Keraguan Membawa Jalan Menuju Islam

Cosens menjalani masa pertumbuhannya dengan keraguan atas ajaran agama sebelum dia mengenal Islam.

Dream – Jacqueline Cosens, asal New York, Amerika Serikat melewati sebagian masa hidupnya dengan penuh keraguan akan ajaran agama. Alhasil, dia terkesan setengah hati menjalani kegiatan keagamaan

“Selama tumbuh dewasa, saya selalu meragukan keyakinan saya sendiri. Namun bertahun-tahun kemudian, saya akhirnya menemukan alam spiritual yang seharusnya saya masuki sejak dulu. Sekarang, saya bangun setiap pagi dengan perasaan damai dan bahagia dengan menjadi seorang muslim.”

Cosens adalah muslim Amerika Serikat yang sekarang dikenal sebagai Jumaana Salma Amatullah. Ibu dua anak ini kini menetap di New York bersama suaminya dan membuka rumah desain bernama Niyyah Design.

Sebelum menemukan Islam, Amatullah mengisi hidupnya yang penuh keraguan terhadap agamanya dengan segala kesibukan, termasuk menempuh berbagai macam pendidikan.

Didorong keraguan terhadap agama dan keingintahuan luar biasa untuk mengenal ‘Sang Pencipta’, Amatullah mulai mencari berbagai doktrin agama dan keyakinan selama beberapa dekade. Tetapi semuanya tidak memenuhi harapannya.

Amatullah bahkan sempat memikirkan tentang ateisme. Dia segera membuangnya karena tidak sesuai dengan keinginannya.

Tiba-tiba semuanya berubah ketika ayahnya meninggal dunia. Amatullah merasa sedih karena dia merasa tidak bisa berbuat apa-apa dalam menyelamatkan ayahnya.

Setelah ayahnya meninggal, Amatullah merasa begitu sangat sendirian. Kesedihan memenuhi hati dan hanya ingin mati saja.

Dalam kesendirian dan kesedihannya, Amatullah berdoa sambil menangis kepada ‘Sang Pencipta’, siapa pun itu, untuk membimbingnya ke jalan yang benar. Semua pendidikan yang ditempuh Amatullah membawa pengetahuan tentang Tuhan dalam pikirannya, namun dia tidak menemukan Tuhan di dalam hatinya.

Suatu hari, Amatullah sedang menonton acara talk-show Phil Donahue yang sedang mewawancarai seorang mualaf, seorang wanita kulit putih Amerika. Banyak yang dikatakan wanita mualaf itu memiliki kesamaan dengan yang ia alami dan yakini dalam hidupnya.

Amatullah menjadi terpaku dengan acara talk-show tersebut dan mulai mengenal Islam dengan lebih baik. Islam tidak memiliki sisi negatif seperti yang dia kenal selama ini.

Islam yang benar tidak menyebarkan rasisme atau kebencian terhadap siapa pun. Semakin lama mendengar penuturan wanita itu, Amatullah semakin tertarik dengan Islam.

“Selama ini saya mendengar ide tentang Islam dari media yang benci agama tersebut dan menjadi semacam korban cuci otak mereka.”

Dalam talk-show, wanita itu mengatakan segala sesuatu dalam hidup memiliki garis waktu yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Hari itu, menjadi pertama kalinya dalam hidupnya Amatullah mendengar dan mengetahui tentang Islam yang sebenarnya.

“Hati dan jiwa saya sedang ditarik untuk mendengarkan tentang Islam hari itu. Saya suka dengan cara wanita itu berpakaian. Beban dalam hati serta pikiran tentang ayah juga mulai terangkat.”

Amatullah merasa kini dia bisa melihat segala masalah dengan lebih jelas dari sebelumnya. Semacam ada keyakinan serius tumbuh jauh di dalam jiwanya bahwa muslim menyembah Pencipta, bukan seorang manusia dan dia menyukai itu.

“Andai saja saat tumbuh dewasa saya tahu Islam. Saat itu, di depan TV, saya telah menemukan kata yang tepat untuk mengisi kehidupan, pemikiran dan jalan hidup saya. Kata itu adalah Islam.”

Hati Amatullah semakin mantap dengan Islam setelah acara talk-show itu membahas masalah Alquran. Tak menunggu lama, beberapa bulan kemudian, Amatullah memesan salinan Alquran dengan terjemahan Bahasa Inggris.

“Ketika menerima salinan Alquran, saat itu saya memeluk Islam. Semuanya, setiap kata; penjelasan; dan jawaban yang saya baca telah sesuai dengan keinginan saya,” ungkap dia.

(Ism, Sumber: onislam.net)

Bentuk Gratifikasi dalam Syariat Islam

Bentuk gratifikasi di tengah-tengah masyarakat lazim dikenal  sebagai hadiah, tanda terima kasih, tips, dan sebagainya.

Menurut pakar ekonom Islam Syafii Antonio, pemberian hadiah dinilai haram jika kondisi pemberi dan penerima pada posisi dari “bawah” ke “atas”. Misalkan, dari bawahan ke atasan, dari wajib pajak ke petugas pajak, dari rakyat ke pejabat, dan seterusnya.

Pemberian dari bawah ke atas ini dimaksudkan untuk mengharapkan suatu imbalan baik secara materi atau non-materi. Misalnya, memperlancar kepentingan bisnis, naik jabatan, pemberian wewenang atau keputusan dari atasan, dan semua hal yang berkaitan dalam ruang lingkup “bawahan ke atasan” tersebut. Ia mengharapkan ada timbal balik dari “atas ke bawah.”

Namun, jika pemberian hadiah dari atas ke bawah atau kepada sesama, hal ini diperbolehkan. Misalnya, dari orang kaya ke orang miskin, dari bos kepada karyawan atau sesama teman. Alasannya, tidak ada “udang di balik batu” dari pemberian tersebut. Pemberian hadiah didasarkan untuk memupuk persaudaraan, persahabatan, dan kasih sayang semata.

Sebagaimana gratifikasi dilarang dalam hukum bernegara, demikian juga pandangan hukum Islam dalam bersikap.
Rasulullah SAW sangat tegas melarang sahabat-sahabatnya untuk menerima gratifikasi. Riwayat dari Abu Humaid as-Sa’idi dikisahkan, salah seorang dari suku Al-Azdi bernama Ibnu Lutbiah ditugaskan memungut zakat. Setelah ia pulang, ia melaporkan dan menyerahkan zakat hasil pungutannya kepada Baitul Mal.

“Ini pembayaran zakat mereka, lalu yang ini adalah untuk saya karena ini pemberian dari wajib zakat kepada saya pribadi,” ujar si Ibnu Lutbiah. Rasulullah SAW pun marah dan memerintahkan Ibnu Lutbiah untuk mengembalikan gratifikasi yang diterimanya.

Rasulullah SAW bersabda, “Cobalah dia (Ibnu Lutbiah) duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya. Apakah akan ada yang memberikan (gratifikasi) kepadanya?” (HR Bukhari Muslim).

Rasulullah SAW dalam hadisnya menegaskan, menerima gratifikasi sama halnya dengan mengambil ghulul, yakni barang curian dari harta rampasan perang.

Ancamannya sangat jelas, siapa yang makan harta gratifikasi akan datang di Hari Kiamat dalam kondisi kesusahan. Di lehernya akan dipikulkan unta, sapi, dan kambing yang mengembik. (HR Bukhari Muslim).

Tidak bisa dipungkiri, pejabat berwewenang yang menerima gratifikasi akan berpengaruh pada putusan dan kinerja apa yang diwewenanginya. Demikian juga pegawai pemerintahan. Ketika ia meminta atau menerima gratifikasi, ia akan cenderung melayani pemberi gratifikasi.

Demikian juga seorang hakim pasti akan terpengaruh dengan gratifikasi. Ia akan cendreung membenarkan atau membela orang yang memberi gratifikasi kepadanya.

Inilah alasannya Imam Al-Baghawi dalam kitab Syarhu as-Sunnah secara keras mengharamkan para pegawai/ pejabat pemerintah dan hakim untuk menerima gratifikasi.

Pakar fikih kontemporer, Dr Ahmad Zain An-Najah mengatakan, masuk juga dalam kasus gratifikasi, seorang pegawai yang kongkalikong dengan pihak lain. Misalkan, pegawai pemerintahan yang ditugaskan untuk menyediakan alat-alat multimedia di kantornya.

Ketika penganggaran, harga alat-alat multimedia ini di-markup lebih tinggi. Kemudian saat pembelian, dia memilih membeli alat-alat tersebut di toko yang mau menawarkan harga lebih murah dari anggaran belanja yang ada. Alasannya, selisih uang pembelanjaan bisa masuk ke kantong pribadinya.

Semasa Rasulullah SAW, hadiah-hadiah yang didapat para sahabat dari tugasnya di lapangan selalu dilaporkan secara transparan. Misalkan, Muaz bin Jabal RA yang pulang bertugas dari Yaman dan membawa hadiah budak-budak. Muaz sempat ditegur Allah SWT melalui mimpi karena belum melaporkan budak-budak tersebut kepada khalifah Abu Bakar RA.

Keesokan harinya, Muaz langsung menyerahkan seluruh budak tersebut kepada Abu Bakar RA. Bijaknya Abu Bakar, hadiah budak yang memang diperuntukkan untuk Muaz pun ia perintahkan untuk dikembalikan kepada Muaz. Demikian atsar yang dikisahkan Ibnu Abdul Barr dalam kitab At Tamhid (2/7).

 

sumber: Republika Online

Bomber Leopard Runtuhkan Stigma Terorisme Islam

Munculnya sosok Leopard Wisnu Kumala (29) dalam kasus bom Mal Alam Sutera seperti titik balik yang bisa meruntuhkan stigmatisasi terhadap Islam selama ini dalam isu terorisme.

“Leopard seorang dari etnis Cina, beragama Katolik, pandai meracik bom dengan bahan peledak high explossive jenis Triaceton Triperoxide (TATP) kali pertama di Indonesia terjadi,” tegas Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, Jumat (30/10).

Harits merinci, Leopard melakukan empat kali pengeboman di Alam Sutera meski tidak semua meledak. Maka, ujarnya, teror menjadi cara untuk meraih kepentingan oportunisnya.

“Jika konsisten dengan nafsu untuk menarik kasus ini ke isu terorisme maka apa sulitnya untuk menyebut Leopard teroris? Saya pikir, istilah teroris lonewolf (serigala sendirian) adalah tepat,” terang Harits.

Ia pun berasumsi, sosok Leopard yang menganut Katolik membuat aparatur pemerintah dan pemilik media memilih diksi judul pada setiap berita steril dari diksi terorisme.

“Publik juga sudah cerdas. Inilah terorisme di Indonesia, sebuah bangunan terminologi yang memiliki dimensi sarat tendensi, stigma, kepentingan politis, dan ideologis di baliknya,” urai Harits.

 

sumber: Republika Online

Tiga Pesan Nabi untuk Menjadi Mukmin Hakiki

Oleh: Abdul Syukur

Suatu hari Rasulullah SAW pernah bersabda kepada salah seorang sahabatnya yang bernama Abu Dzar, “Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada, ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya akan jadi penggantinya, dan berinteraksilah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi).


Dalam pesan Nabi ini ada tiga hal yang bisa menjadikan seseorang menjadi mukmin yang hakiki. Pertama, bertakwa kepada Allah di manapun kita berada. Orang mukmin yang benar-benar beriman akan selalu merasakan kehadiran Allah dekat dengannya.

Tidak pernah ia merasa luput dari pantauan Allah. Tidak pernah pula ia merasa lupa bahwa semua yang dilakukan selalu diperhatikan dan dinilai oleh Allah SWT, baik dalam keadaan sepi sendirian maupun dalam keadaan ramai bersama teman-temannya. Baik di rumah, di jalan raya, di tempat kerja, maupun tempat-tempat lain yang menjadi tempat aktivitasnya.

Di rumah misalnya, ia akan melakukan tanggung jawabnya dengan baik sebagai salah satu anggota keluarga. Jika menjadi kepala rumah tangga, ia akan menjadi kepala rumah tangga yang baik, menjadi suami yang baik bagi istrinya, dan menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya. Karena, ia merasa Allah memperhatikan semua yang ia lakukan terhadap anggota keluarganya.

Jika menjadi ibu rumah tangga, ia akan menjadi istri yang baik bagi suaminya dan menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya. Karena, ia merasakan kehadiran Allah yang memantau semua aktivitasnya. Begitu pula ketika ia sedang berada di tempat kerja akan bekerja dengan baik dan tidak akan melakukan sesuatu yang merugikan orang lain karena ia merasa Allah selalu bersamanya.

Kedua, mengiringi keburukan dengan kebaikan. Artinya, setiap kali melakukan kejahatan atau maksiat, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia, harus mengikutinya dengan perbuatan baik agar dosa dari kejahatan atau maksiat tersebut bisa terhapus.

Sebagai manusia biasa kita tidak akan pernah luput dari salah dan dosa. Hal ini sesuai dengan hadis lain yang menegaskan bahwa setiap manusia pasti pernah bersalah dan berdosa dan sebaik-baik orang yang bersalah atau berdosa adalah mereka yang bertobat. (HR Tirmidzi dan Abu Dawud).

Mengiringi perbuatan buruk dengan perbuatan baik bisa berarti beristighfar kepada Allah SWT dan memberi sedekah untuk melebur dosa-dosa kecil yang pernah kita lakukan, jika dosa yang kita lakukan itu terkait dengan hak-hak Allah. Sedangkan, untuk menghapus dosa yang terkait dengan hak-hak Adami, sebelum meminta ampun kepada Allah terlebih dahulu kita harus meminta maaf kepada orang yang kita sakiti.

Ketiga, berinteraksi dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik. Maksudnya, kita memperlakukan orang-orang yang ada di sekitar kita dengan cara yang baik. Anak kita, istri kita, sanak saudara kita, keluarga kita, tetangga kita, teman kita, saudara seagama, saudara sesama manusia, saudara sesama makhluk Allah yang lain juga harus kita perlakukan dengan cara yang baik.

Jika kita bisa menerapkan ketiga pesan Nabi ini, insya Allah kita bisa menjadi manusia yang tanpa dosa. Semoga!

 

 

sumber: Republika Online

Kagumi Kaligrafi Masjid Ketuk Hati Karima Peluk Islam

Setelah mengucap syahadat, Karima kini membuka klinik herbal di Timur Tengah dan tidak lagi tinggal di Iowa.

Dream – Karima Kristie Burns, wanita asal Midwest, Iowa, Amerika Serikat ini dikenal sebagai sosok multitalen. Dia merupakan seorang editor, penulis, guru, juga pakar herbalis.

Tetapi, saat ini dia memilih menetap di kawasan Timur Tengah dengan membuka klinik Herb’n Muslim. Keputusan ini diambil Karima setelah memutuskan memeluk Islam, setelah kagum pada kaligrafi masjid di Spanyol.

Awalnya, Karima pernah berkunjung ke Spanyol saat berusia 16 tahun. Saat itu, dia menyempatkan diri mengunjungi Masjid Kordoba atau Alhambra di kota Granada. Matanya terpikat dengan bentangan lukisan kaligrafi Arab yang menghiasi dinding masjid.

“Ini adalah tulisan paling indah yang pernah aku lihat,” ujar Karima. Ia bahkan sampai meminta brosur perjalanan wisata bertuliskan huruf Arab kepada pemandu wisatanya saat itu.

Setiap malam, Karima membuka brosur-brosur bertuliskan huruf Arab itu di kamar hotelnya. Dia bahkan membayangkan bisa menulis huruf seindah itu dan bertemu dengan budaya yang memiliki bahasa tersebut.

Karima pun berjanji akan belajar bahasa dan tulisan itu ketika kembali ke kampung halamannya. “Perjalanan ke Spanyol itu sebenarnya upaya saya mencari jawaban atas keraguan terhadap agama saya yang sudah lama saya pendam,” ujar Karima.

Setelah pulang dari tur di Eropa, Karima mendaftar ke Northwestern University. Dengan keinginan yang begitu besar akan sebuah bahasa, Karima mendaftar di kelas Bahasa Arab.

Karima pun langsung larut dengan pelajaran Bahasa Arab. Rasa ingin tahunya sangat tinggi, hingga sang dosen yang non-muslim dibuatnya heran.

Karima pun senang ketika mengerjakan tugas-tugas menulis huruf kaligrafi. Dia bahkan seringkali pinjam buku-buku dalam Bahasa Arab dari dosen hanya untuk melihat huruf-huruf Arab yang ada dalam buku itu.

Memasuki tahun kedua di universitas, Karima memutuskan untuk memilih bidang studi Timur Tengah. Dengan begitu dia bisa fokus pada satu kawasan saja.

“Di salah satu mata kuliahnya adalah belajar Alquran. Saya gembira bukan main,” kata Karima.

Satu malam dia membuka Alquran untuk mengerjakan PR. Heran campur takjub. Makin dia baca makin terasa nikmat dan sulit untuk berhenti membacanya.

Karima merasa Alquran seperti novel yang sangat indah, berisi semua jawaban dari keraguan dan kebingungannya selama ini.

Pada hari berikutnya, Karima bertanya pada dosennya siapa pengarang dari Alquran ini. Namun dosen Karima yang non-muslim itu mengatakan bahwa menurut Muslim, Alquran bukan karangan siapa-siapa. Alquran adalah firman Allah SWT dan tidak pernah berubah sejak diwahyukan, dibacakan dan kemudian ditranskripkan.

Mendengar itu, Karima makin terpesona dan takjub. Dia menjadi bersemangat tidak hanya mempelajari Alquran, tetapi juga Islam. Dia kemudian pergi ke Timur Tengah.

Di tahun terakhir kuliah, Karima mendapat kesempatan mengunjungi Mesir. Salah satu tempat favorit yang ingin dia lihat di sana adalah masjid.

Satu hari seorang teman menanyakan kenapa tidak masuk Islam saja kalau memang sudah sangat tertarik. “Tapi saya sudah jadi seorang muslim,” kata Karima.

Teman Karima terkejut mendengar jawaban itu. Bukan hanya dia, Karima sendiri juga terkejut dengan jawaban spontan yang keluar dari bibirnya. “Tapi kemudian saya sadari hal itu logis dan normal. Islam telah merasuk dalam jiwa saya.”

Temannya menyarankan agar lebih resmi masuk Islam sebaiknya pergi ke masjid dan menyatakan keislaman di hadapan jemaah di sana sebagai saksinya.

“Tanpa menunggu lama saya ikuti sarannya. Alhamdulillah, saya akhirnya bersyahadat. Sekarang saya banyak mempelajari Alquran. Ketika membuka Alquran saya merasa seperti telah menemukan keluarga lama yang hilang,” kata dia. (Ism)

 

sumber: Dream.co.id

Usai Tes Kejiwaan, Pemuda AS Peluk Islam

William lahir dalam kondisi autis. Dia sulit bersosialisasi. Saat berusia 11 tahun, dia menemukan ada keanehan dalam ajaran agama lamanya.

William tumbuh sebagai remaja di keluarga serba berkecukupan di Dallas, Texas, Amerika Serikat. Tetapi, keluarganya bukan keluarga yang begitu religius.

Sejak kecil, seluruh kebutuhan William terpenuhi. Hanya ada satu masalah, dia lahir dalam kondisi autis.

Hal itu membuat dia kerap merasa canggung untuk bersosialisasi. Willia selalu merasa tidak bisa cocok dengan lingkungannya sehingga suka menyendiri dan menghabiskan waktu dengan bermain video game. “Aku lebih peduli pada video game daripada agama,” kata dia.

Meski begitu, dia pernah menyecap pengetahuan agama. Gagasan manusia masuk ke surga karena dia percaya bahwa dalam agamanya, Nabi Isa adalah penyelamat yang akan menjamin setiap manusia masuk surga.

“Jadi mari main video game seumur hidup dan kemudian masuk surga,” pikir dia saat itu.

William merasakan ada masalah dengan doktrin agama awalnya saat berusia 11 tahun. Dia menganggap inti ajaran agama yang selama ini dipeluknya tidak masuk akal karena bersifat menyembah banyak tuhan ketimbang satu tuhan.

Membayangkan saja, William merasa kesulitan. Sehingga untuk mengaplikasikan konsep seperti itu pun dia merasa sulit. Alhasil, dia menolak gagasannya tetapi bukan agamanya.

Ketika duduk di bangku SMA, William mulai sedikit lebih peduli dengan apa yang sebenarnya terjadi di dunia. Dia kemudian mendalami dunia politik di sekolah dan mulai benar-benar mendalami agamanya.

Alih-alih memperoleh kembali keyakinannya, William justru menolak gagasan agamanya secara umum. “Masalahnya, tidak ada satu pun gagasan sekte dalam agama saya yang saya bisa setuju,” katanya.

William pertama kali mengenal agama-agama lain melalui ibunya. Sejak bercerai, ibunya mengalami trauma mendalam sehingga mencari spiritualitas alternatif. Seiring waktu, William pun mengalami kekosongan yang sama.

Dia merasa butuh spiritualitas yang tepat untuk mengisi kekosongan dalam hatinya. Meski terdengar aneh, ibunya merekomendasikan William untuk mengikuti tes kejiwaan online yang akan merekomendasikan agama apa yang paling cocok untuk penggunanya.

William pun menuruti ibunya. Alangkah terkejutnya William ketika mengetahui bahwa Islam ada di peringkat kedua sebagai agama yang cocok dengan kompatibilitas sekitar 98 persen. Sementara pilihan pertama yang cocok adalah Yahudi Ortodoks.

“Meskipun memiliki minat terhadap agama Yahudi pada saat itu, aku benar-benar tertarik dengan Islam karena asing bagiku.”

Jadi, nuansa asing yang dirasakan William tentang Islam justru menarik baginya. Dia kemudian mencari informasi tentang Islam di Wikipedia. Mulai dari prinsip-prinsip dasar iman, haram, halal, dan sebagainya.

Tidak disangka, William merasa semua penjelasan tentang Islam tersebut masuk akal dan dia pun setuju dengan konsep Islam. Setelah membaca, William memutuskan untuk mengambil Alquran dan mulai membacanya. Isinya ternyata menakjubkan.

“Alquran menjelaskan segala sesuatu yang aku cari selama ini dan aku setuju dengan semua isinya. Jadi aku ingin menjadi seorang Muslim mulai sekarang,” kata dia

William kemudian mengucapkan kalimat syahadat ketika kembali ke sekolah karena dia tidak menemukan satu pun masjid di Dallas. Kebetulan ada sebuah masjid tepat di sebelah sekolahnya.

(Ism, Sumber: onislam.net)/Dream.co.id

Shalat Sebagai Penolong

Oleh: Imron Baehaqi

Alquran dan hadis Nabi SAW telah menerangkan tentang kedudukan ibadah shalat, termasuk menjelaskan fungsi dan keutamaannya, baik secara eksplisit maupun implisit.

Misalnya, apabila shalat dikerjakan dengan sempurna, hati dan jiwa seseorang menjadi tenang dan tenteram (QS ar-Ra’du [13]: 28). Shalat juga bisa mencegah diri dari sifat keluh-kesah atau galau (QS al-Ma’arij [70]: 19-23).

Shalat pun dapat mencegah perbuatan keji dan munkar (QS al-Ankabut [29]: 45). Dengan shalat pintu keberkahan dari langit dan bumi akan terbuka (QS al-Araf [7]: 96).

Ibadah shalat akan menjadi penolong di saat seorang hamba berada dalam kondisi serbasulit dan susah (QS al-Baqarah [2]: 45-46). Dan sejumlah pesan spiritualitas kehidupan lainnya.

Khusus hubungannya dengan pesan shalat sebagai media yang menolong di saat kompleksnya terpaan kebutuhan mendesak dan kesulitan hidup, terdapat kisah inspiratif dari Rasulullah SAW yang penting untuk kita teladani.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad disebutkan, “Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW apabila dirundung persoalan hidup, beliau segera mengerjakan shalat.” (HR Ahmad).

Hudzaifah Ibnu al-Yaman RA juga menuturkan, “Pada malam berlangsungnya Perang Ahzab, saya menemui Rasulullah SAW, sementara beliau sedang shalat seraya menutup tubuhnya dengan jubah. Apabila Nabi SAW menghadapi permasalahan, beliau akan mengerjakan shalat.

Ali bin Abi Thalib RA pernah menuturkan keadaan Rasulullah SAW ketika Perang Badar. “Pada malam berlangsungnya Perang Badar, kami semua tertidur kecuali Rasulullah SAW. Beliau shalat dan berdoa sampai pagi.

Fakta di atas menunjukkan betapa penting dan besarnya kedudukan shalat. Ia bukan hanya sebagai ritual ibadah seorang hamba kepada Allah semata, tetapi shalat mampu melahirkan kesan dan pengaruh positif terhadap pembentukan karakter dan realitas kehidupan.

Termasuk fungsi dan keutamaannya sebagai penolong di saat kondisi yang serba sulit karena banyaknya permasalahan yang dihadapi, baik secara personal, kolektif, keluarga, kerja tim, maupun dalam konteks kebangsaan dan negara.

Sebagaimana penderitaan nasional yang saat ini masih dirasakan, seperti tingginya angka kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, kebodohan, korupsi yang semakin merajalela, lemahnya ekonomi dan tumpulnya penegakan hukum dan sebagainya.

Demikian juga kasus kabut asap karena pembakaraan hutan belakangan ini, jelas telah mengakibatkan kemudaratan yang sangat besar, seperti kerusakan alam, kerugian material, dan bahkan hilangnya nyawa.

Di saat kondisi sulit seperti ini, sabar dan shalat hendaklah menjadi kekuatan yang menolong bagi setiap individu Muslim. Sebab, shalat merupakan cerminan totalitas ketundukan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Sedangkan, bagi orang-orang yang bertakwa, Allah menjamin untuk memberi pertolongan, jalan keluar, rezeki yang tidak diduga-duga, dan kemudahan dalam setiap urusannya. Belum lagi di akhirat kelak, orang-orang yang bertakwa akan mendapat ampunan dan balasan pahala yang besar. (QS atThalaq [65]: 2-5).

Yakin seyakin-yakinnya, shalat dapat membentuk kepribadian luhur dan terpuji bagi setiap hamba yang mengerjakannya. Bahkan, shalat bisa menjadi kekuatan yang menolong sekaligus menempatkannya pada derajat hidup yang mulia jika dikerjakan dengan baik dan sempurna.Wallahu Al Musta’an.

 

Sumber: Republika Online

Di Tengah Krisis, Perbankan Syariah Masih Sangat Bergairah

Industri perbankan syariah tetap tumbuh meski dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian.

Pertumbuhan industri perbankan syariah di negara-negara yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Negara Teluk (GCC), khususnya di Arab Saudi, dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan belanja di sektor publik. Kondisi ini justru terjadi di tengah menurunnya pendapatan dari minyak.

Hal ini disampaikan Ernst & Young dalam World Islamic Banking Competitiveness Report 2015-2016, yang membahas tingkat persaingan perbankan syariah di dunia Islam di konferensi bersama World Islamic Banking Conference (WIBC), akhir pekan lalu.

“Ini menarik. Bagaimana bank terpengaruh karena pemerintah menarik cadangan mereka dari sektor perbankan, untuk mempersempit kesenjangan pada defisit anggaran akibat penurunan harga minyak dunia,” kata Muzammil Kasbati, Direktur Global Islamic Banking Centre di E & Y, seperti dikutip dari Gulf News, Rabu, 4 November 2015.

Menurut laporan tersebut, laba perbankan Islam GCC meningkat menjadi US$ 12 miliar untuk pertama kalinya pada tahun 2014. Diperkirakan sektor ini akan terus tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi regional.

“Sembilan pasar inti saat ini menjadi mesin pertumbuhan bagi industri keuangan Islam global,” kata tulis itu.

Laporan E & Y ini mengidentifikasi sekelompok bank, berjumlah 40 unit di seluruh pasar sembilan inti yang dikatakan ‘secara sistemik penting’ untuk kemajuan masa depan industri syariah. Dari 40 bank tersebut, lebih dari 50 persen memiliki basis ekuitas US$ 1 miliar atau lebih.

Menurut E & Y, sektor perbankan syariah Uni Emirat Arab khususnya telah mendapatkan momentum yang didukung oleh inovasi dan pertumbuhan jejak digital, sehingga meletakkannya sejajar dengan Malaysia dalam hal pangsa pasar global.

Laporan selengkapnya akan diluncurkan di konferensi WIBC 2015 yang akan digelar pada 2 Desember mendatang. (Ism)

 

sumber: Dream.co.id

Tidak Sadar Belum Mandi Besar, Apa Hukumnya?

Hukum mandi besar bagi mereka  yang berhadas besar, entah akibat berhubungan intim, keluarnya sperma sebab mimpi basah, atau karena hal lainnya, adalah wajib. Kondisi suci dari hadas besar tersebut menjadi salah satu syarat sahnya ibadah dalam Islam, seperti shalat.

Allah SWT berfirman,” Wahai orang-orang beriman janganlah kalian mendekati sholat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk sampai kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan. Dan janganlah pula dalam keadaan junub sampai kalian mandi kecuali hanya sekedar untuk melewati jalan (QS an-Nisa’[4]: 43 ).

Lantas, bagaimana jika seseorang tidak sadar bahwa dirinya berhadas besar apa hukumnya? Sementara ia beraktivitas seperti biasa, seperti shalat atau melakukan ibadah lainnya.  Misalnya, saat bangun tidur, ia belum tersadar tengah berhadas besar, tetapi setelah lewat beberapa waktu, entah dalam hitungan jam atau bahkan hari, ia baru tersadar, ia berhadas besar.

Syekh al-Azhar Mesir, Ahmad Thayib menjelaskan, selama yang bersangkutan yakin bahwa dia belum mandi besar hingga ia tersadar akan hadasnya itu, maka ia wajib mengulangi mengulangi shalat fardhu yang telah ia lakuka selama berhadas besar itu, begitu selesai bersuci (mandi besar). Penegasan ini seperti dinukilkan dari kitab al-Mudawwanah al-Kubra.

Dalam kitab tersebut, Imam Malik pernah ditanya perihal seseorang yang berhadas besar, tetapi ia baru tersadar. Padahal, yang bersangkutan sudah melakukan shalat lima waktu, misalnya. Menurut Imam Malik, orang tersebut hendaknya segera mandi besar dan mengulang shalat yang ia lakukan selama ia berhadas besar.

 

 

sumber: Republika Online

Meneladani Kepemimpinan Umar bin Khattab di Masa Paceklik

Kebijakan Amirul Mukminin Umar bin Khattab dalam menghadapi musim paceklik panjang terbukti teruji.

Ia mengelola bantuan telah terorganisir dengan baik. Sesampainya bantuan di Madinah, Umar menunjuk beberapa orang tepercaya untuk melakukan distribusi. Ia sendiri ikut turun membagikan makanan bagi penduduk Madinah.

Setiap berapa hari sekali, mereka menyembelih hewan untuk dimakan bersama dengan orang banyak. Umar pun turut mengotori tangan untuk mengolah adonan roti bercampur zaitun. Setiap malam, para pejabat Umar berkumpul dan melaporkan segala sesuatu yang mereka alami siang harinya.

“Andaikata untuk meringankan beban rakyat saya harus membawakan perlengkapan kepada masing-masing keluarga di setiap rumah, lalu mereka saling membagi makanan sampai Allah memberi kelapangan, akan saya lakukan,” tegas Umar.

Kelaparan berkepanjangan menimbulkan bencana susulan berupa penyakit dan kematian. Kendati Umar telah berupaya maksimal, banyak penduduk Arab sakit dan mati. Selama sembilan bulan itu, kaum Muslim merasakan ujian berat.

Tak hanya mengharap bantuan dari kaum Muslim, Amirul Mukminin mengajak rakyat melakukan shalat istisqa untuk meminta hujan. Sekian waktu, Allah mengabulkan doa mereka. Gerimis pertama menghampiri Semenanjung Arab. Tanah basah, pohon bersemi, dan dedaunan menghijau. Kaum Muslim terlepas dari bencana.

Umar telah menetapkan disiplin diri yang sangat keras pada diri sendiri sepanjang musim paceklik. Ia menurunkan taraf hidupnya ke tingkat hidup orang-orang fakir miskin yang hanya makan seadanya.

Umar duduk bersama ribuan orang yang kelaparan dan makan bersama mereka. Ia tidak mau mengistimewakan diri.

Lewat tindakan itu, Umar bin Khattab membuktikan dua hal. Pertama, ia turut merasakan penderitaan rakyatnya sehingga terdorong untuk memperjuangkan nasib mereka.

“Bagaimana saya akan dapat memerhatikan keadaan rakyat jika saya tidak ikut merasakan apa yang mereka rasakan.” Jawaban itu terucap dari seorang penguasa besar.

Kedua, tindakan Umar menentramkan hati rakyat bahwa Amirul Mukminin ada bersama mereka di tengah suka-duka.

Sebagaimana sabda Nabi, “Tidaklah seorang pemimpin mengurusi rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu (mengkhianati) rakyat, kecuali Allah mengharamkan baginya surga” (HR. Bukhari). Karena itu, sepayah apapun penderitaan rakyat, tidak ada tanda-tanda pemberontakan menggeliat di wilayah kekuasaannya.

Setelah masa paceklik panjang terlewati, Umar berpikir, orang-orang Arab pedalaman yang datang ke Madinah sudah tidak perlu lagi berada di sana.

Kepada mereka, Umar pun memerintahkan, “Kembalilah kalian ke daerah asal masing-masing!” Terselip kekhawatiran di benak Umar, jika para pengungsi itu menetap di Madinah lantaran sudah merasa nyaman. Hal itu akan merusak tatanan demografi masyarakat.

 

sumber: Republika Online