Perkembangan Percetakan Dunia Islam Tertinggal, Apa Sebabnya?

Dunia penerbitan Islam memang telah berkembang dari abad pertengahan. Saat itu, manuskrip atau buku ditulis dengan tangan. Ketika zaman telah memasuki abad ke-18 M, penerbitan buku mulai berubah seiring berkembangnya teknologi percetakan.

Sayangnya, dunia Islam mengalami keterlambatan dalam penggunaan teknologi percetakan. John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford mengungkapkan, salah satu alasan terlambatnya perkembangan percetakan di dunia Islam karena adanya penolakan dari kalangan pemuka agama.

Percetakan Islam mulai dikembangkan di Timur Tengah oleh Ibrahim Muteferrika (1674-1754 M). Selama lebih dari 10 tahun, Ibrahim mencoba meyakinkan Kesultanan Usmaniyah atau Turki Usmani dan para syekhnya agar tak menolak kehadiran percetakan Islam.

Ibrahim meyakinkan bahwa penggunaan mesin cetak tak berbahaya bagi budaya Islam. Menurut dia, penggunaan mesin cetak untuk menerbitkan buku dan risalah justru dapat mendorong kemajuan Kesultanan Turki Usmani dalam menghadapi kekuatan Eropa.

“Percetakan sangat bermanfaat dalam penyebaran ilmu di kalangan kaum Muslim,” tutur Ibrahim dalam sebuah risalah yang ditulisnya dan dicetak pada 1726 M. Dengan hadirnya percetakan, kata dia, harga buku menjadi lebih murah, lebih mudah penyebarannya, serta lebih awet dan mudah dibaca.

Upaya Ibrahim untuk meyakinkan Kesultanan Usmaniyah dan para syekhnya itu akhirnya membuahkan hasil. “Sultan Usmaniyah mengambil langkah untuk memperkenalkan manfaat percetakan itu kepada kaum Muslimin sekaligus membersihkan naskah-naskah menyimpang yang dicetak di Eropa,” ungkap Esposito.

Namun, tak semua buku bisa dicetak menggunakan mesin. Kitab Suci Alquran, hadis, dan kitab-kitab fikih tak diizinkan dicetak, tetapi harus tetap ditulis dengan tangan. Esposito berpendapat, larangan itu berdampak pada perkembangan usaha percetakan dan penerbitan Islam selama lebih dari satu abad.

Para syekh dan ulama ketika itu menganggap percetakan masih belum diperlukan. “Mereka menganggap khotbah Jumat, madrasah, dan naskah-naskah yang ditulis tangan cukup mampu melestarikan ilmu-ilmu yang dikaji dan membentuk wacana kesalehan,” papar guru besar Studi Islam pada Georgetown University, Washington DC, Amerika Serikat, ini.

Sumber: Pusat Data Republika



 

Miliki Papan Motivasi yg Didesain secara indah, Klik di sini!

Penolakan Masjid di Bitung Perkeruh Konflik Rumah Ibadah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyerangan terhadap Masjid As-Syuhada di Bitung, Sulawesi Utara, kembali menaikkan tensi konflik rumah ibadah di tengah masyarakat Indonesia. Direktur Eksekutif Ma’arif Institut Fajar Riza Ul Haq mengingatkan tindakan penyerangan yang intimidatif ini akan semakin memperkeruh situasi di tengah konflik rumah ibadah yang sebelumnya terjadi di Tolikara dan Aceh Singkil.

Ia berharap, aparat pemerintah daerah bisa menjaga keamanan umat Islam dan menindak tegas massa anarkistis. “Penegakan tidak boleh pandang bulu, keadilan harus ditegakkan. Negara wajib memastikan semua warga bebas dari rasa takut,” katanya kepadaRepublika.co.id, Rabu (11/11).

Fajar berharap, pemerintah daerah juga harus transparan dalam proses Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas masjid ini. Jangan sampai, kata dia, syarat telah terpenuhi, tapi tetap dipersulit. Ia mengingatkan seyogianya Pemda bercermin dari kasus rumah ibadah di Aceh Singkil dan Tolikara.

“Akan sangat mahal ongkos yang harus ditanggung jika Pemda Bitung tidak peka dan bertindak tidak adil,” ujarnya.

Sebelumnya, ketegangan terjadi antarumat beragama di Bitung, Sulawesi Utara, pada Senin (9/11). Ratusan massa menyerang pembangunan Masjid Asy-Syuhada di Kompleks Aer Ujang, Kota Bitung, karena dianggap pembangun masjid belum mendapatkan IMB. Sedangkan, semua persyaratan IMB terhenti karena kelurahan yang enggan menandatangani izin tersebut.

baca jugaSelama 10 Tahun, Lima Pembangunan Masjid di Bitung Digagalkan

Pembangunan Masjid di Bitung Diserang Sekelompok Warga

Ketegangan antaragama kembali terjadi di Sulawesi Utara. Sejak Senin (9/11), ratusan massa umat Kristen menyerang pembangunan Masjid Asy-Syuhada di Kompleks Aer Ujang, kelurahan Girian Permai, kecamatan Girian, Kota Bitung.

Karmin Mayau, ketua panitia pembangunan masjid tersebut mengaku, hingga saat ini ketegangan masih mengancam warga sekitar kompleks. Bahkan, polisi sudah mengeluarkan sekitar enam tembakan peringatan untuk meredam serangan kelompok masyarakat Kristen tersebut.

“Hingga saat ini, sudah terdapat tujuh warga Kristen yang ditahan oleh Kepolisian. Mereka bahkan ada yang merangsek ke perumahan untuk mencari panitia pembangunan masjid,” ungkapnya kepadaRepublika.co.id, Selasa (10/11).

 

Karmin melanjutkan, kelompok penyerang itu berasal dari kelompok Kristen Divisi Bela Negara. Kemudian, untuk hari ini dia mengaku tidak mengetahui kelompok penyerang itu berasal dari mana, yang jelas mereka memakai baju serbahitam.

Menurut dia, mereka kebanyakan justru berasal dari luar Kota Bitung, baik dari Manado, Tomohon, Tondano, dan sekitarnya. Menurut dia, ada juga pendeta setempat yang ikut memprovokasi warga.

Penyerangan tersebut terjadi dengan alasan bahwa pembangunan Masjid As-Syuhada itu belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Padahal, kata dia, panitia selama ini sudah mengusahakan seluruh berkas administrasi yang dibutuhkan. Namun, pengurusan administrasi yang sudah dilakukan sejak Maret 2015 lalu hingga saat ini panitia belum dapat mengantongi IMB meskipun semua persyaratan sudah dipenuhi.

Dia meyakini, Pemerintah kKota Bitung dan juga Lurah Girian Permai mempersulit panitia dalam memberikan IMB tersebut. “Lurah Girian Permai tidak bersedia memberikan tanda tangan untuk surat tanda tanah tidak dalam sengketa jika panitia belum mendapatkan rekomendasi tertulis dari wali kota. Kan ini aneh, masa dari wali kota dulu,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, Lurah Girian Permai tidak memberikan izin karena masih ada warga yang tidak sepakat dengan pembangunan masjid tersebut. Padahal, Bakesbangpol Kasubdit Kerukunan Umat Beragama Kota Bitung sudah memberikan izin karena mereka sudah memenuhi persyaratan persetujuan 60 KTP warga Kristen dan 90 warga Muslim.

Bahkan, dia menjelaskan, persyaratan pendirian masjid bahwa diharuskan terdapat minimal 90 warga Muslim juga sudah terpenuhi. Karena, warga Muslim yang tinggal di kelurahan tersebut kurang lebih terdiri atas 350 KK atau sekitar 1.500 jiwadengan asumsi sekitar 1.100 orang yang shalat. Angka tersebut sudah sangat cukup untuk mendapatkan izin mendirikan tempat ibadah dalam suatu wilayah.

 

sumber: Republika Online

Selama 10 Tahun, Lima Pembangunan Masjid di Bitung Digagalkan

Penyerangan kelompok masyarakat Kristen terhadap pembangunan Masjid As-Syuhada di Komplek Aer Ujang, kelurahan Girian Permai, kecamatan Girian, Kota Bitung, Sulawesi Utara ternyata bukan yang pertama kalinya.

Ketua Panitia Masjid As-Syuhada, Karmin Mayau menjelaskan setidaknya di kota Bitung sudah terdapat lima masjid yang digagalkan pembangunannya dalam 10 tahun terakhir.

“Dulu sempat akan dibangun masjid raya di Bitung, namun digagalkan warga Kristen. Padahal sudah ada anggaran dari Kemenag. Kemudian sekitar dua atau tiga bulan kemudian tanah yang akan dibangun masjid tersebut justru tiba-tiba dibangun gereja,” ungkapnya kepada Republika, Selasa (10/11).

Selain itu dia menceritakan pada tahun 2010 juga terjadi hal serupa, dan hingga kini akhirnya masjid-masjid itu belum berdiri. Kini giliran masjid As-Syuhada yang juga disinyalir berusaha digagalkan pembangunannya melalui serangan tersebut.

Sementara penyerangan sudah terjadi sejak Senin (9/11) kemarin oleh ratusan warga Kristen. Dia mengaku hingga saat ini ketegangan masih mengancam warga sekitar komplek.

Dia menceritakan kelompok penyerang tersebut membawa senjata tajam yaitu samurai sepanjang satu meter dan ada pula yang membawa tombak sepanjang dua meter.

“Kesulitan membangun masjid sudah kami rasakan 10 tahun terakhir, tapi tidak pernah terexpose media. Semua orang tahunya Sulawesi Utara hidup rukun, padahal kalau masalah pembangunan masjid seperti ini kami dipersulit. Kami hanya disuruh tenang dan bersabar, tenang sih tenang, tapi bagaimana kalau kami tidak memiliki tempat ibadah,” tuturnya.

Usaha penggagalan pembangunan masjid itu pun beragam. Dia menceritakan untuk pembangunan masjid As-Syuhada tersebut dipersulit dari segi administrasi.

Dia dan rekan-rekan panitia sudah mengurus persyaratannya sejak Maret lalu, namun hingga kini masjid tersebut tidak kunjung mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Meskipun dia sudah mengantongi izin dari Bakesbangpol Kasubdit Kerukunan Umat Beragama Kota Bitung, karena mereka sudah memenuhi persyaratan persetujuan 60 KTP warga Kristen dan 90 warga Muslim.

Erick Yusuf: Pelaku Serangan Paris Spiritualnya Kosong

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pimpinan Lembaga Dakwah Kreatif (iHaqi), Ustaz Erick Yusuf menilai aksi penembakan dan pengeboman yang terjadi di Paris, Jumat malam waktu setempat (13/11), adalah keganasan yang sudah menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan.

Ia melihat hal ini terjadi karena pelaku tidak memiliki nilai-nilai spritual dan ketuhanan. “Orang yang membantai ini tidak memiliki nilai-nilai spiritual dan ketuhanan di dalam dirinya,” ujar Ustaz Erick saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (14/11).

Menurut Erick, orang yang memiliki nilai-nilai ketuhanan akan senantiasa dilimpahkan kasih sayang oleh Allah SWT. Sehingga, ia pun akan terhindar dari perbuatan-perbuatan menzalimi baik terhadap dirinya maupun orang lain.

Untuk itu, kata Erick, sebagai umat Islam kita harus menunjukkan kerpihatinan atas tragedi nahas itu. Sebabnya, Islam melihat hal tersebut sebagai suatu kezaliman dan Islam menentang keras semua bentuk kezaliman.

Terkait siapa pelaku aksi teror tersebut, Erick mengimbau agar semua pihak tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Umat Islam khususnya, tambah Erick, harus mengutamakan sikap tabayyun atau klarifikasi.

Erick Yusuf: Teror di Paris Timbulkan Fitnah Terhadap Islam

Pimpinan Lembaga Dakwah Kreatif (iHaqi), Ustaz Erick Yusuf khawatir tragedi penembakan dan pengeboman yang terjadi di Paris, Jumat malam waktu setempat (13/11), menimbulkan fitnah terhadap umat Islam.

“Kita harus optimis dan berharap ini tidak menjadi fitnah,” ujar Ustaz Erick saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (14/11).

Untuk itu, Ustaz Erick pun mengimbau agar pemimpin Islam dunia segera mengecam aksi tersebut dan menunjukkan keprihatinannya. Menurut dia, umat Muslim harus muncul dan memperlihatkan kepada dunia bahwa aksi teror ini menentang nilai-nilai Islami.

Dalam rangka menangkal fitnah, Ustaz Erick melihat pelebaran dan perluasan dakwah sangat perlu dilakukan. Ustaz Erick menambahkan umat Islam perlu mencerminkan bahwa Islam merupakan agama yang terdepan dalam nilai-nilai perdamaian.

Dakwah juga bisa berperan sebagai bentuk klarifikasi bahwa aksi teror yang memakan ratusan korban itu tidak mengatasnamakan Islam atau agama apapun. “Apabila umat Islam dan tokoh-tokoh Islam memperlihatkan keprihatinannya maka dunia akan melihat bahwa ini bukan atas nama agama,” katanya.

 

sumber: Republika Online

Cari Perbekalan Terbaik di Akhirat, Ini Caranya

Oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

 

Hidup di dunia ini sungguh sekejap saja. Sementara, kesempatan mengumpulkan bekal teramat sebentar. Kita akan hidup selama-lamanya, tidak akan ada akhir lagi, yaitu kelak nanti di akhirat. Dan, hamba Allah yang beriman pasti akan menyibukkan diri dengan amal ketaatan supaya di kehidupan nanti mendapatkan kebahagiaan yang sempurna.

Salah satu amal ketaatan seorang hamba itu adalah bersemangat dalam menghidupkan ihyaaus sunnah. Tiada waktu, hari, jam, menit, detik berlalu kecuali bernilai ibadah, amal saleh, manfaat, dan mencari perbekalan terbaik di akhirat. Karena itulah, ia hidupkan sunah harian Rasulullah SAW.

Gambaran indah amal yaumiyah (amal sunah harian Nabi SAW) adalah bermula ketika hendak tidur. Ia pasti akan tidur lebih awal karena kerinduannya bangun di tengah malam. Saat terjaga, ia bersegera membangunkan keluarga dan sahabatnya untuk menikmati indahnya shalat malam.

Pencinta amal yaumiyah Nabi SAW pasti tidak akan pernah beranjak dari Tahajud kecuali setelah membaca istighfar dengan bilangan yang banyak, dilanjutkan tadabur Alquran. Lalu, dengan hati gembira, ia melangkah dengan kaki diayun untuk berjamaah Subuh di masjid. Kemudian, ia biasakan tidak keluar dari masjid kecuali ikut kajian ilmu dan zikir hingga waktu shalat sunah Isyraq.

Dan, pagi pun menjelang. Ia tidak akan keluar rumah untuk ikhtiar yang halal kecuali diiringi doa, pamit kepada keluarga dengan ciuman, lambaian salam dan terjaga selalu wudhunya. Hatinya pun selalu terpaut zikir kepada Allah SWT.

Dalam beraktvitas selalu dengan belas kasih, rendah hati, murah senyum, ringan tangan, penebar salam dan salaman, bersih-wangi bersahaja dengan sesederhana mungkin penampilannya. Hal ini terbaca dari isyarat mata, tubuh, dan penampilannya yang tidak sombong. Bicaranya santun dan selalu berbaik sangka pada setiap takdir-Nya, jauh dari sifat dengki.

Tiba waktu Zhuhur atau Ashar, maka shalatnya pasti tepat waktu dan berjamaah. Ia tidak sungkan untuk memulai dan mendatangi serta menjulurkan tangan silaturahim. Diam-diam hatinya berdoa untuk keluarganya, negerinya, saudara-saudaranya yang tertindas, seperti di Palestina, Afghanistan, Irak, Suriah, Mesir, Yaman, Rohingya.

Bahkan, terhadap mereka yang berbeda keyakinan, doa pun dipanjatkannya agar Allah SWT memberi hidayah. Kepada siapa pun yang dijumpai, ia selalu ingatkan tentang dahsyatnya kehidupan akhirat tanpa merasa dirinya paling suci. Dan, puncaknya bermuhasabah diri, sama sekali tidak tertarik membahas, apalagi mencari aib saudaranya.

Inilah amal ringan, tapi padat penuh makna. Orang beriman akan menjadikan tiada waktu yang sia-sia. Fokus dalam ketaatan yang prima dengan menjaga amal yaumiyah. Semoga Allah SWT terus dan terus membimbing kita semangat beriman dan beramal saleh hingga wafat dalam keridhaan-Nya. Aamiin.

 

sumber: Republika Online

Keutamaan Bersikap Lemah Lembut

Oleh: Moch Hisyam

 

Diriwayatkan bahwa seorang badui memasuki masjid, sementara Rasulullah SAW sedang duduk. Orang itu berkata, “Ya Allah, ampuni aku dan Muhammad, dan jangan Engkau ampuni seorang pun selain kami.” Lalu Rasulullah SAW tertawa dan berkata, “Engkau telah menghalangi banyak orang.”

Kemudian orang itu beranjak hingga ke sudut masjid untuk kencing. Setelah melalui peristiwa itu, orang badui itu berkata, “Beliau berdiri menghampiriku. Sungguh, beliau tidak mencela dan tidak menghardik. Beliau malah berkata, “Sesungguhnya masjid ini tidak untuk kencing di dalamnya, tetapi dibangun untuk berzikir kepada Allah dan shalat.” Selanjutnya beliau memerintahkan agar disiramkan air pada bekas teresebut (HR Ibnu Majah dan Bukhari).

Hadis di atas menjelaskan kepada kita bagaimana sikap dan tutur kata Rasulullah SAW yang penuh dengan kelembutan saat beliau menghadapi orang yang kurang tepat dalam berdoa dan kencing di sudut masjid. Beliau tidak mencela dan tidak pula menghardiknya, akan tetapi menasihatinya dengan lembut dan menyelesaikan apa yang menjadi inti permasalahannya, yakni menyiram kencing orang tersebut dengan air. Kelemahlembutan Rasulullah SAW ini membuat orang badui tersebut sadar dan kian hormat dan mencintai kepadanya.

Lembah lembut sendiri mengandung pengertian kelembutan yang berupa perkataan dan perbuatan, Tegasnya, lawan dari sikap kasar. (al-Qamus al-Muhith). Dalam keseharian, kita harus mengedepankan sikap dan tutur kata yang lembut dan menjauhkan diri dari sikap kasar karena kelembutan akan mendatangkan kedekatan dan kebaikan. Sebaliknya, sikap kasar akan menjauhkan persaudaraan dan mendatangkan keburukan.

Disebutkan, “Sesungguhnya kelembutan tidak terjadi pada sesuatu kecuali akan mengindahkannya, dan tidaklah tercabut dari sesuatu kecuali akan memburukkannya.” Kelembutan tutur kata dan perbuatan merupakan landasan dalam membangun keharmonisan antarsesama, kunci dalam menasihati dan penyelesai permasalahan serta penyebab datangnya kebaikan. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang tidak memiliki kelemahlembutan maka tidak dihampiri kebaikan.” (HR Muslim).

Lebih daripada itu, ketika kita memiliki sikap dan tutur kata yang lembut tidak hanya akan menjadikan hidup kita penuh dengan kedamaian dan keharmonisan dengan sesama, juga di akhirat kelak kita akan dimasukkan ke dalam surga. Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian aku kabari tentang orang yang diharamkan terhadap neraka atau orang yang neraka diharamkan terhadapnya? Yaitu setiap orang yang bersikap dekat serta berlaku mudah dan gampang (bersikap lemah lembut).” (HR Tirmidzi).

Oleh karena itu, kita harus berupaya menyandang sifat ini karena termasuk sifat yang dicintai oleh Allah SWT lagi penuh dengan keutamaan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Mahalembut, dia menyukai kelembutan. Dia memberikan kepada orang yang lemah lembut apa yang tidak diberikan kepada yang kasar dan apa yang tidak diberikan kepada yang selainnya.” (HR Muslim)

 

sumber: Republika Online

Inikah Penyebab Arab Takut Lawan Israel?

Melihat serangan koalisi Arab Saudi terhadap pemberontak Houthi di Yaman, memunculkan beragam pertanyaan. Koalisi tersebut lebih memilih menyerang Houthi yang berafiliasi ke Syiah Iran, ketimbang membungihanguskan Israel penjajah sejati. Lantas, benarkah ketidakberanian Arab terhadap Israel itu dipicu trauma atas kekalahan mereka perang melawan Israel sepanjang sejarah?

Sejarah mencatat, Arab harus menelan kekalahan terus menerus melawan Israel. Dalam Perang Arab-Israel Pertama, menyusul pendirian negara Israel 14 Mei 1948 di bawah pimpinan David Ben Gurion, aliansi negara Arab takluk di hadapan Isrel. Dalam perang yang berlangsung selama hampir 10 bulan itu (sejak 15 Mei 1948 hingga 10 Maret 1949—Red), pasukan Yordania, Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, dan Arab Saudi bergerak ke Palestina untuk menduduki daerah-daerah yang diklaim sebagai wilayah ‘negara Israel’. Ada sekitar 45 ribu tentara yang dikerahkan oleh negara-negara Arab tersebut pada waktu itu.

“Sementara, di pihak Israel sendiri awalnya hanya diperkuat oleh 30 ribu prajurit, namun pada Maret 1949 meningkat jumlahnya menjadi 117 ribu tentara,” ungkap Yoav Gelber dalam buku Palestine 1948: War, Escape and the Emergence of the Palestinian Refugee Problem.

Perang Arab-Israel Pertama berakhir dengan kekalahan di pihak negara-negara Arab. Menurut catatan, jumlah tentara Arab yang gugur mencapai 7.000 orang.  Perang itu juga menewaskan 13 ribu warga Palestina. Di samping itu, berdasarkan hasil penghitungan resmi PBB, ada 711 ribu orang Arab yang menjadi pengungsi selama pertempuran berlangsung.

Sebagai akibat dari kemenangan Israel tersebut, setiap orang Arab yang mengungsi selama Perang Arab-Israel Pertama, tidak diizinkan untuk pulang ke kampung halaman mereka yang kini sudah diklaim Zionis sebagai wilayah negara Israel.

“Oleh karenanya, para pengungsi Palestina yang kita jumpai hari ini adalah keturunan dari orang-orang Arab yang meninggalkan tanah air mereka ketika terjadinya perang 1948-1949,” tutur Erskine Childers lewat tulisannya,  The Other Exodus The Spectator, yang dipublikasikan dalam buku The Israel-Arab Reader: A Documentary History of the Middle East Conflict,(1969).

Perang Arab-Israel kembali meletus ketika Mesir melakukan nasionalisasi terhadap Terusan Suez pada 1956. Kebijakan yang digawangi oleh Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser itu mendorong Israel  untuk menginvasi Semenanjung Sinai, sehingga menyebabkan peristiwa yang dikenlan sebagai ‘Krisis Suez’.

Tak lama berselang, pasukan Inggris dan Prancis juga mendarat di Pelabuhan Suez. Keikutsertaan dua negara Eropa itu dalam konflik tersebut seolah-olah untuk memisahkan pihak yang bertikai. Namun, motivasi mereka sebenarnya pada waktu itu hanya untuk melindungi kepentingan investor di negara-negara yang terkena dampak nasionalisasi Terusan Suez oleh Mesir.

Perang Arab-Israel yang kedua ini berakhir dengan kesepakatan damai. Mesir setuju untuk membayar jutaan dolar kepada Suez Canal Company—selaku pemegang otoritas Terusan Suez sebelum dinasionalisasi oleh Presiden Nasser.

Pada dekade berikutnya, hubungan Israel dengan negara-negara tetangga Arab tidak pernah sepenuhnya normal. Menjelang Juni 1967, ketegangan antara Mesir dan Israel kembali meningkat. Mesir memobilisasi pasukannya di sepanjang perbatasan Israel di Semenanjung Sinai. Sementara, Israel meluncurkan serangkaian serangan udara terhadap lapangan udara Mesir pada 5 Juni. Peristiwa itu menimbulkan Perang Arab-Israel Ketiga yang berlangsung selama enam hari.

Dalam perang tersebut, Mesir juga dibantu oleh sejumlah negara Arab lainnya, yaitu Yordania dan Suriah. Di samping itu, Arab Saudi, Kuwait, Libya, Maroko, dan Pakistan juga ikut mendukung Mesir dalam pertempuran tersebut. Hasilnya, Mesir dan koalisi negara-negara Arab kembali menelan kekalahan. Menurut catatan, ada sekitar 19 ribu tentara Arab yang hilang atau gugur di medan perang kala itu.

Meski berulangkali menderita kekalahan, upaya yang dilakukan Arab Saudi, Mesir, Yordania, Suriah, Irak, dan Lebanon untuk membela Palestina di masa lalu menunjukkan betapa tingginya rasa solidaritas mereka sebagai sesama bangsa Arab pada waktu itu. Catatan sejarah tersebut menjadi ironis, mengingat hari ini negara-negara Arab saling memerangi saudara mereka sendiri di Yaman.

 

sumber: Republika Online