Bertobatlah, Meminta Kemudian

Pernah suatu ketika seorang laki-laki dengan wajah bersedih datang menemui ulama besar yang bernama al-Hasan al-Bashri untuk mengadukan permasa lahannya. Al-Hasan al-Bashri pun memberikan nasihatnya, Mohon ampunlah (istighfar) kepada Allah!

Di lain kesempatan, banyak orang datang mengadukan berbagai keluhan kepada ulama saleh ini. Ada yang menga dukan masalah kemiskinan yang dialaminya, kematian anak nya, hasil panen kebunnya yang sedikit, dan masalah-ma salah yang lainnya. Apa kata al-Hasan al-Bashri? Beliau me nyarankan kepada mereka untuk memperbanyak istigh far.

Melihat saran dan jawaban dari al-Hasan al-Bashri yang ha nya itu-itu saja, padahal permasalahannya berbeda, beberapa orang berkata kepada beliau, Banyak orang datang kepadamu mengeluh ini dan itu, tapi mengapa engkau malah menyuruh mereka semua untuk membaca istighfar?

Al-Hasan al-Bashri pun membacakan sebuah ayat kepada mereka, Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, mem banyak kan harta dan anak-anakmu, serta mengadakan untukmu kebunkebun dan sungai-sungai. (QS Nuh [71]: 10-12).

Sungguh, Allah begitu adil kepada kita sebagai hamba- Nya. Dia memberikan kunci untuk berbagai permohonan dan kebaikan-kebaikan dengan satu syarat saja, yaitu me mohon ampun terlebih dahulu, menyucikan diri agar bersih. Jika proses membersihkan diri sudah selesai, mintalah kepada Allah dengan penuh kesungguhan hati, maka Allah akan mengabulkannya.

Sungguh, Allah akan meninggalkan kita dan mengabai kan permohonan yang kita panjatkan, jika di dalam diri ma sih tersimpan noda hitam akibat dosa yang belum dibersih kan. Allah menyediakan berbagai pintu tobat yang ter buka setiap saat.

Untuk itu, maka Rasulullah mengajarkan kita doa dan istighfar yang paling utama, yaitu Sayyid al-Istighfar, yang artinya: Wahai Allah Tuhanku! Tidak ada tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu.

Sungguh, aku berada dalam perjanjan dengan-Mu, sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan-keburukan perbuatanku. Aku mengaku banyaknya nikmat yang Engkau anugerahkan kepadaku.

Aku mengakui dosa-dosaku. Maka ampunilah dosa-dosaku, karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosaku itu kecuali Engkau. (HR al-Bukhari, Ahmad, dan lainnya) Sesungguhnya, Allah Maha Bijaksana lagi Pengampun! Semoga Allah mengampuni kita serta mengabulkan semua keinginan dan doa-doa yang kita panjatkan. Aamin.

 

Oleh: Feri Anugrah

REPUBLIKA

Jangan Berhenti Perbaiki Diri

SAUDARAKU, tidak selamanya hal yang terjadi sesuai keinginan kita. Padahal, bisa jadi kepala terbentur itu adalah hal terbaik daripada dielus-elus orang. Anehnya, kita hanya siap jika yang terjadi adalah hal-hal yang menyenangkan. Giliran tidak menyenangkan, kita cenderung menghindar.

Beberapa prinsip yang bisa dijadikan acuan agar bisa menerima semua ketentuan Allah,di antaranya:pertama, berani melihat kekurangan diri. Tanyakan pada diri apakah saya orangnya pemarah, kikir, pembenci? Jika iya segera perbaiki. Jangan malu-malu.

Kedua, manfaatkan orang terdekat yang berani mengatakan kekurangan langsung kepada kita. Istri, suami, anak-anak adalah orang-orangterdekat. Mereka jauh lebih tahu tentang diri dibandingkan oranglain. Orang lain bisa saja menilai bapak itu saleh, padahal tidak menurut penilaian istrinya.

Ketiga, kunjungi orang-orang yang lebih adil dalam menilai pribadi. Seperti kita pergi ke dokter. Dokter tidak bangga dengan penyakit yang kita derita,tapi ada keinginan mengobati kita. Pun datang ke ulama. Tidak serta merta mereka menertawakan kita,tapi membantu mendeteksi kekurangan kita.

Keempat. Manfaatkan dengan baik orang-orang yang tidak menyukai kita. Jangan takut kepada orang yang terus gigih mencari kejelekan kita. Simak baik-baik. Jika benar adanya,segera perbaiki diri. Cukuplah orang mengkritik kita. Ada punkita, sibuk memperbaiki diri. Mungkin hari ini kita sesuai dengan yang dihinakan, bisa jadi suatu saat orang pun melihat siapa yang menghina dan siapa yang dihina. Maka sebaik-baik atas penghinaan, kritikan jawabannya adalah memperbaiki diri.

Kelima, tafakuri kejadian di sekitar kita. Apapun yang terjadi adalah ilmu, masukandari Allah. Kalau ada orang yang akhlaknya kurang baik, pertanyaan pertama adalah saya mirip dia atau tidak. Kalau ada orang yang bicaranya jelek, saya mirip dia atau tidak. Kalau ada yang pelit,tanyakan hal serupa.Apapun yang jelek,kita harus tanya pada diri.Jangan-jangan, kitabisa jadi lebih jelek. Maka dari itu, kitabelajar sebagai bahan pembanding.

Jadisaudaraku, andaikan kita mendapatkan kekurangan, seperti saat kita dicemooh, itu lebih baik daripada dipuji-puji padahal banyak kekurangan. Salah satu kecintaan Allah adalah menunjukan kekurangan diri untuk diperbaiki. Marilah kita belajar mengurangi kerinduan untuk dipuji orang, ketakutan dihina orang. Mulai minimalisir mengharapkan sesuatu dari mahluk. Senanglah dipuji Allah, PemilikAlam Semesta ini. Wallahu alam bishshawab.[*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2355632/jangan-berhenti-perbaiki-diri#sthash.rBM0ol9Y.dpuf

 

 

TIPS: Jangan lupa, carilah artikel mengenai Taubat dan Istigfar lainnya melalui kolom Pencarian ( masukkan keyword: taubat,tobat, atau istigfar)

Jangan Pernah Berhenti Tobat

NABI Muhammad Saw saja meminta ampunan Allah Swt hingga seratus kali sehari. Maka, marilah bertobat terus-menerus, dengan kesungguhan hati.

Saudaraku, sesungguhnya kita adalah makhluk lemah yang tiada pernah luput dari kesalahan. Setiap hari dosa-dosa kita lakukan. Baik dosa besar maupun dosa kecil. Namun, bukan besar-kecilnya dosa yang perlu kita waspadai. Yang penting kita waspadai adalah jikalau kita sampai meremehkan dosa.

Mari kita periksa hati kita, kita nilai diri kita sendiri dengan sejujur-jujurnya. Hari ini sudah berapa kali kita berburuk sangka kepada orang lain. Sudah berapa kali kita membicarakan keburukan orang lain. Sudah berapa kali kita mencibir dan memandang rendah orang lain. Atau, coba kita periksa juga diri kita hari ini, sudah berapa kali kita merasa bangga dan hebat karena perbuatan kita (ujub). Sudah berapa kali kita berbicara dengan tujuan didengar dan dipandang tinggi oleh orang lain (sumah). Sudah berapa kali hati kita meremehkan nasehat karena kesombongan kita.

Seandainya saja setiap perbuatan dosa kita mengeluarkan bau busuk, tentu saja tak akan ada orang yang sudi duduk di dekat kita. Anak kita tak akan mau berada di pangkuan kita. Pasangan kita tak akan mau berada di dekat kita. Akan tetapi, Allah Swt Yang Maha Pemurah masih menutupi semua dosa-dosa kita itu. Sehingga kita masih dihormati orang lain. Padahal mereka menghormati kita bukan karena kebaikan kita, tapi karena mereka tidak mengetahui keburukan-keburukan kita.

Betapa banyak kesalahan dan dosa yang kita lakukan. Hati kita yang awalnya putih bersih, kini sudah berlumur noda hitam legam karena bekas dari dosa-dosa yang kita lakukan. Oleh karenanya sahabatku, tiada pernah ada alasan bagi kita untuk menunda-nunda taubat. Tiada pernah ada alasan bagi kita untuk lalai memohon ampun kepada Allah Swt. Kita ini hanyalah manusia biasa. Bayangkan sosok mulia nana gung, kekasih Allah, Nabi Muhammad Saw. Beliau yang sudah dijamin oleh Allah untuk bersih dari dosa-dosa(mashum)saja masih memohon ampunan Allah Swt setiap hari hingga seratus kali. Maka, kita seharusnya kita serius untuk bertobat terus-menerus.

Rasulullah Saw. bersabda,”Tidakkah aku berada di pagi hari (antara terbit fajar hingga terbit matahari) kecuali aku beristighfar kepada Allah sebanyak seratus kali.”(HR. An Nasai). Dosa-dosa yang kita lakukan akan meninggalkan noda hitam pada hati kita. Sehingga hati kita tidak mampu menangkap sinyal-sinyal kebenaran, tidak peka pada panggilan-panggilan kebaikan. Lalu, kita pun semakin tersesat di jalan yang gelap gulita. Apa yang akan terjadi jika kita berjalan namun mata tak mampu memandang jalan yang akan kita lintasi? Kemungkinan besar kita akan celaka.

Begitulah hati apabila penuh noda. Seperti mobil yangwipernya rusak, ketika kita mengendarainya dan di luar sedang hujan deras, kemudian kita tak mampu melihat jalan di depan kita, maka tentu kita akan gelisah. Karena kita takut celaka. Apakah kita gelisah karena tidak ada jalan? Tentu bukan! Jalan itu ada, namun kita gelisah karena tidak bisa melihat jalan. Sesungguhnya inilah yang terjadi ketika kita diliputi kegelisahan, kecemasan, ketidakbahagiaan. Itu adalah ciri bahwa hati kita kotor. Maka, marilah kita perbanyak taubat agar Allah Swt mengampuni dosa kita, sehingga tenanglah hati kita.

Karena sesungguhnya Allah Swt sangat suka kepada hamba-Nya yang gemar bertobat. Allah Swt berfirman,”…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”(QS. Al Baqarah [2] : 222).

Jika Allah Swt sudah menyukai hamba-Nya, maka niscaya Allah akan memberikan petunjuk kepadanya sehingga selamat dalam kehidupan. Seorang ibu yang memandikan anaknya tiada lain bertujuan agar tubuh anaknya itu bersih dari berbagai kotoran. Semakin anak itu pasrah dan nurut kepada ibunya, maka semakin cepat tubuhnya bersih.

Demikian pula kita ketika bertobat kepada Allah Swt. Tak perlu macam-macam atas perintah dan larangan Allah. Nurut saja. Diperintah bertobat maka bertobat saja dengan kesungguhan hati. Sesungguhnya perintah dan larangan Allah tiada lain adalah bertujuan untuk kebaikan dan keselamatan kita.

Saudaraku, mari kita bertaubat secara serius, setiap hari, setiap saat, terus-menerus. Basahkan lisan dan hati kita dengan berdzikir dan beristighfar. Semoga Allah Swt. mengampuni setiap dosa-dosa kita. Aamiin yaa Allah yaa Mujibassaa-iliin. [*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2379608/jangan-pernah-berhenti-tobat#sthash.OAh3hIa5.dpuf

Antara Istighfar dan Taubat

Sebagian ulama berpendapat jika istighfar disebutkan terpisah dari taubat, maka makna istighfar adalah sebagaimana makna taubat, bahkan merupakan taubat itu sendiri. Demikianlah pendapat Ibnul Qayyim rahimahullah

Allah Ta’ala terkadang menyebutkan taubat secara terpisah dari istighfar, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ

Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.” (QS. Al-Maidah [5]: 39).

Demikian pula, Allah Ta’ala terkadang menyebutkan istighfar secara terpisah dari taubat, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ

Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.”(QS. Fushshilat [41]: 6).

Namun di ayat yang lain, terkadang Allah Ta’ala menyebutkan keduanya secara bersamaan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ

Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS. Huud [11]: 90).

Lalu, apa beda antara istighfar dan taubat dalam firman Allah Ta’ala di atas?

Jika Taubat dan Istighfar Disebutkan secara Terpisah

Sebagian ulama berpendapat jika istighfar disebutkan terpisah dari taubat, maka makna istighfar adalah sebagaimana makna taubat, bahkan merupakan taubat itu sendiri. Demikianlah pendapat Ibnul Qayyim rahimahullah. Beliau mengatakan,Istighfar yang disebutkan sendirian (terpisah dari taubat, pen.) memiliki makna taubat, bahkan taubat itu sendiri, yang terkandung di dalamnya meminta ampunan dari Allah, yaitu terhapusnya dosa, dihilangkannya dampak dosa, dan penjagaan dari keburukan dosa tersebut. Hal ini tidak sebagaimana sangkaan sebagian orang yang mengatakan bahwa ampunan adalah ditutupinya dosa kita. Karena Allah menutupi dosa orang yang memohon ampun kepada-Nya dan yang tidak memohon ampun kepada-Nya. Akan tetapi, ditutupinya dosa adalah konsekuensi dari diampuninya dosa atau sebagian dari konsekuensinya.(Madaarijus Saalikiin, 1/307-308).

Jika Taubat dan Istighfar Disebutkan secara Bersamaan

Jika taubat dan istighfar disebutkan secara bersamaan sebagaimana firman Allah,

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ

Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubat kepada-Nya.”(QS. Huud [11]: 3).

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan istighfar adalah bertaubat dari dosa-dosa yang telah terjadi. Sedangkan yang dimaksud dengan taubat adalah istighfar dari dosa yang mungkin akan terjadi setelah dosa tersebut benar-benar terjadi.

Oleh karena itu, makna ayat menjadi, bertaubatlah kepada Rabb kalian atas dosa-dosa yang telah kalian lakukan, dan bertaubatlah kepada-Nya dari dosa-dosa yang akan kalian lakukan. Kata ثُمَّkemudian” dalam ayat di atas zahirnya menunjukkan waktu yang akan datang.

Ulama yang lain berpendapat, sesungguhnya istighfar terkadang digunakan untuk menunjukkan makna taubat. Maka yang dimaksud adalah istighfar yang diperintahkan, yaitu istighfar yang didahului dengan taubat, yang berarti penyesalan. Maka seolah-olah AllahTa’ala berfirman (yang artinya), Memintalah ampun kepada Tuhanmu setelah taubat (menyesal), kemudian bertaubatlah (yaitu, ikhlaslah dalam taubat dan istiqamahlah di atasnya.Ini sebagaimana pendapat yang dipilih oleh Al-Alusi rahimahullah.

Al-Alusi rahimahullah berkata,Sesungguhnya istighfar adalah taubat, sehingga kata ثُمَّ dalam ayat tersebut bermakna ‘dan’.” (Lihat Tafsir Al-Alusi, 11/207).

Adapun Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau merinci masalah ini. Beliau menjelaskan bahwa jika istighfar disebutkan secara bersamaan dengan taubat, maka yang dimaksud adalah meminta perlindungan dari kejelekan (dosa) yang telah terjadi. Sedangkan taubat adalah kembali dan meminta perlindungan dari kejelekan yang dia takutkan terjadi di masa yang akan datang, berupa kejelekan amal yang dia perbuat. Maka istighfar adalah menghilangkan kejelekan, sedangkan taubat adalah meminta adanya manfaat (kebaikan). Ampunan (maghfirah) akan melindungi diri kita dari keburukan dosa (yang telah terjadi). Adapun taubat, setelah adanya perlindungan tersebut, maka terwujudlah apa yang dia cintai atau dia harapkan (berupa maslahat atau kebaikan, pen.). (Madaarijus Saalikin, 1/308-309).

Pendapat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah inilah yang tampaknya lebih tepat. Karena seorang hamba wajib untuk memohon ampun kepada Allah terlebih dahulu dari dosanya untuk menghilangkan kejelekannya. Sehingga dia mendahulukan istighfar dari taubat. Tidaklah seorang hamba memiliki tekad berkaitan dengan kehidupan di masa mendatang (untuk tidak kembali berbuat maksiat) kecuali dengan menyucikan diri terlebih dahulu dari pengaruh dosa dan maksiat (yang telah lewat). Sebagaimana kata ulama,

التخلية مقدمة على التحلية

Membersihkan diri itu lebih utama daripada menghiasi diri.”

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk di antara hamba-Nya yang gemar untuk bertaubat. [1]

***

Selesai disusun ba’da maghrib, Masjid Nasuha Rotterdam NL, 26 Jumadil Akhir 1436

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

[1] Disarikan dari kitab At-Taubah, fii Dhau’il Qur’anil Kariim, Dr. Amaal binti Shalih Naashir, Daar Andalus Khadhra’, cetakan pertama, tahun 1419, hal. 81-86.

Artikel Muslim.Or.Id