Ini Doa Sayyidul Istighfar yang Diajarkan Rasul

Istighfar secara bahasa adalah meminta ampunan yang selanjutnya dipahami secara luas sebagai lafad yang dilafalkan untuk memohon ampunan kepada Allah SWT.

Adapun sayyidul istighfar maksudnya adalah doa istighfar yang paling utama, karena sayyidul istighfar adalah raja dari semua macam doa meminta ampun.

Dalam sebuah hadis, umat muslim dianjurkan untuk berdoa dengan Sayyidul istighfar setiap selesai shalat sebanyak tiga kali, sebagaimana Rasul mencontohkannya. Berikut doa tersebut

اللَّهُمَّ أنْتَ رَبّي لا إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِي وأنا عَبْدُكَ وأنا على عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ ما اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرّ مَا صَنَعْتُ أبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عليَّ وأبُوءُ بِذَنْبي فاغْفِرْ لي فإنَّهُ لا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أنْتَ

Allahumma anta rabbii laa ilaaha illa anta khalaqtanii wa anaa ‘abduka wa anaa ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mas tatha’tu a’uudzu bika min syarri ma shana’tu abuu-u laka bi ni’matika ‘alayya wa abuu-u bi dzanbii faghfir lii fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illaa ant(a)

Artinya: Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu, aku akan setia pada janjiku pada-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang aku perbuat. Kuakui segala nikmat-Mu atasku dan aku akui segala dosaku (yang aku perbuat). Maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau.

(Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari)

BINCANG SYARIAH

Peringatan Isra Miraj 27 Rajab atau 3 April 2019, Ini Bacaan Zikir Bulan Rajab Diajarkan Nabi Ibrahim

Umat Islam akan memeringati Isra Miraj 2019 yang jatuh pada 27 Rajab atau tepatnya 3 April 2019 mendatang.

Bulan Rajab yang juga merupakan bulan terjadinya Isra Miraj adalah bulan yang mulia.

Karena bulan Rajab merupakan satu di antara bulan paling mulia dalam kalender Hijriyah, hendaknya umat muslim memperbanyak amalan-amalan kebaikan.

Ada satu zikir yang pernah diajarkan Nabi Ibrahim untuk Nabi Muhammad SAW ketika Rasulullah mengalami peristiwa Isra Mi’raj.

Isra Mi’raj adalah perjalanan agung Nabi Muhammad yang ditempuh dalam waktu semalam dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsho di Yerussalem.

Tak hanya itu, Nabi Muhammad juga mengalami perjalanan Nabi Muhammad dari bumi menuju langit ketujuh, lalu dilanjutkan ke Sidratul Muntaha.

Sidaratul Muntaha menjadi akhir perjalanan untuk menerima perintah salat lima waktu.

Ketika Nabi Muhammad sampai di langit ketujuh. Nabi Ibrahim mengajarkan zikir yang nantinya menjadi tanaman subur di surga.

Rupanya dalam peristiwa itu, Nabi Muhammad diajarkan Nabi Ibrahim satu zikir seperti dikutip Banjarmasinpost.co.id dari laman Tribun Jateng.

Berikut ini zikir yang diajarkan Nabi Ibrahim kepada Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Isra Mi’raj yang dianjurkan dibaca oleh umat Rasulullah:

لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّ

Laa haula walaa quwwata illa billah

“Tidak ada daya dalam menjauhi maksiat dan tidak ada upaya menjalankan ketaatan melainkan dengan pertolongan Allah.”

Zikir tersebut bisa dilihat dari yang diriwayatkan oleh Abu Ayyub Al Anshari ra.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةَ أُسْرِىَ بِهِ مَرَّ عَلَى إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ مَنْ مَعَكَ يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَذَا مُحَمَّدٌ.فَقَالَ لَهُ إِبْرَاهِيمُ مُرْ أُمَّتَكَ فَلْيُكْثِرُوا مِنْ غِرَاسِ الْجَنَّةِ فَإِنَّ تُرْبَتَهَا طَيِّبَةٌ وَأَرْضَهَا وَاسِعَةٌ. قَالَ « وَمَا غِرَاسُ الْجَنَّةِ ». قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra’, pernah melewati Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Nabi Ibrahim ketika itu bertanya pada malaikat Jibril, “Siapa yang bersamamu wahai Jibril?” Ia menjawab, “Muhammad.” Ibrahim pun mengatakan pada Muhammad, “Perintahkanlah pada umatmu untuk membiasakan memperbanyak (bacaan dzikir) yang nantinya akan menjadi tanaman surga, tanahnya begitu subur, juga lahannya begitu luas.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa itu ghirosul jannah (tanaman surga)?” Ia menjawab, “Laa hawla wa laa quwwata illa billah (tidak ada daya dalam menjauhi maksiat dan tidak ada upaya menjalankan ketaatan melainkan dengan pertolongan Allah).” (HR. Ahmad, 5: 418)

Hadis ini secara sanad dhaif.

Namun, Syaikh Al-Albani berujar isi hadis itu shahih karena punya berbagai macam penguat.

Meski begitu, mayoritas ulama tidak mewajibkan agar zikir itu dibaca pada malam Isra Mi’raj.

Zikir itu bisa dibaca kapan saja dan dalam keadaan apa pun.

Demikian zikir penyubur tanaman di surga yang diajarkan Nabi Ibrahim kepada Nabi Muhammad.

Amalan-Amalan Mulia Bulan Rajab

Selain membaca zikir yang disebutkan di atas, ada 6 amalan yang bisa dilakukan di bulan Rajab seperti dilansir dari artikel Tribun Jogja dengan judul Enam Amalan Mulia di Bulan Rajab.

Berikut ibadah yang bisa dilakukan :

1. Memperbanyak Sayyidul Istighfar

Umat muslim dianjurkan untuk banyak memohon ampun atas dosa-dosanya di bulan Rajab.

Salah satu amalan yang dianjurkan adalah membaca sayyidul istighfar saat pagi dan sore.

Barang siapa yang membaca ini dan meninggal, maka ia masuk surga.

Adapun bacaan sayyidul istighfar adalah:

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ وَأَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَعْتَرِفُ بِذُنُوبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

Ya Allah, Engkaulah Tuhanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau sudah menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku akan berusaha selalu ta’at kepada-Mu, sekuat tenagaku Yaa Allah. Aku berlindung kepada-Mu, dari keburukan yg kuperbuat. Kuakui segala nikmat yang Engkau berikan padaku, dan kuakui pula keburukan-keburukan dan dosa-dosaku. Maka ampunilah aku ya Allah. Sesungguhnya tidak ada yg bisa mengampuni dosa kecuali Engkau.”

 

2. Berpuasa

Beberapa berpendapat bahwa hadits yang meriwayatkan puasa di bulan Rajab adalah dhaif, sehingga bila dilakukan adalah bid’ah.

Namun ada pula yang berpendapat bahwa puasa Rajab hukumnya sunah, bila dilaksanakan di waktu-waktu yang tidak dilarang.

Seperti TribunJogja.com kutip dari Tebu Ireng Online, ada beberapa riwayat yang menerangkan keutamaan puasa Rajab.

Puasa tanggal 1 Rajab sama dengan menghapus dosa 3 tahun.

Puasa tanggal 2 sama dengan menghapus dosa 2 tahun.

Puasa tanggal 3 sama dengan menghapus dosa 1 tahun.

Adapun niat puasa Rajab adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ فِى شَهْرِ رَجَبِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى

Nawaitu sauma ghadin fi syahri rojabi sunatan lillahi ta’alaa.

3. Memperbanyak Doa

Saat memasuki bulan Rajab, Rasulullah SAW membaca doa ini:

اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ وَاَعِنَّا عَلَى الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ

Allohumma baarik lanaa fii rojaba wa sya’banaa wa ballighnaa romadhonaa

Artinya:
“Ya Allah berilah kami keberkahan di bulan Rojab dan Sya’ban dan sampaikan kami pada bulan Romadhon.”

4. Membaca Istighfar Rajab

Banyak di antara kita mungkin masih sedikit asing dengan bacaan Istighfar Rajab.

Namun bila membaca setidaknya dua atau empat kali Istighfar Rajab di dalam hidupnya, niscaya Allah akan mengampuni dosanya, meskipun ditetapkan akan masuk neraka.

5. Bacaan Terakhir Bulan Rajab

Di hari Jumat terakhir bulan Rajab saat khotib salat jumat duduk di antara dua khutbah, maka seorang muslim dianjurkan untuk membaca doa ini sebanyak 35 kali:

اَحْمَدُ رَسُوْلُ اللّٰهِ ، مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللّٰهِ × ٣٥

Bila membaca doa tersebut, insyaallah sakunya tidak akan sepi dari uang, asalkan diiringi dengan usaha yang sungguh-sungguh.

6. Doa Pagi dan Sore

Setelah sholat Subuh dan Maghrib, hendaknya seorang muslim membaca doa ini sebanyak 70 kali sambil mengangkat tangan, agar terhindar dari api neraka.

ربِّ اغْفِرْلِيْ وَارْحَمْنِيْ وَتُبْ عَلَيَّ

Itulah amalan-amalan baik di bulan Rajab untuk menambah pundi-pundi pahala kita.

TRIBUN TIMUR

Ini Landasan Bumi saat Mi’raj ke Sidratul Muntaha

AL-Aqsha adalah permukaan bumi yang dipilih Allah menjadi tempat landasan dari bumi menuju sidratul muntaha (miraj).

Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Dibawakan kepadaku Buraq. Ia adalah hewan tunggangan berwarna putih, lebih tinggi dari keledai dan lebih pendek dari bighal. Ada tanda di setiap ujungnya.” Beliau melanjutkan, “Aku mengikat Buraq itu di salah satu pintu Baitul Maqdis, tempat dimana para nabi mengikat hewan tunggangan mereka. Kemudian aku masuk ke dalamnya dan salat dua rakaat. Setelah itu aku keluar dari masjid, lalu Jibril mendatangiku dengan membawa bejana yang berisi khamr dan susu. Aku memilih yang berisi susu, lalu Jibril shallallahu alaihi wa sallam berkata, Engkau telah memilih fitrah. Setelah itu, kami pun miraj menuju langit.” (HR. Muslim)

Seandainya Allah menakdirkan, miraj dilakukan dari Masjid al-Haram pastilah Allah mampu melakukannya, akan tetapi Allah menetapkan agar Nabi dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam miraj dari Masjid al-Aqsha, agar kaum muslimin tahu kedudukan masjid ini dan agar masjid tersebut memiliki tempat istimewa di hati-hati umat Islam.

Masjid al-Aqsha al-Mubarak adalah di antara tiga masjid yang boleh diniatkan secara khusus untuk mengunjunginya. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh bersengaja melakukan perjalanan (untuk beribadah) kecuali ketiga masjid: Masjid al-Haram, Masjid Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan Masjid al-Aqsha.” (HR. Bukhari).

 

INILAH MOZAIK

Kalimat Luar Biasa Diajarkan pada Isra Miraj

Pada malam Isra’ Mi’raj ada suatu kalimat yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mau tahu apa itu?

Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةَ أُسْرِىَ بِهِ مَرَّ عَلَى إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ مَنْ مَعَكَ يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَذَا مُحَمَّدٌ.فَقَالَ لَهُ إِبْرَاهِيمُ مُرْ أُمَّتَكَ فَلْيُكْثِرُوا مِنْ غِرَاسِ الْجَنَّةِ فَإِنَّ تُرْبَتَهَا طَيِّبَةٌ وَأَرْضَهَا وَاسِعَةٌ. قَالَ « وَمَا غِرَاسُ الْجَنَّةِ ». قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra’, pernah melewati Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Nabi Ibrahim ketika itu bertanya pada malaikat Jibril, “Siapa yang bersamamu wahai Jibril?” Ia menjawab, “Muhammad.” Ibrahim pun mengatakan pada Muhammad, “Perintahkanlah pada umatmu untuk membiasakan memperbanyak (bacaan dzikir) yang nantinya akan menjadi tanaman surga, tanahnya begitu subur, juga lahannya begitu luas.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa itu ghirosul jannah (tanaman surga)?” Ia menjawab, “Laa hawla wa laa quwwata illa billah (tidak ada daya dalam menjauhi maksiat dan tidak ada upaya menjalankan ketaatan melainkan dengan pertolongan Allah, pen.).” (HR. Ahmad, 5: 418. Hadits ini secara sanad itu dha’if. Namun kata Syaikh Al-Albani isi atau matan hadits itu shahih karena punya berbagai macam penguat. Lihat Al-Isra’ wa Al-Mi’raj karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hlm. 107-108)

 

Ada beberapa faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas:

  • Peristiwa Isra’ Mi’raj benar adanya.
  • Ketika melakukan isra’, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertemu para nabi di antaranya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.
  • Nabi Muhammad ketika melakukan Isra’ Mi’raj ditemani oleh malaikat Jibril.
  • Umat Nabi Muhammad diajarkan oleh Nabi Ibrahim suatu kalimat yang menjadi tanaman di surga, menjadikan tanahnya di surga subur dan luas, yaitu kalimat Laa hawla wa laa quwwata illa billah (tidak ada daya dalam menjauhi maksiat dan tidak ada upaya menjalankan ketaatan melainkan dengan pertolongan Allah, pen.).
  • Makna kalimat laa hawla wa laa quwwata illa billah menunjukkan sifat pasrah dan tawakkal dalam hal menjauhi maksiat dan melakukan ketaatan, semuanya dimudahkan hanya dengan pertolongan Allah.

 

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

لاَ حَوْلَ عَنْ مَعْصِيَةِ اللهِ إِلاَّ بِعِصْمَتِهِ، وَلاَ قُوَّةَ عَلَى طَاعَتِهِ إِلاَّ بِمَعُوْنَتِهِ

“Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindungan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan Allah.”

Imam Nawawi menyebutkan berbagai tafsiran di atas dalam Syarh Shahih Muslim dan beliau katakan, “Semua tafsiran tersebut hampir sama maknanya.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 26-27)

 

Catatan: Kalimat Laa hawla wa laa quwwata illa billah bukan menjadi ritual khusus pada malam Isra’ Mi’raj. Pembahasan ini juga bukan jadi dalil bagi kaum muslimin untuk merayakan Isra’ Mi’raj karena mengenai kapan peristiwa besar itu terjadi tidak diberitahukan kepada kita dalam riwayat yang shahih. Generasi terbaik dari umat ini dari para salaf pun tidak pernah merayakannya. Wallahu a’lam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

”Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isra’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isra’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isra’ tersebut.” (Zaad Al-Ma’ad, 1: 57)

Semoga jadi ilmu yang bermanfaat.

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/15640-kalimat-luar-biasa-diajarkan-pada-isra-miraj.html

Ini Alasan Penamaan Sidratul Muntaha

SIDRAH artinya pohon sidr (bidara), sama nama namun hakikatnya beda. Muntaha artinya puncak. Ibnu Abbas dan para ahli tafsir mengatakan,

“Dinamakan sidratul muntaha (pohon puncak), karena ilmu malaikat puncaknya sampai di sini. Tidak ada yang bisa melewatinya, kecuali Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dan diriwayatkan dari Ibnu Masud radhiyallahu anhu, bahwa dinamakan sidratul muntaha karena semua ketetapan Allah yang turun, pangkalnya dari sana dan semua yang naik, ujungnya ada di sana.” (Taliqat ala Shahih Muslim, Muhamad Fuad Abdul Baqi, 1/145).

Tidak jauh berbeda dengan apa yang dsampaikan Imam As-Sadi. Dalam tafsirnya, beliau menjelaskan alasan penamaan sidratul muntaha, “Dinamakan sidratul muntaha, karena tempat pohon ini merupakan puncak segala sesuatu yang naik dari bumi, dan yang Allah turunkan, pangkalnya di sidratul muntaha, baik wahyu atau lainnya. Bisa juga dimaknai, karena sidartul muntaha merupakan puncak yang diketahui makhluk. (lebih dari itu, makhluk tidak tahu), karena pohon ini berada di atas langit dan bumi. Sehingga sidratul muntaha merupakan puncak ketinggian, atau lainnya. Allahu alam.”

 

INILAH MOZAIK

Isra Miraj dan Posisi Akal Manusia

Ada limpahan pelajaran dari peristiwa Isra dan Mi’raj. Sudahkah kita menggalinya? Tersimpan banyak emas di sana.

Atau kita menganggap peristiwa Isra’ dan Mi’raj sebagai peristiwa biasa, tak beda dengan peristiwa lain? Atau kita sudah begitu sibuk hingga tak ada lagi waktu untuk menggali pelajaran dari peristiwa Isra’ dan MI’raj?

Mari kita menggali dan renungi pelajaran-pelajaran berharga dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj.

Salah satu pelajaran dari Isra dan Mi’raj adalah membuktikan lemahnya akal manusia.

Akal manusia begitu lemah maka tidak bisa menjadi ukuran, apalagi untuk menilai wahyu.

Akal manusia bergantung pada input yang masuk dari panca indera dan olahan pikiran.

Seberapa yang kita tahu, seberapa, itulah batas akal kita. Kita harus mengakui bahwa akal kita terbatas. Sedangkan wahyu Allah adalah dari Allah yang ilmuNya luas tanpa batas.  Bagaimana akal yang terbatas, bisa menjadi ukuran bagi ilmu Allah yang luas tanpa batas?

Mengapa akal yang tanpa batas dipaksakan untuk menghakimi ilmu Allah yang Maha Luas?

Kaum Quraisy menolak percaya Isra’ dan Mi’raj karena tidak masuk di akal mereka.

Akal mereka menolak ketika ada orang bisa pergi dari Makkah ke Baitul Maqdis dalam waktu semalam.

Mereka juga menolak bahwa ada orang pergi ke langit ketujuh dalam waktu semalam.

Mereka menolak karena hal itu tak masuk akal. Seperti orang hari ini menolak ayat atau hadits karena tak masuk akal.

Tapi bukankah hari ini manusia bisa menempuh jarak yang jauh dalam waktu yang singkat? Bukankah hari ini pesawat terbang bisa menempuh jarak jauh dalam waktu singkat?

Nah akal manusia lebih bisa menerima adanya perjalanan jauh dalam waktu singkat.

Allah Maha Kuasa, lebih berkuasa untuk menjalankan Nabi Muhammad saw ke jarak yang jauh dalam waktu singkat. Artinya akal kaum Quraisy dibantah oleh akal manusia hari ini. Akal masa lalu membantah akal hari ini.
Ini membuktikan lemahnya akal, karena bisa bertentangan dan berubah keputusannya.

Mengapa akal yang bisa bertentangan menjadi hakim bagi wahyu Allah yang IlmuNya Maha Luas?

Mana yang lebih layak diikuti, wahyu Allah yang tak akan bertentangan, atau akal manusia yang bisa bertentangan?

Apakah akal manusia yang lemah lebih layak diikuti daripada wahyu Allah? Maka jangan kita syaratkan iman kita dengan akal. Kita baru percaya ketika wahyu sesuai akal.

Ketika akal kita jadikan syarat bagi iman kita pada Allah, kita hakekatnya beriman pada akal, bukan pada wahyu.

Ketika ada ayat atau hadits yang tak masuk akal kita, jangan kita dahulukan akal kita di atas wahyu. Ketika ada ayat atau hadits yang tak masuk akal kita, itu tandanya akal kita belum bisa mencerna. Sebagaimana tubuh kita bersujud kepada Allah, akal kita pun harus bersujud menerima wahyu Allah.

Bukankah akal kita bisa salah, dan Allah SWT. tak mungkin salah? Wallahua’lam.

BERSAMA DAKWAH

Rasulullah Melihat Jibril saat di Sidratul Muntaha

SIDRATUL muntaha, Allah sebutkan makhluk istimewa ini dalam Alquran, di surat An-Najm, “Apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratil muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 12 18)

Tafsir Umum

Apakah orang musyrikin hendak meragukan dan membantah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah melihat Jibril. Padahal dia telah melihat Jibril dalam bentuk aslinya sebanyak 2 kali: (1) ketika Jibril berada di atas ufuk yang tinggi (di bawah langit dunia) dan jibril mendekat untuk menyampaikan wahyu kepadanya. (2) ketika di Sidratil muntaha di atas langit ke tujuh, pada saat beliau menjalani isra miraj. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam melihat Jibril di tempat tersebut, tempat para arwah yang tinggi dan suci, yang tidak bisa didekati setan atau arwah yang buruk.

Di dekat sidratul muntaha terdapat surga yang berisi seluruh puncak kenikmatan, yang menjadi puncak angan-angan. Ini dalil bahwa surga berada di tempat yang sangat tinggi, di atas langit ketujuh. Ketika sidratul muntaha diliputi dengan ketetapan dari Allah. Menjadi sesuatu yang sangat besar dan indah dengan gemerlap warna. Tidak ada yang bisa menggambarkan keindahannya dengan rinci kecuali Allah. Pandangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak tolah toleh dari arah yang menjadi tujuannya, tidak juga melebihi batas yang diizinkan. Ini menunjukkan bagaimana adab beliau shallallahu alaihi wa sallam.

Beliau melihat berbagai kejadian yang luar biasa. Beliau melihat surga, melihat neraka dan melihat kejadian gaib pada malam isra miraj. (simak Taisir Karim Ar-Rahman, hlm. 818)

 

INILAH MOZAIK

Isra-Miraj, Cara Allah Hibur Rasulullah di Tahun Kesedihan

Isra Miraj adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Makah ke Masjidil Al Aqsa di Yerusalem (Isra), kemudian dilanjutkan menuju langit ke Sidratul Muntaha (Mi’raj) dengan tujuan menerima wahyu Allah SWT. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada 621 M, dua tahun setelah wafatnya sang istri Siti Khadijah dan paman Rasulullah, Abu Thalib.

Pada suatu hari Rasulullah SAW diundang menginap di rumah kerabatnya, yaitu rumah Umm Hani’, putri Abu Thalib. Jika waktu tiba, selama kunjungan tersebut, keluarga tersebut akan melakukan shalat berjamaah. Usai shalat berjamaah, Rasulullah tidur sejenak kemudian mengunjungi Ka’bah di malam hari. Ketika beliau di sana, rasa kantuk menghampiri dan beliau pun tertidur di Hijr.

“Ketika aku sedang tidur di Hijr,” cerita Rasulullah SAW, “Jibril datang kepadaku dan mengusikku dengan kakinya. Aku segera duduk tegap. Setelah kulihat tidak ada apa- apa, aku berbaring kembali. Ia datang lagi untuk kedua kalinya. Ketiga kalinya, ia mengangkatku.

“Aku bangkit dan berdiri di sampingnya. Jibril mengajakku menuju pintu masjid. Di sana ada seekor binatang putih, seperti peranakan antara kuda dan keledai dengan sayap di sisi tempat menggerakkan kakinya. Langkahnya sejauh mata memandang,”

Rasulullah SAW menceritakan bagaimana beliau menunggangi Buraq, nama binatang tersebut, bersama malaikat yang menunjukkan jalan dan mengukur kecepatannya seperti menunggang kuda yang menyenangkan.

Perjalanan ke Yerusalem (Isra’)

Mereka melaju ke utara Yatsrib dan Khaybar, sampai tiba di Yerusalem. Kemudian mereka bertemu dengan para Nabi seperti Ibrahim, Musa, Isa dan nabi- nabi yang lain. Ketika beliau shalat di tempat ibadah itu, mereka menjadi makmum di belakangnya.

Lalu ada dua gelas disuguhkan kepada Nabi dan ditawarkan kepadanya. Satu berisi anggur dan satu lagi susu, dan beliau mengambil gelas berisi susu.

Jibril berkata: “Engkau telah diberi petunjuk kepada jalan yang benar dan memberi petunjuk kepada umatmu, hai Muhammad! Anggur itu terlarang bagimu,”

Perjalanan ke langit (Mi’raj)

Kemudian seperti yang pernah terjadi pada nabi yang lain, kepada Nuh, Ilyas, dan Isa, juga Maryam, Muhammad SAW diangkat keluar dari kehidupan ini menuju langit. Dari Masjid Al-Aqsa, Beliau kembali mengendarai Buraq, yang menggerakkan sayapnya terbang ke atas.

Bersama malaikat yang kini menampakkan wujud aslinya, Beliau Mi’raj melampaui ruang, waktu dan bentuk lahiriah bumi lalu melintasi ke tujuh langit. Di sana Beliau bertemu kembali dengan para nabi yang shalat bersamanya di Yerusalem. Namun, di Yerusalem mereka tampak seperti hidup di bumi. Sementara Nabi kini melihat mereka dengan wujud ruhani sebagaimana mereka melihat Beliau.

Rasulullah SAW kagum dengan perubahan mereka. Mengenai Nabi Yusuf As, ia berkomentar: “Wajahnya laksana cahaya rembulan saat purnama. Ketampanannya tidak kurang dari setengah ketampanan yang ada saat ini,”

Puncak Mi’rajnya adalah di sidrat al-muntaha — begitulah yang disebut dalam Alquran. Di salah satu tafsir tertua berdasarkan hadis Nabi dikatakan: “Sidrat al-muntaha berakar pada singgasana (Arsy). Itu menandakan puncak pengetahuan setiap orang yang berpengetahuan baik malaikat maupun rasul. Segala sesuatu di atasnya adalah misteri yang tersembunyi, tidak diketahui oleh siapapun kecuali Allah semata,”

Pada puncak semesta, Jibril tampak di hadapan Beliau dalam segenap kemegahan malaikatnya, seperti saat pertama kali diciptakan. Disebutkan dalam QS An- Najm (53), ayat 16-18: “(Muhammad melihat Jibril) ketika sidrat al-muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang paling besar,”

Menurut tafsir, Cahaya Ilahi turun meliputi sidrat al-muntaha, juga meliputi segala sesuatu di sisinya. Mata Rasulullah SAW menatapnya tanpa berkedip dan tanpa berpaling darinya. Hal itu merupakan jawaban atau salah satu jawaban atas permohonan yang tersirat dalam ucapannya. “Aku berlindung kepada Cahaya keridhoan-Mu,”

Di sidrat al-muntaha, Rasulullah SAW menerima perintah shalat lima puluh kali dalam sehari semalam bagi umatnya. Kemudian beliau menerima wahyu yang berisi ajaran pokok Islam:

“Rasul telah beriman kepada Alquran yang diturunkan dari Tuhannya, demikian pula orang- orang yang beriman kepada Allah. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat- malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya dan rasul- Rasul-nya.

Dan mereka berkata: ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun dengan yang lain dari rasul-rasul-Nya,’ dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami taat’. Mereka berdoa: ‘Ampunilah kami, Ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali’.”

Mereka kemudian turun melintasi tujuh langit tempat mereka naik. Setelah Rasulullah SAW dan malaikat turun ke Yerusalem, mereka kembali ke Mekah melewati banyak kafilah ke arah selatan. Ketika mereka tiba di Ka’bah, waktu itu masih malam dan Rasulullah SAW kembali ke rumah keponakannya, Umm Hani’ dan menceritakan Isra’ dan Mi’raj kepada keponakannya.

Umm Hani’ menuturkan: “Wahai Rasulullah, jangan ceritakan ini kepada masyarakat, karena engkau akan dianggap berbohong. Mereka akan menghinamu,” Rasulullah SAW menjawab: “Demi Allah aku akan menceritakan kepada mereka,”

Keyakinan Abu Bakar dan gelar As- shiddiq

Beliau pergi ke masjid dan menceritakan tentang perjalanannya ke Yerusalem. Musuh-musuhnya merasa senang karena mereka memiliki alasan untuk menghina Rasulullah. Karena setiap orang Quraisy tahu bahwa perjalanan kafilah dari Makkah ke Syria membutuhkan waktu sebulan untuk berangkat dan sebulan untuk kembali.

Sekelompok orang pergi menemui Abu Bakar dan bertanya: ” Wahai Abu Bakar, apa pendapatmu sekarang tentang sahabatmu itu? Ia mengatakan, telah pergi ke sana dan shalat di sana, lalu kembali ke Makkah,”

“Jika ia berkata demikian, itu benar,” jawab Abu Bakar penuh keyakinan. “Dimana keganjilannya? Beliau mengatakan kepadaku bahwa berita-berita datang kepadanya dari langit ke bumi dalam satu jam sehari atau semalam. Maka, aku percaya dia pergi dari bumi ke langit dalam semalam.”

Kemudian Abu Bakar mendatangi masjid dan mengulang pembenarannya. “Jika itu yang dikatakan Beliau, maka itu benar,”

Karena itu Rasulullah SAW memberinya gelar ‘As- Shiddiq’ yang artinya ‘saksi kebenaran’ atau ‘orang yang meyakini kebenaran’. Selain itu, sebagian orang yang menganggap cerita ini sulit diterima mulai berpikir ulang. Sebab, Rasulullah SAW menggambarkan beberapa kafilah yang beliau temui dalam perjalanan pulang.

Beliau juga mengatakan dimana mereka berada dan kapan mereka diperkirakan tiba di Makkah. Ternyata setiap kafilah tiba tepat seperti yang diperkirakan. Begitu pula dengan ciri-ciri yang Beliau gambarkan.

Kepada orang-orang yang berada di masjid, Rasulullah SAW hanya menceritakan mengenai perjalanannya ke Yerusalem. Namun, ketika beliau bersama Abu Bakar dan sahabat lainnya beliau menceritakan mi’raj nya ke langit ketujuh, menceritakan sebagian yang telah Beliau lihat, yang selebihnya diceritakan di tahun-tahun kemudian, seringkali dalam menjawab pertanyaan.

 

REPUBLIKA

Pakar Fisika Jelaskan Fenomena Perjalanan Isra Mi’raj

Isra Mi’raj adalah sebuah fenomena perjalanan yang sangat mungkin terjadi dan bisa dijelaskan kemungkinannya dari sisi keilmuan masa kini. Hal ini disampaikan Dosen Fisika Institut Pertanian Bogor (IPB) Husin Alatas kepada Republika.co.id,Jumat (13/4).

“Kita tidak bisa tahu mekanisme atau cara pastinya perjalanan Isra Mi’raj tersebut seperti apa, kita hanya bisa membahasnya mungkin atau tidak, dan itu sangat mungkin,” kata pakar biofisik, optik dan fisika teori ini.

Mulai dari Isra yang merupakan perjalanan dari Makkah ke Palestina. Prof Husin mengatakan fenomena tersebut bisa dijelaskan dengan teknologi yang ada saat ini. Seseorang bisa melakukan perjalanan dari satu posisi ke posisi lain di muka bumi dalam waktu singkat.

“Sekarang ada pesawat yang memungkinkannya terjadi, dahulu memang tidak terpikirkan, saudagar perlu berbulan-bulan perjalanan,” katanya.

Ini Makna Spiritual Isra Mi’raj

Peraih penghargaan dari Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia ini menegaskan mekanisme atau cara Isra tidak bisa dipastikan, wallahualam. Tapi, Isra bisa ditelaah kemungkinannya dengan sains saat ini. Teknologi modern kini mengenal pesawat sebagai sarana perjalanan singkat dalam satu malam itu. Dalam riwayat, Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan ini dengan buraq.

“Saya tidak punya penjelasan ilmiah tentang buraq, tapi ia analog dengan pesawat, sebagai wahana atau sarana,” kata Prof Husin.

Menurutnya, yang menarik adalah Mi’raj yang merupakan perjalanan Rasulullah SAW untuk menemui Allah SWT di Sidratul Muntaha. Prof Husin mengatakan banyak spekulasi yang bisa menjelaskan fenomena ini. Mulai dari spekulasi apakah perjalanan tersebut beserta jasad Rasulullah atau hanya bersifat perjalanan ruhiyah atau imateril.

“Baik dengan jasad atau tidak, dua-duanya memungkinkan,” kata dia.

Namun jika memaparkan kemungkinannya, maka ada banyak spekulasi atau teori yang bisa dijelaskan. Mulai dari kemungkinan Nabi Muhammad SAW melakukan Mi’raj dengan jasad, maka ada teori relativitas dan fisika partikel yang bisa disodorkan.

“Ada prinsip kesetaraan energi dan materi, bahwa secara prinsip materi bisa berubah jadi energi dan sebaliknya, kalau berubah jadi energi dia punya kecepatan cahaya,” katanya.

Selain itu ada teori yang sedang berkembang saat ini tentang dimensi ekstra. Misal, jarak titik A ke titik B sangat jauh. Tapi ada jalan tikus yang memungkinkan waktu perjalanannya sangat singkat. Jalan tikus inilah yang disebut dimensi ekstra, yang menyebabkan perjalanan menjadi lebih cepat.

“Ada beberapa fenomena alam yang menunjukkan indikasi dimensi ekstra itu ada, artinya fenomena alam ini hanya bisa dijelaskan kalau ada dimensi ekstra tadi,” kata dia.

Contohnya adalah fenomena gravitasi. Menurutnya, gravitasi adalah gaya paling lemah dari semua gaya yang ada di alam. Ia diduga bisa bocor ke dimensi lain.

“Idenya muncul dari lubang hitam, lubang cacing, lubang putih, Nah ini spekulasi, apakah Mi’raj itu perjalanan dimensi lain? Mungkin, apa mekanismenya seperti itu? wallahualam,” kata dia.

Selain itu, jika Mi’raj adalah perjalanan ruhiyah, hal ini juga memungkinkan. Saat ini, masih belum ada pemahaman tentang kesadaran. Apakah kesadaran itu merupakan entitas yang terpisah dari badan atau tidak.

“Sekarang jika kesadaran itu entitas yang terpisah dari jasad, maka ada konsep ruh dan ya, Rasulullah bisa Mi’rajnya secara ruhiyah,” kata dia.

Isra dan Mi’raj, Perjalanan Mahadahsyat Rasulullah

Dua spekulasi mi’raj ini dimungkinkan oleh sains masa kini. Saat ini, sains juga belum bisa menjelaskan konsep Sidratul Muntaha, langit ketujuh atau istilah lainnya. Ini adalah konsep sekian zaman dan penafsirannya berbeda tentang apa itu langit.

Husin menjelaskan bahkan sekarang ilmu pengetahuan malah makin bingung tentang konsep langit ketujuh. Karena alam semesta ini sangat luas dan tidak bisa diamati secara keseluruhan. Kemampuan teknologi sangat terbatas sehingga yang muncul hanya spekulasi.

“Sains itu belum punya kelengkapan untuk menjelaskan fenomena ini, tapi kalau ditanya mungkin atau tidak? itu sangat mungkin,” kata dia.

Prof Husin menyampaikan, baginya ini semua adalah fenomena keimanan yang memicu orang untuk berpikir. Manusia tidak bisa memahami kejadian sesungguhnya, katanya, tapi bisa menginspirasi kemungkinan perjalanan itu.

“Fenomena ini bisa memicu orang untuk mencari tahu mekanisme, tentang pergi ke bintang lain tidak harus lewat jalan konvensional,” kata dia.

Pria yang telah mempublikasikan puluhan tulisan ilmiah ini mengingatkan pada sikap Abu Bakar Ash-Shiddiq tentang Isra Mi’raj. Perjalanan ini adalah domain keimanan. Saat ditanya percaya atau tidak, Abu Bakar menjawab ‘lebih dari itu pun aku percaya’. “Ini memang di luar batas imajinasi kita, yang penting sekarang adalah oleh-oleh dari Isra Mi’raj ini, bahwa kita diajari Isra Mi’raj secara individu (shalat),” katanya.

 

REPUBLIKA

Inilah 10 Hikmah Isra Miraj

Dalam kedahsyatan Isra Miraj, terkandung banyak hikmah yang sangat bermanfaat bagi umat. Berikut ini 10 hikmah Isra Miraj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

1. Tasliyah

Hikmah isra miraj yang pertama adalah tasliyah (hiburan) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bayangkanlah cobaan bertubi-tubi yang menimpa Rasulullah dan umat Islam di Makkah. Lalu pada tahun 10 kenabian, Rasulullah kehilangan dua orang yang paling dicintai; Khadijah radhiyallahu ‘anha dan Abu Thalib.

Khadijah adalah istri pertama beliau. Wanita pertama yang beriman kepada beliau dan menjadi pendukung dakwah yang setia dengan segala dukungan jiwa dan hartanya. Ketika Rasulullah menghadapi masalah, Khadijah yang menemani dan memotivasi beliau. Ketika Rasulullah butuh dana untuk berdakwah, membebaskan budak dan membantu fakir miskin, saudagar wanita kaya raya itu yang memberikan dukungan finansial. Maka wafatnya Khadijah adalah duka bagi beliau.

Setelah Khadijah wafat, tak berselang lama kemudian, paman beliau Abu Thalib juga wafat. Padahal Abu Thalib, dengan kedudukan beliau sebagai tokoh dan sesepuh di Makkah, selalu melindungi Rasulullah. Jika ada yang hendak menyakiti atau mencelakakan Rasulullah, Abu Thalib tampil pasang badan untuk melindungi keponakannya itu. Wafatnya Abu Thabil menambah duka Rasulullah.

Bersama wafatnya Khadijah dan Abu Thalib, yang berarti hilangnya dua tokoh penting pelindung dakwah Rasulullah, orang-orang kafir Quraisy semakin massif mengintimidasi Rasulullah. Dakwah di Makkah serasa tak bisa bergerak. Tribulasi meningkat berlipat-lipat. Wajar jika Rasulullah menyebut tahun itu sebagai amul huzn (tahun duka cita).

Pada saat seperti itulah kemudian Allah memperjalankan Rasulullah dengan isra miraj. Sebagai bentuk tasliyah, Rasulullah melihat tanda-tanda kekuasaan Allah baik di bumi maupun di langit. Sekaligus menegaskan bahwa dakwah Islam pasti akan menang.

2. Rasulullah pemimpin para Nabi

Isra’ mi’raj juga menegaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pemimpin para Nabi dan Rasul. Hal itu terbukti saat berada di Masjid Al Aqsha. Setibanya di sana, beliau shalat dua rakaat mengimami ruh para Nabi. Hal itu terjadi sebelum beliau naik mi’raj ke langit.

Menjadi imam sholat merupakan penanda bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pemimpin dan penghulu para Nabi dan rasul.

3. Islam agama fitrah

Di antara rangkaian peristiwa isra miraj, setelah sholat dua rakaat di Baitul Maqdis, Jibril membawakan dua wadah minuman kepada Rasulullah. Satu wadah berisi susu dan satu wadah berisi khamar.

Tanpa ragu, Rasulullah memilih susu. Lantas Malaikat Jibril pun berkata kepada Rasulullah, “Sungguh engkau telah memilih fitrah (kesucian).” Peristiwa ini menguatkan bahwa Islam adalah agama fitrah dan kesucian.

4. Kedudukan Masjid Al Aqsha

Di antara hikmah isra miraj adalah menunjukkan kedudukan penting dan mulia Masjid Al Aqsha. Masjid Al Aqsha memiliki kaitan erat dengan Masjidil Haram. Rasulullah berangkat isra’ dari Masjidil Haram menuju Masjid Al Aqsha. Di sini beliau mengimami para Nabi lalu bertolak menuju langit.

Masjid Al Aqsha merupakan tempat isra’ Rasulullah dan kiblat pertama umat Islam. Karenanya umat Islam harus mencintai Masjid Al Aqsha dan mempertahankannya dari segala upaya penjajah Yahudi yang hendak mencaplok dan merobohkannya.

5. Urgensi shalat

Isra’ mi’raj juga menunjukkan kedudukan shalat yang agung. Jika perintah lain cukup dengan wahyu melalui Malaikat Jibril, perintah shalat langsung diturunkan Allah kepada Rasulullah tanpa perantara Jibril. Shalat ini pula yang menjadi inti tasliyah (hiburan) bagi hambaNya.

Mengenang isra miraj, kita harus mengingat intinya ini: shalat. Jika isra miraj adalah tasliyah, maka shalat adalah inti tasliyah ini. Beruntunglah orang yang bisa menikmati shalat dan bisa khusyu’ saat shalat. Sebab ia telah menemukan tasliyah hakiki. Rasulullah dan para sahabat telah mencapai level ini.

6. Memurnikan barisan dakwah

Di antara hikmah isra miraj adalah memurnikan barisan dakwah. Sebentar lagi, Rasulullah hendak mencapai fase baru yakni hijrah dan mendirikan negara Islam di Madinah. Maka Allah memurnikan barisan dakwah dengan isra miraj.

Orang-orang yang tidak kuat aqidahnya dan mudah goyang keyakinannya, mereka murtad setelah diberitahu tentang isra miraj. Adapun yang imannya kuat, mereka justru semakin kuat imannya.

Iman yang kuat dan tak pernah goyah inilah kunci soliditas barisan mujahid dakwah. Di Madinah nanti akan terjadi banyak peperangan. Tanpa soliditas, pasukan Islam bisa tercerai berai. Dengan soliditas yang dibangun di atas iman yang kuat dan aqidah yang kokoh, pasukan Islam tegar menghadapi segala jenis peperangan, konspirasi dan segala macam kesulitan.

7. Keberanian Rasulullah

Isra miraj juga menunjukkan keberanian Rasulullah yang sangat tinggi dalam berdakwah. Beliau terang-terangan menyampaikan isra miraj kepada orang-orang Makkah. Meskipun kafir Quraisy tidak akan percaya bahkan mencemooh dan mengolok-olok, Rasulullah tetap menyampaikan.

Ketika mereka minta bukti empiris, Rasulullah pun memberikan bukti itu dengan pertolongan Allah. Ketika mereka minta diterangkan bagaimana Baitul Maqdis bahkan pintu-pintunya, Malaikat Jibril datang membawakan gambaran Baitul Maqdis di atas sayapnya. Rasulullah pun menjelaskan pintu-pintu Baitul Maqdis, membuat tercengang orang-orang kafir Quraisy yang sebagian pernah ke sana dan mengamatinya.

Merasa Rasulullah tahu persis Masjidil Aqsha, mereka minta diceritakan tentang rombongan unta kafilah dagang mereka. Logikanya, jika Rasulullah menempuh perjalanan Masjidil Haram – Baitul Maqdis, Rasulullah juga melewati rombongan unta mereka.

Lalu Rasulullah menceritakan kondisi tiga rombongan unta mereka. Mendengar apa yang disampaikan Rasulullah benar-benar sesuai fakta, mereka terheran-heran namun justru mendustakan. “Engkau adalah tukang sihir,” kata Walid bin Mughirah diikuti orang-orang kafir Quraiys lainnya.

8. Keimanan yang paling sempurna

Keimanan umat yang paling sempurna adalah imannya Abu Bakar. Ketika orang-orang kafir Quraisy mengabarkan bahwa Muhammad mengatakan telah isra miraj, beliau langsung mempercayainya. “Jika yang mengatakan Rasulullah, aku percaya,” demikian logika keimanan Abu Bakar sehingga beliau mendapat gelar Ash Shiddiq.

Demikianlah logika keimanan dan konsekuensi syahadat risalah. Ketika kita sudah beriman bahwa Muhammad adalah utusan Allah, maka kita akan membenarkan seluruh yang beliau bawa. Meskipun kadang akal kita tidak mampu menggapainya, seperti keajaiban peristiwa isra miraj ini.

9. Balasan perbuatan baik dan buruk

Dalam isra’ mi’raj, Rasulullah juga diperlihatkan surga dan neraka. Beliau diperlihatkan nikmat surga dan para penduduknya. Beliau juga diperlihatkan kesengsaraan penghuni neraka dengan siksa sesuai keburukan mereka di dunia.

Beliau diperlihatkan bagaimana siksa untuk orang yang suka ghibah, orang yang berzina, orang yang makan harta anak yatim, dan lain-lain. Semua ini lantas beliau sampaikan kepada umat untuk mencegah penyakit masyarakat yang terjadi kala itu. Ini hikmah isra miraj kesembilan.

10. Memperhatikan Masjid Al Aqsha

Setelah Rasulullah menyampaikan peristiwa isra’ mi’raj, para sahabat menjadi perhatian terhadap Masjid Al Aqsha yang saat itu berada dalam kekuasaan Romawi. Mereka memiliki azam untuk membebaskan masjid itu. Kelak di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Masjid Al Aqsha bisa dibebaskan hingga berada di pangkuan Islam.

Pembahasan lengkap mulai definisi hingga kronologis peristiwa bisa dibaca di artikel Isra Miraj

Demikian 10 hikmah isra mi’raj. Semoga bermanfaat bagi kita untuk memetik hikmah-hikmah itu dan menjadikan hidup kita lebih baik dari waktu ke waktu.

 

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]