Berdakwah Wujud Kasih Sayang terhadap Orang Lain

SEORANG ayah berjalan-jalan bersama anaknya yang masih berusia sepuluh tahun. Sebagaimana anak-anak kalau berjalan ingin seenaknya sendiri. Ingin bebas tanpa menghiraukan bahaya yang senantiasa siap menyambarnya.

Si ayah berulang kali mengingatkannya untuk berjalan di pinggir. Si anak pada awalnya menurut, namun berikutnya berjalan menuruti kehendaknnya sendiri. Tiba-tiba satu mobil melaju dengan sangat kencang dari arah belakang. Sang ayah dengan sigap menarik tangan anaknya. Sang anak menangis, tangannya kesakitan.

Dengan penuh sayang ayahnya itu berkata, “Nak, barusan kamu akan tertabrak mobil itu. Bila saja hal itu terjadi, boleh jadi kamu sekarang sudah tidak dapat lagi menatap ayahmu ini. Ayah melarang kamu berbuat seperti itu bukan karena benci. Sebaliknya, itu sebagian cinta tulus dan kasih sayang murni ayah kepadamu.”

Begitulah sikap seseorang yang mencintai dan mengasihi orang lain. Ia akan melarang siapa pun yang dicintainya melakukan perkara yang mencelakakannya atau mendatangkan melapetaka baginya. Ia akan menyuruh orang yang disayanginya untuk selalu melakukan perbuatan yang menjadikannya bahagia, selamat, dan jauh dari kecelakaan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Zat Maha kasih dan Maha sayang memerintahkan umatnya untuk mencintai saudaranya. Bukan sekadar cinta materil di dunia semata, melainkan kasih sayang sejati sampai akhirat. Salah satu caranya dengan menjaga mereka dari api neraka.

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrim: 6).

Jadi, wujud kasih sayang seseorang terhadap orang lain bukan sekadar menolong orang supaya tidak tertabrak mobil, tidak jatuh sakit, tidak bergelimang dalam keserbasulitan, tidak disiksa oleh orang lain, atau tidak dilahap kebakaran. Lebih dari itu, orang yang sayang kepada saudaranya tidak akan rela saudaranya itu disiksa oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala di neraka akibat perbuatannya menyimpang dari aturan Allah.

Ia akan senantiasa menyuruhnya berbuat taat dan melarangnya berbuat maksiat. Ia akan selalu melakukan amar makruf, nahi munkar. Ia akan terus berdakwah.

Berdasarkan hal ini, seseorang yang menyampaikan dakwah Islam kepada orang lain bukan karena benci pada orang tersebut. Sebaliknya, hal itu dilakukannya atas dorongan kasih sayang kepadanya.

Di dadanya tertanam ketidakrelaan bila saudaranya, temannya, tetangganya, atau siapa saja mendapatkan kenestapan hakiki di akhirat kelak. Padahal, di sana setiap jiwa tidak akan dapat menolong siapapun. Saat itu setiap orang akan lari dari saudaranya, ibunya, ayahnya, isteri, bahkan anak-anaknya. Satu-satunya cara menolong saat di dunia ini. Jalannya melalui dakwah.

Realitasnya, berdakwah tidak selalu mulus. Sering kali orang yang didakwahi menolaknya, menentang, bahkan menganggapnya sebagai bahaya bagi dirinya. Walaupun demikian, seorang pengemban dakwah menyadari betul bahwa mereka bersikap demikian itu hanyalah disebabkan ketidaktahuannya saja.

Semua ini dilakukannya semata-mata kasih sayangnya agar ia mendapatkan balasan dari sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui jalan dakwah itu, di samping orang lain pun selamat, baik di dunia maupun di akhirat melalui perantaraan dakwah yang dilakukannya tersebut. Jelaslah, dakwah merupakan wujud kasih sayang seseorang kepada sesamanya.*/Sudirman STAIL

Sumber buku: Menjadi Pembela Islam. Penulis: M. R. Kurnia.

HIDYATULLAH

Godaan Para Dai

Dai juga seorang manusia. Dia bisa saja tergelincir, tergoda rayuan materi dunia dan popularitas semu. Tak luput dia diuji kesabarannya dengan polah tingkah objek dakwah. Tak jarang juga dia diancam nyawanya. Godaan dan tantangan tersebut harus dilewati dai dengan baik.

Ustaz muda asal Bandung Erick Yusuf mengaku tak luput dari godaan kala berdakwah. Pria yang akrab disapa Kang Erick ini mengaku godaan terbesarnya adalah ditawari mendirikan pesantren.

Ia kerap dibujuk sebuah aliran dengan dana melimpah untuk bisa mendirikan pesantren. “Tapi, dengan syarat saya berdakwah jika aliran tersebut tidak sesat dan bagian dari Islam,” ungkap Kang Erick. Bersyukur, kata Kang Erick, ia masih diberi kekuatan untuk menolak tawaran itu.

Godaan lain yang ia rasakan adalah kala mendengarkan curahan hati seorang akhwat. Sebagai dai muda, tak sedikit jamaah akhwat yang merasa nyaman kala menceritakan masalahnya kepada pemrakarsa iHAQi itu.

Kadang, ia merasa setan menggodanya kala ada akhwat yang sedang meminta nasihat agama kepadanya. Buru-buru jika bisikan itu datang, Kang Erick mengucap istighfar.

Kang Erick berbagi tips, untuk mempertahankan diri dari godaan-godaan tersebut, ia memperbanyak zikir. “Dan, memperbanyak ibadah sunah,” ujarnya.

Wakil Sekretaris Jenderal MUI KH Tengku Zulkarnaen menjelaskan banyak godaan yang bisa menjebak para dai. Banyak dai yang populer, baik di media televisi maupun cetak, yang terkena penyakit sombong. Mereka lebih banyak berdakwah, tetapi lupa untuk kembali mengasah ilmu agamanya.

Mereka yang populer merasa bangga ketika jamaah yang duduk di taklimnya tumpah ruah. Namun, sangat kecewa, bahkan tersinggung jika yang datang padanya hanya satu dua orang. Padahal, tidak berbeda antara jamaah yang sedikit atau banyak. Hal terpenting adalah esensi dari dakwah itu sendiri.

Begitu juga dengan harta dunia yang didapatkan berkat kepopulerannya. Mereka yang merasakan manisnya amplop hasil ceramah lupa diri bahwa berdakwah bukanlah profesi.

“Bahkan, harga diri dai terluka ketika tanpa malu-malu menyindir jumlah amplop yang diterima banyak atau sedikit,” ujarnya.

Menurutnya, uang hasil ceramah yang diterima hukumnya makruh jika diterima cukup dengan kebutuhan makan. Namun, akan menjadi haram jika apa yang didapatkan melebihi kebutuhan makan.

Seharusnya, dai yang memiliki mobil mewah bermiliar-miliar dari hasil ceramah introspeksi diri. Pada saat jamaah mereka mengumpulkan uang tersebut dari hasil ketuk pintu rumah ke rumah.

Ustaz Tengku menyarankan seharusnya dai memiliki pekerjaan lain sehingga tidak menggantungkan dari amplop ceramah. Untuk menjaga diri, Ustaz Tengku menekankan dai harus membekali diri dengan doa dan ibadah malam.

Doa tidak hanya berdampak positif bagi diri sendiri, tetapi juga agar apa yang disampaikan berpengaruh pada bergetarnya hati objek dakwah.

Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Ihya Qalbun Salim di Ciputat, Dr Rusli Hasbi Lc MA, mengatakan berdakwah itu memiliki tiga tujuan. Tujuan tersebut, di antaranya mengajak orang berbuat baik, mengamalkan ibadah, dan memperkenalkan Islam.

Seorang dai harus paham benar dengan Islam, bukan orang yang baru belajar. “Bukan dai jika hanya pintar bicara tanpa mengamalkannya,” ujarnya.

Kepopuleran merupakan godaan dai saat ini. Jangan sampai seorang dai tidak tepat waktu melaksanakan shalat lima waktu karena harus shooting atau lelah karena terlalu sering berdakwah.

Menurut Dosen Fiqih UIN Syarif Hidayatullah ini, jika terlalu menggadaikan idealisme, dai bisa terjebak dalam kebutuhan industri semata. “Banyak dai yang berdakwah hanya untuk ketertarikan penonton dan menaikkan rating,” ujarnya.

Padahal, seorang dai harus memiliki sikap ikhlas. “Jika ustaz tersebut tidak menarik penonton dan menguntungkan, maka tidak diterima, tetapi jika menguntungkan akan terus dipakai,” ujarnya.

Popularitas saat ini memang penting. Tanpa media berdakwah, pesan dakwah akan berjalan lambat dan tidak tersebar.

Popularitas yang didapatkan dari masyarakat membutuhkan waktu yang cukup lama dibandingkan media. Karenanya, media merupakan salah satu cara untuk mempercepat dakwah Islam.

Namun, pihaknya tidak setuju jika berdakwah dijadikan sebagai mata pencaharian. Rasulullah SAW pun dalam berdakwah tidak mendapatkan imbalan.

 

Oleh: Ajeng Retno Tejomukti

REPUBLIKA

Menikmati Dakwah ‘Ustaz Youtube’

Channel media sosial tak lepas dari konten dakwah. Para dai mulai memanfaatkan jasa live streaming di Facebook, Instagram, hingga Youtube. Akun-akun mereka pun memiliki viewers hingga ratusan ribu.

Nurhadis, seorang yang kesehariannya aktif sebagai aktivis membela pembebasan Palestina dan Masjid al-Aqsha menjadi salah satu pemuda yang kerap mendengar dakwah lewat media sosial. Dia mengaku, sangat bersyukur dengan banyaknya ustaz yang menyampaikan ceramah melalui Youtube.

Ceramah tersebut, ujar Nurhadis, bisa menjadi solusi di tengah kesibukannya berkecimpung di lembaga kepalestinaan Aqsa Working Group (AWG). “Umat Islam sudah saatnya memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk berdakwah. Ini sangat membantu saya,” ujar pria kelahiran asli Lampung itu saat berbincang dengan Republika.co.id, Selasa (19/12).

Namun, dia menilai, perlu lebih banyak ustaz yang menyampaikan ceramah yang lebih spesifik. Dia mencontohkan, KH Abdullah Gymnastiar atau sering disapa Aa Gym yang lebih banyak berceramah tentang urusan qalbu (hati). Pria yang belum lama ini menginjak usia ke-30 tahun itu mengaku tidak memilah dan memilih siapa ustaz yang berceramah. Selama itu baik dan menarik, ia tak mempermasalahkannya.

“Saya jujur tak melihat siapanya. Selama yang disampaikannya itu baik, mwngapa tidak kita ambil. Kan begitu seharusnya,” kata dia.

Dia bercerita, ada salah satu video yang disampaikan oleh salah satu ustaz masih terngiang dibenaknya. Adalah kisah yang disampaikan Ustaz Abdul Somad tentang dirinya sendiri. Dalam video itu, Ustaz Abdul Somad berkisah bahwa suatu hari dirinya pergi ke suatu tempat.

Di tempat itu, Ustaz Abdul Somad bertemu dengan keluarga Nasrani yang mana terjadi kontak komunikasi antara Ustaz Abdul Somad dan keluarga Nasrani itu. Singkat cerita, keluarga Nasrani itu mengaku kagum dengan ceramah Ustaz Abdul Somad. “Maksud saya, ustaz-ustaz dengan gaya khas seperti ini perlu diperbanyak. Ini menunjukkan, umat Islam bisa diterima di kalangan umat lain,” kata Nurhadis yang juga salah satu aktivis Food Flotilla for Myanmar, beberapa waktu lalu.

Susanti, mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fatah Cileungsi, Bogor, asal Kalimantan Barat, mengaku suka menonton ceramah ustaz di Youtube.

Ia bercerita, permulaan dirinya menyukai menonton ceramah di Youtube berawal dari ceramah Ustaz Abdul Somad, Ustaz Hanan Attaki, dan Ustaz Adi Hidayat. Dari ketiga ustaz inilah, Susanti mengaku mulai aktif mengikuti ceramah di channel Youtube mereka.

“Yang saya suka itu Ustaz Abdul Shomad, Ustaz Adi Hidayat, dan Ustaz Hanan Attaki. Ketiga ustaz itu memiliki gaya ceramah yang santun dan berbeda dari yang lain,” katanya.

Muslimah yang kini menginjak usia 20 tahun itu mengaku senang dengan gaya ceramah yang disampaikan ketiga ustaz itu. Menurut dia, gaya ketiga ustaz yang berbeda ini sangat diperlukan. “Ustaz Somad gaya bicaranya lucu, jadi saya suka,” katanya.

Sementara, cara penyampaian Ustaz Adi Hidayat, imbuh dia, benar-benar mendetail. Sehingga, jamaah yang menyaksikan ceramahnya, walaupun melalui video, akan paham.

“Apalagi, ceramah Ustaz Adi Hidayat selalu didukung dengan tulisan. Dan tulisan itu kemudian dijelaskan secara mendetail. Jadi suka gitu,” katanya. Susanti pun menyukai gaya ceramah Ustaz Hanan Attaki yang masuk pada segmen remaja. ed: a Syalaby Ichsan

REPUBLIKA

 

 

———————————–

Ana ingin menyaksikan dakwah Islam lewat saluran Youtube? Silakan undu Aplikasi Kumpulan Dakwah ini di smartphone Android Anda!

 

Mengajak Kaum Nasrani Ke Surga di Bulan Desember

Salah satu karakter da’wah Islam ialah Rahmatan Lil’aalamiin (Rahmat bagi semesta alam). Da’wah Islam merupakan ajakan kepada segenap umat manusia, bukan untuk kalangan atau kelompok tertentu saja. Ia bukan seruan yang ditujukan hanya untuk bangsa Arab. Ia merupakan penyebarluasan rahmat Allah ta’aala bagi manusia. Manusia manapun yang menyambut Da’wah Islam akan memperoleh ketenteraman. Suatu ketenteraman dalam arti sesungguhnya.

Kehadiran aktifitas Da’wah Islam menyebabkan umat manusia memiliki harapan. Sebab dengan hadirnya Da’wah Islam manusia menjadi berpeluang untuk hidup di bawah tuntunan wahyu ilahi. Ia menjadi terarah menuju jalan keselamatan di dunia maupun akhirat. Tanpa Da’wah Islam manusia akan berjalan dalam kegelapan tanpa arah dan tujuan yang jelas. Dan agar kita benar-benar menjadi bagian yang turut menyebarluaskan rahmat bagi semesta alam, maka tidak bisa tidak jalan yang mesti ditempuh adalah jalan Nabi Muhammadshollallahu ’alaih wa sallam. Sebab beliau-lah teladan utama dalam berperan sebagai rahmatan lil’aalamiin.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya ayat 107)
Berdasarkan keteladanan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam aktifitas Da’wah Islam memiliki spektrum yang sangat luas. Da’wah Islam membentang dari sekedar tersenyum hingga mengangkat senjata (al-Jihad fii sabilillah). Semua kegiatan yang ada di antara kedua kutub spektrum tadi merupakan aktifitas Da’wah Islam yang merefleksikanIslam sebagai rahmatan lil’aalamiin. Artinya, setiap gerak-gerik seorangMuslim seyogyanya merupakan ekspresi semangat mengajak manusia ke jalan keselamatan dunia dan akhirat. Seorang Muslim belum sempurna penghayatan akan Islam sebagai rahmatan lil’aalamiin bilamana ia mengembangkan toleransi kepada orang non-Islam alias kafir namun ia tidak pernah sesaatpun berfikir dan berupaya mengajaknya ke jalan Islam. Disinilah relevansi ucapan da’wah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam yang begitu ringkas, jelas, tegas sekaligus penuh cinta kasih:

أَسْلِمْ تَسْلَمْ

”Aslim Taslam (= masuk Islamlah engkau, niscaya engkau bakal selamat di dunia dan akhirat’).” (HR Ibnu Majah 1/95)
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam senantiasa bersegera mengajak manusia ke dalam agama Allah ta’aala. Beliau tidak pernah ragu sedikitpun ketika melakukan Da’wah Islam. Sebab beliau sangat yakin hanya dengan ni’mat Iman dan Islam sajalah seseorang bakal meraih keselamatan hakiki di dunia maupun di akhirat. Bahkan inilah yang menjadi obsesi utama beliau dalam hidup di dunia fana ini.

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ

”Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu.” (QS AtTaubah ayat 128)

Saudaraku, andai setiap Muslim apalagi aktivis Da’wah benar-benar mengikuti jejak langkah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam, niscaya kita tidak akan menyaksikan kelemahan mental dan inferiority melanda kaum muslimin. Dan jika kaum muslimin telah secara aktif, tegas sambil penuh kearifan dan kasih-sayang mengajak kaum kafir dewasa ini untuk mengenal serta memeluk Islam, niscaya laju gerakan pemurtadan kaum kafir tidak akan segencar seperti yang kita lihat sekarang.

Wahai ummat Islam, sudah tiba masanya bagi kita ummat Islam untuk meluruskan makna Islam sebagai agama rahmatan lil’aalamiin. Ia bukan bermakna sikap toleran sedemikian rupa sehingga menyebabkan seorang Muslim tidak kunjung mengajak orang-orang di luar Islam memeluk ajaran Allah ta’aala. Ia bukan bermakna sedemikian rupa menghargai agama lain sehingga orang-orang di luar Islam semakin yakin bahwa agama merekalah yang benar dan agama Islam yang salah.

Makna Islam sebagai agama rahmatan lil’aalamiin ialah menjadikan setiap diri kita kaum muslimin bersemangat menyelamatkan manusia dari kelaliman dan kesesatan berbagai agama-agama menuju keadilan dan kelurusan agama Islam. Makna Islam sebagai agama rahmatan lil’aalamiin ialah menjadikan setiap diri kita kaum muslimin bersemangat menyelamatkan manusia dari penghambaan manusia kepada sesama manusia untuk hanya menghamba kepada Rabb Tunggal manusia, yaitu Allah ta’aala.

Makna Islam sebagai agama rahmatan lil’aalamiin ialah menjadikan setiap diri kita kaum muslimin bersemangat menyelamatkan manusia, khususnya kaum Nasrani, dari meyakini bahwa Isa ’alaihis-salam (Yesus, kata mereka) merupakan Tuhan atau anak Tuhan kepada keyakinan bahwa ia adalah seorang Nabi Allah yang diutus untuk mengajak manusia menghamba hanya kepada Allah ta’aala, tuhan Nabi Isa ’alaihis-salam dan tuhan kita bersama.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Katakanlah: Dialah Allah ta’aala Yang Maha Esa. Allah tempat bergantung. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada sesuatupun yang bisa menyerupaiNya.” (QS Al-Ikhlash ayat 1-4)

Alangkah zalimnya seorang Muslim yang sejak kecil sudah hafal ayat-ayat di atas, lalu saat tibanya bulan Desember setiap tahun ia malah mengucapkan ”Selamat Natal” kepada kaum Nasrani. Kita semua tahu bahwa makna kata ”Natal” sama dengan ”Maulid” (hari kelahiran). Sedangkan kelahiran yang mereka rayakan ialah kelahiran Yesus sebagai Tuhan atau sebagai anak Tuhan, menurut mereka. Maka bila pada hari tersebut kita justru mengucapkan ”selamat” bukankah ini suatu kebohongan yang nyata? Lalu apa yang semestinya kita ucapkan?

Saudaraku, inilah saatnya kita buktikan di hadapan Allah ta’aala bahwa kita meyakini hanya Allah ta’aala-lah Tuhan Yang Maha Esa. Dan bahwa hanya Islam-lah jalan keselamatan. Inilah saatnya kita menyebarluaskan rahmat bagi semesta alam. Untuk itu tidak bisa tidak jalan yang mesti ditempuh adalah jalan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Sebab beliau-lah teladan utama dalam berperan sebagai rahmatan lil’aalamiin. Marilah kita coba menjalankan sunnah Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam dengan menyampaikan kepada kaum Nasrani di bulan Desember tahun ini kalimat yang jelas, ringkas lagi penuh kasih sayang:

أَسْلِمْ تَسْلَمْ

”Aslim Taslam (= masuk Islamlah engkau, niscaya engkau bakal selamat di dunia dan akhirat’).” (HR Ibnu Majah 1/95)

Ingatlah saudaraku, seorang Muslim tidak dibenarkan ingin masuk surga sendirian tanpa peduli dengan orang-orang lainnya. Satu-satunya tiket atau undangan untuk masuk surga ialah syahadatain atau dua kalimat syahadat. Maka marilah kita coba membagi ni’mat Iman dan Islam ini kepada orang-orang yang selama ini tidak pernah merasakan manisnya Iman dan Islam seperti yang selama ini kita rasakan.

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي

“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.” (QS Taha ayat 25-28)

 

sumber: Era Muslim