Berikut Dalil Maulid dari Al-Qur’an dan Hadis. Ini untuk membantah kelompok atau orang yang menganggap merayakan maulid perkara bid’ah yang terlarang.
Ibnu Hajar (sebagaimana yang dikutip oleh Imam Al-Suyuthi) menyatakan bahwa prosesi Maulid memang tidak ada di 3 kurun salafus saleh, hanya saja yang demikian tidak bisa serta merta menjadi bid’ah yang tercela.
Dalam artian begini, bahwa memang tidak dipungkiri dalam prosesi ritual maulid ini terkadang disisipi dengan hal-hal yang tidak pantas. Sehingga yang demikian ini menjadikannya sebagai bid’ah yang tercela.
Syahdan Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ary menyatakan;
أَنَّ الْمَوْلِدَ الَّذِيْ يَسْتَحِبُّهُ الْأَئِمَّةُ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَةِ الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِيْ حَمْلِهِ وَمَوْلِدِهِ مِنَ الْإِرْهَاصَاتِ وَمَا بَعْدَهُ مِنْ سِيَرِهِ الْمُبَارَكَاتِ ثُمَّ يُوْضَعُ لَهُمْ طَعَامٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ وَإِنْ زَادُوْا عَلَى ذَلِكَ ضَرْبَ الدُّفُوْفِ مَعَ مُرَاعَاةِ الْأَدَبِ فَلَا بَأْسَ بِذَلِكَ
“Perkara yang diambil dari perkataan para ulama yang akan diterangkan mendatang bahwasanya maulid yang disunnahkan oleh para imam itu adalah berkumpulnya orang-orang, pembacaan ayat yang mudah dari Al-Qur’an, riwayat hadits-hadits tentang permulaan perihal Nabi serta irhash (kejadian yang istimewa sebelum menjadi beliau diangkat menjadi Nabi) yang terjadi saat kehamilannya dan hari lahirnya dan hal-hal yang terjadi sesudahnya yang merupakan sirah (sejarah) beliau yang penuh keberkahan.
Kemudian disajikan beberapa hidangan untuk mereka. Mereka menyantapnya, dan selanjutnya mereka bubar. Jika mereka menambahkan atas perkara diatas dengan memukul rebana dengan menjaga adab, maka hal itu tidak apa-apa”. (Al-tanbihaat Al-Waajibaat Liman Yashna’ul Maulida Bil Munkaraat, 2 H. 10-11)
Nah berikut ini adalah dalil maulid Nabi dari Al-Qur’an dan hadis, yang secara implisit melegitimasi amaliyah ini. Pertama, Q.S.Yunus ayat 58. Allah swt berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا
“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah (dengan itu) mereka bergembira’ “. (Q.S.Yunus: 58)
Ketika membahas ayat ini, Imam Al-Alusi menyatakan;
وَأَخْرَجَ أَبُو الشَّيْخِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمَا أَنَّ الْفَضْلَ اَلْعِلْمُ وَالرَّحْمَةَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Imam Abu Syeikh meriwayatkan dari Shahabat Ibnu Abbas “sesungguhnya makna Al-Fadhl (Karunia Allah) Adalah Ilmu Dan makn Ar-rahmah (Rahmat Allah) Adalah Nabi Muhammad SAW”. (Tafsir Ruhul Ma’ani, Juz 8 H. 41)
Dengan demikian, Allah Ta’ala memerintahkan kita bergembira atas rahmat-Nya dan Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam jelas merupakan rahmat Allah terbesar bagi kita dan semesta alam. Penafsiran serupa juga disampaikan oleh Imam Al-Suyuthi dalam tafsirnya yang berjudul Al-Durr Al-Mantsur.
Kedua, firman dalam surat Ali Imran ayat 164;
لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Menurut Sayyidah Aisyah Ra, ayat ini khusus bagi orang Arab. Hanya saja kita tetap berhak untuk berbahagia, sebab Rasulullah Saw ini tidak hanya untuk orang Arab saja. Namun universal bagi seluruh penjuru dunia.
Ketiga, Allah Swt berfirman di surat Hud ayat 120;
وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ اَنْۢبَاۤءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهٖ فُؤَادَكَ وَجَاۤءَكَ فِيْ هٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَّذِكْرٰى لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman.
Ayat ini menjelaskan terkait alasan mengapa dikisahkannya para Nabi di Al-Qur’an adalah untuk memperteguh hatinya Nabi Muhammad Saw.Tentunya kita juga lebih butuh untuk memperteguh diri dengan cara mengenal Nabi kita melalui prosesi maulid.
Keempat, surah Al-Ahzab ayat 56, dan ayat ini menjadi pamungkas dalam tendensi maulid ini. Karena mayoritas prosesi maulid adalah pembacaan sholawat, kemudian diselingi baca Al-Qur’an, dan Mauidzah hasanah. Di sana Allah Swt berfirman;
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya”.
Dalil Maulid dari Hadis
Adapun dari segi Hadis, Sayyid Muhammad dengan tegas menyatakan, bahwa yang pertama kali merayakan maulid nabi adalah beliau saw sendiri, tentunya ini menjadi pamungkas juga dalam melegitimasi amaliyah ini.
Hal ini terekam dalam hadis sahih yang menjelaskan bahwa ketika beliau saw ditanya terkait alasan mengapa puasa hari senin, beliau saw menjawab bahwasanya pada hari tersebut adalah hari lahirnya (maulidnya). (Haul al-Ihtifal bi Maulid bi Dzikra al-Maulid al-Nabawi al-Syarif, H. 16)
Hadis yang dimaksud adalah hadis yang ditakhrij oleh Imam Muslim, redaksinya adalah sebagai berikut;
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الاِثْنَيْنِ قَالَ: ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ
Nabi Muhammad Saw ditanya soal puasa pada hari Senin, beliau menjawab, “Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku” (HR. Muslim , No. 1162).
Ketika membahas hadis ini, Ibnu Al-Hajar menyatakan;
أَلَا تَرَى أَنَّ صَوْمَ هَذَا الْيَوْمِ فِيهِ فَضْلٌ عَظِيمٌ لِأَنَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وُلِدَ فِيهِ. فَعَلَى هَذَا يَنْبَغِي إذَا دَخَلَ هَذَا الشَّهْرُ الْكَرِيمُ أَنْ يُكَرَّمَ وَيُعَظَّمَ وَيُحْتَرَمَ الِاحْتِرَامَ اللَّائِقَ بِهِ وَذَلِكَ بِالِاتِّبَاعِ لَهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فِي كَوْنِهِ – عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ – كَانَ يَخُصُّ الْأَوْقَاتَ الْفَاضِلَةَ بِزِيَادَةِ فِعْلِ الْبِرِّ فِيهَا وَكَثْرَةِ الْخَيْرَاتِ. أَلَا تَرَى إلَى قَوْلِ الْبُخَارِيِّ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى – «كَانَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ» فَنَمْتَثِلُ تَعْظِيمَ الْأَوْقَاتِ الْفَاضِلَةِ بِمَا امْتَثَلَهُ – عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ – عَلَى قَدْرِ اسْتِطَاعَتِنَا.
Artinya; Tidakkah kamu mengetahui bahwasanya puasa pada hari senin ini memiliki keutamaan yang sangat agung, karena Rasulullah saw lahir pada hari tersebut. Maka dari itu, ketika telah memasuki bulan maulid, seyogyanya untuk memuliakan, mengagungkan, dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya dengan cara mengikuti haliyah Rasulullah saw yang menambah pekerjaan baiknya pada hari-hari tertentu.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan “Rasulullah saw merupakan figur yang paling luhur dan dermawan di bulan Ramadhan”, maka mari kita mencontoh beliau sebisa kita dalam mengagungkan hari-hari yang mulia”. (Al-Madkhal, Juz 2 H. 2-3)
Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya meskipun tidak secara eksplisit disebutkan, masih ada beberapa teks keagamaan yang mengakomodir amaliyah maulid. Terkait hal ini, Sayyid Muhammad menyatakan;
أننا لا نقول بأن الاحتفال بالمولد المذكور في ليلة مخصوصة وعلى الكيفية المعهودة لدينا مما نصت عليه هو الشأن في الصلاة والـصـوم الشريعة صراحة كما وغيرهما إلا أنه ليس فيها ما يمنع من ذلك لأن الاجتماع على ذكر الله والصلاة والسلام على رسول الله ﷺ ونحو ذلك من وجوه الخير مما ينبغي الاعتناء به كلما أمكن لاسيما في شهر مولده لأن الداعي فيه أقوى لإقبال الناس واجتماعهم وشعورهم الفياض بارتباط الزمان بعضه ببعض، فيتذكرون الحاضر والماضي وينتقلون من الشاهد إلى الغائب .
“Kami tidak menyatakan bahwasanya peringatan maulid Nabi pada malam dan prosesi tertentu ini memiliki landasan tegas (nash) seperti perintah sholat, puasa dan syariat lainnya. Hanya saja, pada amaliyah ini tidak ada larangan juga. Karena berkumpul untuk berdzikir kepada Allah dan bersholawat kepada Rasulullah ini merupakan kebaikan, sebagaimana ritual lainnya.
Sehingga ini harus menjadi perhatian kita sebisa mungkin, terlebih di bulan tersebut. Karena pada masa itu, bisa lebih mengena kepada jamaah dan mereka bisa merasakan hubungan spiritual”. (Haul al-ihtifal bi maulid bi Dzikra al-Maulid al-Nabawi al-Syarif, H. 14)
Ada pernyataan yang cukup menohok, dan ini harus sampai kepada mereka-mereka yang anti dengan maulidan. Sayyid Muhammad dalam kitab yang sama menyatakan;
“Tidak layak bagi orang yang berakal mempertanyakan mengapa merayakan maulid Nabi. Karena pada saat itu secara tidak langsung ia mempertanyakan mengapa merasa bahagia atas kelahiran Nabi Muhammad Saw. Maka cukuplah ketika ada yang bertanya mengapa merayakan maulid Nabi Saw dengan jawaban:
“kami merayakannya karena kami bahagia atas kelahirannya, kami bahagia karena kami mencintainya dan kami mencintainya karena kami beriman kepadanya. Allahumma Sholli Ala sayyidina Muhammad
Demikian penjelasan dalil Maulid dari Al-Qur’an dan Hadis. Semoga keterangan tentang dalil Maulid dari Al-Qur’an dan Hadis memberikan semangat kita untuk menyemarakkan peringatan kelahiran Rasulullah SAW bulan ini.