Sahur dan Berbuka dengan Thibbun Nabawi

Rasa lemah dan mengantuk saat puasa bisa jadi karena asupan saat sahur dan buka

Puasa dalam Islam jauh lebih dari sekedar himyah (menahan makan). Puasa dalam Islam adalah ibadah, bentuk penyehatan diri dan untuk menggapai takwa. Maka ada baiknya kita mempelajari juga perihal berbuka dan bersantap di antara dua puasa agar ketika berpuasa tidak mengalami gangguan, penyakit atau kelemahan fisik.

Rasa lemah dan mengantuk terus-menerus yang sering mendera selama Ramadhan dan akhirnya membuat malas melaksanakan ibadah lainnya, bisa jadi dipengaruhi asupan sejak berbuka hingga sahur.

Terlalu banyak makan dapat menyebabkan lambung menjadi dingin (kurang enzim pencernaan). Mengonsumsi berbagai makanan, seperti yang lambat dan cepat dicerna secara bersamaan, justru dapat menyebabkan penyakit. Oleh karenanya Rasulullah SAW pun ketika dapat tersedia makanan, beliau memilih menu berbuka dan sahur yang sederhana lagi baik untuk tubuh.

Berikut ini makanan dan minuman yang terdokumentasi dalam hadits dan dapat menjadi pilihan untuk sahur dan berbuka :

  1. Ruthob (Kurma Segar)

“Rasulullah SAW biasa berbuka dengan rothob (kurma segar) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada ruthob (kurma basah), maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (Riwayat Abu Daud dan Ahmad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Menurut Ibnu Muflih, sifat kurma ruthob panas dan lembab pada tingkat kedua, dapat menguatkan lambung yang dingin dan cocok untuk tipe lambung tersebut. Ruthob dapat meningkatkan libido dan memberi nutrisi untuk tubuh.

Namun bagi yang belum terbiasa mengonsumsinya bisa mengalami pusing, sembelit dan nyeri kandung kemih apabila terlalu banyak memakannya. Untuk mencegah hal tersebut dapat mengonsumsi ruthob bersama dengan mentimun atau semangka.

  1. Tamr (Kurma Kering)

Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian akan berbuka puasa, maka berbukalah dengan kurma sebab kurma itu berkah, kalau tidak ada, maka dengan air karena air itu bersih dan suci.” (Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi)

Kurma kering (tamr) saat ini telah sangat mudah ditemukan di Indonesia, tak hanya banyak di bulan Ramadhan. Tentunya menu ini sangat memungkinkan untuk diterapkan sebagai makanan utama ketika berbuka, tentunya juga sahur.

Hadits Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, “Sebaik-baik (menu) makan sahur seorang mukmin adalah tamr (kurma kering).” (Riwayat Abu Dawud: 23345, hadits ini hadits shahih)

Mengenai berbuka dengan tamr, Ibnu Muflih menjelaskan, puasa itu mengosongkan perut dari makanan, sehingga liver dan stamina pun melemah. Sedangkan stamina sangat tertarik dan suka kepada sesuatu yang manis, sehingga ia bisa menguat dengan cepat bila mendapatkannya.

Kurma, khususnya ruthob dan tamr adalah makanan pokok penduduk Madinah zaman Rasulullah SAW. Mereka memperlakukannya seperti nasi bagi orang Indonesia. Apabila kita telah terbiasa insya Allah bersantap sahur dengan tamr akan mendapatkan manfaat yang sama. Namun apabila belum terbiasa bisa saja mengalami efek samping berupa sakit kepala, haus dan perut terasa panas. Hal itu dapat diatasi dengan meminum sakanjabin setelah mengonsumsi tamr yang resepnya telah dijelaskan di edisi lalu.

Apabila kurma terlalu manis, efek negatif yang ditimbulkan adalah rasa haus, maka dapat berbuka dan sahur dengan kurma dan segelas air. Kurma tersebut juga dapat dibuat naqi’ agar tidak terlalu manis dan lebih cepat diserap tubuh. Selain itu bagi ibu hamil dan menyusui dapat mengonsumsi kurma tamr yang direndam dalam susu.

  1. Susu

Dari Anas RA berkata, “Adalah (Nabi) SAW bila puasa, beliau berbuka dengan susu.” (Riwayat Thabarani dan Daraquthni, hadits lemah)

Dalam hadits ini susu yang dimaksud adalah laban, bahasa lainnya labneh, yaitu berupa susu yang telah diasamkan, seperti yoghurt. Sedangkan susu yang segar dan belum asam disebut laban halib. Hadits ini lemah.

Rasulullah SAW sering meminum susu di malam hari, misalnya ketika beliau sedang dalam perjalanan hijrah dan menetap di gua. Penggembala kambing milik Abu Bakar RA lah yang memasak dan membawakan laban marduf untuk mereka berdua.

  1. Sawiq (Air Biji Barley-Gandum)

Dari Abdullah bin Abi Aufan RA, dia berkata, “Kami bersama Rasulullah SAW dalam sebuah perjalanan sedangkan dia dalam keadaan puasa. Ketika matahari terbenam, dia berkata kepada sebagian orang, ‘Wahai fulan, campurkan sawiq dengan air dan aduklah agar dapat kita minum.’ Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, hari masih sore.’ Beliau berkata, ‘Turunlah dan buatkan minuman itu untuk kami.’ Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, hari masih sore.’ Beliau berkata, ‘Turunlah dan buatkan minuman itu.’ Dia berkata, ‘Hari masih siang.’ Maka dia singgah untuk membuatkan minuman, lalu Nabi SAW meminumnya. Kemudian beliau bersabda, ‘Jika kalian menyaksikan malam telah datang dari sini dan sini, maka orang berpuasa boleh berbuka.” (Riwayat Bukhari (1955) dan Muslim (1101))

Sawiq adalah minuman yang menyegarkan dan bergizi. Biasanya terbuat dari butir biji-bijian seperti biji barley atau gandum yang telah disangrai, ditambah dengan kacang-kacangan seperti almond, gula dan air. Minuman ini dapat membuat wanita menjadi gemuk berisi, cantik dan sehat.

Sawiq yang dibuat dari gandum dapat meredakan hawa panas dan haus, direkomendasikan untuk orang-orang dengan liver yang bersifat panas. Sawiq dari tepung barley lebih mendinginkan, menutrisi, lebih manis dan lebih lembut dari sawiq gandum.

Sawiq adalah menu berbuka bagi para traveller, terutama seperti yang dialami oleh Rasulullah SAW yang harus mengembara menerjang gurun yang panas. Berbuka dengan sawiq akan menyegarkan tubuh dan meredakan panas tubuh serta haus yang sangat.

Di zaman Rasulullah SAW lebih mudah ditemukan biji barley sebagai makanan pokok dibanding gandum. Sementara di Indonesia gandum lebih mudah didapat dibanding dengan biji barley. Dalam kitab At-Tabikh, Ibnu Sayyar menempatkan satu bab mengenai resep sawiq bagi kalangan traveller.

  1. Air

Diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda, “Bersahurlah! meski hanya dengan meminum seteguk air” (Riwayat Ibnu Hibban (3476), hadits ini hasan)

Air adalah materi paling sederhana, juga untuk keadaan darurat bagi menu sahur dan berbuka, mengingat pentingnya menjaga kesehatan air dapat melaksanakan tugas itu. Wallahu ‘Alam, semoga bermanfaat!

Oleh : Joko Rinanto, S.Farm

HIDAYATULLAH

Ini Niat Ketika Hendak Bersilaturrahmi dan Buka Bersama

Dalam Islam, kita dianjurkan untuk selalu menyambung silaturrahmi dengan keluarga, teman, dan saudara muslim lainnya. Banyak cara untuk menyambung tali silaturahmi. Misalnya dengan cara saling berkunjung, mengadakan halal bihalal, buka bersama, saling memberi hadiah, atau dengan pemberian yang lain. Namun, di saat pandemi covid-19, kita perlu tetap menjaga protokol kesehatan yang diwajibkan oleh para dokter. Kita juga perlu niat ketika hendak bersilaturrahmi.

Di antara manfaat bersilaturrahmi, selain melapangkan rezeki, juga bisa mengantarkan kita pada surga Allah. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Al-Bukhari dari Abu Ayyub Al-Anshari, dia berkisah;

أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِمَا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ فَقَالَ النَّبِيُّ : لَقَدْ وُفِّقَ أَوْ قَالَ لَقَدْ هُدِيَ كَيْفَ قُلْتَ ؟ فَأَعَادَ الرَّجُلُ فَقَالَ النَّبِيُّ : تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ النَّبِيُّ  إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Ada seseorang berkata; Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka. Rasulullah Saw bersabda; Sungguh dia telah diberi taufik atau sungguh dia telah diberi hidayah, apa tadi yang kamu katakan? Lalu orang itu mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Saw bersabda; Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, melaksanakan shalat, membayar zakat, dan kamu menyambung silaturahmi. Setelah orang itu pergi, Nabi Saw; Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga.

Adapun niat ketika hendak bersilaturrahmi, sebagaimana disebutkan oleh Sayid Muhammad bin Alawi bin Umar Al-Idrus dalam kitab Al-Niyyat, adalah sebagai berikut;

نَوَيْتُ التَّوَدُّدَ وَالتَّقَرُّبَ اِلَيْهِمْ وَالسُّؤَالَ عَنْ اَحْوَالِهِمْ وَاِدْخَالَ السُّرُوْرِ عَلَيْهِمْ وَطَلَبَ الدُّعَاءِ مِنْهُمْ

Nawaitut tawadduda wat taqorruba ilaihim was su-aala ‘an ahwaalihim wa idkholas suruuri ‘alaihim wa tholbad du’aa-i minhum.

Aku berniat (bersilaturrahmi) untuk memperlihatkan kasih sayang dan kedekatan kepada mereka, bertanya mengenai keadaan mereka, memberikan kebahagiaan pada mereka, dan meminta doa dari mereka. Wallahu a’lam bis shawab.

BINCANG SYARIAH

Beberapa Sunnah Ketika Makan Sahur

Dalam melaksanakan ibadah puasa, disyariatkan untuk makan sahur. Berikut ini beberapa sunnah (tuntunan) Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam terkait makan sahur.

Makan sahur hukumnya sunnah muakkadah

Makan sahur tidaklah wajib dan bukan syarat sah puasa. Namun hendaknya orang yang berpuasa bersemangat untuk melakukannya karena para ulama mengatakan hukumnya sunnah muakkadah (sangat ditekankan). Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السُّحُورِ بَرَكَةً

Artinya:

“Bersahurlah karena dalam makanan sahur terdapat keberkahan” (HR. Bukhari no.1922, Muslim no.1095).

Ibnul Munzir mengatakan:

وأجمَعُوا على أنَّ السُّحورَ مندوبٌ إليه

Artinya:

“Ulama ijma’ bahwa sahur hukumnya dianjurkan” (Al-Ijma’, hal. 49).

Dianggap sudah makan sahur jika makan atau minum di waktu sahur, walaupun hanya sedikit. Dan di dalam makanan sahur itu terdapat keberkahan. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

السُّحورُ كلُّه بركةٌ فلا تَدَعُوه ، و لَو أن يَجرَعَ أحدُكُم جَرعةً مِن ماءٍ ، فإنَّ اللهَ عزَّ وجلَّ وملائكتَه يُصلُّونَ على المتسحِّرينَ

Artinya:

“Makanan sahur semuanya berkah, maka jangan tinggalkan ia. Walaupun kalian hanya meneguk seteguk air. Karena Allah ‘azza wa jalla dan para Malaikatnya berselawat kepada orang-orang yang sahur” (HR. Ahmad no.11101, dihasankan Al-Albani dalam Shahih At-Targhib no.1070).

Disunnahkan mengakhirkan makan sahur mendekati waktu terbitnya fajar

Dianjurkan untuk menunda sahur hingga mendekati waktu terbitnya fajar, selama tidak dikhawatirkan datangnya waktu fajar ketika masih makan sahur. Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhu bertanya kepada Zaid bin Tsabit radhiyallahu ’anhu:

كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً

Artinya:

“Berapa biasanya jarak sahur Rasulullah dengan azan (subuh)? Zaid menjawab: sekitar 50 ayat” (HR. Bukhari no.1921, Muslim no.1097).

Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan:

في قوله: قَدْرُ خَمسينَ آيةً؛ أي: متوسِّطةٌ، لا طويلةٌ ولا قصيرةٌ ولا سريعةٌ ولا بطيئةٌ

Artinya:

“Perkataan Zaid [sekitar 50 ayat] maksudnya dengan kecepatan bacaan yang pertengahan. Tidak terlalu panjang, tidak terlalu pendek, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat” (Fathul Bari, 1/367).

Dari sini kita ketahui kekeliruan sebagian yang bersengaja makan sahur larut malam sekitar pukul 2 atau pukul 3 malam ketika waktu subuh sekitar pukul 4 pagi.

Disunnahkan makan sahur dengan tamr (kurma kering)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda:

نِعْمَ سَحورُ المؤمِنِ التَّمرُ

Artinya:

“Sebaik-baik makanan sahur adalah tamr (kurma kering)” (HR. Abu Daud no. 2345, disahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).

Disebutkan Mausu’ah Haditsiyyah Durar Saniyyah dalam syarah hadis ini: “Makanan terbaik bagi seorang mukmin ketika sahur adalah kurma, sebagai persiapan dirinya untuk berpuasa. Karena waktu sahur dan kurma, dua-duanya memiliki keberkahan yang membantu seorang yang berpuasa di siang hari”.

Baca Juga: Barakah dalam Makanan Sahur

Gunakan waktu sahur untuk banyak beristighfar

Waktu sahur adalah salah satu waktu yang terbaik untuk meminta ampunan Allah. Allah Ta’ala berfirman tentang ciri-ciri orang yang bertaqwa, salah satunya:

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُون

Artinya:

“Ketika waktu sahur (akhir-akhir malam), mereka berdoa memohon ampunan” (QS. Adz Dzariyat: 18).

Gunakan waktu sahur untuk banyak berdoa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنا تَبارَكَ وتَعالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إلى السَّماءِ الدُّنْيا، حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فيَقولُ: مَن يَدْعُونِي فأسْتَجِيبَ له، مَن يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَن يَسْتَغْفِرُنِي فأغْفِرَ له

Artinya:

“Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: ‘Orang yang berdoa kepada-Ku akan Ku kabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan Kuampuni‘” (HR. Bukhari no.1145, Muslim no. 758).

Gunakan waktu sahur untuk banyak membaca Al-Qur’an

Waktu malam secara umum adalah waktu yang baik untuk membaca Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا

Artinya:

“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan” (QS. Al Muzammil: 6).

Juga sebagaimana pada hadis Zaid bin Tsabit, mengisyaratkan bahwa para sahabat biasa memanfaatkan waktu setelah makan sahur untuk membaca Al-Qur’an.

Wallahu a’lam. Semoga Allah memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

Kenapa Sampai Disebut Bulan Ramadhan itu “Bulan Al-Qur’an”?

Kenapa sampai disebut bulan Ramadhan itu “bulan Al-Qur’an”?

Bulan Ramadhan disebut bulan Al-Qur’an. Hal ini dapat kita saksikan dari kebiasaan para ulama yang memiliki kebiasaan sangat akrab dengan Al-Qur’an. Ada yang rajin membaca, mengkhatamkan dan bahkan merenungkan isi kandungan di dalamnya. Bahkan ini dicontohkan oleh suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar memberi. Semangat beliau dalam memberi lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.”  (HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307)

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan bahwa kaum muslimin dianjurkan untuk banyak mempelajari Al-Qur’an pada bulan Ramadhan dan berkumpul untuk mempelajarinya. Hafalan Al-Qur’an pun bisa disetorkan pada orang yang lebih hafal darinya. Dalil tersebut juga menunjukkan dianjurkan banyak melakukan tilawah Al-Qur’an di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 302)

Juga disebutkan dalam hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyetorkan Al-Qur’an pada Jibril di setiap tahunnya sekali dan dua kali di tahun diwafatkannya beliau. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كَانَ يَعْرِضُ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْقُرْآنَ كُلَّ عَامٍ مَرَّةً ، فَعَرَضَ عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ فِى الْعَامِ الَّذِى قُبِضَ ، وَكَانَ يَعْتَكِفُ كُلَّ عَامٍ عَشْرًا فَاعْتَكَفَ عِشْرِينَ فِى الْعَامِ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ

Jibril itu (saling) belajar Al-Qur’an dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap tahun sekali (khatam). Ketika di tahun beliau akan meninggal dunia dua kali khatam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa pula beri’tikaf setiap tahunnya selama sepuluh hari. Namun di tahun saat beliau akan meninggal dunia, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.” (HR. Bukhari no. 4998).

Ibnul Atsir menyatakan dalam Al-Jami’ fii Gharib Al-Hadits (4: 64) bahwa Jibril saling mengajarkan seluruh Al-Qur’an yang telah diturunkan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yang paling bagus, Al-Qur’an disetorkan pada malam hari karena saat itu telah lepas dari kesibukan. Begitu pula hati dan lisan semangat untuk merenungkannya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا

Sesungguhnya di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS. Al-Muzammil: 6)

Beberapa dalil lainnya juga menunjukkan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan khusus untuk Al-Qur’an karena Al-Qur’an turun ketika itu. Allah Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an” (QS. Al-Baqarah: 185). Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Al-Qur’an itu turun sekali sekaligus di Lauhul Mahfuzh di Baitul ‘Izzah pada malam Lailatul Qadar.

Yang mendukung perkataan Ibnu ‘Abbas dalah firman Allah Ta’ala di ayat lainnya,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan” (QS. Al-Qadar: 1).

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” (QS. Ad-Dukhon: 3).

Di antara alasan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an yaitu dibuktikan dengan bacaan ayat Al-Qur’an yang begitu banyak dibaca di shalat malam di bulan Ramadhan dibanding bulan lainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama sahabat Hudzaifah di malam Ramadhan, lalu beliau membaca surat Al-Baqarah, surat An-Nisa’ dan surat Ali ‘Imran. Jika ada ayat yang berisi ancaman neraka, maka beliau berhenti dan meminta perlindungan pada Allah dari neraka.

Begitu pula ‘Umar bin Khattab pernah memerintahkan kepada Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Daari untuk mengimami shalat tarawih. Dahulu imam shalat tersebut membaca 200 ayat dalam satu raka’at. Sampai-sampai ada jamaah yang berpegang pada tongkat karena saking lama berdirinya. Dan shalat pun selesai dikerjakan menjelang fajar. Di masa tabi’in yang terjadi, surat Al-Baqarah dibaca tuntas dalam 8 raka’at. Jika dibaca dalam 12 raka’at, maka berarti shalatnya tersebut semakin diperingan. Lihat Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 303.

Hal-hal di atas yang menunjukkan kekhususan bulan Ramadhan dengan Al-Qur’an.

Contoh dari Para Ulama yang Mengkhatamkan Al-Qur’an dalam Waktu yang Singkat

Contoh pertama dari seorang ulama yang bernama Al-Aswad bin Yazid rahimahullah –seorang ulama besar tabi’in yang meninggal dunia tahun 74 atau 75 Hijriyah di Kufah- bisa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan setiap dua malam. Dari Ibrahim An-Nakha’i, ia berkata,

كَانَ الأَسْوَدُ يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي رَمَضَانَ فِي كُلِّ لَيْلَتَيْنِ

“Al-Aswad biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan setiap dua malam.” (Siyar A’lam An-Nubala, 4: 51). Subhanallah … Yang ada, kita hanya jadi orang yang lalai dari Al-Qur’an di bulan Ramadhan.

Disebutkan dalam kitab yang sama, di luar bulan Ramadhan, Al-Aswad biasa mengkhatamkan Al-Qur’an dalam enam malam. Dan patut diketahui bahwa ternyata waktu istirahat beliau untuk tidur hanya antara Maghrib dan Isya. (Siyar A’lam An-Nubala, 4: 51)

Contoh kedua dari seorang ulama di kalangan tabi’in yang bernama Qatadah bin Da’amah rahimahullah yang meninggal dunia tahun 60 atau 61 Hijriyah. Beliau adalah salah seorang murid dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu. Beliau ini disanjung oleh Imam Ahmad bin Hambal sebagai ulama pakar tafsir dan paham akan perselisihan ulama dalam masalah tafsir. Sampai-sampai Sufyan Ats-Tsaury mengatakan bahwa tidak ada di muka bumi ini yang semisal Qatadah. Salam bin Abu Muthi’ pernah mengatakan tentang semangat Qatadah dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an,

كَانَ قَتَادَة يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي سَبْعٍ، وَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ خَتَمَ فِي كُلِّ ثَلاَثٍ، فَإِذَا جَاءَ العَشْرُ خَتَمَ كُلَّ لَيْلَةٍ

“Qatadah biasanya mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tujuh hari. Namun jika datang bulan Ramadhan, ia mengkhatamkannya setiap tiga hari. Bahkan ketika datang sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, ia mengkhatamkannya setiap malam.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 5: 276)

Contoh ketiga adalah dari Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i rahimahullah yang kita kenal dengan Imam Syafi’I, salah satu ulama madzhab terkemuka. Disebutkan oleh muridnya, Ar-Rabi’ bin Sulaiman,

كَانَ الشَّافِعِيُّ يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ سِتِّيْنَ خَتْمَةً

“Imam Syafi’i biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali.” Ditambahkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa khataman tersebut dilakukan dalam shalat. (Siyar A’lam An-Nubala’, 10: 36). Bayangkan, Imam Syafi’i berarti mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari sebanyak dua kali. Subhanallah …

Contoh terakhir adalah dari Ibnu ‘Asakir yang merupakan ulama pakar hadits dari negeri Syam, yang terkenal dengan karyanya Tarikh Dimasyq. Anaknya yang bernama Al-Qasim mengatakan mengenai bapaknya,

وَكَانَ مُوَاظِبًا عَلَى صَلاَةِ الجَمَاعَةِ وَتِلاَوَةِ القُرْآنِ، يَخْتِمُ كُلَّ جُمُعَةٍ، وَيَخْتِمُ فِي رَمَضَانَ كُلَّ يَوْمٍ، وَيَعْتَكِفُ فِي المنَارَةِ الشَّرْقِيَّةِ، وَكَانَ كَثِيْرَ النَّوَافِلِ وَالاَذْكَارِ

“Ibnu ‘Asakir adalah orang yang biasa merutinkan shalat jamaah dan tilawah Al-Qur’an. Beliau biasa mengkhatamkan Al-Qur’an setiap pekannya. Lebih luar biasanya di bulan Ramadhan, beliau mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari. Beliau biasa beri’tikaf di Al-Manarah Asy-Syaqiyyah. Beliau adalah orang yang sangat gemar melakukan amalan sunnah dan rajin berdzikir.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 20: 562)

Semoga kita dimudahkan untuk mengisi hari-hari kita di bulan Ramadhan dengan Al-Qur’an dan rajin mentadabburi (merenungkannya).

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Yuk Mereguk Nikmat Ramadan bersama Alquran!

RAMADAN disamping bulan untuk berpuasa dan qiamullayl diapun merupakan bulannya Al-Quran, padanya Allah azza wa jalla turunkan Al-Quran dan pada bulan ini pula Rasulullh shalallahu alaihi wasallam saling memperdengarkan Al-Quran bersama Jibril alaihis salaam.

“Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam adalah orang yang sangat dermawan dengan kebaikan terlebih pada bulan Ramadan karena Jibril senantiasa menemui beliau tiap malam pada bulan Ramdan hingga Ramadan usai untuk memperdengarkan Al-quran kepada Jibril, dan saat Jibril menemui beliau, beliau lebih dermawan dibanding angin yang bertiup.” [HR Bukhari no. 1902 Muslim no. 2308].

Maka sebuah anugrah yang amat besar tentunya, apabila pada bulan yang agung ini Allah azza wa jalla berkenan memberikan taufiq kepada kita untuk bisa maksimal membaca serta menghafal Al-Quran sebagai bentuk sikap tauladan kita kepada Nabi kita.

Saudaraku seiman, ketahuilah diantara kebaikan yang akan engkau peroleh dari kebaikan yang sangat banyak dalam Al-quran yaitu gelar sebagai manusia terbaik dan mulia akan engkau sandang. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

“Sebaik baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.” [HR. Bukhari no. 5027].

Sungguh tidak ada yang sia-sia darimu ketika engkau bermuamalah dan berinteraksi dengan Al-Quran, baik tatkala membacanya, terlebih ketika menghafal ayat-ayatnya, itu semua akan terhitung sebagai pahala di sisi Allah azza wa jalla, baik ketika engkau kesulitan dalam melafalkannya terlebih apabila engkau lancar membacanya. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

“Orang yang pandai membaca alquran dia akan bersama para malaikat-malaikat mulia, adapun yang masih tebata-bata dan masih merasakan susah dalam membacanya maka untuknya dua pahala.” [HR. Muslim no. 798].[]

INILAH MOZAIK

Ramadhan Cerdas dan Ceria untuk Anak

Ceritakan manfaat dan kabarkan berita gembira tentang balasan orang-orang yang berpuasa pada anak

Seorang anak bertanya pada ibunya, “Bu, kata teman-teman aku sebentar lagi puasa ya? Aku ke masjid lagi dong, Bu, buka puasa bersama, habis itu Lebaran. Nanti aku shalat di lapangan lagi ya Bu, sama teman-teman aku?” Ibunya tersenyum, “Puasa dulu satu bulan, Nak. Baru setelah itu kita Lebaran.” Anak yang baru berumur lima tahun itu tercenung sesaat, “Oh, puasa lama ya Bu. Tapi… aku mau puasa deh, Bu. Setelah itu Lebaran ‘kan ya Bu?”

Merupakan hal yang biasa bila yang diingat anak tentang Ramadhan adalah hal-hal yang menyenangkan. Karena itulah, alangkah bijaknya bila orangtua dan mereka yang mencintai anak, juga mengisi Ramadhan bersama anak dengan hal-hal yang menyenangkan. Sehingga, mereka akan semakin mencintai Allah SWT yang telah memerintahkan mereka melakukan puasa Ramadhan.

Satu hal yang tak terlupakan oleh seorang ibu adalah pertanyaan anaknya tentang mengapa orang Islam mesti berpuasa satu bulan penuh. “Padahal puasa itu kan lapar, Bu? Kok, Allah suruh kita puasa, Bu?” Sang Ibu yang sempat bingung itu menjelaskan, “Karena Allah sayang kamu, Nak. Kamu pernah lihat kulkas Ibu yang tidak dibersihkan sama Ibu satu bulan kan?” Sang anak berusaha mengingat-ingat. “Iya, Bu. Kadang-kadang banyak makanan sisa yang lupa Ibu keluarin,” sahutnya semangat.

Si Ibu melanjutkan, “Ya, seperti itu juga perut kita, Nak. Hanya saja, perut kita tidak ada pintunya.” Ibu dan anak itu tergelak sesaat. “Tapi, bisa kelihatan kalau kamu pakai alat canggih punya dokter. Itu pun tidak kelihatan semua. Karena, Allah Maha Melihat, Dia tahu, dalam perut kita banyak sisa makanan nyelip, banyak kotoran yang tak bisa keluar, terus bauuu. Karena, mesin pengolah makanan di tubuhmu, yang namanya usus, lambung, dan teman-temannya itu terus bekerja setiap waktu, tidak ada waktu untuk istirahat. Juga tidak ada waktu untuk bersih-bersih dan perawatan. Karena, Allah sayang kita dan tahu  mesin didalam perut kita perlu istirahat maka Allah SWT menyuruh kita berpuasa. Supaya ada waktu untuk bersih-bersih dan dibetul-betulin bagian yang rusak,” jelas Ibunya panjang lebar.

Beri Kabar Gembira

Memberikan pengertian kepada anak tentang pentingnya berpuasa memang bukan pekerjaan yang mudah. Hanya memberi informasi pada anak bahwa setiap Muslim harus berpuasa karena bila tidak melaksanakannya akan masuk neraka, sejatinya hanya akan membuat anak merasa bahwa Islam adalah agama kejam. Logikanya, bila tidak ingin mendapat siksa neraka, seorang Muslim harus menyiksa dirinya di dunia dengan rasa haus dan lapar. Padahal, tentu hal ini berdampak buruk jika tertanam kuat di benak anak. Islam akan menjadi agama yang tidak menyenangkan dan seluruh amalannya membuat seseorang terpaksa melaksanakannya dibawah ancaman.

Karena itu, alangkah bijaknya bila setiap orangtua mengenalkan “kabar gembira” terlebih dahulu, sebelum menyampaikan “ancaman” pada anak. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW kepada para Sahabat, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut Ar-Royyan. Orang-orang yang rajin berpuasa akan masuk surga dengan melewatinya pada hari kiamat nanti. Tidak ada orang yang memasukinya selain mereka. Diserukan kepada mereka, ‘Manakah orang-orang yang rajin berpuasa?’ Maka merekapun bangkit. Tidak ada yang masuk melewati pintu itu selain golongan mereka. Dan kalau mereka semua sudah masuk maka pintu itu dikunci sehingga tidak ada lagi seorangpun yang bisa melaluinya.” (Riwayat Bukhari)

Biarkan anak bertanya-tanya tentang apa itu puasa Ramadhan dan apa manfaat puasa untuk anak. Jangan takut anak akan menjadi orang-orang yang tidak ikhlas menjalankan ibadah dan selalu mengharap imbalan. Karena, membuat anak mengetahui bahwa janji Allah SWT lebih indah dibandingkan janji siapapun di dunia ini dan Allah SWT tidak akan mengingkari janji, akan membuat anak hanya berharap pada Allah SWT saja.

Kembali pada masalah menyampaikan janji Allah SWT untuk mereka yang berpuasa, sangat baik menggambarkan pada anak tentang indahnya surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya. Menggambarkan berlimpah-ruahnya kenikmatan di surga akan membuat anak memiliki visi yang jelas tentang alasan melakukan amal saleh. Mengiang-ngiangkan di telinganya tentang luar biasanya surga akan membuatnya hidup dengan berpegang pada segala cara yang ditunjukkan Allah SWT untuk mengantarkannya ke surga.

Mari berikan waktu yang luas untuk berbicara dan bercerita pada anak bahwa puasa memiliki manfaat yang juga dapat dirasakan secara langsung di dunia. Sekaligus menanamkan kecintaan pada setiap perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Sebab, semua yang diperintahkan pastilah bermanfaat bagi kehidupan. Seperti dialog ibu dan anak di atas bahwa puasa secara medis sangat bermanfaat untuk merawat kesehatan alat-alat pencernaan. Akan semakin menarik, jika penjelasan orangtua disertai dengan gambar-gambar tentang alat pencernaan yang sehat atau disertai video tentang mekanisme kerja alat pencernaan.

Biasakan dengan Menyenangkan

Membiasakan anak untuk berpuasa pun harus dilakukan sejak usia dini. Minimal ketika usianya menginjak lima tahun. Diusia ini, anak sudah mulai bisa menahan rasa haus dan lapar. Latihan dan pembiasaan ini penting karena sebagai orangtua, kita tentu tidak ingin memukul anak-anak kita ketika mereka sudah mukallaf (terkena beban hukum).

Melatih mereka sedikit demi sedikit untuk membiasakan diri berpuasa dibarengi berbagai pengetahuan, permainan, dan cerita menarik tentang manfaat berpuasa, tentu akan lebih menyenangkan dibanding harus memarahi dan memukul mereka.

Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz; dia berkata, “Rasulullah mengutus untuk mengumumkan pada pagi hari Asyura’ di wilayah kaum Anshar yang berada di sekitar kota Madinah. ‘Barang siapa yang pagi hari ini berpuasa, hendaklah menyelesaikannya. Barang siapa yang tidak berpuasa, hendaknya menahan (makan dan minum) sampai malam.’ Setelah adanya pengumuman itu, kami berpuasa dan mengajak anak-anak untuk melaksanakan puasa. Kami juga mengajak mereka ke masjid dan memberikan mereka mainan dari kulit (wol). Jika mereka menangis karena lapar, kami menyodorkan mainan sampai waktu berbuka puasa tiba.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Nah, bila Ramadhan beramal saleh lebih bermakna bersama anak, berburu ilmu pengetahuan lebih luas, bercerita lebih lama, dan bermain lebih seru bersama anak, maka berarti kita dapat memastikan bahwa Ramadhan adalah hal yang menyenangkan. Bukan hanya untuk anak. Namun, juga bagi orangtua. Sehingga, anak-anak kita kelak akan belajar bahwa menahan lapar dan haus serta mengendalikan diri adalah cara terbaik menjadi orang-orang pilihan yang tetap menyenangkan.

Oleh Kartika Ummu Arina, ibu rumah tangga tinggal di Bakasi, Artikel ini dikuti dari majalah Suara Hidayatullah

HIDAYATULLAH

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan

Ada banyak problematika perempuan saat puasa Ramadhan. Puasa Ramdhan adalah ibadah yang hukumnya wajib bagi umat Islam. Pembahasan tentang kewajiban puasa Ramadhan ada dalam Quran Surat Al-Baqarah Ayat 183 sebagai berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba ‘alallażīna ming qablikum la’allakum tattaqụn

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Lewat ayat tersebut, Allah Swt. menyeru pada orang-orang yang beriman dengan panggilan spesial yakni “hai orang-orang yang beriman”. Adanya panggilan ini menyatakan bahwa Allah Swt. mengingatkan umat Islam terhadap eksistensi, hakikat, dan jati dirinya sebagai seorang hamba yang beriman.

Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa indikasi bahwa orang yang beriman akan berhasil mencapai taqwa dengan puasa Ramadhan. Hal ini bisa dilihat dari semangat seorang hamba mengisi hari-hari Ramadhan dengan berbagai bentuk ibadah selain puasa.

Sebagai misal, qiyamullail yakni dengan melaksanakan shalat tarawih, shalat witir, shalat tahajjud, tilawah Al-Qur’an, sedekah dan berbagai amal kebajikan lainnya.

Agar puasa Ramadhan yang dijalankan tidak terasa begitu berat, selain panggilan spesial untuk hamba-hambanya yang beriman, Allah Swt. juga menjelaskan dalam bahwa kewajiban puasa berlaku juga bagi umat-umat terdahulu karena sudah menjadi tabiat manusia akan merasa sedikit ringan jika suatu beban itu juga dibebankan kepada orang lain, bukan hanya ia sendiri.

Pada bagian akhir ayat di atas, Allah Swt. menyatakan bahwa tujuan utama ibadah puasa adalah membentuk Muslim yang bertaqwa. Kiranya, Allah Swt. telah memberikan pemahaman agar dalam melaksanakan puasa Ramadhan, kita seharusnya tidak terjebak pada sekadar menggugurkan kewajiban.

Dalam mengisi bulan Ramadhan, laki-laki dan perempuan mendapat kesempatan yang sama untuk bisa meraih keutamaan dan keistimewaan. Tapi, ada hal-hal bersifat qodrati yang tidak bisa dielakkan oleh perempuan. Selain itu, ada pula hal-hal yang membatasi kegiatan-kegiatan perempuan di bulan Ramadhan.

Hal ini diakibatkan karena tugas-tugas dan tanggung jawab sosial perempuan yang kadang-kadang membuatnya tidak dapat mengisi Ramadhan sebagaimana yang disyariatkan kepadanya. Problematika yang dihadapi perempuan saat menunaikan ibadah puasa diantaranya adalah haid dan nifas serta istihadah.

Selain itu, ada pula hamil dan menyusui. Selanjutnya, ada juga pemakaian alat kontrasepsi, saat mencicipi makanan, memakan obat penunda haid, dan lain-lain.

Hamil dan Menyusui

Problematika perempuan saat puasa Ramadhan yang paling umum adalah hamil dan menyusui. Perempuan yang hamil dan menyusui bayi diperbolehkan berbuka puasa apabila merasa khawatir atas kesehatan dirinya ataupun bayinya, baik bayi itu anak kandung perempuan yang menyusui ataupun anak orang lain, baik perempuan itu sebagai ibu dari bayi yang disusuinya ataupun sebagai ibu susu yang disewa orang tua kandungnya.

Kekhawatiran tersebut membolehkan dua kategori perempuan untuk berbuka puasa.  Perlu dicacat, kekhawatiran mestin berdasarkan perhitungan yang matang. Hal ini bisa diukur dengan pengalaman sebelumnya atau hasil konsultansi dengan dokter. Alasan dibolehkannya berbuka bagi keduanya adalah mengqiyaskannya kepada orang sakit dan musafir.

Dalam Al-Fiqh Al-Islamiy, Wahbah Az-Zuhaily menjelaskan bahwa alasan bolehnya perempuan hamil dan menyusui berbuka puasa adalah dengan qiyas terhadap orang sakit dan musafir. Alasan lain terdapat dalam hadits Rasulullah Saw. sebagai berikut:

إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ، وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah swt meringankan kewajiban puasa dan sebagian shalat dari musafir dan (meringankan kewajiban) puasa dari perempuan hamil dan perempuan menyusui.” (HR. Ahmad, Nasa’i, Abu Dawud)

Muhammad Ibn Ali Asy-Syaukaniy dalam Nail al-Autar menjelaskan, saat seorang perempuan hamil atau menyusui merasa ada kekhawatiran akan bahaya kebinasaan yang akan menimpanya atau anaknya kalau dia tetap berpuasa maka haram ia berpuasa.

Aturan tentang tata cara mengganti puasa yang tertinggal ini para ulama berbeda pendapat Az-Zuhaily menjelaskan salam al-Fiqh al-Islamiy, menurut mazhab Hanafi, apabila ada perempuan hamil atau menyusui yang tidak berpuasa, maka keduanya wajib mengqada puasanya tersebut tanpa harus mengeluarkan fidyah.

Sedangkan menurut mazhab Syafii dan Hambali, apabila keduanya tidak berpuasa lantaran mengkhawatirkan anaknya, maka keduanya wajib mengqada puasa dan juga membayar fidyah.

Problematika pertama perempuan saat puasa Ramdhan yakni hamil dan menyusui bisa diselesaikan dengan mengqada dan membayar fidyah puasa. Tapi, apabila fisik sang ibu dan anak kuat dalam menjalankan puasa, maka ada baiknya apabila menunaikan puasa. Hal perlu dicatat adalah puasa yang dijalankan jangan sampai karena paksaan.

Islam telah memudahkan, kini giliran kita yang memutuskan. Selain hamil dan menyusui, ada banyak problematika perempuan saat puasa Ramadhan yakni haid dan nifas, istihadah, pemakaian alat kontrasepsi, mencicipi makanan, memakan obat penunda haid, dan lain-lain yang akan dibahas di tulisan berikutnya.

Ada hikmah di balik syariat yang ditetapkan bagi perempuan hamil dan menyusui saat puasa. Sebagaimana diketahui, memiliki keturunan adalah salah satu tujuan utama perkawinan.

Dengan begitu, keturunan akan berkelanjutan dan melahirkan cikal-bakal generasi mendatang. Allah Swt. telah menanam rasa suka dan bahagia bagi setiap pasangan yang telah dikaruniai keturunan. Anak adalah berkah bagi keluarga, terutama untuk kedua orang tuanya.

Tapi karena alasan-alasan tertentu, ada kekhawatiran akan kesehatan ibu terlalu sering hamil dan melahirkan, atau bisa juga disebabkan karena kekhawatir akan kesulitan materi bila anak terlalu banyak di mana akan berakibat pada tidak terpenuhinya kebutuhan anak-anak serta rendahnya pendidikan mereka.

Maka, banyak pasangan yang membatasi kelahiran dengan memakai alat kontrasepsi atau bisa juga dengan cara-cara tertentu.

Alat Kontrasepsi

Cara yang paling banyak digunakan untuk menghalangi atau mengurangi laju kelahiran dimasa Rasulullah Saw. adalah degan azal. Azal ialah mengeluarkan air mani di luar rahim apabila terasa akan keluar.

Para sahabat melakukan ini di zaman Rasulullah Saw. saat wahyu masih turun sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Jabir r.a.: “Kami melakukan azal pada masa Rasulullah Saw. sedangkan Al-Qur’an masih turun.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Selain itu, ada pula Usamah bin Zaid yang meriwayatkan bahwa seseorang menghadap Rasulullah Saw. dan bertanya:

“Wahai Rasulullah Saw., saya telah melakukan azal terhadap istri saya. Rasulullah Saw. menjawab: mengapa engkau lakukan itu? Orang itu menjawab: Saya kasihan kepada anaknya atau dia, berkata saya kasihan kepada anak-anaknya. Rasulullah Saw. pun bersabda: Kalau azal itu berbahaya, tentu telah membahayakan bangsa Parsi dan Romawi.” (H.R. Muslim)

Yusuf al-Qardawy menulis dalam bukunya yang berjudul Halal Haram Dalam Islam (2000) terjemahan Wahid Ahmadi bahwa dalam hadis ini, seolah-olah Rasulullah Saw. melihat bahwa kondisi pribadi ini tidak membahayakan untuk umat secara keseluruhan.

Buktinya, azal tidak membahayakan bangsa Parsi dan Romawi yang juga melakukan azal, padahal keduanya adalah negara terkuat pada masa itu.

Salah satu alasan syar’i yang memungkinkan bisa diterimanya masalah ini adalah tentang kekhawatiran masalah pertumbuhan terhadap anak yang masih menyusui. Apabila ada kandungan baru lagi, maka kehamilan selanjutnya akan merusak ASI dan memperlemah anak. Demikian Yusuf al-Qardaway menjelaskan dalam bukunya.

Sementara itu, si bayi sangat membutuhkan perhatian ibu dalam usianya yang masih sangat muda, padahal sang ibu dalam keadan hamil dan menghadapi segala risiko yang tidak dapat memperhatikan si bayi dengan baik. Selain itu, boleh jadi kondisi kesehatan sang ibu yang baru beberapa bulan melahirkan belum pulih, padahal ada “penyakit” baru telah datang lagi.

Berbeda dengan zaman dahulu, saat ini telah ditemukan berbagai sarana yang bisa digunakan untuk mencegah kehamilan. Pencegahan ini bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan dengan sasaran yang ingin dicapai yakni perlindungan terhadap bayi dan ibu dari bahaya dan kemudharatan serta menghindari kerusakan lain berupa menahan diri dari istri saat menyusui, dan ini memberatkan suami.

Cara modern yang bisa dilakukan itu antaralain memakan pil KB, suntikan, spiral, kondom, sterilisasi, dan lain sebagainya. Meskipun cara-cara ini terbilang efektif dalam  mengatur kelahiran, namun sebagiannya dapat menimbulkan masalah bagi perempuan, seperti haid yang tidak teratur, bahkan kadang-kadang terus menerus.

Selain itu, perempuan juga dihadapkan dengan permasalahan lain yang timbul dalam penggunaan alat kontrasepsi modern. Sebagai misal, pada pemasangan spiral dan pengontrolannya. Memasang spiral yaitu memasukkannya alat ke dalam vagina pada posisi tertentu. Sementara pengontrolannya adalah dengan cara mengecek apakah spiral tetap pada posisi yang sama pada saat ditempatkan.

Perlu dicatat bahwa pemasangan spiral pada bulan Ramadhan akan menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Ada yang mengatakan bahwa puasanya batal dan ada pula yang mengatakan puasanya tidak batal. Pendapat tersebut tentu berdasarkan argumen masing-masing yang memiliki konteks berbeda-beda.

Jumhur ulama; mazhab Hanafi, Syafi‟i, dan Hambali berpendapat puasa akan menjadi batal dengan sebab pemasangan spiral, sebab pemasangan spiral berarti memasukkan sesuatu kedalam rongga tubuh bagian dalam yang dimasukkan melalui lubang terbuka dengan sengaja.

Sedangkan mazhab Maliki mengatakan tidak batal. Alasannya adalah bahwa yang dimaksudkan dengan memasukkan sesuatu ke dalam lubang tubuh bagian bawah ini berwujud cairan bukan benda padat.

Sementara itu, hukum untuk pengontrolan spiral yang dilakukan secara manual atau USG juga berbeda-beda. Jumhur ulama selain mazhab Syafi’i menyatakan tidak membatalkan puasa.

Sementara itu, ulama mazhab Syafi’i menyatakan bahwa puasanya batal. Untuk itu, kita mesti kembali pada kepercayaan dan mazhab yang dianut oleh masing-masing orang.

Jangan lupa, pemasangan alat kontrasepsi pun mesti didiskusikan terlebih dahulu, tidak berdasarkaan paksaan salah satu pihak saja.

Istihadah

Istihadah adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan, tapi tidak pada waktu-waktu yang normal seperti haid atau nifas. Ia adalah darah penyakit. Umumnya, istihadah terjadi pada perempuan di bawah usia haid yakni 9 tahun atau darah yang keluar dalam waktu kurang dari sedikit-dikitnya masa haid atau melebihi selama-lama masa haid dan juga masa nifas.

Tidak ada halangan apa pun bagi para perempuan yang mengalami istihadah dalam melaksanakan ibadah, baik ibadah yang wajib dan sunnah. Ada beberapa hadits Rasulullah Saw. yang melandasi hal tersebut, diantaranya sebagai berikut:

Pertama, hadits dari Aisyah r.a. yang menyatakan bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy berkata kepada Rasulullah Saw.: “Aku perempuan istihadah, aku tidak suci, apakah kutinggalkan shalat?” Rasulullah Saw. pun menjawab: “Istihadah itu bukan haid, jika engkau kedatangan haid, tinggalkan shalat, maka jika ukuran biasanya telah selesai, mandilah dan shalatlah.” (Asy-Syaukani, Nail al-Autar, Juz I, halaman 268).

Kedua, ada hadits Nabi Muhammad Saw. yang memerintahkan Hamnah binti Jahsy untuk berpuasa dan shalat pada waktu istihadah. (H.R. Abu Daud, Ahmad dan at-Tirmizi).

Dari dua hadits di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa perempuan haid atau nifas yang bersambung dengan istihadah hanya meninggalkan hal-hal yang dilarang dalam masa haidnya saja, kemudian ia mandi dan beribadah seperti biasa.

Dalam Al-Fiqh Al-Islamy, Az-Zuhaily menuliskan bahwa menurut Malikiyah, perempuan yang istihadah disunnahkan berwudhu setiap kali akan melaksanakan ibadah shalat dan jika darah istihadahnya telah berhenti dan disunnahkan untuk mandi.

Sedangkan menurut jumhur ulama, perempuan yang istihadah wajib berwudhu setiap kali masuk waktu shalat setelah terlebih dahulu membersihkan dan membasuh kemaluannya dan memakai pembalut.

Pil Penunda Haid

Problematika perempuan saat puasa Ramadhan selanjutnya adalah mengonsumsi pil penunda haid. Dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan, para ulama sepakat bahwa perempuan muslimah yang sedang haid diwajibkan untuk tidak berpuasa. Namun, diwajibkan baginya untuk mengqadanya pada bulan yang lain.

Hal ini adalah kemurahan dari Allah Swt. dan rahmatNya kepada perempuan yang sedang haid, sebab kondisi badan seorang perempuan sedang lelah dan urat-uratnya lemah, perasaan tidak enak dan lain-lain.

Maka dari itu, Allah Swt. mewajibkan untuk berbuka dan bukan sekadar dibolehkan tidak puasa. Jika mereka berpuasa, maka puasanya tidak sah dan tidak diterima. Perbuatan meninggalkan puasa saat masa haid telah dilakukan para muslimah sejak masa Rasulullah Saw.

Ummahat al-Mukminin dan para Shahabiyah dan para Muslimah yang mengikuti mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan bila mereka mengalami haid. Aisyah r.a berkata: “Kami diperintahkan mengqada puasa dan tidak diperintahkan mengqada shalat.” (H.R. Bukhari)

Lantas, bagaimana apabila seorang perempuan menggunakan pil penunda haid saat puasa? Setiawan Budi Utamo menulis dalam bukunya Fiqih Aktual (2003) yang selaras dengan pendapat Yusuf Qardhawy bahwa lebih afdal apabila segala sesuatu berjalan secara alamiah sesuai dengan tabiat dan fitrahnya.

Darah haid adalah perkara tabi’i, yakni proses alamiah biologis yang fitri dan sebaiknya dibiarkan berjalan sesuai dengan tabiat dan fitrahnya sebagaimana ia diciptakan Allah Swt.

Meski demikian, penggunaan pil ini tidak dilarang. Hal ini berlaku apabila pil tersebut tidak membawa efek samping medis yang membahayakan bagi penggunanya. Untuk itu, para perempuan yang ingin menggunakannya mesti melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli kandungan.

Quraish Shihab dalam Panduan Puasa (2000) tidak cenderung membolehkan penggunaan pil tersebut dengan alasan bahwa pil tersebut hanya menahan keluarnya darah tapi tidak menghilangkan dampak psikis haid.

Mencicipi Makanan

Problematika perempuan saat puasa ramadhan lainnya adalah mencicipi makanan. Memasak dan menyediakan makanan untuk orang yang berpuasa di bulan Ramadhan umumnya dilakukan oleh perempuan. Agar rasa makanan tersebut pas dan tidak berlebihan atau kurang, biasanya makanan tersebut dicicipi terlebih dahulu sebelum dihidangkan.

Mencicipi makanan pada saat berpuasa tidaklah membatalkan puasa. Syaratnya adalah makanan yang dicipipi tersebut tidak sampai tertelan. Tapi sebaiknya tidak dilakukan sebab hukumnya makruh. Hal ini dikarenakan mencicipi makanan membuka peluang batalnya puasa.[]

BINCANG SYARIAH

Selamat Tinggal Ramadhan yang Tak Biasa

Ramadhan datang ketika kita tengah diuji dengan musibah. Kita melewati Ramadhan dengan rasa takut. Kita juga melewati Ramadhan dengan rasa khawatir.

IBNU Jauzi, seorang ulama Salaf, pernah berkata, “Sesungguhnya kuda pacu apabila sudah mendekati garis finish, ia akan mengerahkan seluruh tenaganya untuk memenangkan lomba. Maka jangan sampai Anda kalah cerdas dari kuda pacu. Sebab, sesungguhnya amalan itu ditentukan oleh penutupnya. Jika Anda belum sempat menyambut Ramadhan ini dengan baik, paling tidak Anda dapat melepasnya dengan baik.”

Tak lama lagi Ramadhan tahun ini akan berakhir. Kita yang diberi kesempatan oleh Allah Ta’ala untuk memasukinya akan mencatat bahwa Ramadhan ini adalah Ramadhan yang tidak biasa.

Pada Ramadhan tahun ini, kesabaran kita betul-betul diuji. Kita dijauhkan dari masjid dan dijauhkan dari jamaah. Bahkan tak sekadar itu, sebagian dari kita juga diuji dengan rasa lapar. Bukan sekadar karena kita berpuasa, tapi karena memang tak ada lagi yang bisa kita makan.

Sebagian dari kita kehilangan mata pencaharian, sebahagian lagi kehilangan sanak keluarga karena Allah Ta’ala mengambilnya lewat perantaraan penyakit yang Allah Ta’ala turunkan kepada kita.

Ramadhan datang ketika kita tengah diuji dengan musibah. Kita melewati Ramadhan dengan rasa takut. Kita juga melewati Ramadhan dengan rasa khawatir.

Namun, Ramadhan dengan segala keutamaannya telah datang kepada kita dan tak lama lagi akan pergi. Sebagian dari kita telah abai. Sebab, kita tak menjumpai lagi suasana Ramadhan seperti tahun-tahun lalu.

Jika itu yang terjadi dengan kita, maka masih terbuka kesempatan untuk melepasnya dengan baik. Ramadhan masih menyisakan satu atau dua hari lagi. Kerahkan seluruh waktu dan tenaga untuk meraih sebanyak mungkin keutamaan di masa mendekati garis finish ini sebagaimana nasehat Ibnu Jauzi.

Namun jika kita sudah memulainya dengan baik sejak awal Ramadhan, maka sempurnakanlah kebaikan itu di akhir Ramadhan ini. “Wahai hamba-hamba Allah,” kata Ibnu Rajab, salah seorang ulama Salaf, “Sungguh bulan Ramadhan ini akan segera pergi dan tidaklah tersisa darinya kecuali sedikit. Maka barang siapa telah mengisinya dengan baik, hendaklah ia menyempurnakannya, Dan barang siapa maksimal mengisinya dengan baik, hendaklah ia mengakhirinya dengan amal-amal yang baik.” Wallahu a’lam.*

HIDAYATULLAH

Sempatkah Kita Berfikir dan Berdoa untuk Orang Tua

HARI ini (23 Mei 2020) adalah hari terakhir Ramadlan tahun ini. Selama bulan Ramadlan ini kita berpikir keras bagaimana kita bisa tetap hidup bahagia di tengah pandemi Covid ini. Kita pun sibuk berdoa untuk kita dan anak cucu kita. Bahkan lebih dari itu, banyak juga yang sibuk belanja baju baru untuk hari raya katanya. Satu pertanyaan kecil namun berdaya besar perlu kita jawab: “Adakah waktu selama bulan Ramadlan ini untuk berpikir tentang dan berdoa untuk kedua orang tua kita?

Pepohonan sesungguhnya tak begitu tersakiti karena dipotong dan ditebangi, karena itu memang takdir yang harus dijalaninya. Yang menyakitkan bagi pepohonan yang dipotong dan ditebangi itu adalah kenyataan bahwa bagian besar pegangan kapak pemotongnya adalah dari kayu pepohonan itu sendiri.

Anak yang menyakiti orang tuanya sendiri adalah mempersembahkan rasa sakit yang teramat mendalam bagi orang tuanya, rasa sakit yang melampaui semua jenis sakit yang ada di dunia ini. Muliakan orang tua kita, baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal. Jangan lupakan mendoakan mereka semoga menjadi kekasih-kekasih Allah.

Hasan Bashri berkata: “Makan malam bersama ibu yang menjadikan beliau bahagia adalah lebih baik dan lebih aku sukai dibandingkan dengan melaksanakan haji sunnat.” Sempatkan menyapa orang tua kita dan tanyakan apa yang mereka butuhkan. Kalaupun jawaban standarnya adalah “sudah cukup dan kami tidak butuh apa-apa” namun jelilah untuk membaca apa yang mereka sukai.

Bagi kita yang orang tuanya sudah meninggal, jangan lupakan doa untuk mereka, menyambung tali persaudaraan dan kekeluargaan dengan orang yang dekat dengan orang tua kita, dan bersedah yang pahalanya diperuntukkan kepada orang tua kita. Salam, AIM, Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

INILAH MOZAIK

Cek Fakta: Suara Keras Akan Muncul 15 Ramadhan pada Malam Jumat?

Akhir-akhir ini, banyak pertanyaan seputar hadist tentang suara keras di pertengahan Ramadan karena pertengahan Ramadan tahun ini bertepatan dengan hari Jumat, suara yang muncul tersebut katanya sebagai tanda huru-hara akhir zaman. Teks panjang yang diklaim sebagai hadis Nabi itu berbunyi sebagai berikut.

Nu’aim bin Hammad berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abu Umar, dari Ibnu Lahi’ah, ia berkata; telah menceritakan kepadaku Abdul Wahhab bin Husain, dari Muhammad bin Tsabit Al-Bunani, dari ayahnya, dari Al-Harits Al-Hamdani, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِذَا كَانَتْ صَيْحَةٌ فِي رَمَضَانَ فَإِنَّهُ يَكُونُ مَعْمَعَةٌ فِي شَوَّالٍ، وَتَمْيِيزُ الْقَبَائِلِ فِي ذِيِ الْقَعْدَةِ، وَتُسْفَكُ الدِّمَاءُ فِي ذِيِ الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمِ، وَمَا الْمُحَرَّمُ» ، يَقُولُهَا ثَلَاثًا، «هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ، يُقْتَلُ النَّاسُ فِيهَا هَرْجًا هَرْجًا» قَالَ: قُلْنَا: وَمَا الصَّيْحَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: ” هَدَّةٌ فِي النِّصْفِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ جُمُعَةٍ، فَتَكُونُ هَدَّةٌ تُوقِظُ النَّائِمَ، وَتُقْعِدُ الْقَائِمَ، وَتُخْرِجُ الْعَوَاتِقَ مِنْ خُدُورِهِنَّ، فِي لَيْلَةِ جُمُعَةٍ، فِي سَنَةٍ كَثِيرَةِ الزَّلَازِلِ، فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْفَجْرَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَادْخُلُوا بُيُوتَكُمْ، وَاغْلِقُوا أَبْوَابَكُمْ، وَسُدُّوا كُوَاكُمْ، وَدِثِّرُوا أَنْفُسَكُمْ، وَسُدُّوا آذَانَكُمْ، فَإِذَا حَسَسْتُمْ بِالصَّيْحَةِ فَخِرُّوا لِلَّهِ سُجَّدًا، وَقُولُوا: سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ، سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ، رَبُّنَا الْقُدُّوسُ، فَإِنَّ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ نَجَا، وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ هَلَكَ

“Bila telah muncul suara di bulan Ramadan, maka akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, kabilah-kabilah saling bermusuhan (perang antarsuku) di bulan Dzulqa’dah, dan terjadi pertumpahan darah di bulan Dzulhijjah dan Muharram.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. “Mustahil, mustahil, manusia dibunuh ketika itu, banyak terjadi kekacauan.”

Kami bertanya: “Suara apakah, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Suara keras di pertengahan bulan Ramadan, pada malam Jumat, akan muncul suara keras yang membangunkan orang tidur, menjadikan orang yang berdiri jatuh terduduk, dan para gadis keluar dari pingitannya pada malam Jumat di tahun terjadinya banyak gempa. Jika kalian telah melaksanakan shalat Shubuh pada hari Jumat, masuklah kalian ke dalam rumah kalian, tutuplah pintu-pintunya, sumbatlah lubang-lubangnya, selimutilah diri kalian, dan sumbatlah telinga kalian. Jika kalian merasakan adanya suara menggelegar, maka bersujudlah kalian kepada Allah dan ucapkanlah: “Mahasuci Allah Al-Quddus, Mahasuci Allah Al-Quddus, Rabb kami Al-Quddus”. Barang siapa melakukan hal itu, niscaya ia akan selamat. Akan tetapi, barang siapa yang tidak melakukannya, niscaya ia akan binasa”.

(Hadist ini diriwayatkan oleh Nu’aim bin Hammad di dalam kitab Al-Fitan 1:228, no.638, dan Alauddin Al-Muttaqi Al-Hindi di dalam kitab Kanzul ‘Ummal, no. 39627).

Ini hadits palsu

Perlu disampaikan bahwa hadist tersebut derajatnya palsu (maudhu’), karena di dalam sanadnya terdapat beberapa perawi hadis yang dicap sebagai pendusta dan bermasalah sebagaimana diperbincangkan oleh para ulama hadis. Para perawi tersebut antara lain:

  1. Nu’aim bin Hammad, dia seorang perawi yang dha’if (lemah),
  2. Ibnu Lahi’ah (Abdullah bin Lahi’ah), dia seorang perawi yang dha’if (lemah), karena mengalami kekacauan dalam hafalannya setelah kitab-kitab hadistnya terbakar.
  3. Abdul Wahhab bin Husain, dia seorang perawi yang majhul (tidak dikenal).
  4. Muhammad bin Tsabit Al-Bunani, dia seorang perawi yang dha’if (lemah dalam periwayatan hadist) sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu Hibban, dan An-Nasa’i.
  5. Al-Harits bin Abdullah Al-A’war Al-Hamdani, dia seorang perawi pendusta, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Asy-Sya’bi, Abu Hatim, dan Ibnu Al-Madini.

Penilaian para ulama mengenai hadits ini

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan dalam Al-Manar Al-Munif (hlm. 98) tentang hadits-hadits yang tidak sahihyang membicarakan kejadian masa depan seperti hadits akan muncul suara keras yang membangunkan orang tidur, menjadikan orang yang berdiri jatuh terduduk, dan para gadis keluar dari pingitannya, akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, perang antarsuku akan terjadi di bulan Dzulqa’dah, lalu di bulan Dzulhijjah terjadi pertumpahan darah. Dalam hadits disebutkan bahwa ada suara keras pada bulan Ramadhan pada malam Jumat pertengahan Ramadhan.

Mufti kerajaan Saudi Arabia pada masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah menyatakan, “Hadits ini tidak sahih. Hadits ini adalah hadits yang batil dan berisi kedustaan. Padahal bertahun-tahun kita sudah melewati malam Jumat pada pertengahan Ramadhan, namun kejadian itu tidak ada, segala puji bagi Allah. Kaum muslimin yang mengetahui hal ini tidak boleh melariskan hadits batil semacam itu, bahkan wajib mengingatkan kebatilan hadits tersebut. Kita ketahui bersama bahwa wajib bagi setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah pada setiap waktu dan hendaklah memperingatkan terkait larangan Allah sampai sempurna ajalnya. Sebagaimana Allah mengingatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ayat,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99). Maksud al-yaqin dalam ayat ini adalah al-maut (kematian).

Begitu juga Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Mu’adz,

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi, no. 1987 dan Ahmad, 5:153. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 26:339-341)

Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan dalam bab khusus “Bab: nampaknya tanda-tanda kuasa Allah dalam beberapa bulan, “Hadist ini dipalsukan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Al-Mawdhu’aat, 3:191).

Jangan percaya pada tukang ramal, walau dia berlabel ustadz

Sebenarnya, kalau mau mengingat kembali Ramadan tahun 2012 dulu, di mana pertengahan Ramadan atau 15 Ramadan 1433 Hijriahnya juga bertepatan dengan hari Jumat, bahkan ada ramalan akhir dunia akan terjadi pada bulan Desember tahun tersebut. Coba lihat, apakah ramalan tersebut terbukti?!

Akhir kata, kami nasihatkan agar tidak mudah menyebarkan informasi yang tidak jelas kebenarannya. Apalagi yang mengatasnamakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena menyebarkan kedustaan atas nama beliau, memiliki ancaman yang berat.

Dari Al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barang siapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari, no. 1291 dan Muslim, no. 4).

Semoga jadi ilmu yang bermanfaat dan tidak ada lagi penyebaran hadits palsu di tengah-tengah kaum muslimin Indonesia.

Referensi utama:

https://islamqa.info/ar/answers/132280/حديث-النفخة-في-اليوم-الخامس-عشر-من-رمضان-اذا-صادف-يوم-جمعة


Malam Kamis, 6 Mei 2020, 14 Ramadhan 1441 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/24283-cek-fakta-suara-keras-akan-muncul-15-ramadhan-pada-malam-jumat.html