3 Manfaat Sedekah yang Diungkap Rasul ke Ali bin Abi Thalib

Rasulullah SAW berwasiat kepada Ali bin Thalib ihwal keutamaan sedekah

Banyak keterangan dalam Alquran dan hadits tentang keutamaan bersedekah. 

Dalam Alquran surat As Saba ayat 39 Allah SWT menegaskan akan mengganti harta orang-orang yang berinfak dijalan Allah. 

مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.”

Dalam sejumlah hadits nabi Muhammad SAW juga dijelaskan orang yang bersedekah akan terhindar dari bala, dilipatgandakan rezekinya, hingga dijauhkan penyakit-penyakit.  

Namun dalam tulisan ini akan dipaparkan tiga fadilat sedekah sebagaimana dijelaskan dalam kitab Wasiyat Al Musthafa yaitu kitab turats berisi wasiat-wasiat Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib yang di antaranya juga ada yang berkaitan dengan sedekah. 

Kitab ini disusun Syekh Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Musa Asy Syarani Al Anshari Asy Syafi’i Asy Syadzili Al Mishri atau dikenal sebagai Imam Asy Syarani. 

1. Menolak bala

يَا عَلِيُّ، صَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَجْلِبُ الْبَرَكَةَ وَالرِّزْقَ الْكَثِيْرَ وَبَاكِرْ بِالصَّدَقَةِ فَإِنَّ الْبَلَاءَ يَنْزِلُ قَبْلَ الْبُكُوْرِ فَتَرُدُّ الْقَضَاءَ فِي الْهَوَاءِ

“Wahai Ali, sedekah dengan cara sirri (tak diperlihatkan pada orang lain) itu bisa memadamkan kemarahan Allah, dan bisa menarik berkah serta rezeki yang banyak. 

(Wahai Ali) bersegeralah (pagi-pagi sekali) bersedekah, karena sesungguhnya bala itu turun sebelum pagi buta. Maka dengan sedekah itu menolak qadha buruk di udara.”

2. Sedekah meski sedikit akan dicintai Allah 

يَا عَلِيُّ، إِذَا تَصَدَّقْتَ فَتَصَدَّقْ بِأَحْسَنِ مَا عِنْدَكَ فَإِنَّ صَدَقَةَ لُقْمَةٍ مِنْ حَلَالٍ أَحَبُّ إِلَى اللهِ تَعَالَى مِنْ مِائَةِ مِثْقَالٍ مِنْ حَرَامٍ، وَصَدَقَةٌ تُقَدِّمُهَا قَبْلَ مَوْتِكَ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ مِثْقَالٍ يَتَصَدَّقُوْنَ بِهَا بَعْدَ مَوْتِكَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى “يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ”

“Wahai Ali, ketika kamu bersedekah maka sedekahlah dengan harta yang terbaik yang ada padamu. Karena sesungguhnya sedekah sesuap dengan harta yang halal itu lebih disenangi Allah SWT dari pada 100 mitsqal dari barang yang haram, atau sedekah yang kamu berikan sebelum mati itu lebih utama daripada 100 mitsqal yang diberikan setelah matimu. Allah SWT berfirman :

إِنَّا أَنْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ “Pada hari manusia apa yang telah diperbuat oleh kedua tanganya”) (QS an Naba 40). 

Maksudnya, manusia di hari pembalasan akan melihat amal-amal yang telah dikerjakannya selama hidup di dunia. Bila seseorang senang bersedekah selama hidup di dunia maka pahala sedekahnya akan diperoleh ketika di hari pembalasan. 

3. Sedekah membuat bahagia orang yang telah meninggal

يَا عَلِيُّ، تَصَدَّقْ عَلَى مَوْتَاكَ فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ وَكَّلَ مَلَائِكَةً يَحْمِلُوْنَ صَدَقَاتِ الْأَحْيَاءِ إِلَيْهِمْ فَيَفْرَحُوْنَ بِهَا أَشَدَّ مَا كَانُوْا يَفْرَحُوْنَ فِي الدُّنْيَا وَيَقُوْلُوْنَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِمَنْ نَوَّرَ قَبْرَنَا وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ كَمَا بَشَّرَنَا بِهَا

“Wahai Ali, bersedekah lah engaku untuk orang-orang yang telah mati. Maka sesungguhnya Allah SWT memerintahkan para malaikat untuk menyampaikan sedekahnya orang yang hidup kepada orang-orang yang telah mati. Sehingga orang-orang yang telah mati itu bahagia, bahkan lebih bahagia  daripada ketika di dunia. Dan orang-orang yang mati itu bedoa:

Ya Allah ampunilah untuk orang yang menerangi kubur kami. Dan berikanlah kebahagiaan padanya dengan surga seperti dia telah membahagiakan kami dengan sedekahnya.” 

Keterangan ini sekaligus menjadi penguat bahwa bersedekah dengan niat agar pahala sedekahnya untuk orang yang meninggal merupakan kesunahan yang diajarkan Rasulullah SAW. 

Sebab itu tidak perlu mempertentangkan bila ada orang-orang yang bersedekah ke masjid, ke panti yatim piatu atau lainnya dengan tujuan agar pahala sedekahnya untuk anggota keluarganya yang telah meninggal.     

KHAZANAH REPUBLIKA

Misteri di Balik Kata Sedekah yang Jarang Diketahui

Sebagaimana yang kita tahu, amalan-amalan dalam syariat islam terbagi menjadi dua, ibadah yang berdimensi spiritual (amalan yang mengatur hubungan hamba dengan Tuhan secara langsung seperti shalat, zikir dan puasa dll), ada pula yang  berdimensi sosial (amalan yang mengatur hubungan hamba kepada hamba lainnya seperti jual-beli dll). Namun, selain dua klasifikasi di atas masih ada satu klasifikasi ibadah yang lain, yaitu ibadah mengandung nilai spiritual sekaligus amalan sosial. Salah satu amalan yang mengandung nilai ibadah spiritual sekaligus ibadah sosial adalah menyedekahkan harta. Ternyata di balik kata sedekah itu mengandung hikmah, apa itu?

Sebelum membahas pertanyaan tersebut, penulis ingin menyampaikan bahwa bersedekah salah satu amalan yang berdimensi sosial sekaligus spiritual. Banyak dalil-dalil yang memerintahkan untuk bersedekah, baik dalil Al-Qur’an maupun hadis-hadis Nabi Muhammad. Salah satu hadis Nabi Muhammad yang memberi motivasi kepada seseorang untuk bersedekah adalah hadis yang diriwayatan oleh Imam Bukhori dalam kitab Sahih Al-Bukhori [hal:11/8 maktabah];

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Takutlah kepada api Neraka meski dengan (bersedekah) potongan kurma. Jika tidak menemukan maka dengan kalimat yang baik.” [H.R. Bukhari]

Dari satu hadis di atas dan hadis-hadis yang lain menujukan betapa pentingnya ibadah sedekah untuk menghindarkan si empunya dari hal-hal buruk, baik di dunia maupun di akhirat. tidak hanya materi yang dapat dijadikan sedekah kalimat yang baik, senyuman  dapat dijadikan sebagai objek sedekah.

Para ulama mencoba mengurai hikmah yang terkandung di balik rangkaian kata sedekah. Sebagaimana yang kita tahu, dalam bahasa Arab kata sedekah terangkai dari empat huruf, yaitu Shad, dal, qaf, dan ha atau ta marbuthoh. Dari masing-masing empat huruf ini memiliki makna filosofis tersendiri yang mengagumkan sebagaimana yang telah disebutkan oleh Syeh Abu Bakar Syatho Al-Dimyathi dalam kitab Hasyiah I’anah Al-Thalibin [235/2].

Pertama, Shad, ia bermakna bahwa sedekah dapat menolong seseorang yang mengamalkan  dari hal-hal yang buruk, sesuatu yang tidak disukai baik di dunia mauun di akhirat. oleh karena itu, seseorang yang beramal sedekah akan senantiasa tentram hidupnya.

kedua, dal, ia mrngandung makna bahwa bersedekah akan menjadi penunjuk jalan menuju surga suatu hari nanti bagi orang yang mengamalkan, disaat para makhluk yang lainnya kebingungan mencari jalan menuju surga.

Ketiga, qaf, huruf ini menyimpan makna Taqarrab. Artinya, sedekah akan senantiasa mendekatkan seseorang yang mengamalkan kepada Allah saw.

Keempat, huruf ha’. Huruf ha’ mengandung hikmah hidayah. Artinya, seseorang akan diberi petunjuk oleh Allh saw. menuju amal-amal yang baik, dimudahkan untuk selalu mengamalkan amal-amal yang salih agar ia dapat memperoleh ke-ridhaan Allah saw yang lebih besar lagi.

Walhasil, Jika dari segi rangkaiannya saja sedekah sudah mengandung banyak hikmah apa lagi dari aspek harta yang telah disedekahkan, bahkan Allah saw. telah berjanji akan mengganti orang yang mengeluarkan sedekah dengan yang lebih baik dan berlipat ganda.

Seharusnya kita senantiasa mengamalkan ibadah sedekah ini agar kehidupannya tentram baik kaitannya dengan Tuhan ataupun sosialnya, meskipun yang disedakahkan hanya sedikit sebagaimana sabda Nabi Muhammad di atas.

Bahkan kata-kata yang baik dapat dijadikan sedekah semisal nasihat-nasihat ataupun tips-tips untuk seseorang melakukan kebaikan sekiranya tidak memiliki materi untuk disedekahkan. Disamping sedekah akan menambah keharmonisan dan menghilangkan kesenjangan sosial antara tetangganya. Wallahu A’lam Bisshawab.

BINCANG SYARIAH

Bersedekah dengan Harta yang Paling Dicintai (Teladan dari Abu Thalhah)

Sepertinya bersedekah dengan harta yang kita cintai itu amat berat. Karena sifat manusia itu sangat mencintai harta, enggan mengeluarkannya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَتُحِبُّونَ ٱلْمَالَ حُبًّا جَمًّا

Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS. Al-Fajr: 20). Ibnu Katsir menafsirkan “jammaa” dengan katsiroon (banyak). Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:563. Artinya, manusia itu sangat berlebihan dalam mencintai hartanya.

Dalam ayat lainnya disebutkan,

وَإِنَّهُۥ لِحُبِّ ٱلْخَيْرِ لَشَدِيدٌ

Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (QS. Al-‘Adiyat: 8). Ada dua makna yang ditafsirkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah mengenai ayat ini:

  1. Manusia itu sangat cinta pada harta.
  2. Manusia sangat tamak dan bakhil (pelit) dengan harta sehingga mencintainya berlebihan. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:635.

Sehingga jika ada yang bisa mengeluarkan harta yang ia cintai untuk bersedekah, itu sangat luar biasa.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu adalah orang Anshar yang memiliki banyak harta di kota Madinah berupa kebun kurma. Ada kebun kurma yang paling ia cintai yang bernama Bairaha’. Kebun tersebut berada di depan masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasukinya dan minum dari air yang begitu enak di dalamnya.”

Anas berkata, “Ketika turun ayat,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)

Lalu Abu Thalhah berdiri menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia menyatakan, “Wahai, Rasulullah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)

Sungguh harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaha’. Sungguh aku wakafkan kebun tersebut karena mengharap pahala dari Allah dan mengharap simpanan di akhirat. Aturlah tanah ini sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi petunjuk kepadamu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “BakhItulah harta yang benar-benar beruntung. Itulah harta yang benar-benar beruntung. Aku memang telah mendengar perkataanmu ini. Aku berpendapat, hendaknya engkau sedekahkan tanahmu ini untuk kerabat. Lalu Abu Thalhah membaginya untuk kerabatnya dan anak pamannya.” (HR. Bukhari, no. 1461 dan Muslim, no. 998). Bakh maknanya untuk menyatakan besarnya suatu perkara.

Pelajaran dari hadits

  • Keutamaan menafkahi dan memberi sedekah kepada kerabat, istri, anak, dan orang tua walau mereka musyrik. Sebagaimana Imam Nawawi membuat judul bab untuk hadits di atas dalam Syarh Shahih Muslim.
  • Kerabat harusnya lebih diperhatikan dalam silaturahim. Abu Thalhah akhirnya memberikan kebunnya kepada Ubay bin Ka’ab dan Hassan bin Tsabit.
  • Bersedekah kepada kerabat punya dua pahala yaitu pahala menjalin hubungan kerabat (silaturahim) dan pahala sedekah.

Bisakah kita bersedekah dengan harta yang kita cintai seperti Abu Thalhah?

Semoga Allah memberikan keberkahan untuk harta kita dan terus semangat bersedekah.

Referensi:

  • Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
  • Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Catatan 4 Dzulqa’dah 1442 H @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul DIY

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Sumber https://rumaysho.com/28614-bersedekah-dengan-harta-yang-paling-dicintai.html

Adab-adab Bersedekah pada Ramadhan

Sedekah merupakan amal yang sangat mulia. Kaum Muslimin dianjurkan untuk memperbanyak amalan tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an:

لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَىٰهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَٰحٍۭ بَيْنَ ٱلنَّاسِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

‘’Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar.’’ (An Nisaa [4]: 114).

Bulan Ramadhan juga disebut juga bulan sedekah. Karenanya pada bulan tersebut kaum Muslimin diperintahkan untuk memperbanyak sedekah.

Pertama, dalam bersedekah dilakukan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT. Sedekah yang niatnya bukan karena mencari ridha Allah SWT tidak akan diterima. Dalam sebuah Hadits disebutkan ada orang kaya yang suka berderma, namun akhirnya dimasukkan ke neraka karena niatnya ingin dikenal sebagai orang yang senang bersedekah. (Riwayat Muslim).

Kedua, Bersedekah harus dilakukan dengan harta halal. Islam melarang umatnya bersedekah dengan barang haram. Allah SWT hanya menerima sedekah dari harta yang halal. Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam (SAW) bersabda,

لاَ يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلاَّ أَخَذَهَا اللهُ بِيَمِيْنِهِ فَيُرَبِّيْهَا كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ قَلُوْصَهُ حَتَّى تَكُوْنَ مِثْلَ الْجَبَلِ أَوْ أَعْظَمَ

“Barangsiapa yang bersedekah dengan sesuatu yang senilai dengan sebutir kurma dari usaha yang halal, sedangkan Allah tidaklah menerima kecuali yang baik, maka Allah akan menerima sedekahnya dengan tangan kanan-Nya kemudian mengembangkannya untuk pemiliknya seperti seorang di antara kalian membesarkan kuda kecilnya hingga sedekah tersebut besar seperti gunung.” [Riwayat Bukhari dan Muslim).

Ketiga, dalam kondisi sehat.  Bersedekah dalam kondisi sehat dan kuat lebih utama daripada ketika sakit atau menjelang ajal. Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah engkau bersedekah ketika dalam keadaan sehat dan bugar, ketika engkau menginginkan kekayaan melimpah dan takut fakir. Maka jangan kau tunda sehingga ketika ruh sampai tenggorokan baru kau katakan, “Untuk fulan sekian, untuk fulan sekian.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Keempat, setelah kebutuhan wajib terpenuhi. Sedekah dianjurkan setelah kebutuhan wajib seperti menafkahi keluarga terpenuhi.  Allah telah berfirman, “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (al-Baqarah [2]:219).

Demikian juga Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada sedekah kecuali setelah kebutuhan (wajib) terpenuhi.” Dan dalam riwayat yang lain, “Sebaik-baik sedekah adalah jika kebutuhan yang wajib terpenuhi.” (Riwayat Bukhari)

Kelima, memberikan yang terbaik dan dilakukan secara maksimal, bukan seadanya. Rasulullah SAW bersabda, “Satu dirham telah mengalahkan seratus ribu dirham.” Para sahabat bertanya,” Bagaimana itu (wahai Rasululullah)? Beliau menjawab, “Ada seseorang yang hanya mempunyai dua dirham lalu dia bersedakah dengan salah satu dari dua dirham itu. Dan ada seseorang yang mendatangi hartanya yang sangat melimpah ruah, lalu mengambil seratus ribu dirham dan bersedekah dengannya.” (Riwayat an-Nasai).

Keenam, dengan cara sembunyi. Sedekah yang utama dilakukan dengan cara sembunyi dalam rangka menjaga hati agar ikhlas dan selamat dari sifat pamer. Allah SWT berfriman: “Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah [2]:271).

Demikian juga sabda Rasulullah, ”Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah…, di antaranya adalah seseorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disha-daqahkan oleh tangan kanannya.” [Riwayat Bukhari dan Muslim).

Para ulama menjelaskan, sedekah yang tersembunyi tersebut terbatas kepada fakir miskin secara khusus. Hal ini dikarenakan ada banyak jenis sedekah yang mau tidak mau harus tampak, seperti membangun sekolah, jembatan, membuat sumur, membekali pasukan jihad dan lain sebagainya.

Demikianlah beberapa adab dalam bersedekah. Semoga Allah SWT memberi kekuatan kita senang bersedekah. Amin

Oleh Bahrul Ulum

*Pengajar di STAIL Hidayatullah Surabaya

HIDAYATULLAH

Anda ingin membayar zakat untuk membersihkan rezeki Anda? Siakan kunjungi https://bit.ly/zakatyes

Niat Ketika Hendak Bersedekah Kepada Orang Lain

Dalam Islam, ketika kita hendak bersedekah kepada orang lain, kita diperintah untuk tulus ikhlas karena Allah. Kita dilarang bersedekah karena menginginkan sesuatu dari orang yang kita sedekahi, misalnya karena ingin pujian dan lain sebagainya. Ini dimaksudkan agar sedekah kita diterima oleh Allah.

Oleh karena itu, ketika kita hendak bersedekah, maka kita niatkan sebagaimana niat yang disebutkan oleh Sayid Muhammad bin Alawi bin Umar Al-Idrus dalam kitab Al-Niyyat berikut;

نَوَيْتُ التَّقَرُّبَ اِلَى اللهِ تَعَالَى وَاتِّقَاءَ غَضَبِ الرَّبِّ جل جلاله وَاتِّقَاءَ نَارِ جَهَنَّمَ وّالتَّرَحُّمَ عَلَى الاخْوَانِ وَصِلَةَ الرَّحِمِ وَمُعَاوَنَةَ الضُّعَفَاءِ وَمُتَابَعَةَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَاِدْخَالَ السُّرُوْرِ عَلَى اْلاِخْوَانِ وَدَفْعِ البَلاَءِ عَنْهُ وَعَنْ سَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلاِنْفاَقَ مِمَّا رَزَقَهُ الله وَقَهْرَ النَّفْسِ وَالشَّيْطَانِ

Latin:

Nawaitut taqooruba ilallaahi ta’aala wattiqoo-a ghadhobar robbi jalla jalaaluhuu wattiqoo-a naari jahannama wattarahhuma ‘alaa ikhwaani wa shilatur rohimi wa mu’aawanatadh dhu’afaa-i wa mutaaba’atan nabiyyi shollallaahu ‘alaihi wa sallama wa idkholas suruuri ‘alal ikhwaani wa daf’il balaa-i ‘anhu wa ‘an saa-iril muslimiina wal infaaqo mimma rozaqohullaahu wa qohron nafsi wasy syaithooni.

Terjemahan

Aku berniat (bersedekah) untuk mendekatkan diri kepada Allah, menghindari murka Tuhan, menghindari api neraka jahannam, berbelas kasih kepada saudara dan menyambung silaturrahmi, membantu orang-orang yang lemah, mengikuti Nabi Saw, memasukkan kebahagiaan pada saudara, menolak turunnya dari mereka dan semua kaum muslimin, menafkahkan rizki yang diberikan oleh Allah, dan untuk mengalahkan nafsu dan setan.

Kemudian setelah bersedekah, lalu dilanjutkan dengan membaca doa berikut;

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Robbanaa taqobbal minnaa innaka antas samii’ul aliim.

Wahai Tuhan kami, terimalah dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Doa ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar berikut;

يستحب لمن دفع زكاة او صدقة او نذرا او كفارة او نحو ذلك ان يقول رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Disunnahkan bagi orang memberikan zakat, sedekah, nazar, kafarah, atau lainnya, untuk membaca; ‘Robbanaa taqobbal minnaa innaka antas samii’ul aliim.

BINCANG SAYRIAH

Perbanyak Zakat, Infak dan Sedekah Saat Ramadhan

Umat Islam akan memasuki bulan Ramadhan yang kemungkinan masih dalam situasi pandemi Covid-19. Selama masa pandemi Covid-19 ini banyak masyarakat menghadapi kesulitan ekonomi akibat terdampak pandemi Covid-19.

Sehubungan dengan itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengimbau untuk memperbanyak zakat, infak dan sedekah selama Ramadhan. Imbauan ini termaktub dalam Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 03/EDR/1.0/E/2021 tentang Tuntunan Ibadah Ramadhan 1442 H/ 2021 M Dalam Kondisi Darurat Covid-19 sesuai Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid. 

“Memperbanyak zakat, infak dan sedekah serta memaksimalkan penyalurannya untuk pencegahan dan penanggulangan wabah Covid-19. Hal ini selaras dengan spirit dari Alquran dan hadis,” kata Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mohammad Mas’udi dalam Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 03/EDR/1.0/E/2021 yang diterima Republika, Senin (29/3).

Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 03/EDR/1.0/E/2021 ini mengutip ayat Alquran dan hadis yang menyeru umat manusia untuk melaksanakan zakat, infak dan sedekah.

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

. . . Barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya. (QS Saba: 39)

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS Al Baqarah: 261)

Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan itu semakin tampak pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril menemuinya (HR. al-Bukhari dan Muslim). 

IHRAM

Anggota Tubuh Juga Bisa Bersedekah, tak Cuma Harta

Anggota tubuh manusia juga bisa melakukan perbuatan sedekah

Sedekah merupakan amalan yang dicintai Allah SWT. Banyak ayat Aquran yang menyebutkan tentang sedekah. Pengertian sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan seseorang untuk kemaslahatan umum.

Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya menjelaskan bahwa sedekah tidak harus berbentuk harta benda. Perbuatan yang dilakukan anggota tubuh manusia juga bisa masuk kategori sedekah.

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ بْنُ هَمَّامٍ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ قَالَ تَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ قَالَ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ تَمْشِيهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَتُمِيطُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ

Dikisahkan dari Muhammad bin Rafi, dikisahkan dari Abdurrazaq bin Hammam, dikisahkan dari Ma’mar, dari Hamamm bin Munabbih berkata, “Hadits ini diriwayatkan Abu Hurairah kepada kami, dari Muhammad Rasulullah: “Setiap anggota tubuh manusia memiliki keharusan sedekah pada setiap harinya. Yaitu seperti mendamaikan dua orang yang berselisih adalah sedekah. Menolong orang yang naik kendaraan atau menolong mengangkatkan barangnya ke atas kendaraan, itu juga termasuk sedekah. Ucapan atau tutur kata yang baik adalah sedekah. Setiap langkah yang kamu ayunkan untuk menunaikan sholat adalah sedekah. Menyingkirkan sesuatu yang membahayakan di jalanan umum adalah sedekah.” (HR Muslim).

Rasulullah SAW dalam sabda lainnya juga mengingatkan orang-orang mukmin agar bersedekah. Dalam hadist ini lagi-lagi dijelaskan bahwa sedekah tidak harus berbentuk harta benda.

عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ قِيلَ أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ يَعْتَمِلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ قَالَ قِيلَ أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ قَالَ يُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ قَالَ قِيلَ لَهُ أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ قَالَ يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ أَوْ الْخَيْرِ قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ يُمْسِكُ عَنْ الشَّرِّ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ و حَدَّثَنَاه مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Setiap orang mukmin wajib bersedekah.” Lalu ditanyakanlah kepada beliau, “Bagaimana kalau dia tidak sanggup?” Beliau menjawab, “Hendaknya ia bekerja untuk dapat memberi manfaat kepada dirinya sendiri dan supaya ia dapat bersedekah.” 

Ditanyakan lagi kepada beliau, “Bagaimana kalau dia tidak sanggup?” Beliau menjawab, “Hendaknya dia membantu orang yang dalam kesulitan.” Ditanyakan lagi kepada beliau, “Bagaimana kalau dia tidak sanggup?” Beliau menjawab, “Hendaknya dia menyuruh kepada yang ma’ruf atau kebaikan.”  

Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana kalau dia tidak sanggup juga?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia mencegah diri dari perbuatan buruk, sebab itu juga merupakan sedekah.” (HR Muslim).   

KHAZANAH REPUBLIKA

Bersedekahlah Sebelum Modal Waktumu Habis!

Allah swt berfirman,

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.” (QS.Al-Munafiqun:10)

Ayat ini sedang mengajak kita untuk berinfak sebelum ajal menjemput kita. Namun ayat ini juga memberikan pelajaran-pelajaran dahsyat yang dapat kita petik darinya, yaitu :

1. Ketika Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berinfak, Allah tegaskan bahwa yang diminta untuk di-infakkan adalah sebagian dari “rezeki dari-Ku”, bukan asli milik manusia.

2. Allah gandengkan perintah infak dengan mengingat kematian. Karena ketika ajal datang semua kesempatan telah tertutup dan tidak ada waktu lagi untuk berbuat.

3. Ayat ini juga mengajarkan bahwa kematian itu datang tiba-tiba. Dan ketika sampai waktunya, tidak ada yang bisa lari atau menundanya.

4. Mereka yang telah menghadapi kematian pasti akan menyesal dan berteriak, “Ohh andai aku diberi kesempatan untuk kedua kalinya, pasti aku akan bersedekah dan berinfak dijalan-Nya.”

5. Kisah dalam ayat ini menimbulkan pertanyaan yang menarik, “Mengapa jika mereka diberi kesempatan lagi untuk hidup, mereka ingin memperbanyak infak dan sedekah dan tidak menyebut amal yang lain? Tidak menyebut umrah, haji atau amal sholeh lainnya?”

Jawabannya adalah karena mereka telah melihat langsung di alam sana, betapa besarnya pahala sedekah. Betapa agungnya pahala berbagi kepada orang yang membutuhkan.

6. Akhir ayat ini juga memberi pesan yang indah ketika Allah gandengkan kalimat “Aku ingin bersedekah dan aku ingin menjadi orang yang sholeh..”

Disini Allah ingin menjelaskan kepada kita bahwa salah satu bukti kesalehan seseorang adalah kepeduliannya dalam berinfak dan membantu orang yang membutuhkan.

Secara ringkas ayat ini sedang ingin mengajak kita untuk berinfak sebelum habis modal waktu kita. Jangan sampai kita tenggelam dalam penyesalan karena kurang dalam bersedekah di masa hidup kita.

Ingat tanda kesalehan bukan hanya tampak dari bekas sujudmu, tapi tanda itu juga dinilai dari kepedulianmu terhadap sesamamu.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Mengapa Nabi Muhammad dan Keluarganya Haram Terima Sedekah?

Nabi Muhammad SAW dan keluarganya tidak boleh menerima sedekah

Siapa pun yang bukan dari keluarga Nabi Muhammad SAW, diperbolehkan menerima sedekah. Adapun orang yang tidak beribadah dan tidak mempercayai Nabi, maka tidak diperkenankan baginya mengambil sedekah. Lantas, apakah Nabi sendiri menerima dan memakan sedekah?

Dilansir di Islamweb, Sabtu (20/2), Nabi bersabda: لَوْ دُعِيتُ إِلَى كُرَاعٍ لأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِىَ إِلَىَّ ذِرَاعٌ أو كراع لَقَبِلْت

“Law du’itu ila dziraa’in, aw kuraa’in la-ajabtu walaw uhdiya ila dziraa’un aw kuraa’un laqabiltu.”. 

Yang artinya: “Jikalau aku diundang (makan) lengan kambing atau betisnya (kikil), sungguh aku akan menghadirinya. Dan jikalau aku diberi hadiah (kedua hal itu) pasti akan aku terima.” Sedangkan dalam hadits lain yang diriwayatkan Abu Hurairah RA, dia berkata:  

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أُتِيَ بطعام سأل عنه: أهديّة أم صدقة؟ “Kaana Rasulullah SAW idza utiya bitha-amin sala anhu: ahadiyatun am shadaqatun?”. Yang artinya: “Rasulullah SAW ketika diberikan makanan akan selalu bertanya: apakah ini hadiah ataukah ini sedekah?”  

 فإن قيل: صدقة قال لأصحابه: كلوا ولم يأكل، وإن قيل: هديّة ضرب بيده صلى الله عليه وسلم فأكل معهم “Fa-in qila shadaqatun, qala li-ashabihi: kuluu wa lam ya’kul. Wa in qila hadiyyatun dharaba biyadihi SAW fa-akala ma’ahum.” 

Yang artinya: “Apabila makanan itu dikatakan sedekah, maka Nabi akan memerintahkan sahabatnya untuk memakan bagi yang belum makan, namun apabila makanan itu dijawab sebagai hadiah, maka Nabi menerimanya dan memakannya secara bersama-sama.” 

Hadits-hadits ini secara umum tidak ada perbedaan antara sedekah yang sifatnya fardhu dan umum. Dan dari beraneka ragam hal yang diharamkan Rasulullah SAW, sebagaimana yang dijelaskan Imam Ibnu Hajar bahwa kesepakatan tentang itu juga diungkapkan lebih dari satu ulama, termasuk Imam Al-Khattabi.

Dan disebutkan juga oleh sebagian ulama tentang hukum yang karenanya diharamkan sedekah atas Nabi dan keluarga beliau. Di antaranya yakni adanya kehormatan kenabian dan dan tinggi mulianya Nabi  dibandingkan makhluk Allah. 

Oleh karena itu Allah SWT melarang Nabi dan keluarganya dari sedekah umat. Hal ini ntuk menjaga posisi kemuliaan Nabi dari ketinggian seseorang di bawahnya dengan sedekah atau zakat. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat As-Syura ayat 23, Allah berfirman: 

قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى “Qul laa as-alukum alaihi ajran illalmawaddata fil-qurba.” 

Yang artinya: “Katakanlah: aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” 

Dan menurut pendapat Imam Ibnu Hajar As-Syaukani, jikapun Allah menghalalkan bagi Nabi dan keluarganya sedekah bagi kaum musyrikin yang akan ditentang, maka Allah menutup pintu atas hal itu, Yakni melarang sedekah atas dirinya dan keluarganya.

Dijelaskan juga bahwa zakat dan sedekah berbeda dengan hadiah (pemberian). Sebab zakat dikeluarkan oleh umat Muslim sebagai maksud untuk mensucikan harta, sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat At-Taubah ayat 103:

خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها  “Khudz min amwaalihim shadaqatan tuthahiruhum wa tuzakkihim biha.” Yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagaian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” 

Sedangkan hadiah diberikan sebagai reward, penghargaan, atas bentuk kecintaan atau penghormatan seseorang. Sedangkan zakat dikeluarkan sebagai bagian dari kewajiban umat Muslim atas hartanya, dengan membayarkan untuk memenuhi kewajiban syariat. Adapun hadiah tidak diwajibkan bagi seorang Muslim, sebab sifatnya yang sukarela. 

Sumber: islamweb

KHAZANAH REPUBLIKA