Wajah Mau Bercahaya? Inilah Caranya

MEMILIKI wajah bercahaya adalah keinginan dari semua wanita. Wajah bercahaya bukan berarti harus berwajah cantik. Banyak wanita yang memiliki wajah cantik, tetapi tidak sedap dipandang mata.

Sebaliknya banyak wanita yang memilki wajah yang biasa saja, tetapi terlihat menarik di mata orang lain. Bentuk wajah, warna kulit dalam batas tertentu memang memberikan keindahan. Namun, telah terbukti ada hal lain yang membuat seseorang menjadi indah. Kita bisa membagi keindahan batin dan keindahan lahir. Keindahan batin adalah zat yang dicintai, seperti keindahan ilmu, akal, kemurahan hati, keberanian, ksatria dan lain-lainnya.

Keindahan batin ini menghiasi rupa lahir sekalipun tidak indah. Orang yang memiliki keindahan batin walaupun berpakaian bagus, kemuliaan dan kharisma akan terasa bila ruhnya tertanam sifat-sifat tersebut. Siapa yang melihatnya akan merasa enggan kepadanya dan siapa yang bergaul dengannya akan merasa nyaman. Apa ya rahasianya agar wajah bisa bercahaya?

1. Rahasia pertama adalah berbuat kebaikan

“Sesungguhnya kebaikan itu membuahkan semburat cahaya di wajah, lentera di hati, meluasnya rezeki, kuatnya badan, rasa cinta di hati orang. Dan sungguh dalam keburukan terdapat kepekatan di wajah, kegelapan di kubur, kelemahan badan, kurangnya rezeki, dan kebencian di hati orang.” (Abdullah bin Abbas).

Kalau berdasarkan atsar Ibnu Abbas di atas, berarti salah satu penyebab wajah bercahaya adalah Berbuat Kebaikan. Orang yang suka berbuat baik, maka hatinya menjadi tentram dan akan keluar sebuah senyuman yang murni dan tulus dari hatinya yang baik. Kebaikan hati itu pun terpancar melalui wajahnya. Ini terbukti ketika salah satu sahabat sejati ana memberi hadiah buah pisang.

Setelah memberikan hadiah itu, ana melihat wajahnya menjadi lebih berseri dari sebelumnya.. atau lebih bercahaya dari sebelumnya. Ini baru contoh kecil, bagaimana kalau kebaikan itu dilakukan terus-menerus? Anda bisa menebaknya sendiri.

2. Rahasia kedua adalah shalat tahajud

Ulama kharismatik kota Basrah, Al Hasan Al Basri pernah ditanya orang, “Kenapa orang-orang yang membiasakan diri salat tahajjud di malam hari mukanya tampah cerah, berseri-seri dan berwibawa?”Beliau menjawab, “Karena mereka selalu bercengkerama dengan Tuhan yang Maha Penyayang di kegelapan malam, maka Dia pun memberikan kepada mereka cahaya dari cahaya-Nya”.

Abdul Aziz bin Umair menggambarkan kecantikan dan kewibawaan orang yang rajin salat tahajjud dengan mengatakan, “Anda akan melihat cahaya kebesaran pada mereka, Anda juga akan melihat bekas-bekas pengabdian di antara kedua mata mereka. Sesungguhnya orang yang mau memutuskan sebagian kepentingan duniawinya. Demikian juga dengan orang yang memutus hubungan dengan-Nya, Allah juga akan memperlihatkan bekas-bekasnya kepadanya “.

Dalam kaitan ini Said bin Al Musayyab ra berkata, “Sesungguhnya orang yang selalu salat malam, Allah akan menjadikan pada wajahnya sinar, sehingga dia dicintai oleh seluruh umat, bahkan orang yang belum mengenalnya sekalipun. Orang akan berkata, “Aku sungguh menyenangi orang ini “.

Orang yang memiliki wajah bercahaya itu, waktu malamnya digunakan untuk bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Taala. Ia terbangun dari tidur yang menyelimutinya. Apabila siang menjelang, merekajauh dari kehidupan yang serba nikmat. Allah lah yang memberikan cahaya pada orang yang menggunakan waktunya dengan baik dan memperbaiki kesalahan-kesalahannya. Yang matanya disibukkan dengan tangis karena merasa melakukan hal-hal yang diharamkan. Lisannya tertahan -dalam diamnya- dari hal-hal yang menghancurkan. Tangannya tertahan, karena takut terjerumus syahwat. Langkahnya terkendali dengan muhasabah.

3. Rahasia ketiga adalah berwudhu

“Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat nanti dalam keadaan dahi, kedua tangan dan kaki mereka bercahaya, karena bekas wudhu.” (HR. Al Bukhari no. 136 dan Muslim no. 246)

Dapat dipastikan tak ada satu produk kecantikan pun yang mampu menandingi cahaya yang terpancar dari wajah orang-orang yang terjaga wudhunya. Karena cahaya dari air wudhu tak hanya dirasakan di dunia tapi di hari kiamat pun mereka akan mudah dikenali Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits, “Bagaimana engkau mengenali umatmu setelah sepeninggalmu, wahai Rasulullah shalallahu alaihi wasallam?

Kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menjawab: “Tahukah kalian bila seseorang memilki kuda yang berwarna putih pada dahi dan kakinya diantara kuda-kuda yang yang berwarna hitam yang tidak ada warna selainnya, bukankah dia akan mengenali kudanya? Para shahabat menjawab: “Tentu wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata: “Mereka (umatku) nanti akan datang dalam keadaan bercahaya pada dahi dan kedua tangan dan kaki, karena bekas wudhu mereka.” (HR. Mslim no. 249)

4. Rahasia keempat adalah berpuasa

Beberapa tahun lalu salah seorang muslimah melihat seorang wanita yang memancarkan wajah yang berbeda dari wanita lain. Orang-orang senang dengan kehadirannya dan merasa kehilangan ketika dia tidak ada. Sebenernya wajah wanita itu biasa saja bahkan berkulit hitam. Awalnya muslimah itu mengira hanya dia yang mempunyai prasangka tentang pancaran wajahnya. Ternyata temen-temannya pun menyatakan hal yang sama. Dia pun berusaha untuk mencari tahu. Apa yang membuat wajah wanita ini begitu menarik.

Muslimah itu curiga, dia pasti melakukan ibadah sunah secara rutin. Ketika ada kesempatan, hal itu ditanyakan kepadanya. Awalnya wanita yang memiliki wajah bercahaya itu tidak mau menjawab. Setelah didesak, dia baru mengaku bahwa selama lima tahun, dia terus menerus puasa Senin-Kamis dan apabila haid pada hari itu, dia menggantinya dengan puasa Daud. Wanita ini juga hampir setiap malam salat tahajud. Luar biasa. Ini adalah salah satu bukti, bahwa kedekatan kita kepada Allah akan menimbulkan pancaran keagungan wajar karena apa saja yang mendekati sumber cahaya, dia akan terkenan pancaran cahaya. [akhwatmuslimah]

 

MOZAIK

Perempuan, di Antara Perhiasan dan Auratnya

DARI judul tulisan ini terasa ada yang aneh. Apa hubungan antara perhiasan dengan aurat? Bukankah perhiasan itu sesuatu yang lepas dari aurat?

Lalu apa kaitannya antara keduanya? Penjabaran dari masalah tersebut mengacu pada firman Allah Subhanahu wa Taala dalam surat an-Nur ayat 31 serta hadis Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam yang akan kita sebutkan di bawah ini.

Alloh Azza wa Jalla berfirman: “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau perempuan-perempuan Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung. (QS. an-Nur [24]: 31)

Rasulullah Shalallohu alaihi wa sallam bersabda:

“Wanita itu aurat. Apabila ia keluar (dari rumahnya), setan senantiasa mengintainya.”[1]

Hadis Rasulullah Shalallohu alaihi wa sallam tersebut memberikan pengertian bahwa seorang perempuan mulai dari ujung rambut sampai ujung kakinya adalah aurat, yang apabila nampak akan menjadikan dirinya malu. Lalu apakah seorang perempuan itu harus selalu berkemul dan tidak boleh terlihat sedikit pun? Kalaupun ada yang boleh terlihat, lalu apakah yang boleh itu berarti boleh bagi seluruh manusia, baik laki-laki maupun perempuan?

Masalah seperti ini adalah masalah syariat yang mulia. Sebagaimana yang menetapkan bahwa perempuan seluruhnya aurat adalah syariat, sehingga tidaklah dikecualikan dari bagian-bagian tubuh seorang perempuan yang boleh terlihat kecuali harus menurut dalil-dalil syariat yang benar. Dan dalil syari tentang pengecualian tersebut ada di dalam ayat di atas.

Perhiasan yang biasa tampak

Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak darinya.

Ibnu Jarir ath-Thobari Rohimallohu Taala dalam tafsirnya (18/92) membawakan riwayat yang shohih mauquf dari Abdulloh bin Masud Rodhiallohuanhu yang berkata: Allah Subhanahu wa Taala berfirman (yang artinya): “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak darinya.” dia (Abdulloh bin Masud) berkata: (yaitu) tsiyab (pakaian luar).[2]

Dan pendapat inilah yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad asy-Syinqithi Rohimallohu Taala (Adhwaul Bayan 6/197) dan juga oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani Rohimallohu Taala (Hijabul Marah al-Muslimah hlm. 17).[3] Sebab makna perhiasan ialah apa yang seorang perempuan berhias dengannya dan bukan termasuk asal penciptaan dirinya, dan yang melihatnya tidak mengharuskan melihat sebagian dari anggota badannya, seperti yang nampak dari pakaian luarnya yang tidak mungkin ditutup.[4]

Penjelasan ini semakna dengan hadis Rasulullah Shalallohu alaihi wa sallam di atas, bahwa seluruh tubuh serta perhiasan seorang perempuan adalah aurat yang tidak boleh terlihat oleh orang lain yang bukan mahromnya sedikitpun.[5] Berarti, seorang perempuan tidak boleh terlihat sedikit pun, bagian tubuh maupun perhiasannya, oleh laki-laki lain yang bukan mahromnya selain pakaian luar yang menutup dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Dan inilah yang dimaksud dengan perhiasan yang biasa nampak dalam ayat di atas. Wallohu alam.

Perhiasan yang Tersembunyi

Selanjutnya ayat, Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,.

Ibnu Jarir ath-Thobari Rohimallohu Taala dalam tafsirnya (18/94) menyebutkan riwayat yang shohih dari Qotadah Rohimallohu Taala tentang firman Alloh Subhanahu wa Taala (yang artinya): “Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka dst”, dia Rohimallohu Taala berkata: “Seorang wanita boleh menampakkan kepalanya kepada mereka (yang tersebut dalam ayat).”

Diriwayatkan dari Abu Salamah Rodhiallohuanhu ia berkata: “Aku datang bersama saudara laki-laki Aisyah Rodhiallohuanha kepada Aisyah. Lalu bertanyalah saudaranya kepadanya tentang mandinya Rasululloh Sholallohu alaihi wa sallam. Maka ia (Aisyah) meminta diambilkan wadah seukuran satu sho kemudian ia mandi dengan mengguyurkan air ke atas kepalanya. Sedangkan antara kami dan dia ada hijab (penghalang)nya.” (HR. al-Bukhori dalam Fathul Bari 1/364)

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani Rohimallohu Taala dalam Fathul Bari (1/465) berkata: “Al-Qodhi Iyadh berkata: “Yang nampak bahwa kedua laki-laki tersebut melihat yang dilakukan Aisyah pada kepalanya dan juga bagian atas tubuhnya dari yang boleh dilihat oleh mahromnya, sebab Aisyah adalah bibi susuan dari Abu Salamah di mana dia telah disusui oleh Ummu Kultsum, saudari Aisyah. Dan ia menutup bagian tubuhnya yang bawah dari yang tidak halal dilihat meski oleh mahromnya.”[6]

Berdasarkan ayat di atas dengan keterangan riwayat-riwayat yang ada, bisa diambil beberapa pelajaran sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan perhiasan di sini ialah yang ditutupi dengan pakaian luar seorang perempuan, yang tidak boleh terlihat oleh laki-laki lain yang bukan mahromnya. Karena itulah perhiasan ini disebut juga dengan perhiasan yang tersembunyi, yaitu yang disembunyikan dari selain mahrom dan dari selain orang-orang yang disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam ayat di atas.

Berdasarkan beberapa riwayat di atas, yang dimaksud perhiasan di sini ialah termasuk anggota tubuh yang perhiasan biasa dikenakan padanya, bukan hanya pada perhiasannya itu sendiri. Perhatikan beberapa riwayat di atas yang jelas menyebutkan bahwa yang boleh terlihat dari seorang perempuan muslimah di antaranya ialah kepala dan anggota wudhunya, bukan sekadar perhiasan yang dikenakannya. Oleh karenanya, para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perhiasan dalam ayat tersebut termasuk mawadhiuz zinah, artinya tempat-tempat di mana perhiasan itu dikenakan padanya. Seperti di kepala ada anting-anting di telinga, di leher ada kalung, di tangan ada gelang, di kaki ada gelang kaki. Maka maksudnya ialah bukan sekadar tidak boleh menampakkan berbagai perhiasan tersebut, namun juga tidak boleh menampakkan anggota tubuh yang perhiasan biasa dikenakan padanya meski ketika perhiasan tidak sedang dikenakan.

Dan berdasarkan keumuman hadis Rasululloh Shalallohu alaihi wa sallam bahwa seluruh tubuh seorang perempuan muslimah dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah aurat yang tidak boleh terlihat, maka ayat tersebut telah mengecualikan anggota tubuh yang mana yang boleh terlihat dan oleh siapa boleh terlihat. Sehingga seorang wanita muslimah tidak diperbolehkan memperlihatkan anggota tubuhnya kepada orang-orang yang disebutkan dalam ayat melebihi yang disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu selain tempat-tempat yang perhiasan biasa dikenakan padanya dan anggota wudhunya saja.

Berdasarkan ayat di atas, yang diperbolehkan melihat kepala seorang wanita muslimah dengan perhiasannya serta anggota wudhunya juga dengan perhiasan yang biasa ada padanya hanyalah mereka yang disebutkan di dalam ayat tersebut saja. Hal ini sebagaimana tegasnya Allah Azza wa Jalla mengecualikan orang-orang yang disebutkan dalam ayat tentang bolehnya mereka melihat perhiasan dan anggota tubuh yang biasanya sebagai tempat perhiasan juga anggota wudhu seorang perempuan muslimah.

Perhiasan yang paling tersembunyi

Adapun anggota tubuh yang lain, selain dari anggota wudhu dan tempat-tempat perhiasan seorang perempuan muslimah, maka yang boleh melihatnya ialah suaminya. Sehingga seorang perempuan muslimah tidak diperbolehkan memperlihatkan dadanya ke bawah, dan dari betisnya ke atas selain kepada suaminya. Sebagaimana pengecualian yang Allah Azza wa Jalla sebutkan dalam ayat di atas.

Sedangkan antara suami istri maka tidak ada batasan aurat antara keduanya, di mana mereka boleh melihat bagian tubuh pasangannya yang mana saja yang ia inginkan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Ummul Mukminin Aisyah Rodhiallohuanha, yang mengatakan: “Dahulu aku pernah mandi bersama Nabi Sholallohu alaihi wa sallam dalam satu bejana yang disebut al-Faroq.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)

Al-Hafizh Ibnu Hajar alAsqolani Rohimallohu Taala dalam Fathul Bari (1/364) mengatakan: “Dan ad-Dawudi berdalil dengan hadits ini atas bolehnya seorang suami melihat aurat istrinya dan sebaliknya. Dan hal ini dikuatkan oleh riwayat Ibnu Hibban dari jalan Sulaiman bin Musa bahwa ia ditanya tentang hukum seorang suami melihat farji istrinya lalu dia mengatakan: “Aku bertanya kepada Atho, maka beliau berkata: Aku bertanya kepada Aisyah Rodhiallohuanha lalu dia Rodhiallohuanha menyebutkan makna hadis tersebut.”

Maka ini sebagai dalil dalam masalah ini (dibolehkannya seorang suami melihat farji istrinya dan sebaliknya). Wallohu alam. [Abu Ammar al-Ghoyami/Alghoyami]
_______________________________________________

Referensi:

Jami Ahkamin Nisa, Musthofa al-Adawi

Irwaul Gholil, Muhammad Nashiruddin al-Albani

Shohihul Jami, Muhammad Nashiruddin al-Albani

Tafsirul Quranil Azhim, Ibnu Katsir

Kaset kajian Aurotul Marah Muslimah Amama Ukhtihal Muslimah oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani.

[1] HR at-Tirmidzi, dishohihkan oleh al-Albani dalam al-Irwa no: 273 dan dalam Shohihul Jami no: 6690

[2] Jami Ahkamin Nisa, Musthofa al-Adawi, 4/486

[3] Jami Ahkamin Nisa, Musthofa al-Adawi, 4/489-491

[4] Ibid

[5] Tafsirul Quranil Azhim, Ibnu Katsir, 6/45

[6] Juga diriwayatkan oleh Muslim 1/618 dan an-Nasai 1/127

 

MOZAIK

Suara Wanita Aurat Jika Manja dan Mendesah?

ADA pemahaman bahwa suara wanita bukanlah aurat, selama tidak disuarakan dengan cara yang melanggar syara, misalnya dengan suara manja, merayu, mendesah, dan semisalnya.

Maka dari itu, boleh akhwat bernyanyi dalam sebuah masirah, dengan syarat tidak disertai perbuatan haram dan maksiat, seperti ikhtilath (campur baur pria wanita), membuka aurat, dan sebagainya.

Dalil bahwa suara wanita bukan aurat, adalah Alquran dan As-Sunah. Dalil dari Alquran terdapat dalam dalil-dalil umum yang mewajibkan, menyunahkan, atau memubahkan berbagai aktivitas, yang berarti mencakup pula bolehnya wanita melakukan aktivitas-aktivitas itu. Wanita berhak dan berwenang melakukan aktivitas jual beli (QS 2: 275; QS 4:29), berhutang piutang (QS 2:282), sewa menyewa (ijarah) (QS 2:233; QS 65:6), memberikan persaksian (QS 2:282), menggadaikan barang (rahn) (QS 2:283), menyampaikan ceramah (QS 16:125; QS 41:33), meminta fatwa (QS 16:43), dan sebagainya. Jika aktivitas-aktivitas ini dibolehkan bagi wanita, artinya suara wanita bukanlah aurat sebab semua aktivitas itu adalah aktivitas yang berupa perkataan-perkataan (tasharrufat qauliyah). Jika suara wanita aurat, tentu syara akan mengharamkan wanita melakukannya (Muhammad Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf An-Nas, hal. 106).

Adapun dalil As-Sunah, antara lain bahwa Rasulullah SAW mengizinkan dua wanita budak bernyanyi di rumahnya (Shahih Bukhari, hadits no. 949 & 952; Shahih Muslim, hadits no. 892). Pernah pula Rasulullah SAW mendengar nyanyian seorang wanita yang bernazar untuk memukul rebana dan bernyanyi di hadapan Rasulullah (HR. Tirmidzi, dinilainya sahih. Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, VII/119). Dalil As-Sunah ini menunjukkan suara wanita bukanlah aurat, sebab jika aurat tentu tidak akan dibiarkan oleh Rasulullah (Abdurrahman Al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 69-70).

Namun demikian, syara mengharamkan wanita bersuara manja, merayu, mendesah, dan semisalnya, yang dapat menimbulkan hasrat yang tidak-tidak dari kaum lelaki, misalnya keinginan berbuat zina, berselingkuh, berbuat serong, dan sebagainya. Firman Allah SWT (artinya) : “maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS Al-Ahzab [33] : 32).

Suara wanita yang seperti itulah yang diharamkan, bukan suara wanitanya itu sendiri. Jadi, suara wanita itu bukanlah aurat yang tidak boleh diperdengarkan.

Maka dari itu, boleh hukumnya wanita bernyanyi dalam acara masirah tersebut, sebab suara wanita bukanlah aurat. Namun dengan 2 (dua) syarat. Pertama, suara itu dalam batas kewajaran, bukan sengaja dibikin mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu, dan semisalnya. Kedua, perbuatan itu tidak disertai perbuatan-perbuatan haram dan maksiat, seperti ikhtilath, membuka aurat, dan sebagainya. Wallahu alam []

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2345707/suara-wanita-aurat-jika-manja-dan-mendesah#sthash.YkvfZp2J.dpuf

Inilah Solusi Bagi Wanita yang Terdesak Syahwat

SERING ada pertanyaan, bolehkah seorang wanita yang sering ditinggal pergi suami karena bekerja di kota lain, karena desakan syahwat lalu bermasturbasi? Berdosakah dia?

Benar bahwa masturbasi pada dasarnya dilarang dalam Islam sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Mukminun dan al-Ma’arij bahwa seorang mukmin hanya menyalurkan syahwat kepada pasangannya yang sah; bukan dengan cara yang lain. Siapa yang menyalurkan dengan cara lain berarti melampaui batas. Karena itu jumhur ulama menegaskan bahwa hukum masturbasi baik bagi laki-laki maupun wanita hukumnya haram.

Namun dalam kondisi tertentu saat gejolak nafsu sangat besar, sementara penyaluran yang halal sulit untuk dilakukan, di lain sisi faktor yang bisa mengantarkan kepada zina begitu kuat, maka dalam kondisi demikian sebagian Imam Ahmad seperti disebutkan dalam sebuah riwayat membolehkan dengan alasan irtikab akhaffu adh-dhararayn (memilih mudharrat yang paling ringan dari dua mudharrat yang ada). Yakni hal itu untuk menjaga diri dari perbuatan zina saat faktor-faktornya sangat kuat.

Hanya saja, untuk mengurangi gejolak nafsu yang besar ada sejumlah hal yang bisa dilakukan:

1. Memperbanyak puasa sunah

2. Berteman dengan wanita saleh

3. Menjauhi hal-hal yang bisa membangkitkan syahwat seperti menonton film percintaan, sinetron asmara, majalah vulgar, dst.

4. Memperbanyak zikir dan tilawah Alquran

5. Menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas kebaikan

Wallahu alam…

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324595/inilah-solusi-bagi-wanita-yang-terdesak-syahwat#sthash.MApeagsd.dpuf

Wanita Pembawa Berkah

Setiap manusia mengharapkan keberkahan dalam hidup, termasuk dalam membangun keluarga. Dan, memiliki pendamping (istri) yang salehah itu salah satu tanda mendapatkan keberkahan dalam keluarga. Wanita (istri) salehah seperti apa yang dapat mendatangkan keberkahan?

Berkaitan dengan hal itu Rasulullah SAW bersabda, “Di antara tanda keberkahan seorang wanita adalah mudah pinangannya, mudah maharnya, dan mudah rahimnya untuk melahirkan.” (HR Hakim). Hadis di atas menyebutkan tiga ciri wanita (istri) yang membawa keberkahan.

Pertama, wanita yang mudah dipinang. Seorang wanita hendaknya memberikan kemudahan bagi seorang laki-laki saleh yang hendak meminangnya. Sebab, wanita yang membawa keberkahan adalah wanita yang mudah ketika dipinang (HR Ahmad). Bukan yang meminta setumpuk persyaratan.

Rasulullah SAW melarang wanita menolak pinangan seorang pria yang saleh. “Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Jika kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR Tirmidzi).

Kedua, wanita yang mudah maharnya. Seorang wanita yang salehah itu tidak akan menyusahkan calon suaminya dalam urusan mahar, itulah wanita yang membawa berkah. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, “Wanita yang paling besar keberkahannya adalah yang paling mudah maharnya.” (HR Hakim).

Sebab, mahalnya mahar yang diminta adalah tanda awal dari ketidakberkahan (HR Baihaki). Sebaliknya, seorang pria yang baik tidak akan pelit dalam memberikan mahar kepada calon istrinya.

Dari Abu Salamah bin Abdurrahman RA, ia mengatakan: “Aku bertanya kepada Aisyah RA, bagaimana mahar para istri Nabi SAW? Ia menjawab, ‘Mahar beliau untuk isteri-isterinya ialah 12 auqiyah (yakni berupa perak), dan nasy. Tahukah engkau apakah nasy itu?’ Aku menjawab, ‘Tidak.’ Ia mengatakan, ‘Setengah uqiyah, (sehingga berjumlah 12,5 uqiyah) yaitu 500 dirham. Itulah mahar Rasulullah SAW untuk istri-istrinya.” (HR Muslim).

Ketiga, mudah melahirkan. Seorang wanita hendaknya tidak menunda-nunda kehamilan dengan alasan duniawi. Sebab memiliki anak yang saleh itu akan mengundang keberkahan dalam kehidupan rumah tangga. Rasulullah SAW bersabda, “Di antara keberkahan seseorang wanita adalah cepat pernikahannya dan cepat rahimnya melahirkan anak.” (HR Baihaki).

Dalam hadis yang lain, “Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak anak. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian (sebagai umatku).” (HR Nasa’i dan Abu Dawud).

Semoga Allah membimbing kepada kita kaum wanita agar bisa menjadi wanita pembawa keberkahan dalam keluarga, dan menjadikan kaum pria dapat bersyukur atas istrinya dengan cara memuliakannya. Amin. 

 

Oleh: Siti Mahmudah/Republika Online

Dihadapan Mahasiswa, Teh Ninih Jelaskan Empat Wanita yang Dijamin Masuk Surga

“Kata Rosul ada 4 wanita yang dijamin surga, siapakah 4 wanita itu?” demikian tanya Hj. Ummu Ghida Mutmainnah alias Teh Ninih dalam kajian khusus muslimah di masjid Nurul Huda Kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, jum’at (15/4/2016) siang.

Dengan mengambil judul “Menjadi Wanita yang Dirindu Surga” dan dihadiri 800-an pengunjung, Teh Ninih menjelaskan bahwa 4 wanita tersebut adalah Asiyah istri Fir’aun, Maryam ibunya nabi Isa, Khodijah binti khuwailid, dan Fatimah putri Rosulullah saw.

“Saya yakin dari hadist ini sudah sering kita mendengar, bahkan 4 orang tadi banyak penceramah sering menyampaikan, pertanyaannya sekarang, sudah adakah karakter ke empat orang tadi ada pada diri kita?”ucap teh Ninih.

Untuk menjawab pertanyaan tadi, Teh Ninih mengutip surat Al Baqoroh ayat 214, tentang siapa orang yang dirindukan surga.

“ini ayat memotifasi, siapa orang yang dirindukan surga, ini artinya: Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga,padahal belum datang cobaan seperti yang dialami orang-orang terdahulu sebelum kamu, mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang dengan berbagai cobaan, sehingga rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata ‘kapankah datang pertolongan Allah?’ ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat” kata Teh Ninih.

Teh Ninih menyimpulkan orang yang dirindu surga adalah orang yang siap dengan penderitaan dan kemelaratan. Seperti halnya Asiyah istri Fir’aun yang kafir karena mengaku sebagai Tuhan.

“Asiyah itu tahu betul bagaimana suaminya ngaku Tuhan, tapi nggak langsung ngomong ‘Hai suamiku, ceraikan aku sekarang juga, nggak..’, Asiyah berpuluh-puluh tahun mendampingi suaminya dengan harapan suaminya bertobat” ucap Teh Ninih.

Menurut Teh Ninih, Aisyah memiliki karakter sebagai orang yang tidak terpengaruh dengan keburukan orang disekitarnya. Beliau melanjutkan karakter muslimah yang dirindu surga layaknya Maryam ibu nabi Isa Alaihi Salam.

“Maryam itu satu-satunya wanita yang disebut didalam Qur’an, jadi Maryam itu wanita suci yang disucikan Allah, nggak pernah melihat laki-laki yang bukan mahram, nggak pernah dilihat laki-laki yang bukan mahram,adanya ditempat miqrobnya, jadi akhwat kalo pingin seperti Maryam udah jadi aja anak yang bisa jaga kehormatan diri”ujarnya.

Lebih lanjut Teh Ninih menjelaskan jika muslimah bisa menjaga diri seperti Maryam maka Allah akan pasangkan dengan laki-laki pilihan. Karena menurut pengetahuannya, sekarang ini 70 persen anak SMA mendekati zina hanya yang sedikit yang bisa menjaga kesuciannya.

Kemudian yang ketiga menurut Teh Ninih adalah Khodijah, karena kekayaannya dipergunakan untuk mendukung dakwah Muhammad rosulullah, dan beliau memiliki kestabilan emosi.

“Kenapa Rosulullah disandingkandengan Khodijah, karena ketika Rosul usia 40 tahun, Khodijah umur 55 tahun berarti usia matang, karena dibutuhkan oleh Rosul, ketika menyampaikan wahyu dibutuhkan orang yang kuat untuk mendampinginya”jelas Teh Ninih.

Yang terakhir menurut Teh Ninih, wanita yang dirindu surga adalah Fatimah putri Rosulullah. Karena Fatimah orang yang tidak mudah mengeluh dengan ujian yang diberikan oleh Allah.

“Akhwat kita belajar dari Fatimah, beliau itu siap dengan kemelaratan, luar biasa, nggak pernah mengeluh punya suami yang nggak punya apa-apa. Kalau malam hari Fatimah penuh dengan ruku’ dan sujud tapi kalau siang hari Fatimah tetep menjadi seorang ibu yang mencuci, ngepel, memasak untuk suaminya ”kata Teh Ninih.

Teh Ninih menutup kajiannya dengan mengajak muslimah yang sedang kuliah untuk semangat seperti Fatimah, jika malam hari memperbanyak ibadah, namun siang hari bersemangat mengikuti kuliah. [SY]

 

sumber: Panji Mas

Mengapa Wanita Harus Berhijab dan Nasihat Kepada Umat Kristen

Mengapa seorang wanita di dalam Islam wajib hukumnya mengenakan hijab? Di dalam Islam, seorang perempuan muslim diwajibkan untuk mengenakan hijab atau pakaian yang menutupi aurat.

Jadi, hijab bukan sekedar tutup kepala. Banyak orang salah memaknai kata hijab. Mereka berpikir bahwa hijab hanya sebatas kain penutup kepala yang fungsinya hanya menutupi rambut. Hijab adalah pakaian seorang muslimah yang menutupi bagian-bagian aurat kaum wanita.

Yang tidak menjadi bagian dari aurat wanita adalah telapak tangan dan wajah. Jadi setiap hijab sudah pasti sebuah kerudung, tetapi kerudung belum tentu bentuknya sebagai hijab. Hijab yang dikenakan oleh seorang wanita muslim harus menutupi kepala, leher, dada serta bagian-bagian tubuh wanita yang dianggap sebagai perhiasan atas diri kaum wanitab tersebut.

Islam telah mewajibkan kaum wanita memakai jilbab yang tertuang dalam firman Allah QS. Annur ayat 31. Bunyinya sebagai berikut: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka MENUTUPKAN KAIN KERUDUNG KE DADANYA, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada wanita-wanita muslim untuk menjulurkan pakaian mereka hingga ke dada. Pada saat ayat ini diturunkan, kaum wanita pada saat itu berlarian menyobek kain jendela dan kain pintu untuk mereka tutupkan ke kepala mereka sebagai hijab. Demikian responsif para wanita shaleh di masa itu dalam menunaikan seruan Allah SWT melalui firman-Nya yang disampaikan melalui Muhammad SAW.

Begitu juga perintah berhijab terdapat dalam QS. Ahzab ayat 59. Ayatnya berbunyi sebagai berikut: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Mengapa Islam mewajibkan kaum wanitanya untuk mengenakan hijab? Berikut ini beberapa alasannya:

  1. Hijab untuk memuliakan kaum wanita
    Wanita yang mengenakan hijab lebih terjaga kehormatannya dibanding dengan mereka yang tidak memakai hijab. Kecantikan tubuh wanita yang ditunjukkan kepada para pria yang bukan suaminya bukan akan meningkatkan kehormatan dan marwah seorang wanita, sebaliknya biasanya hanya akan menjadi bahan perbincangan kaum wanita, bahan khayalan seks kaum lelaki yang tidak berhak atas kecantikan tersebut.
  1. Hijab menjaga kaum wanita dari tindakan asusila
    Banyaknya kasus pelecahan seksual hingga berujung pada pemerkosaan biasanya diawali dari kesempatan yang diberikan oleh kaum wanita terhadap para pria yang memang secara manusiawi memiliki hasrat apabila melihat kecantikan wanita yang dibuka. Jadi salah jika sebagian wanita berpikir bahwa kesalahan hanya terletak pada kaum laki-laki yang bermata keranjang. Betapa banyak orang-orang yang semula tidak punya maksud menjadi berniat buruk setelah melihat ada kesempatan.
  1. Hijab untuk kesehatan
    Ternyata hijab juga berguna untuk kesehatan tubuh. Hijab dapat melindungi kulit tubuh dari terpaan radiasi matahari yang dapat memicu terjadinya kanker kulit. Kaum wanita yang selalu mengenakan hijab biasanya akan terlindung kulitnya dari terpaan cahaya matahari secara langsung.
  1. Hijab untuk kecantikan
    Hijab juga punya banyak manfaat untuk kecantikan kaum wanita. Wanita yang memakai hijab biasanya kulitnya akan menjadi lebih putih dibandingkan dengan sebelum ia mengenakan hijab. Rambutnya akan terlindung dari cahaya matahari yang dapat membuat rambut menjadi bau.

Mengapa seorang wanita dalam Islam wajib memakai hijab? Karena dengan hijabtersebut akan diperoleh berbagai manfaat yang akan dirasakan sendiri oleh kaum wanita tersebut. Tidak ada suatu perintah kebaikan di dalam Islam kecuali kebaikan itu akan terpulang lagi kepada para pelakunya. Masih ragu untuk mengenakan hijab? Jangan takut tak dapat jodoh dengan memakai hijab. Justru sebaliknya, jika Anda memakai hijab, maka jodoh Anda akan lebih berkualitas dibanding dengan Anda tidak menjalankan syariah tersebut. Tidak percaya? Buktikan sendiri.

Berhijab Pun Diperintahkan Dalam Ajaran Kristen

Bahkan, kerudung / tudung pun diwajibkan oleh Bibel. kami berkata seperti ini bukan menurut hati kami, tapi kami selalu berkata dengan BUKTI TERKUAT, yaitu dari Bibel itu sendiri. Berikut ini ayat-ayat Bibel yang mewajibkan berhijab:

Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak berkerudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. (1 Korintus 11:5)

Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka HARUSLAH IA MENUDUNGI KEPALANYA. (1 Korintus 11:6)

Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. (1 Korintus 11:7)

Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. (1 Korintus 11:8)

Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki. (1 Korintus 11:9)

Sebab itu, PEREMPUAN HARUS MEMAKAI TANDA WIBAWA DI KEPALANYA oleh karena para malaikat. (1 Korintus 11:10)

Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. (1 Korintus 11:11)

Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah. (1 Korintus 11:12)

Pertimbangkanlah sendiri: PATUTKAH PEREMPUAN BERDOA KEPADA ALLAH DENGAN KEPALA TIDAK BERKERUDUNG? (1 Korintus 11:13)

Ayat diatas diambil dari surat pertama Paulus kepada jemaat di korintus. Tapi ajaran yang sudah hilang, ditinggalkan, dan tak diikuti lagi oleh umat terdahulu, dimurnikan lagi oleh ALLAH dalam Qur’an.

PERNAHKAH ANDA MELIHAT ADA GAMBAR BUNDA MARIA TIDAK MENGENAKAN KERUDUNG?

Seumur hidup saya belum pernah lihat Bunda Maria tak berkerudung, dia selalu digambarkan dengan mengenakan kerudung. Perempuan adalah godaan iblis yang termasuk besar sangat. Dilihat dari segi tata krama dan sopan santun pun, setan senang menggoda melalui wanita. Dengan menggunakan hijab, maka akan menjaga pandangan para bapak-bapak, anak-anak kecil, dan dewasa.

Bayangkan saja jika perempuan dengan baju ketat dan auratnya terumbar kemana-mana. Menurut Yesus a.s, melihat saja sudah termasuk zina:

Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. (Matius 5:2)

Hijab justru meninggikan derajat wanita dan menjaga keselamatannya. Pernah lihatkah ada lelaki hidung belang menggoda muslimah yang berhijab dengan baik? Kita sebagai orang timur yang beradab, tentu tak pantut jika kita tak menjaga sopan santun. Dan jika kita berbicara tata krama dan sopan santun, maka tak boleh menurut manusia/sekumpulan manusia. Kenapa? karena tata krama  sekumpulan manusia disini tak sama dengan di tempat lain.

Saya beri contoh saja: Seorang perempuan di Indonesia dianggap tak sopan jika mendatangi rumah kepala kampung dengan menggunakan bikini saja. Akan tetapi di negara barat, ada banyak tempat dimana kita boleh mengenakan bertelanjang dan mengenakan bikini. Misalnya di pantai, di klub-klub malam, dsb.

Lalu kami bertanya pada kawan kami yang berasal dari negara barat itu: “Jika anda punya istri dan anak gadis, bolehkah mereka pergi ke tempat seperti itu?” Dan ternyata dia menjawab: “Tak boleh!” Lalu bagaimana dengan kaum Liberal, dan kaum Pluralisme yang membanggakan budaya barat sementara ada orang barat yang tak bangga dengan budayanya?

Lalu kami tanya lagi pada kawan kami tu: “Bolehkah jika semua aurat istri dan anak gadis kamu dilihat secara gratis oleh lelaki buaya tanpa sensor sama sekali?” Jawabannya ialah: “TIDAK.”

Itu budaya yang justru merendahkan kaum wanita, tapi mengapa justru mereka yang fitnah Islam membatasi hak asasi wanita dengan hijab? Padahal itu ialah budaya yang tak tahu malu dan tak beradab! Sama sekali tidak cocok dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab!

Jadi tata krama dan sopan santun itu menurut agama, bukan menurut orang atau sekumpulan orang, karena budaya setempat tak sama dengan budaya tempatan lainnya.

Ratu kecantikan yang ikut “Miss Universe Contest” pun tak tahu malu dan tak beradab. Bahkan tak beradab sama sekali karena maksiat yang dia lakukan di syiar-kan pada banyak orang, bukan 1-2 negara, tapi syiar maksiat itu menyebar ke seluruh dunia.

Jadi menurut budaya barat, mengenakan bikini “2 pieces” itu masih biasa saja, masih sopan. Ada lagi yang lebih buruk lagi adalah lelaki, wanita, remaja, tua, muda, dan anak-anak kecil pun lari bersama-sama dengan telanjang bulat! Dan bukan dalam gedung, tapi di jalan raya! Masuk TV lagi! Di filmkan dan disebarkan ke seluruh dunia. Inikah yang disebut kemajuan? Menurut saya ini malah kemunduran peradaban, malah mengikuti hewan yang tidak punya malu meski tidak memakai baju.

Jika saudara mempunyai istri dan anak gadis, bolehkah jika mereka mengikuti acara lari massal telanjang beramai-ramai? Sekarang, apakah anda ingin disukai para kaum liberalis dan pluralis dengan tak memakai hijab? Atau ingin disukai Tuhan karena berhijab?

MENGAPA WANITA YANG TIDAK BERKERUDUNG & BERJILBAB ITU BERDOSA?

Dalam sebuah hadits, Allah tidak perlu penyembahan kita: Andai seluruh manusia dan jin sejak dulu berkumpul dan menyembah seperti orang yang paling takwa diantara kita, maka itu tidak akan menambah kekuasaan Allah sedikitpun. Dan andai seluruh manusia & jin sejak dulu berkumpul jadi satu dan berlaku jahat seperti orang yang paling jahat diantara kita, maka itu tidak akan mengurangi kekuasaan Allah sedikitpun.

Jadi Islam memerintah ini dan itu adalah untuk kebaikan kita sebagai manusia ciptaan Allah, karena Allah-lah yang Maha Tahu mana yang baik untuk kita dan mana yang tidak baik untuk kita. Allah ingin kita baik tidak hanya dalam segi fisik, tapi juga hati kita. Dalam Islam, wanita pun diperbolehkan tidak mengenakan hijab, dengan syarat sudah lanjut usia. Seperti dalam ayat QS. Nuur ayat 60 yang berbunyi: “Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin, tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.”

Mengapa wanita yang sudah lanjut usia diperbolehkan tidak mengenakan hijab? Karena wanita yang sudah lanjut usia ini:

☑ Tidak akan menarik bagi pria

☑ Tidak mengotori jiwa para pria

☑ Tidak pamer aurat

☑ Tidak sombong merasa cantik / menarik

☑ Tidak melawan firman Allah

☑ Tidak memiliki hasrat & tidak riya

☑ Tidak membuka kemungkinan zina mata

☑ Tidak membuka kemungkinan zina yang lebih jauh

☑ Tidak melemahkan akal generasi muda yang melihatnya

☑ Tidak mencontohkan buruk pada gadis dibawahnya

☑ Dan lainnya

Dan kebalikan dari ayat itu, Jika seorang wanita membuka auratnya, maka ia telah berdosa karena beberapa sebab:

☑ Menyebabkan lelaki berpikiran kotor

☑ Orang yang ingin bertaubat, tidak jadi mensucikan hatinya

☑ Pamer aurat

☑ Sombong karena merasa cantik / menarik

☑ Sombong karena menolak firman Allah

☑ Riya

☑ Membuka zina mata

☑ Membuka zina yang lebih jauh, bahkan diperkosa

☑ Melemahkan akal generasi muda yang melihatnya

☑ Memberi contoh yang tidak baik pada gadis dibawah umurnya

☑ Mengakibatkan pertengkaran di kalangan suami istri dimana suaminya suka memandang gadis-gadis muda

☑ Dan lainnya

YouTube Channel: youtube.com/c/LampuIslam

Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

 

Referensi:

renunganislami.net / Lampu Islam

Kilau (Harta) yang Menipu

Oleh Hafidz Muftisany

Hati siapa yang tidak tertarik dengan godaan harta. Terlebih seseorang seharusnya mendapatkan bagian harta tertentu setelah ia berjuang keras. Berjuang hingga risiko antara hidup dan mati hanya dipisahkan benang tipis.

Ketertarikan atas harta yang lantas tak sesuai dengan harapan tentu memunculkan gundah. Keresehan itu pula yang dialami oleh kaum Anshar saat Perang Hunain nan berat itu sudah usai. Kaum Muslimin mendapat kemenangan yang besar.

Seperti laiknya perang-perang lain, kaum Muslimin pun berhak mendapat harta rampasan perang (ghanimah). Namun alangkah kecewanya kaum yang menerima Nabi SAW saat ia diusir dari kaummnya itu. Nabi SAW justru memberikan bagian harta ghanimah kepada orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam semisal Abu Sufyan, ‘Uyainah, Al Aqra’ dan Suhail bin ‘Amar.

Maka jiwa-jiwa manusia biasa kaum Anshar menyeruak protes. Kenapa orang yang dulunya memusuhi Nabi SAW dan baru masuk Islam mendapat bagian? sementara mereka yang menolong Nabi SAW dan kaum muhajirin, pulang dengan tangan hampa.

Rasulullah seperti yang diriwayatkan Imam Ahmad, lantas menemui dan menjawab kegundahan sahabat-sahabatnya dari Anshar itu. “Tidakkah kamu ridha, hai orang-orang Anshar,” ujar Nabi SAW dalam kalimatnya yang bersejarah, “manusia pergi dengan kambing dan unta mereka, sedangkan kamu pulang ke kampung halamanmu membawa Rasulullah? Demi yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentulah aku termasuk salah seorang dari Anshar.”

Kita paham bagaimana akhir dari kisah ini. Siapakah yang lebih beruntung bisa membawa serta Rasulullah SAW bersama mereka dibandingkan sampah dunia bernama harta. Sesenggukan wajah-wajah Anshar itu terdengar saling bersahutan. Air mata penyesalan mereka basah mengaliri hingga janggut-janggut mereka.

Begitulah kita sejatinya diajarkan untuk bersikap terhadap harta. Memiliki keinginan untuk menguasai harta adalah sesuatu yang wajar. Namun pada hakikatnya, harta hanyalah sebuah sarana. Seperti hanya Rasulullah SAW memberikan harta kepada kaum Quraisy yang baru masuk Islam. Semua itu hanya sarana untuk mengikat hati mereka agar tetap bersama dakwah.

Sementara Rasulullah SAW paham, sejatinya kaum Anshar tak memerlukan itu semua. Bagi mereka yang mengutamakan kaum muhajirin di atas diri mereka sendiri, tentu harta bukanlah yang paling utama. Jika kaum Anshar menangis tersedu karena mereka “mendapat” Rasulullah SAW, kita justru tergugu jika harta kita berkurang.

Otak kita seakan disetting hanya untuk mencari uang dan materi. Bukan dengan niat jihad mencari nafkah, namun demi memenuhi buas nafsu diri. Terkadang waktu yang kita miliki tak cukup 24 jam guna mencari pundi-pundi rupiah. Demi sebuah tas bermerk agar tak lagi dijauhi dalam kumpulan arisan-arisan masa kini.

Kehidupan kini hanya berjalan dari satu transaksi ke transaksi berikutnya. Dari satu lembur ke lembur yang sama keesokannya. Muara semuanya itu hanya kelelahan raga dan jiwa yang tak pernah tenang. Terlalu keras mengais emas terkadang turut melenakan kita pada hal-hal kecil yang sejatinya butuh perhatian.

Mengejar tender milyaran bagi kita masih terlalu penting dibanding mengajari anak-anak kita belajar huruf hijaiyah agar mereka dapat membaca kitab sucinya. Kita lupa membantu mengejakan hukum-hukum tajwid agar kelak saat kita mati, si anak dengan lancar memimpin barisan shalat jenazah.

Padahal bisa jadi bekal yang sangat ia perlukan bukanlah properti tak bergerak senilai puluhan miliar. Yang mereka butuhkan sejatinya adalah apa yang kaum Anshar butuhkan. Kehadiran sosok Rasulullah SAW. Mereka jauh lebih beruntung membawa pulang Nabi Muhammad SAW ke kota mereka. Lantas menyerap saripati hidup yang sebenarnya.

Semoga kita ini seperti orang-orang Anshar yang mendapat keistimewaan untuk “membawa pulang” Rasulullah SAW bersama mereka. Karena mereka sadar, meski ketertarikan pada kilau harta sangatlah normal namun tak akan bisa menggantikan kilau cahaya hakiki dari Muhammad SAW

 

sumber: Republika Online

Shalat Berjama’ah Bagi Wanita

Bismillah.

Shalat berjama’ah tidaklah wajib bagi kaum wanita menurut kesepakatan para ulama. Meskipun demikian, shalat berjama’ah dianjurkan bagi wanita tanpa ada perbedaan pendapat. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةُ الجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Shalat berjama’ah itu melebihi shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajad” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Siapakah yang berhak menjadi imam di antara para wanita?

Yang paling berhak menjadi imam di kalangan mereka adalah yang paling paham al-Qur’an. Jika mereka sama (pemahamannya) dalam al-Qur’an, maka yang paling berhak adalah yang paling memahami Sunnah di kalangan mereka. Akan tetapi, ketika shalat jama’ah itu di rumah seseorang, maka tuan rumah paling berhak untuk menjadi imam. Meskipun, ia boleh mengizinkan orang lain untuk menjadi imam.

Barisan wanita yang terbaik

Barisan yang paling utama bagi para wanita adalah barisan yang pertama, kemudian barisan berikutnya. Ini berdasarkan (keumuman) sabda Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الْمُتَقَدِّمَةِ

Sesungguhnya Allah menurunkan rahmat dan para Malaikat-Nya mendo’akan orang-orang yang berada pada barisan-barisan terdepan (dalam shalat berjama’ah) (HR. Abu Dawud dan an-Nasa-i).

Namun apabila kaum wanita berjama’ah dengan laki-laki maka barisan mereka harus jauh dari jama’ah laki-laki, jadi barisan terbaik bagi para wanita adalah barisan yang terakhir. Sedangkan yang paling buruk adalah barisan yang pertama.

Apakah seorang wanita yang mengimami wanita harus mengeraskan bacaannya?

Seorang wanita yang mengimami para wanita hendaklah mengeraskan bacaannya. Namun apabila ada kaum pria, maka ia tidak boleh mengeraskannya, kecuali jika kaum pria tersebut adalah para mahramnya.

Shalat para wanita di belakang kaum pria

Seorang wanita boleh shalat menjadi makmum di belakang barisan kaum pria. Tempat kaum wanita berdiri adalah di balakang kaum pria, meskipun wanita itu hanya sendiri. Wanita hendaknya berdiri sendirian di barisan yang terakhir. Demikian pula jika ia shalat berjama’ah bersama pria yang tergolong mahramnya, maka ia berdiri sendirian di belakangnya. Jika seorang wanita berdiri pada barisan kaum pria atau di depannya, maka shalat wanita itu batal berdasarkan pendapat yang benar, kecuali jika dalam keadaan darurat, atau ia tidak mengetahuinya, wallahu a’lam.

Seorang laki-laki boleh melakukan shalat berduaan dengan istrinya atau dengan wanita mahramnya, tanpa ada perbedaan pendapat. Hal ini karena ia diperbolehkan berduaan di luar shalat.

Tidak diperbolahkan seorang laki-laki menjadi imam bagi seorang wanita yang bukan mahramnya berdua-duaan. Namun diperbolehkan seorang laki-laki menjadi imam bagi sekelompok wanita, karena berkumpulnya banyak wanita menghilangkan al-khalwah(berduaan), dan tidak ada larangan mengenai hal ini. Akan tetapi hal ini berlaku jika aman dari fitnah.

Jika seorang wanita melakukan shalat (dengan jarak yang dekat) di belakang barisan kaum pria, maka berlaku pada mereka sebuah hadits yang artinya, “seburuk-buruk barisan kaum wanita adalah pada barisan pertama” (HR. Muslim, an-Nasa-i, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah). Jika seorang wanita hendak memperingatkan imam, sedangkan ia shalat di belakang kaum pria, maka ia boleh menepukkan tangannya, bukan mengucap tasbih (Subhanallah).

Wanita boleh shalat diimami anak kecil (yang telah tamyiz)

Syaratnya, anak kecil tersebut telah tamyiz (dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk) serta mengetahui cara shalat yang benar.

**************************

Zulfa sinta filavati

Referensi : Panduan Praktis Shalat Berjama’ah Bagi Wanita, Abu Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah

Artikel muslimah.or.id