Ramadhan Cerdas dan Ceria untuk Anak

Ceritakan manfaat dan kabarkan berita gembira tentang balasan orang-orang yang berpuasa pada anak

Seorang anak bertanya pada ibunya, “Bu, kata teman-teman aku sebentar lagi puasa ya? Aku ke masjid lagi dong, Bu, buka puasa bersama, habis itu Lebaran. Nanti aku shalat di lapangan lagi ya Bu, sama teman-teman aku?” Ibunya tersenyum, “Puasa dulu satu bulan, Nak. Baru setelah itu kita Lebaran.” Anak yang baru berumur lima tahun itu tercenung sesaat, “Oh, puasa lama ya Bu. Tapi… aku mau puasa deh, Bu. Setelah itu Lebaran ‘kan ya Bu?”

Merupakan hal yang biasa bila yang diingat anak tentang Ramadhan adalah hal-hal yang menyenangkan. Karena itulah, alangkah bijaknya bila orangtua dan mereka yang mencintai anak, juga mengisi Ramadhan bersama anak dengan hal-hal yang menyenangkan. Sehingga, mereka akan semakin mencintai Allah SWT yang telah memerintahkan mereka melakukan puasa Ramadhan.

Satu hal yang tak terlupakan oleh seorang ibu adalah pertanyaan anaknya tentang mengapa orang Islam mesti berpuasa satu bulan penuh. “Padahal puasa itu kan lapar, Bu? Kok, Allah suruh kita puasa, Bu?” Sang Ibu yang sempat bingung itu menjelaskan, “Karena Allah sayang kamu, Nak. Kamu pernah lihat kulkas Ibu yang tidak dibersihkan sama Ibu satu bulan kan?” Sang anak berusaha mengingat-ingat. “Iya, Bu. Kadang-kadang banyak makanan sisa yang lupa Ibu keluarin,” sahutnya semangat.

Si Ibu melanjutkan, “Ya, seperti itu juga perut kita, Nak. Hanya saja, perut kita tidak ada pintunya.” Ibu dan anak itu tergelak sesaat. “Tapi, bisa kelihatan kalau kamu pakai alat canggih punya dokter. Itu pun tidak kelihatan semua. Karena, Allah Maha Melihat, Dia tahu, dalam perut kita banyak sisa makanan nyelip, banyak kotoran yang tak bisa keluar, terus bauuu. Karena, mesin pengolah makanan di tubuhmu, yang namanya usus, lambung, dan teman-temannya itu terus bekerja setiap waktu, tidak ada waktu untuk istirahat. Juga tidak ada waktu untuk bersih-bersih dan perawatan. Karena, Allah sayang kita dan tahu  mesin didalam perut kita perlu istirahat maka Allah SWT menyuruh kita berpuasa. Supaya ada waktu untuk bersih-bersih dan dibetul-betulin bagian yang rusak,” jelas Ibunya panjang lebar.

Beri Kabar Gembira

Memberikan pengertian kepada anak tentang pentingnya berpuasa memang bukan pekerjaan yang mudah. Hanya memberi informasi pada anak bahwa setiap Muslim harus berpuasa karena bila tidak melaksanakannya akan masuk neraka, sejatinya hanya akan membuat anak merasa bahwa Islam adalah agama kejam. Logikanya, bila tidak ingin mendapat siksa neraka, seorang Muslim harus menyiksa dirinya di dunia dengan rasa haus dan lapar. Padahal, tentu hal ini berdampak buruk jika tertanam kuat di benak anak. Islam akan menjadi agama yang tidak menyenangkan dan seluruh amalannya membuat seseorang terpaksa melaksanakannya dibawah ancaman.

Karena itu, alangkah bijaknya bila setiap orangtua mengenalkan “kabar gembira” terlebih dahulu, sebelum menyampaikan “ancaman” pada anak. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW kepada para Sahabat, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut Ar-Royyan. Orang-orang yang rajin berpuasa akan masuk surga dengan melewatinya pada hari kiamat nanti. Tidak ada orang yang memasukinya selain mereka. Diserukan kepada mereka, ‘Manakah orang-orang yang rajin berpuasa?’ Maka merekapun bangkit. Tidak ada yang masuk melewati pintu itu selain golongan mereka. Dan kalau mereka semua sudah masuk maka pintu itu dikunci sehingga tidak ada lagi seorangpun yang bisa melaluinya.” (Riwayat Bukhari)

Biarkan anak bertanya-tanya tentang apa itu puasa Ramadhan dan apa manfaat puasa untuk anak. Jangan takut anak akan menjadi orang-orang yang tidak ikhlas menjalankan ibadah dan selalu mengharap imbalan. Karena, membuat anak mengetahui bahwa janji Allah SWT lebih indah dibandingkan janji siapapun di dunia ini dan Allah SWT tidak akan mengingkari janji, akan membuat anak hanya berharap pada Allah SWT saja.

Kembali pada masalah menyampaikan janji Allah SWT untuk mereka yang berpuasa, sangat baik menggambarkan pada anak tentang indahnya surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya. Menggambarkan berlimpah-ruahnya kenikmatan di surga akan membuat anak memiliki visi yang jelas tentang alasan melakukan amal saleh. Mengiang-ngiangkan di telinganya tentang luar biasanya surga akan membuatnya hidup dengan berpegang pada segala cara yang ditunjukkan Allah SWT untuk mengantarkannya ke surga.

Mari berikan waktu yang luas untuk berbicara dan bercerita pada anak bahwa puasa memiliki manfaat yang juga dapat dirasakan secara langsung di dunia. Sekaligus menanamkan kecintaan pada setiap perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Sebab, semua yang diperintahkan pastilah bermanfaat bagi kehidupan. Seperti dialog ibu dan anak di atas bahwa puasa secara medis sangat bermanfaat untuk merawat kesehatan alat-alat pencernaan. Akan semakin menarik, jika penjelasan orangtua disertai dengan gambar-gambar tentang alat pencernaan yang sehat atau disertai video tentang mekanisme kerja alat pencernaan.

Biasakan dengan Menyenangkan

Membiasakan anak untuk berpuasa pun harus dilakukan sejak usia dini. Minimal ketika usianya menginjak lima tahun. Diusia ini, anak sudah mulai bisa menahan rasa haus dan lapar. Latihan dan pembiasaan ini penting karena sebagai orangtua, kita tentu tidak ingin memukul anak-anak kita ketika mereka sudah mukallaf (terkena beban hukum).

Melatih mereka sedikit demi sedikit untuk membiasakan diri berpuasa dibarengi berbagai pengetahuan, permainan, dan cerita menarik tentang manfaat berpuasa, tentu akan lebih menyenangkan dibanding harus memarahi dan memukul mereka.

Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz; dia berkata, “Rasulullah mengutus untuk mengumumkan pada pagi hari Asyura’ di wilayah kaum Anshar yang berada di sekitar kota Madinah. ‘Barang siapa yang pagi hari ini berpuasa, hendaklah menyelesaikannya. Barang siapa yang tidak berpuasa, hendaknya menahan (makan dan minum) sampai malam.’ Setelah adanya pengumuman itu, kami berpuasa dan mengajak anak-anak untuk melaksanakan puasa. Kami juga mengajak mereka ke masjid dan memberikan mereka mainan dari kulit (wol). Jika mereka menangis karena lapar, kami menyodorkan mainan sampai waktu berbuka puasa tiba.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Nah, bila Ramadhan beramal saleh lebih bermakna bersama anak, berburu ilmu pengetahuan lebih luas, bercerita lebih lama, dan bermain lebih seru bersama anak, maka berarti kita dapat memastikan bahwa Ramadhan adalah hal yang menyenangkan. Bukan hanya untuk anak. Namun, juga bagi orangtua. Sehingga, anak-anak kita kelak akan belajar bahwa menahan lapar dan haus serta mengendalikan diri adalah cara terbaik menjadi orang-orang pilihan yang tetap menyenangkan.

Oleh Kartika Ummu Arina, ibu rumah tangga tinggal di Bakasi, Artikel ini dikuti dari majalah Suara Hidayatullah

HIDAYATULLAH

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan

Ada banyak problematika perempuan saat puasa Ramadhan. Puasa Ramdhan adalah ibadah yang hukumnya wajib bagi umat Islam. Pembahasan tentang kewajiban puasa Ramadhan ada dalam Quran Surat Al-Baqarah Ayat 183 sebagai berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba ‘alallażīna ming qablikum la’allakum tattaqụn

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Lewat ayat tersebut, Allah Swt. menyeru pada orang-orang yang beriman dengan panggilan spesial yakni “hai orang-orang yang beriman”. Adanya panggilan ini menyatakan bahwa Allah Swt. mengingatkan umat Islam terhadap eksistensi, hakikat, dan jati dirinya sebagai seorang hamba yang beriman.

Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa indikasi bahwa orang yang beriman akan berhasil mencapai taqwa dengan puasa Ramadhan. Hal ini bisa dilihat dari semangat seorang hamba mengisi hari-hari Ramadhan dengan berbagai bentuk ibadah selain puasa.

Sebagai misal, qiyamullail yakni dengan melaksanakan shalat tarawih, shalat witir, shalat tahajjud, tilawah Al-Qur’an, sedekah dan berbagai amal kebajikan lainnya.

Agar puasa Ramadhan yang dijalankan tidak terasa begitu berat, selain panggilan spesial untuk hamba-hambanya yang beriman, Allah Swt. juga menjelaskan dalam bahwa kewajiban puasa berlaku juga bagi umat-umat terdahulu karena sudah menjadi tabiat manusia akan merasa sedikit ringan jika suatu beban itu juga dibebankan kepada orang lain, bukan hanya ia sendiri.

Pada bagian akhir ayat di atas, Allah Swt. menyatakan bahwa tujuan utama ibadah puasa adalah membentuk Muslim yang bertaqwa. Kiranya, Allah Swt. telah memberikan pemahaman agar dalam melaksanakan puasa Ramadhan, kita seharusnya tidak terjebak pada sekadar menggugurkan kewajiban.

Dalam mengisi bulan Ramadhan, laki-laki dan perempuan mendapat kesempatan yang sama untuk bisa meraih keutamaan dan keistimewaan. Tapi, ada hal-hal bersifat qodrati yang tidak bisa dielakkan oleh perempuan. Selain itu, ada pula hal-hal yang membatasi kegiatan-kegiatan perempuan di bulan Ramadhan.

Hal ini diakibatkan karena tugas-tugas dan tanggung jawab sosial perempuan yang kadang-kadang membuatnya tidak dapat mengisi Ramadhan sebagaimana yang disyariatkan kepadanya. Problematika yang dihadapi perempuan saat menunaikan ibadah puasa diantaranya adalah haid dan nifas serta istihadah.

Selain itu, ada pula hamil dan menyusui. Selanjutnya, ada juga pemakaian alat kontrasepsi, saat mencicipi makanan, memakan obat penunda haid, dan lain-lain.

Hamil dan Menyusui

Problematika perempuan saat puasa Ramadhan yang paling umum adalah hamil dan menyusui. Perempuan yang hamil dan menyusui bayi diperbolehkan berbuka puasa apabila merasa khawatir atas kesehatan dirinya ataupun bayinya, baik bayi itu anak kandung perempuan yang menyusui ataupun anak orang lain, baik perempuan itu sebagai ibu dari bayi yang disusuinya ataupun sebagai ibu susu yang disewa orang tua kandungnya.

Kekhawatiran tersebut membolehkan dua kategori perempuan untuk berbuka puasa.  Perlu dicacat, kekhawatiran mestin berdasarkan perhitungan yang matang. Hal ini bisa diukur dengan pengalaman sebelumnya atau hasil konsultansi dengan dokter. Alasan dibolehkannya berbuka bagi keduanya adalah mengqiyaskannya kepada orang sakit dan musafir.

Dalam Al-Fiqh Al-Islamiy, Wahbah Az-Zuhaily menjelaskan bahwa alasan bolehnya perempuan hamil dan menyusui berbuka puasa adalah dengan qiyas terhadap orang sakit dan musafir. Alasan lain terdapat dalam hadits Rasulullah Saw. sebagai berikut:

إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ، وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah swt meringankan kewajiban puasa dan sebagian shalat dari musafir dan (meringankan kewajiban) puasa dari perempuan hamil dan perempuan menyusui.” (HR. Ahmad, Nasa’i, Abu Dawud)

Muhammad Ibn Ali Asy-Syaukaniy dalam Nail al-Autar menjelaskan, saat seorang perempuan hamil atau menyusui merasa ada kekhawatiran akan bahaya kebinasaan yang akan menimpanya atau anaknya kalau dia tetap berpuasa maka haram ia berpuasa.

Aturan tentang tata cara mengganti puasa yang tertinggal ini para ulama berbeda pendapat Az-Zuhaily menjelaskan salam al-Fiqh al-Islamiy, menurut mazhab Hanafi, apabila ada perempuan hamil atau menyusui yang tidak berpuasa, maka keduanya wajib mengqada puasanya tersebut tanpa harus mengeluarkan fidyah.

Sedangkan menurut mazhab Syafii dan Hambali, apabila keduanya tidak berpuasa lantaran mengkhawatirkan anaknya, maka keduanya wajib mengqada puasa dan juga membayar fidyah.

Problematika pertama perempuan saat puasa Ramdhan yakni hamil dan menyusui bisa diselesaikan dengan mengqada dan membayar fidyah puasa. Tapi, apabila fisik sang ibu dan anak kuat dalam menjalankan puasa, maka ada baiknya apabila menunaikan puasa. Hal perlu dicatat adalah puasa yang dijalankan jangan sampai karena paksaan.

Islam telah memudahkan, kini giliran kita yang memutuskan. Selain hamil dan menyusui, ada banyak problematika perempuan saat puasa Ramadhan yakni haid dan nifas, istihadah, pemakaian alat kontrasepsi, mencicipi makanan, memakan obat penunda haid, dan lain-lain yang akan dibahas di tulisan berikutnya.

Ada hikmah di balik syariat yang ditetapkan bagi perempuan hamil dan menyusui saat puasa. Sebagaimana diketahui, memiliki keturunan adalah salah satu tujuan utama perkawinan.

Dengan begitu, keturunan akan berkelanjutan dan melahirkan cikal-bakal generasi mendatang. Allah Swt. telah menanam rasa suka dan bahagia bagi setiap pasangan yang telah dikaruniai keturunan. Anak adalah berkah bagi keluarga, terutama untuk kedua orang tuanya.

Tapi karena alasan-alasan tertentu, ada kekhawatiran akan kesehatan ibu terlalu sering hamil dan melahirkan, atau bisa juga disebabkan karena kekhawatir akan kesulitan materi bila anak terlalu banyak di mana akan berakibat pada tidak terpenuhinya kebutuhan anak-anak serta rendahnya pendidikan mereka.

Maka, banyak pasangan yang membatasi kelahiran dengan memakai alat kontrasepsi atau bisa juga dengan cara-cara tertentu.

Alat Kontrasepsi

Cara yang paling banyak digunakan untuk menghalangi atau mengurangi laju kelahiran dimasa Rasulullah Saw. adalah degan azal. Azal ialah mengeluarkan air mani di luar rahim apabila terasa akan keluar.

Para sahabat melakukan ini di zaman Rasulullah Saw. saat wahyu masih turun sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Jabir r.a.: “Kami melakukan azal pada masa Rasulullah Saw. sedangkan Al-Qur’an masih turun.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Selain itu, ada pula Usamah bin Zaid yang meriwayatkan bahwa seseorang menghadap Rasulullah Saw. dan bertanya:

“Wahai Rasulullah Saw., saya telah melakukan azal terhadap istri saya. Rasulullah Saw. menjawab: mengapa engkau lakukan itu? Orang itu menjawab: Saya kasihan kepada anaknya atau dia, berkata saya kasihan kepada anak-anaknya. Rasulullah Saw. pun bersabda: Kalau azal itu berbahaya, tentu telah membahayakan bangsa Parsi dan Romawi.” (H.R. Muslim)

Yusuf al-Qardawy menulis dalam bukunya yang berjudul Halal Haram Dalam Islam (2000) terjemahan Wahid Ahmadi bahwa dalam hadis ini, seolah-olah Rasulullah Saw. melihat bahwa kondisi pribadi ini tidak membahayakan untuk umat secara keseluruhan.

Buktinya, azal tidak membahayakan bangsa Parsi dan Romawi yang juga melakukan azal, padahal keduanya adalah negara terkuat pada masa itu.

Salah satu alasan syar’i yang memungkinkan bisa diterimanya masalah ini adalah tentang kekhawatiran masalah pertumbuhan terhadap anak yang masih menyusui. Apabila ada kandungan baru lagi, maka kehamilan selanjutnya akan merusak ASI dan memperlemah anak. Demikian Yusuf al-Qardaway menjelaskan dalam bukunya.

Sementara itu, si bayi sangat membutuhkan perhatian ibu dalam usianya yang masih sangat muda, padahal sang ibu dalam keadan hamil dan menghadapi segala risiko yang tidak dapat memperhatikan si bayi dengan baik. Selain itu, boleh jadi kondisi kesehatan sang ibu yang baru beberapa bulan melahirkan belum pulih, padahal ada “penyakit” baru telah datang lagi.

Berbeda dengan zaman dahulu, saat ini telah ditemukan berbagai sarana yang bisa digunakan untuk mencegah kehamilan. Pencegahan ini bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan dengan sasaran yang ingin dicapai yakni perlindungan terhadap bayi dan ibu dari bahaya dan kemudharatan serta menghindari kerusakan lain berupa menahan diri dari istri saat menyusui, dan ini memberatkan suami.

Cara modern yang bisa dilakukan itu antaralain memakan pil KB, suntikan, spiral, kondom, sterilisasi, dan lain sebagainya. Meskipun cara-cara ini terbilang efektif dalam  mengatur kelahiran, namun sebagiannya dapat menimbulkan masalah bagi perempuan, seperti haid yang tidak teratur, bahkan kadang-kadang terus menerus.

Selain itu, perempuan juga dihadapkan dengan permasalahan lain yang timbul dalam penggunaan alat kontrasepsi modern. Sebagai misal, pada pemasangan spiral dan pengontrolannya. Memasang spiral yaitu memasukkannya alat ke dalam vagina pada posisi tertentu. Sementara pengontrolannya adalah dengan cara mengecek apakah spiral tetap pada posisi yang sama pada saat ditempatkan.

Perlu dicatat bahwa pemasangan spiral pada bulan Ramadhan akan menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Ada yang mengatakan bahwa puasanya batal dan ada pula yang mengatakan puasanya tidak batal. Pendapat tersebut tentu berdasarkan argumen masing-masing yang memiliki konteks berbeda-beda.

Jumhur ulama; mazhab Hanafi, Syafi‟i, dan Hambali berpendapat puasa akan menjadi batal dengan sebab pemasangan spiral, sebab pemasangan spiral berarti memasukkan sesuatu kedalam rongga tubuh bagian dalam yang dimasukkan melalui lubang terbuka dengan sengaja.

Sedangkan mazhab Maliki mengatakan tidak batal. Alasannya adalah bahwa yang dimaksudkan dengan memasukkan sesuatu ke dalam lubang tubuh bagian bawah ini berwujud cairan bukan benda padat.

Sementara itu, hukum untuk pengontrolan spiral yang dilakukan secara manual atau USG juga berbeda-beda. Jumhur ulama selain mazhab Syafi’i menyatakan tidak membatalkan puasa.

Sementara itu, ulama mazhab Syafi’i menyatakan bahwa puasanya batal. Untuk itu, kita mesti kembali pada kepercayaan dan mazhab yang dianut oleh masing-masing orang.

Jangan lupa, pemasangan alat kontrasepsi pun mesti didiskusikan terlebih dahulu, tidak berdasarkaan paksaan salah satu pihak saja.

Istihadah

Istihadah adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan, tapi tidak pada waktu-waktu yang normal seperti haid atau nifas. Ia adalah darah penyakit. Umumnya, istihadah terjadi pada perempuan di bawah usia haid yakni 9 tahun atau darah yang keluar dalam waktu kurang dari sedikit-dikitnya masa haid atau melebihi selama-lama masa haid dan juga masa nifas.

Tidak ada halangan apa pun bagi para perempuan yang mengalami istihadah dalam melaksanakan ibadah, baik ibadah yang wajib dan sunnah. Ada beberapa hadits Rasulullah Saw. yang melandasi hal tersebut, diantaranya sebagai berikut:

Pertama, hadits dari Aisyah r.a. yang menyatakan bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy berkata kepada Rasulullah Saw.: “Aku perempuan istihadah, aku tidak suci, apakah kutinggalkan shalat?” Rasulullah Saw. pun menjawab: “Istihadah itu bukan haid, jika engkau kedatangan haid, tinggalkan shalat, maka jika ukuran biasanya telah selesai, mandilah dan shalatlah.” (Asy-Syaukani, Nail al-Autar, Juz I, halaman 268).

Kedua, ada hadits Nabi Muhammad Saw. yang memerintahkan Hamnah binti Jahsy untuk berpuasa dan shalat pada waktu istihadah. (H.R. Abu Daud, Ahmad dan at-Tirmizi).

Dari dua hadits di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa perempuan haid atau nifas yang bersambung dengan istihadah hanya meninggalkan hal-hal yang dilarang dalam masa haidnya saja, kemudian ia mandi dan beribadah seperti biasa.

Dalam Al-Fiqh Al-Islamy, Az-Zuhaily menuliskan bahwa menurut Malikiyah, perempuan yang istihadah disunnahkan berwudhu setiap kali akan melaksanakan ibadah shalat dan jika darah istihadahnya telah berhenti dan disunnahkan untuk mandi.

Sedangkan menurut jumhur ulama, perempuan yang istihadah wajib berwudhu setiap kali masuk waktu shalat setelah terlebih dahulu membersihkan dan membasuh kemaluannya dan memakai pembalut.

Pil Penunda Haid

Problematika perempuan saat puasa Ramadhan selanjutnya adalah mengonsumsi pil penunda haid. Dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan, para ulama sepakat bahwa perempuan muslimah yang sedang haid diwajibkan untuk tidak berpuasa. Namun, diwajibkan baginya untuk mengqadanya pada bulan yang lain.

Hal ini adalah kemurahan dari Allah Swt. dan rahmatNya kepada perempuan yang sedang haid, sebab kondisi badan seorang perempuan sedang lelah dan urat-uratnya lemah, perasaan tidak enak dan lain-lain.

Maka dari itu, Allah Swt. mewajibkan untuk berbuka dan bukan sekadar dibolehkan tidak puasa. Jika mereka berpuasa, maka puasanya tidak sah dan tidak diterima. Perbuatan meninggalkan puasa saat masa haid telah dilakukan para muslimah sejak masa Rasulullah Saw.

Ummahat al-Mukminin dan para Shahabiyah dan para Muslimah yang mengikuti mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan bila mereka mengalami haid. Aisyah r.a berkata: “Kami diperintahkan mengqada puasa dan tidak diperintahkan mengqada shalat.” (H.R. Bukhari)

Lantas, bagaimana apabila seorang perempuan menggunakan pil penunda haid saat puasa? Setiawan Budi Utamo menulis dalam bukunya Fiqih Aktual (2003) yang selaras dengan pendapat Yusuf Qardhawy bahwa lebih afdal apabila segala sesuatu berjalan secara alamiah sesuai dengan tabiat dan fitrahnya.

Darah haid adalah perkara tabi’i, yakni proses alamiah biologis yang fitri dan sebaiknya dibiarkan berjalan sesuai dengan tabiat dan fitrahnya sebagaimana ia diciptakan Allah Swt.

Meski demikian, penggunaan pil ini tidak dilarang. Hal ini berlaku apabila pil tersebut tidak membawa efek samping medis yang membahayakan bagi penggunanya. Untuk itu, para perempuan yang ingin menggunakannya mesti melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli kandungan.

Quraish Shihab dalam Panduan Puasa (2000) tidak cenderung membolehkan penggunaan pil tersebut dengan alasan bahwa pil tersebut hanya menahan keluarnya darah tapi tidak menghilangkan dampak psikis haid.

Mencicipi Makanan

Problematika perempuan saat puasa ramadhan lainnya adalah mencicipi makanan. Memasak dan menyediakan makanan untuk orang yang berpuasa di bulan Ramadhan umumnya dilakukan oleh perempuan. Agar rasa makanan tersebut pas dan tidak berlebihan atau kurang, biasanya makanan tersebut dicicipi terlebih dahulu sebelum dihidangkan.

Mencicipi makanan pada saat berpuasa tidaklah membatalkan puasa. Syaratnya adalah makanan yang dicipipi tersebut tidak sampai tertelan. Tapi sebaiknya tidak dilakukan sebab hukumnya makruh. Hal ini dikarenakan mencicipi makanan membuka peluang batalnya puasa.[]

BINCANG SYARIAH

Selamat Tinggal Ramadhan yang Tak Biasa

Ramadhan datang ketika kita tengah diuji dengan musibah. Kita melewati Ramadhan dengan rasa takut. Kita juga melewati Ramadhan dengan rasa khawatir.

IBNU Jauzi, seorang ulama Salaf, pernah berkata, “Sesungguhnya kuda pacu apabila sudah mendekati garis finish, ia akan mengerahkan seluruh tenaganya untuk memenangkan lomba. Maka jangan sampai Anda kalah cerdas dari kuda pacu. Sebab, sesungguhnya amalan itu ditentukan oleh penutupnya. Jika Anda belum sempat menyambut Ramadhan ini dengan baik, paling tidak Anda dapat melepasnya dengan baik.”

Tak lama lagi Ramadhan tahun ini akan berakhir. Kita yang diberi kesempatan oleh Allah Ta’ala untuk memasukinya akan mencatat bahwa Ramadhan ini adalah Ramadhan yang tidak biasa.

Pada Ramadhan tahun ini, kesabaran kita betul-betul diuji. Kita dijauhkan dari masjid dan dijauhkan dari jamaah. Bahkan tak sekadar itu, sebagian dari kita juga diuji dengan rasa lapar. Bukan sekadar karena kita berpuasa, tapi karena memang tak ada lagi yang bisa kita makan.

Sebagian dari kita kehilangan mata pencaharian, sebahagian lagi kehilangan sanak keluarga karena Allah Ta’ala mengambilnya lewat perantaraan penyakit yang Allah Ta’ala turunkan kepada kita.

Ramadhan datang ketika kita tengah diuji dengan musibah. Kita melewati Ramadhan dengan rasa takut. Kita juga melewati Ramadhan dengan rasa khawatir.

Namun, Ramadhan dengan segala keutamaannya telah datang kepada kita dan tak lama lagi akan pergi. Sebagian dari kita telah abai. Sebab, kita tak menjumpai lagi suasana Ramadhan seperti tahun-tahun lalu.

Jika itu yang terjadi dengan kita, maka masih terbuka kesempatan untuk melepasnya dengan baik. Ramadhan masih menyisakan satu atau dua hari lagi. Kerahkan seluruh waktu dan tenaga untuk meraih sebanyak mungkin keutamaan di masa mendekati garis finish ini sebagaimana nasehat Ibnu Jauzi.

Namun jika kita sudah memulainya dengan baik sejak awal Ramadhan, maka sempurnakanlah kebaikan itu di akhir Ramadhan ini. “Wahai hamba-hamba Allah,” kata Ibnu Rajab, salah seorang ulama Salaf, “Sungguh bulan Ramadhan ini akan segera pergi dan tidaklah tersisa darinya kecuali sedikit. Maka barang siapa telah mengisinya dengan baik, hendaklah ia menyempurnakannya, Dan barang siapa maksimal mengisinya dengan baik, hendaklah ia mengakhirinya dengan amal-amal yang baik.” Wallahu a’lam.*

HIDAYATULLAH

Sempatkah Kita Berfikir dan Berdoa untuk Orang Tua

HARI ini (23 Mei 2020) adalah hari terakhir Ramadlan tahun ini. Selama bulan Ramadlan ini kita berpikir keras bagaimana kita bisa tetap hidup bahagia di tengah pandemi Covid ini. Kita pun sibuk berdoa untuk kita dan anak cucu kita. Bahkan lebih dari itu, banyak juga yang sibuk belanja baju baru untuk hari raya katanya. Satu pertanyaan kecil namun berdaya besar perlu kita jawab: “Adakah waktu selama bulan Ramadlan ini untuk berpikir tentang dan berdoa untuk kedua orang tua kita?

Pepohonan sesungguhnya tak begitu tersakiti karena dipotong dan ditebangi, karena itu memang takdir yang harus dijalaninya. Yang menyakitkan bagi pepohonan yang dipotong dan ditebangi itu adalah kenyataan bahwa bagian besar pegangan kapak pemotongnya adalah dari kayu pepohonan itu sendiri.

Anak yang menyakiti orang tuanya sendiri adalah mempersembahkan rasa sakit yang teramat mendalam bagi orang tuanya, rasa sakit yang melampaui semua jenis sakit yang ada di dunia ini. Muliakan orang tua kita, baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal. Jangan lupakan mendoakan mereka semoga menjadi kekasih-kekasih Allah.

Hasan Bashri berkata: “Makan malam bersama ibu yang menjadikan beliau bahagia adalah lebih baik dan lebih aku sukai dibandingkan dengan melaksanakan haji sunnat.” Sempatkan menyapa orang tua kita dan tanyakan apa yang mereka butuhkan. Kalaupun jawaban standarnya adalah “sudah cukup dan kami tidak butuh apa-apa” namun jelilah untuk membaca apa yang mereka sukai.

Bagi kita yang orang tuanya sudah meninggal, jangan lupakan doa untuk mereka, menyambung tali persaudaraan dan kekeluargaan dengan orang yang dekat dengan orang tua kita, dan bersedah yang pahalanya diperuntukkan kepada orang tua kita. Salam, AIM, Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

INILAH MOZAIK

Cek Fakta: Suara Keras Akan Muncul 15 Ramadhan pada Malam Jumat?

Akhir-akhir ini, banyak pertanyaan seputar hadist tentang suara keras di pertengahan Ramadan karena pertengahan Ramadan tahun ini bertepatan dengan hari Jumat, suara yang muncul tersebut katanya sebagai tanda huru-hara akhir zaman. Teks panjang yang diklaim sebagai hadis Nabi itu berbunyi sebagai berikut.

Nu’aim bin Hammad berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abu Umar, dari Ibnu Lahi’ah, ia berkata; telah menceritakan kepadaku Abdul Wahhab bin Husain, dari Muhammad bin Tsabit Al-Bunani, dari ayahnya, dari Al-Harits Al-Hamdani, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِذَا كَانَتْ صَيْحَةٌ فِي رَمَضَانَ فَإِنَّهُ يَكُونُ مَعْمَعَةٌ فِي شَوَّالٍ، وَتَمْيِيزُ الْقَبَائِلِ فِي ذِيِ الْقَعْدَةِ، وَتُسْفَكُ الدِّمَاءُ فِي ذِيِ الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمِ، وَمَا الْمُحَرَّمُ» ، يَقُولُهَا ثَلَاثًا، «هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ، يُقْتَلُ النَّاسُ فِيهَا هَرْجًا هَرْجًا» قَالَ: قُلْنَا: وَمَا الصَّيْحَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: ” هَدَّةٌ فِي النِّصْفِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ جُمُعَةٍ، فَتَكُونُ هَدَّةٌ تُوقِظُ النَّائِمَ، وَتُقْعِدُ الْقَائِمَ، وَتُخْرِجُ الْعَوَاتِقَ مِنْ خُدُورِهِنَّ، فِي لَيْلَةِ جُمُعَةٍ، فِي سَنَةٍ كَثِيرَةِ الزَّلَازِلِ، فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْفَجْرَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَادْخُلُوا بُيُوتَكُمْ، وَاغْلِقُوا أَبْوَابَكُمْ، وَسُدُّوا كُوَاكُمْ، وَدِثِّرُوا أَنْفُسَكُمْ، وَسُدُّوا آذَانَكُمْ، فَإِذَا حَسَسْتُمْ بِالصَّيْحَةِ فَخِرُّوا لِلَّهِ سُجَّدًا، وَقُولُوا: سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ، سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ، رَبُّنَا الْقُدُّوسُ، فَإِنَّ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ نَجَا، وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ هَلَكَ

“Bila telah muncul suara di bulan Ramadan, maka akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, kabilah-kabilah saling bermusuhan (perang antarsuku) di bulan Dzulqa’dah, dan terjadi pertumpahan darah di bulan Dzulhijjah dan Muharram.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. “Mustahil, mustahil, manusia dibunuh ketika itu, banyak terjadi kekacauan.”

Kami bertanya: “Suara apakah, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Suara keras di pertengahan bulan Ramadan, pada malam Jumat, akan muncul suara keras yang membangunkan orang tidur, menjadikan orang yang berdiri jatuh terduduk, dan para gadis keluar dari pingitannya pada malam Jumat di tahun terjadinya banyak gempa. Jika kalian telah melaksanakan shalat Shubuh pada hari Jumat, masuklah kalian ke dalam rumah kalian, tutuplah pintu-pintunya, sumbatlah lubang-lubangnya, selimutilah diri kalian, dan sumbatlah telinga kalian. Jika kalian merasakan adanya suara menggelegar, maka bersujudlah kalian kepada Allah dan ucapkanlah: “Mahasuci Allah Al-Quddus, Mahasuci Allah Al-Quddus, Rabb kami Al-Quddus”. Barang siapa melakukan hal itu, niscaya ia akan selamat. Akan tetapi, barang siapa yang tidak melakukannya, niscaya ia akan binasa”.

(Hadist ini diriwayatkan oleh Nu’aim bin Hammad di dalam kitab Al-Fitan 1:228, no.638, dan Alauddin Al-Muttaqi Al-Hindi di dalam kitab Kanzul ‘Ummal, no. 39627).

Ini hadits palsu

Perlu disampaikan bahwa hadist tersebut derajatnya palsu (maudhu’), karena di dalam sanadnya terdapat beberapa perawi hadis yang dicap sebagai pendusta dan bermasalah sebagaimana diperbincangkan oleh para ulama hadis. Para perawi tersebut antara lain:

  1. Nu’aim bin Hammad, dia seorang perawi yang dha’if (lemah),
  2. Ibnu Lahi’ah (Abdullah bin Lahi’ah), dia seorang perawi yang dha’if (lemah), karena mengalami kekacauan dalam hafalannya setelah kitab-kitab hadistnya terbakar.
  3. Abdul Wahhab bin Husain, dia seorang perawi yang majhul (tidak dikenal).
  4. Muhammad bin Tsabit Al-Bunani, dia seorang perawi yang dha’if (lemah dalam periwayatan hadist) sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu Hibban, dan An-Nasa’i.
  5. Al-Harits bin Abdullah Al-A’war Al-Hamdani, dia seorang perawi pendusta, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Asy-Sya’bi, Abu Hatim, dan Ibnu Al-Madini.

Penilaian para ulama mengenai hadits ini

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan dalam Al-Manar Al-Munif (hlm. 98) tentang hadits-hadits yang tidak sahihyang membicarakan kejadian masa depan seperti hadits akan muncul suara keras yang membangunkan orang tidur, menjadikan orang yang berdiri jatuh terduduk, dan para gadis keluar dari pingitannya, akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, perang antarsuku akan terjadi di bulan Dzulqa’dah, lalu di bulan Dzulhijjah terjadi pertumpahan darah. Dalam hadits disebutkan bahwa ada suara keras pada bulan Ramadhan pada malam Jumat pertengahan Ramadhan.

Mufti kerajaan Saudi Arabia pada masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah menyatakan, “Hadits ini tidak sahih. Hadits ini adalah hadits yang batil dan berisi kedustaan. Padahal bertahun-tahun kita sudah melewati malam Jumat pada pertengahan Ramadhan, namun kejadian itu tidak ada, segala puji bagi Allah. Kaum muslimin yang mengetahui hal ini tidak boleh melariskan hadits batil semacam itu, bahkan wajib mengingatkan kebatilan hadits tersebut. Kita ketahui bersama bahwa wajib bagi setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah pada setiap waktu dan hendaklah memperingatkan terkait larangan Allah sampai sempurna ajalnya. Sebagaimana Allah mengingatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ayat,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99). Maksud al-yaqin dalam ayat ini adalah al-maut (kematian).

Begitu juga Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Mu’adz,

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi, no. 1987 dan Ahmad, 5:153. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 26:339-341)

Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan dalam bab khusus “Bab: nampaknya tanda-tanda kuasa Allah dalam beberapa bulan, “Hadist ini dipalsukan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Al-Mawdhu’aat, 3:191).

Jangan percaya pada tukang ramal, walau dia berlabel ustadz

Sebenarnya, kalau mau mengingat kembali Ramadan tahun 2012 dulu, di mana pertengahan Ramadan atau 15 Ramadan 1433 Hijriahnya juga bertepatan dengan hari Jumat, bahkan ada ramalan akhir dunia akan terjadi pada bulan Desember tahun tersebut. Coba lihat, apakah ramalan tersebut terbukti?!

Akhir kata, kami nasihatkan agar tidak mudah menyebarkan informasi yang tidak jelas kebenarannya. Apalagi yang mengatasnamakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena menyebarkan kedustaan atas nama beliau, memiliki ancaman yang berat.

Dari Al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barang siapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari, no. 1291 dan Muslim, no. 4).

Semoga jadi ilmu yang bermanfaat dan tidak ada lagi penyebaran hadits palsu di tengah-tengah kaum muslimin Indonesia.

Referensi utama:

https://islamqa.info/ar/answers/132280/حديث-النفخة-في-اليوم-الخامس-عشر-من-رمضان-اذا-صادف-يوم-جمعة


Malam Kamis, 6 Mei 2020, 14 Ramadhan 1441 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/24283-cek-fakta-suara-keras-akan-muncul-15-ramadhan-pada-malam-jumat.html

Muslim London Berusia 100 Tahun Keliling Kumpulkan Sedekah

Sedekah yang ia kumpulkan akan diberi kepada 26 badan amal.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Seorang warga London yang berusia 100 tahun, Dabir Choudhury, berkeliling sebanyak 100 putaran di sekitar taman untuk mengumpulkan sedekah sembari berpuasa. Uang yang terkumpul tersebut akan diberikan kepada 26 badan amal, termasuk yang mengirimkan bantuan ke Gaza, Suriah, dan Yaman. 

Mencapai usia 100 tahun itu sendiri merupakan prestasi yang langka dan menakjubkan. Namun, Dabir telah melakukan sesuatu yang lebih luar biasa dengan berjalan sembari mengumpulkan sedekah dari masyarakat untuk membantu sesama di bulan suci Ramadhan. 

Pria asal Assam, India tersebut awalnya hanya ingin mengumpulkan dana sebesar 1.000 poundsterling atau sekitar Rp 18 juta pada Ahad (26/4) lalu untuk korban Covid-19. Dia kemudian berkeliling 100 putaran di taman umum di dekat rumahnya sambil berpuasa selama Ramadhan.

Dalam sembilan jam pertama, Dabir berhasil mencapai targetnya, dan dalam 48 jam berikutnya donasi mulai mengalir dari seluruh negeri. Saat ini, total donasi atau sedekah yang dikumpulkan Dabir sudah mencapai lebih dari 6.000 poundsterling atau sekitar Rp 110 juta. 

Terkejut dengan hasil yang didapatkan, Dabir kini tidak akan berhenti berjalan untuk membantu para korban Covid-19 dan juga para pengungsi di Timur Tengah. Dia pun berterima kasih kepada seluruh masyarakat yang telah menyumbangkan sebagian hartanya untuk membantu sesama di bulan Ramadhan.

“Terima kasih atas sumbangan Anda. Saya tidak berjuang sendirian untuk tersenyum pada anak-anak yang kelaparan, kami berjuang bersama. Uang ini akan membantu keluarga yang sangat membutuhkan di Inggris, Bangladesh, dan banyak negara lainnya,” kata Dabir dikutip dari laman Middle East Monitor, Sabtu (2/5).

KHAZANAH REPUBLIKA

Empat Dosa yang Harus Kamu Hindari di Bulan Ramadhan

Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jabir bi Abdillah mengatakan:

إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُكَ وَبَصَرُكَ وَلِسَانُكَ عَنْ الْكَذِبِ وَالْمَأْثَمِ وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ وَقَارٌ وَسَكِيْنَةٌ يَوْمَ صَوْمِكَ وَلَا تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَيَوْمَ صَوْمِكَ سَوَاءً

“Jika anda berpuasa hendaknya pendengaran, penglihatan dan lisanmu juga berpuasa dari dusta dan dosa. Jangan sakiti budak. Hendaknya saat berpuasa anda memiliki sikap tenang berwibawa. Jangan sikapi hari berpuasa dan hari tidak berpuasa dengan sikap yang sama.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 2/422 nomor 8852)

Diantara bentuk memuliakan bulan Ramadhan dan kondisi berpuasa adalah dengan memberikan sikap yang berbeda antara saat puasa dan saat tidak berpuasa.

Saat berpuasa hendaknya lebih bersikap hati-hati dengan dosa.

Berbuat dosa itu terlarang baik pada bulan Ramadhan atau pun di luar Ramadhan, saat berpuasa ataupun tidak dalam kondisi berpuasa.

Namun dosa saat di bulan Ramadhan dan dalam kondisi berpuasa itu jauh lebih besar dibandingkan dosa yang dilakukan di luar bulan Ramadhan dan dalam kondisi tidak berpuasa.

Dosa yang dilakukan dalam kondisi berpuasa itu bisa menghilangkan pahala puasa. Akhirnya yang didapat dari puasa hanya lapar dan dahaga semata.

Ada empat dosa yang penting diwaspadai saat puasa:

Pertama: Dosa pendengaran. Waspadai obrolan berisi gunjingan dll.

Kedua: Dosa penglihatan. Waspadai tontonan di YouTube dll.

Ketiga: Dosa lisan terutama dusta.

Keempat: Dosa zalim semisal menyakiti bawahan. Orang yang berpuasa semestinya memiliki sikap tenang berwibawa yaitu tidak guyonan yang berlebihan, tidak teriak-teriak yang tidak perlu, tidak mengejek dan mengolok-olok dll

Moga Allah jadikan puasa penulis dan pembaca tulisan ini benar-benar berkualitas dan jauh lebih baik dibandingkan Ramadhan sebelumnya.

Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.

Read more https://konsultasisyariah.com/36351-empat-dosa-yang-harus-kamu-hindari-di-bulan-ramadhan.html

Hukum Suntik dan Mandi Menyelam Ketika Puasa

DI antara yang dapat membatalkan puasa adalah adalah memasukkan suatu benda ke dalam rongga melalui lubang yang terbuka (wushul ‘ain min manfdz maftuh ila al-jauf), seperti memasukkan makanan atau air ke dalam mulut hingga masuk ke tenggorokan. Namun, perkara  memasukkan suatu benda ke dalam rongga melalui lubang yang terbuka tidak lah sesederhana itu. Menariknya, dalam hal ini Syeikh al-Habib Hasan di dalam kitabnya yang berjudul al-Taqrirat al-Sadidat fi al-Masa’il al-Mufidat, halaman 451-454 menjelasakan beberapa permasalahan yang menarik seputar wushul ‘ain min manfdz maftuh ila al-jauf, di antaranya.

Pertama, hukum suntik bagi orang yang berpuasa

Adapun hukumnya adalah dibolehkan dalam keadaan darurat, akan tetapi para ulama berbeda pendapat dalam hal batalnya puasa atau tidak, perbedaan tersebut terbagi tiga pembagian. Pertama, suntik ataupun benda lain yang semacamnya itu membatalkan puasa, karena ia masuk kedalam rongga (jauf). Kedua, ulama mengatakan hal tersebut tidak membatalkan puasa, dengan alasan bahwa suntik ataupun jarum tersebut tidak masuk melalui lubang yang terbuka (ghoir manfadz maftuh). Ketiga, apabila suntik atau hal semacamnya itu mengandung bahan makanan atau vitamin, maka hal tersebut membatalkan puasa.

Namun kalau seandainya tidak mengandung bahan makanan, di sini terdapat beberapa perincian. Apabila jarum atau suntik itu dimasukkan melalui lubang yang tidak terbuka (ghoir manfadz maftuh) seperti lengan, jari, paha, kepala,  dan lain-lain, maka hal tersebut tidak membatalkan puasa.

Adapun jika benda tersebut dimasukkan melalui lubang yang terbuka (manfadz maftuh) seperti dubur, telinga, hidung, mulut maka ia membatalkan puasa.  Dalam hal ini untuk berhati-hati, maka lebih baik tidak memasukkan jarum suntik ke dalam anggota tubuh ketika sedang berpuasa, karena keluar dari perbedaan pendapat ulama itu dianjurkan (al-Khuruj min al-Khilaf Mustahab).

Kedua, hukum menelan dahak

Adapun perkara menelan dahak bagi orang yang berpuasa ada perincian menarik dari para ahli fiqih. Pertama, apabila seseorang menelan dahaknya tatkala masih di pangkal tenggorokan, maka hal tersebut tidak membatalkan puasa.  Kedua, apabila seseorang menelan dahaknya yang sudah berada di atas pangkal tenggorokan atau diujung tenggorokan, maka hal demikian membatalkan puasa. (Lihat juga: Nihayah al-Muhtaj ditulis oleh Syamsuddin Muhammad bin Abi al-Abbas Ahmad bin Hamzah Syihabuddin al-Ramli, juz 3, hlm.135).

Ketiga, hukum menelan air liur

Hal ini tidaklah membatalkan puasa karena perkara menelan air liur ini sangat sulit untuk pencegahannya, namun dengan tiga syarat. Pertama, air liur tersebut mesti murni. Artinya tidak boleh bercampur dengan zat lain, apabila bercampur dengan air, darah atau zat yang lain. Lalu air liur tersbut ditelan, maka dalam hal ini puasanya dihukumi batal, karena air liur tersebut sudah bercampur dengan zat lain. Kedua, bahwa air liur yang ditelannya tersebut harus suci. Artinya jika air liur tersebut terkontaminasi dengan najis, maka ia membatalkan puasa tatkala ditelan. Ketiga, air liur tersebut harus berasal dari dalam atau dirinya sendiri. Maka apabila air liur tersebut ia permainkan dan telah keluar melewati bibir bagian merahnya kemudian ia telan kembali, ketahuilah perkara tersebut membatalkan puasa. (Lihat juga: Minhaj al-Thalib wa Umadah al-Muftin ditulis oleh Imam an-Nawawi hlm,75).

Keempat, hukum apabila masuk air kedalam lubang terbuka (dubur, mulut, hidung, telinga dll kecuali mata) tanpa tersengaja ketika mandi.

Dalam hal ini ulama membahasnya secara mendalam sekali, oleh karenanya hukum ini tidak bisa dianggap remeh. Pertama, apabila seseorang tersebut mandi karena ada sebab masyru’, seperti mandi junub atau mandi sunnah jum’at lalu masuk air ke dalam lubang yang terbuka seperti, dubur, mulut, hidung, telinga, kecuali mata, sementara orang yang berpuasa itu tidak  mandi menyelam, hal tersebut tidak membatalkan puasa. Namun, apabila ia mandi menyelam di sungai atau hal semacamnya. Kemudian masuk air ke dalam rongga yang terbuka seperti, dubur, telinga, mulut, hidung kecuali mata. Maka puasa orang tersebut dihukumi menjadi batal, karena mandi menyelam bagi orang yang berpuasa hukumnya makruh, atas dasar inilah orang tua dahulu melarang anaknya mandi menyelam tatkala berpuasa. Dan apabila ia mandi tanpa ada sebab syara’ (ghoir al-masyru’), seperti mandi untuk mendinginkan badan atau membersihkan kotoran di badan, lalu masuk air kedalam lubang terbuka (dubur, mulut, hidung, telinga) maka puasa orang tersebut dihukumi batal, sekalipun mandinya tidak menyelam. (Lihat juga : Fath al-Mu’in ditulis oleh Zainuddin Ahmad bin Abdul ‘Aziz al-Malibary, hlm 268).

Kelima, hukum apabila tertelan air ketika berkumur-kumur (Madhmadhah) atau memasukkan air ke dalam hidung (Istinsyaq). Menarik sekali, karena dalam hal ini fuqoha’ syafi’iyah menjelaskan secara rinci. Pertama, apabila seseorang yang berpuasa tersebut berkumur-kumur atas perkara yang dianjurkan oleh syara’ (masyru’) seperti berkumur-kumur sebelum berwudhu’. Kemudian, jika seandainya di saat itu tertelan air, maka tidaklah membatalkan puasa dengan syarat ia berkumur-kumur dengan cara tidak berlebih-lebihan (mubalagho’). Kemudian apabila ia berkumur-kumur dengan cara mubalagho sampai ke pangkal tenggorokannya, lalu airnya tertelan, maka puasanya dihukumi batal karena berlebih-lebihan (mubalagho) bagi orang berpuasa hukumnya makruh. Kedua, puasanya dihukumi batal, apabila orang yang berpuasa tersebut berkumur-kumur (mubalagho atau pun tidak) atas perkara yang tidak diperintahkan agama (ghoir al-masyru’), seperti berkumur-kumur di saat selesai berkerja atau keluar rumah. kemudian tatkala itu tertelan air walaupun tanpa sengaja, hal tersebut tetap membatalkan puasa, karena ia berkumur-kumur tanpa ada anjuran dari syara’ (ma’mur). Allahu’alam.*

Oleh: Muhammad Karim

Asatidz Tafaqquh Study Club

HIDAYATULLAH


Satu Bulan Bersama Al-Qur’an (Hari – 2)

Allah swt Berfirman :

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡـُٔولٗا

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS.Al-Isra’:36)

Ayat ini singkat namun bila direnungkan akan membawa efek yang mendalam. Ayat ini singkat, namun apabila kita menjadikannya sebagai pegangan hidup maka banyak sekali masalah yang akan terselesaikan. Ayat ini singkat, namun apabila kita jadikan ayat ini sebagai dasar dari setiap langkah yang kita pilih, maka kita akan semakin dekat dengan ketenangan dan kebahagiaan.

Dengan ayat ini seluruh kehidupan kita akan berubah. Bagaimana tidak?
Dengan mengikuti ayat ini kita tidak akan berbicara tentang sesuatu yang tidak kita pahami. Kita tidak akan mengikuti ajakan, pendapat atau informasi apapun yang belum kita pastikan kebenarannya.

Kita akan selalu merasa bahwa semua yang kita dengar, semua yang kita lihat, semua yang kita ucapkan akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt.

Kita akan selalu merasa bahwa semua yang kita pikirkan dan semua yang direncanakan akan di mintai pertanggung jawaban oleh Allah swt. Karena Dia Maha Mengetahui apa yang terlintas dalam hati manusia.

Bukankah Allah swt Berfirman :

إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمُۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ

“Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS.Ali ‘Imran:119)

Apabila ayat-ayat ini kita jadikan sebagai pedoman yang selalu kita ingat dan selalu terbayang di hadapan mata, maka ayat ini akan menjadi cambuk yang menyadarkan kita setiap kali ada keinginan atau rencana untuk berbuat keburukan.

Ayat ini akan menggugahmu ketika engkau ingin melihat yang tidak indah, mendengar sesuatu yang tidak indah atau memikirkan hal-hal yang tidak di sukai oleh Allah swt. Khususnya ketika dalam kesendirian, disaat tiada satupun mata yang memandang, ingatlah bahwa setiap yang dilihat, didengar ataupun yang dipikirkan semuanya akan di mintai pertanggung jawaban oleh Allah swt.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Semoga Kita Diampuni Selama Ramadhan

Hendaknya kita berdoa dan sangat berharap kepada Allah agar kita diampuni selama bulan Ramadhan. Mengapa demikian? Karena begitu banyak sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan. Mulai dari shalat, puasa, sedekah, ibadah lailatul qadar bahkan zakat fitrah juga sebagai bentuk “penyuci” bagi mereka yang berpuasa.
Perhatikan dalil-dalil berikut yang menunjukkan banyaknya sebab ampunan di bulan Ramadhan:

1. Puasa Ramadhan menghapuskan dosa

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.” [HR. Bukhari dan Muslim]

2. Shalat malam di bulan Ramadhan menghapuskan dosa

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melaksanakan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka dia diampuni semua dosanya yang telah lewat.”[HR. Muslim]

3. Sedekah menghapuskan dosa

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ الصَّوْمُ جُنَّةٌ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ

“Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai. Bersedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api. Dan shalat seseorang di kegelapan malam …[HR. Tirmidzi]

4. Shalat pada malam lailatul qadar menghapuskan dosa

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan (penuh) keimanan dan pengharapan (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” [HR. Bukhari & Muslim]

5. Zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa

Ibnu Abbas mengatakan,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, sebagai penyuci orang yang berpuasa dari perbuatan yang menggugurkan pahala puasa serta dari perbuatan atau ucapan jorok, juga sebagai makanan bagi orang miskin.” [HR. Abu Daud]

Begitu banyak ampunan di bulan Ramadhan, sehingga apabila ada yang tidak diampuni di bulan Ramadhan maka benar-benar “keterlaluan” jeleknya. Dalam suatu hadits disebutkan bahwa orang yang tidak diampuni di bulan Ramadhan akan mendapatkan celaka dan kerugian yang besar.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,

رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ – أَوْ بَعُدَ – دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni.” [HR. Ahmad, shahih]

Ibnu Rajab menukilkan perkataan salaf,

من لم يغفرْ لَه في رمضان فلن يغفر له فيما سواه؛

“Barangsiapa yang tidak diampuni dosa-dosanya di bulan Ramadhan, maka tidak akan diampuni dosa-dosanya di bulan-bulan lainnya.” [Latha-if Al-Ma’arif, hal. 297]

Semoga kita semua diampuni selama bulan Ramadhan. Demikian semoga bermanfaat.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/47161-semoga-kita-diampuni-selama-ramadhan.html