Menag Gelar Pembicaraan dengan Saudi, Ini yang Dibahas

Menteri Urusan Islam Arab Saudi, Al-Sheikh Abdullatif bin Abdulaziz Al-Sheikh mengadakan pembicaraan resmi dengan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas. Pembicaraan ini meninjau upaya Arab Saudi dalam melayani Islam dan umat Muslim dalam bingkai menyebarkan nilai-nilai moderasi dan perbaikan wacana keagamaan.

Kedua menteri itu, seperti dilansir dari Saudi Gazette, Ahad (21/11), juga membahas proses pencetakan Alquran oleh Kompleks Raja Fahd di Madinah. Juga soal upaya Saudi dalam menghadapi kelompok-kelompok yang mencoba memanfaatkan Islam untuk mencapai ideologi mereka.

Al-Sheikh mengatakan, kementeriannya menandatangani nota kesepahaman dengan beberapa lembaga dan kementerian Islam di berbagai negara untuk mentransfer pengalaman negaranya dalam melayani Islam. Hal itu juga untuk menyebarkan nilai-nilai dan ajaran toleransi yang sejalan dengan kebijakan Saudi serta pesan kepada umat Islam di seluruh dunia.

Sementara itu, Menteri Yaqut memuji upaya Arab Saudi untuk melayani Islam dan Muslim di dunia serta Muslim di Indonesia pada khususnya. Dia menekankan, Saudi mengambil langkah besar untuk menyebarkan pendekatan moderasi yang dibutuhkan umat Islam.

Yaqut juga menegaskan kembali keinginan negaranya untuk mengaktifkan perjanjian kerja sama dengan Saudi yang melayani Islam dan umat Muslim. Dia mengatakan, upaya yang dilakukan oleh Kerajaan untuk peziarah, dan pengunjung, dan pengalaman Kerajaan dalam menangani pandemi Corona itu berbeda dan mencerminkan kebijaksanaan dan ketajaman dari kepemimpinannya. 

Pembicaraan tersebut juga membahas soal pengaktifan nota kesepahama yang telah ditandatangani sebelumnya antara kedua belah pihak dalam urusan Islam. Ini dalam rangka menyebarkan metode moderasi dan melawan ekstremisme, dan bertukar keahlian dalam segala hal yang melayani Islam dan Muslim.

IHRAM

Jamaah Tak Perlu Lagi Izin Kunjungi Masjid Nabawi

Berdasarkan Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan, Pejabat di Arab Saudi telah mengumumkan bahwa izin dan janji tidak lagi diperlukan bagi pengunjung yang ingin shalat di Masjid Nabawi di Madinah.

Dilansir dari laman Alarabiya pada Ahad (21/11), pejabat mengatakan bahwa pengunjung yang ingin salat di Masjid Nabawi tidak perlu lagi mengajukan izin dan membuat janji melalui aplikasi ‘Eatmarna’. Akan tetapi masih akan diminta untuk menunjukkan aplikasi ‘Tawakkalna’ mereka yang membuktikan bahwa mereka telah menerima dua dosis vaksin Covid-19 atau menerima dosis pertama dan selesai 14 hari setelah menerima suntikan.

Pada bulan lalu, Masjidil Haram di Makkah beroperasi dengan kapasitas penuh, dengan jamaah shalat berdekatan untuk pertama kalinya semenjak pandemi virus corona dimulai. Hal ini terjadi setelah Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi menyetujui pelonggaran tindakan pencegahan Covid-19 yang ketat di negara itu, termasuk mengoperasikan Masjidil Haram dengan kapasitas penuh.

Awal pekan ini, Kerajaan mengumumkan bahwa jamaah luar negeri sekarang dapat mengajukan izin untuk umrah dan shalat di Masjidil Haram di Makkah. Kemudian juga untuk mengunjungi Masjid Nabawi di Madinah melalui aplikasi seluler yang disetujui.

Sementara itu, selama lonjakan kasus covid, Saudi telah melakukan sejumlah pembatasan. Termasuk izin ibadah umrah yang dilakukan melalui aplikasi ‘Eatmarna’. Aplikasi ini juga mengatur upaya tindak lanjut masing-masing kelompok jamaah selama ibadah umrah atau saat mengunjungi Madinah.

Sementara itu, pada Ramadhan tahun ini 150 ribu orang telah diizinkan untuk melakukan umrah atau sholat setiap hari di Masjidil Haram.

IHRAM

Buya Anwar Abbas: Prioritaskan Lansia untuk Berangkat Haji

Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas minta Kementerian Agama dapat memberikan prioritas bagi orang lanjut usia (lansia) untuk bisa berangkat haji. Karena penangguhan haji akibat pandemi Covid-19 menyebabkan antrean haji di Indonesia semakin panjang. 

Jumlah orang yang mendaftar untuk melaksanakan ibadah haji sampai dengan saat ini sudah mencapai 5,1 juta orang. Dengan kuota jemaah haji dari indonesia hanya 220 ribu, jika mereka mendaftar hari ini, maka yang bersangkutan baru akan melaksanakan ibadah hajinya sekitar 23 tahun yang akan datang atau pada 2044. 

“Jadi kalau calon jemaah itu sudah berumur 60 tahun saat ini dan kalau rata-rata umur orang Indonesia itu 75 tahun maka yang bersangkutan, karena umurnya sudah 84 tahun tentu diperkirakan sudah jelas tidak bisa berangkat,” kata Abbas dalam keterangan resminya, Sabtu (13/11).

MUI berharap, pemeritah, DPR, ulama dan tokoh masyarakat bisa duduk bersama untuk membicarakan masalah ini dan mencari solusinya. Karena, ibadah haji merupakan kewajiban bagi yang mampu untuk melaksanakannya dan waktunya juga sudah ditentukan oleh Allah SWT dan rasul-Nya yaitu di bulan Dzulhijjah setiap tahunnya.   

“Oleh karena itu kalau kita merobah kebijakan dengan memprioritaskan orang-orang yang sudah termasuk lansia, yang kita dahulukan dari yang masih muda-muda tentu akan sangat baik, tapi jelas akan menimbulkan kegaduhan,” ungkapnya.

Atau ia mencoba memberikan pilihan, bagi lansia yang memiliki waktu tunggu lama bisa lebih dulu melakukan haji kecil atau ibadah umroh. Tentu hal ini pun harus menjalin kerja sama dengan negara lain, dalam hal ini Arab Saudi.

“Salah satu langkah yang kita tawarkan adalah bagaimana caranya supaya mereka-mereka yang sudah lanjut usia tersebut, yang ingin melaksanakan ibadah haji tapi waktu tunggunya masih jauh dan masih sangat lama, maka mereka diarahkan untuk melaksanakan umroh. Dan karena jumlah mereka yang akan umroh itu juga sangat besar maka negara tentu harus hadir dan ikut mengatur serta  mengendalikannya agar umat Islam yang ingin melaksanakan ibadah umroh tersebut dapat mengerjakan ibadahnya dengan sebaik-baiknya,” jelas Anwar Abbas.

IHRAM

Kapuskes Haji: Tak Ada Larangan Merek Vaksin Covid Tertentu

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan Arab Saudi tidak pernah menyatakan pelarangan vaksinasi Covid-19 dengan merek tertentu bagi jamaah haji. Hal ini disampaikan Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) Haji, Eka Jusup Singka, dalam kegiatan Bahtsul Masail Perhajian di Ciawi, Bogor.

Hal ini disampaikan Eka untuk menjawab munculnya polemik di masyarakat, dimana beredar informasi jika vaksin Covid-19 yang digunakan di Indonesia tidak diakui di Arab Saudi.

“Kepada seluruh jamaah haji Indonesia, calon jemaah haji dan umrah, Arab Saudi itu tidak pernah menyatakan adanya larangan vaksin dengan merek tertentu,” kata Eka dalam siaran persnya, Kamis (29/4).

Alih-alih melarang pemakaian vaksin dengan merek tertentu, Eka menjelaskan Arab Saudi lebih menekankan kewajiban calon jamaah haji dan umrah untuk mendapat vaksinasi Covid-19 sebelum masuk ke Arab Saudi.

Karenanya, Eka mengimbau calon jamaah haji segera mengikuti program vaksinasi covid-19. Vaksinasi ini harus segera dilaksanakan, agar saat sudah ada penetapan kuota dari pemerintah Saudi, calon jamaah haji telah siap secara kesehatan.  

“Kepada jamaah haji dan umrah, segera memvaksin diri di tempatnya masing-masing. Karena datanya sudah dimasukkan ke dalam P-care dan nanti dapat melakukan vaksinasi di fasilitas kesehatan yang tersedia,” ujar Eka.

Sebelumnya, Kemenkes telah menetapkan skema vaksinasi terhadap calon jamaah haji 2021. Kemenkes membagi data prioritas masyarakat ke dalam dua kelompok, yakni kelompok lanjut usia (lansia) dan masyarakat rentan.

“Rentan ini karena mereka melakukan perjalanan lintas negara. Hanya yang memenuhi syarat vaksinasi yang akan memperoleh vaksinasi Covid-19. Kalau ada komorbid, tentunya tidak akan dilakukan vaksinasi, penyuntikan tidak akan kita lakukan,” lanjutnya.

Eka menambahkan, untuk pelaksanaan haji dan umrah di masa pandemi, seluruh jamaah haji diwajibkan untuk mendapatkan dua jenis vaksin, yakni vaksinasi Covid-19 dan meningitis.

Pemerintah Saudi dalam hal ini Kementerian Kesehatan, telah meminta seluruh jamaah haji dan umrah dilengkapi dengan bukti vaksinasi berupa sertifikat vaksinasi. Hal ini serupa dengan vaksinasi meningitis. 

IHRAM