Bersedekahlah Saat Sempit dan Lapang

Bersedekah tidak boleh berhenti, baik saat dilapangkan rezeki maupun disempitkan oleh Allah taala. Orang yang bisa bersadekah saat dalam keadaan susah, jauh lebih mulia di mata Allah SWT.

Hal tersebut ungkapkan Fauzan, pembina dan pengelola sejumlah panti asuhan di Riau saat dalam ceramah Ahad subuh di Masjid Baitul Makmur, Denpasar, Ahad (10/11).

Fauzan mengatakan, bila dibandingkan, orang yang bersedekah masih dalam keadaan miskin dengan saat dia menjadi kaya, prosentasenya lebih banyak masih dalam keadaan susah.

Misalkan, saat miskin seseorang bersedekah Rp 1.000 per hari, sedangkan setelah hartanya berlipat-lipat sampai ribuan persen, paling-paling dia bersadaqoh Rp 10.000 per hari.

“Ini kan tidak sebanding, mestinya sadaqahnya juga meningkat dengan kelipatan yang sama,” kata Fauzan.

Magister ekonomi syariah itu juga mengingatkan pentingnya menggunakan bank syariah dalam kegiatan ekonomi. Menurut dia, jangan dipersoalkan kelemahan-kelemahan bank syariah, melainkan gunakan jasa dulu, sambil memperbaikinya di tengah jalan.

Menggunakan bank syariah harus dengan niat beramal dan beribadah kepada Allah ta’ala. Memang ada yang mempersoalkan menggunakan bank syariah, jasanya  lebih mahal dibandingkan bank konvensional. Kendati hal itu tidak selalu benar tambah Fauzan, yang pasti menggunakan jasa bank syariah ada pahalanya.

“Niatkan saja bersedekah, insya Allah kerja kita menggunakan jasa bank syariah akan diberkahi oleh Allah,” katanya.

 

sumber: Republika Online

Rajin Sedekah, Rezeki Melimpah

Keuntungan sedekah tidak dapat dihitung dengan rumus matematika konvensional. Yusuf Mansur memopulerkan istilah matematika sedekah. Mengacu kepada ajaran Islam bahwa sedekah satu akan dilipatkan menjadi sepuluh, Yusuf Mansur kemudian membuat rumus demikian: sepuluh ribu dikurangi seribu untuk sedekah, hasilnya adalah sembilan belas ribu. Jika dikurangi dua ribu untuk sedekah, hasilnya menjadi dua puluh delapan ribu.

Itulah rumus matematika sedekah, yang merupakan perasan dari sejumlah keterangan dalam Alquran dan hadis. Allah sendiri berulang kali menegaskan bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta. Dalam pandangan awam, harta memang berkurang ketika dipakai untuk sedekah. Tetapi, dalam kaca mata iman tidaklah demikian.

“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri, dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah, dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kamu sedikit pun tidak akan dirugikan.” [QS Al-Baqarah/2: 272].

Perhatikan, ayat di atas menggarisbawahi “harta yang baik” dan “di jalan Allah”. Karena, sangat boleh jadi orang melakukan sedekah tetapi dengan harta yang tidak baik. Misalnya, membangun masjid dari praktik korupsi, mendirikan pesantren dari hasil pelacuran, membantu panti asuhan dari bisnis narkoba, dan seterusnya. Tidak sedikit pula orang yang mengeluarkan uang dalam jumlah besar hanya untuk menyukseskan perbuatan atau kegiatan yang tidak baik. Lihatlah para konglomerat yang rela merogoh kocek miliaran rupiah untuk menyelenggarakan pagelaran Miss World, kandidat pemimpin yang mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membeli suara, tersangka hukum yang memberikan gratifikasi triliunan rupiah untuk menyuap hakim, dan seterusnya.

Harta tidak baik yang digunakan di jalan Allah dan harta baik yang digunakan di jalan setan, keduanya tidak bernilai sedekah di mata Allah. Sedekah harus memenuhi dua kriteria, sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas, yaitu harta baik yang disalurkan di jalan Allah. Itulah harta yang tidak sia-sia, karena Allah akan memberikan ganti secara berlipat ganda.

Janji Allah tidak pernah dusta. Kewajiban orang beriman adalah meyakininya dengan segenap hati. Rasulullah sendiri pernah menginformasikan, “Tiada sehari pun sekalian hamba memasuki suatu pagi, kecuali ada dua malaikat yang turun. Salah satu dari keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang menafkahkan hartanya’. Sementara yang lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah kebinasaan kepada orang yang menahan hartanya’.” [HR Bukhari dan Muslim].

Mengelola harta memang bukan perkara mudah. Harta kerap mendatangkan keberuntungan, tetapi, jika salah menggunakan, harta justru menghasilkan kebuntungan. Karena itu, Islam memberikan panduan lengkap seputar cara mengelola harta agar kepemilikan harta berujung keberuntungan, bukan kebuntungan. Salah satunya adalah lewat ajaran sedekah. Harta yang disedekahkan, itulah harta yang sebenarnya, karena akan kekal sampai di alam baka. Yang berada di tangan tidak lain akan menjadi hak ahli waris.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah pernah bertanya, “Siapakah di antara kamu yang lebih menyukai harta ahli warisnya daripada hartanya sendiri?” Serentak para sahabat menjawab, “Ya Rasulullah, tiada seorang pun dari kami, melainkan hartanya adalah lebih dicintainya.” Beliau kemudian bersabda, “Sungguh harta sendiri ialah apa yang telah terdahulu digunakannya, sedangkan harta ahli warisnya adalah segala yang ditinggalkannya (setelah dia mati).” [HR Bukhari dan Muslim].

Hadis di atas, dengan demikian, secara tidak langsung mengingatkan bahwa harta yang ada di tangan kita sebenarnya hanya titipan Allah. Supaya manfaatnya masih dapat dirasakan sampai kita kembali ke akhirat, maka harta itu harus dinafkahkan di jalan kebaikan semasih hidup di dunia. Lebih membahagiakan, balasan Allah bahkan sering tidak harus menunggu di akhirat, tetapi langsung Dia tunaikan ketika kita masih hidup di dunia berupa rezeki yang melimpah.

Rezeki adalah segala pemberian Allah untuk memelihara kehidupan. Dalam hidup, ada dua jenis rezeki yang diberikan Allah kepada manusia, yaitu Rezeki Kasbi (bersifat usaha) dan Rezeki Wahbi (hadiah). Rezeki Kasbi diperoleh lewat usaha dan kerja. Tetapi Rezeki Wahbi datangnya di luar prediksi manusia, kadang malah tidak memerlukan jerih payah. Karena Rezeki Wahbi merupakan wujud sifat rahim Allah, maka orang yang gemar melakukan sedekah sangat berpeluang mendapatkan rezeki jenis terakhir ini. Indah Allah melukiskan dalam Alquran.

“Permisalan (nafkah yang dikeluarkan) orang-orang yang menafkahkan harta di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [QS Al-Baqarah/2: 261].

Sangat banyak ayat Alquran dan hadis Rasulullah yang mengungkap keuntungan sedekah. Setiap kita berpeluang mendapatkan keuntungan itu sepanjang gemar melakukan sedekah disertai keyakinan mantap terhadap kemurahan Allah. Tidak ada ceritanya kemiskinan karena sedekah. Tidak pula orang membuka pintu permintaan, melainkan Allah membuka untuknya pintu kemiskinan.

Sebab itu, jangan lagi berusaha menotal keuntungan sedekah dengan rumus matematika seperti umumnya kita menotal hasil keuntungan perdagangan atau penjualan barang-barang kita.

Oleh M Husnaini
(Penulis Buku “Menemukan Bahagia: Mengarifi Kehidupan Menuju Rida Tuhan”)

Email: hus_surya06@yahoo.co.id

 

 

sumber:Republika Online

Memberikan Pinjaman kepada Allah

Diriwayatkan dari Tsabit bin al-Bunani dari Anas mengisahkan, dahulu ada dua orang bertetangga yang terlibat sengketa karena memperebutkan sebatang pohon kurma. Salah satunya ingin memagar tanah, namun terhalang sebatang pohon kurma milik tetangganya yang tumbuh melewati pekarangannya. Persengketaan ini berlanjut sampai ke hadapan Rasulullah SAW.

“Berikanlah batang kurma itu kepada saudaramu (agar ia bisa memagar tanahnya), engkau akan mendapatkan ganti sebuah kebun kurma di surga,” bujuk Rasulullah SAW. Namun tetap saja, ia tidak tidak mau.

Tiba-tiba seorang sahabat bernama Abu Dahdah datang menghampiri Rasulullah. “Benarkah demikian (apa yang baru engkau sabdakan itu), wahai Rasulullah?” ujarnya. Rasulullah pun mengiyakan.

Dengan wajah sumrigah, Abu Dahdah langsung berujar kepada kedua orang yang bersengketa itu. “Juallah sebatang pohon kurmamu itu kepadaku. Aku beli dengan seisi kebunku,” ujar Abu Dahdah kepada si pemilik batang kurma.

Ia pun terkejut. Siapa yang tidak kenal dengan kebun kurma milik Abu Dahdah. Di kebun tersebut setidaknya ada 600 pohon kurma. Tidak itu saja, kebun tersebut juga mempunyai sumur, vila, dan taman-taman yang indah. Benarkah Abu Dahdah rela menjualnya hanya untuk mendapatkan satu batang kurma yang dipertikaikan itu? Setengah tak percaya, si pemilik batang kurma itupun mengangguk.

“Wahai Rasulullah, aku telah membeli pohon kurma itu, aku bayar dengan kebunku. Sekarang pohon kurma itu aku berikan kepadamu,” tutur Abu Dahdah.

Rasulullah pun terkesima dengan perbuatan Abu Dahdah. “Alangkah banyaknya tandan kurma yang harum baunya milik Abu Dahdah di surga kelak,” Sabda Beliau SAW seraya mengulang-ulang kalimat tersebut.

Abu Dahdah pun pulang menemui istrinya. Ia ceritakanlah apa yang baru saja ia lakukan. Ia pun mengajak istri beserta anak-anaknya untuk keluar dari kebun kurma yang baru saja ia jual itu. Dengan wajah berseri-seri, istrinya pun setuju. “Alangkah beruntungnya jual belimu, suamiku,” ujar ummu Dahdah, istrinya. Demikian seperti dikisahkan dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/300 nomor 763.

Kisah inilah yang melatarbelakangi turunnya Ayat Alquran Surat al-Baqarah ayat 245, “Siapa yang memberi pinjam kepada Allah dengan pinjaman yang baik, pasti Allah berikan ganjaran kepadanya dengan gandaan yang banyak.”

Demikian manisnya Allah SWT membahasakan infak dan sedekah. Allah menamakan infak dan sedekah dengan istilah pinjaman. Mereka yang bersedekah berarti meminjamkan sesuatu kepada Allah. Kemudian, di akhirat kelak pinjaman tersebut dibayarkan Allah dengan kenikmatan surga. Tentulah, Sang Khaliq tidak akan ingkar kepada hamba-Nya yang telah mengeluarkan pinjaman.

Keyakinan inilah yang dipegang secara bulat oleh Abu Dahdah dan istrinya. Tanpa keyakinan penuh akan janji Allah, tentu tak akan ada orang yang mau menginfakkan sebuah kebun yang sangat luas dan indah itu. Keyakinan yang mantap itulah yang harus ada dalam diri setiap mukmin.

Pertanyaannya, seberapa yakinkah kita dengan janji Allah? Benarkah kita yakin, dengan sedekah yang kita keluarkan akan mendapatkan ganjaran yang berlipat-lipat di dunia hingga di akhirat kelak? Jika yakin itu benar-benar ada, maka tentu kita akan meminjamkan semua benda keduniawian kita kepada Allah, kemudian mengharapkan pengembaliannya di akhirat kelak.

 

Oleh Hannan Putra

sumber: Republika Online

Tiga Sedekah Selain Uang Menurut Hadis

Abu Hurairah ra  berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Setiap ruas tulang manusia wajib bersedekah setiap hari, di mana matahari terbit”.

Beliau melanjutkan, “Berlaku adil antara dua orang adalah sedekah, membantu seseorang (yang kesulitan menaikkan barang) pada hewan tunggangannya, lalu ia membantu menaikkannya ke atas punggung hewan tunggangannya atau mengangkatkan barang-barangnya adalah sedekah.

Rasulullah SAW juga bersabda: “Perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah yang dikerahkan menuju shalat adalah sedekah dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah”.

Hadis ini mengabari kita bahwa peluang untuk bersedekah setiap harinya selalu terbuka luas. Hadis ini memiliki korelasi dengan hadis Rasul yang lain.

“Janganlah kalian meremehkan perkara-perkara kecil, karena segala sesuatu bisa bernilai sedekah”. Juga sebuah hadis, “Hendaklah masing-masing tiap-tiap pagi bersedekah untuk persediaan badannya. Maka tiap kali bacaan tasbih itu sedekah, setiap tahmid, setiap takbir juga sedekah, menyuruh kebaikan dan melarang kejahatan itu sedekah dan sebagai ganti itu semua, cukuplah mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat” (HR Muslim, Ahmad, dan Abu Daud).

Dalam hadis di atas digambarkan bahwa sedekah tidak selalu harus dalam bentuk uang atau harta benda lainnya. Banyak hal yang dapat bernilai sedekah, di antaranya dengan menolong, membahagiakan orang, bahkan mendamaikan yang sedang bertikai. Berikut penjelasan tiga sedekah selain uang.

 

Menjadi Mediator

Pertama, orang yang mendamaikan dua orang yang bertikai (mediator) adalah sedekah. Siapa saja yang berinisiatif untuk menjadi mediator untuk mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang sedang bertikai dengan niat yang lurus, maka Allah SWT akan mencatatnya sebagai sedekah.

Dalam QS. An-Nisaa ayat 114, Allah SWT berfirman: Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.

Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka Kami kelak akan memberi kepadanya pahala yang besar.

 

Menolong untuk Menaiki Kendaraan

Kedua, menolong seseorang untuk menaiki kendaraannya (unta) dan mengangkat barang bawaan ke atas kendaraannya itu. Kita dapat menganalogikannya dengan menolong orang yang tengah berada dalam kesulitan. Adalah sebuah keniscayaan bila yang kita lakukan untuk menolong orang lain hakikatnya bernilai sedekah.

Kehidupan seorang Muslim adalah bagaimana ia bisa menyebarkan kebaikan bagi sebanyak-banyaknya orang. “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya,” demikian Rasulullah SAW mengungkapkan.

Aplikasinya, orang lain harus merasakan bahagia dan senang dengan kehadiran kita, bukan sebaliknya merasa sumpek dan tidak tenang dengan kehadiran kita.

Karena itu, bersegeralah berbuat kebaikan sekecil apapun, selagi Allah masih memberi kita kesempatan untuk berbuat kebaikan.

 

Menyingkirkan Duri dari Jalan

Ketiga, tatkala kita menyingkirkan duri atau kotoran di jalan yang akan menghalangi perjalanan orang lain, maka itu dicatat sebagai sedekah. Hal ini berarti bahwa di perjalanan pun kita harus senantiasa menjaga akhlak. Jangan sampai keberadaan kita merugikan pengguna jalan lainnya.

Di akhir hadisnya, Rasulullah SAW mengatakan bahwa kalimat thayyibah atau kata-kata yang baik dicacat pula sebagai sedekah. Demikian pula setiap langkah yang kita ayunkan ke masjid bernilai sedekah.

Melalui hadisnya ini Rasulullah memberikan penekanan bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berbuat kebaikan.

Pintu-pintu kebaikan terbuka dengan luasnya. Boleh jadi kita tidak memiliki harta untuk disedekahkan pada orang lain, tapi fisik kita, senyuman kita, bahkan nyawa kita bisa disedekahkan di jalan Allah

 

Puterinya Sembuh Lantaran Sedekah

Ada sebuah kisah yang disampaikan Syaikh Sulaiman Al Mufarraj seperti ditulis dalam buku The Power of Sedekah Hidup Lebih Mudah dan Lebih Berkah dengan Sedekah karya Lu’lu Mawaddah (2013).

Seseorang telah bercerita kepada Syaikh Sulaiman perihal kisah ajaib yang dialaminya. Ia berkata, ”Aku memiliki anak perempuan yang masih kecil. Ia terkena penyakit di tenggorokannya. Aku telah pergi bersamanya ke beberapa rumah sakit dan telah membeberkan jenis penyakit yang dialami anakku kepada banyak dokter. Namun, semuanya tidak bermanfaat.”

Orang itu menambahkan, ”Sakit anakku semakin bandel. Aku hampir saja ikut sakit, lantaran memikirkan sakit anakku, yang menjadikan semua anggota keluarga tak bisa tidur. Kami telah menempuh langkah-langkah untuk meringankan sakitnya, hingga akhirnya kami merasa putus asa dari semua itu, kecuali dari rahmat Allah SWT.”

Orang itu kemudian bercerita, ”Sampai suatu ketika, datanglah secercah harapan dan terbukalah pintu solusi. Ada seorang yang shaleh menghubungiku dan mengingatkanku akan hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya, ”Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah.” Hadis riwayat Thabarani dan Baihaqi.

Orang itu berkata, ”Sungguh, aku sudah banyak bersedekah.” Orang shaleh itu kembali berkata,”Bersedekahlah saat ini, dengan niat agar puterimu mendapat kesembuhan.” Akhirnya aku pun bersedekah dengan dilandasi kerendahan hati kepada salah seorang fakir, namun masih saja tak ada perubahan.

Orang itu mengkonfirmasikan masalah itu kepada orang shaleh, dan ia berkata, ”Anda termasuk orang yang memiliki banyak harta. Hendaklah sedekahmu seukuran dengan hartamu.”

Orang itu pun pergi untuk kedua kalinya, dan mobilnya ia penuhi dengan beras, ayam dan barang yang baik-baik dalam jumlah besar. Lalu, ia bagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Mereka pun bergembira dengan sedekahnya. Subhanallah, tiba-tiba puterinya menjadi sembuh total. Alhamdulillah.

Orang itu yakin, sedekah merupakan faktor penyebab kesembuhan yang terbesar, Sekarang, berkat anugerah Allah SWT, puterinya selama tiga tahun tidak pernah terkena penyakit apa pun. Sejak itulah dia memperbanyak sedekah, khususnya pada waktu-waktu yang baik.

Dan setiap hari, dia merasakan kenikmatan, keberkahan dan kesehatan dalam harta dan keluarga. Dia pun menasihati setiap orang  yang sakit, agar bersedekah dengan harta yang paling berharga yang mereka miliki. Niscaya Allah SWT akan menyembuhkannya. Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan.

 

 

sumber: Republika Online

Belajar Sedekah dari Pohon

Oleh: Karman

Alquran menjelaskan fenomena alam dengan ungkapan yang sangat indah. “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Alquran itu adalah benar. Dan, apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS al-Fushilat [41]: 53).

Kebenaran Alquran dapat diketahui melalui apa saja, mulai dari merenungi fenomena alam semesta hingga fenomena kemanusiaan yang terjadi pada diri kita. Namun, yang banyak luput dari aktivitas permenungan kita, yakni bukti kebenaran Alquran terdapat pada fenomena pohon.

Alquran banyak menyebut jenis pohon sebagai sesuatu yang penting dan mesti diperhatikan. Pohon tien dan zaitun, misalnya, dijadikan sarana sumpah Allah atas kesempurnaan ciptaan-Nya, yaitu manusia (QS at-Tien [95]: 1-5). Bahkan, pohon zaitun secara khusus disebut sebagai pohon penuh berkah (syajarah mubaarokah) (QS an-Nur [24]: 35).

Bila dilihat dengan mata telanjang, pohon tidak memperlihatkan gejala menarik apa pun. Ia merupakan makhluk hidup yang statis, diam dan tidak bergerak. Namun, bila dilihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan dan sains, betapa keberadaan pohon sungguh menarik. Ternyata, ia tidak diam; ia terus bekerja tanpa henti memberikan kebaikan kepada penghuni di muka bumi.

Dalam perspektif ilmu biologi, siang dan malam, melalui akarnya, pohon terus menyerap air dan unsur makanan lainnya yang kemudian disalurkan ke batang, dahan, ranting, dan daun. Bahkan, pada siang hari pekerjaannya semakin bertambah.

Di bagian hijau daun (klorofil) dengan dibantu sinar matahari, pohon melakukan kerja fotosintesis, yaitu sebuah proses sintesis antara air yang diserap dari tanah dan karbondioksida yang diserap oleh daun dari udara bebas. Proses fotosintesis ini menghasilkan glukosa dan oksigen.

Glukosa dipakai untuk menumbuhkan dirinya, sedangkan oksigen dibagikan kepada makhluk hidup lainnya, termasuk manusia. Karena pohon berbagi sebagian hasil kerjanya dalam bentuk oksigen, siapa pun yang mendekatinya akan merasakan suasana nyaman, sejuk, dan damai.

Fenomena pohon di atas setidaknya mengajarkan dua hal kepada kita. Pertama, kita mesti senantiasa menyisihkan sebagian rezeki hasil usaha atau kerja kita untuk dibagikan secara ikhlas kepada orang lain sebagaimana pohon berbagi tanpa pamrih sebagian hasil kerjanya dalam bentuk oksigen kepada makhluk hidup lainnya.

Kedua, kebiasaan berbagi rezeki secara ikhlas kepada orang lain akan mendatangkan suasana damai, sejuk, dan nyaman sebagaima kesejukan yang diberikan oksigen akibat dari sifat berbagi pohon.

Jadi, bila kita, baik secara pribadi maupun komunitas, ingin hidup damai, sejuk, tenteram dan penuh cinta kasih, biasakanlah berbagi kepada sesama. Suasana nyaman, sejuk, dan damai akibat kebiasaan dari berbagi dengan ikhlas sejatinya merupakan prakondisi untuk membuka pintu-pintu rezeki, kemudahan hidup, kemuliaan, dan persaudaraan yang hakiki.

Allah SWT berfirman, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS al-lail [92]: 5-7).

Sebagai seorang hamba Allah, kita harus belajar dari kebaikan tanpa pamrih yang diberikan pohon dengan menebarkan kepedulian sosial, menjaga kebersihan lingkungan, membebaskan fakir miskin dari penderitaan, dan selalu memberi tanpa henti untuk kemaslahatan seluruh penduduk di muka bumi. Wallahu a’lam.

 

sumber: Republika Online

Sejuta Keajaiban Sedekah

Sedekah, mendengar namanya, orang sudah kenal keutamaannya. Sedekah berasal dari As-Shidq, artinya jujur. Seorang muslim yang bersedekah berarti dia membuktikan kejujurannya dalam beragama. Betapa tidak, harta yang merupakan bagian yang dia cintai dalam hidupnya, harus dia berikan ke pihak lain. Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut sedekah sebagai ‘burhan’ (bukti). Dalam hadis dari Abu Malik Al-Asy’ari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

“Shalat adalah cahaya, sedekah merupakan bukti, sabar itu sinar panas, sementara Al-Quran bisa menjadi pembelamu atau sebaliknya, menjadi penuntutmu.” (HR. Muslim 223).

Sedekah disebut ‘burhan’ karena sedekah merupakan bukti kejujuran iman seseorang. Artinya, sedekah dan pemurah identik dengan sifat seorang mukmin, sebaliknya, kikir dan bakhil terhadap apa yang dimiliki identik dengan sifat orang munafik. Untuk itulah, setelah Allah menceritakan sifat orang munafik, Allah sambung dengan perintah agar orang yang beriman memperbanyak sedekah. Di surat Al-Munafiqun, Allah berfirman,

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

Infakkanlah sebagian dari apa yang Aku berikan kepada kalian, sebelum kematian mendatangi kalian, kemudian dia meng-iba: “Ya Rab, andai Engkau menunda ajalku sedikit saja, agar aku bisa bersedekah dan aku menjadi orang shaleh.” (QS. Al-Munafiqun: 10).

Untuk itulah, seorang hamba hanya akan mendapatkan hakekat kebaikan dengan bersedekah, memberikan apa yang dia cintai. Allah berfirman,

لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ

“Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan, sampai kalian infakkan apa yang kalian cintai.” (QS. Ali Imran: 92)

 

sumber: PengusahaMuslim.com

Ilustrasi: Muslim.or.id

 

 

 

Rohingya Penuhi Syarat Penerima Zakat, Infak, Sedekah

Jakarta – Sekretaris Jenderal World Zakat Forum, Ahmad Juwaini, menyatakan pengungsi Rohingya memenuhi syarat sebagai penerima manfaat atas zakat, infak dan sedekah.

“Kami minta lembaga zakat dan lembaga kemanusiaan dunia untuk membantu pengungsi Rohingya,” katanya di Banda Aceh, Selasa 9 Juni 2015.

Pernyataan yang disampaikan itu merupakan beberapa poin dari pernyataan sikap lembaga zakat dan organisasi kemanusiaan internasional tentang masalah Rohingya.

Pihaknya meminta seluruh umat muslim dan komunitas dunia agar memberikan bantuan khusus secara spesifik untuk membantu pengungsi Rohingya.

“Kami juga meminta ASEAN, OKI, PBB dan organisasi multilateral lainnya untuk menjatuhkan sanksi politik atau ekonomi kepada Myanmar,” katanya.

Mereka juga meminta kepada seluruh negara khususnya negara di sekitar Myanmar untuk menerima para pengungsi Rohingya dan memberikan bantuan yang diperlukan.

Pihaknya juga berpendapat tindakan pengusiran dan kekerasan terhadap warga negara adalah sebuah kejahatan yang bertentangan dengan hukum internasional dan nilai-nilai kemanusiaan. (Ant/Bob/Ado)

sumber: Liputan6.com

Kisah Sedekah Mbah Asrori yang Menggetarkan Hati

Kakek berusia 92 tahun itu setiap Jumat menyediakan minimal 70 nasi bungkus untuk kaum duafa di sekitarnya.

Dream – Ini kisah inspiratif dari seorang kakek asal Semarang, Jawa Tengah. Mbah Asrori. Begitu dia disapa. Pria yang kini berusia 92 tahun tersebut selalu bersedekah untuk kaum duafa di sekitarnya.

“Seperti biasa setiap hari Jum’at beliau selalu membagikan nasi bungkus beruapa nasi kuning komplit dengan lauk-pauk yang lezat kepada tukang becak, pemulung, atau siapapun yang membutuhkan makan hari Jum’at itu minimal 70 bungkus,” demikian tulis tetangga Mbah Asrori, Fajar Ali Imron Rosyid, dalam akun Facebook.

Untuk bersedekah, kakek yang masih bersemangat di usia senja ini menyisihkan sebagian dari penghasilannya. “Setiap bulan beliau menyisihkan minimal Rp400 ribu untuk sedekah setiap Jum’at itu walaupun saya tahu penghasilan beliau tidak menentu,” tambah Fajar.

Menurut Fajar, Mbah Asrori telah menunaikan ibadah haji enam tahun lalu. Meskipun, menurut Fajar, jika dihitung-hitung penghasilan Mbah Asrori kala itu tak akan cukup untuk pergi ke Tanah Suci. “Namun Allah memampukan beliau.”

Mbah Asrori memiliki kebiasaan mengayuh sepeda ke manapun pergi. Selain itu, dia selalu membawa radio kecil. “Dia selalu menyetel saluran radio Masjid Agung Semarang,” tulis Fajar.

“Benar sabda Rasulullah, barangsiapa senang bersedekah dan silaturahim maka Allah akan panjangkan umurnya dengan barokah rejeki tiada disangka-sangka,” tambah dia.

sumber: Dream.co.id