Menyegerakan Amal

Kebanyakan manusia memang cukup longgar dalam menggunakan waktu

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam Ghazali menukil ungkapan Al-Mandzir, “Aku mendengar Malik bin Dinar berkata kepada dirinya, ‘Celakalah kamu. Bersegeralah sebelum urusan datang kepadamu. Celakalah kamu. Bersegeralah sebelum urusan datang kepadamu.’ Sehingga, ia mengulangi yang demikian itu sampai 60 kali yang aku dengarnya dan ia tidak melihatku.”

Tindakan Malik bin Dinar tentu didorong oleh pemahaman yang kuat terhadap perintah Allah Ta’ala agar bersegera dalam beramal (QS Ali Imran: 133-134 dan QS al-Hadid: 21). Kata “segera” berarti tidak bisa dipisahkan dari waktu.

Ibn Al-Jauzi dalam bukunya Shaid Al-Khatir mengatakan, “Seorang manusia mesti mengetahui nilai dan kedudukan waktu agar ia tak menyia-nyiakan sesaat pun darinya untuk sesuatu yang tak bisa mendekatkan diri kepada Allah.”

Pemahaman mendalam terhadap nilai dan kedudukan waktu menjadikan ulama terdahulu amat selektif dalam memanfaatkan nikmat yang menurut Rasulullah kebanyakan manusia tertipu, yakni waktu. Fudhail bin Iyadh berkata, “Aku kenal orang yang menghitung perkataannya dari minggu ke minggu.”

Kemudian ada Dawud al-Tha’i, meski sedang membuat adonan roti, lisannya tak pernah kering dari ayat-ayat Alquran. “Antara membuat adonan dan makan roti aku telah berhasil membaca 50 ayat.”

Suatu hari seseorang berkata kepada Amir bin Abd Qais (55 H), murid dari Abu Musa al-Asy’ari, “Berhentilah, aku ingin berbicara kepada Anda!” Amir bin Abd Qais pun menjawab, “Coba hentikan matahari.”

Sikap Amir bin Abd Qais itu menunjukkan bahwa dirinya telah menetapkan beragam amal di setiap pergantian waktu sehingga menjadi tidak mungkin dirinya meluangkan waktu kepada orang yang secara tiba-tiba memintanya untuk berhenti tanpa niat dan tujuan yang jelas.

Kebanyakan manusia memang cukup longgar dalam menggunakan waktu, terutama pada malam hari. Kebanyakan menghabiskan waktu dengan mengobrol yang kurang, bahkan tidak berguna sehingga tidur sangat larut yang menjadikan sebagian waktu siang habis untuk tidur atau berfoya-foya di keramaian. Dirinya seakan lupa bahwa kematian bisa datang kapan saja.

Seorang pemuda yang gagah dan memiliki warisan harta melimpah tetapi tidak pernah bersegera dalam amal saleh justru tenggelam dalam beragam jenis kemaksiatan dan terus asyik menunda-nunda tobat. Sangat mungkin mengalami kebinasaan bersebab ajal yang datang tiba-tiba.

Oleh karena itu, Islam mengutuk kebiasaan menunda-nunda suatu pekerjaan ataupun menghafal, mempelajari, memahami dan menguasai ilmu. Sebab, waktu akan habis bila ditunda-tunda dan tidak ada lagi cita-cita, kecuali tinggal cerita. Benarlah pepatah Arab yang mengatakan, “Waktu itu bagaikan pedang, jika kau tak memanfaatkannya, ia akan menebasmu.”

Lantas, jenis amal yang mana yang mesti disegerakan? Mengacu pada ayat 134 surah Ali Imran, amalan tersebut meliputi: menafkahkan harta baik dalam kondisi lapang maupun sempit, menahan amarah, dan memaafkan kesalahan orang.

Dalam soal menafkahkan harta di jalan Allah, Sayyidah Aisyah RA sangat patut kita teladani. Suatu waktu Ibn Zubari memberikan uang sebesar 100 ribu dirham. Aisyah menerima uang itu dan langsung membagi-bagikannya kepada fakir miskin. Sampai-sampai, Ummu Dzarrah berkata, “Wahai Ummul Mukminin, tidak bisakah engkau membelikan kami sepotong daging satu dirham saja?”

Aisyah menjawab, “Jangan keras-keras kepadaku. Andai engkau mengingatkan aku, niscaya aku akan membelinya.” Aisyah RA benar-benar tidak mau ketinggalan momentum sehingga jika ada kesempatan bersedekah, hal itu akan dilakukan tidak saja dengan bersegera, tetapi juga seluruhnya disedekahkan.

Karena itu, terhadap amal saleh bersegeralah. Pesan Nabi, “Ambillah kesempatan lima sebelum lima, yaitu mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, kekosonganmu sebelum kesibukanmu, dan hidupmu sebelum matimu” (HR Ibn Abi al-Dunya). Insya Allah surga seluas langit dan bumi sedang berhias menanti penuh cinta kehadiran kita. Wallahu a’lam.

 

Oleh: Imam Nawawi

Menakjubkan! Raup Pahala Besar Dengan Amal Sederhana (Bag. 2)

Sederhana tapi besar!

Allah Ta’ala Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Kasih sayang-Nya demikian besarnya, terutama kepada hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya.

Diantara bentuk kasih sayang Allah Ta’ala adalah menetapkan adanya amalan-amalan yang sederhana, namun besar pahalanya, dan menjadikan keikhlasan seorang hamba serta kebagusan hatinya berpengaruh besar terhadap nilai amal yang dilakukannya.

Al-Munaawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits sahih tentang tingkatan-tingkatan pahala orang yang melakukan salat, beliau berkata:

أَنَّ ذَلِكَ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلاَفِ الأَشْخَاص بِحَسَبِ الْخُشُوْعِ وَالتَّدَبُّرِ وَنَحْوِهِ مِمَّا يَقْتَضِي الْكَمَالَ

“Perbedaan pahala sholat tersebut sesuai dengan perbedaan orang-orang yang sholat berdasarkan kekhusyu’an (hatinya) dan penghayatan makna bacaan sholat (dalam hatinya), serta perkara -perkara semisalnya yang menyebabkan kesempurnaan sholat”

 

Nah, di bawah ini terdapat hadits-hadits tentang amalan-amalan yang sederhana, namun besar pahala atau keutamaannya. Hal ini tentunya tidak bisa dipisahkan dari pengaruh keimanan, keikhlasan, serta kelurusan hati yang ada pada pelakunya, diiringi dengan mutaba’ah dalam tata cara beramal sholeh.

Berikut ini hadits-hadits tersebut :

1. Wanita sang penyapu masjid, sosok yang dicari dan disholati jenazahnya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Hadits riwayat Imam Muslim (956) di kitab Shahihnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ – أَوْ شَابًّا – فَفَقَدَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَ عَنْهَا – أَوْ عَنْهُ – فَقَالُوا: مَاتَ

“Dari Abu Hurairah (mengkisahkan), dahulu ada seorang wanita berkulit hitam, atau seorang pemuda yang biasanya menyapu masjid (keraguan dari perowi-pent). (Suatu hari) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangannya, kemudian beliau bertanya tentang wanita atau pemuda tersebut. Lalu para sahabat menjawab : “Dia telah meninggal!”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفَلَا كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي

“Mengapa kalian tidak memberitahuku?”

Berkata Abu Hurairah (menjelaskan keadaan orang-orang yang diajak bicara oleh beliau): “Seolah-olah mereka meremehkan urusan wanita atau pemuda tersebut”.

 

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ

“Tunjukkan makamnya kepadaku!”

Maka merekapun menunjukkan makamnya, kemudian beliau mensalatinya, setelah itu beliau bersabda:

إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا، وَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ

“Sesungguhnya makam ini penuh kegelapan bagi penghuninya, dan sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla meneranginya untuk mereka dengan sebab aku mensalati mereka”.

Penjelasan:

Ulama menjelaskan bahwa nama wanita tersebut adalah Ummu Mihjan atau Ummu Mihjanah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya: Al-Ishobah fi tamyiizish Shohabah.

Wanita tersebut adalah salah satu penduduk Madinah yang lemah dan miskin, lagi tak memiliki nasab yang mulia, dan orang-orang pun mereka seolah-olah meremehkan urusan wanita tersebut. Itu zahirnya!.

Namun, hakikatnya beliau adalah sosok wanita yang memiliki amalan yang sangat mulia, yaitu menyapu kotoran yang mengotori masjid agar jemaah bisa nyaman beribadah kepada Allah Ta’ala di masjid tersebut.

 

Terbukti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi perhatian besar kepada wanita tersebut, yang didalamnya terkandung penghargaan beliau kepadanya karena amal sholeh yang meskipun sederhana namun sangat besar nilainya!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun sampai menanyakan kabarnya dan mensalati jenazahnya padahal dia telah dimakamkan.

MasyaAllah!

Seorang wanita yang lemah dan miskin, lagi tak memiliki nasab yang mulia, bukan tokoh dan bukan bangsawan, ditanyakan kabarnya dan disholati jenazahnya oleh hamba dan utusan Allah yang paling mulia, dan diharapkan dengannya Allah ‘Azza wa Jalla menerangi kuburnya, padahal wanita tersebut “sekedar” melakukan amal yang sederhana, yang secara fisik hampir setiap orang bisa melakukannya!

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44492-menakjubkan-raup-pahala-besar-dengan-amal-sederhana-bag-2.html

Menakjubkan! Raup Pahala Besar Dengan Amal Sederhana (Bag. 1)

Pandai-pandailah melihat hakekat sebuah amal!

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Al-Ubudiyyah berkata,

فالعاقل ينظر إلى الحقائق لا إلى الظواهر

(Ciri khas) orang yang berakal (sehat) adalah (pandai) melihat hakikat (sesuatu), dan tidak terjebak dengan zahirnya (semata)”.

Benarlah apa yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah di atas, karena dalam ajaran Islam, kita dituntut untuk memperhatikan hakikat, bukan semata-mata memperhatikan sisi lahiriyyah (zhahir) amalan semata, walaupun perkara zhahir itu penting diperhatikan agar sesuai dengan Sunnah, namun hakikat dan perkara batin, hati, dan hakekat sebuah amal lebih penting lagi diperhatikan agar sesuai dengan Sunnah pula.

 

Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Bada’iul Fawaid (3/244):

أعمال القلوب هي الأصل، وأعمال الجوارح تبع ومكملة، وإنّ النيّة بمنزلة الروح، والعمل بمنزلة الجسد للأعضاء، الذي إذا فارق الروح ماتت، فمعرفة أحكام القلوب أهم من معرفة أحكام الجوارح

Amal hati itu adalah dasar (dari seluruh amal), dan anggota tubuh lahiriyyah pengikut dan penyempurna. Sesungguhnya niat itu seperti kedudukan ruh, sedangkan amal seperti kedudukan jasad pada tubuh, yang apabila ruh berpisah dengannya, maka akan mati (jasad tersebut), dengan demikian mengenal hukum-hukum amalan hati lebih penting daripada mengenal hukum-hukum amalan anggota tubuh lahiriyyah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan dalam Majmu’ul Fatawa (11/81):

والأعمال الظاهرة لا تكون صالحة مقبولة إلا بتوسّط عمل القلب، فإن القلب ملكٌ، والأعضاء جنوده، فإذا خبث خبثت جنوده، ولهذا قال النبي صلى الله عليه وسلم: إنّ في الجسد مضغة… الحديث

“Amal lahiriyyah tak akan menjadi shalih dan diterima kecuali dengan perantara amalan hati, karena hati itu raja, sedangkan anggota tubuh itu pasukannya, maka jika hati buruk, maka buruk pula pasukannya, oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنّ في الجسد مضغة

Sesungguhnya didalam jasad terdapat segumpal daging…” (Al-Hadits)

Di dalam Madarijus-Salikin (1/121), Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan macam-macam amal hati dan amal anggota tubuh lahiriyyah, dan keutamaan amalan hati, setelah beliau menyebutkan beberapa contoh amal hati, Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur :

وغير ذلك من أعمال القلوب التي فرضها أفرض من أعمال الجوارح، ومستحبها أحب إلى الله من مستحبها، وعمل الجوارح بدونها إما عديمة أو قليلة المنفعة

“Dan selainnya dari contoh-contoh amalan hati, yang mana amalan hati yang hukumnya wajib itu lebih wajib daripada amalan wajib lahiriyyah, sedangkan amalan sunnah hati lebih dicintai oleh Allah daripada amalan sunnah lahiriyyah. Amalan lahiriyyah tanpa amalan hati, berakibat pada tidak sahnya (tertolaknya) amalan lahiriyyah atau sedikit manfaatnya”

 

Kelurusan dan kebagusan hati, seperti ikhlas, mengharap keridaan Allah, tawakal memohon taufik dan pertolongan-Nya agar sukses dalam beramal, bertekad agar sesuai amalannya dengan Sunnah, mengharap pahala-Nya, dan semacamnya, sangatlah diperlukan untuk sebuah hakekat amal dan kualitasnya.

Adapun perkara lainnya yang berpengaruh terhadap amal saleh adalah mutaba’ah (mengikuti Sunnah).

Sedangkan ikhlas dan mutaba’ah ini, keduanya adalah dua syarat diterimanya amal saleh dan ibadah seorang hamba.

Syarat Diterimanya Ibadah

Ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti sunnah) adalah syarat diterimanya sebuah ibadah sekaligus inti ujian hidup manusia, Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al-Mulk: 2).

Al Fudhail bin ‘Iyadh menjelaskan makna أَحْسَنُ عَمَلًا :

هو أخلصه وأصوبه

“yaitu yang paling ikhlas dan paling benar (sesuai tuntunan agama)”

Karena demikian tingginya kedudukan ikhlas dan mutaba’ah dalam agama Islam ini, maka pantas jika kedua hal ini sangat berpengaruh terhadap amal yang kita lakukan.

 

Pengaruh Ikhlas

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرفُ؛ وَمَا كُتِبَ إِلا عُشُرُ صلاتِهِ، تُسُعُها، ثُمنُها، سُبُعُها، سُدُسُها، خُمُسُها، رُبُعُها، ثلُثُها، نِصْفها

Sesungguhnya seseorang selesai dari shalatnya dan tidaklah dicatat baginya dari pahala sholatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya” (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

فَإِنَّ الْأَعْمَالَ تَتَفَاضَلُ بِتَفَاضُلِ مَا في الْقُلُوْبِ مِنَ الإِيْمَانِ وَالْإِخْلاَصِ، وَإِنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنَ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ

“Sesungguhnya amalan-amalan itu berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan perbedaan tingkatan keimanan dan keikhlasan yang terdapat di hati. Dan sungguh ada dua orang yang berada di satu saf shalat akan tetapi perbedaan nilai shalat mereka berdua sejauh antara langit dan bumi”.

Pengaruh Mutaba’ah

Disebutkan dalam hadits muttafaqun ‘alaih (riwayat Bukhari dan Muslim) bahwa ada salah seorang yang menyembelih hewan kurban sebelum shalat ‘Ied kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ), maksudnya, “Kambingmu adalah kambing yang hanya bisa dimanfaatkan dagingnya (untuk dirimu sendiri dan tidak terhitung sebagai kambing kurban)”, mengapa demikian? Karena waktu ibadah menyembelih kurban itu sudah ada ketentuannya dalam sunnah Easulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak akan diterima ibadah kurban seseorang jika dilakukan di luar waktunya, walaupun niatnya baik.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits tersebut,

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ

Barangsiapa yang menyembelih hewan kurban sebelum shalat ‘Ied, maka dia menyembelih untuk (diambil manfaatnya ) oleh dirinya sendiri (tidak terhitung sebagai kambing kurban) dan barangsiapa yang menyembelih hewan kurban sesudah shalat ‘Ied, maka telah sempurna ibadahnya dan sesuai dengan sunnatul muslimin (tata cara kaum muslimin)”.

(Bersambung)

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44488-menakjubkan-raup-pahala-besar-dengan-amal-sederhana-1.html

Berusahalah Agar Amal Diterima Allah

SAHABAT, yang paling penting dari amal yang kita lakukan adalah diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bukan hanya sibuk beramal tapi kita harus sibuk dengan diterima atau tidaknya amal kita oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Jangan memikirkan penilaian makhluk, penghargaan makhluk tapi cukupkan saja agar amalan kita diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena tidak ada lagi yang berarti bagi kita selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala meridhoi kita.

Hidup ini bukan masalah pintar, terampil dan hebat. Masalahnya cuman satu Allah Subhanahu Wa Ta’ala suka atau tidak kepada kita. Jika Allah Subhanahu Wa Ta’ala suka niscaya akan diberikan yang terbaik, maka kejarlah keridhoan-Nya lewat amal-amal yang disukai oleh-Nya dan Ikhlas melakukannya.

Mudah mudahan diterima semua amal amal kita, karena itulah yang terbaik bagi kita. Aamiin yaa Robbalaalamiin. [*]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

 

Lakukanlah Amal dengan Gerakanmu!

BILA amal yang satu bisa diniati sebagai beberapa kebaikan, tentu pahalanya menjadi berlipat-lipat. Tetapi, ini membutuhkan ‘kecerdasan’. Imam al-Tirmidzi menggarisbawahi hal ini dalam salah satu bab pada kitabnya, Riyad-hat al Nafs.

Niat secara bahasa berarti bangkit. Dalam hal ini, bangkit menuju Allah swt hingga sampai Sidrat al-Muntaha tatkala jalan ke sana terbuka. Jika ternyata hamba tertahan di jalan, sesuatu telah menahannya atau adab butuk membuat jalannya tertutup. Namun, bagaimana pun juga ia bangkit dan beranjak dari tempatnya, entah menemukan jalan atau tidak.

Hati berkata kepada anggota badan yang melaksanakan amal, “Lakukanlah amal dengan gerakanmu dan ikutilah jejakku! Aku berdiri di pintu guna mencari rida-Nya.” Inilah yang disebut niat.

Dalam masalah niat, manusia terbagi atas beberapa tingkatan sesuai dengan kapasitas akal mereka. Karena itu, Rasulullah saw bersabda, “Manusia melakukan amal kebaikan dan mereka mendapat ganjaran sesuai dengan kadar akal mereka.”

Dari Abd al-Malik al-Jazari, Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa tidak menunaikan salat di saf pertama karena khawatir mengganggu atau menyulitkan muslim lain, sehingga ia salat di saf kedua atau ketiga, niscaya Allah melipatgandakan pahalanya di atas mereka yang salat di saf pertama.”

Dengan pemahamannya, hamba ini meraih tambahan pahala melebihi mereka yang berada di barisan pertama. Orang lain yang lalai dan tidak memahami ini tidak mendapatkan pahala tersebut. Itulah maksudnya perkataan : “Manusia mendapatkan pahala sesuai dengan kadar akalnya.”

Karena itu, Rasulullah saw bersabda, “Janganlah keislaman seseorang membuat kalian kagum sebelum kalian mengetahui kadar akalnya.”

Orang yang tak sungguh-sungguh, kalbu mereka terhijab oleh syahwat. Niat mereka adalah bila bangkit dengan kalbunya. Namun, bila mereka tak menemukan jalan ketika bangkit, mereka mereka berhenti di situ.

Adapun orang yang baginya pintu gaib dibukakan, hati mereka bangkit menuju maqam yang tinggi hingga mencapai posisi itu. Di sana ia menggapai rida Tuhan. Gerakan anggota badan dalam beramal mengikuti perintah hati. Inilah yang disebut niat. [Chairunnisa Dhiee]

INILAH MOZAIK

Menjaga Niat dalam Beramal

ORANG yang ikhlas akan tetap bersungguh-sungguh dalam beramal, tidak terpengaruh apakah ia sedang sendirian ataukah sedang berada di keramaian.

Tetapi jikalau amal yang dilakukan secara terang-terangan itu dilandasi niat supaya orang lain mendapatkan hikmah, maka in syaa Allah akan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.

Sahabat yang baik, marilah kita terus melatih diri kita untuk peka membaca perubahan isi hati ketika beramal. Sehingga kita semakin terlatih untuk menjaga keikhlasan kita.

Setiap amal bergantung kepada niatnya. Semoga kita tergolong hamba-hamba Allah SWT yang senantiasa ikhlas. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [*].

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Amal adalah Teman

Amal adalah teman ketika waktu berakhir. Istri, anak, bapak, ibu, tetangga, sahabat, tak kenal lagi sosok kita. Amal itu yang akan berbicara tentang siapa kita, apa yang semua pernah kita perbuat dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Pada saat manusia mati, sederet daftar perbuatan yang pernah diperbuat ditunjukkan kepadanya.Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan diha dapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau sekiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah mempe ringat kan kamu terhadap diri (siksa)-Nya.Dan Allah sangat penyayang kepada ham ba-hamba-Nya.(QS Ali Imran ayat 30).

Imam Al Ghazali menjelaskan, ketika saatnya tiba, perbuatan baik seberat zarah sekalipun akan ditempatkan dalam satu timbangan. Sementara, perbuatan jahat dalam satuan yang sama akan ditempatkan di lengan timbangan lain.

Manusia akan dihadapkan pada keputusan neraca (mizan).Dia akan sangat khawatir dan gelisah untuk mengetahui lengan timbangan mana yang naik dan mana yang turun. Adapun orang-orang yang berat timbangan kebaikannya, dia berada dalam kehidupan memuaskan.Dan orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.Dan tahukah kamu apakah neraka Ha wiyah itu? Yaitu, api yang sangat panas.(QS al-Qariah: 6-11).

Dalam salah satu suratnya, Al Ghazali menjelaskan, timbangan (kebaikan) orang-orang kaya akan ringan pada hari itu. Mereka menghabiskan uang untuk memuaskan nafsu kebinatangan mereka.

Sedangkan, timbangan (kebaikan) orang-orang yang hina akan berat.Mereka menggunakan uang mereka untuk menjalan kan perintah Allah.Meski demi kian, orang yang menghabiskan seluruh kekayaannya untuk bersedekah akan memperoleh keselamatan yang sempurna. Mereka pasti akan terhindar dari bahaya yang terdapat dalam pemilikan benda-benda keduniaan.

Lihatlah Sayidina Abu Bakar as-Sid diq.Dia menghabiskan tanah dan hartanya untuk diletakkan di hadapan Nabi SAW. Ketika ditanyakan apa yang ditinggalkan bagi kerabatnya, Abu Bakar berkata, Saya yakin bahwa Allah dan rasul-Nya akan menganugerahkan saya keuntungan yang cukup agar bisa menawarkan kegelisahan saya untuk nafkah keluarga saya.

Peristiwa ini terjadi ketika Nabi Muhammad bersabda, Orang-orang kaya telah hancur. Hanya yang menebarkan kekayaannya ke segela arah saja yang bertahan hidup, yang membantu orang miskin dan melaksanakan perintah-perintah Allah.

Amal saleh sesungguhnya adalah alam (nature) manusia. Menurut fitrahnya, manusia suka pada kebaikan yang merupakan alam manusia. Lawannya, yakni keburukan dengan sendirinya tidak bersifat manusiawi, dalam arti tidak berguna dan tidak sesuai dengan alam dan kemuliaan manusia.`’Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, ada pun yang memberi manfaat kepada manu sia, maka ia tetap di bumi.” (QS ar- Ra’d: 17).

Amal saleh dikerjakan tidak untuk Tuhan, tetapi untuk kebaikan manusia itu sendiri baik di dunia maupun di akhirat.Orang yang sudah berbuat baik janganlah merasa sudah berbuat baik untuk Tuhan.

Tak hanya itu, amal saleh juga disebut mendorong terkabulnya doa.Prinsip ini didasarkan pada ayat berikut.`’Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allahlah kemuliaan itu semuanya.Kepa da-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.

” (QS Fa thir: 10).

Niscaya akan Bertambah

Sering kali kita terbelenggu oleh kerangka berpikir matematis ketika memaknai sesuatu. Seakan segala pekerjaan bisa diukur dengan rumus tambah, kurang, dan bagi.

Jika menerima sesuatu maka akan bertambah dan jika memberi maka akan berkurang, atau akan habis jika dibagikan. Padahal, pola pikir semacam ini tidak tepat dan akan memengaruhi sikap dan tindakan kita dalam berinteraksi dengan orang lain.

Dalam Kitab Riyadhush-Shalihin karya Imam Nawawi (631-676 H), menukil sebuah riwayat dari Abu Kafsyah Umar bin Sa’ad Al-Anmari RA yang pernah mendengar Nabi SAW bersabda, “Tiga perkara yang aku bersumpah atasnya dan aku sampaikan kepada kalian agar menjaganya dengan baik.Pertama, tidak akan berkurang harta karena sedekah.Kedua, seseorang yang dianiaya dan ia sabar, Allah akan membalasnya dengan kemuliaan. Ketiga, seseorang yang meminta- minta maka Allah akan membuka baginya pintu kemiskinan. ” (HR Turmudzi).

Hadis di atas memiliki pesan yang sangat tinggi nilainya bagi kita karena dikuatkan dengan sumpah. Pertama, bagi orang yang mengira bahwa sedekah akan mengurangi hartanya hingga ia enggan melakukan, justru akan bertambah-tambah.Alquran mengumpamakan harta yang diinfakkan seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai dan setiap tangkai berbuah seratus biji, bahkan berlipat ganda tak terkira (QS 2:216).

Ketika dalam kesempitan pun, kita masih tetap dianjurkan sedekah seadanya sebagai pembuka pintu rezeki (QS 65:7).Sungguh, tak perlu menunggu kaya baru sedekah, tetapi bersedekahlah niscaya akan tambah kaya.Seorang tak akan jatuh miskin atau bangkrut karena sedekahnya karena ia telah menebar kebaikan dan energi positif kepada banyak orang. Pada kemudian hari, kebaikannya pun akan berbalas kebaikan berlimpah (QS 55:60).

Kedua, bagi orang yang mengira bahwa kehormatannya akan hilang ketika dihina atau dizalimi, justru kemuliaannya akan bertambah.Orang bertakwa itu mudah memberi maaf, bahkan berbuat baik kepada orang yang bersalah (QS 3:134).Allah pun akan menambah kemuliaan kepada seseorang yang suka memaafkan (HR Muslim).Tak perlu menunggu permintaan maaf, tetapi maafkan sebelum ia datang memintanya.Apa yang akan terjadi ketika Nabi SAW membalas setiap penghinaan yang dialaminya? Nyatanya, beliau telah memberikan teladan yang baik bagi umatnya agar bersikap baik kepada orang yang berlaku buruk, hingga Allah pun memujinya (QS 33:21, 68:4).

Ketiga, bagi orang yang mengira bahwa meminta-minta akan menjadikannya kaya, justru sebaliknya akan menambah miskin dan susah. Sebab, ia telah mengingkari karunia Ilahi dan tidak menggunakannya untuk berusaha dengan baik.Islam mendorong umatnya agar kerja keras mencari nafkah yang halal, walau harus dengan mencari kayu bakar (HR Ahmad).

Allah SWT pun mewajibkan orang kaya menolong orang miskin yang tidak meminta-minta karena menjaga kehormatannya (QS 51: 19).Saat ini, selain pengemis berkeliaran, juga makin banyak orang yang pura-pura miskin atau orang kaya bermental pengemis hingga tega mengambil hak orang lain.

Dua karakter pertama merupakan akhlak terpuji yang harus ditanamkan kepada anak-anak kita agar tumbuh menjadi pribadi dermawan dan mudah memaafkan.Jangan sampai mereka berkarakter yang ketiga, yakni pribadi yang lemah dan hidup dalam belas kasihan orang lain (QS 4:9, 9:54).Nabi SAW berpesan agar kita menjadi orang yang bertangan di atas, bukan di bawah (HR Muslim). Allahu a’lam bish- shawab.

OLEH DR HASAN BASRI TANJUNG

REPUBLIKA