Banyak pertanyaan yang muncul setelah saya menjelaskan tentang khilafah dan syariah, dan termasuk dari FAQ adalah pertanyaan: “mungkinkah ummat Islam bersatu?!, padahal keadaan mereka tercerai berai seperti sekarang?” dan senada dengan itu pertanyaan yang lain: “Semua partai mengklaim dirinya paling benar, dan persatuan Islam tidak akan terjadi selama partai-partai belum bersatu, lalu kapankah kita akan bersatu?”
Pengertian al-Jama’ah
Sebagai pembahasan awal, saya ingin menyitir firman Allah dalam al-Qur’an yang mensyaratkan agar kaum muslim semuanya bersatu dalam satu wadah dan ikatan, dan melarangnya dengan tegas untuk bercerai berai.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah secara berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai (TQS ali-Imraan [3]: 103)
Perintah untuk mengikatkan diri dalam satu ikatan dan wadah juga ditegaskan kembali dalam hadits rasulullah saw. yang sangat terkenal
ألا و إن من قبلكم من أهل الكتاب افترقوا على ثنتين و سبعين ملة، و إن هذه الملة ستفترق على ثلاثِ و سبعين :
ثنتان و سبعون في النار ، وواحدة في الجنة، و هي الجماعة
Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli kitab telah berpecah belah menjadi 72 golongan. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah belah menjadi 73 golongan, 72 golongan tempatnya di dalam Neraka dan 1 golongan di dalam Surga, yaitu al-Jama’ah. (HR. Ahmad)
وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
Sesungguhnya Bani Israil pecah menjadi 72 golongan, dan ummatku akan pecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu golongan. Mereka berkata “Siapakah itu wahai Rasulullah?”. Beliau bersabda: Apa yang aku di atasnya dan para sahabatku (HR. Tirmidzi)
Dari kedua hadits inilah muncul istilah ahlussunnah wal jama’ah, yaitu satu-satunya golongan selamat yang akan masuk surga Allah, yaitu orang-orang yang berada dalam 1 ikatan yang dinamakan al-jama’ah dan selalu mengikuti sunnah rasul dan para shahabatnya.
Imam Syatibi, Thabrani dan al-Hafidz Ibnu Hajar, ketika membahas tentang arti al-jama’ah, diantara berbagai makna yang ada menyepakati bahwa makna daripada al-jama’ah secara syar’i adalah jama’atul muslimin apabila mereka menyepakati seorang khalifah (imam), dengan kata lain al-jama’ah adalah kesatuan kaum muslimin dalam satu kepemimpinan (Khilafah – Imamah)
Hal ini juga diperkuat oleh perkataan Umar bin Khattab: “Wahai masyarakat Arab, tidak ada islam kecuali dengan jama’ah, tidak ada jama’ah kecuali dengan kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan” (HR. Bukhari)
Perkataan shahabat Umar ini sangat jelas mengindikasikan pentingnya al-jama’ah, dengan menegaskan bahwa ketika al-jama’ah sudah tidak ada, maka Islam juga tidak ada. Dan ini bersesuaian dengan seluruh hadits diatas yang menekankan harusnya kaum muslimin berkumpul untuk menjadi al-jama’ah.
al-Jama’ah: Kewajiban dari Allah
Kewajiban untuk berjama’ah ini tidak akan terwujud sebelum ada suatu kepemimpinan umum pada seluruh kaum muslimin, yaitu dengan Khilafah, dan kepemimpinan ini hukumnya wajib untuk diadakan berdasarkan dalil-dalil berikut:
Barangsiapa yang membaiat seorang imam kemudian memberikan untuknya buah hatinya dan mengulurkan tangannya maka hendaklah ia menaatinya sedapat mungkin(HR. Muslim)
Siapa yang mengangkat tangannya dari ketaatan, maka dia akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat dengan tanpa alasan padanya. dan siapa yang mati, sedang tidak ada di pundaknya bai’at maka matinya seperti mati jahiliyyah (HR. Muslim)
“Aku perintahkan kepada kamu sekalian lima perkara; sebagaimana Allah telah memerintahkanku dengan lima perkara itu; berjama’ah, mendengar, ta’at, hijrah dan jihad fi sabilillah. Barangsiapa yang keluar dari al-Jama’ah sekedar sejengkal, maka sungguh terlepas ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali bertaubat (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Sampai disini kita dapat simpulkan, bahwa persatuan kaum muslim dalam bentuk al-jama’ah seperti yang diperintahkan Allah adalah wajib, maka adanya kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia, sebagai syarat terjadinya al-jama’ah juga adalah wajib. Mengangkat seorang imam dan membai’atnya untuk dijadikan pemimpin adalah langkah satu-satunya untuk mewujudkan al-jama’ah. Hal ini perlu diperhatikan, karena banyak sekali ancaman Allah pada kaum muslim yang tidak berada dalam al-jama’ah.
Harakatul Islamiyyah (Jama’ah minal Muslimin) adalah Kewajiban
Pertanyaannya sekarang, apakah al-jama’ah ini ada? Jawabannya sudah sangat jelas, bahwa al-jama’ah ini belum ada, kaum muslim terbagi menjadi 58 negara dengan pemimpinnya masing-masing, dan tdak ada kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia.
Berdasarkan kaidah fiqh: Suatu kewajiban yang tidak terlaksana karena kurangnya sesuatu, maka sesuatu yang kurang itu menjadi wajib, al-jama’ah adalah wajib, dan tidak akan ada selama tidak ada yang memperjuangkan kepemimpinan Islam dan mengangkat khalifah (imam)nya maka membentuk suatu kelompok (jama’ah minal muslimin) dalam rangka mengorganisir dakwah Islam untuk mewjudkan al-jama’ah hukumnya juga adalah wajib.
Dan Allah telah menyampaikan dalam al-Qur’an al-Karim
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَر وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan haruslah ada di antara kamu “umat” yang menyeru kepada al-khair (Islam), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; dan mereka (ummat-ummat) itulah ummat-ummat yang beruntung. (TQS ali-Imraan [3]: 104)
Bila kita teliti, ayat ini menyampaikan bahwa adanya kelompok yang merupakan bagian dari kaum muslim (jama’ah minal muslimin), yang bertugas mendakwahkan Islam, amar ma’ruf dan nahi munkar adalah wajib adanya. Dan dari kata ganti hum ul-muflihuun, kita dapat mengetahui bahwa Allah memperbolehkan adanya kelompok ini lebih dari 1, karena semuanya mendapatkan pujian dan jaminan “keberuntungan” (muflihuun) dari Allah swt.
Adanya kelompok ini ditengah-tengah kaum muslim yang telah berada dalam al-jama’ah sekalipun adalah wajib, apalagi ketika kaum muslimin tidak berada dalam al-jama’ah, maka keberadaan kelompok yang memperjuangkan tegaknya al-jama’ah dengan cara menegakkan kepemimpinan Islam adalah wajib, dan wajib pula bagi kaum muslimin semuanya untuk menggabungkan diri pada salah satu kelompok (jama’ah minal muslimin) ini.
Hukum berjuang dalam salah satu harakatul Islamiyyah (jama’ah minal muslimin)
Namun ada sebagian kaum muslim tidak mau menggabungkan diri kedalam salah satu kelompok-pun dengan berbagai macam alasan, mereka beralasan bahwa bergabung dengan kelompok-kelompok yang sekarang berarti ber-taffaruq (memecah belah) kaum muslim, dan menganggap ketika bergabung dengan gerakan dakwah, malah akan membuat kaum muslim semakin sulit bersatu, bagaimana tindakan seperti ini dalam pandangan Islam?
Hadits yang sering digunakan untuk sebagai dalil dalam perbuatan ini adalah hadits riwayat Hudzaifah al-Yamani, yang menanyakan kepada rasulullah tentang kejelekan di masa depan.
فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ نَعَمْ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَسْتَنُّونَ بِغَيْرِ سُنَّتِي وَيَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا تَرَى إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ فَقُلْتُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Wahai Rasulullah, dahulu kami berada dalam keadaan jahiliyah dan kejelekan lalu Allah mendatangkan kebaikan ini, apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan ?” Beliau berkata : “Ya”, Aku bertanya : “Dan apakah setelah kejelekan ini akan datang kebaikan?” Beliau menjawab : “Ya, tetapi didalamnya ada dukhan (kesamaran)”. Aku bertanya : “Apa kesamaran itu ?” Beliau menjawab : “Suatu kaum yang membuat ajaran bukan dari ajaranku, dan menunjukkan (manusia) kepada selain petunjukku. Engkau akan mengenal mereka dan engkau akan memungkirinya” Aku bertanya : “Apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan lagi ?” Beliau menjawab :”Ya, (akan muncul) para dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam. Barangsiapa yang menerima seruan mereka, maka merekapun akan menjerumuskan ke dalam neraka” Aku berkata : “Ya Rasulullah, terangkanlah ciri-ciri mereka kepada kami?” Beliau menjawab : “Mereka dari golongan kita, dan berbicara dengan bahasa kita” Aku bertanya : “Apa yang anda perintahkan kepadaku jika aku temui keadaan seperti ini” Beliau menjawab : “Pegang erat-erat jama’ah kaum muslimin dan imam mereka” Aku bertanya : “Bagaimana jika tidak imam dan jama’ah kaum muslimin?” Beliau menjawab :”Tinggalkan semua kelompok-kelompok sempalan itu, walaupun kau menggigit akar pohon hingga ajal mendatangimu” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya hadits ini merupakan peringatan rasulullah bagi kita untuk senantiasa berada dalam al-jama’ah al-muslimin agar kita bisa selamat dari satu masa dimana ada da’i-da’i berbicara dengan dalil Islam dan berpakaian serta dari golongan Islam yang menyeru pada pintu neraka jahannam. Sayangnya, sebagian kaum muslim tidak mengambil haditsnya secara lengkap sehingga yang dipakai hanyalah “fa’tazil tilka firaqa kullaha” (tinggalkan seluruh kelompok-kelompok itu), padahal yang dimaksud dengan kelompok yang ditinggalkan adalah terbatas hanya pada kelompoknya da’i-da’I yang menyeru kepada pintu neraka jahannam. Dan kalimat “walaupun kau menggigit akar pohon hingga ajal mendatangimu” adalah kalimat yang bisa diartikan dengan hadits lain yang semisal
فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Aku nasehatkan kepada kalian bertaqwa kepada Allah,mendengar,dan taat walaupun kepada seorang budak habasyi, karena siapa yang hidup sesudahku maka dia akan melihat perpecahan yang sangat banyak, maka atas kalian sunnahku dan sunnah para khalifah yang di atas hidayah dan petunjuk, berpegang teguhlah kalian dengannya, gigitlah dengan gigi geraham (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
Teranglah bagi kita, bahwa ketika kaum muslim menemui zaman fitnah dengana adanya da’i yang menyeru kepada pintu neraka dan kita tidak menemui al-jama’ah dan khalifahnya, maka seharusnya kita harus tetap berpegang pada sunnah rasul dan shahabatnya, dan tidak mengikuti da’i yang menyeru kepada pintu neraka. Dan hadits diatas tidak menjadi dalil bagi kaum muslim untuk berdiam diri dan tidak bergabung dengan kelompok manapun untuk menegakkan al-jama’ah
Walhasil, bergabung dengan salah satu kelompok (jama’ah minal muslim yang serius dan sungguh-sungguh untuk memperjuangkan tegaknya kepemimpinan dan al-jama’ah hukumnya adalah wajib, karena dengan tidak menggabungkan diri kedalam salah satu kelompok berarti sama saja kita melalaikan kewajiban Allah dan rasul-Nya untuk berada dalam al-jama’ah, sedangkan ancaman-ancaman Allah dan rasul-Nya amat jelas bagi orang-orang yang berada diluar jama’ah dan melalaikan kewajiban ini.
Dan sesungguhnya, kelompok dan harakah Islam yang ada sekarang tidaklah termasuk ber-taffaruq (berpecah belah), karena lafadz taffaruq ini disandarkan pada al-jama’ah (khilafah), jadi adanya ikatan nasionalisme yang mencerai-beraikan satu negara muslim dengan negara muslim lainnya, kesukuan yang memecah-belah ummat muslim, demokrasi yang membuat aturan lain selain sunnah rasul dan petunjuknya dan semua derivat selain Islam, inilah yang disebut dengan taffaruq dan da’i – da’i yang menyeru kepada pintu neraka jahannam.
Sayyid Qutb mengatakan bahwa bagaimana proses kebangkitan islam dimulai sesungguhnya ia memerlukan kepada golongan perintis yang menegakkan kewajiban ini. Sayyid Hawwa juga mengatakan bahwa satu-satunya penyelesaian ialah harus menegakkan jama’ah. Fathi Yakan pun menyampaikan bahwa Rasulullah tidak pernah sama sekali mengandalkan kepada kerja individual (infirodiy) tetapi sejak awal beliau telah menganjurkan penegakkan jama’ah
فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ مِنَ اْلغَنَمِ اْلقَاصِيَةِ
Sesungguhnya serigala akan memakan kambing yang sendirian (HR. Ahmad, Abu Daud dan an-Nasa’i)
al-Jama’ah: konsekuensi alami Khilafah Islamiyyah
Jadi persatuan Islam secara total dalam bentuk al-jama’ah hanya akan terjadi apabila khilafah tegak adanya kelompok dan harakah dakwah lebih dari satu tidak menghalangi al-jama’ah terbentuk bahkan wajib bagi kaum muslim untuk menggabungkan diri pada kelompok yang memperjuangkan tegaknya al-jama’ah (khilafah)
Ingatlah sesungguhnya rasulullah saw. Telah mengingatkan kita:
لَيَنْقُضَنَّ عُرَى اْلاِسْلاَمِ عُرْوَةً وَكُلَّمَا اِنْقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّتَ النَّاسُ بِالَّتِىْ تَلِيْهَا وَاَوَّلُهُنَّ نَقْضَ الْحُكْمُ وَآخِرُهَا الصَّلاَةُ
Ikatan-ikatan islam akan lepas satu demi satu. Apabila lepas satu ikatan, akan diikuti oleh lepasnya ikatan berikutnya. Ikatan islam yang pertama kali lepas adalah pemerintahan dan yang terakhir adalah shalat (HR. Ahmad)
Sesungguhnya al-jama’ah (persatuan kaum muslimin) adalah al-jama’atul muslimin yang terjadi sebagai konsekuensi akan adanya khilafah Islamiyyah ketika khilafah tidak wujud, maka ikatan kaum muslim akan terceraikan sesungguhnya khilafah-lah yang akan menjamin ummat Islam bersatu padu!
Khilafah is just a matter of time!
Oleh Ustadz Felix Siauw