OJK: First Travel Harus Kembalikan Dana Jamaah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan kepada biro penyelenggara jasa umrah, PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel, untuk segera mengembalikan uang ribuan calon jamaah umrah yang menjadi korban karena tak kunjung diberangkatkan. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Bogor, Senin (14/8), mengatakan, izin operasional First Travel selama ini bukan berasal dari lembaganya, mengingat status First Travel yang merupakan biro perjalanan umrah.

Namun, OJK sebagai pengawas industri jasa keuangan sudah berkoordinasi dengan lintas kementerian, termasuk Kementerian Agama, untuk penanganan kasus ini. “Sudah ada masyarakat yang dirugikan dan ini sudah dilaporkan dan sudah diatasi secara hukum,” kata Wimboh.

OJK, kata Wimboh, tidak akan menyuntikkan dana untuk menangani kerugian yang diderita para jamaah. Kewajiban ganti rugi tetap harus dibayar First Travel. “Tidak ada (bail out), kita hanya bantu mengomunikasikan. Kan ini lagi proses identifikasi, investigasi. Kita tunggu saja lah nanti. Kalau dia (First Travel) punya duit, harus dibayar,” katanya.

Seperti diketahui, kepolisian sudah menangkap Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari selaku direktur utama dan direktur First Travel. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus penipuan dan penggelapan, serta pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kini Andika dan Anniesa telah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Akibat perbuatannya, mereka terancam hukuman lebih dari 15 tahun penjara. Sebab, dari 70 ribu jamaah yang mendaftar ibadah umrah, 35 ribu orang tidak bisa berangkat.

Kementerian Agama juga sudah mencabut izin operasional First Travel sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Peraturan yang menjadi dasar sanksi itu adalah Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 589 Tahun 2017 per 1 Agustus 2017. Pencabutan izin dilakukan karena First Travel dinilai terbukti telah melanggar Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

 

REPUBLIKA

Kemenag Minta Travel Tak Ada Izin Umrah untuk Taat Hukum

Kementerian Agama (Kemenag) Pusat melalui Tim Khusus Penegakan Hukum (Timsusgakum) dan Kanwil (Kantor Wilayah) Kemenag Provinsi Banten, Kamis (14/4), melakukan inspeksi  mendadak (sidak) ke salah satu travel haji dan umrah tak berizin, yakni PT Rachmatoellah Semesta Alam.

Sidak ini dilakukan setelah ada laporan dari kepolisian setempat dan Kanwil Kemenag Banten bahwa travel yang berkantor di Jalan Raya Serang-Pandeglang, Kebon Jahe, Serang, Banten ini beroperasi tanpa mengantongi izin resmi dari Kemenag. Padahal pihak Kanwil Kemenag Provinsi Banten sudah berulang kali memperingatkan melalui surat edaran untuk menghentikan segala aktivitas yang berkaitan dengan haji dan umrah.

“Kami sangat serius memperingatkan kepada para travel untuk menghentikan aktifitas pelayanan Haji dan Umrah sampai izin dikantongi”, ujar Lukmanul Hakim, Kabid Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag Provinsi Banten yang saat itu ikut sidak.

Kemenag meminta kepada seluruh travel untuk melaksanakan aturan yang ada, karena sudah terlalu banyak jemaah umrah yang tertipu. “Demi apapun kalau tida ada legalitasnya tetap salah. Melanggar aturan. Kita akan paksa bersama kepolisian untuk menghentikan segala kegiatan yang berkaitan dengan haji danumrah, termasuk papan atau sepanduk iklan itu diturunkan dan dicoret”, ucapnya.

Sementara dari pihak travel beralasan, pihaknya tetap menerima pendaftaran haji dan umrah  karena kepercayaan dan ghirah masyarakat yang tinggi untuk pergi ke Tanah Suci. “Masyarakat melihat pelayanan kami, bukan melihat di belakangnya. Untuk itu kita tetap buka,” ujar Direktur Operasional PT Rachmatoellah Semesta Alam Lili Halili yang saat diinspeksi Timsusgakum tampak bersama satu orang karyawannya.

Alasan itu langsung disekak sama Timsusgakum bahwa apapun alasannya, travel yang melayani ibadah umrah dan haji tidak boleh melanggar aturan karena bisa terancam pidana. “Aturannya sudah jelas, travel yang tak berizin tapi beroperasi dengan menyematkan  ‘Umrah & Hajj Services’ itu melanggar aturan,” tegas Affan Rangkuti, Kasubag Informasi Haji dan Umrah Ditjen PHU Kemenag.

Dalam aturan sudah jelas disebutkan, Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bisa dipakai untuk menjerat Penyelenggara Haji Khusus dan Penyelenggara Umrah yang tidak memiliki izin sebagai penyelenggara. Diperkuat  juga dengan Pasal 63 ayat (1) UU 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji bahwa, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak bertindak sebagai penerima pembayaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan/atau sebagai penerima pendaftaran jemaah haji sebagaimana dimaksud dalamPasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Dalam ayat (2) UU 13/2008, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak bertindak sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah dengan mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jemaah umrah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Selanjutnya Affan meminta kepada seluruh travel untuk tidak jalan sendiri-sendiri, saling berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, terutama pemerintah dan taat hukum. “Kalau kurang paham, tanya. Jangan diam. Harus selalu koordinasi sama kami, biar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan, masyarakat jadi korbannya. Taatlah sama aturan dan hukum jika tidak ingin berurusan dengan hukum,” ujar Affan. (war/sun/ar)

 

sumber: Kemenag RI