Mengapa Isi Alquran tak Seluruhnya Ditafsirkan di Zaman Rasulullah?

Isi Alquran tidak seluruhnya ditafsirkan di zaman Rasulullah SAW mengapa?

Alquranul karim diturunkan dalam waktu dua puluh tiga tahun, sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia dan pelita yang menerangi bumi.

Mengenai masalah tafsir ini ada dua pendapat menurut Prof.Dr.Mutawalli asy-Sya’rawi.

Golongan pertama berpendapat bahwa tafsir Al-Qur‘an di masa Rasulullah saw. adalah yang terakhir dan tidak boleh diubah, atau ditambah dengan pendapat dan pikiran baru yang mungkin akan terbukti salah sesudah puluhan tahun.

Golongan kedua berpendapat bahwa Al-Qur‘an mengandung dua sumber atau bagian.

Yang pertama adalah soal-soal fardhu yang diwajibkan agama dan hukum-hukum. Dalam hal ini apa yang ditafsirkan di masa Rasulullah adalah pasti, tidak boleh diubah sampai hari kiamat.

Adapun yang kedua ialah mukjizat Al-Qur‘an. Bertambah maju ilmu pengetahuan dan akal manusia. Bertambah pula ungkapan kandungan Al-Qur‘an. Soal ini tidak akan berhenti dan akan terus berkembang, sehingga memungkinkan generasi mendatang menemukan mukjizat baru dari Al-Qur‘an yang belum kita ketahui sekarang.

Barangsiapa mengingkari kebenaran hukum dan syariat Al-Qur‘an, dia tergolong kafir. Adapun penafsiran-penafsiran yang berbeda terjadi pada masalah-masalah yang tidak menyangkut keimanan (akidah) dan ibadah serta hukum. Wallahua’lam

BersamaDakwah

Ini Penghimpun Alquran di Zaman Khalifah Abu Bakar

SETELAH Rasulullah wafat dan Abu Bakar diangkat sebagai Khalifah, terjadilah gerakan pembangkangan membayar zakat dan gerakan keluar dari agama islam (Murtad) dibawah pimpinan Musailamah.

Gerakan ini segera di tindak oleh Abu Bakar dengan mengirimkan pasukan di bawah Khalid Bin Walid. Terjadilah benturan fisik di Yamamah yang menimbulkan banyak korban di kalangan Islam termasuk 70 sahabat yang Hafidz Alquran terbunuh sebagai Syuhada.

Peristiwa itu mendorong Umar untuk menyarankan kepada Khalifah segera menghimpun ayat-ayat Alquran dalam satu mushaf, karena kawatir kehilangan sebagian Alquran dengan wafatnya sebagian para penghafalnya.

Ide sahabat Umar di terima oleh Abu Bakar, kemudian ia memerintahkan kepada Zaid Bin Tsabit agar segera menghimpun ayat-ayat Alquran dalam satu mushaf/suhuf.

Zaid sangat berhati-hati dalam menjalankan tugas ini, ia berpegangan pada dua hal, ialah:

1. Ayat-ayat Alquran yang ditulis di hadapan Rasul dan di simpan di rumah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
2. Ayat-ayat yang dihafal oleh para sahabat yang Hafidz Alquran

Zaid tidak mau menerima tulisan ayat-ayat Alquran kecuali kalau disaksikan dengan dua orang saksi yang adil bahwa ayat itu benar-benar ditulis dihadapan Rasul atas perintah/petunjuknya.

Tugas penulisan ini oleh Zaid dapat di laksanakan dalam waktu kurang lebih 1 (satu) tahun, yakni antara sesudah terjadi perang Yamamah dan sebelum Abu Bakar wafat.

Mushaf karya Zaid Bin Tsabit ini kemudian disimpan oleh Abu Bakar dan 3 Makna Nuzulul Quran, kemudian Umar setelah Abu Bakar wafat. Kemudian disimpan Hafsah setelah Umar mangkat atas pesan Umar, dengan pertimbangan bahwa Hafsah adalah istri nabi yang hafidz Alquran dan pandai baca tulis.

 

INILAH MOZAIKquran

Cuma Alquran Kitab Suci yang Bisa Dihafal

TIDAK banyak yang tahu, bahwa Alquran adalah satu-satunya buku di dunia ini yang dihafal luar kepala oleh ratusan juta umat manusia. Sementara Paus di Roma belum pernah kita dengar menghafal luar kepala Biblenya itu. Demikian juga, kita belum pernah mendengar ada pemuka agama apa pun di dunia ini yang pernah menghafal luar kepala kitab sucinya.

Yang menarik, tidak ada satu pun terjadi perbedaan bacaannya. Bila seorang imam salat salah baca satu ayat Quran, maka semua makmum akan langsung meralat dan membetulkannya. Sehingga kita boleh bilang bahwa sebenarnya kita tidak perlu lagi dengan cetakan Alquran, karena sudah dihafal luar kepala oleh ratusan juta manusia.

Bahkan anak-anak usia 10 tahunan di berbagai belahan dunia Islam sudah menghafal 6000-an ayat luar kepala. Ini bukan cerita khayal, melainkan realita. Di negeri kita ada banyak pesantren yang juga mengajarkan hafal Quran, salah satunya Pesantren Yanbu’ul Quran di Kudus, Jawa Tengah.

Di pesantren ini, anak kelas 1 SD ditergetkan menghafal 5 juz, kelas 2 10 juz, kelas 3 menghafal 15 juz, kelas 4 menghafal 20 juz, kelas 5 menghafal 25 juz dan kelas 6 menghafal 30 juz. Jadi begitu lulus SD (12 tahun) 30 juz Alquran sudah ada di dalam memori otak mereka.

Belum pernah ada sebuah kitab suci di dunia yang bisa dihafal oleh anak SD. Tetapi di Kudus, tiap tahun di wisuda anak-anak SD dengan 30 juz di dalam kepalanya. Sebenarnya masih banyak bukti-bukti sederhana yang memastiakan bahwa Alquran adalah kitab suci dari Allah Ta’ala yang asli dan tidak bisa dipalsukan. Namun sementara, ini saja dulu yang bisa kami sampaikan.

Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc]

 

INILAH MOZAIK

Petunjuk Quran dalam Menelusuri Informasi

Oleh:  Ina Salma Febriany

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang seorang fasik dengan membawa suatu informasi maka periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum karena suatu kebodohan, sehingga kalian menyesali perbuatan yang telah kalian lakukan,” (Qs. Al-Hujurat [49: 6])

Inti dari salah satu surah ke- 49 dalam Alquran di atas memberikan tuntunan praktis bagaimana Allah, melalui Alquran menuntun kita dalam membangun hubungan baik antar sesama. Surat Al-Hujurat yang bermakna kamar-kamar, diturunkan setelah Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah).

Saat itu, suku-suku yang ada di Jazirah Arab berbondong-bondong masuk Islam. Termasuk di dalamnya adalah Bani Musthaliq, yang di pimpin oleh Al-Harits bin Dhirar. Meskipun masuknya Islam Al-Harits diawali dengan sebuah peperangan,  keislaman Al-Harits ini tidak diragukan. Apalagi putrinya yang bernama Al-Juwairiyah dinikahi oleh Rasulullah Saw.

Sesudah masuk Islam Rasulullah Saw memerintahkan Al-Harits untuk mengajak kabilahnya masuk Islam dan membayar zakat. Al-Harits pun menyatakan kesanggupannya. Namun ketika kaum Bani Musthaliq sudah masuk Islam dan zakat sudah terkumpul, utusan Rasulullah belum juga datang. Maka melalui musyawarah dengan tokoh-tokoh Bani Musthaliq, Al-Harits merasa harus datang kepada Rasulullah Saw, bukan menanti kedatangan utusan beliau yang akan menarik zakat.

Sementara itu, dalam waktu yang hampir bersamaan Rasulullah Saw mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat yang telah dikumpulkan Al-Harits. Di tengah jalan Al-Walid melihat Al-Harits beserta sejumlah orang berjalan menuju Madinah.

Didasari oleh ingatan permusuhan masa jahiliyah antara dirinya dengan al-Harits, timbul rasa gentar di hati Al-Walid, ia berpikir Al-Harits akan menyerang dirinya. Karena itulah kemudian ia berbalik kembali ke Madinah dan menyampaikan laporan yang tidak benar kepada Rasulullah Saw bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah saw tidak langsung begitu saja percaya, beliau pun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Al-Harits.

Ketika utusan itu bertemu dengan Al-Harits, ia berkata, “Kami diutus Rasulullah Saw untuk bertemu denganmu.” Al-Harits bertanya, “Ada apa?” Utusan Rasulullah itupun menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah Saw telah mengutus Al-Walid bin Uqbah, untuk mengambil zakat, lalu ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau membunuhnya.”

Al-Harits menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang datang kepadaku.”Maka ketika mereka sampai kepada Nabi Saw., beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menolak untuk membayarkan zakat dan hendak membunuh utusanku?” “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.” jawab Al-Harits. Selang beberapa lama, turunlah ayat di atas untuk membenarkan pengakuan Al-Harits.

Asbaabun nuzul surah Al-Hujurat ayat 6 ini mengisyaratkan bahwa laporan yang tidak benar, tentu akan berdampak buruk baik kepada si pemberi kabar, terlebih korban. Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang tak terlepas dari permasalahan seperti ini. Tak ubahnya di zaman digitalisasi ini. Media- media sosial yang belum bisa dipercaya kabarnya, kerap memengaruhi efek kognitif pembaca; contohnya saja kabar musibah yang melanda jamaah haji; dari mulai runtuhnya crane, badai pasir, hingga insiden di Mina.

Sebagian kabar tersebut menyatakan bahwa segala yang terjadi karena kesalahan pemerintah Arab Saudi yang tidak melayani tamu-tamu Allah dengan baik. Ada pula yang menyatakan bahwa Arab Saudi sedang sibuk menyulap negaranya menjadi Las Vegas. Bahkan, yang lebih menyedihkan lagi, salah satu media tersebut menyatakan bahwa musibah ini terjadi karena anak Raja Saudi melintas saat pelemparan jumrah berlangsung.

Belajar menjadi mukmin yang, kita berkewajiban untuk bertabayun; menggali dan menelusuri informasi yang datang silih berganti setiap hari; baik permasalahan yang berkaitan dengan sosial kemasyrakatan, terlebih agama. Musibah dan cobaan berat bagi jamaah haji tahun ini, adalah salah satu takdir dari Allah yang harus kita imani bahwa segala yang terjadi di muka bumi, pasti seizin-Nya. Jika pun ada campur tangan manusia, semoga ini dapat menjadi pelajaran yang amat berharga dan tidak terulang lagi di masa mendatang.

“Musibah apapun yang menimpamu itu adalah seizin Allah. Dan bagi orang beriman kepada Allah, maka hatinya akan tenang (atas musibah tersebut). Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui segala sesuatu,” (Qs. Ath-Thagaabuun: 11)

Lalu, bagaimana sebaiknya sikap kita terhadap informasi yang belum jelas beritanya tersebut? Sikap bijaksana yang dapat kita ambil ialah bertawaquf (berdiam diri, tidak menyebarkan/ men-share berita tersebut). Itu akan jauh lebih mendatangkan mashalat. Sebab, jika kita turut menyebarkan informasi tersebut (padahal kita belum tahu kabar tersebut secara benar), dikhawatirkan akan menyebabkan perpecahan umat dan perselisihan antar sesama. Tentu hal tersebut yang tidak diinginkan.

Akhirnya, mari kita menengadahkan tangan agar para jamaah yang wafat saat berhaji, mendapatkan ampunan dan surga-Nya, dan yang telah sampai dengan selamat di negaranya masing-masing, Allah jadikan haji yang mabruur; yang dengan hajinya tersebut, dapat memberi manfaat dan keberkahan baik untuk dirinya sendiri, maupun untuk sesama. Aamiin.

 

sumber: Republika Online