Tiga Cara Menanamkan Akidah pada Anak-Anak Kita

Orangtua tidak boleh merasa cukup dengan hanya menyekolahkan anak. Sebab akidah ini tidak bisa diwakilkan kepada sekolah

 

SEBAGAI seorang Muslim, tentu tidak ada panduan yang lebih diutamakan dalam mengambil keputusan selain Al-Qur’an.

Hal ini penting, mengingat Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang absolut benar. Mengikutinya secara totalitas berarti menyiapkan diri dan keluarga dalam kebahagiaan. Dan, menolaknya, berarti menjerumuskan dir dan keluarga dalam kesengsaraan.

Oleh karena itu, mau bagaimanapun dunia ini diwarnai oleh hasil karya cipta manusia, seorang Muslim tidak akan pernah bergeser dari menjalani hidup sesuai dengan tuntunan Islam, yakni Al-Qur’an dan Sunnah. Termasuk dalam hal menentukan prioritas dalam mendidik anak.

Dalam masalah pendidikan, Islam meletakkan pendidikan akidah di atas segala-galanya. Dan, itulah yang Allah tekankan dengan menggambarkan betapa getolnya Nabi Ya’kub dalam masalah ini. Sampai ketika anak-anaknya pun dewasa, pertanyaan beliau adalah masalah akidah.

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي

“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” (QS. Al-Baqarah [2]: 133).

Dalam tafsirnya, Ibn Katsir menjelaskan bahwa kewajiban orangtua adalah memberi wasiat kepada anak-anaknya untuk senantiasa beribadah kepada Allah semata.

Hal ini memberikan petunjuk penting bahwa kewajiban utama orangtua terhadap anak-anaknya adalah tertanamnya akidah dalam sanubarinya, sehingga tidak ada yang disembah melainkan Allah Ta’ala semata.

Lantas, bagaimana cara kita menanamkan pendidikan akidah pada anak di zaman seperti sekarang ini?

Pertama, dekatkan mereka dengan kisah-kisah atau cerita yang mengesakan Allah Ta’ala.

Terkait hal ini para orangtua sebenarnya tidak perlu bingung atau kehabisan bahan dalam mengulas masalah cerita atau kisah. Karena, Al-Qur’an sendiri memiliki banyak kisah inspiratif yang semuanya menanamkan nilai ketauhidan.

Akan tetapi, hal ini tergantung pada sejauh mana kita sebagai orangtua memahami kisah atau cerita yang ada di dalam Al-Qur’an. Jika kita sebagai orangtua ternyata tidak memahami, maka meningkatkan intensitas atau frekuensi membaca Al-Qur’an sembari memahami maknanya menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditunda.

Kalaupun dengan cara membaca ternyata masih belum bisa. Kita bisa menyiasatinya dengan membeli buku-buku kisah dalam Al-Qur’an. Jadi, orangtua jangan pernah membelikan anak-anaknya buku cerita, novel atau kisah apapun yang tidak mengandung nilai akidah. Lebih-lebih yang mengandung unsur mitos dan pluralisme-liberalisme.

Mengapa demikian? Orangtua mesti sadar bahwa anak-anak kita saat ini adalah target dari upaya sekulerisme peradaban Barat. Untuk itu, sejak dini, anak-anak kita sudah harus memiliki kekuatan akidah sesuai dengan daya nalar dan psikologis mereka.

Oleh karena itu, tahapan dalam menguatkan akidah anak harus benar-benar kita utamakan. KH. Zainuddin MZ berpesan dalam salah satu pencerahannya, “Didik mereka dengan jiwa tauhid yang mengkristal di dalam batinnya, meresap sampai ke tulang sumsumnya, yang tidak akan sampaipun nyawa berpisah dari badannya, akidah itu tidak akan terpisah dari hatinya. Bahkan dia sanggup dengan tegar berkata, ‘Lebih baik saya melarat karena mempertahankan iman dari pada hidup mewah dengan menjual akidah.”

Kedua, ajak anak mengaktualisasikan akidah dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah langkah di atas, selanjutnya tugas kita sebagai orangtua adalah mengajak mereka untuk mengaktualisasikan akidah dalam kehidupan sehari-hari.

Apabila anak kita belum baligh, maka aktualisasi akidah ini bisa dilakukan dengan mengajak anak ikut mendirikan sholat. Sesekali kita kenalkan dengan masjid, majelis taklim, dan sebisa mungkin ajak mereka untuk senantiasa mendengar bacaan Al-Qur’an dari lisan kedua orangtuanya.

Apakah tidak boleh dengan murottal melalui alat elektronik? Jika tujuan kita adalah mengajak, maka keteladanan jauh lebih efektif.

Adapun kala anak kita sudah baligh maka orangtua harus tegas dalam masalah akidah ini. Jika anak sudah berusia 10 tahun dan enggan mendirikan sholat, maka memberi hukuman dengan memukul sekalipun, itu dibolehkan.

Apabila anak kita perempuan, maka mewajibkan mereka berjilbab menjadi satu keniscayaan. Dan, itu adalah bagian dari aktualiasi akidah.

Dengan demikian, sejatinya tugas orangtua dalam masalah akidah ini benar-benar tidak mudah. Sebab selain mengajak, orangtua juga harus senantiasa melakukan kontrol akidah anak-anaknya. Terlebih pengaruh budaya saat ini, seringkali menggelincirkan kaum remaja pada praktik kehidupan yang mendangkalkan akidah.

Ketiga, mendorong anak-anak untuk serius dalam menuntut ilmu dengan berguru pada orang yang kita anggap bisa membantu membentuk frame berpikir islami pada anak.

Orangtua tidak boleh merasa cukup dengan hanya menyekolahkan anak. Sebab akidah ini tidak bisa diwakilkan kepada sekolah atau universitas. Untuk itu, orangtua mesti memiliki kesungguhan luar biasa dalam hal ini.

Dengan cara apa? Di antaranya adalah dengan mencarikan guru yang bisa menyelamatkan dan menguatkan akidah mereka.

Dorong anak-anak kita untuk bersilaturrahim, berkunjung ke pengasuh pesantren agar belajar, diskusi atau sharing masalah akidah. Dorong mereka untuk mendatangi majelis-majelis ilmu yang diisi oleh guru, ustadz, ulama atau pun figur publik Muslim yang terbukti sangat baik dalam menguatkan akidah anak.

Mengapa kita sebagai orangtua merasa ringan mengeluarkan biaya untuk kursus ini, kursus itu, sementara untuk akidah yang super penting, bahkan untuk masalah surga dan neraka kita sendiri, kita sebagai orangtua justru tidak mempedulikannya.

Semoga uraian sederhana ini, membantu para orangtua untuk kembali pada orientasi pendidikan Islam yang sesungguhnya. Karena hidup ini bukan semata dunia, tetapi juga akhirat. Maka jangan abaikan masalah yang sangat menentukan dan diperhatikan super serius oleh para Nabi dan Rasul. Wallahu a’lam.

 

sumber: Hidayatullah

Pahala dan Keutamaan Menyantuni Anak Yatim Piatu

Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Artinya : “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya [1].

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala orang yang menyantuni anak yatim, sehingga imam Bukhari mencantumkan hadits ini dalam bab: keutamaan orang yang mengasuh anak yatim.

Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:

  • Makna hadits ini: orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam [2].
  •  Arti “menanggung anak yatim” adalah mengurusi dan memperhatikan semua keperluan hidupnya, seperti nafkah (makan dan minum), pakaian, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan Islam yang benar
  • Yang dimaksud dengan anak yatim adalah seorang anak yang ditinggal oleh ayahnya sebelum anak itu mencapai usia dewasa.
  • Keutamaan dalam hadits ini belaku bagi orang yang menyantuni anak yatim dari harta orang itu sendiri atau harta anak yatim tersebut jika orang itu benar-benar yang mendapat kepercayaan untuk itu
  • Demikian pula, keutamaan ini berlaku bagi orang yang menyantuni anak yatim yang punya hubungan keluarga dengannya atau anak yatim yang sama sekali tidak punya hubungan keluarga dengannya.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan mengasuh anak yatim, yang ini sering terjadi dalam kasus “anak angkat”, karena ketidakpahaman sebagian dari kaum muslimin terhadap hukum-hukum dalam syariat Islam, di antaranya:

  1. Larangan menisbatkan anak angkat/anak asuh kepada selain ayah kandungnya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu” (QS al-Ahzaab: 5).

  1. Anak angkat/anak asuh tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua yang mengasuhnya, berbeda dengan kebiasaan di zaman Jahiliyah yang menganggap anak angkat seperti anak kandung yang berhak mendapatkan warisan ketika orang tua angkatnya meninggal dunia.
  2. Anak angkat/anak asuh bukanlah mahram , sehingga wajib bagi orang tua yang mengasuhnya maupun anak-anak kandung mereka untuk memakai hijab yang menutupi aurat di depan anak tersebut, sebagaimana ketika mereka di depan orang lain yang bukan mahram, berbeda dengan kebiasaan di masa Jahiliyah.

Pahala Mengasuh Anak Yatim Piatu

Berbahagialah orang-orang yang di rumahnya terdapat anak yatim karena Rasulullah memberikan jaminan pertama, memiliki pahala yang setaraf dengan jihad. Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Barang siapa yang mengasuh tiga anak yatim, maka bagaikan bangun pada malam hari dan puasa pada siang harinya, dan bagaikan orang yang keluar setiap pagi dan sore menghunus pedangnya untuk berjihad di jalan Allah. Dan kelak di surga bersamaku bagaikan saudara, sebagaimana kedua jari ini, yaitu jari telunjuk dan jari tengah.” (H.R. Ibnu Majah)

Kedua, mendapat perlindungan di hari kiamat. Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah yang mengutusku dengan kebenaran, di hari kiamat Allah Swt. tidak akan mengazab orang yang mengasihi anak yatim, dan bersikap ramah kepadanya, serta bertutur kata yang manis. Dia benar-benar menyayangi anak yatim dan memaklumi kelemahannya, dan tidak menyombongkan diri pada tetangganya atas kekayaan yang diberikan Allah kepadanya.” (H.R. Thabrani)

Ketiga, masuk surga dengan mudah. Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang memelihara anak yatim di tengah kaum muslimin untuk memberi makan dan minum, maka pasti Allah memasukkannya ke dalam surga, kecuali jika ia telah berbuat dosa yang tidak dapat diampuni.” (H.R. Tirmidzi)

 

sumber: Dunia Islam

Venezuela Akan Asuh Anak-Anak Yatim Piatu Gaza

REPUBLIKA.CO.ID, SAO PAULO– Pemerintah Venezuela mengumumkan bahwa mereka akan mengasuh anak-anak yang menjadi yatim piatu akibat serangan zionis Israel, Anadolu Agency, Jumat (15/8) mengabarkan.

“Kami akan membawa mereka ke Venezuela untuk membesarkan mereka dengan kasih dan dengan persetujuan Palestina. Kami akan menemukan ayah dan ibu Venezuela untuk mereka,” ujar Presiden Nicolas Maduro.

Ia berkata, pemerintah Venezuela telah menyiapkan rumah tinggal khusus untuk anak-anak yatim piatu Palestina di Gaza. Yang mana rumah tinggal tersebut akan diberi nama pendahulunya yaitu Hugo Chavez.

Sebelumnya, terdapat laporan yang saling bertentangan terkait pengasuhan anak-anak Palestina. Apakah anak-anak akan diizinkan untuk tinggal di Venezuela dan disiapkan untuk diasuh oleh warga lokal atau pemerintah Venezuel akan memberi tempat berlindung sampai mereka dapat kembali ke Gaza dengan selamat.

Presiden Venezuela melanjutkan, Israel ingin memusnahkan rakyat Palestina dan ia pun menyerukan kepada dunia agar berani meningkatkan solidaritas dengan rakyat Palestina. Pengumuman terkait Venezuela akan mengasuh anak-anak yatim piatu Palestina datang setelah Presiden Nicolas Maduro bertemu dengan Menteri Luar Negeri Palestina Riyadh al-Maliki kemarin, Kamis (14/8).

Menurut media lokal, saat ini, terdapat beberapa ratus dari pemuda Palestina yang yatim piatu tiba di Venezuela, namun jumlah pastinya belum diketahui. Menteri Luar Negeri Venezuela Elias Jaua bertemu dengan perwakilan anak-anak pengungsi PBB di Kairo, ibukota Mesir pada awal bulan ini.

Ia mengatakan, pemerintah Venezuel telah secara resmi memberitahu Otoritas Palestina bahwa negara telah memperiapkan segalanya untuk menyambut anak-anak Palestina. Pada Rabu (13/8), Menteri Luar Negeri Palestina Riyadh al-Maliki mengunjungi negara bagian Venezuela, Aragua dan bertemu dengan Gubernur Aragua, Tareck Al Aissami, pria keturunan Suriah-Libanon.

Kunjungan tersebut bertujuan untuk mengatur tempat tinggal anak-anak Palestina. Selain itu, menjadikan pula sebagai tempat penampungan pertama negara itu untuk anak-anak yatim piatu Palestina. Harian lokal Telesur melaporkan, pada Selasa (12/8) lalu Venezuela mengirimkan 12 bantuan kemanusiaan ke Palestina melalui perbatasan Rafah, Mesir. Selain itu, sekitar 300 ton bantuan kemanusiaan lainnya akan segera dikirim ke Gaza.

“Kami benar-benar merasa sangat spesial untuk rakyat Palestina di Gaza.” ujar al-Maliki seperti yang dikabarkan kantor berita Venezuela Noticias 24.

————————————-

 

Bagaimana dengan Anda yang kebetulan seorang muslim?

Kisah Pedih Anak-Anak Yatim Irak dari Sudut-Sudut Baghdad

Hampir tidak ada, ilustrasi kebahagiaan tentang anak-anak di Iraq. Kekerasan dan perang selama bertahun-tahun, telah merenggut masa depan indah yang seharusnya mereka miliki. Mereka dipaksa bekerja di pasar-pasar, meninggalkan sekolah, demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka, anak-anak yatim, berjumlah jutaan di Iraq. Kebanyakan mereka lebih memilih jalanan sebagai tempat tinggal sekaligus mengais rizki.

Mari dengar catatan pedih seorang anak bernama Shalih (11). Dunia penderitaan baginya berawal saat mendapati tubuh ayahnya terkapar akibat sebuah bom meledak di rumah makan tempat ayahnya bekerja. Sang ibu, lalu berkata padanya, “Nak, kamu harus tinggalkan bangku sekolah. Kita tidak mempunyai pilihan lain.“ Awalnya, Shalih mencoba menjawab dengan mengatakan, “Bu, nilai matematikaku nomor satu di sekolah.“ Tapi jawaban itu tak membuat ibunya senang. Keadaan akhirnya memaksa Shalih bekerja di sebuah pabrik pengolah rumput yang tak jauh dari rumahnya, guna menambah penghasilan. Meski masih kanak-kanak, Shalih adalah anak tertua di antara tiga adik-adiknya yang sama sekali tak mungkin diminta bekerja.

Menurut Shalih, awalnya ia sangat suka bekerja di pabrik itu. Ia baru mendapatkan musibah sangat berat, saat atasan pabrik tempatnya bekerja melakukan pelecehan seksual kepadanya. Shalih takut menyampaikan prihal itu pada ibunya, sampai akhirnya ada juga salah seorang buruh yang menyampaikannya.“Aku tidak mau kembali ke tempat itu lagi, dan bekerja sebagai penjual rokok di jalan-jalan Baghdad. Aku berdo’a siangmalam agar Allah menolong keluargaku dan mengangkatku dari jalanan agar bisa duduk di bangku sekolah kembali. Dalam keadaan seperti ini, tak ada yang bisa diharapkan kecuali Allah swt…“ ujarnya lirih.

Kisah derita anak-anak jalanan di Baghdad,  umumnya hadir dari mereka yang keluarganya  sudah tidak utuh, baik karena satu atau kedua orang tua mereka sudah tiada. Mereka terpaksa menapaki panas di siang hari, meninggalkan bangku sekolah, untuk mengais rezeki. Menurut Unicef, saat ini diperkIraqan lebih dari 20% anak-anak di Iraq berhenti sekolah. Sekitar 220 ribu dari mereka ada yang terpaksa bekerja dan ada pula yang dibawa keluarganya ke tempat yang dianggap lebih aman sehingga tidak bisa melanjutkan sekolahnya.

 

Derita Yatim Piatu Iraq

Ada kelompok anak-anak yang lebih menderita lagi. Yakni mereka yang memang sudah tidak mempunyai orang tua. Itu dialami oleh Fadhel Muhammad Riyad. Usianya masih 10 tahun. Ia, satu dari ratusan ribu anak-anak Iraq yang kehilangan kedua orang tuanya. Ya, Fadhel adalah anak yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal dalam tragedi pilu yang menimpa banyak di berbagai daerah di Iraq, sejak tentara AS menghujaninya dengan peluru dan bom sejak bulan Maret 2003, dan rangkaian kekerasan yang tak berhenti.

Riyad kini ditampung di yayasan pemelihara anak-anak yatim. Ia mengatakan, “Beberapa tahun lalu lalu, ayahku meninggal karena ledakan di tengah kota Baghdad. Setelah itu, semua orang meninggalkanku dan adik perempuanku yang masih kecil. Kami tidak mendapatkan ada orang yang merawat kami.”  Meski masih anak-anak, luka kehidupan yang mendera Riyad, membuatnya sulit untuk menggerakkan bibirnya.           Dengan air mata menitik dan bibir gemetar menahan tangis, Riyad mengatakan,”Kami sebenarnya mempunyai saudara-saudara dalam keluarga. Tapi mereka semua tidak mau menerima dan mengurus kami. Mereka memaksa kami untuk bekerja sendiri untuk mencari makan.”  Tapi menurutnya, kehidupan di rumah penampungan anak yatim juga bukanlah kehidupan yang enak. Ia justru mengatakan telah menerima perlakuan yang menyakitkan dari para petugas di rumah penampungan tersebut. “Hidupku di sini tidak mudah. Hampir semua orang yang bertugas di sini, sikapnya kasar,” ujar Riyad.

Anak-anak Iraq, adalah sama nasibnya seperti warga sipil Iraq pada umumnya. Mereka adalah korban dari kekerasan perang tanpa alasan. Juga korban, karena sikap diam kaum Muslimin di berbagai negara dunia dengan kezaliman yang terus terjadi. Karakter kejam dan model pembunuhan keji di Iraq dijelaskan dampaknya oleh pakar sosial Iraq Haedar Hasan Karim, “Iraq mempunyai banyak karakter akibat tragedi ini. Kekerasan di Iraq bisa bermotif kekerasan antar etnik, peperangan melawan pendudukan AS, prilaku tradisional sejumlah penduduk Iraq dan juga pembunuhan karena motif kelaparan untuk mencari uang.“  Kini, kekhawatiran sudah merebak hebat terkait masa depan anak-anak. Menurut Haedar, “Mayoritas anak-anak Iraq akan tumbuh besar dalam trauma dan tekanan rasa takut dalam pikiran mereka. Anak-anak menderita karena mereka bagian dari skenario yang terjadi di Iraq. Mereka tak bisa bertemu dengan orang tua mereka. Dan sekarang  mereka terpaksa hidup di sejumlah tempat yang sama sekali tak membuat jiwa mereka tenang.“

 

Seorang anak Iraq lain, Hamid Abdussatar namanya. Dalam usianya yang masih 9 tahun, ia juga sudah ditinggal mati kedua orang tuanya akibat kekerasan hebat di Iraq. Hamid menjadi gelandangan yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, demi mencari sesuap nasi yang bisa mengisi perutnya dan juga perut adik perempuannya yang masih berusia 7 tahun. “Ayahku meninggal saat peperangan. Ibuku meninggal tujuh bulan setelah ayahku meninggal, akibat ledakan bom,“ ujar Hamid. Hamid lebih menderita ketimbang Riyad, karena ia tidak mengetahui di mana keluarga yang bisa ditemuinya. Riyad bahkan mengaku berulangkali terpaksa mencuri untuk mendapatkan uang sekedar membeli kue yang kemudian menjadi modal baginya untuk berjualan setiap hari. “Aku tahu apa yang saya lakukan itu dilarang. Tapi aku lakukan itu untuk bisa makan. Aku yakin Allah akan mengampuni dosaku. Aku lebih kuat menahan lapar, demi memberi makan adik perempuanku. Nanti bila aku menjadi orang kaya, aku akan peduli menolong anak-anak yatim Iraq…” urai Hamid.

 

Bukan Sekedar Masalah Lapar

Persoalannya, problem berat yang dihadapi anak-anak yatim Iraq di jalan-jalan, tak sekedar masalah lapar. Yang mungkin lebih menyiksa batin dan tubuh mereka adalah, karena mereka kerap menjadi target pelecehan seksual dari orang-orang tak bertanggung jawab. Itulah yang dialami Shalih, dan juga Hamid. Hamid mengatakan, adik perempuannya yang masih kecil pernah nyaris direnggut keperawanannya. Saat menceritakan hal itu, Hamid tertunduk memejamkan matanya karena tidak kuat mengucapkannya lagi. Setelah beberapa lama ia hanya mengatakan, “Aku…. berusaha menolongnya untuk bisa lari, dan akibatnya akulah yang menjadi korban kejahatan mereka…”

Selebihnya, Hamid Abdussatar lebih memilih hidup di jalanan ketimbang di rumah penampungan anak yatim piatu yang ada di Baghdad. Ia mengisahkan, dirinya dan adiknya pernah tinggal beberapa lama di penampungan itu, namun tidak kuat menahan derita. “Para pengurus membenci kami dan memperlakukan kami seperti binatang. Makanan yang kami terima adalah makanan yang sudah basi,” ujar Hamid. Ia juga mengatakan bahwa dirinya tidak kuat lagi melihat adik perempuannya menderita di rumah yatim. Itulah yang menyebabkan akhirnya Hamid memutuskan untuk keluar dari tempat itu dan mencari tempat yang lebih nyaman baginya. Jalanan, menjadi tempat pilihannya ketimbang harus menderita di rumah penampungan yatim.

 

Aset Generasi yang Nyaris Hilang

Beberapa waktu lalu, Unicef mengeluarkan laporannya tentang kondisi anak-anak di Iraq paska Maret 2003. Disebutkan bahwa jumlah pekerja anak-anak di bawah usia 11 tahun di Iraq mewakili 14% dari jumlah total dengan lama bekerja rata-rata 10 jam setiap hari. Mereka bekerja karena tekanan ekonomi, karena banyaknya orang dewasa yang menganggur dan banyaknya para janda yang kehilangan penyangga materi rumah tangganya. Tentang jumlah anak-anak yang bekerja, pihak Unicef mengatakan masih sulit menjelaskan jumlahnya. Terlebih angka itu semakin lama diperkIraqan cepat meningkat drastis.

Anak-anak benar-benar menjadi korban kekejian perang di Iraq. Dalam salah satu unit operasi AS di Barat Laut Baghdad di markas Al Hanaan, pada bulan Juni 2007 ditemukan lebih dari 20 mayat anak-anak dalam kondisi telanjang setelah dijadikan objek kekerasan seksual. Petinggi markas militer AS tidak menafikanhal itu. Ia hanya berdalih bahwa pelakunya bukanlah para tentara AS yang bertugas di sana.

Sementara itu, berdasarkan sensus Kementerian Pekerjaan Sosial Iraq, jumlah anak yatim di Iraq berkisar 4,5 juta orang anak. Sekitar 70% dari mereka adalah anak-anak yang menyandang yatim akibat kekerasan yang terjadi di Iraq paska kehadiran pasukan AS. Masih menurut Kementrian Pekerjaan Sosial Iraq, ada 6000 anak kecil di Iraq yang tidak mempunyai tempat tinggal kecuali di jalan-jalan. Mereka anak-anak yang melewati siang dengan mencari makan minum, kemudian beristirahat beratapkan langit di malam harinya. Mereka biasanya memilih tempat peristirahatan yang diyakini jauh dari pantauan orang-orang bersenjata. Sedangkan jumlah anak-anak yatim yang ada di sekitar 18 rumah penampungan di seluruh Iraq, hanya berkisar 700 orang saja. Kondisi merekapun di penampungan, sangat memerlukan bantuan yang primer bagi hidup mereka.

Seorang relawan Palang Merah Iraq mengatakan, bahwa karena kondisi sangat prihatin, anggaran yang dialokasikan khusus untuk menolong anak-anak jalanan dan anak yatim, terus menerus ditunda hingga batas yang tak ditentukan. Yang parah lagi, tak ada lembaga atau yayasan luar yang menangani masalah yatim ini. Semua rumah penampungan berasal dari pemerintah Iraq.

Anak-anak adalah aset paling mahal dan paling terbesar yang menentukan wajah masa depan sebuah generasi. Tapi di Iraq kini, modal paling mahal itu nyaris hilang.

 

 

Oleh: M. Lili Nur Aulia, Lc

sumber: Islam Pos

Anak Yatim Palestina Ini Tidur Dalam Pelukan Lukisan Kapur Uminya

Gambar yang menyayat hati ini diambil dari salah sebuah rumah anak yatim piatu di Palestina, yang menunjukkan seorang anak yatim melukis gambar ibunya di atas lantai dan tidur dipangkuannya, dalam usaha untuk mendapatkan kasih sayang dan belas kasihan seorang ibu.

Tak bisa terbayangkan, berapa banyak tetesan air mata anak ini tumpah untuk sekedar melukis gambar ibunya ini di lantai sebelum ia tidur. Hanya gambaran ibunya dalam benaknya saja, sebab foto pun tak sempat ia simpan dan miliki, entah kemana tersebab perang. Tergambar wajah ibunya yang sedang tersenyum, sambil tertulis di samping gambarnya tulisan yang berbunyi, mama.

Kisah seorang anak kecil yang melukis Ibunya pada sebuah lantai ini menggambarkan kepedihan seorang anak yang begitu merindukan kasih sayang seorang Ibu, Ibu anak ini meninggal dalam sebuah peperangan dinegeri para Nabi palestin.

Sang anak tinggal disebuah rumah yatim piatu di Palestina yang mungkin di rumah yatim ini banyak anak-anak yang menjadi korban ditinggal orangtuanya akibat perang yang dikobarkan Zionis Israel.

Mereka adalah anak-anak korban kebiadaban Zionis-Israel, mereka anak-anak yang tiada tahu menahu apa yang membuat mereka jadi korban perang yang begitu kejam itu, mereka hanya ingin hidup damai layaknya anak-anak yang lain.

Bagi anak-anak yang masih memiliki kedua orang tua syukurilah dengan sebenar-benarnya, jangan sia-siakan pengorbanan dan kasih sayang mereka, berbaktilah dengan sepenuh jiwa raga kita, baik dengan doa untuk kebaikan kedua orang tua maupun dengan pembuktian pemelihaaraan kita sebagai anak dihari tua kedua orang tua, Ibu Bapak kita, jangan sia-siakan.

Berbaktilah pada orang tua kita, datangilah mereka untuk mintakan keridhaan dan pintu maafnya selama nafas mereka masih ada, ukirlah senyum di wajah mereka, kemudian berlaku lemah lembutlah kepada anak-anak yatim dan dhu’afà, santunilah mereka, karena hampir-hampir saja syurga berada di sekitar mereka sebagaimana sabda Nabi kita tercinta.

Ingatlah bantu mereka anak-anak korban perang Palestina, Suriah dan lainnya dengan cara sisihkan sebagaian harta kita buat mereka, mereka perlu hidup layaknya anak anak yang memiliki Ibu Bapak. Mereka juga mempunyai perasaan yang sama seperti kita, hanya saja mereka tak punya tempat untuk berlindung dan berteduh dalam sebuah kasih sayang, dan jika kita diberi kemampuan oleh Allàh Ta’àlà mari menjadi Ibu dan Bapak bagi mereka, kalau bukan kita siapa lagi.

.. Rabbighfirli wa liwàlidayya warhumà kamà rabbayànà shaghìrà, allàhumma a’izzal Islàm wal muslimìn wanshuril ikhwànanàl mustadh’afìna wal mujàhidìna fì kulli makàn Yà ‘Azìz Yà Qahhàr Yà Rabbal ‘àlamìn .…(rz)

 

 

 

sumber: Era Muslim

Anak Yatim yang Terlantar

Anak yatim, begitu mendengar kata ini, seharusnya terbayang dibenak kita ‘seandainya waktu kecil dulu saya adalah anak yang ditakdirkan menjadi anak yatim, bagaimana kehidupan yang saya jalani?’. Memiliki kedua orang tua yang mengasuh, mendidik dan menaungi adalah suatu kenikmatan yang sangat indah.

Perasaan seperti itu tidak dirasakan oleh anak yatim. Rata-rata mereka hidup sendiri, jauh dari asuhan dan didikan orang lain, apalagi perlindungan orang lain. Sungguh malang nasib anak yatim yang sekarang ini banyak ditelantarkan.

Akibatnya, mereka tidak dapat menjaga dan merawat diri mereka sendiri. Banyak anak yatim yang terkesan kumuh, kotor, dekil dan menjijikkan. Rata-rata pendidikan mereka terbelakang, bodoh dan terkesan nakal.

Belum lagi dengan usia mereka yang sangat dini mereka harus “membanting tulang” untuk menghidupi diri sendiri. Mereka banyak dihina, dilecehkan bahkan banyak yang menjadi korban pelecehan seksual.

Itulah mereka. Banyak di antara mereka yang putus asa atau tidak memiliki harapan. Seolah hidup ini adalah “neraka” untuk mereka yang mereka harus bertarung di dalamnya. Mereka sangat kesepian. Mereka selalu menangis di hati-hati kecil mereka.

Yang paling fatal dari itu semua, mereka tidak mengenal Islam dengan baik, apalagi beribadah. Mereka cenderung bersama teman-teman mereka yang lain yang berada di jalanan. Lebih parahnya lagi mereka terlibat dengan perbuatan keji, munkar dan dosa besar bahkan bisa sampai kepada perbuatan yang kufur. Na’udzu billahi min dzalika.

Islam adalah agama yang mulia yang memuliakan bani Adam dari semua makhluk Allah. Islam juga mengangkat derajat anak yatim. Allah menyuruh kita untuk menghormati semua manusia, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

{وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا}

Artinya: “Dan kami telah memuliakan anak keturunan Adam, memberikan tunggangan kepada mereka di darat dan di laut, memberi rezki kepada mereka dari yang baik-baik dan mengutamakan mereka dari banyak makhluk  yang telah kami ciptakan dengan suatu keutamaan.” (QS Al-sra’ : 70)

Islam sudah memberi jawaban untuk semua permasalahan sosial yang dihadapi manusia. Allah telah memberi keutamaan yang sangat besar untuk orang-orang yang menanggung kehidupan anak yatim. Keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah itu sebanding dengan rasa susah yang dialami ketika mendidik anak yatim tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam di dalam haditsnya telah menyebutkan salah satu keutamaan memelihara dan merawat anak yatim

عن سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا )) وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى.

Artinya: Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Rasulullah bersabda, “Saya dan penanggung kehidupan anak yatim di surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan dua jarinya: jari telunjuk dan jari tengah.[1]

Orang yang menanggung kehidupan anak yatim akan bersama dengan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di surga. Ganjaran ini banyak orang melalaikannya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah seperti itu juga dengan tambahan:

(( كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ ))

Artinya: “Penanggung kehidupan anak yatim, baik dari kalangan kerabatnya atau selainnya.”[2]

Dalam tambahan hadits di atas kita dapat menarik faidah bahwa menanggung anak yatim tidak dikhususkan pada kaum kerabat saja, tetapi juga anak yatim dari orang lain.

Makna Anak Yatim

Di dalam bahasa Arab, siapakah yang dinamakan anak yatim itu?

Disebutkan di dalam Al-Mu’jam Al-Washith sebagai berikut:

( اليَتِيْم ) الصَغِيْر الفَاقِدُ الأَب مِنَ الْإنْسَانِ وَالْأُمّ مِنَ الْحَيْوَان .

Artinya: (Yatim) adalah anak kecil dari manusia yang kehilangan bapaknya. Sedangkan pada hewan adalah anak hewan yang masih kecil yang kehilangan ibunya.[3]

Para ulama mengatakan bahwa seorang anak yang sudah mencapai usia baligh tidak lagi dikatakan yatim, berdasarkan hadits yang diriwayatkan ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(( لاَ يُتْمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ ، وَلاَ صُمَاتَ يَوْمٍ إِلَى اللَّيْلِ.))

Artinya: “Tidak dikatakan yatim setelah mencapai usia baligh dan tidak boleh diam (tidak berbicara) seharian sampai waktu malam.”[4]

Akan tetapi, bukan berarti ketika kita mengasuh anak yatim sejak dia kecil, kemudian dia baligh, kita biarkan dia terlantar begitu saja. Selama mereka belum memiliki kemampuan untuk bekerja dan berpenghasilan sendiri, maka kita tetap disyariatkan untuk memberikan bantuan kepadanya. Apalagi di zaman sekarang ini, anak-anak dituntut untuk menyelesaikan pendidikannya, minimal SMA atau setingkatnya. Jika bisa kita menyekolahkannya sampai tingkat yang lebih tinggi lagi maka itu lebih baik.

Keutamaan Memelihara Anak Yatim

Keutamaan memelihara anak yatim sangat banyak, berikut penulis sebutkan beberapa di antaranya:

عن أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: (( أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ أَنْ تُدْخِلَ عَلَى أَخِيْكَ الْمُؤْمِنِ سُرُوْرًا أَوْ تَقْضِيَ عَنْهُ دَيْنًا أَوْ تُطْعِمَهٌ خُبْزًا.))

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seafdal-afdal amalan adalah engkau membuat seorang mukmin bahagia, engkau membayarkan hutangnya atau engkau memberikan makan dia sebuah roti.”[5]

‘Membuat seorang mukmin bahagia’, Bukankah mengasuh anak yatim termasuk di dalamnya. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang bersemangat untuk mengasuh anak yatim.

Keutamaan yang lainnya:

عن أَبِى هُرَيْرَةَ : أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ : (( إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ فَأَطْعِمِ الْمَسَاكِينَ وَامْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ )).

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang datang ke Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengeluh kekerasan hatinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Jika engkau ingin hatimu menjadi lunak, maka berilah makan orang-orang miskin dan usaplah kepala anak yatim!”[6]

Hadits ini dengan jelas menerangkan bahwa memberi makan orang-orang miskin dan mengusap kepala anak yatim dapat melunakkan hati. Kalau kita melihat dua amalan tersebut, maka kita akan mendapatkan bahwa orang yang sombong, pelit dan kasar tidak akan mampu melaksanakan kedua amalan itu. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melatihnya untuk mendekati orang-orang miskin dan anak yatim agar dapat merasakan apa yang mereka rasakan sehingga hatinya tidak lagi menjadi keras. Subhanahu wa ta’ala, ini adalah sebuah petunjuk yang penuh hikmah yang diajarkan oleh Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras perbuatan zalim kepada anak yatim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اللَّهُمَّ إِنِّي أُحَرِّجُ حَقَّ الضَّعِيفَيْنِ : الْيَتِيمِ ، وَالْمَرْأَةِ.

“Ya Allah! Sesungguhnya saya menyatakan haram (kepada umat Muhammad untuk melalaikan) hak dua orang yang lemah: anak yatim dan wanita.”[7]

Para sahabat adalah orang-orang yang paling cepat dan bersegera dalam mengamalkan apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara bukti nyata yang menunjukkan hal itu adalah apa yang dilakukan oleh ‘Abdullah bin ‘Umar bin Khaththab yang diabadikan di dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad, sebagai berikut:

عن أَبُي بَكْرِ بْنُ حَفْصٍ ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ كَانَ لاَ يَأْكُلُ طَعَامًا إِلاَّ وَعَلَى خِوَانِهِ يَتِيمٌ.

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Hafsh bahwasanya dia berkata, “‘Abdullah (bin ‘Umar bin Al-Khaththab) radhiallahu ‘anhuma tidak pernah makan kecuali di samping piringnya ada anak yatim.”[8]

Bagi Anda Yang Memiliki Kelebihan Harta

Orang yang memiliki kelebihan harta sudah sepantasnya menginfakkannya kepada anak-anak yatim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَإِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةً وَنِعْمَ صَاحِبُ الْمُسْلِمِ هُوَ لِمَنْ أَعْطَى مِنْهُ الْيَتِيمَ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ

“Sesungguhnya harta itu berwarna hijau (enak dipandang) dan manis (dirasakan). Sebaik-baik sahabat muslim adalah yang memberikan harta tersebut untuk anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan).”[9]

Setelah membaca tulisan ini, sungguh menarik bukan, jika kita bisa menjadi pemerhati-pemerhati dan penanggung kehidupan anak yatim. Mudah-mudahan dengan demikian kita bisa mendapatkan ganjaran seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amin.

Demikian tulisan ini. Mudahan bermanfaat.

 

 

Oleh: Ustadz Said Yai Ardiansyah, Lc, MA

sumber: Pengusaha Muslim

35 Poin, Syiah Bukan Islam

Peneliti Syi’ah dari Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya, Kholili Hasib, M.A mengungkapkan 35 point tentang Syiah bukan Islam.

  1. Syiah bukan Islam – sebelum membahas kekeliruan Syiah harus kita pahami dahulu bahwa Syiah Indonesia adalah Syiah Itsna Asyariah bukan Zaidiyah.
  2. Syiah bukan Islam – Syiah Itsna Asyariyah adalah Syiah yang percaya 12 Imam atau disebut Imamiyah. Syiah ini yang mayoritas ada di dunia termasuk rezim yang berkuasa di Iran.
  3. Syiah bukan Islam – Syiah Imamiyah inilah yang disebut Rafidhah. Karena mereka mencaci bahkan mengkafirkan para sahabat Nabi. Syiah Zaidiyah bukan Rafidah karena tidak mencaci sahabat.
  4. Syiah bukan Islam – Ciri khas utama Syiah ada dua yakni kultus berlebihan pada Ali serta keturunannya dan pelecehan terhadap sahabat Nabi.
  5. Syiah bukan Islam – Saya menyimpulkan dua ciri khas utama itu adalah wordlview-nya Syiah. Semua aspek dalam agama pasti berpangkal pada dua hal tsb.
  6. Syiah bukan Islam – Silahkan yang mau membuktikan pemikiran Syiah tentang al-Qur’an, hadits, politik, fiqih diasaskan oleh kultus Ali dan benci kepada para sahabat.
  7. Syiah bukan Islam – Konsep ketuhanan juga dipengaruhi ideologi kultus imamah. Konsep ke esa an Syiah berbeda dengan konsep ke esa an dalam Islam
  8. Syiah bukan Islam – Kitab al-Kafi-kitab hadits syiah yang utama menjelaskan bahwa yg dimaksud musyrik adalah menyekutukan imam Ali dengan imam yg lain.
  9. Syiah bukan Islam – Lebih jelas lagi dalam kitab Bihar al-Anwar,kitab rujukan Syiah, yg mengatakan “Siapa saja tidak percaya Ali adalah Imam pertama adalah kafir.”
  10. Syiah bukan Islam – Jadi yang dimaksud syirik bagi Syiah bukan sekedar menyekutukan Allah tapi juga menyekutukan Ali dalam hal kepemimpinan.
  11. Syiah bukan Islam – Jadi syiah itu sejatinya golongan takfiriyah yang sebenarnya. Mengkafirkan kaum muslimin karena tidak mengangkat Ali sebagai imam pertama.
  12. Syiah bukan Islam – Non Syiah, orang selain Syiah mereka sebut nawashib. Sebutan hina. Nawashib menurut imam-imam mereka halal hartanya.
  13. Syiah bukan Islam – Syiah menyesatkan para aimmatul madzahib imam madzhab yang empat, Ahlussunnah. Mereka disebut ahlul bid’ah, kafir dan sesat (kitab al-Syiah hum Ahlussunnah).
  14. Syiah bukan Islam – Istri tercinta Nabi,Aisyah, disesatkan. Imam Thabrasi mengatakan kemuliaan Aisyah gugur karena melawan Ali, dia ingkar kepada Allah.
  15. Syiah bukan Islam – Syiah mengkafirkan sahabat. Menurut mereka hanya 3 sahabat yang Islam yakni Abu Dzar, Salman, dan Miqdad.
  16. Syiah bukan Islam – Kenapa Syiah menghalalkan mut’ah. Lagi-lagi karena yg meriwayatkan haramnya mut’ah itu Umar bin Khattab. Karena kebenciannya itu haditsnya ditolak.
  17. Syiah bukan Islam – Kenapa Syiah menolak mushaf utsmani sebagai al-Qur’an? Karena yang menyusun itu Utsman yg mereka benci.
  18. Syiah bukan Islam – Dalam kitab Thaharah, Khomaini menyebut sahabat itu lebih jijik daripada anjing dan babi.
  19. Syiah bukan Islam – Syaikh Shoduq ulama Syiah, mengatakan darah nawasib (muslim sunni) itu halal.
  20. Syiah bukan Islam – Imam Khomaini pernah berfatwa bahwa nawasib itu kedudukannya sama dengan musuh yang wajib diperangi (ahlul harb).
  21. Syiah bukan Islam – Karena itu cara tepat mengenal Syiah itu dengan menelaah kitab-kitab induk mereka. Karena itu ajaran mrk sesungguhnya.
  22. Syiah bukan Islam – Jangan terkecoh dengan buku-buku Syiah sekarang. Karena penuh propaganda, intrik dan pengelabuan.
  23. Syiah bukan Islam – Syiah punya rukun agama bernama taqiyah. “La dina liman la taqiyata” artinya tidak beragama yang tidak taqiyyah, disebut dalam al-kafi.
  24. Syiah bukan Islam – Karena taqiyah itu, Imam Syafii berpesan bahwa golongan yang paling banyak bohongnya itu Syiah.
  25. Syiah bukan Islam – Maka jangan heran jika mereka mengaburkan fakta-fakta Syiah Sampang. Karena itu bagian dari aqidah. Teologi kebohongan itulah taqiyah.
  26. Syiah bukan Islam – Waspadalah Syiah punya sayap militan. Mereka pernah mau kirim relawan ke Suriah bantu rezim Asad.
  27. Syiah bukan Islam – Seorang pengurus PBNU pernah menulis, Syiah Indonesia sedang siapkan konsep imamah di Indonesia. Dalam arti mereka sedang siapkan revolusi
  28. Syiah bukan Islam – Syiah membahayakan NKRI. Ada fatwa Khomeini yang mewajibkan Syiah untuk revolusi di negara masing-masing.
  29. Syiah bukan Islam – Gerakan Syiah didukung kelompok liberal. Pokoknya segala aliran yang rusak dan sesat yang dilekatkan pada Islam didukung Syiah. Mereka sekarang bersatu.
  30. Syiah bukan Islam – visi Syiah-liberal hampir sama dalam hal pelecehan terhadap sahabat nabi dan meragukan al-Qur’an.
  31. Syiah bukan Islam – Liberal punya ideologi relativisme. Ternyata Syiah dalam kampanye gunakan ideologi tersebut untuk kelabuhi Sunni.
  32. Syiah bukan Islam – contoh relativisme Syiah adalah, kampanye Sunnah-Syiah sama saja. Sama Tuhan dan Nabinya. Ini mencontek kaum liberal.
  33. Syiah bukan Islam – Filsafatnya orang Syiah ternyata juga berujung pluralisme dan pantaeisme. FiIsalafatnya mengadopsi paripatetik.
  34. Syiah bukan Islam – Demikianlah fakta-fakta Syiah. Jika muslim anti liberal maka seharusnya juga anti Syiah. Mereka sama-sama ideologi perusak Islam.
  35. Syiah bukan Islam – Semoga kita dan keluarga kita dilindungi dari makar Syiah dan Liberal.

 

 

sumber: Arrahmah

Inilah Beda Ahlussunnah Waljamaah dengan Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah

Apa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah?

 

Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Safi’i dengan Madzhab Maliki.

Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak dilakukan?

Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.

Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.

Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.

Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzahab Syafi’i.

Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedangkan perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah),  perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.

Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al-Qur’an kita (Ahlussunnah).

Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.

Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan: Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.

Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).

 

  • Ahlussunnah: Rukun Islam kita ada 5 (lima): a) Syahadatain b) As-Sholah c) As-Shoum d) Az-Zakah e) Al-Haj
  • Syiah: Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda: a) As-Sholah b) As-Shoum c) Az-Zakah d) Al-Haj e) Al wilayah

 

 

  • Ahlussunnah: Rukun Iman ada 6 (enam): a) Iman kepada Allah b) Iman kepada Malaikat-malaikat-Nya c) Iman kepada Kitab-kitab Nya d) Iman kepada Rasul Nya e) Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat f) Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
  • Syiah: Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)* a) At-Tauhid b) An Nubuwwah c) Al Imamah d) Al Adlu e) Al Ma’ad

 

 

  • Ahlussunnah: Dua kalimat syahadat
  • Syiah: Tiga kalimat syahadat, disamping Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka.

 

 

  • Ahlussunnah: Percaya kepada imam-imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat. Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
  • Syiah:  Percaya kepada dua belas imam-imam mereka, termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka.

 

 

  • Ahlussunnah: Khulafaurrosyidin yang diakui (sah) adalah : a) Abu Bakar b) Umar c) Utsman d) Ali Radhiallahu anhum
  • Syiah: Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syiah. Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka).

 

 

  • Ahlussunnah: Khalifah (Imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum. Berarti mereka dapat berbuat salah/ dosa/ lupa. Karena sifat Ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi.
  • Syiah: Para imam yang jumlahnya dua belas tersebut mempunyai sifat Ma’shum, seperti para Nabi.

 

 

  • Ahlussunnah: Dilarang mencaci-maki para sahabat.
  • Syiah: Mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa bahkan Syiah berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai’at  Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.

 

 

  • Ahlussunnah: Siti Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai. Beliau adalah Ummul Mu’minin.
  • Syiah: Siti Aisyah dicaci-maki, difitnah, bahkan dikafirkan.

 

 

  • Ahlussunnah: Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah : a) Bukhari b) Muslim c) Abu Daud d) Turmudzi e) Ibnu Majah f) An Nasa’i (kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).
  • Syiah: Kitab-kitab Syiah ada empat : a) Al Kaafi b) Al Istibshor c) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih d) Att Tahdziib (Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah).

 

 

  • Ahlussunnah: Al-Qur’an tetap orisinil
  • Syiah: Al-Qur’an yang ada sekarang ini menurut pengakuan ulama Syiah tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).

 

 

  • Ahlussunnah: Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya.
  • Syiah: Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.

 

 

  • Ahlussunnah: Aqidah Raj’Ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah adalah besok diakhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
  • Syiah: Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah. Dimana diceritakan: bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain.

Setelah mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai  ribuan kali. Sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.

Keterangan: Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.

 

 

  • Ahlussunnah: Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram.
  • Syiah: Mut’ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.

 

 

 

  • Ahlussunnah: Khamer/arak tidak suci.
  • Syiah: Khamer/arak suci.

 

  • Ahlussunnah: Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci.
  • Syiah: Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.

 

  • Ahlussunnah : Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah.
  • Syiah: Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat.

(jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah/ batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).

 

 

  • Ahlussunnah: Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah.
  • Syiah: Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah/batal shalatnya.

(Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).

 

 

  • Ahlussunnah: Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur syar’i.
  • Syiah: Shalat jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun.

 

 

  • Ahlussunnah: Shalat Dhuha disunnahkan.
  • Syiah : Shalat Dhuha tidak dibenarkan.

(padahal semua Auliya’ dan salihin melakukan shalat Dhuha).

 

 

Demikian telah kami nukilkan perbedaan-perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).  Sengaja  kami  nukil  sedikit saja,  sebab apabila kami nukil seluruhnya, maka akan memenuhi halaman-halaman buku/web ini.

Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap).

Masihkah mereka akan dipertahankan sebaga Muslimin dan Mukminin? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya).

Sebenarnya yang terpenting dari keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/ dasar agama).

Apabila tokoh-tokoh Syiah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syiah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu).

Oleh karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syiah adalah orang-orang yang tersesat, yang tertipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syiah.

Akhirnya, setelah kami menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syiah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syiah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada dalam memantau gerakan Syiah didaerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi.

Selanjutnya kami mengharap dari aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam menangani masalah Syiah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negri maupun di luar negri, terulang di negara kita.

Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin.

 

 

sumber: AlBayyinat

MUI: Ajaran Syiah Penuhi 10 Kriteria Aliran Sesat

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menyatakan bahwa sekte Syiah yang akhir-akhir ini banyak dipertanyakan oleh masyarakat adalah kelompok sesat dan menyimpang. Menurut MUI, ajaran Syiah telah memenehui sepuluh kriteria aliran sesat yang telah ditetapkan MUI dalam Rakernas pada Selasa, 6 Nopember 2007, di Sari Pan Pasifik, Jakarta.

Dalam buku ‘Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia’ yang diterbitkan oleh MUI Pusat pada bulan Nepember 2013 ini disebutkan bahwa suatu ajaran dalam Islam jika mengandung sepuluh kriteria yang telah ditetapkan MUI di Jakarta di atas merupakan ajaran menyimpang dan sesat. Sepuluh kriteria yang disebutkan MUI tersebut adalah, pertama; mengingkari salah satu Rukun Islam dan Rukun Iman , kedua; menyakini atau mengikuti Aqidah yang tidak sesuai dengan dalil Syar’I (Al Qur’an dan As Sunnah), ketiga; menyakini turunnya wahyu sesudah Al Qur’an, keempat; mengingkari autentitas dan kebenaran Al Qur’an.

MUI melanjutkan, kelima; menafsirkan Al Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir, keenam; mengingkari hadist sebagai sumber ajaran Islam, ketujuh; melecehkan/mendustakan Nabi dan Rasul, kedelapan; mengingkari Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir, kesembilan; mengurangi/menambah pokok-pokok ibadah yang tida ditetapkan Syariat dan kesepuluh; mengkafirkan sesama muslim hanya karena bukan kelompoknya.

“Kesepuluh kriteria kelompok sesat di atas telah dianut dan diamalkan oleh Syiah Imamiah, Itsna Asyariah dan Madzhab Ahlu Bait (Versi syiah)” kata MUI dalam buku yang dibagikan gratis untuk masyarakat tersebut.

MUI menunjukkan, sepuluh kriteria tersebut terungkap dianut oleh kelompok Syiah berdasarkan kajian dan musyawarah yang dilakukan Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura (BASSRA) pada tanggal 3 Januari 2012 di gedung Islamic Centre Pamekasan, Madura. Menurut kajian BASSRA, di antara keyakinan Syiah Imamiyah yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam adalah:

Pertama: Rukun Iman dan Rukun Islam Syiah berbeda dari nash-nash Al Quran dan hadis mutawatir yang shahih, karena menambahkan rukun Al Wilayah (Keimaman Ali bin Abi Thalib dan Keturuannya) sebagai rukun Iman dan Islam.

Kedua: Menyakini adanya tahrif (interpolasi) Al Qur’an yang artinya mengingkari autentisitas dan kebenara Al Qur’an

Ketiga: Mengkafirkan keompok lain yang diluar golongannya karena mereka berprinsip seorang yang tidak mengimani rukun Iman dan Islam yang paling pokok, yaitu Al Wilayah, maka dianggap bukan muslim, fasik, bahkan kafir. Dan hal itu bukan hanya untuk umat Islam umumnya, akan tetapi juga mencakup para sahabat Nabi yang utama Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman Radiyallahu Anhum dan semua yang bersepakat membaiat mereka.

Dalam buku setebal 152 halam itu, MUI juga menyebutkan pernyataan para ulama besar Indonesia yang menegaskan bahwa Syiah adalah ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni, yang sesuai dengan ajaran Salafus Shaleh. Ulama-ulama tersebut adalah Syaikh Hasyim Al Asy’ari (Rais Akbar NU), Prof. DR. Hamka (Tokoh Muhammadiyah dan Ketum MUI periode 1975-1980), DR. Muhammad Nashir (Pendiri Dewan Dakwah (DDI) dan KH. Hasan Bashir (Ketua MUI periode 1985-1998).

 

sumber: Kiblat.net