih. Pun sebagai penjual, janganlah mengurangi hak pembeli dengan cara curang; dengan mengurangi takaran dan timbangan dengan berbagai macam muslihat hanya untuk mengambil keuntungan yang berlebih. Orang yang menyalahi ketentuan yang adil ini berarti telah menjerumuskan dirinya sendiri dalam ancaman kebinasaan. [*]