Kemenag Kembangkan Layanan Chatbot Al-Qur’an dengan Teknologi Artificial Intelligence

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Balitbang-Diklat Kementerian Agama terus mengembangkan layanan Al-Qur’an dengan mengikuti perkembangan teknologi informasi (TI). Salah satunya adalah layanan chatbot Al-Qur’an dengan teknologi Artificial Intelligence (AI).

Informasi tersebut disampaikan oleh Kepala LPMQ, Abdul Aziz Sidqi, MA dalam Lokakarya Pengembangan Al-Qur’an Digital. Menurut Aziz, pengembangan layanan Al-Qur’an dengan teknologi AI saat ini menjadi kebutuhan yang urgen.

Masyarakat membutuhkan akses informasi yang cepat, tepat, dan akurat. Khusus di bidang Al-Qur’an informasi tersebut harus valid dengan sumber-sumber referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Di bidang Al-Qur’an, layanan AI yang tersedia di Dunia Maya masih banyak kelemahan. Teks ayat, terjemahannya, juga tafsirnya banyak yang tidak tepat. Untuk itu, kita harus mengembangkan layanan Al-Qur’an dengan teknologi AI. Dan langkah awal yang harus dilakukan adalah merumuskan grand designnya,” terang Aziz, Rabu (20/10) di Jakarta Selatan.

Selain chatbot Al-Qur’an, LPMQ juga akan mengembangkan layanan Sistem Informasi Layanan Tashih (Silat) dengan penambahan Software Tashih Otomatis. Software tersebut diperuntukkan sebagai sarana pentashihan master mushaf Al-Qur’an dalam bentuk file, sebelum ditashih atau diperiksa secara manual oleh tim pentashih.

“Dalam pengembangan aplikasi ini, LPMQ tetap akan mengikuti grand design dari biro Humas Data dan Informasi (HDI),” ujar Aziz menggarisbawahi.

Kepala Biro HDI, Kemenag, Ahmad Fauzin, sangat mendukung upaya LPMQ mengembangkan layanan Al-Qur’an berbasis teknologi kekinian. Namun, harus tetap mengikuti regulasi dan terintegrasi dengan Pusaka SuperApp Kemenag.

Menurutnya, saat ini, tercatat ada 2.258 sistem aplikasi di Kemenag, sebagian besarnya tidak aktif. Kemenag terus melakukan penataan sistem informasi dan mencoba mengintegrasikannya ke dalam Pusaka SuperApp.

“Pengembangan layanan Al-Qur’an dengan AI merupakan bagian dari upaya penjagaan Al-Qur’an. Saya mendukung hal baik ini. Tetapi, harus terintegrasi dengan Pusaka SuperApp Kemenag dan mengikuti regulasi yang ada,” pesan Fauzin.

Fauzin menambahkan, dalam proses digitalisasi ada empat hal yang harus dipenuhi, antara lain: 1. Skill digital atau keterampilan digital; 2. Digital Etik yaitu konten-konten digital yang positif, konstruktif, dan beretika; 3. Culture Digital atau membangun budaya digital yang baik; dan 4. Safety Digital atau keamanan digital.

“Jangan sampai, kita semangat membangun aplikasi tetapi lupa membangun keamanan digitalnya. Banyak aplikasi Kemenag di daerah banyak diretas, bahkan ada yang dipakai judi online,” ungkap Fauzin.*

HIDAYATULLAH

20 Ramadhan: Awal Kehancuran Berhala-Berhala Bangsa Arab

Sebagaimana telah diketahui, terjadi persitiwa besar pada tanggal 20 Ramadhan. Peristiwa dibebaskannya Kota Mekah dari syirik dan ahlinya. Tentang hal ini telah kami muat pada artikel 20 Ramadhan: Pembebasan Kota Mekah. Pada tulisan ini, kami akan memuat tentang hancurnya kesyirikan dan simbol-simbolnya di kota suci Mekah.

Setelah Mekah menjadi wilayah Islam pada 20 Ramadhan 8 H, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai membersihkan Ka’bah dari kotoran kesyirikan. Berhala-berhala dibuang dan dihancurkan. Beliau sendiri turun tangan dalam peristiwa ini. Saat menghancurkan berhala-berhala itu beliau membaca ayat:

قُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيدُ

Katakanlah: “Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi”. [Quran Saba’: 49]

dan ayat:

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. [Quran Al-Isra: 81].

Jumlah berhala yang berada di Ka’bah kala itu adalah 360 berhala. Saat itu, di Ka’bah terdapat gambar Nabi Ibrahim, Ismail, dan Ishaq dalam keadaan sedang mengundi nasib dengan anak panah. Gambar-gambar itu diwarnai dengan za’faron. Nabi Muhammad tidak mau masuk ke dalam Ka’abah sebelum gambar-gambar itu dikeluarkan. Beliau bersabda, “Semoga Allah memerangi mereka. Ibrahim tidak pernah mengundi nasibnya dengan anak panah.” (HR. al-Bukhari: al-Fath (16/126, hadits No. 4288), dll).

Dalam riwayat lain disebutkan juga terdapat gambar Maryam. Dan juga ditemukan patung merpati yang terbuat dari kayu, beliau pun membuangnya keluar Ka’bah. Setelah Ka’bah dibersihkan, beliau shalat dua rakaat di dalamnya.

Setelah pembersihan Ka’bah, Rasulullah mengirim utusan ke wilayah sekitar Mekah untuk menghancurkan berhala-berhala terbesar milik bangsa Arab. Rasulullah mengirim Khalid bin al-Walid bersama tiga puluh orang lainnya menuju Bathni Nakhlah yang terdapat di Tsaqif. Mereka diamanahi untuk menghancurkan berhala al-Uzza.

Uzza adalah beberapa pohon di daerah Bathni Nakhlah. Sebuah wilayah antara Mekah dan Thaif. Pohon-pohon ini dikelilingi bangunan dan ditutupi kelambu. Dijaga oleh juru kunci. Dan terdapat setan-setan yang berbicara dengan manusia. Orang-orang penggemar kesyirikan menyangka pohon keramat inilah yang berbicara sendiri. Dan Uzza adalah berhala penduduk Mekah dan sekitarnya. Yakni milik bani Mudhar, Quraisy, dan Kinanah. Uzza dihancurkan saat bulan Ramadhan tinggal tersisa lima hari lagi. Khalid menebang pohon hingga rata dengan tanah. Dan membunuh jin wanita yang berbicara dengan manusia, yang menyesatkan itu.

Rasulullah juga mengutus Saad bin Zaid al-Asyhali bersama dua puluh orang lainnya untuk menghancurkan Manah di al-Musyallal. Sebuah tempat dekat Qudaid. Manah adalah sebuah batu besar yang terletak di sebuah wilayah antara Mekah dan Madinah. Berhala ini milik orang-orang Aus, Khazraj, dan Khuza’ah. Penghancuran ini terjadi enam hari sebelum berakhirnya Ramadhan.

Berhala besar lainnya adalah al-Lata (Arab: اللَاتَ). Ia adalah sebuah berhala besar yang berada di ath-Thaif. Berwujud patung yang memiliki relief. Yang dibangun rumah untuknya. Dan ditutupi dengan kelambu. Agar mirip dengan Ka’bah. Di sekeliling al-Lata terdapat teras dan dijaga oleh juru kunci. Untuk menghancurkan berhala ini, Rasulullah mengutus Abu Sufyan bin Harb dan al-Mughirah bin Syu’bah.

Menurut pendapat yang lainnya nama Lata dibaca dengan al-Latta (Arab: اللَاتَّ). Sebuah kata yang berasal dari kata kerja latta – yaluttu (Arab: لَتَّ – يَلُتُّ) yang artinya menumbuk gandum. Sedangkan al-Latta sendiri artinya orang yang menumbuk gandum. Al-Latta adalah seorang laki-laki shaleh yang menumbuk gandum, memasaknya, kemudian menghindangkannya untuk jamaah haji. Saat ia wafat, dibangunlah rumah di atas makamnya. Dibentangkan kelambu pada makam tersebut. Kemudian menjadi sesembahan selain Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengutus Amr bin al-Ash untuk menghancurkan Suwa’. Sebuah berhala milik Hudzail. Berhala-berhala inilah yang Allah sebut dalam firman-Nya,

أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ (20)

“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al Lata dan al Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?” [Quran An-Najm: 19-20].

Dari sini kita mengetahui bahwasanya sesembahan orang-orang musryik jahiliyah itu beragam. Ada yang batu, pohon, kuburan orang shaleh, para nabi, dll. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan antara penyembah pohon dengan penyembah kuburan orang shaleh. Antara penyembah batu dengan penyembah nabi. Semua dihukumi musyrik oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau perangi mereka dalam Fathu Mekah. Dan beliau hancurkan sesembahan-sesembahan mereka.

Pelajaran lainnya adalah gaya pengagungan orang-orang musyrik jahiliyah dengan yang ada pada zaman ini mirip. Kuburan atau batu atau pohon diberi bangunan dan diberi tirai atau kelambu. Sebagai bentuk sakral dan pengagungan.

Daftar Pustaka:
– Fauzan, Shaleh bin Abdullah. 2006. Syarah al-Qawaid al-Arba’. Kairo: Dar al-Imam Ahmad.
– Ahmad, Mahdi Rizqullah. 2012. as-Sirah an-Nabawiyah fi Dhaui al-Mashadir al-Asliyah, Terj. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Perisai Qur’an.

Read more https://kisahmuslim.com/5954-20-ramadhan-awal-kehancuran-berhala-berhala-bangsa-arab.html

4 Ramadhan: Penaklukkan Antakya

Antakya adalah sebuah kota di Provinsi Hatay, Turki sekarang. Dulu, kota klasik ini dikenal dengan nama Antioch yang merupakan salah satu kota terbesar Kerajaan Romawi. Pada masa itu, kota ini juga menjadi pusat peradaban Kristen.

Setelah, Louis IX, mangkat hingga masa Baybars menguasai wilayah Mesir dan Syam, terjadi gencatan senjata antara kaum muslimin dan pasukan salib. Kedua belah pihak disibukkan dengan urusan dalam negeri masing-masing. Kemudian masa damai ini berubah menjadi gejolak besar tatkala Pasukan Salib memutuskan berafiliasi dengan Mongol untuk menghadapi kaum muslimin.

Kaum muslimin yang diwakili orang-orang Mamluk yang dipimpin Baybars mengadakan perlawanan. Mereka menjadikan dua sekutu besar musuh ini sebuah tantangan yang harus dihadapi. Pantang surut berlari. Dan sejarah mencatat, apa yang dilakukan Ruknuddin Baybars adalah bagian dari rekam jejak cemerlang umat ini.

Baybars sosok pemimpin yang membaur dengan perajuritnya. Oleh karena itu, loyalitas dan respect mereka pun tinggi terhadapnya. Ia turun tangan membantu pasukan yang sedang membuat peralatan. Ia ikut andil dalam pembuatan manjaniq.

Pada tanggal 4 Rabiul Akhir 663 H/1265 M, Baybars memulai misi militernya menghadapi sekutu Salib dan Mongol di Syam. Usahanya membuahkan hasil dengan penaklukkan Caesarea pada 8 Jumadil Awwal. Kemudian ia mengarahkan pasukannya menuju Arsuf. Dan berhasil menaklukkannya pula pada bulan Rajab di tahun yang sama. Di tahun berikutnya, Baybars menyempurnakan misi militernya dengan berhasil menguasai Benteng Safed yang merupakan benteng Pasukan Salib.

Jatuhnya Benteng Safed membuat moral Pasukan Salib menurun. Mereka menjadi ciut dan takut. Dampaknya, sebagian wilayah yang dikuasai Salib mengajukan damai dan gencatan senjata.

Setelah membuat moral Pasukan Salib luluh lantak, Baybars beralih ke target utamanya, Antakya. Sebuah kota yang terkenal dengan bentengnya yang kokoh. Baybars merancang persiapan gempur yang luar biasa dan strategi pengepungan yang ketat. Mengembangkan strategi dari penyerangan-penyerangan sebelumnya.

Pada tanggal 3 Jumadil Akhir 666 H/1268 M, Baybars dan pasukannya yang berangkat dari Mesir tiba di Gaza. Dimulai dengan merebut Yafa kemudian Benteng Belfort. Sehingga Pasukan Salib terpojok di Acre.

Setelah itu, Baybars bergerak menuju Tarablus. Dan sampai di sana pada 15 Sya’ban 666 H. Perang pun terjadi, banyak dari Pasukan Salib yang tewas dalam pertempuran hingga imarat-imarat Salib lainnya menjadi gentar. Silih berganti utusan dari Tartus, Benteng Akrad, menemui Baybars untuk meminta damai dan gencatan senjata. Jalan menuju Antakya pun kian terbentang.

Baybars pun melanjutkan perjalanan dari Tarablus pada 24 Sya’ban 666 H/1268 M tanpa hadangan satu musuh pun. Ia menyambangi Kota Homs dan Hama. Kemudian membagi pasukannya menjadi tiga bagian sehingga Pasukan Salib sulit menerka tujuan dan arah pasukannya. Salah satu pasukannya ada menuju pelabuhan untuk memotong suplai yang masuk ke Antakya melalui laut. Ada yang menuju utara menutup pintu masuk antara Qalqilya dan Syam mencegah datangnya bantuan dari Armenia. Dan kekuatan pasukan inti dipimpin langsung oleh Baybars menuju Antakya.

Pada awal Ramadhan 666 H, Baybars mulai mengepung kota. Ia mencoba menaklukkan kota itu dengan cara yang damai. Namun keinginannya ini gagal karena Pasukan Salib enggan menyerah. Sampai akhirnya, pada 4 Ramadhan 666 H, kaum muslimin berhasil menyentuh pagar benteng kemudian pasukan Baybars tumpah ruah masuk ke dalam kota. Pasukan musuh lari kocar-kacir dan meminta keamanan. Baybars mengabulkan permintaan itu. Kaum muslimin pun berhasil menguasai benteng Antakya yang terkenal kokoh itu.

Kaum muslimin mendapatkan rampasan perang yang begitu banyak berupa uang dan tawanan. Saking banyaknya, uang-uang dibagi-bagikan dengan mangkuk.

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/5545-4-ramadhan-penaklukkan-antakya.html

3 Ramadhan: Wafatnya Fatimah Putri Rasulullah

Pada tanggal 3 Ramadhan 11 H, wafat seorang penghulu wanita surga, putri Rasulullah ﷺ, Fatimah radhiallahu ‘anha. Kematian Fatimah, hanya berselang enam bulan dari wafatnya sang ayah, Rasulullah ﷺ. Jenazahnya dimakamkan di Baqi’.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Enam bulan setelah beliau wafat, putri beliau Fatimah radhiallahu ‘anha wafat. Menysul ibunya (Khadijah) dan ayahnya (Rasulullah). Rasulullah ﷺ mengabarkan pada Fatimah, ia adalah orang pertama dari keluarganya yang akan menyusulnya. Beliau berkata kepada Fatimah, ‘Tidakkah engkau ridha, menjadi penghulu wanita di surga?’ Ia adalah putri bungsu Nabi. Ini adalah pendapat yang masyhur. Tidak ada lagi anak Rasulullah yang masih hidup kecuali dia. Karena itu, Allah besarkan pahala untuknya. Dialah (satu-satunya anak Nabi yang merasakan kehilangan Rasulullah.” (Ibnu Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, 6/365).

Banyak riwayat yang menerangkan tentang betapa cintanya Nabi ﷺ kepada Fatimah. Jika tiba dari safar atau pulang dari suatu peperangan, pertama kali yang dilakukan Nabi ﷺ adalah shalat dua rakaat di masjid kemudian menemui Fatimah. Setelah itu baru menemui istri-istrinya. Nabi ﷺ bersabda,

أَفْضَلُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ: خَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَمَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ وَآسِيَةُ بِنْتُ مُزَاحِمٍ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ

“Wanita-wanita terbaik di surga yaitu; Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Maryam bintu Imran, dan Asiyah binti Muzahim istri Firaun.” (HR. Ibnu Abdil Bar, al-Isti’ab 2/113).

Nabi ﷺ menikahkan Fatimah dengan anak pamannya, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Pernikahan ini terjadi setelah hijrah. 4 bulan setengah setelah Perang Badar. Dari pernikahan agung ini lahirlah Hasan, Husein, Muhsin, dan Ummu Kultsum. Di masa berikutnya Ummu Kultsum dinikahkan dengan Umar bin al-Khattab.

Diriwayatkan, ketika Rasulullah ﷺ menikahkannya dengan Fatimah. Beliau mengantar Fatimah dengan membawa sebuah kasur, bantal kulit yang diisi serat pohon kurma, dua batu gilingan, bak air dari kulit, dan dua pot dari tanah.

Menjelang wafat, Fatimah radhiallahu ‘anha berwasiat kepada Asma binti Umais, istri Abu Bakar ash-Shiddiq agar yang memandikan jenazahnya adalah dia, Ali bin Abi Thalib, Salma Ummu Rafi’ radhiallahu ‘anhum.

Sejarawan berbeda pendapat berapa umur Fatimah radhiallahu ‘anha ketika wafat. Ada yang mengatakan 27, 28, atau 29 tahun. Shalat jenazahnya sendiri di-imami oleh Ali bin Abi Thalib. Ada juga yang mengatakan al-Abbas atau Abu Bakar ash-Shiddiq.

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/5536-3-ramadhan-wafatnya-fatimah-putri-rasulullah.html

Iqra, Wahyu Yang Pertama Kali Turun

Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad bin Abdullah mengalami mimpi yang menjadi nyata. Setelah beberapa kali mimpi, ia memiliki kebiasaan baru, menyendiri di Gua Hira. Di saat itulah ada yang menyerunya dengan perintah, “Iqra!” (bacalah!). Ia menjawab, “Aku tak bisa membaca”. Nabi ﷺ mengatakan, “Kemudian ia mendekapku, hingga aku merasa sesak. Barulah ia melepaskanku. Ia kembali memerintah, ‘Bacalah!’. ‘Aku tak bisa membaca’, jawabku. Ia mendekapku untuk yang kedua kali hingga aku merasa sesak. Lalu ia melepaskanku. Dan berkata, ‘Bacalah!’ ‘Aku tak bisa membaca’ jawabku. Ia pun mendekapku untuk kali ketiga. Kemudian melepaskanku dan mengatakan,

{اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ} [العلق: 1-5]

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS:Al-‘Alaq | Ayat: 1-5). (Riwayat al-Bukhari Bab Kaifa Kana Bad’ul Wahyi Ila Rasululillah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Mentadabburi 5 Ayat Surat al-Alaq

Wahyu pertama ini layak menjadi renungan dan dikaji maknanya. Terlebih kata pertama dari ayat ini. Sebuah kata yang mendapat penekanan, dan yang pertama menghujam di hati Rasulullah ﷺ. Allah ﷻ memilih kata ini dalam bentuk motivasi pada satu hal, yaitu ilmu. Dan Dia memilih satu metode kajian ilmu, yaitu membaca. Metode belajar Rabbani.

Alquran terdiri dari 77.000 kata lebih. Dari sejumlah kata tersebut, Allah ﷻ pilih kalimat “Iqra” (bacalah!) menjadi kalimat pertama yang diturunkan. Padahal di dalam Alquran terdapat ribuan kalimat perintah. Seperti:

  • {أَقِمِ الصَّلاَةَ} [هود: 114] (tegakkanlah shalat),
  • {آتُوا الزَّكَاةَ} [البقرة: 43] (tunaikanlah zakat),
  • {وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ} [البقرة: 218] (berjihadlah di jalan Allah),
  • {وَأْمُرْ بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ} [لقمان: 17] suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
  • {أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة: 254](sedekahkanlah sebagian dari apa yang kami rezekikan kepada kalian). Dll.

Dari sekian banyak kalimat, Allah pilih “Iqra” sebagai kalimat pertama yang Dia turunkan. Padahal Rasulullah ﷺ tidak bisa baca dan tulis. Keisitmewaan figur beliau adalah berhias dengan akhlak yang mulia. Jika Allah menghendaki, Rasulullah ﷺ bisa menyampaikan wahyu pertamanya tentang contoh-contoh akhlak mulia yang beliau miliki. Bukan malah sesuatu yang tak beliau mampui. Hal ini mengindikasikan bahwa permulaan membangun umat ini adalah dengan ilmu. Dan salah satu metode yang dituntunkan oleh Rabb kita untuk memperoleh ilmu adalah dengan membaca.

Di 5 ayat pertama, Allah menyebut kata ilmu (dengan perubahan tashrifnya) sebanyak 3 kali. Dan kata pena –alat tulis- sebanyak 1 kali. Menunjukkan betapa pentingnya ilmu dan membaca dalam kehidupan umat Islam.

Membaca adalah sesuatu yang diridhai Allah. Tentu bacaan yang baik dan bermanfaat. Bukan bacaan yang rendah, tidak bermanfaat, lagi menyimpang dari agama yang lurus.

Pada ayat ini juga disebutkan tentang sifat Allah ﷻ. Sebuah sifat yang tidak dimiliki oleh Tuhan-Tuhan masyarakat jahiliyah. Yaitu sifat al-Khalqu, mencipta. Tujuannya agar Rasulullah ﷺ tidak dikait-kaitkan dengan apa yang beliau saksikan di masyarakat jahiliyah.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (QS:Al-‘Alaq | Ayat: 1).

Dan Rasulullah ﷺ menyendiri di Gua Hira merenungi penciptaan alam semesta dan tentang pecinptanya. Kemudian Allah mengutus Malaikat Jibril. Berbicara tentang Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Yang menciptakan segala sesuatu.

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS:Az-Zumar | Ayat: 62).

Iqra, Wahyu Yang Pertama Kali Turun

Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad bin Abdullah mengalami mimpi yang menjadi nyata. Setelah beberapa kali mimpi, ia memiliki kebiasaan baru, menyendiri di Gua Hira. Di saat itulah ada yang menyerunya dengan perintah, “Iqra!” (bacalah!). Ia menjawab, “Aku tak bisa membaca”. Nabi ﷺ mengatakan, “Kemudian ia mendekapku, hingga aku merasa sesak. Barulah ia melepaskanku. Ia kembali memerintah, ‘Bacalah!’. ‘Aku tak bisa membaca’, jawabku. Ia mendekapku untuk yang kedua kali hingga aku merasa sesak. Lalu ia melepaskanku. Dan berkata, ‘Bacalah!’ ‘Aku tak bisa membaca’ jawabku. Ia pun mendekapku untuk kali ketiga. Kemudian melepaskanku dan mengatakan,

{اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ} [العلق: 1-5]

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS:Al-‘Alaq | Ayat: 1-5). (Riwayat al-Bukhari Bab Kaifa Kana Bad’ul Wahyi Ila Rasululillah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Mentadabburi 5 Ayat Surat al-Alaq

Wahyu pertama ini layak menjadi renungan dan dikaji maknanya. Terlebih kata pertama dari ayat ini. Sebuah kata yang mendapat penekanan, dan yang pertama menghujam di hati Rasulullah ﷺ. Allah ﷻ memilih kata ini dalam bentuk motivasi pada satu hal, yaitu ilmu. Dan Dia memilih satu metode kajian ilmu, yaitu membaca. Metode belajar Rabbani.

Alquran terdiri dari 77.000 kata lebih. Dari sejumlah kata tersebut, Allah ﷻ pilih kalimat “Iqra” (bacalah!) menjadi kalimat pertama yang diturunkan. Padahal di dalam Alquran terdapat ribuan kalimat perintah. Seperti:

  • {أَقِمِ الصَّلاَةَ} [هود: 114] (tegakkanlah shalat),
  • {آتُوا الزَّكَاةَ} [البقرة: 43] (tunaikanlah zakat),
  • {وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ} [البقرة: 218] (berjihadlah di jalan Allah),
  • {وَأْمُرْ بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ} [لقمان: 17] suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
  • {أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة: 254](sedekahkanlah sebagian dari apa yang kami rezekikan kepada kalian). Dll.

Dari sekian banyak kalimat, Allah pilih “Iqra” sebagai kalimat pertama yang Dia turunkan. Padahal Rasulullah ﷺ tidak bisa baca dan tulis. Keisitmewaan figur beliau adalah berhias dengan akhlak yang mulia. Jika Allah menghendaki, Rasulullah ﷺ bisa menyampaikan wahyu pertamanya tentang contoh-contoh akhlak mulia yang beliau miliki. Bukan malah sesuatu yang tak beliau mampui. Hal ini mengindikasikan bahwa permulaan membangun umat ini adalah dengan ilmu. Dan salah satu metode yang dituntunkan oleh Rabb kita untuk memperoleh ilmu adalah dengan membaca.

Di 5 ayat pertama, Allah menyebut kata ilmu (dengan perubahan tashrifnya) sebanyak 3 kali. Dan kata pena –alat tulis- sebanyak 1 kali. Menunjukkan betapa pentingnya ilmu dan membaca dalam kehidupan umat Islam.

Membaca adalah sesuatu yang diridhai Allah. Tentu bacaan yang baik dan bermanfaat. Bukan bacaan yang rendah, tidak bermanfaat, lagi menyimpang dari agama yang lurus.

Pada ayat ini juga disebutkan tentang sifat Allah ﷻ. Sebuah sifat yang tidak dimiliki oleh Tuhan-Tuhan masyarakat jahiliyah. Yaitu sifat al-Khalqu, mencipta. Tujuannya agar Rasulullah ﷺ tidak dikait-kaitkan dengan apa yang beliau saksikan di masyarakat jahiliyah.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (QS:Al-‘Alaq | Ayat: 1).

Dan Rasulullah ﷺ menyendiri di Gua Hira merenungi penciptaan alam semesta dan tentang pecinptanya. Kemudian Allah mengutus Malaikat Jibril. Berbicara tentang Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Yang menciptakan segala sesuatu.

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS:Az-Zumar | Ayat: 62).

Iqra, Wahyu Yang Pertama Kali Turun

Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad bin Abdullah mengalami mimpi yang menjadi nyata. Setelah beberapa kali mimpi, ia memiliki kebiasaan baru, menyendiri di Gua Hira. Di saat itulah ada yang menyerunya dengan perintah, “Iqra!” (bacalah!). Ia menjawab, “Aku tak bisa membaca”. Nabi ﷺ mengatakan, “Kemudian ia mendekapku, hingga aku merasa sesak. Barulah ia melepaskanku. Ia kembali memerintah, ‘Bacalah!’. ‘Aku tak bisa membaca’, jawabku. Ia mendekapku untuk yang kedua kali hingga aku merasa sesak. Lalu ia melepaskanku. Dan berkata, ‘Bacalah!’ ‘Aku tak bisa membaca’ jawabku. Ia pun mendekapku untuk kali ketiga. Kemudian melepaskanku dan mengatakan,

{اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ} [العلق: 1-5]

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS:Al-‘Alaq | Ayat: 1-5). (Riwayat al-Bukhari Bab Kaifa Kana Bad’ul Wahyi Ila Rasululillah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Mentadabburi 5 Ayat Surat al-Alaq

Wahyu pertama ini layak menjadi renungan dan dikaji maknanya. Terlebih kata pertama dari ayat ini. Sebuah kata yang mendapat penekanan, dan yang pertama menghujam di hati Rasulullah ﷺ. Allah ﷻ memilih kata ini dalam bentuk motivasi pada satu hal, yaitu ilmu. Dan Dia memilih satu metode kajian ilmu, yaitu membaca. Metode belajar Rabbani.

Alquran terdiri dari 77.000 kata lebih. Dari sejumlah kata tersebut, Allah ﷻ pilih kalimat “Iqra” (bacalah!) menjadi kalimat pertama yang diturunkan. Padahal di dalam Alquran terdapat ribuan kalimat perintah. Seperti:

  • {أَقِمِ الصَّلاَةَ} [هود: 114] (tegakkanlah shalat),
  • {آتُوا الزَّكَاةَ} [البقرة: 43] (tunaikanlah zakat),
  • {وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ} [البقرة: 218] (berjihadlah di jalan Allah),
  • {وَأْمُرْ بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ} [لقمان: 17] suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
  • {أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة: 254](sedekahkanlah sebagian dari apa yang kami rezekikan kepada kalian). Dll.

Dari sekian banyak kalimat, Allah pilih “Iqra” sebagai kalimat pertama yang Dia turunkan. Padahal Rasulullah ﷺ tidak bisa baca dan tulis. Keisitmewaan figur beliau adalah berhias dengan akhlak yang mulia. Jika Allah menghendaki, Rasulullah ﷺ bisa menyampaikan wahyu pertamanya tentang contoh-contoh akhlak mulia yang beliau miliki. Bukan malah sesuatu yang tak beliau mampui. Hal ini mengindikasikan bahwa permulaan membangun umat ini adalah dengan ilmu. Dan salah satu metode yang dituntunkan oleh Rabb kita untuk memperoleh ilmu adalah dengan membaca.

Di 5 ayat pertama, Allah menyebut kata ilmu (dengan perubahan tashrifnya) sebanyak 3 kali. Dan kata pena –alat tulis- sebanyak 1 kali. Menunjukkan betapa pentingnya ilmu dan membaca dalam kehidupan umat Islam.

Membaca adalah sesuatu yang diridhai Allah. Tentu bacaan yang baik dan bermanfaat. Bukan bacaan yang rendah, tidak bermanfaat, lagi menyimpang dari agama yang lurus.

Pada ayat ini juga disebutkan tentang sifat Allah ﷻ. Sebuah sifat yang tidak dimiliki oleh Tuhan-Tuhan masyarakat jahiliyah. Yaitu sifat al-Khalqu, mencipta. Tujuannya agar Rasulullah ﷺ tidak dikait-kaitkan dengan apa yang beliau saksikan di masyarakat jahiliyah.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (QS:Al-‘Alaq | Ayat: 1).

Dan Rasulullah ﷺ menyendiri di Gua Hira merenungi penciptaan alam semesta dan tentang pecinptanya. Kemudian Allah mengutus Malaikat Jibril. Berbicara tentang Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Yang menciptakan segala sesuatu.

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS:Az-Zumar | Ayat: 62).

Nabi Muhammad ﷺ merima pesan itu dengan jelas, dalam keadaan sadar, dan bukan mimpi. Beliau bisa memahaminya secara utuh dalam keadaan nyata. Bukan khayal atau sangka.

Daftar Pustaka:
– al-Utsaimin, Muhamma bin Shalih. TT. Terj: Tafsir Juz ‘Amma. Solo: At-Tibyan.
– http://islamstory.com/ar/اقرا-اول-ما-نزل-من-القران

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/5554-iqra-wahyu-yang-pertama-kali-turun.html

Isra-Miraj, Cara Allah Hibur Rasulullah di Tahun Kesedihan

Isra Miraj adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Makah ke Masjidil Al Aqsa di Yerusalem (Isra), kemudian dilanjutkan menuju langit ke Sidratul Muntaha (Mi’raj) dengan tujuan menerima wahyu Allah SWT. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada 621 M, dua tahun setelah wafatnya sang istri Siti Khadijah dan paman Rasulullah, Abu Thalib.

Pada suatu hari Rasulullah SAW diundang menginap di rumah kerabatnya, yaitu rumah Umm Hani’, putri Abu Thalib. Jika waktu tiba, selama kunjungan tersebut, keluarga tersebut akan melakukan shalat berjamaah. Usai shalat berjamaah, Rasulullah tidur sejenak kemudian mengunjungi Ka’bah di malam hari. Ketika beliau di sana, rasa kantuk menghampiri dan beliau pun tertidur di Hijr.

“Ketika aku sedang tidur di Hijr,” cerita Rasulullah SAW, “Jibril datang kepadaku dan mengusikku dengan kakinya. Aku segera duduk tegap. Setelah kulihat tidak ada apa- apa, aku berbaring kembali. Ia datang lagi untuk kedua kalinya. Ketiga kalinya, ia mengangkatku.

“Aku bangkit dan berdiri di sampingnya. Jibril mengajakku menuju pintu masjid. Di sana ada seekor binatang putih, seperti peranakan antara kuda dan keledai dengan sayap di sisi tempat menggerakkan kakinya. Langkahnya sejauh mata memandang,”

Rasulullah SAW menceritakan bagaimana beliau menunggangi Buraq, nama binatang tersebut, bersama malaikat yang menunjukkan jalan dan mengukur kecepatannya seperti menunggang kuda yang menyenangkan.

Perjalanan ke Yerusalem (Isra’)

Mereka melaju ke utara Yatsrib dan Khaybar, sampai tiba di Yerusalem. Kemudian mereka bertemu dengan para Nabi seperti Ibrahim, Musa, Isa dan nabi- nabi yang lain. Ketika beliau shalat di tempat ibadah itu, mereka menjadi makmum di belakangnya.

Lalu ada dua gelas disuguhkan kepada Nabi dan ditawarkan kepadanya. Satu berisi anggur dan satu lagi susu, dan beliau mengambil gelas berisi susu.

Jibril berkata: “Engkau telah diberi petunjuk kepada jalan yang benar dan memberi petunjuk kepada umatmu, hai Muhammad! Anggur itu terlarang bagimu,”

Perjalanan ke langit (Mi’raj)

Kemudian seperti yang pernah terjadi pada nabi yang lain, kepada Nuh, Ilyas, dan Isa, juga Maryam, Muhammad SAW diangkat keluar dari kehidupan ini menuju langit. Dari Masjid Al-Aqsa, Beliau kembali mengendarai Buraq, yang menggerakkan sayapnya terbang ke atas.

Bersama malaikat yang kini menampakkan wujud aslinya, Beliau Mi’raj melampaui ruang, waktu dan bentuk lahiriah bumi lalu melintasi ke tujuh langit. Di sana Beliau bertemu kembali dengan para nabi yang shalat bersamanya di Yerusalem. Namun, di Yerusalem mereka tampak seperti hidup di bumi. Sementara Nabi kini melihat mereka dengan wujud ruhani sebagaimana mereka melihat Beliau.

Rasulullah SAW kagum dengan perubahan mereka. Mengenai Nabi Yusuf As, ia berkomentar: “Wajahnya laksana cahaya rembulan saat purnama. Ketampanannya tidak kurang dari setengah ketampanan yang ada saat ini,”

Puncak Mi’rajnya adalah di sidrat al-muntaha — begitulah yang disebut dalam Alquran. Di salah satu tafsir tertua berdasarkan hadis Nabi dikatakan: “Sidrat al-muntaha berakar pada singgasana (Arsy). Itu menandakan puncak pengetahuan setiap orang yang berpengetahuan baik malaikat maupun rasul. Segala sesuatu di atasnya adalah misteri yang tersembunyi, tidak diketahui oleh siapapun kecuali Allah semata,”

Pada puncak semesta, Jibril tampak di hadapan Beliau dalam segenap kemegahan malaikatnya, seperti saat pertama kali diciptakan. Disebutkan dalam QS An- Najm (53), ayat 16-18: “(Muhammad melihat Jibril) ketika sidrat al-muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang paling besar,”

Menurut tafsir, Cahaya Ilahi turun meliputi sidrat al-muntaha, juga meliputi segala sesuatu di sisinya. Mata Rasulullah SAW menatapnya tanpa berkedip dan tanpa berpaling darinya. Hal itu merupakan jawaban atau salah satu jawaban atas permohonan yang tersirat dalam ucapannya. “Aku berlindung kepada Cahaya keridhoan-Mu,”

Di sidrat al-muntaha, Rasulullah SAW menerima perintah shalat lima puluh kali dalam sehari semalam bagi umatnya. Kemudian beliau menerima wahyu yang berisi ajaran pokok Islam:

“Rasul telah beriman kepada Alquran yang diturunkan dari Tuhannya, demikian pula orang- orang yang beriman kepada Allah. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat- malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya dan rasul- Rasul-nya.

Dan mereka berkata: ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun dengan yang lain dari rasul-rasul-Nya,’ dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami taat’. Mereka berdoa: ‘Ampunilah kami, Ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali’.”

Mereka kemudian turun melintasi tujuh langit tempat mereka naik. Setelah Rasulullah SAW dan malaikat turun ke Yerusalem, mereka kembali ke Mekah melewati banyak kafilah ke arah selatan. Ketika mereka tiba di Ka’bah, waktu itu masih malam dan Rasulullah SAW kembali ke rumah keponakannya, Umm Hani’ dan menceritakan Isra’ dan Mi’raj kepada keponakannya.

Umm Hani’ menuturkan: “Wahai Rasulullah, jangan ceritakan ini kepada masyarakat, karena engkau akan dianggap berbohong. Mereka akan menghinamu,” Rasulullah SAW menjawab: “Demi Allah aku akan menceritakan kepada mereka,”

Keyakinan Abu Bakar dan gelar As- shiddiq

Beliau pergi ke masjid dan menceritakan tentang perjalanannya ke Yerusalem. Musuh-musuhnya merasa senang karena mereka memiliki alasan untuk menghina Rasulullah. Karena setiap orang Quraisy tahu bahwa perjalanan kafilah dari Makkah ke Syria membutuhkan waktu sebulan untuk berangkat dan sebulan untuk kembali.

Sekelompok orang pergi menemui Abu Bakar dan bertanya: ” Wahai Abu Bakar, apa pendapatmu sekarang tentang sahabatmu itu? Ia mengatakan, telah pergi ke sana dan shalat di sana, lalu kembali ke Makkah,”

“Jika ia berkata demikian, itu benar,” jawab Abu Bakar penuh keyakinan. “Dimana keganjilannya? Beliau mengatakan kepadaku bahwa berita-berita datang kepadanya dari langit ke bumi dalam satu jam sehari atau semalam. Maka, aku percaya dia pergi dari bumi ke langit dalam semalam.”

Kemudian Abu Bakar mendatangi masjid dan mengulang pembenarannya. “Jika itu yang dikatakan Beliau, maka itu benar,”

Karena itu Rasulullah SAW memberinya gelar ‘As- Shiddiq’ yang artinya ‘saksi kebenaran’ atau ‘orang yang meyakini kebenaran’. Selain itu, sebagian orang yang menganggap cerita ini sulit diterima mulai berpikir ulang. Sebab, Rasulullah SAW menggambarkan beberapa kafilah yang beliau temui dalam perjalanan pulang.

Beliau juga mengatakan dimana mereka berada dan kapan mereka diperkirakan tiba di Makkah. Ternyata setiap kafilah tiba tepat seperti yang diperkirakan. Begitu pula dengan ciri-ciri yang Beliau gambarkan.

Kepada orang-orang yang berada di masjid, Rasulullah SAW hanya menceritakan mengenai perjalanannya ke Yerusalem. Namun, ketika beliau bersama Abu Bakar dan sahabat lainnya beliau menceritakan mi’raj nya ke langit ketujuh, menceritakan sebagian yang telah Beliau lihat, yang selebihnya diceritakan di tahun-tahun kemudian, seringkali dalam menjawab pertanyaan.

 

REPUBLIKA

Pakar Fisika Jelaskan Fenomena Perjalanan Isra Mi’raj

Isra Mi’raj adalah sebuah fenomena perjalanan yang sangat mungkin terjadi dan bisa dijelaskan kemungkinannya dari sisi keilmuan masa kini. Hal ini disampaikan Dosen Fisika Institut Pertanian Bogor (IPB) Husin Alatas kepada Republika.co.id,Jumat (13/4).

“Kita tidak bisa tahu mekanisme atau cara pastinya perjalanan Isra Mi’raj tersebut seperti apa, kita hanya bisa membahasnya mungkin atau tidak, dan itu sangat mungkin,” kata pakar biofisik, optik dan fisika teori ini.

Mulai dari Isra yang merupakan perjalanan dari Makkah ke Palestina. Prof Husin mengatakan fenomena tersebut bisa dijelaskan dengan teknologi yang ada saat ini. Seseorang bisa melakukan perjalanan dari satu posisi ke posisi lain di muka bumi dalam waktu singkat.

“Sekarang ada pesawat yang memungkinkannya terjadi, dahulu memang tidak terpikirkan, saudagar perlu berbulan-bulan perjalanan,” katanya.

Ini Makna Spiritual Isra Mi’raj

Peraih penghargaan dari Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia ini menegaskan mekanisme atau cara Isra tidak bisa dipastikan, wallahualam. Tapi, Isra bisa ditelaah kemungkinannya dengan sains saat ini. Teknologi modern kini mengenal pesawat sebagai sarana perjalanan singkat dalam satu malam itu. Dalam riwayat, Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan ini dengan buraq.

“Saya tidak punya penjelasan ilmiah tentang buraq, tapi ia analog dengan pesawat, sebagai wahana atau sarana,” kata Prof Husin.

Menurutnya, yang menarik adalah Mi’raj yang merupakan perjalanan Rasulullah SAW untuk menemui Allah SWT di Sidratul Muntaha. Prof Husin mengatakan banyak spekulasi yang bisa menjelaskan fenomena ini. Mulai dari spekulasi apakah perjalanan tersebut beserta jasad Rasulullah atau hanya bersifat perjalanan ruhiyah atau imateril.

“Baik dengan jasad atau tidak, dua-duanya memungkinkan,” kata dia.

Namun jika memaparkan kemungkinannya, maka ada banyak spekulasi atau teori yang bisa dijelaskan. Mulai dari kemungkinan Nabi Muhammad SAW melakukan Mi’raj dengan jasad, maka ada teori relativitas dan fisika partikel yang bisa disodorkan.

“Ada prinsip kesetaraan energi dan materi, bahwa secara prinsip materi bisa berubah jadi energi dan sebaliknya, kalau berubah jadi energi dia punya kecepatan cahaya,” katanya.

Selain itu ada teori yang sedang berkembang saat ini tentang dimensi ekstra. Misal, jarak titik A ke titik B sangat jauh. Tapi ada jalan tikus yang memungkinkan waktu perjalanannya sangat singkat. Jalan tikus inilah yang disebut dimensi ekstra, yang menyebabkan perjalanan menjadi lebih cepat.

“Ada beberapa fenomena alam yang menunjukkan indikasi dimensi ekstra itu ada, artinya fenomena alam ini hanya bisa dijelaskan kalau ada dimensi ekstra tadi,” kata dia.

Contohnya adalah fenomena gravitasi. Menurutnya, gravitasi adalah gaya paling lemah dari semua gaya yang ada di alam. Ia diduga bisa bocor ke dimensi lain.

“Idenya muncul dari lubang hitam, lubang cacing, lubang putih, Nah ini spekulasi, apakah Mi’raj itu perjalanan dimensi lain? Mungkin, apa mekanismenya seperti itu? wallahualam,” kata dia.

Selain itu, jika Mi’raj adalah perjalanan ruhiyah, hal ini juga memungkinkan. Saat ini, masih belum ada pemahaman tentang kesadaran. Apakah kesadaran itu merupakan entitas yang terpisah dari badan atau tidak.

“Sekarang jika kesadaran itu entitas yang terpisah dari jasad, maka ada konsep ruh dan ya, Rasulullah bisa Mi’rajnya secara ruhiyah,” kata dia.

Isra dan Mi’raj, Perjalanan Mahadahsyat Rasulullah

Dua spekulasi mi’raj ini dimungkinkan oleh sains masa kini. Saat ini, sains juga belum bisa menjelaskan konsep Sidratul Muntaha, langit ketujuh atau istilah lainnya. Ini adalah konsep sekian zaman dan penafsirannya berbeda tentang apa itu langit.

Husin menjelaskan bahkan sekarang ilmu pengetahuan malah makin bingung tentang konsep langit ketujuh. Karena alam semesta ini sangat luas dan tidak bisa diamati secara keseluruhan. Kemampuan teknologi sangat terbatas sehingga yang muncul hanya spekulasi.

“Sains itu belum punya kelengkapan untuk menjelaskan fenomena ini, tapi kalau ditanya mungkin atau tidak? itu sangat mungkin,” kata dia.

Prof Husin menyampaikan, baginya ini semua adalah fenomena keimanan yang memicu orang untuk berpikir. Manusia tidak bisa memahami kejadian sesungguhnya, katanya, tapi bisa menginspirasi kemungkinan perjalanan itu.

“Fenomena ini bisa memicu orang untuk mencari tahu mekanisme, tentang pergi ke bintang lain tidak harus lewat jalan konvensional,” kata dia.

Pria yang telah mempublikasikan puluhan tulisan ilmiah ini mengingatkan pada sikap Abu Bakar Ash-Shiddiq tentang Isra Mi’raj. Perjalanan ini adalah domain keimanan. Saat ditanya percaya atau tidak, Abu Bakar menjawab ‘lebih dari itu pun aku percaya’. “Ini memang di luar batas imajinasi kita, yang penting sekarang adalah oleh-oleh dari Isra Mi’raj ini, bahwa kita diajari Isra Mi’raj secara individu (shalat),” katanya.

 

REPUBLIKA

Isra dan Mi’raj, Perjalanan Mahadahsyat Rasulullah

Pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam dijemput malaikat Jibril dan Buraq untuk melakukan perjalanan Isra dan Mi’raj untuk menerima perintah shalat dari Allah subhanahu wa ta’ala. Perjalanan yang ditempuh dalam satu malam itu disebut-sebut sebagai pelipur lara untuk Rasulullah shalallahu alaihi wassalam yang ditinggal wafat dua orang yang paling dicintainya, istrinya, Khadijah radiallahu anhu, dan pamannya, Abu Thalib.

Isra

Perjalanan malam hari dari Makkah ke Yerusalem berjarak 1.507,9 kilometer. Penerbangan dengan pesawat terbang saat ini memakan waktu 1 jam 52 menit. Sebelum sampai ke Baitul Maqdis, Malaikat Jibril membawa Rasulullah singgah ke Madinah, Bukit Thursina, dan Bethlehem untuk melakukan shalat. Di Baitul Maqdis, Rasulullah mengimani shalat 125 ribu nabi.

Mi’raj

Rasulullah naik ke  Sidratul-Muntaha ditemani Malaikat Jibril dan menunggangi Buraq untuk bertemu dengan Allah.

Langit 1, Bertemu Nabi Adam alaihissalam.

Langit 2, Bertemu Nabi Isa alaihissalam dan Nabi Yahya alaihissalam.

Langit 3, Bertemu Nabi Yusuf alaihissalam.

Langit 4, Bertemu Nabi Idris alaihissalam.

Langit 5, Bertemu Nabi Harun alaihissalam.

Langit 6, Bertemu Nabi Musa alaihissalam.

Langit 7, Bertemu Nabi Ibrahim alaihissalam.

 

Bait-Ul Ma’mur

Di sini, 70 ribu malaikat shalat setiap harinya. Malaikat Jibril hanya mampu mengantarkan Rasulullah sampai di sini.

Sidratul-Muntaha

Rasulullah bertemu Allah dan menerima perintah shalat wajib 50 waktu yang kemudian diringankan menjadi lima waktu dalam satu hari satu malam.

Pelajaran Isra Mi’raj Nabi SAW

Setiap bulan Rajab, kaum Muslimin memperingati peristiwa fenomenal sekaligus mukjizat teragung, yaitu Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Jumhur sepakat bahwa perjalanan itu dilakukan oleh Nabi SAW dengan jasad dan roh.

Isra adalah perjalanan Nabi SAW dari Masjidil Haram (di Makkah) ke Masjidil Aqsha (di al-Quds, Palestina). Mi’raj adalah kenaikan Nabi SAW menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk. Semua itu ditempuh dalam semalam.

Peristiwa Isra Mi’raj terjadi pada tahun ke-10 dari Nubuwah, ini pendapat al-Manshurfury. Menurut riwayat Ibnu Sa’d di dalam Thabaqat-nya, peristiwa ini terjadi 18 bulan sebelum hijrah. Dengan tujuan untuk menenteramkan perasaan Nabi SAW; sebagai nikmat besar yang dilimpahkan kepadanya.

Lalu, agar Nabi SAW merasakan langsung adanya pengawasan dan perlindungan Allah SWT, karena sebelumnya Nabi mengalami kesulitan dan penderitaan selama menjalankan dakwah dan kehilangan orang-orang yang sangat dicintai, yaitu Abu Thalib dan istri tercintanya Khadijah binti Khuwailid; untuk menunjukkan pada dunia bahwa Nabi SAW merupakan Nabi yang teristimewa; untuk menunjukkan keagungan Allah (QS al-Isra’ [17]: 1, QS al-An’am [6]: 75, dan QS Thaha [20]: 23); dan untuk menguji keimanan umat manusia.

Mengapa perjalanan Isra Mi’raj dimulai dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha? Peristiwa ini memberikan isyarat bahwa kaum Muslimin di setiap tempat dan waktu harus menjaga dan melindungi Rumah Suci (Baitul Maqdis) dari keserakahan musuh Islam. Hal ini juga mengingatkan kaum Muslimin zaman sekarang agar tidak takut dan menyerah menghadapi kaum Yahudi yang selalu menodai dan merampas Rumah Suci.

Dalam perjalanan Isra Mi’raj, Nabi SAW dipertemukan dengan para nabi terdahulu, hal ini merupakan bukti nyata adanya ikatan yang kuat antara Nabi SAW dan nabi-nabi terdahulu.

Nabi SAW bersabda, “Perumpamaan aku dengan nabi sebelumku ialah seperti seorang lelaki yang membangun sebuah ba ngunan, kemudian ia memperindah dan mempercantik bangunan tersebut, kecuali satu tempat batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan berkata, “Amboi indahnya, jika batu batu ini diletakkan?” Akulah batu bata itu, dan aku adalah penutup para nabi.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis shahih diriwayatkan, Nabi SAW mengimami para nabi dan rasul terdahulu dalam shalat jamaah dua rakaat di Masjidil Aqsha. Kisah ini menunjukkan pengakuan bahwa Islam adalah agama Allah terakhir yang diamanahkan kepada manusia. Agama yang mencapai kesempurnaannya di tangan Nabi SAW.

Pilihan Nabi SAW terhadap minuman susu, ketika Jibril menawarkan dua jenis minuman, susu dan khamr, merupakan isyarat secara simbolis bahwa Islam adalah agama fitrah. Yakni, agama yang akidah dan seluruh hukumnya sesuai dengan tuntunan fitrah manusia. Di dalam Islam, tidak ada sesuatu pun yang bertentangan dengan tabiat manusia.

Perjalanan Isra Mi’raj dalam rangka menerima perintah shalat dari Allah, tanpa melalui perantara. Hal ini menunjukkan pentingnya shalat bagi kaum Muslimin. Shalat yang dilakukan akan dapat mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih bermakna.

Jika pelajaran dari Isra Mi’raj ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan, dapat membawa perubahan kehidupan menjadi lebih baik. Semoga.

10 Fakta Isra Mi’raj yang Perlu Anda Tahu

Isra Mi’raj adalah peristiwa fenomenal yang menjadi salah satu mukjizat Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Betapa luar biasanya Isra Mi’raj terangkum dalam 10 poin ini.

1. Makna Isra

Secara etimologi, Isra berasala dari أَسْرَى yang artinya berjalan di waktu malam. Isra adalah perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Isra’ : 1)

2. Makna Mi’raj

Mi’raj secara etimologi berarti naik atau alat yang dipergunakan untuk naik. Secara istilah, mi’raj adalah perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha.

أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى * وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى * عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى * عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى * إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى * مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى * لَقَدْ رَأَى مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An-Najm : 12-18)

3. Isra Mi’raj terjadi dalam semalam

Isra mi’raj terjadi dalam satu malam. Bahkan tidak sampai semalam penuh. Hal ini merupakan keajaiban yang luar biasa.

Masjidil Haram di Makkah dan Masjidil Aqsha di Palestina berjarak sekitar 1.500 Km. Makkah – Palestina itu biasa ditempuh 40 hari dengan perjalanan onta. Sedangkan Rasulullah bisa menempuhnya hanya beberapa jam. Ini saja sudah merupakan keajaiban. Apalagi untuk naik ke Siratul Muntaha.

4. Tahun duka

Sebelum peristiwa Isra dan Mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditinggalkan oleh dua orang yang sangat berperan besar dalam dakwah beliau: Khadijah radhiyallahu ‘anha dan Abu Thalib. Ummul Mukminin Khadijah sangat dicintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dialah wanita dan bahkan manusia pertama yang beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seorang mukminah yang mengorbankan seluruh hartanya untuk dakwah Islam, dan juga seorang istri, yang darinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempunyai anak (keturunan).

Sedangkan Abu Thalib adalah paman beliau. Meskipun tidak masuk Islam, Abu Thalib berjasa besar dalam dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Abu Thalib yang selama ini membela Rasulullah, Abu Thalib yang selama ini pasang badan ketika Quraisy akan mencelakakannya, Abu Thalib yang selama ini membuat orang Quraisy berpikir panjang ketika hendak menyakiti Rasulullah.

Dua orang itu meninggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam tahun yang sama, dan kemudian dakwah menjadi lebih sulit dengan hilangnya dua pendukung besar dakwah. Karena itu, ahli sejarah menyebut tahun itu sebagai amul huzni; tahun duka cita.

Duka itu semakin lengkap, manakala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencoba membuka jalur dakwah baru, Thaif. Thaif yang sejuk dan hijau diharapkan menjadi lahan dakwah baru yang mau membuka diri menerima Islam. Namun ternyata, Thaif tidak kalah bengis dalam merespon dakwah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diusir, bahkan disertai dengan cacian dan dilempari batu hingga kaki beliau berdarah-darah.

5. Isra Mi’raj menjadi tasliyah

Dalam kesedihan mendalam seperti itulah kemudian Allah SWT meng-isra mi’raj-kan beliau. Hingga jadilah peristiwa Isra dan Mi’raj itu menjadi tasliyah (pelipur lara) yang sangat luar biasa bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

6. Melalui isra mi’raj Allah tunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya

Dalam isra dan mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditunjukkan kekuasaan Allah di bumi dan di langit. Bahwa jika Allah berkenan, mudah saja bagi-Nya untuk mempercepat kemenangan dakwah, sebagaimana Allah juga dengan mudah dapat mempercepat perjalanan hamba-Nya; bahkan dengan kecepatan melebihi cahaya.

Allah juga menunjukkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa meskipun untuk sementara dakwahnya ditolak di bumi, ia sangat dimuliakan di langit. Ketika berada di langit, Rasulullah bertemu dengan para Nabi yang semuanya memuliakan beliau.

7. Dalam isra mi’raj Rasulullah bertemu para Nabi

Dalam banyak hadits shahih diterangkan bahwa dalam isra mi’raj Rasulullah bertemu para Nabi. Mereka menyambut dan memuliakan Rasulullah. Sebagai bukti bahwa Rasulullah adalah pelanjut kafilah para Nabi dan penutup mereka.

8. Mendapat perintah shalat 5 waktu

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendapatkan perintah shalat wajib dalam Isra Mi’raj ini. Di sinilah salah satu keistimewaan shalat; jika ibadah yang lain diwajibkan melalui wahyu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di bumi, maka untuk mewajibkan shalat Allah memanggil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke langit. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa semula shalat itu diwajibkan 50 waktu, yang kemudian menjadi 5 waktu.

9. Dalam isra mi’raj Rasulullah diperlihatkan nikmat surga dan siksa neraka

Dalam perjalanan isra mi’raj itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga diperlihatkan nikmat surga dan azab neraka; yang semakin mengokohkan beliau dalam mengemban dakwah berikutnya.

10. Hanya orang beriman yang mempercayai isra mi’raj

Esok harinya sepulang dari Isra Mi’raj, Makkah menjadi gempar ketika Rasulullah menceritakan Isra Mi’raj yang dialaminya. Orang-orang kafir seperti Abu Jahal semakin menjadi dalam mengejek beliau. Bahkan sebagian orang yang telah masuk Islam menjadi murtad setelah mendengar peristiwa itu. Iman mereka tidak sampai di sana. Demikian pula akalnya.

Namun tidak demikian dengan Abu Bakar. Ketika orang-orang menyampaikan berita Isra Mi’raj padanya, Abu Bakar hanya bertanya: “Apakah benar itu dari Muhammad Rasulullah?” ketika dijawab benar, Abu Bakar menimpali, “Kalau itu dikatakan Rasulullah, pastilah benar adanya!”. Demikianlah keimanan Abu Bakar yang luar biasa, selalu membenarkan Rasulullah hingga sebagian ulama berpendapat sebab peristiwa inilah Abu Bakar digelari Ash-Shidiq.

Demikianlah sikap manusia. Tidak semuanya beriman, tidak semuanya siap menerima kebenaran. Dan iman yang paling utama adalah iman seperti Abu Bakar.

 

[Muchlisin BK/Bersamadakwah]