Ikhlas Berbuat Baik

ADA cerita tentang seorang santri yang sudah pulang ke rumah setelah dua tahun belajar di sebuah pesantren. Santri ini seorang yang rajin dan salehah. Sebelum ikut pesantren dia sudah rajin beribadah, maka tidak heran apabila sesudah lulus dari pesantren dia pun semakin rajin.

Lalu, setibanya di rumah dia bangun pagi-pagi untuk salat Tahajud, selanjutnya menyapu, mengepel lantai, mencuci piring, dan memasak air. Menjelang subuh, setelah semuanya selesai, dia beranjak beristirahat di sofa dan tertidur.

Santri itu memiliki seorang adik yang baru duduk di sekolah dasar. Adiknya ini terbangun hendak pergi ke kamar mandi. Tiba-tiba dia terpeleset ringan, dengan tangannya yang menempel pada kain pel yang ada di pinggir. Pada selang waktu yang sama, orangtua mereka juga terbangun. Orangtuanya menyangka kalau adiknya ini sedang mengepel dan bersih-bersih rumah.

Maka, disanjung dan dipujilah adik. Adapun santri yang tertidur di sofa tadi, dia dibangunkan oleh orangtuanya sambil dimarahi. Percuma saja menjadi santri dan tidak ada gunanya dua tahun belajar di pondok pesantren katanya. Dia dianggap tidak bisa lebih baik dari adiknya yang masih kecil.

Apabila kita mengalami kejadian serupa, kita tidak perlu membela diri, sakit hati, apalagi berbalik menyakiti, Sesungguhnya, Allah melihat semua yang kita lakukan dan Allah pasti senang melihat kita berbuat baik.

Allah Ta’ala yang membangunkan adik dan orangtuanya, lalu membuat sang adiknya terpeleset saat dia tertidur kelelahan. Semua itu merupakan ujian keikhlasan bagi santri tersebut. Pada waktunya, Allah akan membukakan kenyataan sesungguhnya dan sangat mudah bagi-Nya untuk membeberkan seluruhnya.

Maka, apabila kita memiliki usaha jasa kepada orang lain, layanilah para pelanggan dengan baik. Semua kebaikan itu bukan bermaksud untuk menarik mereka datang kembali, tetapi cukup sebagai amal saleh agar Allah meridhai. Soal ramai atau tidak yang menggunakan jasa kita, serahkan kepada Allah karena Dialah yang mengatur segalanya.

La haula wala quwwata ila billah. Semua makhluk tidak memunyai daya dan upaya, termasuk hatinya. Kita tidak perlu berharap disukai orang lain karena tidak mungkin orang akan suka kepada kita apabila hatinya di balikan oleh Allah untuk tidak suka. Kita tidak perlu merekayasa atau melebih-lebihkan perbuatan agar dicintai orang karena Allah yang membo|ak-balik hati manusia.

Bagi para pedagang, berdaganglah dengan jujur dan berilah pelayanan terbaik tanpa bermaksud agar disukai pembeli, apalagi sampai menjelek-jelekkan pedagang saingannya. Bagi siswa-siswi yang ingin memuliakan guru, lakukanlah tanpa berharap disayang dan diberi nilai tinggi. Pastikan diri kita tidak berstrategi mencari perhatian guru.

Ada yang membeli atau tidak dagangan kita, terserah Allah yang menggerakkan. Diperhatikan atau tidak oleh guru, semua ilmu hanyalah Dia yang memiliki. Cukup ikhlas saja dalam berbuat baik. Yakinilah bahwa seluruh makhluk itu ada dalam genggaman Allah Ta’ala. Jika niatnya selain Allah, apa yang kita lakukan hanya akan berakhir dengan kegelisahan dan kekecewaan.

Begitu pula kalau ingin membersihkan rumah, kita jangan menunggunya saat ada tamu. Jika ingin membersihkan pekarangan dan lingkungan, bersihkan saja tanpa berharap piala Adipura. Ketika ingin berbuat baik dan menolong orang lain, kita tidak usah berharap dan menanti ucapan terima kasih. Kita berbuat baik tidak berurusan dengan bonus, kamera, dan pencitraan.

Jadi, dalam berbuat baik, membantu dan menolong urusan kita hanya kepada Allah Ta’ala. Perkara ganjaran dan rezeki serahkan kepada-Nya. Dengan begitu, Insya Allah hidup kita lebih tenang, tenteram, dan bahagia. Sekali pun. seandai orang yang ditolong atau dibaiki ma|ah menghina, kita tetap tenang.Tujuan kita hanyalah Allah Ta’ala. ‘Dan Dia bersamamu di mana pun kamu bemda.” (QS. al-Hadid [571:4).

Allah Mahadekat, Maha Melihat, dan Mahakuasa untuk memberi balasan dengan sempurna. Allah lebih tahu keperluan hidup kita dibanding diri kita sendiri. Adapun balasan dari-Nya tidak harus saat itu juga. Apabila datang waktu bagi Allah untuk memberi ganjaran, tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi.

“Kalau kita berbuat baik, lalu dituduh tidak baik, tetaplah tenang. Allah Ta’ala pasti menyaksikan dan tidak akan menyia-nyiakan semua yang kita lakukan.” [*]

* Sumber: Buku Ikhtiar Meraih Ridha Allah Jilid 1

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

INILAH MOZAIK

4 Manfaat Berbuat Baik

Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni).

Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasullullah SAW menganjurkan umatnya selalu berbuat baik terhadap orang lain dan makhluk lainnya. Berbuat baik adalah indikator seorang Mukmin sebenarnya. Eksistensi manusia ditentukan oleh bagaimana ia bisa memberi manfaat kepada orang lain. Adakah dia berguna bagi orang lain, atau malah sebaliknya, menjadi parasit buat yang lainnya.

Setiap perbuatan yang kita tanam, maka akan kembali kepada orang yang berbuat. Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman, “Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” (QS Al-Isra:7)

Manfaat yang dimaksud bukan sekadar manfaat materi, tapi juga bisa berupa antara lain; pertama, baik ilmu agama maupun ilmu umum/dunia. Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan ilmu yang dimilikinya.

Ilmu syar’i dan umum yang diajarkan kepada orang lain juga merupakan bentuk kemanfaatan tersendiri. Terlebih, jika dengan ilmu itu orang lain mendapatkan life skill (keterampilan hidup), lalu dengan life skill itu, ia mendapatkan nafkah untuk sarana ibadah dan menafkahi keluarganya.

Ilmu yang diajarkan itu kelak akan menjadi amal jariyah. Nabi SAW bersabda, “Jika seseorang meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang manfaat, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR Muslim).

Kedua, materi (harta/kekayaan). Manusia juga bisa memberikan manfaat kepada sesamanya dengan harta/kekayaan yang ia punya. Bentuknya bisa bermacam-macam. Secara umum, mengeluarkan harta di jalan Allah (infak). Infak yang wajib adalah zakat. Dan yang sunah biasa disebut sedekah. Memberikan kemanfaatan harta juga bisa dengan pemberian hadiah kepada orang lain. Tentu, yang nilai kemanfaatannya lebih besar adalah pemberian kepada orang yang paling membutuhkan.

Ketiga, tenaga/keahlian. Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan tenaga yang ia miliki. Misalnya, jika ada perbaikan jalan kampung, ia bisa memberikan kemanfaatan dengan ikut bergotong royong. Ketika ada pembangunan masjid, ia bisa membantu dengan tenaganya.

Keempat, sikap yang baik. Sikap yang baik kepada sesama juga termasuk kemanfaatan. Baik kemanfaatan itu terasa langsung ataupun tidak langsung. Maka Rasulullah SAW memasukkan senyum kepada orang lain sebagai sedekah, karena mengandung unsur kemanfaatan. Dengan senyum dan sikap baik kita, kita telah mendukung terciptanya lingkungan yang baik dan kondusif.

Agar hidup kita benar-benar memberi manfaat yang banyak bagi manusia, maka lakukanlah segala kebaikan itu semata-mata hanya karena mengharap ridha Allah.

 

Oleh: Bahron Ansor

REPUBLIKA

Inilah Manfaat Berbuat Baik di Dunia dan Akhirat (Bagian 4)

Keberuntungan di akhirat dan masuk surga

Melakukan ibadah dengan baik akan menimbulkan sikap khusyuk dan tunduk dalam beribadah. Hal itu merupakan salah satu sebab mendapatkan kemenangan di akhirat kelak.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ – الَّذِيْنَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُوْنَ

Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya.” (QS. Al-Mu`minun: 1-2).

Berbuat kebaikan juga merupakan sebab masuk surga, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang menerangkan sifat-sifat penduduk surga,

إِنَّ الْمُتَّقِيْنَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ – آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِيْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan mata air, mereka mengambil apa yang diberikan Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Adz-Dzariyat: 15-16).

Firman Allah Ta’ala,

إِنَّ الْمُتَّقِيْنَ فِي ظِلَالٍ وَعُيُونٍ – وَفَوَاكِهَ مِمَّا يَشْتَهُونَ – كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ – إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِيْنَ

Sungguh, orang-orang yang bertakwa berada dalam naungan (pepohonan surga yang teduh) dan (di sekitar) mata air, dan buah-buahan yang mereka sukai. (Katakan kepada mereka), “Makan dan minumlah dengan rasa nikmat sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Mursalat: 41-44).

Berbuat baik merupakan bukti ketakwaan

Allah Ta’ala berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali ‘Imran: 133).

Pada ayat selanjutnya disebutkan sifat-sifat orang bertakwa, di antaranya berlaku ihsan kepada sesama, sebagaimana Firman Allah Ta’ala,

الَّذِيْنَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

“(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali ‘Imran: 134).

Allah Ta’ala menerangkan bahwa sifat orang bertakwa adalah gemar berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, memaafkan manusia, bersabar atas gangguan mereka, dan berlaku baik kepada mereka.

Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa berbuat kebaikan di mana pun kita berada. Aamiin.

Sebagian tulisan ini berasal dari Kitab Haditsul Ihsan karya Prof. Dr. Falih bin Muhammad bin Falih Ash-Shughayyir.

berbuat baik

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Inilah Manfaat Berbuat Baik di Dunia dan Akhirat (Bagian 3)

Maka orang itu pun pergi mengikuti jejak Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berhenti di suatu tempat, lalu berkata, “Siapakah yang akan menjaga kita?”

Maka berdirilah seorang dari kaum Anshar dan seorang dari kaum Muhajirin. Nabi berkata, “Berjagalah kalian di jalan utama.”

Jabir berkata, “Ketika keduanya keluar ke jalan utama, salah seorang di antara mereka tidur dan shahabat Anshar melaksanakan shalat.

 

Kemudian orang musyrik itu sampai ke tempat mereka, ketika melihat orang yang sedang shalat itu, ia mengetahui kalau orang itu termasuk orang yang dimuliakan di kaumnya.

Maka ia melemparkan panah tersebut dan tepat mengenai sasarannya, kemudian shahabat Anshar itu mencabut panah yang menancap di tubuhnya.

Setelah itu, orang musyrik tersebut melemparkan lagi tiga buah panah, namun orang Anshar itu tetap shalat, ia rukuk dan sujud. Barulah kemudian temannya yang sedang tidur itu terbangun.

Melihat hal itu, orang musyrik tersebut langsung kabur. Ketika shahabat dari kaum Muhajirin mengetahui apa yang menimpa temannya orang Anshar, ia berkata,

“Subhanallah! Mengapa kamu tidak membangunkanku ketika kamu dipanah yang pertama kali tadi?”

Ia menjawab, “Saat itu saya sedang membaca surat, dan tidak mau berhenti untuk menyudahinya.” (HR. Abu Dawud).

Maimun bin Hayyan pernah berkata,

“Saya tidak pernah melihat Muslim bin Yasar menoleh dalam shalat, baik shalat yang dengan bacaan pendek maupun panjang.

Suatu waktu salah satu tiang masjid roboh sehingga semua orang pedagang di pasar panik, sedangkan Muslim sedang shalat di masjid dan tidak menoleh sedikit pun.”

Disebutkan dalam sebagian biografi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwa ketika syaikh memulai shalat dengan takbiratul ihram, maka orang yang berada di sekitarnya menjadi segan dan takjub karena ketenangan dan kekhusyukannya dalam shalat.

Itulah beberapa contoh istimewa, yang menunjukkan kepada kita bahwa mereka mendapatkan kenikmatan dalam beribadah. Semua itu tidak bisa diraih melainkan karena mereka melakukan ibadah dengan ihsan (baik).

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Inilah Manfaat Berbuat Baik di Dunia dan Akhirat (Bagian 2)

Dari keterangan sebelumnya, kita dapat memahami bahwa berbuat baik (ihsan) merupakan sebab bertambahnya keimanan seorang hamba, bahkan bentuk ibadah yang paling tinggi kepada Allah Ta’ala.

Merasakan manisnya iman

Berlaku baik kepada sesama makhluk Allah, khususnya hamba-hamba Allah yang shalih, akan menumbuhkan rasa mencintai mereka karena Allah. Bahkan, seseorang itu tidak mungkin berbuat baik sampai hatinya tenang karena iman kepada Allah, dan penuh dengan cinta kepada sesama hamba Allah.

Inilah yang menyebabkan seseorang tersebut merasakan manisnya iman, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ: مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Tiga hal yang jika seseorang berada padannya, maka ia akan merasakan manisnya Iman:

Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada yang lain, orang yang mencintai seseorang yang tidak dia cintai kecuali karena Allah, dan orang dia benci kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya darinya sebagaimana dia benci jika dilemparkan ke dalam api Neraka.” (HR. Muslim).

Merasakan manisnya ibadah

Ketika Anda beribadah seakan-akan melihat Allah, jika Anda tidak bisa melihat-Nya, maka Dia Maha Melihatmu, sehingga pasti Anda akan melaksanakan ibadah dengan sebenar-benarnya.

Beribadah mempunyai kenikmatan dan kelezatan tersendiri, yang akan dirasakan oleh siapa saja yang melaksanakannya sesuai rukun dan adabnya.

Banyak sekali kisah-kisah kaum salaf yang menjadi bukti atas apa yang kami sampaikan. Di antaranya yang diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu Anhu, ia berkata,

”Kami ikut keluar bersama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam perang Dzat Ar-Riqa’. Salah seorang di antara kami membunuh seorang istri kaum musyrikin, sang suami bersumpah tidak akan berdamai, sampai bisa melukai salah satu shahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Inilah Manfaat Berbuat Baik di Dunia dan Akhirat

Sungguh, agama Islam memerintahkan kepada kaum muslimin untuk berinteraksi dengan baik dalam segala hal. Sebab, berbuat baik itu mempunyai hasil dan pengaruh yang baik bagi seseorang, baik ketika ia masih hidup di dunia maupun di akhirat kelak.

Di antara manfaat yang didapatkan seseorang yang senantiasa berbuat baik adalah sebagai berikut:

Iman seseorang bertambah

Akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah menyakini, bahwa keimanan itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Ihsan merupakan tingkatan paling tinggi dari pengamalan ketaatan, bahkan itu adalah inti dari pengamalan ketaatan. Oleh karena itu, Jibril menyampaikan pertanyaan tentang Ihsan setelah Iman dan Islam ketika bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sebagaimana dalam hadits yang sudah masyhur, yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata,

“Suatu hari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersama kaum muslimin, maka datanglah Jibril bertanya, “Apakah makna Iman?”

Nabi menjawab, “Iman adalah kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir.”

Ia bertanya lagi, “Apakah makna Islam?”

Nabi menjawab,

“Islam adalah engkau beribadah hanya kepada Allah semata, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan.”

Ia bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan Ihsan?”

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab,

“Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya maka Allah Maha melihatmu.”

Ia bertanya lagi, “Kapankah Hari Kiamat?”

Nabi menjawab,

“Yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya, saya akan menyebutkan tanda-tandanya; yaitu apabila seorang budak melahirkan majikannya, apabila pengembala onta hitam berlomba-lomba dalam kemegahan bangunan, dan (ilmu tentang hari kiamat) ini termasuk pada lima hal yang tidak ketahui kecuali Allah.”

Kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membacakan ayat,

إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ

“Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat.” (QS. Luqman: 34).

Kemudian orang itu pergi.

Nabi bersabda, ”Suruh ia kembali.” Namun, para shahabat sudah tidak menemukan jejaknya lagi.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

”Dia adalah Malaikat Jibril, yang datang mengajarkan kepada manusia tentang agama mereka.” (HR. Al-Bukhari).

 

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Ini Lima Janji Allah Jika Anda Berbuat Baik

ALLAH menjanjikan lima hal kepada orang-orang yang berbuat baik. Apa saja lima hal itu?

1. Kecintaan

“Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Baqarah 195)

 

2. Pertolongan

“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”(An-Nahl 128)

 

3. Rasa aman

“Tidak ada alasan apa pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (At-Taubah 91)

4. Pahala

“Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhan-nya.” (Al-Baqarah 112)

 

5. Kasih sayang

“Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Al-Araf 56)

Karena itu Allah selalu mengajak kita untuk selalu berbuat baik. “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Al-Qashas 77). [

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2353680/ini-lima-janji-allah-jika-anda-berbuat-baik#sthash.0NqVf5fh.dpuf