Oleh: Ina Salma Febriany
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang seorang fasik dengan membawa suatu informasi maka periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum karena suatu kebodohan, sehingga kalian menyesali perbuatan yang telah kalian lakukan,” (Qs. Al-Hujurat [49: 6])
Inti dari salah satu surah ke- 49 dalam Alquran di atas memberikan tuntunan praktis bagaimana Allah, melalui Alquran menuntun kita dalam membangun hubungan baik antar sesama. Surat Al-Hujurat yang bermakna kamar-kamar, diturunkan setelah Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah).
Saat itu, suku-suku yang ada di Jazirah Arab berbondong-bondong masuk Islam. Termasuk di dalamnya adalah Bani Musthaliq, yang di pimpin oleh Al-Harits bin Dhirar. Meskipun masuknya Islam Al-Harits diawali dengan sebuah peperangan, keislaman Al-Harits ini tidak diragukan. Apalagi putrinya yang bernama Al-Juwairiyah dinikahi oleh Rasulullah Saw.
Sesudah masuk Islam Rasulullah Saw memerintahkan Al-Harits untuk mengajak kabilahnya masuk Islam dan membayar zakat. Al-Harits pun menyatakan kesanggupannya. Namun ketika kaum Bani Musthaliq sudah masuk Islam dan zakat sudah terkumpul, utusan Rasulullah belum juga datang. Maka melalui musyawarah dengan tokoh-tokoh Bani Musthaliq, Al-Harits merasa harus datang kepada Rasulullah Saw, bukan menanti kedatangan utusan beliau yang akan menarik zakat.
Sementara itu, dalam waktu yang hampir bersamaan Rasulullah Saw mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat yang telah dikumpulkan Al-Harits. Di tengah jalan Al-Walid melihat Al-Harits beserta sejumlah orang berjalan menuju Madinah.
Didasari oleh ingatan permusuhan masa jahiliyah antara dirinya dengan al-Harits, timbul rasa gentar di hati Al-Walid, ia berpikir Al-Harits akan menyerang dirinya. Karena itulah kemudian ia berbalik kembali ke Madinah dan menyampaikan laporan yang tidak benar kepada Rasulullah Saw bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah saw tidak langsung begitu saja percaya, beliau pun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Al-Harits.
Ketika utusan itu bertemu dengan Al-Harits, ia berkata, “Kami diutus Rasulullah Saw untuk bertemu denganmu.” Al-Harits bertanya, “Ada apa?” Utusan Rasulullah itupun menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah Saw telah mengutus Al-Walid bin Uqbah, untuk mengambil zakat, lalu ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau membunuhnya.”
Al-Harits menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang datang kepadaku.”Maka ketika mereka sampai kepada Nabi Saw., beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menolak untuk membayarkan zakat dan hendak membunuh utusanku?” “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.” jawab Al-Harits. Selang beberapa lama, turunlah ayat di atas untuk membenarkan pengakuan Al-Harits.
Asbaabun nuzul surah Al-Hujurat ayat 6 ini mengisyaratkan bahwa laporan yang tidak benar, tentu akan berdampak buruk baik kepada si pemberi kabar, terlebih korban. Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang tak terlepas dari permasalahan seperti ini. Tak ubahnya di zaman digitalisasi ini. Media- media sosial yang belum bisa dipercaya kabarnya, kerap memengaruhi efek kognitif pembaca; contohnya saja kabar musibah yang melanda jamaah haji; dari mulai runtuhnya crane, badai pasir, hingga insiden di Mina.
Sebagian kabar tersebut menyatakan bahwa segala yang terjadi karena kesalahan pemerintah Arab Saudi yang tidak melayani tamu-tamu Allah dengan baik. Ada pula yang menyatakan bahwa Arab Saudi sedang sibuk menyulap negaranya menjadi Las Vegas. Bahkan, yang lebih menyedihkan lagi, salah satu media tersebut menyatakan bahwa musibah ini terjadi karena anak Raja Saudi melintas saat pelemparan jumrah berlangsung.
Belajar menjadi mukmin yang, kita berkewajiban untuk bertabayun; menggali dan menelusuri informasi yang datang silih berganti setiap hari; baik permasalahan yang berkaitan dengan sosial kemasyrakatan, terlebih agama. Musibah dan cobaan berat bagi jamaah haji tahun ini, adalah salah satu takdir dari Allah yang harus kita imani bahwa segala yang terjadi di muka bumi, pasti seizin-Nya. Jika pun ada campur tangan manusia, semoga ini dapat menjadi pelajaran yang amat berharga dan tidak terulang lagi di masa mendatang.
“Musibah apapun yang menimpamu itu adalah seizin Allah. Dan bagi orang beriman kepada Allah, maka hatinya akan tenang (atas musibah tersebut). Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui segala sesuatu,” (Qs. Ath-Thagaabuun: 11)
Lalu, bagaimana sebaiknya sikap kita terhadap informasi yang belum jelas beritanya tersebut? Sikap bijaksana yang dapat kita ambil ialah bertawaquf (berdiam diri, tidak menyebarkan/ men-share berita tersebut). Itu akan jauh lebih mendatangkan mashalat. Sebab, jika kita turut menyebarkan informasi tersebut (padahal kita belum tahu kabar tersebut secara benar), dikhawatirkan akan menyebabkan perpecahan umat dan perselisihan antar sesama. Tentu hal tersebut yang tidak diinginkan.
Akhirnya, mari kita menengadahkan tangan agar para jamaah yang wafat saat berhaji, mendapatkan ampunan dan surga-Nya, dan yang telah sampai dengan selamat di negaranya masing-masing, Allah jadikan haji yang mabruur; yang dengan hajinya tersebut, dapat memberi manfaat dan keberkahan baik untuk dirinya sendiri, maupun untuk sesama. Aamiin.
sumber: Republika Online