Pengobatan Ala Rasulullah (2-habis)

Terkait bumbu makanan, Rasulullah menyunahkan menyediakan garam mentah pendamping makanan. Karena, garam yang dicampurkan dalam makanan yang dimasak kandungan yodiumnya akan hilang.

Ustaz Tengku menjelaskan bahwa Rasulullah pun melarang umat untuk menahan buang air kecil karena dapat menganggu kinerja ginjal. Untuk itu, aturan terminal buang air kecil sebenarnya telah dibuat.

“Saat kita berwudhu, biasanya kita akan masuk ke kamar mandi. Waktu-waktu berwudhu merupakan waktu yang telah diatur sebagai terminal buang air kecil,” ujarnya.

Selain itu, ada pengobatan yang disunahkan saat telah terkena penyakit. Berbekam merupakan teknik pengobatan dengan menyedot darah beku untuk melancarkan aliran darah.

Teknik bekam ini sebenarnya telah ada sejak zaman Nabi Ayub. Dahulu pengobatan dengan menyedot darah beku, yakni dengan sengatan lebah dan hisapan lintah.

Satu pengobatan yang kurang populer dan menurut Rasulullah umatnya tidak menggunakan, yaitu meletakkan sejenak besi panas pada telapak kaki yang disebut kai. “Besi panas ini yang disentuhkan pada kaki, dua hingga tiga detik akan terasa dikejutkan untuk memperlancar aliran darah,” katanya.

Pada zaman Rasul juga mengenal rukyah, pengobatan Nabi dengan cara membaca al-Fatihah di depan air dan disiramkan kepada orang yang sakit. Rukyah ini juga dapat dilakukan dengan membaca al-Fatihah serta mencampur tanah dan air liur dan dioleskan pada bagian yang sakit.

Pengobatan modern
Ustaz Tengku Zulkarnaen mengatakan bahwa pengobatan modern boleh digunakan dan tidak masalah. Rasulullah pun tidak menolak cara-cara modern.

Pengobatan modern diperbolehkan asalkan jelas garis halal dan haramnya. Seperti Rasul yang ditawari pengobatan dengan memakan hati kodok, tetapi menolaknya karena memakan kodok merupakan hal yang haram.

Begitu juga dengan pengobatan insulin untuk penyakit diabetes. Insulin diperbolehkan asalkan bersumber dari insulin sapi, bukan insulin dari hewan yang haram seperti babi.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zainal Abidin mengatakan, teknologi kedokteran semakin berkembang. Namun, sejauh ini teknologi kodekteran modern masih dalam koridor Islam sesuai Alquran dan sunah Nabi.

“Pada dasarnya pengobatan tersebut telah ada sejak zaman Nabi Muhammad, tetapi tidak persis sama karena terus berkembang selama tidak membuat orang menjadi syirik atau murtad maka pengobatan diperbolehkan,” ujarnya. Menurut Zaenal, bahan pengobatan yang digunakan pun tidak boleh melanggar ketentuan syariat Islam.

Teknologi kedokteran modern pun awalnya ditemukan oleh tokoh Islam, Ibnu Sina. Ia adalah tokoh kedokteran Muslim yang terkenal mengembangkan kedokteran modern.

Zaenal mengaku dalam kedokteran modern, sebuah pengobatan yang berbeda, misalkan pengobatan tradisional perlu diteliti bahan, alat, tujuan, dan dampak pengobatan tersebut secara ilmiah.

Seperti bekam, perlu diteliti sterilnya bahan, tujuan, dan alasan penggunaan pengobatan tersebut, kemudian disesuaikan dengan ilmu kedokteran modern. Karena, kedokteran modern bersumber dari standar pendidikan, baik kompetensi dokter maupun alat dan obat yang digunakan.

Sejak zaman Ibnu Sina, telah ada pendidikan untuk mencapai kompetensi seorang dokter meskipun belum semodern saat ini. Sehingga, Ibnu Sina pun secara tegas menolak adanya dokter-dokter palsu. “Ia membentuk Dewan Kedokteran untuk menertibkan dokter-dokter palsu,” kata Zaenal.

Ibnu Sina juga tidak menerima seseorang yang mengaku dapat menyembuhkan sebagai dokter, tetapi tidak memiliki dasar pengetahuan dan teknik kedokteran.

 

 

 

Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti

Pengobatan Ala Rasulullah (1)

Jangan terjebak jaminan langsung sembuh.



Banyak masyarakat protes pengobatan atas nama simbol Islam dan metode yang tidak jelas asal muasalnya. Sehingga, perlu diketahui metode dan cara pengobatan yang sesuai serta disunnahkan oleh Rasulullah SAW.

Wakil Sekretaris Jenderal MUI Tengku Zulkarnaen mengatakan pengobatan apa saja yang bentuknya dari ilmu tabib Cina, Arab, rukyah, maupun modern diperbolehkan asalkan meyakini kesembuhan berasal dari Allah SWT.

Sedangkan obat, teknik pengobatan, orang yang mengobati merupakan perantara saja. “Jika seseorang meyakini kesembuhan bukan selain Allah SWT maka dianggap syirik,” ujarnya.

Ustaz Tengku mewanti-wanti agar umat tetap berhati-hati memilih pengobatan. Masyarakat diimbau tidak lantas percaya dengan iming-iming sembuh seketika. Menurut Ustaz Tengku, itu merupakan kebohongan besar jika ada pengobatan yang langsung menjamin kesembuhan setelah berobat. “Kesembuhan merupakan hak Allah SWT,” ujarnya.

Begitu juga dengan pengobatan alternatif dengan memindahkan penyakit. Dalam pengobatan Rasul bahkan sejak Nabi Adam tidak pernah ditemui pengobatan memindahkan penyakit ke hewan, tumbuhan, maupun benda-benda lain. “Pengobatan tersebut merupakan kebohongan besar,” kata ustaz yang juga ahli thibbun nabawi ini.

Selain itu, orang yang mengobati juga harus berjiwa sosial. Niatnya harus tulus mengobati bukan mencari keuntungan. “Apalagi, sampai menagih biaya hingga puluhan juta,” ujarnya.

Rasulullah SAW sendiri mengajarkan banyak ilmu kesehatan dan pengobatan. Ustaz Tengku menjelaskan, umumnya penyakit bersumber dari perut sehingga kita harus menjaga kondisi lambung.

Lambung harus diisi seimbang antara makanan, air, dan udara. Satu saja tidak seimbang, pasti akan menimbulkan masalah hingga terserang penyakit. “Makanan jatahnya hanya sepertiga dari ruang lambung, sesuai kaidah Rasulullah,” katanya.

Rasulullah dalam menjaga kesehatan juga dengan menjaga makanannya. “Tidak pernah Rasul memakan makanan dengan menggabungkan karbohidrat dan protein hewani,” ujarnya.

Rasul juga berdiet dengan tidak pernah makan bersamaan daging dan susu. Jika Rasul memakan daging maka tidak minum susu begitu juga sebaliknya.

Selain itu, Rasul juga mengajarkan konsumsi madu untuk mengobati diare. Selain madu, obat yang digunakan rasul adalah habatussaudah. Habatussaudah merupakan lada hitam yang rasanya pahit untuk mengobati segala jenis penyakit yang saat ini telah kembali populer.

Tepung talbinah juga menjadi salah satu obat pada zaman Rasulullah. Tepung yang kembali popular ini berwarna merah keunguan dan sering dibuat bubur.

Siti Aisyah, kata Ustaz Tengku, selalu memasak tepung tersebut, terutama saat ada kematian yang terjadi di rumahnya. Tepung talbinah dapat mengobati penyakit liver dan membantu dalam mengurangi kesedihan. Saat ini, tepung itu masih dapat ditemukan di Afrika.

 

Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti

 

sumber: Republika Online

Thibbun Nabawi, Pengobatan Pertama dan Utama

Sungguh, sebuah keniscayaan bahwa perkembangan dunia medis berjalan seiring dengan derasnya arus kapitalisme global dan modernisasi yang kian sulit dikendalikan, Namun perkembangan jenis penyakit juga tidak kalah cepat berkembang dan beregenerasi. Sementara itu banyak  manusia yang tidak menyadari bahwa SangKhaliq tidak pernah menciptakan manusia dengan ditinggalkan begitu saja tanpa ada aturan dari-Nya. Setiap kali penyakit muncul, pasti Allah SWT juga menciptakan obatnya, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: “Tidaklah Allah SWT menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia turunkan penyembuhnya.(HR. Al-Bukhari dan  Ibnu Majah).

Faktanya, memang ada manusia yang mengetahuinya dan ada yang tidak mengetahuinya. Kenyataan  lain  yang  harus  disadari  oleh  manusia, bahwa apabila Allah SWT dan Rasul-Nya secara jelas dan tegas menetapkan suatu penjelasan -termasuk dalam memberikan petunjuk pengobatan- maka petunjuk pengobatan itu sudah pasti lebih bersifat pertama dan utama. Dan memang demikianlah kenyataannya, Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW secara Kaffah, bukan saja memberi petunjuk tentang perikehidupan dan tata cara ibadah kepada Allah SWT secara khusus yang akan membawa keselamatan dunia dan akhirat, tetapi  juga memberikan  banyak petunjuk praktis dan formula umum yang dapat digunakan untuk menjaga keselamatan lahir dan batin, termasuk  yang  berkaitan dengan  terapi, penanganan penyakit  atau pengobatan secara holistik.

Petunjuk praktis dan kaidah medis tersebut telah sangat banyak dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan diajarkan kepada para sahabat Nabi SAW. Bila keseluruhan formula dan kaidah praktis itu dipelajari secara saksama, tidak salah lagi! Bahwa kaum Muslimin dapat mengembangkannya menjadi sebuah sistem dan metode (thariqah) pengobatan  yang  tidak  ada  duanya. Disitulah  akan  terlihat korelasi yang erat antara sistem pengobatan Ilahi dengan sistem pengobatan manusia. Karena Allah SWT telah menegaskan: “Telah  diciptakan  bagi  kalian  semua  segala  apa  yang  ada  di muka  bumi  ini” (QS. Al Baqarah [2]: 29. Ilmu pengobatan beserta segala media dan materinya, termasuk yang diciptakan oleh Allah SWT tidak hanya untuk kaum muslimin saja, tetapi juga untuk kepentingan seluruh umat manusia.

Ingatlah! Islam adalah  agama dan Ideologi  yang  sempurna,  yang dibawa  Rasulullah  SAW  bukan hanya kepada orang sehat tapi juga kepada orang yang sakit, maka cara pelaksanakannya juga disediakan. Untuk  itu,  sudah seharusnya kaum  Muslimin  menghidupkan  kembali  kepercayaan  terhadap berbagai jenis obat (Madu, Habatussauda, Zaitun, dsb.) dan metode pengobatan (Alqur’an, Bekam, Ruqyah, dll.) yang telah diajarkan Rasulullah SAW sebagai metode terbaik untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Namun tentu semua jenis pengobatan dan obat-obatan tersebut hanya terasa khasiatnya bila disertai  dengan  sugesti  dan  keyakinan.  Karena -demikian  dinyatakan  Ibnul  Qayyim- bahwa “keyakinan adalah doa”. Bila pengobatan manusia mengenal istilah placebo (semacam penanaman sugesti lalu memberikan obat netral yang sebenarnya bukan obat dari penyakit yang dideritanya), maka  Islam mengenal istilah Do’a dan keyakinan.

 

Dengan pengobatan yang tepat, dosis yang sesuai disertai doa dan  keyakinan (Spiritual Healing),  tidak  ada  penyakit  yang  tidak  bisa  diobati,  kecuali  penyakit  yang  membawa pada kematian. Jabir RA membawakan hadits dari Rasulullah SAW: “Setiap penyakit ada obatnya, Maka bila obat itu mengenai penyakit akan sembuh dengan izin Allah SWT.” (HR. Muslim)

 

Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih sarat dengan beragam penyembuhan dan obat yang bermanfaat  dengan  izin Allah  SWT.  Sehingga seharusnya  kita  tidak  terlebih  dahulu  berpaling  dan meninggalkannya untuk beralih kepada pengobatan kimiawi yang ada di masa sekarang. Karena itulah Ulama Salafus Sholeh, sekaligus Ahli Kedokteran & Pengobatan Islam, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyahberkata: “Sungguh Mereka (para tabib) telah sepakat bahwa ketika  memungkinkan  pengobatan  dengan  bahan  makanan  maka  jangan  beralih  kepada  obat-obatan kimiawi. Ketika memungkinkan mengkonsumsi obat yang sederhana, maka  jangan beralih memakai  obat  yang  kompleks.  Mereka mengatakan bahwa setiap  penyakit  yang  bisa  ditolak  dengan  makanan-makanan tertentu dan pencegahan, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan kimiawi.” Ibnul  Qayyim  juga  berkata:  Berpalingnya  manusia  dari  cara  pengobatan  Nubuwwah seperti  halnya  berpalingnya  mereka  dari  pengobatan  dengan  Alqur’an,  yang  merupakan  obat  bermanfaat.”

 

Maka, tidak sepantasnya seorang  muslim menjadikan  pengobatan Nabawiyyah sekadar sebagai pengobatan “tradisional” maupun alternatif lain. Justru  sepantasnya dia menjadikannya  sebagai  cara pengobatan yang UTAMA, karena kepastiannya datang dari Allah SWT  lewat  lisan Rasulullah SAW. Sementara pengobatan dengan obat-obatan kimiawi (pengobatan cara barat), boleh saja manusia menggunakannya sebagai pelengkap dan pendukung pengobatan, namun kepastiannya tidak seperti kepastian  yang didapatkan dengan Thibbun Nabawi, Pengobatan yang diajarkan Nabi SAW  diyakini  kesembuhannya  karena  bersumber dari wahyu. Sementara  pengobatan dari selain Nabi Muhammad SAW kebanyakan hanyalah berangkat dari dugaan atau dengan pengalaman/ uji coba semata. Ibnul Qayyim kembali berpesan: “Pengobatan  Ala Nabi  tidak  seperti  layaknya  pengobatan  para  ahli medis”.

Dengan demikian, Pengobatan Ala Nabi dapat diyakini dan bersifat pasti (qath’i), bernuansa  ilahiah, Alamiah, berasal dari wahyu dan misykat Nubuwwah, Ilmiah serta berasal dari kesempurnaan akal melalui proses berfikir (aqliyah). Namun tentunya, berkaitan dengan kesembuhan suatu penyakit, seorang hamba tidak boleh bersandar semata dengan  pengobatan tertentu, dan tidak  boleh meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan sakitnya. Seharusnya ia bersandar dan bergantung kepada Al Khaliq, Dzat yang memberikan penyakit dan menurunkan obatnya sekaligus, yakni Allah SWT Robbul Izzati. Seorang hamba hendaknya selalu bersandar pada hukum dan aturan-Nya dalam segala keadaannya. Hendaknya seseorang yang sakit selalu berdoa memohon kepada-Nya agar menghilangkan segala kemudharatan dan mengambil hikmah dari berbagai penyakit yang telah menimpa dirinya. Wallohu a’lam bish-showaab.

 

Oleh : Amin Yusuf, S.Pd. 

sumber: Era Muslim

Ciri-Ciri Penganut Syiah, Kenali dan Berhati-Hatilah!

Penyerangan yang dilakukan oleh segerombolan orang-orang syiah ke Masjid Az-Zikra yang terjadi pada rabu malam ini membuat banyak orang bertanya-tanya, mengapa sebegitu anarkisnya, mengapa harus melakukan hal-hal kekerasan, pemukulan dan penculikan. Nah… pastinya sobat Nida juga bertanya-tanya donk, Syiah itu apa dan seperti apa?

Tenang Sob, Nida akan menjelaskan ciri-ciri penganut Syiah. Ini dia ciri-cirinya yang harus kita kenali:

1.Mengenakan songkok hitam dengan bentuk tertentu

Tidak seperti songkok yang dikenal umumnya masyarakat Indonesia, songkok mereka seperti songkok orang Arab hanya saja warnanya hitam.

2.Tidak shalat jum’at

Meskipun shalat jum’at bersama jama’ah, tetapi dia langsung berdiri setelah imam mengucapkan salam. Orang-orang akan mengira dia mengerjakan shalat sunnah, padahal dia menyempurnakan shalat Zhuhur empat raka’at, karena pengikut Syi’ah tidak meyakini keabsahan shalat jum’at kecuali bersama Imam yang ma’shum atau wakilnya.

3.Tidak salam ketika mengakhiri shalat

Pengikut Syi’ah juga tidak akan mengakhiri shalatnya dengan mengucapkan salam yang dikenal kaum Muslimin, tetapi dengan memukul kedua pahanya beberapa kali.

4.Mengakui shalat hanya 3 waktu saja

Pengikut Syi’ah jarang shalat jama’ah karena mereka tidak mengakui shalat lima waktu, tapi yang mereka yakini hanya tiga waktu saja. Yaitu menggabungkan antara shalat maghrib dengan Isya, Subuh dan menggabungkan shalat dzuhur dan ashar.

5. Membawa At-Turbah Al-Husainiyah yaitu batu/tanah (dari Karbala)

Mayoritas pengikut Syi’ah selalu membawa At-Turbah Al-Husainiyah yaitu batu/tanah (dari Karbala) yang digunakan menempatkan kening ketika sujud bila mereka shalat tidak didekat orang Sunni.

6.Cara berwudhunya tidak seperti umat muslim lainnya

Jika kita perhatikan caranya berwudhunya, maka akan terlihat wudhunya sangat aneh, tidak seperti yang dikenal kaum Muslimin.

7.Penganut Syi’ah tidak akan hadir dalam kajian dan ceramah Ahlus Sunnah

8.Penganut Syi’ah banyak-banyak mengingat Ahlul Bait; Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiyallahu anhum

9. Mereka tidak menunjukkan penghormatan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, mayoritas sahabat dan Aisyah ra radhiyallahu anhum

10.Berbuka puasa saat waktu benar-benar malam dan menganggap shalat tarawih sebagai bid’ah

Pada bulan Ramadhan penganut Syi’ah tidak langsung berbuka puasa setelah Adzan maghrib; dalam hal ini Syi’ah berkeyakinan seperti Yahudi yaitu berbuka puasa jika bintang-bintang sudah nampak di langit, dengan kata lain mereka berbuka bila benar-benar sudah masuk waktu malam. (mereka juga tidak shalat tarawih bersama kaum Muslimin, karena menganggapnya sebagai bid’ah)

11.Mengadu domba dan menyebarkan fitnah antara jamaah salafi dengan jamaah lain

Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menanam dan menimbulkan fitnah antara jamaah salafi dengan jamaah lain, sementara itu mereka mengklaim tidak ada perselisihan antara mereka dengan jamaah lain selain salafi. Ini tentu tidak benar.

12. Jarang memegang dan membaca Al-Qur’an

Kita tidak akan mendapati seorang penganut Syi’ah memegang dan membaca Al-Qur’an kecuali jarang sekali, itu pun sebagai bentuk taqiyyah (kamuflase), karena Al-Qur’an yang benar menurut mereka yaitu al-Qur’an yang berada di tangan al-Mahdi yang ditunggu kedatangannya.

13. Orang Syi’ah tidak berpuasa pada hari Asyura, dia hanya menampilkan kesedihan di hari tersebut

14.Mempengaruhi wanita untuk menikah mut’ah

Mereka juga berusaha keras mempengaruhi kaum wanita khususnya para mahasiswi di perguruan tinggi atau di perkampungan sebagai langkah awal untuk memenuhi keinginannya melakukan mut’ah dengan para wanita tersebut bila nantinya mereka menerima agama Syi’ah.

Orang-orang Syi’ah getol mendakwahi orang-orang tua yang memiliki anak putri, dengan harapan anak putrinya juga ikut menganut Syi’ah sehingga dengan leluasa dia bisa melakukan zina mut’ah dengan wanita tersebut baik dengan sepengetahuan ayahnya ataupun tidak.

Pada hakikatnya ketika ada seorang ayah yang menerima agama Syi’ah, maka para pengikut Syi’ah yang lain otomatis telah mendapatkan anak gadisnya untuk dimut’ah. Tentunya setelah mereka berhasil meyakinkan bolehnya mut’ah. Semua kemudahan, kelebihan, dan kesenangan terhadap syahwat ini ada dalam diri para pemuda, sehingga dengan mudah para pengikut Syi’ah menjerat mereka bergabung dengan agama Syi’ah.

15. Raut wajah

Ciri-ciri mereka sangat banyak. Selain yang di sebutkan di atas masih banyak ciri-ciri lainnya. Namun cara yang paling praktis ialah dengan memperhatikan raut wajah. Wajah mereka merah padam jika kita mencela Khomeini, Sistani, Ahmadinejad, dan Iran.

Tapi jika kita menghujat Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan Hafshah, atau sahabat-sahabat lainnya radhiyallahu anhum tidak ada sedikitpun tanda-tanda kegundahan di wajahnya.

Nah Sob, itulah ciri-ciri penganut syiah. Syiah itu bukan Islam, syiah adalah ajaran yang sesat dan menyesatkan. So… waspada dan berhati-hati ya Sob. Wallahu a’lam

 

 

sumber: Annida Online

10 Ciri Wanita Syiah

“Secantik apapun wanita Syiah, aku tidak akan tertarik,” kata seorang pria muslim kepada temannya.
“Mengapa?”
“Sebab aku tidak tahu, dia sudah pernah mut’ah atau belum”

Lalu bagaimanakah ciri-ciri wanita Syiah agar seorang muslim tidak salah pilih saat mencari istri atau mencari menantu?

  1. Secara fisik tampilan mereka bisa jadi sama dengan tampilan muslimah, sama-sama menutup aurat. Tetapi pada banyak kesempatan mereka mengenakan pakaian hitam-hitam (jubah hitam dan kerudung hitam, tanpa cadar).
  2. Pada beberapa acara keagamaan, selain mengenakan pakaian hitam-hitam, wanita Syiah juga memakai ikat kepala bertuliskan syiar Syiah. Sepintas, tulisan itu tampak biasa tetapi ternyata memiliki makna seruan doa. Misalnya: Ya Ali, Ya Husain, Ya Fatimah.
  3. Untuk menyamarkan kata Syiah, mereka menggantinya dengan ahlul bait. Sehingga wanita Syiah sering menyebut istilah ahlul bait, mengklaim diri sebagai pecinta ahlul bait, mengemukakan pendapat ahlul bait ketika membahas persoalan agama dan mengunggulkan mazhab ahlul bait dibandingkan mazhab lainnya.
  4. Menunjukkan ketidaksukaan terhadap para sahabat Nabi selain Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu. Pada situasi yang ‘kondusif’ mereka menunjukkan kebenciannya kepada para sahabat Nabi dalam bentuk mencela hingga mengkafirkan, terutama para shabat utama seperti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, dan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.
  5. Tidak mengakui Abu Bakar, Umar dan Utsman sebagai khalifah yang sah. Sebaliknya, mereka menganggap tiga khulafaur rasyidin itu sebagai pengkhianat dan perampas kekuasaan.
  6. Meskipun tampilannya seperti aktifis Islam, wanita Syiah tidak suka menghadiri pengajian umat Islam ahlus sunnah, juga tidak suka berada di masjid ahlus sunnah.
  7. Menghadiri perayaan-perayaan syiah seperti Idul Ghadir, peringatan Asyura dan lain-lain
  8. Ketika puasa Ramadhan, mereka tidak segera berbuka seperti umat Islam tetapi menunggu beberapa saat setelah matahari terbenam hingga tampak bintang gemintang.
  9. Tidak berpuasa di hari asyura. Sebaliknya, mereka tampak bersedih dengan kesedihan yang mendalam pada hari itu demi mengingat tragedi Karbala
  10. Bersedia, bahkan senang dimut’ah. Mut’ah adalah kawin kontrak untuk jangka waktu tertentu baik dalam hitungan hari, bulan ataupun tahun.

Demikian 10 di antara ciri-ciri wanita Syiah. [Ibnu K/bersamadakwah]

 

sumber: BersamaDakwah

Mengungkap 15 Ciri Pengikut Syi’ah di Indonesia

Menurut Syi’ah bahwa Taqiyah atau taqqiya wajib dilakukan. Jadi taqiyah adalah salah satu prinsip agama mereka. Taqiyah dilakukan kepada orang selain Syi’ah, seperti ungkapan bahwa Al Quran Syi’ah adalah sama dengan Al Quran Ahlus Sunnah. Padahal ungkapan ini hanyalah kepura-puraan mereka. Taqiyh mirip dengan sekutu yahudi lain yang gemar menampilkan wajah yang penuh topeng tipu daya dan pura-pura.

Mereka juga bertaqiyah dengan pura-pura mengakui pemerintahan Islam selain Syi’ah. Menurut Ali Muhammad Ash Shalabi, taqiyah dalam Syiah ada empat unsur pokok ajaran;

Pertama, Menampilkan hal yang berbeda dari apa yang ada dalam hatinya.

Kedua, taqiyah digunakan dalam berinteraksi dengan lawan-lawan Syiah.

Ketiga, taqiyah berhubungan dengan perkara agama atau keyakinan yang dianut lawan-lawan.

Keempat, digunakan di saat berada dalam kondisi mencemaskan

Menurut Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi di Majalah Islam Internasional Qiblati, ciri-ciri pengikut Syi’ah sangat mudah dikenali, kita dapat memperhatikan sejumlah cirri-ciri berikut:

  1. Mengenakan songkok hitam dengan bentuk tertentu. Tidak seperti songkok yang dikenal umumnya masyarakat Indonesia, songkok mereka seperti songkok orang Arab hanya saja warnanya hitam.
  2. Tidak shalat jum’at. Meskipun shalat jum’at bersama jama’ah, tetapi dia langsung berdiri setelah imam mengucapkan salam. Orang-orang akan mengira dia mengerjakan shalat sunnah, padahal dia menyempurnakan shalat Zhuhur empat raka’at, karena pengikut Syi’ah tidak meyakini keabsahan shalat jum’at kecuali bersama Imam yang ma’shum atau wakilnya.
  3. Pengikut Syi’ah juga tidak  akan mengakhiri shalatnya dengan mengucapkan salam yang dikenal kaum Muslimin, tetapi dengan memukul kedua pahanya beberapa kali.
  4. Pengikut Syi’ah jarang shalat jama’ah karena mereka tidak mengakui shalat lima waktu, tapi yang mereka yakini hanya tiga waktu saja.
  5. Mayoritas pengikut Syi’ah selalu membawa At-Turbah Al-Husainiyah yaitu batu/tanah (dari Karbala – redaksi) yang digunakan menempatkan kening ketika sujud bila mereka shalat tidak didekat orang lain.
  6. Jika Anda perhatikan caranya berwudhu maka Anda akan dapati bahwa wudhunya sangat aneh, tidak seperti yang dikenal kaum Muslimin.
  7. Anda tidak akan mendapatkan penganut Syi’ah hadir dalam kajian dan ceramah Ahlus Sunnah.
  8. Anda juga akan melihat penganut Syi’ah banyak-banyak mengingat Ahlul Bait; Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiyallahu anhum.
  9. Mereka juga tidak akan menunjukkan penghormatan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, mayoritas sahabat dan Ummahatul Mukminin radhiyallahu anhum.
  10. Pada bulan Ramadhan penganut Syi’ah tidak langsung berbuka puasa setelah Adzan maghrib; dalam hal ini Syi’ah berkeyakinan seperti Yahudi yaitu berbuka puasa jika bintang-bintang sudah nampak di langit, dengan kata lain mereka berbuka bila benar-benar sudah masuk waktu malam. (mereka juga tidak shalat tarwih bersama kaum Muslimin, karena menganggapnya sebagai bid’ah)
  11. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menanam dan menimbulkan fitnah antara jamaah salaf dengan jamaah lain, sementara itu mereka mengklaim tidak ada perselisihan antara mereka dengan jamaah lain selain salaf. Ini tentu tidak benar.
  12. Anda tidak akan mendapati seorang penganut Syi’ah memegang dan membaca Al-Qur’an kecuali jarang sekali, itu pun sebagai bentuk taqiyyah (kamuflase), karena Al-Qur’an yang benar menurut mereka yaitu al-Qur’an yang berada di tangan al-Mahdi yang ditunggu kedatangannya.
  13. Orang Syi’ah tidak berpuasa pada hari Asyura, dia hanya menampilkan kesedihan di hari tersebut.
  14. Mereka juga berusaha keras mempengaruhi kaum wanita khususnya para mahasiswi di perguruan tinggi atau di perkampungan sebagai langkah awal untuk memenuhi keinginannya melakukan mut’ah dengan para wanita tersebut bila nantinya mereka menerima agama Syi’ah. Oleh sebab itu Anda akan dapati;
  15. Orang-orang Syi’ah getol mendakwahi orang-orang tua yang memiliki anak putri, dengan harapan anak putrinya juga ikut menganut Syi’ah sehingga dengan leluasa dia bisa melakukan zina mut’ah dengan wanita tersebut baik dengan sepengetahuan ayahnya ataupun tidak. Pada hakikatnya ketika ada seorang yang ayah yang menerima agama Syi’ah, maka para pengikut Syi’ah yang lain otomatis telah mendapatkan anak gadisnya untuk dimut’ah. Tentunya setelah mereka berhasil meyakinkan bolehnya mut’ah. Semua kemudahan, kelebihan, dan kesenangan terhadap syahwat ini ada dalam diri para pemuda, sehingga dengan mudah para pengikut Syi’ah menjerat mereka bergabung dengan agama Syi’ah.

Dasar Doktrinal ‘Taqiyah’

Secara umum taqiyyah adalah strategi menyembunyikan keyakinan di hadapan musuh untuk menghindari terjadinya bencana (Alatas 2002: 142). Dalam pengertian ini, meskipun konsep ini sering dianggap sebagai khas Syi’ah, praktiknya sangat umum khususnya bagi kelompok penganut agama atau aliran minoritas yang berada di bawah penguasa otoritarian yang opresif. Hanya saja mereka tidak menggunakan konsep taqiyyah.

 

Dalam pandangan sebagian besar kaum Sunni, konsep taqiyyah memiliki makna negatif yang identik dengan kebohongan dan kemunafikan. Oleh sebab itu, Jalaluddin Rahmat mengusulkan untuk tidak menggunakan istilah taqiyah untuk menyebut praktik tersebut. Sebagai alternatifnya, ‘pendekatan yang luwes dan silaturrahmi’, misalnya, adalah istilah netral yang bisa diterima secara umum. Dengan penggunaan istilah netral tersebut, prakteik taqiyah dapat dibenarkan.

Bagi kelompok Syi’ah, taqiyah tentu saja dipahami secara positif. Jalaluddin Rahmat (1998:1viii) yang mengutip pandangan Khomeini menulis bahwa taqiyah berbeda dengan kemunafikan. Kalau kemunafikan adalah penyembunyian kekufuran dan penampakan keimanan, taqiyah adalah sebaliknya yakni penampakan kekafiran dan penyembunyian keimanan karena alasan-alasan tertentu. Mereka mengakui bahwa ajaran dan praktik taqiyah mempunyai landaan doktrinal yang kokoh dalam ajaran islam. Mereka biasanya menggunakan sejumlah dalil naqli maupun dalil aqli untuk melegitimasi praktik taqiyah dimaksud. Selain itu, taqiyah juga diyakini sudah dipraktikkan oleh sahabat Nabi Muhammad SAW, dan praktik tersebut dibenarkannya. Salah satu dalil naqli yang paling sering dipakai adalah ayat al-Qur’an (3:28) yang artinya:

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia daripertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali”

Menurut mereka, taqiyah dibenarkan tidak hanya karena alasan takut tetapi juga demi persatuan di kalangan kaum Muslimin. Berkenaan dengan tipe ini yakni taqiyah mudarat. Jalaluddin Rahmat (Rahmat 1998:1ix) mengutip fatwa khomeini:” yang dimaksud dengan taqiyah mudarat ialah taqiyah yang dilakukan untuk mempersatukan kaum muslimnin dengan menarik kecintaan para penentang dan memperoleh kasih sayang mereka; bukan karena menghawatirkan adanya ancaman seperti taqiyah khauf”. Dalam praktiknya, seseorang menyembunyikan sikap sesungguhnya, termasuk sikap negatif terhadap kelompok lain yang berbeda paham dengan menampilkan tindakan yang positif sehingga dapat mencapai ukhwah islamiyah. Singkatnya, bagi penganut Syi’ah Indonesia terdpat dua tipe taqiyah yakni taqiyah karena takut dan taqiyah untuk persaudaraan yang memiliki landasan doktrinal yang kokoh.

[Nahimunkar/voa-islam.com]

– See more at: http://www.voa-islam.id/read/citizens-jurnalism/2013/12/12/28099/mengungkap-15-ciri-pengikut-syiah-di-indonesia/#sthash.uNvMnDyq.dpuf

Nasib Muslim Sunni di Negeri Syiah Iran

Hari Jumat adalah hari yang pedih dan getir bagi Hassan Amini, 69 tahun. Hari itu selalu mengingatkan Hassan betapa dia dan teman-temannya harus hidup menanggung penghinaan.

Sebagai seorang ulama Sunni di Kota Sanandaj, Provinsi Kurdistan, Iran, Hassan tak diperkenankan naik ke podium dan memberikan khotbah Jumat di masjid kampungnya sendiri. Siapa khatib salat Jumat pada hari itu sudah ditunjuk oleh penguasa Iran di Teheran. Sudah tentu sang pengkhotbah bukan seorang muslim Sunni.

Padahal ada ratusan masjid dengan mayoritas jemaah muslim Sunni di Sanandaj. “Ada sekitar 250 masjid Sunni di Sanandaj,” kata Hassan, kepada FT, beberapa waktu lalu. Di negara Syiah seperti Iran, Hassan dan teman-temannya memang bukan penduduk mayoritas. Dari sekitar 80 juta penduduk Iran, ditaksir ada 10 juta muslim Sunni. Menurut data dari pemerintah Iran, ada 47.291 masjid Syiah dan 10.344 masjid Sunni di Negeri Seribu Mullah.

Bagi Hassan dan jutaan muslim Sunni, Iran adalah tanah tumpah darahnya. Sama halnya Arab Saudi bagi dua jutaan muslim Syiah di wilayah timur kerajaan kaya raya minyak itu. Tapi tak cuma di zaman Shah Reza Pahlavi, setelah Revolusi Iran pada 1979, nasib muslim Sunni tak banyak berubah.

Pada 2009, Human Rights Watch menerbitkan laporan panjang soal rupa-rupa diskriminasi terhadap muslim Syiah di Arab Saudi. Menteri pertama Saudi dari komunitas Syiah baru ditunjuk satu setengah tahun lalu. “Sudah sekian lama hak-hak mereka dirampas dan diperlakukan seperti warga kelas dua,” kata Kamel al-Wazne, peneliti asal Lebanon.

Senasib dengan muslim Syiah di Arab Saudi, muslim Sunni di Iran juga terus mendapat perlakuan diskriminatif. Mereka “tak berdaulat” di masjidnya sendiri. Bahkan beberapa masjid Sunni ditutup pemerintah Iran. Saeed, seorang muslim Sunni di Punak, Teheran, menuturkan kepada Observers, bertahun-tahun dia dan komunitasnya beribadah dengan damai hingga pada 2011, polisi Iran datang untuk menutup masjid mereka.

Mereka mengalihkan ibadah ke tempat lain, tapi pertengahan tahun lalu, polisi kembali datang dan menutupnya. “Ada banyak pejabat garis keras yang tak peduli dengan hak asasi manusia. Beberapa muslim Syiah garis keras percaya bahwa kami tak punya hak untuk mendirikan tempat ibadah di negara Syiah,” kata Saeed.

 

sumber: Detik

Syiah Biang Keributan dan Keonaran di Timur Tengah

Hari   Ahad (29/11/2015)   Lembaga   Dakwah   Mahasiswa     dan Pengabdian   Masyarakat   Universitas     Muhammadiyah     Surakarta   [LDM PM UMS] mengadakan   Tabligh   Akbar   bertemakan “Mewaspadai   Aliran   Sesat   di   Bumi Nusantara”.

Acara yang diselenggarakan   di   Masjid   Fadhlurrahman   UMS   ini,   dihadiri ratusan   mahasiswa   se- Solo Raya. Tampak   hadir   sebagai   narasumber   adalah   UstadZ   Dr. Muinudinilllah   Basri, MA, selaku   Ketua   Dewan   Syariah   Kota   Surakarta (DSKS), dan   juga   Ustad Mahful   Safarudin, Lc, yang   merupakan   pengajar     Ponpes   Islam     Al-Irsyad   Salatiga.

Seperti   diketahui, selain   merusak   akidah, memecah   belah   Agama, dan   mengundang murka Allah   di dunia dan   akhirat, aliran-aliran sesat   telah merusak   tatanan   sosial, merusak   hubungan   keluarga,   merusak   persatuan   ummat, merusak   cara   berpikir masyarakat, dan perilaku masyarakat, bahkan ada pula diantara aliran sesat yang membahayakan Negara.

Ustad   Mahful   Safarudin, Lc mengatakan   bahwa “Ada   campur   tangan Barat dan   Syiah di Timur   Tengah,   merekalah   sumber   keonaran   dan   konflik   disana,” tegasnya.   Lebih lanjut     ia   mengatakan   bahwa   Syiah   sejak   dulu   sudah   ada,   merekalah   biang keonaran   dan   keributan,   tidak   diragukan lagi!”

Pengajar   Ponpes   Al-Irsyad   Salatiga   ini   juga   memaparkan   bahwa   terbukti   dalam sejarah   Islam,   Syiah   telah   menjadi   biang   keonaran,   seperti   pada   kasus   terbunuhnya Khalifah   Umar bin   Khattab ra   oleh Abu Lu’luah al-Majusi yang faktanya disebut Syiah sebagai ‘Baba Syuja’uddin’ (Bapak Pembela Agama), bahkan   makamnya telah   dimuliakan di Iran.

Kedua, kasus   provokasi dan   demonstrasi   besar-besaran Abdullah kepada Khalifah   Utsman bin Affan ra   yang dihasut   oleh   Abdullah bin Sa’ba. Ketiga, terjadinya   Perang Jamal dan Perang Shiffin.

Keempat, Tragedi Karbala,   bahwa sebenarnya pembunuh cucu Rasulullah Saw,   Husein bin   Ali ra   adalah   golongan Syiah   sendiri, Syiah Kufah. Kelima, Runtuhnya Baghdad,   dimana   Makar   Syiah   dalam   memudahkan     invasi pasukan Tartar Hulagu   Khan   ke   Baghad  hingga   menyebabkan Daulah   Abbasiyah runtuh   diikuti   pembantaian   besar-besaran   Umat   Islam, contoh   terakhir   tahun ini   adalah   Tragedi Mina.

Sementara itu, Ustad Dr. Muinudinilllah   Basri, MA menjelaskan tentang ajaran pokok Syiah dan implikasinya, diantaranya meyakini Imam Maksum, implikasinya   memutus referensi Al Quran dan   Sunnah.

“Meyakini taqiyyah   sebagai bagian tak terpisahkan dari Agama, hingga menumbuhkan kenifakan. Memvonis   kekafiran   para sahabat, implikasinya memutus   semua   hadist   dan   riwayat   dari para   sahabat, misalnya Abu   Hurairah   ra dipertanyakan.” Ujar Direktur Ponpes Ibnu Abbas Klaten tersebut.

Menisbahkan   ajaran   kesyirikan   dan   kekufuran   kepada   Imam   ahlul bait. Legalisasi   mut’ah yang menghancurkan   segala kehormatan manusia. Membangun aqidah kebencian dan kedengkian antara antara wali-wali Allah, para   ahlul bait   dan para sahabat.

“Mengkafirkan dan menghalalkan   darah   selain   Syiah, implikasinya menghancurkan   ukhuwah   kaum   Muslimin” paparnya   dalam   Tabligh   Akbar   di   Masjid Kampus   UMS   itu.

Kriteria Sesat Menurut MUI

Dalam   Tabligh   Akbar   itu   dihimbau   pula   kepada   para   jamaah   untuk     memahami kriteria   sesat   dari   Majelis Ulama   Indonesia (MUI). Adapun MUI Pusat   telah   menetapkan   dan   mengumumkan   Pedoman   Identifikasi   Aliran   Sesat   pada   tanggal     06   November 2007. Dalam   pedoman tersebut   dinyatakan   suatu   paham atau   aliran dinyatakan sesat   apabila   memenuhi   salah satu   kriteria   berikut :

Mengingkari   salah satu Rukun Iman yang 6, yakni beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada Kitab-KitabNya, kepada Rasul-RasulNya, kepada Hari Kiamat, kepada Qadla dan Qadar, dan   juga Rukun Islam yang 5, yakni mengucapkan 2 kalimat Syahadat, mendirikan Shalat, mengeluakan Zakat, berpuasa pad Bulan Ramadhan, menunaikan Ibadah Haji.

Meyakini   dan atau   mengikuti   aqidah   yang   tidak   sesuai   dengan   dalil     syar’i [Al Quran dan As Sunnah]

Meyakini turunnya wahyu setelah Al Quran.

Mengingkari otensitas dan atau   kebenaran isi Al Quran.

Melakukan penafsiran Al Quran yang tidak berdasarkan kaedah-kaedah Tafsir.

Mengingkari kedudukan Hadist Nabi sebagai   sumber ajaran Islam.

Menghina, melecehkan, dan atau merendahkan para Nabi dan Rasul.

Mengingkari Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Nabi dan Rasul terakhir.

Mengubah, menambah, dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariat, seperti Haji tidak ke Baitullah, shalat Fardhu tidak   5   waktu.

Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil Syar’I, seperti mengkafirkan muslim hanya karena bukan kelompoknya.

 

 

sumber: Panji Mas

Ustadz Badrul Tamam: Inti Ajaran Syiah adalah Kebencian dan Permusuhan

Melihat banyaknya cobaan yang datang terus-menerus untuk menghantam kaum Muslimin yang tetap berdiri tegak mempertahankan aqidahnya, Ikatan Remaja Masjid (IRMA) mulai tergerak untuk semakin lantang menampilkan dirinya demi membantu kaum Muslimin yang selama ini terzalimi.

Kamis (24/12/2015) pagi, Ikatan Remaja Masjid Al Muhajirin (IRMA) bekerjasama dengan Syam Organizer, Al Kahfi, Majelis Ta’lim Al Muhajirin dan RW 021 menyelenggarakan Tablik Akbar dan Penggalangan Bantuan Kemanusiaan dengan tema Mewaspadai Kesesatan Syiah.

Menurut Reza selaku Ketua Panitia, acara Tablik Akbar ini diselenggarakan untuk memberikan pemahaman kepada kaum Muslimin tentang bahaya ajaran Syiah dan sekaligus melakukan penggalangan dana untuk kaum Muslimin di Syam.

Dihadiri oleh ratusan kaum Muslimin yang memenuhi ruangan Masjid Jami’ Al Muhajirin menambah semangat para pembicara untuk memberikan wawasan tentang Kesesatan Syiah.

Khairul Yunus selaku Dewan Pakar Aliansi Nasional Anti Syiah dan Ustadz Fahrurozi Abu Syamil seorang Pemerhati Dunia Islam, Kamis (24/12/2015) pagi, telah di jadwalkan sebagai pembicara. Tetapi, KH. Khairul Yunus memberikan kabar bahwa beliau berhalangan hadir dan digantikan oleh Ustadz Badrul Tamam.

“Inti dari ajaran syiah adalah kebencian dan permusuhan! Tidak dikatakan dia seorang yang Syi’i (Syiah) jika ia tidak benci Abu Bakar, Umar, Utsman dan juga kepada orang-orang yang loyal kepada mereka.” ujar Ustadz Badrul Tamam di Masjid Jami’ Al Muhajirin, Perum Alinda Kencana, Kaliabang Tengah, Bekasi Utara, Kamis (24/12/2015).

Dengan demikian, maka tidak heran jika banyak kaum muslimin di seluruh penjuru dunia yang disiksa, di rampas kehormatannya bahkan hingga di bunuh oleh para penganut ajaran sesat Syiah. Karena memang benar, bahwa ajaran sesat Syiah adalah ajaran yang mengajarkan kepada penganutnya untuk membenci dan memusihi kaum muslimin.

 

sumber: Panji Mas

Ahlus Sunnah Indonesia Perlu Bersatu

Kaum Liberalis dan Syiah telah bersatu-padu dalam menghadang Ahlussunnah wal-jamaah dan mereka telah berhasil memasuki ruang-ruang kekuasaan, mereka memiliki grand desain yang terukur dan program kerja yang rapih serta didukung dengan dana yang besar.

Sementara kalangan Ahlussunnah wal-jamaah terus ribut dan bersikap merasa benar sendiri serta melecehkan saudara mereka Muslimin dari kalangan sesama Ahlussunnah wal-jamaah.

Mereka tidak mau memandang kepada situasi dan kondisi yang sudah semakin membahayakan, dan terus menuntut Ahlussunnah wal-jamaah untuk segera bersatu menghadapi musuh bersama dan mengusung kepentingan bersama, bukan dalam rangka saling membenarkan dalam dosa dan permusuhan.

Pada surat Alhaj ayat 22 Alloh Taala memerintahkan kita untuk memuliakan “Sya’airolloh” dan menjadikannya sebagai bukti akan adanya ketakwaan didalam jiwa.

Seorang Muslim karena didalam jiwanya ada “La Ilaha Illalloh” maka tergolong dari “Sya’airolloh” yang wajib dilindungi darahnya, hartanya dan kehormatannya, sehingga Abdulloh ibnu Abbas RA saat berbicara di sekitar Ka’bah menerangkan bahwa seorang Muslim lebih mulia daripada Ka’bah yang kita muliakan itu.

Didalam surat Al-hujurot ayat 10 Alloh Subhanahu wa Taala menegaskan tentang pentingnya “Ukhuwwah” dan memerintahkan untuk diishlahkannya saudara-saudara kita yang bertikai.

Pada ayat-ayat berikutnya dilarangNya enam perbuatan yang menghancurkan “Ukhuwwah” yaitu : saling melecehkan, saling menghina, saling menjuluki, berburuk-sangka, menyelidiki kesalahan orang dan ghiibah.

Keenam hal ini justru mengalir dengan deras di kalangan Ahlussunnah wal-jamaah, padahal mereka pada saat ini sedang menjadi target adu-domba dan persatuan diantara mereka menjadi hal yang paling ditakuti oleh musuh mereka.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa Ahlussunnah wal-jamaah adalah ibarat kakak tertua ditengah saudara-saudaranya sesama muslimin, maka jika seorang kakak melihat kesalahan pada adiknya mestinya dia memberi nasihat dan mengingatkannya, bukan menjauhinya dan melemparkannya kepada Syaithon.

Sikap merasa benar sendiri, superioritas dan memisahkan diri adalah bentuk ashobiyyah dan hizbiyyah yang terus dikedepankan seolah-olah merupakan sikap yang benar di setiap tempat dan di semua situasi dan kondisi.

Padahal mesti disadari bersama bahwa kita ini ada pada kondisi yang lemah, tidak memiliki posisi yang menentukan, jumlah kita sedikit, sedang kebodohan melanda kemana-mana, sementara musuh kita ada pada posisi mampu mempengaruhi pihak penguasa dan fitnah mereka semakin merajalela.

Mestinya kita berkaca-diri dan segera menyadari kelemahan kita, jangan menunggu Indonesia jadi Yaman atau Suria ataupun Iraq, sadarlah sebelum kita terlambat.

 

Oleh: Ustadz Yusuf Usman Baisa, Lc

sumber: Fimadani