Memetik Hikmah dari 3 Kisah Peristiwa Perjuangan Seorang Ibu

Kehadiran kita di dunia ini, tidak dapat kita pungkiri, adalah dengan sebuah pengorbanan yang sangat besar dari ibu kita. Dalam Al-Quran, Allah SWT menggambarkan dalam surat Luqman ayat 14:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.”

Dalam artikel ini, penulis akan memaparkan mengenai tiga peristiwa dari sekian banyak peristiwa, yang menunjukkan betapa besar perhatian Islam terhadap ibu, yaitu:

Pertama, Peristiwa Saat Nabi Isa AS Berbicara Saat Masih Bayi

Sungguh adalah sebuah peristiwa yang sangat besar saat Allah menciptakan Nabi Isa AS tanpa seorang ayah, untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT. Namun kelahiran Nabi Isa AS sempat mendatangkan tuduhan keji kepada Maryam. Digambarkan dalam surat Maryam ayat 27-28, yang artinya:

“Kemudian dia (Maryam) membawa dia (bayi itu) kepada kaumnya dengan menggendongnya. Mereka (kaumnya) berkata, “Wahai Maryam! Sungguh, engkau telah membawa sesuatu yang sangat mungkar.

Wahai saudara perempuan Harun (Maryam)! Ayahmu bukan seorang yang buruk perangai dan ibumu bukan seorang perempuan pezina.”

Lalu apa yang dilakukan oleh siti Maryam? Ia menunjuk Nabi Isa A.S. yang kala itu masih bayi. Lalu Nabi Isa A.S. berkata, yang terekam dalam surat Maryam ayat 30-32

Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.”

Mari kita garis bawahi bahwa dalam peristiwa yang luar biasa tersebut, Allah menggerakkan lisan Nabi Isa AS. untuk mendeskripsikan dirinya sebagai orang yang berbakti kepada ibuku. Dan penjelasan ini datang setelah penjelasan bahwa beliau adalah orang yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat. Dari peristiwa tersebut, jelas bahwa berbakti kepada ibu adalah bukti dari kemuliaan seseorang dan keimanannya kepada Allah SWT.

Peristiwa Kedua, Saat Nabi Ismail AS Ditinggal Bersama Ibunya Di Padang Tandus

Atas perintah Allah SWT, Nabi Ibrahim AS harus meninggalkan Nabi Ismail AS yang masih bayi bersama ibunya, siti Hajar di Mekah yang saat itu begitu tandus. Siti Hajar bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Apakah ini adalah perintah Allah?” Ketika Nabi Ibrahim AS mengiyakan, maka siti Hajar menerima perintah tersebut dengan pasrah.

Dalam suasana haus dan terik, siti Hajar lalu berusaha mencari air dari Shafa ke Marwa, hingga tujuh kali ulang-alik. Dan Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah, akhirnya air Zamzam muncul di tanah dekat kaki Nabi Ismail. Yang luar biasa adalah, peristiwa seorang ibu ini, yang berusaha untuk mencari air untuk putranya, diabadikan oleh Allah SWT sebagai salah satu ritual dalam ibadah Haji yang disebut sa’i.

Maka siapapun yang telah menunaikan ibadah umrah dan haji selayaknya selalu ingat kebesaran Allah dan kasih sayangnya pada Ibu dan anaknya, serta menghayati betapa besar perjuangan seorang ibu.

Peristiwa Ketiga, Saat Ibu Nabi Musa AS Mendapat Ilham Dari Allah SWT

Saat Fir’aun sedang mencanangkan untuk menghabisi seluruh anak laki-laki di negerinya, ibu Nabi Musa AS. teramat sedih dan khawatir bahwa putranya akan turut dihabisi. Namun dengan kekuasaan Allah, Allah memberikan ilham kepada Ibu nabi Musa AS.

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْ ۚاِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ

“Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, “Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul.” (QS. Al-Qasas ayat 7)

Akhirnya Nabi Musa AS dihanyutkan ke sungai Nil, lalu ia ditemukan oleh istri Fira’un. Dan karena bayi tersebut tidak mau menyusui kepada siapapun, akhirnya Allah mengembalikan bayi tersebut ke pangkuan ibunya untuk disusui oleh ibunya.

Kita lihat betapa sentral peranan Ibu dari Nabi Musa AS dalam peristiwa di atas. Bahkan hingga Allah memberikan ilham padanya. Semua peristiwa di atas sangat jelas menunjukkan betapa besar perhatian Islam kepada seorang Ibu. Ia begitu mulia kedudukannya, lebih berharga dari berlian. Dan dalam tingginya derajatnya itu, cinta Ibu pada kita, sungguh tak bertepi.

ISLAM KAFFAH

Putuskan Hubungan dengan Ibu Karena Curi Harta Anak, Ini Pendapat Ulama

Ulama asal Kanada Ahmas Kutty menjelaskan seorang anak tidak boleh memutuskan hubungan dengan ibunya, terlepas dari apa yang anak itu tuduhkan padanya. 

Meskipun tindakan pencurian tidak dapat dibenarkan oleh Islam. Jika seorang ibu mengambil uang itu dan tidak mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan, maka seorang anak tidak perlu menyalahkannya karena dia berhak atas uang anak jika dia membutuhkannya.

 عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي مَالًا وَوَلَدًا وَإِنَّ أَبِي يُرِيدُ أَنْ يَجْتَاحَ مَالِي فَقَالَ أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيكَ

Dari Jabir bin Abdullah berkata, “Seseorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai harta dan anak, sementara ayahku juga membutuhkan hartaku.” Maka beliau bersabda: “Engkau dan hartamu milik ayahmu.”  (HR Ibnu Majah ).

Melansir laman askscholar.com, Rabu (22/12), para ulama telah menyimpulkan dari hadits ini bahwa orang tua memiliki hak untuk mengambil dari uang anak-anak mereka jika mereka membutuhkan. Mereka tidak perlu menunggu izin untuk melakukan itu.

Perlu ditanyakan perihal masalah ini, jika seorang ibu mengambil uang karena kebutuhannya atau apakah dia menggunakannya untuk menghambur-hamburkan atau menyia-nyiakannya sementara anak tidak menggunakannya secara sah?Jika dia mengambilnya secara tidak adil, anak harus berbicara kepadanya bahwa tidak menyukai apa yang dia lakukan.

Sebaliknya, jika dia melakukannya untuk kebutuhannya tanpa bersikap tidak adil kepada anaknya, maka  tidak perlu menyalahkannya. Dia punya hak untuk melakukan itu. Bagaimanapun, dia adalah ibu kandungnya, dan dia memiliki hak atas anaknya. 

Allah berfirman, dalam surat Al Isra  23-24,

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا.

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.

Dalam ayat ini dan ayat lainnya, Allah mengajarkan kita bahwa perintah utama dalam Islam adalah menghormati orang tua kita. Kita juga diperintahkan untuk tidak pernah bertindak kasar terhadap mereka bahkan jika mereka menjadi tidak sabar atau membuat kita kesal. 

Karena itu, seorang anak tidak boleh memutuskan hubungan dengan ibu, apa pun yang terjadi. Akan lebih baik jika seorang anak mengingatkan diri sendiri tentang rasa sakit yang dia tanggung saat merawatnya.

IHRAM

Berbakti pada Ibu, Mendatangkan Kasih Sayang Allah

BAGI seorang muslim, penghormatan kepada ibu termasuk bagian bakti kepada Allah SWT. Sebab Allah memerintahkan agar kita senantiasa berbakti kepada kedua orangtua, khususnya ibu. Sebaliknya, apabila kita kurang berbakti atau bahkan menyakiti hati dan perasaan ibu, maka kita mengundang murka Allah.

“Sembahlah Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan terhadap kedua orang tua, ayah ibu harus berbakti (berbuat baik).” (QS. an-Nisa: 36)

Rasulullah saw mempertegas perintah Allah itu. Datanglah seseorang kepada Rasulullah dan bertanya, “Siapakah yang berhak aku layani sebaik-baiknya?” Jawab Rasul, “Ibumu.” “Kemudian siapa?” Jawab Rasul, “Ibumu.” “Kemudian siapa lagi?” Jawab Rasul, “Ibumu.” “Lalu siapa lagi?” Jawab Rasul, “Bapakmu.” (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ra)

Islam sangat besar perhatiannya terhadap nasib kaum ibu. Hal ini sekaligus menepis anggapan keliru kaum feminisme bahwa dalam Islam perempuan (baca: ibu) mempunyai tingkatan atau derajat di bawah laki-laki, bahkan eksistensinya sering terpinggirkan.

Mengapa dalam Islam perhatian terhadap kaum ibu sangat besar? Allah SWT memberikan penjelasan, “Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapih dalam dua tahun.” (QS. Luqman: 14)

Karena itu, bagi seorang muslim, ada atau tidak ada Hari Ibu yang biasanya dirayakan setiap tanggal 22 Desember, tetap berkewajiban berbakti kepadanya. Kewajiban ini sebagai bagian dari keimanan dan ibadah kepada Allah SWT. Kita harus tetap memuliakan dan menghormati ibu, apalagi jika orangtua kita itu telah tua renta dan lanjut usia.

“Apabila telah lanjut usia salah seorang ibu atau bapak atau keduanya, maka janganlah kamu berkata kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan jangan membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu kepada mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkan (doa): ‘Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (QS. al-Isra: 23-24)

Jangan sampai kita membuat ibu kita hidupnya telantar, membiarkannya jadi pengemis di jalanan, atau menempatkannya di panti jompo. Padahal sudah begitu banyak pengorbanan yang telah dikorbankan oleh seorang ibu untuk membesarkan anaknya, dan itu tak mungkin dapat dibalas oleh anaknya sampai kapan pun. Tapi, kebaikan seorang ibu yang demikian besar itu malah dibalas dengan penderitaan teramat perih oleh anaknya.

Kita sering menyaksikan di televisi bagaimana seorang ibu meninggal dengan cara tak wajar akibat dibunuh oleh anaknya sendiri. Na’udzubillah. Jika seorang anak memarahi, memukul, melukai, bahkan membunuh ibunya, maka mereka tergolong anak durhaka.

“Dosa-dosa besar ialah mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua ayah bundanya dan membunuh manusia dan sumpah palsu (sumpah yang menenggelamkan ke dalam neraka).” (HR. Bukhari)

Semoga kita bisa menjadikan setiap hari kita sebagai hari berbakti kepada ibu, tidak harus menunggu sebulan apalagi setahun sekali. Mumpung ibu kita masih diberi oleh Allah nafas kehidupan. Kalau pun ibu kita sudah meninggal, maka doa dan amal saleh yang kita lakukan semoga menjadi bagian amal saleh juga bagi ibu kita. Aamiin. 

MOESLIM CHOICE

Sikap Terhadap Ibu yang Zalim dan Cara Menasihatinya

Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus

Soal:

Saya adalah perempuan yang telah menikah, mempunyai dua anak perempuan. Adapun suami saya adalah pengangguran. Ketika kami tidak mampu membayar uang sewa, kami pun pindah ke rumah Ayah. Tapi Ibuku sangatlah kejam kepada kami sehingga dia memotong air kami hingga saya pun terpaksa memasak di dalam kamar tidur.

Terkadang, Ibu masuk kamar kami tanpa permisi sedangkan saya bersama suami di dalamnya. Kami pun tidak jarang dihina dan dicaci bahkan Ibu menganggap kami menganut ajaran Murabathah (sejenis aliran sufi). Kemudian beliau berencana mengadukan kami kepada hakim yang bernama Abdurrahman as-Tsa’labi rahimahullah. Ketika aku meminta saudara-saudariku menasihati Ibu, mereka malah enggan sebab takut pada Ibu.

Pertanyaanku, apakah benar bahwa tidak boleh menasihati Ibu -meskipun dengan lembut- yang melakukan kesalahan?

Akhirnya, saya berdoa kepada Allah untuk diberikan pertolongan dan kemudahan. jazakumullah khairan.

Jawab:

Seorang muslim diwajibkan untuk berbuat baik dan dilarang berbuat keburukan kepada kedua orang tua, kerabat dan seluruh muslimin sebagaimana yang ia kehendaki bagi dirinya sendiri. Membenci untuk berbuat sesuatu kepada mereka apa yang ia benci untuk dirinya. Melaksanakan kewajiban saling menasihati dengan mereka sebagai wujud amalan atas sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ

Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim dalam Kitabnya “al-Iman” [55] dari Hadis Tamim ad-Dari radhiyallahu ‘anhu dan hadis yang diriwayatkan Bukhari dalam kitabnya “al-Iman” [42]).

Begitu pula sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

”Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman (dengan keimanan yang sempurna) sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dalam kitab “al-Iman”, bab “Minal Iimaani an Yuhibba Liakhiihi ma yuhibbu linafsihi” no.13 dan Muslim dalam kitab “al-Iman” no.45 dari hadis Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu).

Hendaknya dalam mendakwahi, menasihati dan mengajari orang tua juga dilakukan dengan lemah lembut. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ

“Barang siapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi” (HR. Bukhari dalam kitab “al-Adab” no. 5997, bab “Rahmatul Walad wa Taqbilihi wa Mu’aaniqatihi”, Muslim dalam kitab “al-Fadhail” no. 2318).

Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا

“Bukan dari golongan umatku seorang yang tidak menghormati orang-orang tua di kalangan kami, dan tidak menyayangi anak-anak kecil di antara kami, dan juga seorang yang tidak mengetahui hak-hak dari Ulama-Ulama di antara kami”.  (HR. Ahmad dalam al-Musnad no.22755, dari hadis ‘Ubadah bin Shomit radhiyallahu ‘anhu, dan dihasankan oleh al-Albani dalam kitab Silsilah as-Shahihah [231/5]).

Hendaknya pula kita tidak menyakiti mereka baik dengan perkataan maupun perbuatan, meskipun mereka menyakiti kita. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,

المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang selamat orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya”. (HR. Bukhari dalam kitab “al-Iman” no.10, bab “al-Muslimu man salimal muslimuna min lisanihi wa yadihi”, dan Muslim dalam kitab “al-Iman” no.40, dari hadis Abdillah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma).

Kita juga dianjurkan untuk menjadikan sabar dan menahan diri untuk tidak menyakiti mereka karena Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh karenanya, jangan pula kita membalas keburukan dengan keburukan atau bahkan dengan sesuatu yang lebih buruk darinya. Namun hendaklah kita membalas keburukan dengan kebaikan, bersabar dan memaafkan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ

“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan”. (QS. As-Syura : 43).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَسۡتَوِي ٱلۡحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُۚ ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik”. (QS. Fushilat : 34).

Terlebih kepada kedua orang tua. Karena mereka adalah sebab kita dilahirkan di dunia. Kebahagiaan atau kesengsaraan seseorang sangat erat kaitannya dengan orang tuanya. Rasulullah shallahi ‘alaihi wasallam bersabda,

رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ»، قِيلَ: مَنْ؟ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ، أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا فَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ

“Dia celaka! Dia celaka! Dia celaka!” lalu beliau ditanya; “Siapakah yang celaka, ya Rasulullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Barang siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak berusaha masuk surga (dengan berusaha berbakti kepadanya dengan sebaik-baiknya).” (HR. Muslim dalam kitab “al-Birru wa as-Shilatu wa al-adabu” no.2551, dari hadis Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Dalam hadis lain, Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ

“Orang adalah pintu surga yang paling tengah.” (HR. at-Tirmidzi dalam kitab “Abwabu al Birri wa as-Shilah” no.1900, bab “Maa Ja-a min al-fadhli fi ridhaa al-walidaini”, Ibnu Majah dalam kitab “al-Adabu” no.3663, bab “Birrul walidaini”, Ahmad dalam al-Musnad no.21717, dari hadits Abid Darda’ radhiyallahu ‘anhu, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no.7145).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ: عُقُوقَ الأُمَّهَاتِ

“Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla mengharamkan atas kalian mendurhakai ibu” (HR. al-Bukhari dalam kitab “al-Adabu” no.5975, bab “’uquuqul walidaini minal Kaba’ir”, Muslim dalam kitab “al-Aqdhiyah” no.593, dari hadis Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu).

Dalam hadis lain, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

«أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الكَبَائِرِ؟» ثَلَاثًا، قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ» وَجَلَسَ ـ وَكَانَ مُتَّكِئًا ـ فَقَالَ: «أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ»، فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَتَ

“Maukah aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang termasuk dari dosa besar? Kami menjawab, “Tentu wahai Rasulullah”. Beliau mengulanginya tiga kali seraya bersabda, “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua” -ketika itu beliau tengah bersandar, kemudian duduk lalu melanjutkan sabdanya, “Perkataan dusta dan kesaksian palsu, perkataan dusta dan kesaksian palsu”. Beliau terus saja mengulanginya hingga saya mengira (khawatir) beliau tidak akan diam” (HR. Bukhari dalam kitab “as-Syahaadaat” no.2654, bab “Maa qiila fii syahaadati az-zuuri”, Muslim dalam kitab “al-Imaan” no.87, dari hadits Abi Bakrah radhiyallahu ‘anhu).

Dan banyak nushush serta aatsaar juga yang berkaitan dengan hal tersebut.

Oleh karenanya, apabila salah satu atau kedua orang tua melakukan perbuatan kufur, jelas tampak kesyirikan yang mereka lakukan seperti berdoa kepada mayit, memohon kepada selain Allah, berbuat kesyirikan dan ingkar terhadap wujud Allah atau mencela Allah dan rasul-Nya serta agamanya dan berbagai perbuatan kekufuran lainnya. Maka wajib bagi kita untuk berlepas diri secara mutlak dari mereka. Mengingkari dan membenci perbuatan mereka serta tidak meletakkan cinta dan kasih sayang kepada mereka sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَأَنذِرۡ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ . وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ.  فَإِنۡ عَصَوۡكَ فَقُلۡ إِنِّي بَرِيٓءٞ مِّمَّا تَعۡمَلُونَ.

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah, “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan” (QS. Asy-Syu’ara : 214-216).

Allah Ta’ala juga berfirman,

لَّا تَجِدُ قَوۡمٗا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ يُوَآدُّونَ مَنۡ حَآدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوۡ كَانُوٓاْ ءَابَآءَهُمۡ أَوۡ أَبۡنَآءَهُمۡ أَوۡ إِخۡوَٰنَهُمۡ أَوۡ عَشِيرَتَهُمۡۚ

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka”. (QS. Asy-Syu’ara: 22).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمۡ أَوۡلِيَآءَ تُلۡقُونَ إِلَيۡهِم بِٱلۡمَوَدَّةِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang”. (QS. Al-Mumtahanah: 1).

Ketahuilah bahwa dalam praktik akidah al-bara’ melarang kita berbuat keburukan kepada mereka baik dengan perkataan maupun perbuatan selama mereka tidak memerangi kita. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ . إِنَّمَا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ قَٰتَلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَأَخۡرَجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ وَظَٰهَرُواْ عَلَىٰٓ إِخۡرَاجِكُمۡ أَن تَوَلَّوۡهُمۡ‌ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمۡ فَأُوْلَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Mumtahanah : 8-9)

Maksudnya bahwa Allah Ta’ala tidak melarang kita untuk berbuat kebaikan dan menyambung silaturahmi kepada kaum musyrikin dari kerabat-kerabat kita selama mereka tidak memerangi agama kita dan tidak mengusir kita dari kediaman kita.

Maka tidak mengapa bagi kita untuk menyambung persaudaraan dengan mereka. Sebab menyambung persaudaraan dengan mereka dalam perkara tersebut tidaklah terlarang dan tidak pula merusak. (lihat Tafsir as-Sa’diy: 865).

Terlebih lagi menyambung hubungan kekerabatan dengan kedua orang tua yang merupakan kewajiban untuk berbuat baik kepada mereka meskipun mereka berbuat kesyirikan. Memperlakukan mereka dengan cara yang baik dengan batasan tidak bermaksiat kepada Allah dan tidak pula melanggar syariat-Nya. Karena Allah Ta’ala mewajibkan kita untuk taat dan berbuat baik kepada kedua orang tua bahkan Allah Ta’ala memposisikan kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua menjadi ibadah tersendiri. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا٢٣ وَٱخۡفِضۡ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحۡمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرۡحَمۡهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرٗا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. Al-Isra’ : 23-24).

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٞ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفٗ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku” (QS. Luqman: 15).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla” (HR. Ahmad dalam al-Musnad no.1095, dari hadis ‘Ali radhiyallahu ‘anhu dan disahihkan oleh al-Albani dalam kitabnya as-Silsilah as-Shahihah no.179).

Perkara ini (yaitu berbuat kebaikan) tidak hanya terbatas kepada kedua orang tua saja. Namun juga meliputi perbuatan baik kepada para kerabat dan orang lain berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,

وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـٔٗا وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki”. (QS. an-Nisa : 36)

Semoga Allah menganugerahkan petunjuk, takwa, rezeki dan ampunan serta kesabaran, kebaikan, ketabahan dan perilaku terpuji. Semoga Allah juga meluaskan pintu kebaikan dan menambah kemuliaan-Nya.

Semoga Allah menghilangkan segala kegelisahan dan kesulitan dari ibu anda. Semoga Allah melindungi dari segala kemalangan dan  ketakutan. Semoga Allah menghilangkan segala keburukan dari dirinya. Semoga Allah mudahkan semua kebaikan atasnya. Semoga Allah berikan itu semua juga kepada kaum muslimin. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Menjawab Doa.

والعلم عند الله تعالى، وآخِرُ دعوانا أنِ الحمدُ لله ربِّ العالمين، وصلَّى الله على نبيِّنا محمَّدٍ وعلى آله وصحبِه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، وسلَّم تسليمًا

Sumber: https://ferkous.com/home/?q=fatwa-1258

Penerjemah: Fauzan Hidayat, S.STP., MPA

Sumber: https://muslim.or.id/67508-sikap-terhadap-ibu-yang-zalim-dan-cara-menasihatinya.html

Mengapa Doa Ibu Mampu Menembus Langit?

BUKANLAH tidak mungkin jika sangatlah banyak orang orang sukses di seluruh dunia ini lantaran mempunyai hubungan yang baik dengan kedua orang tuanya terlebih kepada ibu. Kenapa? Karena ridha Allah ialah ridha orang tua, dan doa ibu itu sungguh tanpa hijab di hadapan Allah mudah menembus langit. Sehingga doa seorang ibu yang ia dipanjatkan untuk anaknya boleh jadi sangat mudah untuk Allah kabulkan.

Mungkin sebagian orang masih tidak sadar bahwa kemungkinan kesuksesan-kesuksesannya selama ini adalah buah dari doa seorang ibu kepada Allah tanpa ia ketahui. Dan seorang ibu itu tanpa disuruh pasti akan selalu mendoakan anaknya di tiap nafasnya kala bermunajat kepada Allah. Tapi seorang anak belum tentu selalu berdoa untuk orang tuanya.

Barangkali juga kita suka mengeluh tentang sifat buruk orang tua, entah karena ibu nya cerewet, suka ikut campur, suka nyuruh-nyuruh, tidak gaul dan lain sebagainya. Jika seperti ini maka tragis. Kenapa tragis? Karena terlalu fokus dengan secuil kekurangan orang tua dan melupakan segudang kebaikan yang telah diberikan kepada kita selama ini.

Di luar sana mungkin ada orang-orang di pinggir jalanan, di bawah kolong jembatan dan di tempat lainnya mereka juga suka mengeluh, tapi yang mereka keluhkan ialah bukan karena sifat orang tua atau ibu mereka, tapi mereka mengeluh karena mereka tidak punya lagi orang tua.

Bersyukurlah jika masih mempunyai orang tua. Jika ingin tahu rasanya tidak punya ibu, coba tanyakan kepada mereka yang ibu nya telah tiada. Mungkin perasaan mereka sangat sedih dan kekurangan motivasi dalam hidup.

Coba bayangkan jika kita tidak punya ibu, ketika kita akan pergi ke luar rumah untuk sekolah atau bekerja, tidak ada lagi tangan yang bias kita cium. Jika tidak punya ibu mungkin tidak ada lagi makanan yang tersedia di meja makan saat kita pulang. Jika kita tidak punya ibu lagi ketika hari lebaran rumah terasa sepi dan lebaran terasa tanpa makna. Jika kita tidak punya ibu barangkali kita hanya bisa membayangkan wajah tulusnya di pikiran kita dan melihat baju-bajunya di lemarinya.

Banyak di antara kita suka mengeluh tentang sifat negatif ibu kita, tapi kita tidak pernah berfikir mungkin hampir setiap malam ibu kita di keheningan sepertiga malam bangun untuk shalat tahajud mendoakan kita sampai bercucuran air mata agar sukses dunia dan akhirat.

Mungkin di suatu malam beliau pernah mendatangi kita saat tidur dan mengucap dengan bisik “nak, maafkan ibu ya… ibu belum bisa menjadi ibu yang baik bagimu” kita mungkin juga lupa di saat kondisi ekonomi rumah tangga kurang baik, ibu rela tidak makan agar jatah makannya bisa dimakan anaknya. Ketika kita masih kecil ibu kira rela tidur dan lantai dan tanpa selimut, agar kita bisa tidur nyaman di kasur dengan selimut yang hangat.

Setelah semua pengorbanan telah diberikan oleh ibu kita selama ini, lalu coba renungkan apa yang kita perbuat selama ini kepada ibu kita?

Kapan terakhir kita membuat dosa kepadanya? Kapan terakhir kita membentak-bentaknya? Pantaskah kita membentak ibu kita yang selama Sembilan bulan mengandung dengan penuh penderitaan?

Oleh karena itu, berusahalah untuk berbakti kepada orang tuamu khususnya kepada Ibumu, karena masa depan kita ada di desah doa-doanya setiap malam.

Dan ingat perilaku kita dengan orang tua kita saat ini akan mencerminkan perilaku anak kita kepada diri kita nanti.

Dan doa ibu itu mampu menembus langit, sangat mustajab di hadapan Allah. maka muliakanlah ibumu. 

ISLAMPOS

Jika Kau Seorang Ibu…

JADILAH seperti Nuwair binti Malik yang berhasil menumbuhkan kepercayaan diri dan mengembangkan potensi anaknya. Saat itu sang anak masih remaja. Usianya baru 13 tahun.

Ia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut perang badar. Rasulullah tidak mengabulkan keinginan remaja itu. Ia kembali kepada ibunya dengan hati sedih. Namun sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada Islam dan melayani Rasulullah dengan potensinya yang lain.

Tak lama kemudian ia diterima Rasulullah karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan menghafal Quran. Beberapa tahun berikutnya, ia terkenal sebagai sekretaris wahyu. Karena ibu, namanya akrab di telinga kita hingga kini: Zaid bin Tsabit.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu…

Jadilah seperti Shafiyyah binti Maimunah yang rela menggendong anaknya yang masih balita ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah. Keteladanan dan kesungguhan Shafiyyah mampu membentuk karakter anaknya untuk taat beribadah, gemar ke masjid dan mencintai ilmu. Kelak, ia tumbuh menjadi ulama hadits dan imam Madzhab. Ia tidak lain adalah Imam Ahmad.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu…

Jadilah ibu yang terus mendoakan anaknya seperti Ummu Habibah. Sejak anaknya kecil, ibu ini terus mendoakan anaknya. Ketika sang anak berusia 14 tahun dan berpamitan untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan anaknya:

“Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya Allah, permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang berguna, aamiin!”.

Doa-doa itu tidak sia-sia. Muhammad bin Idris, nama anak itu, tumbuh menjadi ulama besar. Kita mungkin tak akrab dengan nama aslinya, tapi kita pasti mengenal nama besarnya: Imam Syafii.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu…

Jadilah orang yang pertama kali yakin bahwa anakmu pasti sukses. Dan kau menanamkan keyakinan yang sama pada anakmu. Seperti ibunya Zewail yang sejak anaknya kecil telah menuliskan “Kamar DR. Zewail” di pintu kamar anak itu.

Ia menanamkan kesadaran sekaligus kepercayaan diri. Diikuti keterampilan mendidik dan membesarkan buah hati, jadilah Ahmad Zewail seorang doktor. Bukan hanya doktor, bahkan doktor terkemuka di dunia. Dialah doktor Muslim penerima Nobel bidang Kimia tahun 1999.

Lamunan untuk kita yang dititipi Allah calon ayah dan ibu masa depan. Ingatlah ayah bunda, anak kita akan terus tumbuh dan tumbuh. Isi jiwanya, damaikan hatinya, dorong dia untuk merengkuh cakrawala hidup yg ia pilih. Semoga anak-anak kita senantiasa dalam lindunganNya. Amiin.

INILAH MOZAIK

Buah Doa, Harapan dan Arahan Orang Tua

KEMARIN pagi ada tamu ke pondok saya, yaitu seorang kiai yang memiliki 28 bersaudara seayah seibu. Begitu banyaknya, banyak orang mengernyitkan dahi kaget dan bertanya berapa usia sang ibu saat menikah dan bagaimana cara melahirkannya. Yang menarik adalah fakta bahwa kesemuanya menjadi orang sukses, ada yang menjadi kiai, ibu nyai dan ada pula yang menjadi tokoh masyarakat.

Tadi malam saya diundang ceramah haul kiai besar Sidoarjo, al-Maghfur lah KH Sirodj Cholil, ayahanda KH Rofiq Sirodj (Gus Rofiq), Ketua Syuriah NU Sidoarjo. Jumlah putera puteri K. Sirodj, menurut penuturan puteranya yang ke-17 adalah sebanyak 21 orang. Semuanya menjadi tokoh agama dan tokoh masyarakat yang disegani. Lalu timbul pertanyaan: “Apakah rahasianya sehingga putera-puterinya sukses semua?”

Kisah di atas adalah dua di antara kisah-kisah lainnya yang serupa. Biasanya, saya senang mencari tahu rahasia sukses mengantarkan anak ke gerbang sukses itu, dan tak begitu tertarik tentang rahasianya punya banyak anak. Jawabannya adalah hampir seragam, yakni doa, harapan dan pengarahan akan anak untuk senantiasa menuntut ilmu agama, terutama al-Qur’an.

Ketika putera-puteri kita telah dekat akrab dengan al-Qur’an yang mulia, maka terikut mulialah mereka. Ketika prinsip hidup dalam al-Qur’an sudah tertanam dalam dada anak kita, maka senantiasa luaslah dadanya bak segara yang siap menampung apapun dalam bahtera kehidupan ini. Ketika al-Qur’an sudah menjadi dzikir harian, maka kata dan perbuatannya akan senantiasa benar dan lehidupannya senantiasa penuh hikmah. Bacalah QS Al-Baqarah ayat 269.

Doa orang tua adalah doa dahsyat kemustajabannya. Selalu saya katakan bahwa selama orang tua selalu memiliki waktu mendoakan anak-anaknya, maka selama itulah selalu ada peluang anak-anaknya untuk selalu lebih baik dan lebih sukses. Lalu bagaimanah dengan orang tua yang terlalu sibuk dengan kerjanya sampai melupakan anak-anaknya? Bisa kita kisahkan lain waktu tentang suami istri yang memiliki 13 anak yang semuanya menjadi orang yang berprilaku kurang menyenangkan. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Pulang Lah Nak, Berbakti pada Ibu-mu

Semua orang tua pasti ingin dekat dengan anak-anaknya, terutama di masa tua dan masa sepuh mereka. Setiap orang tua, terutama ibu pasti sangat ingin berada bersama anak-anak yang sangat ia cintai. Tidak jarang sang ibu meminta anaknya agar tidak tinggal jauh darinya atau agar tidak tinggal di luar kota, atau sang ibu meminta anaknya agar segera pulang ke kampung masa kecilnya untuk menemani orang tua dan ibunya.

Kasih Sayang Ibu Tidak Lekang Oleh Jarak dan Waktu

Sekiranya sang ibu mengatakan:
“Ibu sih terserah kamu nak, jika di kota A kamu lebih sukses, ibu hanya bisa mendoakan kamu dari kampung masa kecilmu ini”

Ketauhilah, ketika engkau memilih bertahan di kota A, hati ibumu sangat kecewa sekali tetapi ia berusaha menguatkan diri dan tersenyum di depan mu dan tentunya selalu mendoakanmu, buah hati tercinta.

Saudaraku, meskipun kita sukses di kota A atau merasa sangat senang dan nyaman tinggal di kota A, jika engkau ada kesempatan tinggal bersama orang tua khususnya ibumu, maka pulang lah, temani ibumu dan berbaktilah. Mereka lah yang menjadikan engkau suskes dan berhasil dengan izin Allah

Catatan: berbakti pada ibu adalah prioritas utama anak laki-laki, adapun anak perempuan yang sudah menikah, maka ia mengikuti suaminya.

Jangan Sia-Siakan Kesempatan Berbakti Kepada Ibu

Berbaktilah kepada kedua orang tua kita, terutama ibu, karena berbakti kepada orang tua adalah salah satu amalan yang paling mudah memasukkan seseorang ke surga.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺍﻟْﻮَﺍﻟِﺪُ ﺃَﻭْﺳَﻂُ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏِ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻓَﺈِﻥْ ﺷِﺌْﺖَ ﻓَﺄَﺿِﻊْ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟْﺒَﺎﺏَ ﺃَﻭِ ﺍﺣْﻔَﻈْﻪُ

Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu, atau kalian bisa menjaganya. (HR. Ahmad, hasan)

Maksud pintu yang paling tengah adalah pintu yang palong mudah dimasuki. Perhatikan jika ada tembok di depan kita, lalu ada pintu di tengah, di samping pinggir kanan dan kiri, tentu secara psikologi kita akan pilih yang tengah karena mudah untuk memasukinya.

Mengapa mudah berbakti pada orang tua, terurama ketika mereka sudah tua? Karena orang yang sudah tua sudak tidak menginginkan “gemerlapnya dunia” lagi.

Ibu Merindukan Kehadiranmu, Nak!

Mereka sudah tidak minta pada anaknya makanan-makanan lezat karena lidah mereka mungkin sudah kaku
Mereka sudah tidak minta pada anaknya jalan-jalan yang jauh karena kaki sudah mulai rapuh
Mereka sudah tidak minta kepada anaknya perhiasan dunia karena mata mulai merabun

Yang mereka inginkan hanyalah engkau menemani mereka, mengajak ngobrol, membawa cucu-cucu mereka untuk bermain dengan mereka. Suatu perkara yang cukup mudah dengan balasan yang surga Allah

Saudaraku, karenanya sangat celaka seseorang yang mendapati kedua orang tuanya sudah tua dan sepuh tetapi tidak masuk surga, karena tidak memanfaatkan amalan yang cukup mudah yaitu berbakti kepada mereka kemudian masuk surga.

Rasulullah shalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ

“Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk syurga” [HR. Muslim 2551]

Baktimu untuk Ibu adalah Kewajiban

Perintah berbakti kepada orang tua terutama ibu

Allah memerintahkan kepada kita dalam Al-Quran agar berbakti kepada kedua orang tua. Allah berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bagaimana pengorbanan dan perjuangan ibu untuk anaknya. Beliau menafsirkan,

وقال هاهنا {ووصينا الإنسان بوالديه حملته أمه وهنا على وهن} . قال جاهد: مشقة وهن الولد. وقال قتادة: جهدا على جهد. وقال عطاء الخراساني: ضعفا على ضعف

“Mujahid berkata bahwa yang dimaksud [“وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ”] adalah kesulitan ketika mengandung anak. Qatadah berkata bahwa yang dimaksud adalah ibu mengandung kita dengan penuh usaha keras. ‘Atha’ Al Kharasani berkata bahwa yang dimaksud adalah ibu mengandung kita dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah.”[Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim 6/336,]

Demikian juga firman Allah,

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” Al-Ahqaaf : 15)

Pengorbanan Ibu Tidak Akan Terbalas

Diriwayatkan Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,

إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ

Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.

Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.

Orang itu lalu bertanya kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.”[Adabul Mufrad no. 11, shahih]

Az-Dzahabi rahimahullah menyusun sebuah tulisan yang sangat menyentuh mengenai jasa dan pengorbanan ibu dan motivasi agar kita berbakti pada ibu. Beliau berkata,

حملتك في بطنها تسعة أشهر كأنها تسع حجج و كابدت عند الوضع ما يذيب المهج و أرضعتك من ثديها لبنا و أطارت لأجلك وسنا و غسلت بيمينها عنك الأذى و آثرتك على نفسها بالغذاء و صيرت حجرها لك مهدا و أنالتك إحسانا و رفدا فإن أصابك مرض أو شكاية أظهرت من الأسف فوق النهاية و أطالت الحزن و النحيب و بذلت مالها للطبيب و لو خيرت بين حياتك و موتها لطلبت حياتك بأعلى صوتها هذا و كم عاملتها بسوء الخلق مرارا فدعت لك بالتوفيق سرا و جهارا فلما احتاجت عند الكبر إليك جعلتها من أهون الأشياء عليك فشبعت و هي جائعة و رويت و هي قانعة و قدمت عليها أهلك و أولادك بالإحسان و قابلت أياديها بالنسيان و صعب لديك أمرها و هو يسير و طال عليك عمرها و هو قصير هجرتها و مالها سواك نصير هذا و مولاك قد نهاك عن التأفف و عاتبك في حقها بعتاب لطيف ستعاقب في دنياك بعقوق البنين و في أخراك بالبعد من رب العالمين يناديك بلسان التوبيخ و التهديد ( ذلك بما قدمت يداك و أن الله ليس بظلام للعبيد )

Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.

Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.

Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.

Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.

Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.

Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.

Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.

Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.

Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.

Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.

Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.

Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.

Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.

Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.

Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.

Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.

Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.

Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.

Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.

Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.

(Akan dikatakan kepadanya),

ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ

“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (Al-Hajj : 10) [Al-Kaba’ir hal. 39, Darun Nadwah]

Semoga Allah Ta’ala Memudahkan Kita untuk Berbakti pada Ibu

Semoga kita termasuk orang yang bisa berbakti kepada orang tua khususnya ibu. Semoga kita termasuk orang yang tidak melupakan jasa-jasa ibu kita. Semoga anak-istri dan pekerjaan kita tidak menyibukkan kita dan melalaikan kita untuk berbakti dan memberikan perhatian kepada ibu kita. Ingatlah di masa kecil kita sangat sering membuat susah orang tua terutama ibu kita, bersabarlah ketika berbakti kepada keduanya

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44335-pulang-lah-nak-berbakti-pada-ibu-mu.html

Allah Sangat Sayang kepada Hamba-Nya Melebihi Kasih Sayang Ibu

Seorang hamba harus mengenal Rabb-nya, harus mengenal Allah, agar ia cinta kepada Allah dan Allah cinta kepadanya. Perlu diketahui dari salah satu sifat Allah bahwa Allah sangat sayang kepada hamba-Nya melebihi kasih sayang ibu kepada anaknya. Kita sangat tahu bagaimana kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang mungkin tidak ada tandingannya di dunia ini, akan tetapi kita sangat perlu tahu bahwa kasih sayang Allah melebihi itu semua.

Perhatikan hadits berikut, Dari Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu , beliau menuturkan:

ﻗﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺳﺒﻲ، ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺒﻲ ﻗﺪ ﺗﺤﻠﺐ ﺛﺪﻳﻬﺎ ﺗﺴﻘﻲ، ﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪﺕ ﺻﺒﻴﺎً ﻓﻲ
ﺍﻟﺴﺒﻲ ﺃﺧﺬﺗﻪ، ﻓﺄﻟﺼﻘﺘﻪ ﺑﺒﻄﻨﻬﺎ ﻭﺃﺭﺿﻌﺘﻪ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻨﺎ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : (ﺃﺗﺮﻭﻥ ﻫﺬﻩ ﻃﺎﺭﺣﺔ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ). ﻗﻠﻨﺎ: ﻻ، ﻭﻫﻲ ﺗﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻄﺮﺣﻪ، ﻓﻘﺎﻝ: (ﻟﻠﻪ ﺃﺭﺣﻢ ﺑﻌﺒﺎﺩﻩ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya.

Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami,
“Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”

Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apabila seorang Ibu tersebut tidak tega melempar anaknya ke dalam api, maka Allah tentu lebih tidak tega lagi melempar dan mencampakkan hamba-Nya ke dalam api neraka, akan tetapi apa yang terjadi? Hamba tersebut tidak mau mengenal Allah, tidak peduli kepada Allah dan agama-Nya, bahkan ia lari jauh dari Allah. Bagaimana Allah bisa sayang kepada hamba tersebut?

Kita diperintahkan untuk mengenal Allah dan “lari” menuju Allah. Allah berfirman,

فَفِرُّوا إِلَى اللهِ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ

“Maka segera berlarilah kalian (kembali) menuju Allah. Sungguh aku (Rasul) seorang pemberi peringatan yang nyata dari-Nya bagi kalian.” (adz-Dzaariyaat: 50)

 

Hendaknya tidak terlalu yakin bahwa kita hamba kesayangan Allah

Maksudnya adalah jangan sampai kita tertipu dengan berbagai nikmat dan kemudahan yang diberikan oleh Allah di dunia ini. Hendaknya kita TIDAk HANYA bersandar dengan sifat “Allah sangat sayang kepada hamba-Nya” yang menyebabkan kita lupa dan lalai bahwa Alah juga memiliki azdab yang besar dan pedih.

Allah berfirman,

نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ . وَ أَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الأَلِيمَ

Artinya: “Kabarkanlah pada para hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih”. (Q.s. Al-Hijr: 49-50).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menggambarkan bagaimana kasih sayang dan adzab Allah. Beliau bersabda,

لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَا عِنْدَ اللَّهِ مِنْ الْعُقُوبَةِ مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ، وَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللَّهِ مِنْ الرَّحْمَةِ مَا قَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ

“Andaikan mukmin mengetahui azab yang disediakan Allah; niscaya tidak ada seorangpun yang berharap bisa mendapatkan surga-Nya. Dan seandainya orang kafir mengetahui kasih sayang yang ada pada Allah; niscaya tak ada seorangpun yang tidak berharap bisa meraih surga-Nya”. (HR. Muslim)

Hendaknya seorang muslim berhati-hati nikmat yang terus-menerus dan disertai keadaan tidak mengenal Allah bisa jadi adalah Istidraj (semacam jebakan). Istidraj yaitu Allah berikan dunia kepada seorang hamba, ia hanya bersenang-senang saja akan tetapi hakikatnya Allah sudah tidak peduli kepadanya. Ia hanya akan menunggu balasannya di hari kiamat dan hanya “bersenang-senanglah” sebentar saja.

Contoh Istidraj misalnya seorang hamba memiliki bisnis yang lancar dan omset yang terus meningkat, akan tetapi ia melalaikan shalat. Seorang wanita yang karir dan jabatan terus naik meninggi, akan tetapi ia tidak memakai hijab. Bagaikan seorang ibu yang memberikan gadget pada anak kecilnya kemudia ia berkata “mainlah sepuas nak, seharian”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai istidraj,

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ

“Bila engkau melihat Allah Ta’ala memberi hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan) dari Allah.” (HR. Ahmad, lihat Shahihul Jami’ no. 561)

Demikian juga istidraj dalam ayat berikut yang disebut dengan makar Allah,

أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Maka apakah mereka merasa aman dari makar Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan makar Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (Al-A’raf: 99)

Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Al-Qar’awi menjelaskan,

مكر الله: هو استدراج العاصي بالنعم… حيث إنهم لم يُقدِّروا الله حق قدره، ولم يخشوا استدراجه لهم بالنعم وهم مقيمون على معصيته حتى نزل بهم سخط الله، وحلت بهم نقمته

“Makar Allah adalah istidraj bagi pelaku maksiat dengan memberikan kenikmatan/kebahagiaan… mereka tidak memuliakan Allah sesuai dengan hak-Nya. Mereka tidak merasa khawatir [tenang-tenang saja] dengan istidraj [jebakan] kenikmatan-kenikmatan bagi mereka, padahal mereka terus-menerus berada dalam kemaksiatan sehingga turunlah bagi mereka murka Allah dan menimpa mereka azab dari Allah.”(Al-Jadid fii Syarhi Kitabit tauhid hal. 306, Maktabah As-Sawadi)

Demikian semoga bermanfaat

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/41309-allah-sangat-sayang-kepada-hamba-nya-melebihi-kasih-sayang-ibu.html