Korban First Travel: Kami Hanya Ingin Segera Diberangkatkan

Juru Bicara Persatuan Agen dan Jamaah Korban Firts Travel (Pajak FT), Eni Rifkiah, menyambut baik upaya semua pihak memperjuangkan hak jamah. Seperti saat ini Kejaksaan dan FT bertemu dan sepakat berpihak kepada jamaah.  

“Terimakasih atas semua usahanya membela. Kami tidak punya kuasa pembela selain pemerintah yang bisa bela kami,” kata Eni saat dihubungi, Jumat (22/11). 

Eni mengaku, saat ini jamaah tidak mau bahas tentang aset dirampas negara, dan mengungkit aset yang kurang sejak awal penyidikan. Menurutnya hal itu sudah tidak penting lagi buat jamaah untuk jadi bahan perdebatan.   

“Kami hanya ingin segera diberangkatkan atau aset FT yang disita negara bagikan kekuranganya tambahin sama pemerintah,” ujarnya.

Eni mengatakan, kalau ada niat tulus dari semua pihak, akan ada jalan keluar, bagi pemerintah bisa nambahin dari sisa aset FT yang dirampas untuk negara.  

Untuk itu, kata Eni, jamaah ingin aset FT segera dilelang. Pertama supaya tahu berapa aset FT yang dalam putusan disita negara itu, sehingga negara bisa punya waktu mencari kekurangannya aset FT yang akan dikembalikan kepada jamaah. “Karena saya dengar aset itu sudah tak mungkin dibagikan ke jamaah sesuai kerugian,” katanya.

Eni mengaku sudah tidak peduli lagi siapa yang mengurangi aset FT sejak awal penyidikan. Karena semua sudah urusannya masing-masing dengan Allah SWT. “Siapa yang bermain curang, tidak adil dalam menangani kasus ini itu urusan dia sama Allah,” katanya.

Sekarang ini, kata dia, jamaah tidak ingin lagi mendengar semua pihak terkait, baik dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif berwacana bantu jamaah. Jamaah ingin semua kerja nyata selesaikan masalah korban FT. “Kami hanya ingin semua kerja nyata sesuai program bapak presiden Jokowi,” katanya. 

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan vonis terhadap pendiri First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan, dengan hukuman masing-masing 20 tahun dan 18 tahun penjara. Direktur Keuangan First Travel Kiki Hasibuan juga dihukum 15 tahun penjara. 

Permasalahan dimulai dari putusan tingkat kasasi di MA yang menetapkan bahwa seluruh harta First Travel bukan dikembalikan ke jamaah, melainkan dirampas oleh negara. Para korban kasus itu kemudian menyatakan keberatan dan meminta aset First Travel yang disita dapat dibagikan ke para korban.

Total barang sitaan pada kasus tersebut sebanyak 820 item, yang 529 di antaranya merupakan aset bernilai ekonomis, termasuk uang senilai Rp1,537 miliar.

Putusan tersebut, membuat jamaah First Travel resah, karena dana yang mereka setorkan tidak bisa dikembalikan.

Pada Juli 2017, First Travel dihentikan kegiatannya oleh Satgas Waspada Investasi. Saat itu, First Travel diminta menghentikan penawaran perjalanan umrah promo yang dipatok dengan harga Rp14,3 juta. First Travel melakukan penipuan terhadap kurang lebih 63 ribu calon jamaah, dengan total kerugian mencapai Rp 905,33 miliar.

Akibat penipuan perjalanan umroh dan tindak pidana pencucian uang dari uang setoran calon jamaah tersebut, Direktur Utama First Travel Andika Surachman mendapatkan hukuman penjara selama 20 tahun penjara.

Istri Andika, Anniesa dijatuhi hukuman selama 18 tahun penjara, dan keduanya diharuskan membayar dengan masing-masing Rp10 miliar. Sementara Direktur Keuangan sekaligus Komisaris First Travel Siti Nuraida Hasibuan, dijatuhi hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 5 miliar.

Sebelumnya, pihak Kejaksaan Agung telah memerintahkan Kejaksaan Negeri Depok untuk menunda eksekusi aset pada kasus First Travel. Penundaan tersebut dilakukan hingga Kejaksaan selesai mengkaji tindak lanjut kasus itu, namun belum bisa dipastikan untuk berapa lama.

Pihak Kejaksaan menyatakan bahwa akan berupaya untuk mencari solusi pengembalian aset nasabah yang mengalami kerugian.

IHRAM

Lawan Travel Haji Bodong dengan Haji Digital

Maraknya penipuan berkedok layanan travel haji dan umrah, membuat pemerintah menyusun layanan berbasis teknologi digital.

Nantinya, setiap calon jamaah haji dan umrah bisa memanfaatkan sistem digital yang lebih transparan dan akuntabel. Sehingga bakal terhindar dari penipuan. “Pemerintah tengah membangun layanan digital ibadah haji dan umroh, sehingga masyarakat bisa memilih. Kementerian Agama juga telah membuat aplikasi khusus sebagai referensi pencarian biro haji dan umroh yang berizin dari pemerintah,” kata Darmin saat menjadi pembicara pada acara Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia (IAEI) bertajuk Manajemen Bisnis Syariah Pada Travel Haji dan Umrah di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (6/3/2019).

Sehingga, kata Darmin, pemerintah terus berupaya agar kebutuhan ini tidak hanya sekadar terpenuhi tapi diiringi dengan kualitas pelayanan yang semakin baik, sehingga kasus-kasus Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) seperti First Travel, tidak terulang kembali.

“Pemerintah telah menyusun MoU, bersinergi dengan pihak terkait untuk mengatasi permasalahan PPIU berupa pencegahan, pengawasan, dan penanganan permasalahan umroh,” katanya.

Menurut Darmin, upaya-upaya ini perlu dilakukan mengingat jasa perjalanan ibadah haji dan umroh memegang peranan signifikan dalam kepentingan nasional. [ipe]

 

INILAH MOZAIK

Cerita Mahfud MD Nyaris Tertipu First Travel

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengaku pernah menggunakan jasa First Travel untuk ibadah umrah. Dia menuturkan pernah hampir menjadi korban, walaupun awalnya sempat lancar.

“Memang First Travel itu saya pun hampir pernah menjadi korban dulu. Jadi, saya dulu alumni UII (Universitas Islam Indonesia Yogyakarta) tahun 2011, saya membawa peserta 750 orang. Murah sekali waktu itu, Rp 12 juta, lancar,” ucap Mahfud di Jakarta, Senin (21/8/2017).

Namun, saat hendak memberangkatkan lagi, dengan membawa 500 orang, rombongan itu sempat tertunda.

“Sampai di Jakarta, penerbangan ditunda. Ini sudah dari seluruh Indonesia sampai di bandara sampai tiga hari lagi. Padahal, orang sudah cuti dan harus menginap dan bayar sendiri di situ. (Tapi) masih bisa berangkat,” jelas Mahfud.

Kemudian, dia menuturkan ada pasangan suami istri yang harus terbang terpisah. Padahal, awalnya memesan untuk berangkat bersama.

“Nah, yang ketiga itu yang berangkat dipisah. Suaminya terbang ke Jedaah, istrinya terbang lewat mana. Sehingga di Mekah pun terpisah-pisah. Umrah menjadi kurang menyenangkan,” ungkap Mahfud.

Karena pengalaman itulah, masih kata dia, dirinya enggan lagi menggunakan jasa First Travel. Meskipun harganya murah.

“(Kejadiannya) 2011, 2012, dan 2013. Akhirnya saya putuskan tidak boleh lagi pakai First Travel. Dan ini akan terjadi sesuatu dan sekarang terjadi betul,” tegas Mahfud.

Dia berpendapat pemerintah jangan mengganti kerugian para anggota jemaah. Hal itu merupakan beban tanggung jawab First Travel.

“Saya kira kalau ditanggung pemerintah, tidak benar juga. Itu kan keperdataan semua. Kemudian, kalaupun berbelok menjadi tindak pidana. Itu kan perusahaan dan perorangan,” tukas Mahfud.

Meski demikian, lanjut dia, pemerintah cukup mengusahakan uang itu kembali saja. Artinya, harus dicari dari aset milik First Travel.

“Pemerintah harus mengusahakan uang itu kembali. Itu saja, diburu di mana pun lalu dikembalikan ke rakyat,” Mahfud memungkasi.

 

LIPUTAN6

Terlalu Murah, Biaya Umrah First Travel Tak Realistis

Biaya umrah yang sangat murah diperkirakan jadi faktor penyebab banyaknya jemaah memilih jasa PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel). Namun biaya yang ditetapkan oleh First Travel memberangkatkan seseorang ke Tanah Suci untuk umrah itu dinilai terlalu murah.

First Travel memasang tarif umrah paling murah Rp14,5 juta per orang.

Ketua Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (HIMPUH) Baluki Ahmad menganggap biaya itu tidak realistis. Untuk layanan standar saja, uang sejumlah itu sebenarnya tak mencukupi.

“Kalau sekadar berangkat dengan Rp19 juta ya bisa, tapi itu masih tidak terlayani dengan baik,” ujar Baluki dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Sabtu (12/8).

Baluki mengatakan, biaya layanan umrah yang normal berkisar di angka Rp21 juta hingga Rp23 juta. Biaya tersebut sudah menutup kebutuhan pembimbing, pelayanan hotel yang bagus, transportasi, dan lainnya. “Jadi tidak asal berangkat, kan orang mau nyaman berangkatnya.”

Ayu, seorang jemaah dari First Travel yang gagal berangkat, mengaku sudah merogoh Rp14,5 juta dikali empat orang secara tunai pada Juli 2015 silam. Beberapa kali dijanjikan berangkat, hingga saat ini Ayu belum menginjakkan kaki ke Tanah Suci.

Ayu yang berasal dari Tangerang mengaku mengetahui First Travel dari teman kantornya yang juga seorang agen di sana. Mendengar sepak terjang First Travel dari kawannya itu, ia akhirnya memutuskan umrah memakai jasa mereka.

“Tertarik karena testimoni dan harga yang terjangkau,” ucap Ayu melalui sambungan telepon.

Akibat ketidakjelasan pengelola, ditambah penangkapan bos First Travel, Ayu tak lagi percaya dengan janji-janji yang diumbar. Ia hanya mau uangnya dikembalikan.

Aldwin Rahardian, kuasa hukum korban penipuan First Travel, menyatakan sebagian besar mereka yang terbuai janji First Travel kini berpikir seperti Ayu. Mereka kebanyakan tak lagi peduli dengan janji penjadwalan ulang keberangkatan oleh First Travel.

“Rata-rata fokus refund saja. Mereka [para korban] sudah memberikan data ke kita dan kuitansi pembayarannya,” ujar Aldwin memaparkan. (rsa)

 

CNN INDONESIA

OJK: First Travel Harus Kembalikan Dana Jamaah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan kepada biro penyelenggara jasa umrah, PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel, untuk segera mengembalikan uang ribuan calon jamaah umrah yang menjadi korban karena tak kunjung diberangkatkan. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Bogor, Senin (14/8), mengatakan, izin operasional First Travel selama ini bukan berasal dari lembaganya, mengingat status First Travel yang merupakan biro perjalanan umrah.

Namun, OJK sebagai pengawas industri jasa keuangan sudah berkoordinasi dengan lintas kementerian, termasuk Kementerian Agama, untuk penanganan kasus ini. “Sudah ada masyarakat yang dirugikan dan ini sudah dilaporkan dan sudah diatasi secara hukum,” kata Wimboh.

OJK, kata Wimboh, tidak akan menyuntikkan dana untuk menangani kerugian yang diderita para jamaah. Kewajiban ganti rugi tetap harus dibayar First Travel. “Tidak ada (bail out), kita hanya bantu mengomunikasikan. Kan ini lagi proses identifikasi, investigasi. Kita tunggu saja lah nanti. Kalau dia (First Travel) punya duit, harus dibayar,” katanya.

Seperti diketahui, kepolisian sudah menangkap Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari selaku direktur utama dan direktur First Travel. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus penipuan dan penggelapan, serta pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kini Andika dan Anniesa telah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Akibat perbuatannya, mereka terancam hukuman lebih dari 15 tahun penjara. Sebab, dari 70 ribu jamaah yang mendaftar ibadah umrah, 35 ribu orang tidak bisa berangkat.

Kementerian Agama juga sudah mencabut izin operasional First Travel sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Peraturan yang menjadi dasar sanksi itu adalah Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 589 Tahun 2017 per 1 Agustus 2017. Pencabutan izin dilakukan karena First Travel dinilai terbukti telah melanggar Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

 

REPUBLIKA

Pemerintah Cabut Izin First Travel, Asphurindo: Sangat Tepat

Kementerian Agama secara resmi menjatuhkan sanksi administratif pencabutan izin operasional PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Pencabutan izin dilakukan karena First Travel melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

PP tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. “PT First Anugerah Karya Wisata dinilai terbukti telah melakukan pelanggaran Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012,” kata Kepala Biro Humas, data, dan Informasi Mastuki melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (5/8).

Menanggapi pencabutan izin First Travel tersebut, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Haji Umroh dan in-Bound Indonesia  (Asphurindo) Syam Resfiadi Amirsyah mengatakan, keputusan tersebut sangat tepat, meskipun agak terlambat. “Akhirnya pemerintah sudah final dalam toleransinya,” kata Syam Resfiadi kepada Republika.co.id, Sabtu (5/8).

Menurut Syam,  keputusan ini seharusnya sejak sistem penjualan harga Ponzi (jamaah berangkat umrah dengan uang setoran jamaah antrean berikutnya, Red) dilakukan. Hal itu agar tidak ada korban-korban berikutnya.  “Tetapi dengan  keluarnya keputusan tersebut akan jauh lebih baik daripada dibiarkan terus dan diberi waktu untuk mediasi. Sebab, mereka (First Travel, Red) memang tidak punya toleransi,” ujarnya.

Menurut  Syam, keputusan ini sangat tepat. “Agar siapapun yang berbuat sama dalam pemasaran berhati-hati  dan siap mengubah cara pemasarannya agar tidak terjadi kerugian di pihak calon jamaah umrah,” tutur Syam Resfiadi.

Kisruh penyelenggaraan umrah oleh First Travel mulai mengemuka ketika terjadi kegagalan pemberangkatan jemaah pada 28 Maret 2017. Dalam kejadian itu jamaah diinapkan di hotel sekitar Bandara Soekarno Hatta Cengkareng.

Sejak saat itu, Mastuki menerangkan, Kementerian Agama telah melakukan klarifikasi, investigasi, advokasi, hingga mediasi dengan jemaah. Upaya klarifikasi pertama kalinya dilakukan tanggal 18 April 2017.  “Namun, pihak manajemen tidak memberikan jawaban,” ujarnya.

Pada 22 Mei 2017, Mastuki melanjutkan, Kementerian Agama mengundang pihak First Travel untuk mediasi dengan jemaah. Mereka mengirimkan tim legal namun tidak dilanjutkan. “Karena mereka (tim legal First Travel) tidak dibekali surat kuasa,” kata Mastuki.

Kemenag kembali memanggil First Travel pada 24 Mei 2017. Upaya ini pun gagal karena pihak manajemen tidak hadir. Pada 2 Juni 2017, digelar mediasi antara pihak First Travel dengan sejumlah jamaah dari Bengkulu, pun tidak ada solusi yang bisa diberikan.

Terakhir kalinya upaya mediasi dilakukan tanggal 10 Juli 2017, dan gagal karena manajemen tidak hadir.

Mastuki menambahkan, pada 21 Juli 2017 lalu, Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memerintahkan PT First Anugerah Karya Wisata untuk menghentikan penjualan paket promonya karena ada indikasi investasi ilegal dan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin.

Dalam hal kewajiban laporan, First Travel tidak pernah benar-benar menyampaikan data jamaah yang telah mendaftar dan belum diberangkatkan yang sudah diminta empat bulan lamanya.  “Mereka juga menolak memberikan penjelasan rincian biaya paket umrah yang sering ditawarkan kepada masyarakat.” kata Mastuki.

 

IHRAM

 

———————————-
Download-lah Aplikasi CEK PORSI HAJI dari Smartphone Android Anda agar Anda juga bisa menerima artikel keislaman ( termasuk bisa cek Porsi Haji dan Status Visa Umrah Anda) setiap hari!

Paket Umrah Murah First Travel Dilarang OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi melarang PT First Anugerah Karya Wisata atau yang lebih dikenal dengan nama First Travel untuk memasarkan paket perjalanan umrah murah. First travel menjadi satu dari 11 perusahaan yang kegiatan usahanya dihentikan OJK sejak 18 Juli 2017. Alasan OJK menghentikan kegiatan 11 perusahaan itu karena mereka dalam menawarkan produknya entitas  tidak memiliki izin usaha dan berpotensi merugikan masyarakat.

First Travel menyediakan paket umrah seharga Rp14,3 juta per orang. Harga itu termasuk super murah jika dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan Kementerian Agama dan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), yakni minimum $1.700 atau sekitar Rp22 juta per orang.

“PT First Anugerah Karya Wisata/First Travel harus menghentikan penawaran perjalanan umrah promo yang saat ini sebesar Rp14,3 juta,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing melalui keterangan tertulis, Jumat (21/7/2017).

Setelah keputusan OJK, First Travel dilarang menerima peserta umrah baru, tetapi tetap harus memberangkatkan peserta yang sudah terdaftar sebelumnya.

Menghadapi penghentian tersebut, pihak manajemen First Travel telah membuat surat pernyataan yang menyatakan menghentikan pendaftaran jemaah umrah baru untuk program promo. Selain itu, mereka akan tetap memberangkatkan jemaah umrah yang terdaftar setelah musim haji yaitu bulan November dan Desember 2017. Pada November akan diberangkatkan 5.000 jemaah, dan di bulan Desember akan berangkat 7.000 jemaah.

Perusahaan juga berjanji akan melaporkan jadwal keberangkatan kepada Satgas Waspada Investasi OJK paling lambat September mendatang. Untuk keberangkatan bulan Januari 2018 dan seterusnya, First Travel akan menyampaikan jadwal keberangkatan kepada Satgas Waspada Investasi pada bulan Oktober 2017.

Apabila ada permintaan pengembalian dana dari peserta, First Travel harus menyelesaikan prosesnya dalam waktu 30 sampai 90 hari kerja. Mereka juga diminta untuk menyampaikan data peserta umrah kepada Kementerian Agama untuk pembinaan.

Selain First Travel, sepuluh perusahaan lain yang juga dihentikan kegiatan usahanya adalah PT Akmal Azriel Bersaudara, PT Konter Kita Satria, PT Maestro Digital Komunikasi, PT Global Mitra Group, PT Unionfam Azaria Berjaya atau Azaria Amazing Store, PT Pansaky Berdikari Bersama, Car Club Indonesia, Koperasi Budaya Karyawan Bank Bumi Daya Cabang Pekanbaru, PT Maju Mapan Pradana atau Fast Furious Forex Index Commodity dan PT CMI Futures.

PT Konter Kita Satria, PT Maestro Digital Komunikasi, PT Global Mitra Group, Azaria Amazing Store, 4Jovem, dan Car Club Indonesia dihentikan karena kegiatan usahanya belum mendapatkan izin dari otoritas berwenang.

Sementara Koperasi Budaya Karyawan Bank Bumi Daya Cabang Pekanbaru, Fast Furious Forex Index Commodity dan PT CMI Futures dihentikan kegiatannya karena diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan dan merugikan masyarakat.

PT Akmal Azriel Bersaudara harus menghentikan kegiatan usaha kredit mobil, motor atau emas yang dilakukan tanpa izin dan diduga melanggar ketentuan perundang-undangan serta merugikan masyarakat. Satgas Waspada Investasi meminta perusahaan ini mengurus perizinannya dan memperbaiki sistem pemasaran agar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Selama tahun 2017 ini, Satgas Waspada Investasi telah menghentikan kegiatan 43 entitas usaha. Satgas Waspada Investasi meminta kepada masyarakat agar selalu berhati-hati dalam menggunakan dananya. Jangan sampai tergiur dengan iming-iming keuntungan yang tinggi tanpa melihat risiko yang akan diterima.

“Maraknya penawaran investasi ilegal dan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin sudah mengkhawatirkan. Untuk itu, masyarakat diminta selalu waspada,” kata Tongam.

 

TIRTO